tesis lengkap amar 2tanpa justifikasi etik

Upload: yoza-firdaoz

Post on 09-Oct-2015

43 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tesis

TRANSCRIPT

Latar Belakang Amar

PAGE 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar BelakangPersalinan prematur adalah persalinan yang terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu lengkap. Bayi prematur yang dilahirkan merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas perinatal. Di negara maju kelahiran prematur merupakan penyebab 70% kematian perinatal, dan 50% kelainan neurologi jangka panjang.1,2,3Insiden partus prematur pada beberapa negara berkembang masih belum berubah selama beberapa dekade yang memberikan komplikasi setidaknya 7% pada persalinan dalam negara-negara berkembang. Ketika angka harapan hidup meningkat secara dramatis, angka morbiditas masih tinggi. Di Indonesia, angka kejadian persalinan prematur berkisar antara 1520% dari seluruh persalinan.4,5,6Pada penelitian di Jakarta tahun 1991, ditemukan prevalensi persalinan prematur 20,4% dari seluruh persalinan yang terjadi. Berdasarkan catatan medik tahun 2006, di Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang terdapat 274 kasus persalinan prematur dari 2.765 persalinan atau sekitar 9,91%. 5,6 Beberapa permasalahan dalam persalinan prematur ini adalah; 1) seberapa jauh kemampuan seorang ahli kebidanan dalam mengupayakan agar bayi yang lahir tersebut mempunyai kemampuan hidup yang cukup tinggi di luar rahim dengan jalan menunda persalinan sehingga mencapai usia kehamilan yang cukup bulan, pemberian obat untuk memacu proses pematangan paru janin di dalam rahim serta merencanakan cara persalinan prematur yang tepat; 2) seberapa jauh kemampuan seorang neonatologis merawat bayi yang prematur dengan upaya perawatan intensif untuk bayi prematur yang baru lahir, pemberian obat-obatan yang mampu menanggulangi komplikasi pernafasan pada bayi; 3) seberapa besar dana yang dikeluarkan untuk merawat bayi-bayi yang lahir prematur tersebut dengan perencanaan perawatan intensif dan waktu yang lama dan 4) seberapa jauh kemampuan kita menanggulangi masalah yang berkaitan dengan kualitas hidup bayi yang berhasil diselamatkan, baik akibat kondisi yang berkaitan dengan prematuritas maupun akibat perawatan yang dilakukan di rumah sakit. 7,8,9Beberapa penyebab terjadinya persalinan prematur adalah infeksi intrauterin 47%, perdarahan antepartum 40%, faktor imunologi 33%, infeksi sistemik ibu dan preeklampsia 10%, faktor dari uterus (anomali) 20%, inkompeten serviks 17%, dan trauma (tindakan operasi dan lainnya) 3%.8-10 Banyak teori yang menjelaskan mekanisme persalinan prematur, antara lain Lockwood dkk,10 menyatakan persalinan prematur dapat terjadi melalui proses-proses, seperti aktivasi hypothalamic-pituitary-adreranal axis dari janin dan ibu, proses infeksi dan perdarahan desidua atau peregangan uterus yang patologis.10,11,12 Dari serangkaian penelitian-penelitian yang dilakukan baik secara in vivo maupun secara in vitro disimpulkan bahwa persalinan prematur merupakan suatu sindrom akibat dari berbagai penyebab baik yang telah diketahui maupun tidak. Salah satu teori mengenai inisiasi proses persalinan adalah teori estrogen-progesteron. Menurut teori ini awal terjadinya proses parturisi pada manusia adalah terjadinya peningkatan kadar estrogen atau penurunan kadar progesteron pada wanita hamil atau terjadi keduanya sehingga terjadilah peningkatan perbandingan kadar estrogen-progesteron.13,14,15Challis pada tahun 1999 melaporkan bahwa kadar estrogen (estriol) saliva sama antara perempuan dengan persalinan prematur dan perempuan dengan persalinan aterm namun didapatkan kadar progesteron lebih rendah pada perempuan dengan persalinan prematur dibandingkan perempuan yang bersalin aterm.15,16Terjadinya persalinan didahului penurunan kadar progesteron dan peningkatan kadar estrogen (E2) plasma yang dihasilkan dari perubahan progesteron menjadi E2, yang diperantarai 17 hidroksilase plasenta. 17 hidroksilase plasenta tidak terdapat pada plasenta manusia dan tidak terdapat bukti terhadap penurunan kadar progesteron atau peningkatan E2 sebelum terjadinya partus prematur pada wanita, walaupun teori dari fuctional progesteron withdrawal telah mendukung beberapa penelitian terhadap reseptor progesteron dan isoform-isoform nya.16,17Pemeriksaan kadar progesteron dapat dilakukan pada saliva. Konsentrasi steroid dalam saliva tidak terikat dan tidak terkonjugasi sehingga secara biologis merupakan fraksi aktif dari profil hormon plasma. Spesimen dari saliva juga mudah didapat dan disimpan, penilaian hormon saliva mudah dipergunakan dalam praktek klinis saat memiliki makna klinis. Para peneliti telah banyak yang beralih untuk mengambil sampel penelitian saliva, yang disebabkan kemudahan pengambilannya, tidak invasif, dan dapat diambil berulang kali. Terdapat beberapa steroid yang dilepaskan kedalam aliran darah. Karena sebagian besar steroid mudah berdifusi ke saliva, steroid ini relatif cepat terwakili dalam kadar saliva. Progesteron berperan penting dalam mempertahankan kehamilan dan medukung relaksasi uterus dengan menekan pembentukan gap junction serta mengurangi sintesis prostaglandin dan kadar reseptor oksitosin dalam miometrium.Sampai saat ini belum didapat kesimpulan rendahnya kadar progesteron saliva pada wanita berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya persalinan prematur. Dengan adanya hubungan kemaknaan progesteron saliva dengan persalinan prematur, diharapkan klinisi dapat mendeteksi dini terjadinya ancaman persalinan persalinan prematur dan dapat melakukan pencegahan secara dini. B.IDENTIFIKASI MASALAH

