justifikasi perlindungan penduduk sipil dalam … · 2017. 4. 1. · “justifikasi perlindungan...

117
i  SKRIPSI JUSTIFIKASI PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL DALAM SERANGAN MILITER NATO TERHADAP LIBYA VERONIKA PUTERI KANGAGUNG NIM. 0803005123 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

Upload: others

Post on 07-Feb-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i  

    SKRIPSI

    JUSTIFIKASI PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL

    DALAM SERANGAN MILITER NATO TERHADAP

    LIBYA

    VERONIKA PUTERI KANGAGUNG

    NIM. 0803005123

    FAKULTAS HUKUM

    UNIVERSITAS UDAYANA

    DENPASAR

    2015

  • ii  

    JUSTIFIKASI PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL DALAM SERANGAN MILITER NATO TERHADAP

    LIBYA

    Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana.

    VERONIKA PUTERI KANGAGUNG NIM. 0803005123

    FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA

    DENPASAR 2015

        

  • iii  

  • iv  

    SKRIPSI INI TELAH DIUJI PADA TANGGAL : 6 Agustus 2015

    Panitia Penguji Skripsi Berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas

    Udayana Nomor : 313/UN14.1.11.1/PP.05.02/2015 Tanggal 23 Juli 2015

    Ketua : Dr. I Dewa Gede Palguna, SH.,M.Hum ( )

    NIP.196112241988031001

    Sekretaris : A.A. Sri Utari, SH.,MH ( )

    NIP.197702172001122001

    Anggota : 1. Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra, SH,.H.Hum ( )

    NIP.195803211986021001

    : 2. I Gede Pasek Eka Wisanjaya, SH.,MH ( )

    NIP.197305281998021001

    : 3. I Gede Putra Ariana, SH.,M.Kn ( )

    NIP.197807042008011009

  •  

    v  

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena

    berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

    “JUSTIFIKASI PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL DALAM

    SERANGAN MILITER NATO TERHADAP LIBYA”. Skripsi ini diajukan

    sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum

    Universitas Udayana.

    Penyusunan karya tulis ini tentunya tidak terlepas dari dukungan dan

    bimbingan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung.

    Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih

    sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, yaitu

    kepada:

    1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana SH,.MH., selaku Dekan

    Fakultas Hukum Universitas Udayana.

    2. Bapak I Ketut Sudiarta, SH.,MH., selaku Pembantu Dekan I Fakultas

    Hukum Universitas Udayana.

    3. Bapak I Wayan Bela Siki Layang, S.H.,M.H., selaku Pembantu Dekan

    II Fakultas Hukum Universitas Udayana.

    4. Bapak I Wayan Suardana, S.H.,M.H., selaku Pembantu Dekan III

    Fakultas Hukum Universitas Udayana.

  • vi 

     

     

    5. Bapak Ida Bagus Erwin Ranawijaya, SH.,MH., Ketua Bagian Hukum

    Internasional, Fakultas Hukum Universitas Udayana.

    6. Bapak I Gede Putra Ariana, SH.,M.Kn., Sekretaris Bagian Hukum

    Internasional, Fakultas Hukum Universitas Udayana.

    7. Bapak Dr. I Dewa Gede Palguna, SH.,M.Hum., selaku dosen

    pembimbing I, yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing

    dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.

    8. Ibu A.A. Sri Utari, SH.,Mh., selaku dosen pembimbing II yang telah

    membimbing penulis dalam penyusunan tugas akhir ini.

    9. Bapak I Made Budi Arsika SH.,L.LM., selaku dosen yang telah

    membantu penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini.

    10. Bapak I Ketut Sudjana, S.H.,M.H., Pembimbing Akademik, atas

    pengarahan pengambilan mata kuliah guna menyelesaikan studi kuliah

    penulis.

    11. Seluruh Dosen Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Udayan yang

    telah banyak memberikan ilmu serta wawasan yang lebih kepada

    penulis.

    12. Orang tua penulis Kartika Winatha (alm.) dan Yulia Susanty, serta

    adik-adik saya yang selalu mendukung dengan perhatian, semangat,

    dan doa.

  • vii 

     

     

    13. Sahabat penulis Sheryl, Suri, Odilia, Sanie, Haniffa, Nurhayati,

    terimakasih untuk semua bantuan, semangat dan doa selama

    penyusunan tugas akhir ini.

    14. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

    Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari

    sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak

    yang bersifat membangun sehingga akan menjadi lebih baik di masa yang akan

    datang. Harapan penulis semoga skripsi ini memberikan manfaat kepada semua

    pihak yang membutuhkannya.

    Denpasar, Juni 2015

    Penulis

  • viii 

     

     

    SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

    Dengan ini penulis menyatakan bahwa, Karya Ilmiah/Penulisan

    Hukum/Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, tidak terdapat karya yang

    diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi manapun,

    dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

    pernah ditulis atau diterbitkan oleh penulis lain, kecuali yang secara tertulis diacu

    pada naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

    Apabila Karya Ilmiah/Penulisan Hukum/Skripsi ini terbukti merupakan

    duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain dan/atau dengan sengaja

    mengajukan karya atau pendapat yang merupakan hasil karya penulis lain, maka

    penulis bersedia menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku.

    Demikian Surat Pernyataan ini saya buat sebagai pertanggungjawaban

    ilmiah tanpa ada paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga.

    Denpasar,

    Yang menyatakan,

    (Veronika Puteri Kangagung)

    0803005123

      

      

  • ix 

     

     

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

    HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM ........................... ii

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ........................... iii

    HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI .................. iv

    KATA PENGANTAR ...................................................................................... v

    HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ..................................... viii

    BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

    1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1

    1.2. Rumusan Masalah ...................................................................... 7

    1.3. Ruang Lingkup Masalah ............................................................ 8

    1.4. Tujuan Penelitian ...................................................................... 9

    a. Tujuan Umum .......................................................................... 9

    b. Tujuan Khusus ......................................................................... 9

    1.5. Manfaat Penelitian ..................................................................... 9

    a. Manfaat Teoritis ....................................................................... 9

    b. Manfaat Praktis ........................................................................ 10

    1.6. Landasan Teoritis ...................................................................... 10

    1.7. Metode Penelitian ..................................................................... 18

    a. Jenis Penelitian ......................................................................... 18

    b. Jenis Pendekatan ...................................................................... 18

    c. Sumber Bahan Hukum ............................................................. 20

    d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ....................................... 21

    e. Teknik Analisa Bahan Hukum ................................................. 22

    BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NATO .......................................... 23

    2.1. Sejarah Lahirnya NATO ........................................................... 23

    2.1.1. Pengaruh Perang Dingin ................................................. 23

    2.1.2. Tujuan Pendirian NATO ................................................. 26

  •  

     

    2.1.3. Ruang Lingkup dan Asas-Asas NATO ........................... 29

    2.1.4. Perkembangan Terakhir NATO ...................................... 32

    2.2. NATO sebagai Organisasi Internasional ................................... 35

    2.2.1. Hubungan antara Kedudukan, Fungsi dan Kewenangan

    NATO .............................................................................. 35

    2.2.2. Kekhasan NATO sebagai Organisasi Internasional ........ 40

    2.2.3. Kedudukan, Fungsi dan Kekuasaan NATO .................... 43

    2.2.4. Misi-Misi Perdamaian NATO ......................................... 47

    BAB III PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL SERANGAN NATO

    TERHDAP LIBYA ......................................................................................... 49

    3.1. Tinjauan Umum terhadap Libya di bawah Pemerintahan Moammar

    Gaddafi ..................................................................................... 49

    3.1.1. Sejarah Pemerintahan Moammar Gaddafi di Libya ........ 49

    3.1.2. Perlawanan Kelompok Oposisis terhadap Pemerintahan

    Moammar Gaddafi .................................................................... 52

    3.1.3. Kualifikasi Konflik Bersenjata di Libya Dalam Perspektif

    Hukum Internasional ................................................................. 59

    3.2. Keabsahan Serangan NATO terhadap Libya ............................

    3.2.1. Perspektif Hukum Internasional Umum .........................

    3.2.2. Perspektif Hukum Humaniter .........................................

    BAB IV BATAS ALASAN PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL SEBAGAI

    PEMBENARAN DALAM SERANGAN NATO TERHADAP LIBYA ....... 73

    4.1. Perlindungan Penduduk Sipil dalam Hukum Internasional ...... 73

    4.1.1. Ketertiban Umum dalam Hukum Internasional dalam

    Kaitannya dengan Perlindungan Penduduk Sipil ..................... 73

    4.1.2. Beberapa Pengaturan Khusus .......................................... 75

    a. Hukum Hak Asasi Manusia ................................................... 75

    b. Hukum Humaniter ................................................................. 76

    4.2. Praktik Penegakan Ketentuan tentang Perlindungan

    Penduduk Sipil .......................................................................... 80

    4.2.1. Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad ’Hoc ........................ 80

  • xi 

     

     

    4.2.2. Mahkamah Pidana Internasional (ICC) ........................... 83

    4.3. Analisis Penggunaan Alasan Perlindungan Penduduk Sipil dalam

    Serangan NATO terhadap Libya .............................................. 85

    4.3.1. Konsep Perlindungan Penduduk Sipil ............................. 85

    4.3.2. Doktrin Responsibility To Protect .................................. 90

    4.3.3. Tinjauan Komperhensif ................................................... 94

    BAB V PENUTUP ........................................................................................... 97

    5.1. Kesimpulan ................................................................................ 97

    5.2. Saran ........................................................................................... 98

    DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 99

    LAMPIRAN ..................................................................................................... 104

    ABSTRAK ...................................................................................................... xii

  • xii 

     

     

    JUSTIFIKASI PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL DALAM SERANGAN MILITER NATO TERHADAP LIBYA

    ABSTRAK

    Seiring perubahan jaman dunia selalu berkembang, demikian pula dengan

    permasalahan-permasalahan yang terjadi. Salah satu isu internasional yang terjadi adalah ketika pada tahun 2011 terjadi pemberontakan di Libya. Timbulnya pemberontakan ini kemudian menimbulkan banyaknya korban sipil dan membuat prihatin dunia internasional. Organisasi-organisasi internasional kemudian turut berperan dengan konsep melindungi warga sipil Libya dan salah satu diantaranya ialah NATO.

    Serangan yang dilakukan oleh NATO terhadap Libya kemudian mengakibatkan jatuhnya korban sipil. Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan mengenai legalitas serangan tersebut beserta batasan pemakaian alasan perlindungan penduduk sipil dapat dibenarkan.Tulisan skripsi ini memakai metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Dasar yang dipakai dalam penulisan skripsi ini ialah Hukum Internasional, Hukum Humaniter Internasional, serta instrumen-instrumen hukum internasional seperti Resolusi Dewan Keamanan PBB 1970 dan Resolusi Dewan Keamanan PBB 1973 serta Kovensi Deen Haag, Kovensi Jenewa, Statuta Roma dan lainnya.