1. Apakah terjadi penurunan kadar progesteron saliva pada persalinan prematur.2.Bagaimana hubungan penurunan kadar progesteron saliva pada perempuan dengan persalinan prematur.C.TUJUAN PENELITIAN

1.Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan kadar progesteron saliva dengan persalinan prematur2.Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui kadar progesteron saliva pada persalinan prematurb. Untuk menilai keberhasilan terapi tokolitik pada ancaman persalinan prematurD. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat menjadi salah satu cara yang digunakan untuk deteksi dini dari terjadinya persalinan prematur sehingga dapat diambil tindakan yang mungkin dapat mencegah terjadinya persalinan prematur.

E.HIPOTESIS

1.Hipotesis null (H0)Tidak terdapat hubungan kadar progesteron saliva dengan persalinan prematur.2.Hipotesis alternatif (H1)Terdapat hubungan kadar progesteron saliva dengan persalinan prematur.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.PENGERTIAN PERSALINAN PREMATURDefinisi persalinan prematur menurut American College of Obstetricans and Gynecologist (ACOG), adalah persalinan yang terjadi pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari) sejak hari pertama haid terakhir, sedangkan WHO mendefinisikan persalinan prematur sebagai persalinan pada usia kurang dari 37 minggu lengkap atau kurang dari 259 hari terhitung sejak hari pertama siklus haid terakhir, atau dengan berat badan kurang dari 2500 gram. Kriteria ini dipakai terus sampai tampak bahwa ada perbedaan antara usia hamil dan berat lahir yang disebabkan adanya hambatan pertumbuhan janin.16,17Persalinan prematur dikelompokkan menjadi 3, yaitu pada usia gestasi 20 27 minggu (10%), pada usia gestasi 28 33 minggu (10%), dan pada usia gestasi 34 36 minggu (80%). Berdasarkan berat badan lahir dikelompokkan menjadi Low Birth Weight (LBW) bila berat lahir ( 2500 gram, Very Low Birth Weight (VLBW) bila berat lahir ( 1500 gram, dan Extremely Low Birth Weight (ELBW), bila berat lahir ( 1000 gram.18B.Kejadian Persalinan PrematurFaktor-faktor predisposisi persalinan prematur merupakan multifaktor dan individual, yang satu sama lain tidak berhubungan. Beberapa faktor yang dihubungkan dengan kejadian persalinan prematur adalah : faktor sosiobiologi (umur, jarak kehamilan, pekerjaan, nutrisi dan kebiasan merokok), riwayat obstetri (riwayat abortus, riwayat persalinan prematur sebelumnya adanya kelainan anatomi pada serviks pada uterus dan serviks) serta komplikasi pada kehamilan ini termasuk hemoragia antepartum, hipertensi, kehamilan multipel, malformasi janin, polihidramnion, oligohidramnion, infeksi, dan induksi persalinan yang tidak disengaja).19

Arias dan Tomich dalam James dkk dalam penelitiannya terhadap 355 bayi lahir hidup yang beratnya antara 600 dan 2500 gram melaporkan sebab-sebab persalinan prematur ini, infeksi intra uterin (40%), riwayat obstetri terdahulu (35%), dan komplikasi maternal fetal lainnya (25%).19Kejadian persalinan prematur pada kelompok ibu-ibu dengan sosioekonomi rendah didapatkan cukup tinggi. Di New York, Amerika Serikat kejadian persalinan prematur banyak ditemukan pada masyarakat miskin, yaitu 10% yang terdiri dari 40% persalinan prematur spontan, 40% persalinan prematur dengan ketuban pecah sebelum waktunya, dan 20% persalinan prematur yang diterminasi atas indikasi obstetrik dan medis. Persalinan prematur menyebabkan tingginya angka mortalitas dan morbiditas pada bayi. Diperkirakan, setiap tahunnya hampir 500.000 bayi lahir dengan persalinan prematur.20Littiere dalam James dkk. mendapatkan kejadian persalinan prematur disebabkan infeksi cairan amnion 38%, gangguan imunologis seperti sindroma antifosfolipid 30%, inkompetent serviks 16%, kelainan uterus 14%, komplikasi maternal seperti plasenta previa dan solusio plasenta 50%, preeklamsia 10%, trauma / pembedahan 8%, kelainan janin 6%, serta faktor lainnya 4%.20,21Risiko persalinan prematur lebih tinggi pada wanita di bawah usia 18 20 tahun dan wanita usia di atas 35 tahun. Pendapat ini dikemukakan oleh Amy dkk, dari penelitiannya yang mendapatkan risiko kejadian persalinan prematur pada primipara lebih tinggi dibandingkan faktor umur ibu.20Penelitian mengenai faktor nutrisi menunjukkan adanya hubungan antara persalinan prematur dengan berat badan ibu yang rendah sebelum hamil (kurang dari 50 kg) dengan peningkatan berat badan selama hamil kurang dari 0,24 kg per minggu. Dalam penelitian mengenai stres psikologis menggunakan tes psikometrik, menurut Copper dkk dalam Wadhawa. terdapat hubungan yang jelas antara risiko persalinan prematur dengan faktor stres. 21,22Wadhawa dkk, mengemukakan bahwa berdasarkan studi epidemiologi, terdapat dua faktor yang berhubungan dengan meningkatkan kejadian persalinan prematur, yaitu faktor stres pada ibu hamil dan faktor infeksi. Stres dan infeksi menyebabkan persalinan prematur melalui dua jalur, yaitu :

1.Jalur neuroendokrin, adalah stres pada ibu hamil yang menstimuli aktivitas jalur neuroendokrin sistem plasenta feto-maternal untuk menimbulkan persalinan prematur. Stres yang timbul selama kehamilan (stres prenatal) merupakan gabungan dari stres yang ditimbulkan oleh faktor lingkungan, faktor psikososial, dan faktor sosiodemografi yang membentuk satu kesatuan berupa faktor resiko penyebab persalinan kurang bulan. Meskipun demikian, tidak semua wanita hamil dengan stres prenatal yang tinggi akan mengalami persalinan prematur.