    Berdasarkan hasil penelitian skripsi ini, NATO dapat dibenarkan dalam melakukan serangannya terhadap Libya. Dasar pembenaran ini ialah konsep ‘perlindungan penduduk sipil’ yang tertuang dalam Resolusi DK PBB 1970 dan 1973, khususnya dalam paragraf 4 (Res.DK PBB 1973). Kata Kunci : NATO, Hukum Internasional, Hukum Humaniter, Kovensi Deen Haag, Kovensi Jenewa, Resolusi Dewan Keamanan PBB 1970, Resolusi Dewan Keamanan PBB 1973.

  • xiii 

     

     

    JUSTIFICATION OF CIVILIANS PROTECTION IN NATO MILITARY ATTACK

    ON LIBYA

    ABSTRACT

    As the world changes and evolving, so as the problems that occured. One

    international issue that happen is when a rebellion in 2011 occurred in Libya. This then led to an uprising by the number of civilian casualties and create international concern. International organizations then contribute to the concept of protecting Libyan civilians and NATO is one of them.

    Attacks carried out by NATO against Libya later resulted in civilian casualties. This then raises the question of the legality of such attacks and their usage limit civilian protection reasons can be used. This paper’ll used normative legal research methods to approach legislation and case approach. The basis used in this thesis is International Law, International Humanitarian Law, as well as legal instruments such as the UN Security Council Resolution 1970 and UN Security Council Resolution 1973 as well as Deen Haag Convention, the Geneva Conventions, the Rome Statute and other.

    Based on the results of this thesis, NATO can be justified in conducting attacks against Libya. The basic justification is that the concept of 'protection of civilians' as stated in UNSC Resolutions 1970 and 1973, particularly in paragraphs 4 (Res.DK UN 1973). Keywords: NATO, International Law, Humanitarian Law, Deen Haag Convention, the Geneva Conventions, the UN Security Council Resolution 1970, UN Security Council Resolution 1973.

     

     

     

     

  •  

    1  

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Permasalahan

    Konflik di Libya merupakan akibat dari aksi protes masyarakat Libya yang

    menuntut pelaksanaan program bantuan pemerintah dan penanganan korupsi

    politik terhadap pemerintah Gaddafi. Aksi tersebut kemudian mendapat

    perlawanan dari pemerintahan Gaddafi yang merespon dengan tindakan

    kekerasan, seperti pemakaian ‘water canon’ dan senjata api kepada para

    demonstran. Tindakan tersebut ternyata berujung pada tewasnya ratusan orang

    yang melakukan perlawanan terhadap pemerintah.1

    Kejadian tersebut kemudian menjadi sorotan masyarakat internasional

    khususnya mengenai isu Hak Asasi Manusia (HAM). Sejumlah entitas

    internasional pun mendesak pemerintah Libya untuk menghentikan tindakan-

    tindakan yang pelanggaran berat HAM terhadap rakyatnya. Respon pemerintah

    Libya yang mengabaikan desakan tersebut memicu reaksi serius masyarakat

    internasional.

    Pada tanggal 30 Juli 2011, North Atlantic Treaty Organization (NATO)

    melakukan serangan udara terhadap kantor media pemerintah Libya yang

    kemudian menewaskan 3 orang pekerja media dan melukai 21 orang lainnya.

    Serangan tersebut merupakan salah satu contoh serangan-serangan yang telah

                                                                 1 Disarikan dari Aljazeera.com, URL: http://www.aljazeera.com/news/middleeast/2011/02/201122171649677912.html diakses terakhir pada tanggal 6 Mei 2015.

  •  

     

    dilakukan NATO. Hingga tanggal 17 Agustus 2011, serangan militer NATO telah

    menewaskan 1.108 warga sipil dan melukai 4.537 orang lainnya.2

    Menarik untuk dicermati bahwasanya serangan militer NATO ke Libya

    ternyata didasarkan atas alasan untuk perlindungan penduduk sipil, sebagaimana

    dinyatakan secara tegas dalam pernyataan Sekretaris NATO.3 Adapun salah satu

    justifikasi yang digunakan oleh NATO ialah Resolusi Nomor 1973 yang diadopsi

    Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada tanggal 17 Maret

    2011 yang berbunyi sebagai berikut:

    “Calls upon all Member States, acting nationally or through regional

    organizations or arrangements, to provide assistance, including any necessary

    over flight approvals, for the purposes of implementing paragraphs 4, 6, 7 and 8

    above”4

    Dapat diartikan, bahwa yang dimaksud dari paragraf 4 dalam resolusi

    tersebut ialah memberikan otorisasi kepada negara-negara yang telah diberi

    wewenang untuk bertindak secara unilateral atau melalui organisasi internasional

    untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk melindungi warga sipil

    dan penduduk sipil dari suatu ancaman serangan. Sementara paragraf 65 dan 76

    merupakan ketentuan yang menjelaskan mengenai pelarangan terbang (konsep

    ‘No Fly Zone’) di daerah Jamahiriya Arab dengan pengecualian penerbangan-

                                                                 2 CYBERSabili.com, URL: http://sabili.co.id/internasional/sudah-1-108-warga-libya-tewas-dalam-serangan-nato, diakses terakhir tanggal 6 Mei 2015. 3 Secretary General’s video blog, URL: http://andersfogh.info/2011/06/22/nato-protecting-civilians-in-libya, diakses tanggal 22 Mei 2015. 4 Resolusi Dewan Keamanan PBB S/RES/1973 (2011), Par 9. 5 Lihat Resolusi Dewan Keamanan PBB S/RES1973 (2011), Par.6 6 Lihat Resolusi Dewan Keamanan PBB S/RES1973 (2011), Par.7

  •  

     

    penerbangan yang dilakukan dengan alasan kemanusiaan. Kemudian, paragraf 87

    berisi ketentuan yang menegaskan kepada seluruh anggota yang telah

    mengkonfirmasikan keanggotaanya kepada Sekretaris Jenderal PBB maupun

    Sekretaris Jenderal Liga Arab, untuk melakukan segala upaya tindakan yang

    diperlukan secara unilateral atau melalui organisasi internasional guna

    mendukung pelaksanaan ketentuan dalam paragraf 6 dan 7 di atas.

    Negara Libya pada tahun 1951 merupakan negara berbentuk kerajaan

    yang dipimpin oleh Raja Idris I. Pasca kudeta yang dipimpin oleh Muammar

    Gaddafi, Libya menjadi negara demokrasi yang menganut asas desentralisasi serta

    mempunyai dewan-dewan lokal yang akan menjalankan tugas-tugas pemerintahan

    sesuai dengan filosofi yang tertulis di dalam buku ciptaannya “The Green Book”.8

    Namun pada kenyataannya, struktur pemerintahan tersebut hanyalah manipulasi

    politik yang dibuat oleh Gaddafi, dengan maksud untuk memastikan dominasi

    seluruh kekuasaan negara Libya tetap berada di tangannya.

    Seiring dengan kepemimpinannya, grafik keadaan ekonomi, politik dan

    bahkan kesehatan masyarakat mulai melemah cukup drastis. Diperkirakan

    sebanyak 20,74% warga Libya merupakan pengangguran, lebih dari 16% keluarga

    tidak memiliki penghasilan tetap, sementara 43% di antara mereka hanya

    memiliki satu anggota keluarga dengan penghasilan tetap. Selain itu, Tidak

    banyak pula pembangunan yang dilakukan oleh Gaddafi dalam 40 tahun terakhir,

    malah mengakibatkan banyaknya masalah-masalah sosial yang melanda warga

    Libya, termasuk di antaranya ialah masalah kesehatan, sehingga banyak dari                                                              7 Lihat Resolusi Dewan Keamanan PBB S/RES1973 (2011), Par.8  8 Archive.org,URL:https://archive.org/details/TheGreenBook_848, diakses terakhir tanggal 6 Mei 2015.

  •  

     

    masyarakat Libya terpaksa berobat ke negara-negara tetangga seperti Tunisia dan

    Mesir.9

    Protes yang dilakukan warga Libya telah dimulai pada awal Januari 2011

    hingga puncaknya terjadi pada bulan Maret 2011. Bentuk dari protes ini ialah

    berupa aksi demonstrasi warga yang merupakan oposisi pemerintah di berbagai

    kota di Libya, yaitu Tripoli, Tajoura, Zintan dan kota-kota lainnya. Mereka

    menuntut Gaddafi untuk turun dari kursi kekuasaan yang telah didudukinya

    selama 42 tahun. Demonstrasi tersebut berujung pada konflik bersenjata antara

    pasukan pemerintah dan pasukan oposisi yang memakan korban jiwa sebanyak

    165 orang.10 Insiden tersebut kemudian menuai respon negatif dari masyarakat

    internasional yang menilai tindakan pemerintah Libya terhadap warganya

    merupakan tindakan yang menimbulkan ketidakpastian perlindungan Hak Asasi

    Manusia (HAM) dari pemerintah Libya terhadap warganya.

    Konflik bersenjata antara pihak pemerintah dengan pihak oposisi di negara

    Libya kemudian menarik perhatian masyarakat internasional yang menilai konflik

    tersebut sebagai ancaman terhadap keselamatan penduduk sipil Libya. Guna

    merespon situasi tersebut, pada tanggal 26 Februari 2011, Dewan Keamanan PBB

    memutuskan untuk mengadopsi Resolusi S/RES/1970 (2011)11 yang kemudian

    disusul dengan Resolusi S/RES/1973(2011) pada tanggal 17 Maret 2011. Salah

    satu isu penting termuat di dalam Resolusi Dewan Keamanan PBB

                                                                 9 Bbc.co.uk, URL : http://www.bbc.co.uk/news/world-africa-12532929, diakses terakhir 6 Mei 2015. 10 ANTARANEWS.com, URL: http://www.antaranews.com/berita/270884/pejabat-pbb-sesalkan-serangan-nato-terhadap-tv-libya , diakses tanggal 18 Mei 2015. 11 Tentang embargo pasukan, larangan berpergian dan pembekuan asset yang berhubungan dengan situasi Arab Jamahiriya Libya.

  •  

     

    S/RES/1973(2011)12 yang secara spesifik mencantumkan tentang no-fly zone di

    daerah sekitar Libya. Langkah ini diambil atas usulan pihak oposisi demi

    mencegah serangan udara yang dilakukan pasukan Gaddafi terhadap mereka.13

    Keterlibatan NATO untuk menjalankan mandat Dewan Keamanan PBB,

    khususnya dalam konteks operasi militer, bukanlah sesuatu hal yang baru. Sejak

    terbentuk secara resmi pada tanggal 4 Maret 1949, organisasi ini ditujukan

    sebagai aliansi militer yang mengembangkan sistem pertahanan kolektif dan

    mutual terhadap serangan oleh pihak eksternal.14 Organisasi ini mendukung

    penyelesaian sengketa secara damai yang apabila tidak berhasil, dapat

    menggunakan kapasitas militer yang dibutuhkan untuk melaksanakan

    penyelesaian sengketa.15

    Dalam pembukaan North Atlantic Treaty juga telah disebutkan NATO

    menegaskan kepercayaannya terhadap tujuan dan prinsip-prinsip yang tercantum

    dalam Piagam PBB.16 Sesuai dengan Pasal 1 North Atlantic Treaty bahwa NATO

    mempunyai wewenang dalam membantu menyelesaikan konflik internasional,

    baik dalam cara-cara damai dan juga penggunaan kekuatan sesuai dengan tujuan

    dari PBB sendiri.17

                                                                 12 Tentang perlindungan warga sipil atas Hak Asasi Manusia.         13  Kompas.comURL : http://internasional.kompas.com/read/2011/03/18/11181543/Apa.Arti.Zona.Larangan.Terbang.Libya,  diakses tanggal 10 Mei 2015.        14 Nato.int URL: http://www.nato.int/history/nato-history.html, diakses tanggal 6 mei 2015.       15 www.nato.int, URL : http://www.nato.int/cps/en/SID F90A25B4F402E863/natolive/what_is_nato.html, diakses tanggal 10 Mei 2015. 16 Opening statement of The North Atlantic Treaty (1949): … The Parties to this Treaty reaffirm their faith in the purposes and principles of the Charter of the United Nations and their desire to live in peace with all peoples and all Governments… 17North Atlantic Treaty (1949); Article 1 : ... The Parties undertake, as set forth in the Charter of the United Nations, to settle ...

  •  

     

    Apabila kemampuan dan keterlibatan NATO dalam sejumlah operasi

    militer sebelumnya memang telah direncanakan dan diprediksi, maka dalam

    serangannya yang dilancarkan ke Libya kali ini tersirat suatu kejanggalan. NATO

    menjustifikasi bahwa serangan militer ke Libya yang dilakukannya adalah dalam

    rangka memberikan perlindungan terhadap penduduk sipil, akan tetapi faktanya

    justru NATO juga menargetkan serangannya kepada penduduk sipil dan obyek

    sipil. Sementara dalam kasus ini, NATO jelas-jelas telah melakukan serangan

    terhadap berbagai gedung ataupun kota yang tidak dipertahankan.18

    Maka timbul sebuah pertanyaan, bukankah penyerangan tersebut telah

    melanggar ketentuan Konvensi IV Den Haag 1907 mengenai Hukum dan

    Kebiasaan Perang di Darat, tepatnya seperti yang dinyatakan dalam Artikel 25

    yaitu “The subject to attack or bombardment, by any means whatever, of

    undefended towns, villages, or buildings is forbidden.” Dapat diartikan bahwa

    penyerangan atau pemboman terhadap kota-kota, desa-desa, kampung-kampung

    atau gedung-gedung yang tidak dipertahankan adalah dilarang.19

    Hal menarik yang muncul dalam kasus ini adalah timbulnya sebuah

    pertanyaan yaitu, dapatkah perlindungan terhadap penduduk sipil dijadikan

    justifikasi dari suatu serangan militer? Melihat permasalahan tersebut, penulis

    beranggapan bahwa perlu dilakukan kajian terhadap penggunaan kekuatan militer

    oleh NATO khususnya menyangkut legalitas dan justifikasi perlindungan

    penduduk sipil yang digunakan dalam melakukan serangan tersebut. Selain hal                                                              18 PelitaOnline.com, URL : http://www.pelitaonline.com/read/politik/internasional/16/5536/serangan-nato-bunuh-85-warga-sipil-di-libya/, diakses tanggal 19 Mei 2015. 19 J. Supoyo, 1996, Hukum Perang Udara dalam Humaniter, PT.Toko Gunung Agung, Jakarta, h. 32.

  •  

     

    tersebut penulis merasa permasalahan tersebut penting untuk ditulis, sebab sejauh

    ini hal mengenai peperangan belum diatur secara tegas dalam Piagam PBB.20

    Perlindungan penduduk sipil sebagai alasan menggunakan kekuatan juga

    melanggar salah satu asas hukum internasional yaitu prinsip Non-Intervensi.

    Dapat pula dipertanyakan mengenai wewenang NATO dalam melaksanakan

    resolusi-resolusi Dewan Keamanan PBB. Sepanjang pengetahuan penulis belum

    ada mahasiswa/i Fakultas Hukum Universitas Udayana yang menulis ataupun

    mengangkat permasalahan tersebut sebagai tugas akhirnya. Oleh karena itu,

    penulis tertarik untuk mengangkat kasus tersebut dalam bentuk karya tulis dengan

    judul “JUSTIFIKASI PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL DALAM

    SERANGAN MILITER NATO TERHADAP LIBYA”.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, terdapat

    dua masalah yang akan menjadi pokok bahasan dalam karya tulis ini, yaitu :

    1. Bagaimanakah legalitas serangan militer NATO terhadap Libya

    ditinjau dari perspektif penggunaan kekuatan (the use of force) dalam

    Hukum Internasional?

    2. Dalam batas bagaimanakah alasan perlindungan penduduk sipil dapat

    digunakan sebagai pembenaran bagi NATO untuk melakukan serangan

    terhadap Libya?

                                                                      20 Haryomataram, 2005, Pengantar Hukum Humaniter, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 4

  •  

     

    1.3 Ruang Lingkup Masalah

    Untuk menghindari pembahasan yang menyimpang dari dua masalah

    pokok yang menjadi fokusnya, pembahasan dalam skripsi akan dibatasi ruang

    lingkupnya sebagai berikut:

    1. Secara umum akan diuraikan mengenai sejarah lahirnya NATO secara

    singkat dan kiprahnya sebagai organisasi internasional.

    2. Secara umum membahas tentang pemerintahan Moammar Gaddafi, pihak

    oposisi dan kualifikasi konflik bersenjata yang terjadi di Libya dalam

    perspektif hukum internasional serta keabsahan serangan tersebut baik dari

    sudut pandang hukum internasional maupun hukum humaniter

    internasional.

    3. Akan dibahas pula mengenai ketentuan-ketentuan yang berhubungan

    dengan perlindungan penduduk sipil seperti dalam hukum hak asasi

    manusia internasional dan dalam hukum humaniter innternasional, serta

    penegakan ketentuan tersebut yang menyangkut bagaimana praktik

    penegakan tersebut dalam Mahkamah Internasional Ad’Hoc dan dalam

    Mahkamah Pidana Internasional.

    4. Akan diuraikan pula mengenai analisis penggunaan alasan perlindungan

    penduduk sipil dalam serangan NATO terhadap Libya sesuai dengan

    ketentuan-ketentuan perlindungan penduduk sipil yang terdapat dalam

    Konvensi Jenewa 1949 ataupun dalam hukum humaniter internasional

    kebiasaan (Customary International Humanitarian Law), dan doktrin

    Responsibility to Protect sebagai tinjauan komprehensif.

  •  

     

    1.4 Tujuan Penelitian

    Adapun tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini

    ialah :

    a. Tujuan Umum, yaitu :

    1. Untuk mengetahui ketentuan hukum internasional mengenai

    penggunaan kekuatan senjata sebagai sarana untuk menyelesaikan

    masalah.

    2. Untuk mengetahui penggunaan kekuatan senjata oleh organisasi

    internasional di luar PBB.

    b. Tujuan Khusus, yaitu :

    1. Untuk menganalisis legalitas serangan militer NATO terhadap Libya

    ditinjau dari perspektif penggunaan kekuatan (the use of force) dalam

    Hukum Internasional.

    2. Untuk menganalisis apakah perlindungan penduduk sipil dapat

    menjadi dasar justifikasi atas serangan militer NATO terhadap Libya.

    1.5 Manfaat Penelitian

    a. Manfaat Teoritis

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman serta

    jawaban mengenai legalitas serta kewenangan serangan militer NATO

    terhadap Libya, khususnya mengenai pemakaian konsep ‘The Use of

    Force’ dan konsep ‘Responsibility to Protect’. Selain itu, penelitian ini

    akan turut memberikan kontribusi teoritik dalam hal hubungan antara

  • 10 

     

     

    Hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia dalam perkembangan hukum

    internasional.

    b. Manfaat Praktis

    Secara praktis, tulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat

    sebagai berikut :

    1. Bagi institusi pendidikan militer, termasuk dalam hal ini

    lembaga pelatihan dan bagi staf dan komandan di lingkungan Tentara

    Nasional Indonesia, tulisan ini dapat digunakan sebagai rujukan akademis

    guna memahami urgensi dan batasan dilakukannya suatu intervensi militer

    (military intervention) dalam kasus kemanusiaan.

    2. Bagi Organisasi Internasional, tulisan ini dapat dijadikan

    sebagai salah satu referensi ilmiah yang menjelaskan mengenai fungsi

    Organisasi Regional dalam penanganan isu perlindungan bagi penduduk

    sipil

    1.6 Landasan Teoritis

    a. Common Consent dan Pacta Sunt Servanda

    Hukum Internasional merupakan kumpulan ketentuan hukum yang

    berlakunya dipertahankan oleh masyarakat internasional. 21 Dijelaskan

    lebih lanjut, hukum internasional telah memenuhi unsur-unsur yang

    menetapkan pengertian hukum yakni kumpulan ketentuan yang mengatur

    tingkah laku orang dalam masyarakat yang berlakunya dipertahankan oleh

    ‘external power’ masyarakat yang bersangkutan.