2.Jalur sistem inflamasi atau sistem imunitas adalah proses infeksi yang menyebabkan modulasi sistem imunologi sistemik dan lokal (plasenta-desidua) melalui mekanisme sel-sel leukosit polimorfonuklear dan makrofag yang mengeluarkan, sitokin-sitokin yang berperan dalam inisiasi persalinan prematur. Proses ini diawali oleh adanya koloni bakteri patogen di daerah traktus genital wanita hamil yang berasal dari traktus anorektal, traktus urinarius, atau perubahan patologis lingkungan servikovaginal sehingga menimbulkan infeksi pada jaringan kehamilan.

Pada Tabel 1 diperlihatkan bahwa kejadian persalinan prematur dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko. Creasy dkk. menemukan skoring kejadian persalinan prematur berdasarkan faktor risiko. Skor 1 5 risiko rendah, skor 6 9 risiko sedang, skor ( 10 risiko tinggi. Walaupun telah banyak diketahui berbagai risiko yang dapat menjadi penyebab persalinan prematur, penyebab pasti persalinan prematur hingga saat ini masih belum jelas.21,22Tabel 1. Tabel Creasy

NilaiStatus sosial ekonomiRiwayat obstetrikKebiasaanKeadaan kehamilan sekarang

1-Terdapat 2 anak

-Status sosial ekonomi rendah1 ( abortus ( 1 tahun dari persalinanBekerja di luar rumahKelelahan

2-Umur ( 20 tahun dan ( 40 tahun

-Orangtua tunggal2 ( abortusMerokok ( 10 batang per hari-Peningkatan BB ( 13 kg

-Hipertensi

-Albuminuria

-Bakteriuri

3-Status sosial ekonomi sangat rendah3 ( abortusBekerja berat-Sungsang pada kehamilan 32 minggu

-Penurunan BB 2 kg

-Kepala engaged

-Febris

4Umur ( 18 tahunPyelonefritis-Metroragia setelah kehamilan 12 minggu

-Pendataran

-Pembukaan

-Iritabilitas uterus

-Plasenta praevia

5-Anomali uterus

-Abortus pada trimester II

-Terpapar DESHidramnion

6-Persalinan prematur

-Abortus trimester II berulang-Gemeli

-Operasi perabdominal

Dikutip dari Creasy, 2004. 21

C.Patofisiologi Persalinan PrematurPatofiologi persalinan prematur berdasarkan sistem neuroendokrin dipengaruhi oleh sekresi CRH. Mulai umur 7-9 minggu, unit feto-desidual-plasenta menghasilkan berbagai hormon dan neuropeptida yang bekerja mirip dengan sistem HPA. Stres maternal merangsang dikeluarkannya CRH, suatu hormon yang sensitive terhadap stres. CRH menstimulasi sekresi DHEA-S yang merupkan precursor sintetis hormon estrogen. DHEA-S akan meningkatkan sitesis hormon estrogen. DHEA-S akan meningkatkan sitesis estrogen sehingga terjadi perubahan keseimbangan progesteron-estrogen. 21-24Proses inisiasi persalinan terjadi akibat perubahan uterus dan serviks oleh estrogen. Disamping itu CRH pada plasenta menyebabkan perubahan formasi gap junction, sehingga terjadi rangsangan pada reseptor oksitosin dan sintesis prostagladin sehingga dapat menimbulkan persalinan.25

Patofisiologi persalinan prematur berdasarkan system imunologi dimulai dengan adanya pertumbuhan mikroorganisme patogen di servikovaginal. Keadaan ini akan merangsang dikeluarkannya berbagai macam sitokin proinflamasi melalui aktivitas makrofag dan sel-sel leukosit polimorfonuklear pada desdua maternal dan membran korioamnion. Sitkin proinflamasi terdiri dari IL-1, IL-6 dan TNF. Sitokin tersebut menyebabkan peningkatan sekresi prostagladin yang dapat menyebabkan kontraksi miometrium dan mengaktifkan kolagenase untuk perlunakan serviks sehingga menyebabkan inisiasi persalinan prematur.25,26D.Diagnosis

Pada awal pemeriksaan kadang-kadang sulit untuk membedakan antara persalinan sejati dan terjadinya his palsu sebelum terdapat penipisan dan dilatasi serviks yang jelas. Dilatasi progresif tentu saja merupakan indikator persalinan, kriteria yang paling sering digunakan untuk persalinan adalah kontraksi uterus dengan frekuensi sedikitnya sekali setiap 10 menit dan lama kontraksi 30 detik atau lebih. Fungsi uterus seringkali dapat dievaluasi lebih lanjut dengan bantuan kardiotokografi eksternal untuk merekam frekuensi dan lama kontraksi. Walau demikian, kontraksi uterus saja dapat menyesatkan karena adanya kontraksi Braxton-Hicks. Kontraksi inilah yang sering menyebabkan kekeliruan dalam menegakkan diagnosis persalinan prematur dan tidak jarang wanita hamil yang belum aterm memperlihatkan aktivitas uterus yang disebabkan kontraksi Braxton-Hicks tersebut sehingga menghasilkan diagnosis persalinan palsu yang keliru.26,27The American Academy of Pediatric dan American College of Obstetricians and Gynecologist (1997) membuat kriteria sebagai berikut untuk mencatat persalinan prematur, yaitu adanya kontraksi uterus yang teratur setelah kehamilan 20 minggu atau sebelum kehamilan 37 minggu dimana ditemukan adanya : 27 1.Interval antar kontraksi 5 hingga 8 menit, atau kontraksi yang teratur dengan frekuensi 4 kali dalam 20 menit, atau 8 kali dalam 60 menit yang diikuti dengan perubahan progresif pada serviks

2.Dilatasi serviks lebih dari 1 centimeter

3.Penipisan serviks 80% atau lebih

Keluhan dan gejala lain yang dapat membantu menegakkan diagnosis dini

wanita hamil dengan risiko untuk persalinan prematur adalah :

1.Keluarnya mukus dari serviks dan sering sedikit berdarah

2.Nyeri punggung bawah3.Tekanan panggul yang disebabkan desensus janin

4.Kram mirip menstruasi.E.Peranan Estrogen dan Progesteron dalam Kehamilan

Ada 4 macam komponen estrogen pada kehamilan yang terdapat dalam kompartemen ibu : 28,291.EstronMulai tampak dalam kehamilan 6-10 minggu dan nilainya berkisar dari 2-30 ng/ml pada kehamilan aterm.

2.Estradiol

Mulai tampak pada usia kehamilan 6-8 minggu ketika plasenta mulai berfungsi. Nilai individual estradiol bervariasi antara 6-40 ng/ml pada usia kehamilan 36 minggu kemudian rata-rata meningkat pada usia kehamilan aterm. Jumlah estradiol yang ada berasal dari Dehidroepiandrosteron sulfat (DHEAS) ibu dan fetus.3. Estriol

Estriol tidak disekresikan oleh ovarium perempuan yang tidak hamil. Pertama kali terdeteksi pada usia kehamilan 9 minggu, ketika sekresi prekursor dari kelenjar adrenal fetus dimulai, kadar estriol meningkat sampai usia kehamilan 35-36 minggu lalu terus meningkat sampai menjelang parturisi.

4.Estetrol

Suatu estrogen plasenta lainnya yang berasal dari prekursor janin, terbentuk setelah 15-hidroksilasi dari 16 OH-DHEAS. Fungsinya masih belum diketahui.