                                                                 21 Sugeng Istanto, 1998, Hukum Internasional, Penerbitan Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, h. 4  

  • 11 

     

     

    Common Consent merupakan salah satu prinsip-prinsip umum hukum

    yang berlaku dalam seluruh atau sebagian besar hukum nasional negara-

    negara. Prinsip ini menerangkan bahwa mengikatnya hukum internasional

    dikarenakan adanya kehendak bersama dari negara-negara. Sementara

    prinsip Pacta Sunt Servanda (agreement must be kept) mempunyai arti

    bahwa perjanjian harus ditaati. Prinsip ini kemudian menjadi salah satu

    asas hukum internasional seperti yang tercantum dalam pasal 26 Konvensi

    Wina tahun 1969.22

    Hal ini kemudian akan berkaitan dengan pelaksanaan daripada

    perjanjian-perjanjian internasional yang merupakan salah satu sumber

    hukum dari hukum internasional.

    b. Teori Ius Ad Bellum dan Teori Ius In Bello

    Ius ad bellum merupakan hukum tentang perang, yang berupa

    kumpulan ketentuan hukum mengenai hal bagaimana negara dibenarkan

    menggunakan kekerasan bersenjata. Terdapat banyak teori yang

    berhubungan dengan bagaimana atau kapan Negara dibenarkan untuk

    berperang, namun umumnya syarat-syarat itu ialah Just Cause, Right

    Authority, Righ Intent, Proportionality dan Last Resort.23

    Sedangkan Ius in Bello mempunyai pengertian sebagai hukum

    yang berlaku dalam perang. Mochtar Kusumaatmadja membaginya

    menjadi dua, yaitu yang mengatur cara dilakukannya perang (Conduct of

                                                                 22 Lihat Pasal 26 konvensi Wina 1969 : “ … every treaty in force is binding upon the parties to it and must be performed by them in good faith… “        23 Ibid h. 2

  • 12 

     

     

    War) dan yang mengatur tentang perlindungan orang-orang yang menjadi

    korban perang, yang biasa disebut sebagai Geneva Laws.24

    Mochtar Kusumaatmadja dalam suatu ceramahnya pada tanggal 26

    Maret 1981 menyebutkan bahwa hukum humaniter merupakan sebagian

    daripada hukum perang yang mengatur tentang ketentuan-ketentuan

    perlindungan korban, dan hal itu berlainan dengan Hukum Perang yang

    mengatur peperangan itu sendiri dan segala sesuatu yang menyangkut cara

    melakukan peperangan layaknya pengaturan mengenai senjata-senjata

    yang dilarang penggunaannya. Selanjutnya dikatakan pula bahwa

    Konvensi Jenewa identik dengan Hukum Humaniter, sedangkan Konvensi

    Den Haag lebih menjurus ke arah Hukum Perang.25

    Dalam Ius ad bellum terdapat beberapa pengaturan tentang hak

    negara untuk berperang yang secara formal dapat dilihat pada sejumlah

    perjanjian internasional, yaitu Kovenan Liga Bangsa-Bangsa (LBB), Paris

    (Kellog-Briand) Pact, dan Piagam PBB. Khusus dalam Piagam PBB,

    pengaturan ini dapat dilihat secara tegas dalam Pasal 2 (4), serta Chapter

    VII.26

    Berkaitan dengan kasus penyerangan NATO ke negara Libya,

    Kedua teori ini akan digunakan sebagai salah satu acuan dalam analisis

    mengenai tindakan NATO terhadap Libya, terkait apakah hal tersebut

                                                                       24 Syahmin A.K, 1985, Hukum Internasional Humaniter 1, Penerbit C.V Armico, Bandung, h. 7        25 Arlina Web’s Blog, URL: http://arlina100.wordpress.com/2008/11/11/definisi-hukum-humaniter/, diakses terakhir 18 Mei 2015. 26 Sugeng Istanto, 1998, Hukum Internasional, Penerbitan Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, h. 106. 

  • 13 

     

     

    diperbolehkan dan apakah terdapat batasan-batasan mengenai penggunaan

    perlindungan penduduk sipil sebagai alasan melakukan serangan oleh

    NATO.

    c. Prinsip Non Intervensi

    Prinsip non-intervensi ialah prinsip yang muncul dari asas Par Im

    Partem Non Habet Imperium yang menegaskan bahwa setiap negara

    memiliki kekuasaan tertinggi atau kedaulatan atas orang dan benda yang

    berada dalam wilayahnya sendiri. Oleh karena itu suatu negara tidak boleh

    melakukan tindakan yang bersifat kedaulatan (act of soverignity) di dalam

    wilayah negara lain, kecuali dengan persetujuan negara itu sendiri, yang

    apabila dilakukan akan dipandang sebagai tindakan intervensi atau campur

    tangan atas masalah-masalah dalam negeri negara lain yang jelas telah

    dilarang menurut hukum internasional.27

    Norma ini diawali dengan prinsip kesetaraan kedaulatan yang

    dimiliki oleh negara-negara terlepas dari ukuran kekayaan, wilayah dan

    lainnya. Dalam pandangan tradisional Hukum Internasional, kedaulatan

    suatu negara mutlak berlaku di dalam batas teritorialnya. Hal tersebut

    berarti memberikan kewajiban bagi para negara untuk saling menghormati

    kedaulatan negara lain, sehingga setiap negara tidak boleh mencampuri

    urusan internal negara-negara lain atau dikenal dengan istilah non-

    intervensi.

                                                                 27 I Wayan Parthiana, 1990, Ekstradisi dalam Hukum Internasional dan Hukum Nasional Indonesia, Penerbit Mandar Maju, Bandung, h. 10.

  • 14 

     

     

    Prinsip non-intervensi tertuang di dalam Pasal 2 (7) Piagam PBB.28

    Bahkan Declaration on Principles of International Law concerning

    Friendly Relations and Co-operation among States in accordance with the

    Charter of the United Nations yang diadopsi melalui Resolusi Majelis

    Umum PBB A/RES/25/2625 menegaskan prinsip non-intervensi sebagai

    prinsip dasar hukum internasional29 dan merupakan salah satu prinsip yang

    berkaitan dengan prinsip-prinsip larangan penggunaan kekuatan.

    Menurut Mahkamah Internasional, terdapat 2 (dua) jenis intervensi

    yang dilarang oleh hukum internasional. Pertama, intervensi yang

    berkaitan dengan pemutusan masalah yang semestinya diputuskan sendiri

    secara bebas oleh negara yang dicampuri. Kedua, campur tangan yang

    dilakukan dengan paksaan, terutama kekerasan.30 Hal ini termasuk dalam

    pemilihan sistem politik, ekonomi, sosial dan budaya serta perumusan

    kebijakan luar negeri. Di samping itu, tindakan yang merupakan

    pelanggaran dari prinsip-prinsip umum dalam non-intervensi, baik secara

    langsung ataupun tidak langsung, akan melibatkan penggunaan kekuatan

    (The Use of Force) yang merupakan pelanggaran dari prinsip penggunaan

    kekuatan dalam hukum internasional dan hubungan internasional31

                                                                 28 Pasal 2 ayat (7)Piagam PBB : Nothing contained in the present Charter shall authorize the United Nations to intervene in matters which are essentially within the domestic jurisdiction of any state or shall require the Members to submit such matters to settlement under the present Charter; but this principle shall not prejudice the application of enforcement measures under Chapter Vll. 29 Lihat Resolusi Majelis Umum PBB, A/RES/25/2625.Annex.par3. 30 Sugeng Istanto, op.cit. h. 32. 31 Malcolm N. Shaw, 2008, International Law (Sixth Edition), Cambridge University Press, New York, h. 1147.

  • 15 

     

     

    Teori ini digunakan sehubungan dengan serangan militer yang

    dilakukan oleh NATO terhadap Libya yang merupakan suatu campur

    tangan yang dilakukan dengan paksaan atau kekerasan.

    d. Konsep Military Intervention

    Military Intervention merupakan pendalaman lebih lanjut dari

    prinsip Non-Intervention yang melibatkan penggunaan kekuatan (The Use

    of Force) dalam penyelesaian masalah terutama dalam hubungannya

    dengan pelanggaran berat HAM. Konsep military intervention kemudian

    menimbulkan berbagai perdebatan sebab beberapa negara berpendapat

    bahwa konsep ini merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap

    kedaulatan Negara lain32 namun demikian tidak sedikit pula yang

    berpendapat konsep ini diperlukan sebagai upaya terakhir dalam mencegah

    terjadinya pelanggaran HAM yang lebih berat sebagai akibat dari

    kedaulatan tersebut.33 Sehingga meskipun dapat digunakan, konsep ini

    tetap mempunyai batasan-batasan khusus yang telah ditentukan dan harus

    dipenuhi sebelum dilaksanakannya sebuah intervensi militer.

    Batasan-batasan daripada konsep military intervention inilah yang

    akan digunakan dalam membahas upaya NATO menyelesaikan

    permasalahan pelanggaran berat HAM di Libya dengan menggunakan

    kekuatan.

                                                                 32 URL: http://unpan1.un.org/intradoc/groups/public/documents/un/unpan000923.pdf , diakses tanggal 20 Mei 2015.        33 Ibid.

  • 16 

     

     

    e. Konsep Humanitarian Intervention

    Konsep humanitarian intervention juga merupakan salah satu

    prinsip yang berkaitan erat dengan prinsip non-intervensi. Sebab, konsep

    ini merupakan salah satu cara terakhir yang digunakan dalam penyelesaian

    suatu masalah, meskipun tujuan dari konsep ini mencegah terjadinya

    pelanggaran HAM ataupun kekacauan massal, terbalik dengan konsep

    intervensi militer, akan tetapi konsep ini dapat dilakukan secara sepihak34

    sehingga tampak jelas telah melanggar prinsip non-intervensi.

    Konsep Humanitarian intervention merupakan konsep yang hingga

    kini masih menimbulkan berbagai perdebatan, di satu sisi terdapat

    sekelompok negara yang menyetujui konsep ini demi menghadapi

    pelanggaran-pelanggaran HAM berat dan kejahatan-kejahatan terhadap

    kemanusiaan apabila suatu negara tidak mampu menangani masalah

    tersebut dengan kemampuannya sendiri. Namun ada pula kelompok negara

    yang mempertanyakan perbedaan motif dalam melakukan intervensi

    humaniter, yaitu apakah intervensi tersebut bersifat imperative atau

    didorong oleh motivasi politik dan ekonomi, lalu apakah konsep

    humanitarian intervention tersebut hanya berlaku bagi negara-negara yang

    lemah ataukah dapat berlaku bagi semua negara tanpa pengecualian.

    Selain itu, terdapat pula negara-negara yang menganggap bahwa

    pengertian intervensi humaniter berpotensi merusak Piagam PBB,

                                                                       34 Boer Mauna, 2010, Hukum Internasional Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, edisi ke-2, 2010, P.T Alumni Bandung, Bandung, h. 647

  • 17 

     

     

    melemahkan kedaulatan negara, mengancam ke-absahan pemerintahan dan

    stabilitas sistem internasional.35

    Tetapi Bagaimanapun juga, pelaksanaan konsep Humanitarian

    Intervention telah berhasil dalam mencegah jatuhnya korban akibat

    pelanggaran HAM ataupun kekacauan massal yang lebih buruk. Seiring

    dengan perkembangan dunia, telah dilakukan upaya-upaya untuk

    mempertegas batasan penggunaan konsep tersebut, seperti munculnya

    konsep Responsibility to Protect sebagai pengganti konsep Humanitarian

    Intervention dengan harapan akan meminimalkan dugaan-dugaan buruk

    tentang intervensi yang akan ataupun telah dilakukan. Tidak dapat

    dipungkiri bahwa konsep baru ini akan lebih menguntungkan citra PBB di

    mata masyarakat dunia, sebab dalam konsep Responsibility to Protect

    sangat ditekankan pada kewajiban memberikan perlindungan terhadap

    kemanusiaan sehingga intervensi-intervensi yang dilakukan merupakan

    suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh PBB36.