Estrogen merangsang perkembangan jaringan yang terlibat dalam reproduksi. Pada umumnya hormon-hormon ini merangsang ukuran dan jumlah sel dengan meningkatkan kecepatan sintesis protein, tRNA, rRNA, mRNA, dan DNA dibawah rangsangan estrogen epitel vagina dan mengadakan proliferasi dan diferensiasi, endometrium uterus berproliferasi dan diferensiasi dan kelenjar-kelenjarnya mengalami hipertrofi dan elongasi, miometrium mengembangkan gerakan yang bersifat intrinsik serta berirama dan saluran payudara akan berproliferasi. Estrogen juga mempunyai efek anabolik terhadap tulang dan kartilago. Dengan mempengaruhi pembuluh darah perifer, estrogen secara khas menyebabkan vasodilatasi dan penyebaran panas. 30,31Di lain pihak, progesteron akan mengurangi aktifitas proliferatif yang dimiliki hormon-hormon estrogen terhadap epitel vagina dan mengubah epitel uterus dari fase proliferatif ke fase sekretorik (ukuran dan fungsi kelenjar meningkat dan kandungan glikogen bertambah) sehingga mempersiapkan epitel uterus untuk implantasi ovum yang telah dibuahi. Progesteron meningkatkan perkembangan bagian asiner kelenjar mammae setelah estrogen merangsang perkembangan duktusnya. Kedua hormon ini seringkali bekerja secara sinergis sekalipun mereka dapat bersifat antagonis. 30,32Pada kehamilan sintesis progesteron memainkan peranan yang utama dalam mekanisme homeostatik yang penting untuk pemeliharaan kehamilan dan perkembangan janin. Selama pertengahan kehamilan hingga akhir kehamilan, plasenta adalah sumber utama dalam biosintesis untuk menstimulasi produksi progesteron. 33Progesteron berperanan dalam mempertahankan kehamilan dengan cara menurunkan kontraktilitas myometrium dan menghambat pembentukan gap junction myometrium. Progesteron juga merangsang aktifitas sintesis nitrit oksida (NO) uterus yang merupakan faktor utama untuk ketenangan uterus. Progesteron mengatur menurunnya produksi prostaglandin yang dapat menimbulkan kontraksi uterus dan mengurangi perkembangan calcium channel dan reseptor oksitosin yang mana keduanya terlibat dalam kontraksi myometrium. Kalsium ini diperlukan untuk aktifasi kontraksi otot. Pada serviks, progesteron meningkatkan tissue inhibitors matrix metalloproteinase 1 (TIMP 1). TIMP 1 menghambat collagenolysis yaitu degradasi matriks kolagen yang menyebabkan perlunakan serviks. 34,35Diperkirakan selama kehamilan progesteron membatasi perkembangan stimulan prostaglandin dalam khorion dengan menginduksi high expression dari PGDH (15 OH Prostaglandin dehydrogenase) dan juga menghambat ekspresi gen CAP dalam miometrium yang akan menimbulkan otot miometrium dalam keadaan tenang. Progesteron menimbulkan fungsi tersebut baik pada daerah khorion maupun pada miometrium pada kehamilan cukup bulan.15F.Biosintesis dan Metabolisme Estriol dan Progesteron

Mekanisme biosintesis pembentukan estrogen pada perempuan hamil berbeda dengan perempuan tak hamil. Androstenedion, prekursor intermediat estron (salah satu komponen estrogen ) diproduksi di ovarium yaitu dari asetat dan kolesterol, di sel teka folikel yang sedang berkembang. Androstenedion ditransfer dari sel-sel teka ke dalam cairan folikuler dan kemudian digunakan oleh sel-sel granulose untuk pembentukan estrogen (estron). 35,36Korteks adrenal janin merupakan tempat sumber utama asal zat yang bertindak sebagai prekursor estrogen plasenta baik untuk estradiol 17 maupun estriol. Fetal zone dari kelenjar adrenal memproduksi dehidroepiandrosteron sulfat (DHEAS) kemudian dehidroksilasi kedalam 16 OH DHEAS dalam hati janin. Plasenta menggunakan prekursor dehidroepiandrosteron sulfat (DHEA-S) yang bersikulasi dalam plasma janin maupun plasma ibu untuk biosintesis estrogen. 16 OH DHEAS akan diaromatisasi oleh plasenta untuk memproduksi estriol yang merupakan komponen estrogen utama dalam kehamilan manusia. Metabolisme 16 OH DHEAS dalam plasenta tidak menghasilkan estradiol seperti pada primata lainnya tapi estriol. 36,37,38Pendapat lama yang menyebutkan bahwa estriol adalah metabolit estrogen yang lemah adalah tidak tepat, karena estriol adalah suatu bentuk estrogen yang mempunyai konsentrasi tinggi serta dapat menghasilkan respons biologis yang setara dengan estradiol, dan karena jumlah rata-rata yang tinggi dan konsentrasinya juga tinggi maka estriol adalah hormon yang penting dalam kehamilan. 39Sedangkan progesteron disintesis dari kolesterol dalam 2 langkah reaksi enzimatik. Pertama, kolesterol dikonversikan dalam mitokhondria, menjadi pregnenolon dalam reaksi yang dikatalisis oleh enzim cytochrome P450 scc. Kedua, pregenolon lalu dikonversikan menjadi progesteron dalam mikrosom oleh 3 hydroxysteroid dehidrogenase. Kemudian progesteron dimetabolit menjadi pregnandiol dan lalu menjadi sodium pregnandiol 20 glukoronida yang merupakan metabolit utama progesteron yang ditemukan dalam urin manusia. 38,39Korpus luteum merupakan sumber utama progesteron kemudian plasenta mengambil alih fungsi ini. Korpus luteum akan terus berfungsi namun dalam stadium lanjut kehamilan, plasenta akan membuat progesterone 30-40 kali lebih banyak daripada jumlah yang dibuat oleh korpus luteum. Plasenta tidak mensintesis kolesterol, dengan demikian keberadaan kolesterol bergantung pada pasokan ibu. 39

Gambar 1.Biosintesis dan metabolisme estriol dan progesteron

Dikutip dari : Yen CSS, Jaffe BR, 1999

G.Peranan Estrogen dan Progesteron dalam Proses PersalinanEstriol adalah produk konversi aromatase plasenta hasil dari DHEA yang berasal dari kelenjar adrenal fetus dan prekursor steroid hati, selanjutnya memasuki sirkulasi ibu dan memainkan peranan kunci dalam parturisi. Kadar estriol meningkat secara progresif dengan bertambahnya usia kehamilan, dengan puncak pada saat menjelang persalinan spontan. 38,39Selama kehamilan ekskresi estron dan estradiol meningkat lebih kurang seratus kali dari kadar perempuan tidak hamil, sementara ekskresi estriol ibu mencapai seribu kali lipat. Pendapat lama yang menyebutkan bahwa estriol adalah metabolit estrogen yang lemah tidak tepat, karena estriol adalah suatu bentuk estrogen yang mempunyai konsentrasi tinggi serta dapat menghasilkan respons biologik yang setara dengan estradiol, dan karena jumlah rata-rata yang tinggi dan konsentrasi juga tinggi maka estriol merupakan hormon yang penting dalam kehamilan. 39Pengaturan estriol dalam proses yang mendahului onset parturisi manusia tidak diketahui selama bertahun-tahun. Konsentrasi estriol ibu mencerminkan 16 hydroksilase dari DHEAS yang diproduksi dari kelenjar adrenal janin. Hal ini mungkin diantisipasi bahwa konsentrasi estriol ibu dalam sirkulasi ibu akan meningkat dalam merespons keadaan stress janin dan akan memprediksikan terjadinya persalinan prematur yang mengancam. Estriol mempengaruhi ekspresi gen CAP uterus, hal ini merupakan kontribusi untuk meningkatkan respons uterus dalam kehamilan trimester III pada primata, dan pengukurannya merupakan prediksi yang bernilai dalam menggambarkan resiko persalinan prematur. 39,40Menurunnya konsentrasi progesteron plasma adalah hal yang sering dihubungkan dengan terjadinya parturisi pada beberapa spesies. Pada pemberian progesteron eksogen pada kehamilan cukup bulan tidak hanya memblok ekspresi dari gen CAP tetapi juga memblok onset persalinan. Meskipun demikian tidak terdapat bukti tentang penurunan kadar plasma pada perempuan dalam proses persalinan. Juga dilaporkan terdapat peningkatan rasio estrogen dan progesteron dalam cairan amnion selama proses persalinan meskipun perubahan tidak mengesankan. 40Dari beberapa studi diperkirakan bahwa ekspresi gen dalam miometrium manusia terfokus pada segmen bawah rahim. Hal ini diperkirakan bahwa sistem reseptor progesteron berfungsi dalam daerah ini selama proses persalinan. Peningkatan ekspresi gen progesteron seperti gen CX 26 (yang akan menimbulkan relaksasi) menimbulkan peningkatan kadar progesteron yang mendukung dipertahankannya hambatan pada segmen bawah rahim selama persalinan. Jika hal ini terjadi, hal ini juga merupakan mekanisme yang dibutuh kan dalam fundus yang akan memblok kerja dari progesteron, mengikuti kerja ekspresi gen CAP dan meningkatkan kontraktilitas pada daerah tersebut. 