    Berkaitan dengan kasus penyerangan NATO ke negara Libya, teori

    ini akan menjelaskan mengenai pembenaran alasan yang digunakan oleh

    NATO dalam serangannya tersebut, yaitu untuk melindungi penduduk

    sipil dan meminimalisir pelanggaran berat HAM.

                                                                       35 Ibid.        36 Malcolm N. Shaw, op.cit, h. 1158.

  • 18 

     

     

    1.7 Metode Penelitian

    a. Jenis Penelitian

    Jenis Penelitian dalam penulisan skripsi ini termasuk ke dalam

    penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif berarti penelitian

    hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma.

    Soerjono Soekanto mengidentikkan penelitian hukum normatif tersebut

    sebagai penelitian hukum kepustakaan, yang mencakup penelitian terhadap

    asas-asas hukum, sistematik hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi

    vertikal dan horizontal, perbandingan hukum, serta sejarah hukum.37

    Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif karena meneliti

    asas-asas hukum yakni asas hukum internasional khususnya yang berkaitan

    dengan prinsip non-intervensi dalam piagam PBB, kewenangan Dewan

    Keamanan dalam penyelesaian suatu masalah, resolusi-resolusi yang

    dikeluarkan untuk Libya serta peraturan-peraturan dalam hukum humaniter

    internasional dalam kaitannya dengan kasus serangan NATO terhadap Libya.

    b. Jenis Pendekatan

    Adapun pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

    pendekatan kasus (the case approach) dan pendekatan peraturan perundang-

    undangan (statute approach), yaitu :

    1. Pendekatan Peraturan Perundang-Undangan (The Statute Approach)

    Pendekatan perundang-undangan adalah metode penelitian dengan

    memahami dari hierarki dan asas-asas dalam peraturan perundang-                                                                   37 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum normatif suatu tinjauan singkat, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 12.

  • 19 

     

     

    undangan. Dikatakan bahwa pendekatan perundang-undangan berupa

    legislasi dan regulasi yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat

    yang berwenang dan mengikat secara umum.38 Namun demikian,

    dikarenakan dalam sistem hukum internasional tidak dikenal adanya

    ‘perundang-undangan’ melainkan berbagai bentuk perjanjian internasional

    ataupun ketentuan-ketentuan yang tidak tertulis maka dalam penulisan

    penelitian ini, penulis akan mencoba membandingkan antara instrumen-

    instrumen hukum internasional dan relevansinya dengan kasus sehingga

    akan ditemukan substansi dari permasalahan yang akan dibahas.

    2. Pendekatan Kasus (The Case Approach)

    Penulisan dengan pendekatan kasus artinya dilakukan dengan cara

    melakukan telaah terhadap kasus-kasus berkaitan dengan isu yang

    dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai

    hukum tetap.39 Dalam penulisan skripsi ini, penulis memakai pendekatan

    kasus (case approach) di mana putusan pengadilan akan dijadikan rujukan

    dalam memperoleh preskripsi untuk menjawab isu hukum yang dihadapi.40

    Namun dalam penelitian ini tidak akan menggunakan putusan pengadilan

    dikarenakan sepanjang penelusuran penulis belum ada putusan pengadilan

    dalam kasus serangan NATO. Dengan demikian, pendekatan kasus dalam

    tulisan ini dimaksudkan sebagai analisis terhadap resolusi-resolusi Dewan

    Keamanan PBB yang oleh sejumlah pakar dianggap sebagai salah satu                                                                    38 Ibid, h. 97. 

    39 Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 58.        40 Titon Slamet Kurnia, 2009, Pengantar Sistem Hukum Indonesia, PT Alumni, Bandung, h. 163.   

  • 20 

     

     

    sumber penyelesaian sengketa internasional. Dalam kaitannya dengan

    penyerangan terhadap Libya resolusi-resolusi tersebut akan melingkupi

    unsur ratio decidendi, yaitu alasan-alasan yang digunakan oleh NATO

    untuk sampai kepada putusannya dengan memperhatikan fakta materiil.

    Fakta materiil tersebut yakni berupa orang, tempat, dan waktu sehingga

    dapat dicari aturan hukum yang tepat untuk dapat diterapkan kepada fakta

    tersebut.41

    C. Sumber Bahan Hukum

    Karena penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, maka akan memakai

    sumber data sekunder yang berupa bahan-bahan hukum, yaitu :

    1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan

    mengikat umum, seperti misalnya perjanjian-perjanjian internasional.

    Menurut Peter Mahmud Marzuki42 bahan hukum primer ini bersifat

    otoritatif, artinya mempunyai otoritas, yaitu merupakan hasil tindakan atau

    kegiatan yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk itu. Adapun

    sejumlah bahan hukum primer, yang digunakan dalam penulisan skripsi ini

    antara lain :

    - Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa

    - Konvensi Den Haag 1899 dan 1907

    - Konvensi Jenewa 1949 beserta Protokol-Protokol Tambahannya

    - Resolusi Dewan Keamanan PBB No.1970 dan 1973

                                                                       41 Peter Mahmud Marzuki, op.cit, h.119.        42 Ibid, h. 144-154.

  • 21 

     

     

    - Piagam North Atlantic Treaty Organization (NATO)

    2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang dapat memberikan

    penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang dapat berupa rancangan

    peraturan perundang-undangan, hasil penelitian, buku-buku teks, jurnal

    ilmiah, surat kabar Koran), pamflet, brosur, karya tulis hukum atau

    pandangan ahli hukum yang termuat media massa dan berita di internet.43

    Terkait skripsi ini maka digunakan sumber dari kepustakaan seperti buku-

    buku, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang termuat dalam

    media massa maupun berita di internet yang berkaitan dengan masalah

    yang dibahas, yaitu mengenai justifikasi perlindungan HAM dalam

    serangan militer NATO terhadap Libya.

    3. Bahan Hukum Tersier, yang menurut Peter Mahmud Marzuki44 merupakan

    bahan non-hukum yang digunakan untuk menjelaskan, baik bahan hukum

    primer maupun bahan hukum sekunder.

    D. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

    Penulis mencari bahan-bahan hukum yang relevan terhadap isu

    yang dihadapi.45 Dalam hal ini penelitian yang dilakukan adalah dengan

    mempelajari dokumen-dokumen, jadi yang harus dilakukan adalah

    mencari instrumen hukum internasional yang berkaitan dengan isu hukum

    pada kasus serangan NATO terhadap Libya yakni merujuk kepada Piagam

    PBB, Hague Coventions IV-1907, Geneva Conventions-1949 dan Protokol                                                                    43 Ibid, h. 93. 44 Ibid, h.144-154. 45 Ibid, h. 194.

  • 22 

     

     

    Tambahan 1-1977. Kemudian melalui pendekatan kasus akan

    mengumpulkan putusan-putusan atau resolusi-resolusi yang berkaitan

    dengan kasus Libya khususnya resolusi-resolusi Dewan Keamanan PBB

    yang berkaitan dengan kasus yang dimaksud maupun instrumen-instrumen

    hukum internasional lainnya yang relevan untuk keperluan menganalisis

    kasus tersebut. 46

    E. Teknik Analisis Bahan Hukum

    Teknik analisis bahan hukum yang digunakan dalam skripsi ini

    adalah teknik deskripsi, evaluasi dan argumentasi. Teknik deskripsi

    merupakan uraian dari peristiwa yang sesungguhnya terjadi dengan

    memaparkan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik

    selanjutnya adalah teknik evaluasi yakni penilaian berupa tepat atau tidak

    tepat, setuju atau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah oleh

    peneliti terhadap suatu pandangan, dan lain-lain yang ada dalam bahan

    primer maupun bahan sekunder. Teknik terakhir adalah teknik argumentasi

    yang secara tidak langsung tidak dapat dilepaskan dari teknik sebelumnya.

    Hal tersebut dikarenakan penilaian harus didasarkan pada alasan-alasan

    yang bersifat penalaran hukum.

                                                                 46 Ibid, h. 195.

  •  

    23  

    BAB II

    TINJAUAN UMUM TENTANG NATO

    2.1 Sejarah Lahirnya NATO

    2.1.1 Pengaruh Perang Dingin

    North Atlantic Treaty Organization (NATO) merupakan sebuah aliansi

    negara-negara Eropa Barat yang terbentuk pada tanggal 4 April 1949 di

    Wahington yang saat ini beranggotakan 28 negara.47 Kelahiran NATO

    dilatarbelakangi oleh kekhawatiran di pihak Amerika Serikat terhadap semakin

    meluasnya pengaruh Uni Soviet dengan ideologi Komunisnya. Sehingga ketika

    Perang Dunia II berakhir, terjadilah ”Perang Dingin“ (the Cold War) yang terjadi

    antara tahun 1947-1991 yang ditandai dengan adanya persaingan di antara kedua

    negara tersebut yang mencakup berbagai bidang seperti ideologi, psikologi,

    militer, industri dan pengembangan teknologi yang membawa pada perkembangan

    senjata nuklir.48

    Istilah “Perang Dingin” pertama kali diperkenalkan oleh Bernand Baruch

    dan Walter Lippman dari Amerika Serikat untuk menyebut sebuah periode

    konflik, ketegangan, dan kompetisi antara dua negara adikuasa, yaitu Amerika

    Serikat (beserta sekutunya yang disebut Blok Barat) dan Uni Soviet (beserta

    sekutunya yang disebut Blok Timur). 49 Meskipun tidak pernah benar-benar terjadi

    perang antara dua negara adikuasa tersebut, konflik di antara keduanya

                                                                 47 What is NATO; an Introduction to The Transatlantic Alliance dalam Nato.int , URL: http : // www.nato.int/cps/en/SID-8C5FCDD9-E6E17F41/natolive/what_is_nato.htm, diakses terakhir pada tanggal 11 Mei 2015. 48 History.com, URL: http://www.history.com/topics/cold-war/cold-war-history, diakses terakhir pada tanggal 11 Mei 2015. 49 Ibid

  • 24 

     

     

    melahirkan ketegangan luar biasa karena perang seakan-akan bisa pecah kapan

    saja. Perang Dingin juga telah mengakibatkan terjadinya berbagai perang lokal,

    seperti perang Korea, perang di Vietnam, invansi yang dilakukan oleh Uni Soviet

    terhadap Cekoslovakia dan Hungaria dan lainnya.50

    Hal ini meresahkan negara-negara Barat, seperti yang dapat dilihat pada

    telegram yang dikirim oleh Perdana Menteri Inggris Winston Churchil kepada

    Presiden Amerika Serikat Harry S. Trumman saat itu sebagai bukti keprihatinan

    dari negara Eropa terhadap langkah-langkah yang diambil oleh Uni Soviet, di

    mana Amerika Serikat yang menganut ideologi liberal-kapitalis menentang keras

    ideologi sosialis-komunis yang dianut Uni Soviet. Kemudian pada tanggal 4 April

    1949, bertempat di Washington D.C, the North Atlantic Treaty Organization

    (NATO) resmi didirikan oleh sepuluh negara Eropa, Amerika Serikat dan Kanada.

    Negara-negara anggota NATO kemudian meningkatkan upaya mereka

    dalam mengembangkan kekuatan militer dan struktur dalam organisasi NATO

    untuk menjamin pelaksanaan fungsi NATO. Hal tersebut berhasil membuat Uni

    Soviet berpikir untuk melakukan agresi militer di daerah Eropa. Seiring

    berjalannya waktu, NATO berhasil mencapai suatu level yang tak terduga dalam

    mengembangkan stabilitas kerjasama perekonomian and integritas dari negara-

    negara Eropa, dalam pengertian bahwa NATO berhasil membawa dampak positif

    yang juga sedikitnya berpengaruh pada perekonomian dan integritas dunia.51

                                                                 50 Ibid. 51 What is NATO; an Introduction to The Transatlantic Alliance dalam Nato.int , URL: http : // www.nato.int/cps/en/SID-8C5FCDD9-E6E17F41/natolive/what_is_nato.htm, diakses terakhir pada tanggal 22 Mei 2015.

  • 25 

     

     

    Ketika pemerintahan Uni Soviet runtuh (1991), maka berakhirlah Perang

    Dingin dengan demikian, sesungguhnya berakhir pula tujuan awal dibentuknya

    NATO, yaitu sebagai upaya ‘pertahanan’ terhadap komunisme. Sehingga banyak

    sarjana kemudian berpendapat bahwa tujuan daripada NATO telah terpenuhi dan

    aliansi mungkin akan dibubarkan.52 Banyak pula negara-negara anggota NATO

    yang mengurangi dana untuk pengeluaran dan pengembangan angkatan

    bersenjata, bahkan ada yang sampai mengurangi 25% dari pengeluaran untuk

    anggaran pertahanan angkatan bersenjata. 53

    Pasca Perang Dingin kemudian muncul berbagai masalah yang justru

    datang dari goyahnya stabilitas pertahanan dan perekonomian di Eropa serta

    konflik-konflik dalam negeri yang melanda negara-negara bekas Uni Soviet, yang

    apabila dibiarkan dinilai dapat menyebar melebihi wilayah regional mereka dan

    mengganggu stabilitas keamanan dunia, khususnya Eropa. Oleh karenanya,

    NATO kemudian menciptakan mekanisme pertahanan baru, yaitu pengadaan

    kerjasama dalam pertahanan kolektif dengan negara-negara yang bukan anggota

    NATO.54

    Reformasi kemudian terjadi dalam badan internal NATO sebagai usaha

    untuk beradaptasi dengan struktur militer dan tanggung jawab baru, yaitu

    pemenuhan tanggung jawab untuk setiap kerjasama yang dilakukan NATO

    dengan negara-negara lain dan organisasi internasional lainnya. NATO dengan

    cepat berhasil menyesuaikan diri dengan situasi pasca berakhirnya Perang Dingin

                                                                 52 Ibid 53 Ibid 54 How Global can NATO Go dalam www.nato.int, URL:http://www.nato.int/docu/speech/2004/s040309a.htm terakhir diakses tanggal 10 Mei 2015.

  • 26 

     

     

    dan hanya dalam beberapa tahun NATO untuk pertama kalinya melaksanakan

    fungsinya di luar daerah teritorialnya, yaitu dalam usahanya untuk mendukung

    upaya-upaya internasional dalam mengakhiri konflik internasional di bagian Barat

    Balkan, yaitu Bosnia dan Herzegovina pada bulan Desember 1995. Empat tahun

    kemudian, NATO kembali melaksanakan tugasnya dalam mencegah terjadinya

    pelanggaran HAM penduduk sipil di daerah Kosovo. Hingga saat ini, NATO

    masih secara efektif berupaya mewujudkan tujuan utamanya, yaitu untuk

    melindungi kebebasan dan keamanan berdaulat bagi negara-negara anggotanya

    dengan upaya politik dan kekuatan militer.55

    2.1.2 Tujuan Pendirian NATO

    Setiap organisasi internasional pada umumnya pasti mempunyai tujuan

    tertentu yang ingin dicapai. Dalam praktiknya, tujuan organisasi internasional

    dapat dibagi ke dalam dua bidang, yaitu organisasi yang mempunyai tujuan utama

    dalam bidang ekonomi (termasuk sosial-budaya) dan dalam bidang pertahanan-

    keamanan wilayah tertentu.56

    Jika praktik penggolongan tujuan organisasi internasional tersebut

    dihubungkan dengan uraian mengenai latar belakang pendirian NATO di atas

    maka tampak bahwa NATO merupakan organisasi internasional yang mempunyai

                                                                 55 Nato.inc, URL: http://www.nato.int/nato-welcome/pdf/checklist_en.pdf, diakses terakhir pada tanggal 11 Mei 2015. 56 Syahmin A.K, Pokok-pokok Hukum Organisasi Internasional, 1985, Palembang, Binacipta, h.89

  • 27 

     

     

    tujuan khusus dalam bidang pertahanan-keamanan wilayah.57 Ketika

    pemerintahan Uni Soviet runtuh (1991), NATO secara aktif membantu

    menanggulangi masalah Barat-Timur di Eropa dengan mengusulkan diadakannya

    suatu kerjasama di bidang keamanan sebagai bentuk pendekatan yang sesuai

    dengan bunyi Pasal 1 North Atlantic Treaty:

    “The Parties undertake, as set forth in the Charter of the United Nations, to settle

    any international dispute in which they may be involved by peaceful means in

    such a manner that international peace and security and justice are not

    endangered, and to refrain in their international relations from the threat or use

    of force in any manner inconsistent with the purposes of the United Nations.”

    Hal ini juga dapat dilihat dalam Pasal 2, yaitu:

    “The Parties will contribute toward the further development of peaceful and

    friendly international relations by strengthening their free institutions, by

    bringing about a better understanding of the principles upon which these

    institutions are founded, and by promoting conditions of stability and well-being.

    They will seek to eliminate conflict in their international economic policies and

    will encourage economic collaboration between any or all of them”

    Pendekatan itu kemudian dituangkan dalam sebuah konsep strategi baru

    yaitu jangkauan pendekatan keamanan yang lebih luas, yang menyebabkan

    perubahan yang signifikan dalam dunia internasional terutama bagi NATO

    sendiri. North Atlantic Treaty sebagai suatu dokumen perjanjian yang                                                              57 What Is NATO, an Introduction to The Transatlantic Alliance dalam Nato.int, page 11, dalam www.nato.int, URL: URL: http : // www.nato.int/cps/en/SID-8C5FCDD9-E6E17F41/natolive/what_is_nato.htm.

  • 28 

     

     

    mengekspresikan suatu resolusi dan ideologi dari negara-negara yang

    menandatanganinya, mempunyai tujuan yang sesuai dengan pembukaan pada

    Piagam PBB, yaitu untuk memelihara perdamaian dan keamanan daripada

    anggota-anggotanya serta memajukan stabilitas dan kesejahteraan di daerah

    Amerika Utara dan Eropa melalui cara-cara politik dan militer.58

    Sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan dari uraian di atas bahwa tujuan

    pada awal pembentukannya, NATO dianggap sebagai alat untuk menahan

    komunisme dan serangan militer dari Uni Soviet yang meskipun tidak terdapat

    ketentuan yang menyinggung hal tersebut dalam North Atlantic Treaty namun

    tersirat dalam kondisi keamanan Eropa pada masa Perang Dunia II.59 Tujuan

    utama NATO dapat dilihat dalam pembukaan North Atlantic Treaty, 4 April 1949,

    Washington D.C.60 Ketentuan di atas juga dapat diartikan lebih jauh lagi sebagai

    upaya NATO dalam menolong dan melindungi penduduk sipil dari tindakan-

    tindakan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintahan suatu Negara,

    menyelesaikan sengketa secara damai, menghapuskan sengketa politik ekonomi

                                                                 58 Lihat NATO Treaty Pasal 2 : “...The Parties will contribute toward the further development of peaceful and friendly international relations by strengthening their free institutions, by bringing about a better understanding of the principles upon which these institutions are founded, and by promoting conditions of stability and well-being. They will seek to eliminate conflict in their international economic policies and will encourage economic collaboration between any or all of them…” 59 Lihat NATO dan sistem keamanan Eropa pada era pasca perang dingin, oleh Anak Agung Banyu Perwita, 1996, h.502, PDF Document dalam www.isjd.pdii.lipi.go.id , URL: http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.html?act=tampil&id=12623&idc=37 , terakhir diakses tanggal 12 Mei 2015. 60 Annex A, halaman 17, The Parties to this Treaty reaffirm their faith in the purposes and principles of the Charter of the United Nations and their desire to live in peace with all peoples and all governments. They are determined to safeguard the freedom, common heritage and civilisation of their peoples, founded on the principles of democracy, individual liberty and the rule of law. They seek to promote stability and well-being in the North Atlantic area. They are resolved to unite their efforts for collective defence and for the preservation of peace and security.”

  • 29 

     

     

    internasional, menghindarkan penggunaan kekerasan dan ancaman militer dalam

    sengketa internasional.61

    2.1.3 Ruang Lingkup Aktivitas dan Asas-asas NATO

    NATO memiliki tiga ruang lingkup aktivitas utama. Pertama, pertahanan

    kolektif. Hal ini diatur dalam Pasal 5 North Atlantic Treaty dan bersifat mengikat

    bagi para anggota NATO, sehingga mereka akan saling mendukung dalam bidang

    pertahanan kolektif terhadap ancaman apapun baik ancaman yang ditujukan

    terhadap salah satu negara anggota maupun sebagai satu kesatuan organisasi.

    Ruang lingkup selanjutnya ialah pengendalian krisis dimana NATO

    sebagai organisasi internasional dengan tujuan pertahanan kolektif (militer) juga

    mempunyai unsur-unsur politik di dalamnya. Penggabungan pengaruh politik dan

    militer membantu NATO dalam menangani berbagai masalah ataupun krisis yang

    dapat mempengaruhi negara anggotanya dan keamanan wilayah Eropa-Atlantik

    dengan cara-cara yang lebih efektif, yaitu sebisa mungkin tanpa menggunakan

    kekerasan. Ketentuan tentang penyelesaian sengketa dengan cara damai dapat

    dilihat dalam Pasal 1 North Atlantic Treaty yang menyebutkan “...to settle any

    international dispute in which they may be involved by peaceful means in such a

    manner that international peace and security and justice are not endangered, and

    to refrain in their international relations from the threat or use of force...”.

                                                                 61 Shvoong.com, URL: http://id.shvoong.com/humanities/history/2158077-nato-north-atlantic-treaty-organization/, diakses terakhir pada13 Mei 2015.

  • 30 

     

     

    Ketentuan tersebut juga turut menunjukan dukungan NATO terhadap tujuan PBB

    dalam pemeliharaan perdamaian dan stabilitas dunia.62

    Ruang lingkup terakhir ialah kerjasama dalam usaha mempertahankan

    keamanan. NATO, sesuai dengan bentuk organisasinya, hanya membuka

    keanggotaan bagi negara-negara yang berada dalam wilayah Atlantik Utara saja

    namun demikian terdapat suatu program kerjasama dengan negara di seluruh

    wilayah dunia yang mencakup kerjasama dalam konsultasi permasalahan

    keamanan dan kerjasama dalam menentukan dan membuat suatu strategi

    keamanan yang sesuai. Program kerjasama dalam usaha mempertahankan

    keamanan ini telah berlangsung hingga saat ini dengan United Nations (PBB),

    European Union dan bahkan dengan Rusia.63

    Dalam melaksanakan aktivitasnya yang mencakup ketiga ruang lingkup

    di atas, NATO melandaskan dirinya pada sejumlah asas, yaitu asas demokrasi,

    asas kebebasan individual (individual liberty) dan aturan-aturan hukum yang

    berlaku. Adapun maksud dari asas demokrasi merupakan pengakuan hak asasi

    manusia dalam bidang politk, sosial dan juga ekonomi, seperti hak berpendapat,

    hak kemerdekaan pers dan lainnya. 64 Asas demokrasi ini dapat dilihat dengan

    merujuk ketentuan Pasal 12 North Atlantic Treaty pada bagian “… thereafter, the

    Parties shall, if any of them so requests, consult together for the purpose of

                                                                 62Lihat Pasal 1 ayat (1) Piagam PBB: “...To maintain international peace and security, and to that end..” dan Pasal 2(3): “All Members shall settle their international disputes by peaceful means in such a manner that international peace and security, and justice, are not endangered” 63 Lihat Strategic Concept for the Defence and Security of the Members of the North Atlantic Treaty Organization, adopted by Head of State and Goverment at the NATO Summit in Lisbon, 2010, h26, PDF Document dalam www.nato.int, URL:http://www.nato.int/cps/en/natolive/topics_82705.htm? Diakses terakhir tanggal 18 Mei 2015. 64 Hassim.M, Pendidikan kewarganegaraan 2, Quadra, 2011, Bogor, h. 34

  • 31 

     

     

    reviewing the Treaty …” Dengan pengertian bahwa setelah perjanjian tersebut

    berjalan selama kurang lebih 10 tahun, apabila dikehendaki oleh salah satu

    anggota, perjanjian tersebut dapat dikaji ulang. Asas kebebasan individual dapat

    diartikan sebagai pengakuan terhadap hak asasi manusia yaitu menikmati atau

    memperoleh status sosial, ekonomi, dan juga dalam kebebasan dalam berpendapat

    yang lebih sering diasumsikan dengan bidang politik. Sesuai dalam Pasal 2

    menyinggung mengenai modifikasi yang dapat dilakukan dalam ratifikasi North

    Atlantic Treaty tepatnya dalam kalimat “... by strengthening their free institutions,

    by bringing about a better understanding of the principles upon which these

    institutions are founded, and by promoting conditions of stability and well-being.

    They will seek to eliminate conflict in their international economic policies …”

    dan dalam Pasal 11 mengenai proses dan cara ratifikasi North Atlantic Treaty

    sesuai dengan konstitusionalnya masing-masing yaitu “… This Treaty shall be

    ratified and its provisions carried out by the Parties in accordance with their

    respective constitutional processes ...” yang berarti Negara anggota NATO

    diberikan kebebasan (walaupun tidak mutlak) dalam bagaimana mereka akan

    menjalankan kewajibannya sesuai dengan konstitusi masing-masing Negara.

    Sedangkan yang dimaksud asas aturan hukum yang berlaku (the rule of

    the law) ialah aturan-aturan hukum yang mengacu pada prinsip-prinsip

    pemerintahan dimana semua semua orang, lembaga dan entitas, publik dan

    swasta, termasuk negara itu sendiri bertanggung jawab untuk menghormati dan

    menegakkan hukum-hukum umum tersebut dan dengan demikian telah turut

  • 32 

     

     

    mendukung standarisasi dan penegakkan norma-norma hak asasi manusia.65 Lebih

    lanjut lagi the rule of the law menurut AV.Dicey melingkupi beberapa

    karakteristik, yang pertama ialah supremasi hukum, dimana semua individual,

    entitas dan lembaga termasuk negara merupakan subyek hukum. Kedua ialah

    konsep keadilan yang menekankan pada hak dan kewajiban individu, hukum yang

    berdasarkan pada kesalahan atau kelalaian dan pentingnya prosedur. Selanjutnya

    ialah pembatasan kekuasaan, dalam artian pembagian kekuasaan yang seimbang

    antara lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif sehingga dapat menciptakan

    kebijakan-kebijakan yang menguntungkan kemudian penggunaan metodologi

    hukum umum, lembaga pengadilan yang independen serta dasar moral sebagai

    pembentukan aturan hukum. 66 Asas aturan hukum tersebut dapat dilihat dalam

    Pasal 12 North Atlantic Treaty dalam kalimat “… Including the development of

    universal as well as regional arrangements under the Charter of the United

    Nations for the maintenance of international peace and security …” dan berarti

    bahwa NATO dalam mengkaji ulang pasal-pasalnya, akan menyesuaikan dengan

    perkembangan dunia internasional dan regional untuk tujuan pemeliharaan

    perdamaian dan keamanan internasional.

    2.1.4 Perkembangan Terakhir NATO

    Sebagai organisasi yang didirikan pada masa perang dingin dan

    mempunyai tujuan sebagai alat untuk membendung komunisme, tahun 1991

                                                                 65 http://www.un.org/ dalam United Nation and the Rule of The Law, URL: http://www.un.org/en/ruleoflaw/index.shtml, diakses terakhir tanggal 14 Mei 2015. 66 http://www.ourcivilisation.com/, The Rule of Law, URL: http://www.ourcivilisation.com/cooray/cooray.htm, diakses terakhir tanggal 15 Mei 2015.

  • 33 

     

     

    merupakan tahun yang penting bagi NATO. Sebab pada tahun tersebutlah

    organisasi Pakta Warsawa dibubarkan yang sekaligus menandai runtuhnya

    pengaruh komunisme. Sebab apabila kita melihat dari tujuan terbentuknya NATO

    diatas, berkahirnya perang dingin juga berarti berakhirnya eksistensi NATO

    meskipun tidak terdapat referensi mengenai Uni Soviet dalam rumusan ketentuan

    Nort Atlantic Treaty.67

    Pasal-pasal dalam North Atlantic Treaty dirancang untuk melindungi

    Negara-negara Eropa dari berbagai ancaman ataupun ketidakstabilan atau sebagai

    bantuan konsultasi mengenai pengembangan keamanan yang tidak dibatasi dan

    hingga kni ke 14 Pasal dalam The North Atlantic Treaty (1949) tersebut tida

    pernah diubah. Sehingga asas-asas yang melandasi NATO pun tetap berlaku.

    Sumirnya ketentuan dalam The North Atlantic Treat Tersebutlah yang kemudian

    memungkinkan NATO dalam mengembangkan perannya dalam isu-isu diseluruh

    dunia dan memperluas bidang kegiatannya.68

    NATO mempublikasikan ‘The Stategic Concept’ atau dokumen pada

    tahun 1991 yang berisikan tujuan pembentukan NATO yaitu sebagai pakta

    pertahanan bagi anggotanya dengan penambahan konsentrasi pada usaha untuk

    terus memperbaharui dan mempertahankan keamanan wilayah Eropa degan cara

    kerjasama/rekanan bahkan dengan Negara-negara komunis. Dokumen ini terbuka

    untuk umum. Pada tahun 1999, dokumen ini direvisi yang tidak hanya mencakup

                                                                 67 Nato.inc, URL: http://www.nato.inc/docu/speech/2003/s031106b.htm , diakses terakhir tanggal 12 Mei 2015. 68 NATO transformation after the Cold War from 1989 to the present dalam www.nato.int

  • 34 

     

     

    pertahanan saja, namun juga menjaga stabilitas perdamaian dengan jangkauan

    wilayah yang lebih luas lagi.69

    Contoh perluasan bidang kegiatan NATO tertuang dalam Pasal 5 dan 6

    North Atlantic Treaty mengenai perluasan usaha dalam membela dan

    mempertahankan keamanan negara-negara anggotanya, dan dalam Pasal 7 North

    Atlantic Treaty untuk tetap siaga dalam usaha mencegah terjadinya krisis da aktif

    dalam merespon krisis internasional. Serta bantuan konsultasi mengenai

    pengembangan bidang keamanan, kerjasama pertahanan dan dialog-dialog yang

    tercantum dama Pasal 4. Diperluas empat tahun sesudah perang dingin berakhir,

    tepatnya dalam KTT NATO di Brussel. Program kerjasama dalam usaha

    mencapai perdamaian dunia diciptakan. Program tersebut bernama European

    Council dan yang belum mengadakan program Partnership for Peace dan telah

    dirancang sedemikianrupa sehingga memungkinkan NATO untuk bekerjasama

    dengan Negara yang bukan anggotanya dan tetap dapat melakukan hal-hal sesuai

    dengan kehendak politiknya, anggarannya dan sesuai dengan kebutuhan

    keamanannya.70 Masih dalam konteks Pasal 4, NATO dalam KTT nya juga

    kemudian memperluas sisi politiknya sehingga pencegahan dan penyelesaian

    berbagai masalah pun menjadi lebih efektif, seperti yang telah dijelaskan dalam

    bab sebelumnya mengenai ruang lingkup NATO.

    Seiring perkembangannya, terutama setelah peristiwa 11 September 2001

    yang tejadi di Amerika Serikat, NATO memfokuskan usaha untuk mencapai

    tujuannya pada aspek kerjasama antar Negara dan antar organisasi lainnya.                                                              69 NATO Handbook,2006, Public Diplomacy Division NATO, Brussel 1110, Belgium.h.19 70 Nato.inc, URL: http://www.nato.inc/docu/speech/2004/s040309a.htm , diakses terakhir tanggal 12 Mei 2015.

  • 35 

     

     

    Terutama dalam badan intelijen sebagai respon terhadap ancaman teroris. NATO

    juga memperkuat usahanya dalam mencegah Weapon of Mass Destruction

    (WMD) dengan cara memberikan bantuan pelatihan terhadap badan militer negara

    anggota ataupun Negara ‘Partnership’.71 Hingga saat ini, terorisme tersebut masih

    merupakan prioritas NATO selain isu-isu lainnya.

    2.2 NATO Sebagai Organisasi Internasional

    2.2.1 Hubungan antara kedudukan, fungsi dan kewenangan

    Organisasi Internasional

    Organisasi Internasional ialah suatu wadah yang dibuat oleh masyarakat

    internasional (baik antar-pemerintah dan antar non-pemerintah) secara sukarela

    berdasarkan suatu tujuan yang sama.72 Organisasi Internasional sendiri merupakan

    salah satu subyek hukum karena dalam pembentukannya terdapat aspek hukum

    yang harus dipenuhi. Tercakup di dalamnya adalah adanya suatu perjanjian

    (convenat, treaty, charter, statute) yang akan dijadikan dasar konstitusi organisasi

    internasional tersebut yang memuat prinsip dan tujuan-tujuan terbentuknya serta

    struktur dari sebuah Organisasi Internasional. Aspek hukum inilah yang dapat

    disebut sebagai ‘Legal Personality’.

    Selain hal tersebut terdapat pula beberapa syarat yaitu pertama, merupakan

    himpunan atau beranggotakan negara-negara. Kedua, antara organisasi dengan

    negara anggotanya harus memiliki perbedaan dalam kewenangan dan tujuan

    sebagai pembatas, sehingga ke depannya nanti tidak akan terjadi kerancuan antara                                                              71 Op.Cit h.21 72 Sri Setianingsih Suwardi, Pengantar Hukum Oranisasi Internasional, penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta, 2004, h 5

  • 36 

     

     

    pelaksanaan fungsi dan pencapaian tujuan organisasi internasional tersebut.

    Selanjutnya ialah adanya kewenangan hukum yang dapat diterima dan diterapkan

    dalam melaksanakan kegiatannya.73 Dengan mempunyai kepribadian hukum

    tersebut organisasi internasional dapat menjalankan fungsinya dalam hubungan

    internasional seperti mengadakan perjanjian (Treaty-Making-Power), mempunyai

    kekebalan atau Immunity , menjalin hubungan baik dengan negara anggota, negara

    tuan rumah ataupun negara bukan anggota maupun organisasi internasional

    lainnya, serta hak-hak istimewa dan kemampuan untuk menuntut dan dituntut di

    depan pengadilan.74

    Fungsi dari organisasi internasional secara umum dapat dibagi menjadi

    sembilan, yaitu75 :

    (1) sebagai alat negara untuk mengartikulasikan kepentingannya dalam pengertian

    organisasi internasional dijadikan salah satu bentuk kontak dalam bentuk

    forum atau diskusi

    (2) sebagai aktor, forum, dan instrumen yang memberikan kontribusi bagi

    aktivitas normatif dari sistem politk internasional, seperti dalam penetapan

    nilai-nilai atau prinsip-prinspi non-diskriminasi

    (3) sebagai fungsi untuk menari atau merekrut partisipan dalam sistem politik

    internasional

                                                                 73 Teuku May Rudi, 1993, Administrasi dan Organisasi Internasional, PT. Eresco, Bandung, h.22-23 74 Tercantum dalam Advisory Opinion of the the reparation forinjuries suffered in the service of the United Nation by International Court of Justice : ” ….the organization is an international person (…) that is a subject of international law and capable of possessing international rights and duties, and that it has capacity to maintain us rights by bringing international claims.” 75 Bennet, 1995, Fungsi Organisasi Internasional dalam situs www.psychologymania.com (www.psychologymania.com/2012/12/fungsi-organisasi-internasional.html?m=1) diakses tanggal 19 Mei 2015.

  • 37 

     

     

    (4) sebagai ajang sosialisasi yang berlangsung pada tingkat nasional yang secara

    langsung mempengaruhi individu-individu atau kelompok-kelompok di

    sejumlah negara ataupun di antara negara-negara atau wakil mereka dalam

    organisasi yans secara tidak langsung mempengaruhi penerimaan dan

    peningkatan kerjasama negara-negara tersebut

    (5) sebagai pembuat peraturan, dimana tidak ada suatu bentuk pemerintahan atau

    struktur ynag jelas dalam pengadaan hukum internasional sehingga biasanya

    didasarkan pada praktek masa lalu, perjanjian ‘ad hoc’ ataupun oleh

    organisasi internasional.

    (6) sebagai pelaksana peraturan yang pada prakteknya fungsi ini seringkali

    terbatas pada pengawasan pelaksanaannya karena aplikasi sesungguhnya

    terdapat di tangan negara anggota

    (7) sebagai pengesah peraturan. Yang hanya akan terlihat jelas ketika ada pihak-

    pihak negara yang bertikai, karena fungsi judikasi ini tidak dibekali oleh sifat

    yang memaksa dan tidak mempunyai lembaga yang memadai

    (8) sebagai sarana informasi, organisasi internasional dapat melakukan pencarian,

    pengumpulan dan penyebaran informasi

    (9) sebagai sarana operasional, dalam pengertian dimana orgnasisasi internasional

    menjalankan sejumlah fungsi di banyak hal yang sama seperti di

    pemerintahan. Contohnya ialah pada saat UNHCR (United Nations high

    Commisioner for Refugees) yang membantu pengungsi, UNICEF (United

    Nations Children’s Fund) yang melakukan perlindungan kepada anak, dan

    sebagainya.

  • 38 

     

     

    Sementara Teuku May Rudi menjelaskan terdapat tiga jenis fungsi dari organisasi

    internasional, yaitu organisasi dengan fungsi administrasi, selanjutnya ialah

    organisasi internasional dengan fungsi peradilan dan yang terakhir organisasi

    internasional dengan fungsi politikal.76 Organisasi dengan fungsi administratif

    sesuai namanya, hanya menjalankan kegiatan-kegiatan administratif saja, sebagai

    contoh OPEC (Orgnization of The Petroleum Exporting Countries) yang

    mengatur kuota serta harga minyak dunia, kemudian UPU (Universal Postal

    Union) yang hanya mengatur kegiatan lalu-lintas dan ketentuan pos saja. Lain

    halnya dengan organisasi ICJ (International Court of Justice), organisasi ini

    merupakan contoh organisasi internasional dengan fungsi peradilan. Fungsi

    terakhir dalam organisasi internasional mempunyai pengertian bahwa dalam

    kegiatannya mereka menitiberatkan kepada masalah-masalah politik dunia

    internasional.77 Organisasi internasional yang mempunyai fungsi tersebut dapat

    menitikberatkan pola kerjasamanya dalam bidang-bidang tertentu saja, namun

    demikian biasanya mereka tetap saja tidak dapat melepaskan sepenuhnya dalam

    kaitannya terhadap bidang politik, sebagai contoh UN (United Nations).78

    Selanjutnya, kewenangan organsisasi internasional dapat dikatakan sebagai

    campuran antara hukum internasional dengan dasar konstitusinya. Umumnya

    wewenang organisasi internasional dapat diklasifikasikan menjadi lima, yaitu79 :

                                                                 76 Ibid. 77 Ibid. 78 Teuku May Rudi, Op Cit, h. 8 79 Boer Mauna, 2000, Hukum Internasional; Pengertian, Peranan dan Integrasi Ekonomi Regional Dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi, PT.Ghalia Indonesia, Jakarta, h.440-444

  • 39 

     

     

    1. Wewenang Implisit

    Yaitu wewenang yang dimiliki untuk melakukan sesuatu walaupun tidak secara

    jelas disebut dalam piagam pembentukannya. Contohnya dengan mengijinkan

    organ-organ tertentu membentuk badan subsider yang dianggap perlu sebagai

    dalam pelaksanaan fungsinya.

    2. Wewenang Normatif

    Wewenang yang dimiliki organisasi internasional untuk membentuk norma-

    norma hukum atau anggaran keuangan.

    3. Wewenang Operasional

    Kewenangan yang dimiliki diluar kewenangan normatif seperti memberikan

    bantuan keuangan,ekonomi, militer dan sebagainya.

    4. Wewenang Pengawasan

    Kewenangan yang dimiliki organisasi untuk mengawasi anggota-anggota yang

    tidak melaksanakan kewaiban-kewajiban yang telah disepakati sebelumnya.

    5. Wewenang Sanksi

    Kewenangan yang dimiliki organisasi internasional untuk memberikan sanksi

    atas tiap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan anggotanya.

    Maka sesuai dengan penjelasan diatas, suatu organisasi dapat dikatakan sebagai

    organisasi internasional apabila ia mempunyai kepribadian hukum, yang

    kemudian memungkinkan organisasi internasional tersebut menjalankan

    fungsinya di dunia internasional serta kewenangan yang dimiliki sebagai akibat

    dari pelaksanaan fungsi tersebut.

  • 40 

     

     

    2.2.2 Kekhasan NATO sebagai Organisasi Internasional

    Organisasi internasional dapat digolongkan menjadi beberapa bagian

    menurut fungsi, tujuan , bentuk, ruang lingkup organsasi dan lainnya.80 Bila

    dilihat dari wilayahnya, organisasi internasional dapat digolongkan menjadi dua

    jenis yaitu regional, organisasi tersebut beranggotakan terbatas pada kawasan atau

    Negara-negara tertentu, dan internasional, dimana semua negara dapat menjadi

    anggota dan ruang lingkupnya tidak terbatas pada wilayah tertentu (sebagai

    contoh PBB). Selanjutnya organisasi internasional dapat dibedakan menurut sifat

    keanggotaannya, tertutup dan terbuka. Tertutup dalam pengertian Organisasi

    Internasional tersebut hanya dapat dimasuki oleh negara-negara tertentu yang

    mempunyai nilai-nilai sama dan disetujui secara bulat ol