41Estrogen meningkatkan konsentrasi reseptor oksitosin dan agen ( adrenergik yang memodulasi membran calcium channel. Estrogen juga digunakan dalam komunikasi intraseluler, dimana estrogen meningkatkan sintesa conexin 43 dan bertambahnya jumlah gap junction dalam myometrium, hal ini diperlukan untuk kontraksi uterus yang terkoordinasi. Estrogen juga menstimulasi produksi prostaglandin PGF2a dan PG E2, yang menstimulasi kontraksi uterus. 41Estrogen mengontrol pematangan serviks, hal ini dihubungkan dengan regulasi dari reseptor estrogen. Kontrol dari perlunakan serviks yang terlibat dalam penyusunan kembali dari kolagen, elastin dan glikosaminoglikan tidak begitu diketahui secara pasti. 41Estrogen juga secara langsung dan tidak langsung, menimbulkan variasi perubahan miometrium yang meningkatkan kapasitas miometrium untuk membangkitkan kekuatan kontraksi, hipertrofi sel miometrium, reseptor uterotonin dan kemampuan berkomunikasi antar sel. Estrogen tidak bekerja secara langsung untuk menyebabkan kontraksi miometrium, lebih lanjut estrogen meningkatkan kapasitas dan koordinasi dimana estrogen bekerja dengan meningkatkan gap junction antara sel miometrium dan Ca channel type L tapi junction dan channel harus terbuka untuk memfasilitasi kontraksi. 40,41Peningkatan rasio estrogen terhadap progesteron dalam plasma ibu menimbulkan peningkatan sintesa conexxin 43, bertambahnya juimlah gap junction dan peningkatan reseptor oksitosin sehingga parturisi akan terjadi, seperti tampak dalam gambar 3. 42Smith (1998) menyebutkan bahwa estrogen disintesa dalam intrauterin manusia dan ini meningkat sekitar saat parturisi, pada saat yang bersamaan terdapat peningkatan rasio estrogen dan progesteron yang bekerja pada miometrium dalam mempersiapkan uterus untuk parturisi, termasuk meningkatnya reseptor oksitosin dan bertambahnya jumlah gap junction dalam sel miometrium. Perubahan-perubahan ini mensensitisasi miometrium terhadap oksitosin dan mensinkronisasikan kontraksi uterus dan juga mengatur ekspresi gen oksitosin melalui suatu mekanisme reseptor dalam membran janin manusia (amnion dan chorion) dan desidua ibu pada kehamilan aterm. 43

Gambar 2.Peranan hormonal dalam proses persalinan

Dikutip dari Norwitz RE, Robinson, New England Journal, 1999

Vinning membandingkan kadar DHEAS, kortisol, estriol serum, estriol saliva. Kadar estriol serum diukur dalam waktu yang sama antara serum dan saliva dari perempuan selama trimester kedua kehamilan dan hasilnya kadar estriol saliva sama dengan estriol serum. 41Ellis JM (2002) membandingkan pola dan waktu dengan meningkatnya kadar CRH plasma dan estriol unconjugated selama kehamilan, didapatkan hasil pada perempuan dengan persalinan spontan didapatkan kadar estriol serum tidak berhubungan dengan waktu saat persalinan dan tidak memprediksikan prematuritas.43H. progesteron saliva dan hubungannya dengan persalinan prematurSaliva adalah cairan dengan viskositas rendah (osmolalitas kurang dari atau sama dengan plasma) yang berasal dari kelenjar ludah yang terletak di bawah lidah dan sepanjang sisi mulut yang merupakan campuran kompleks dari musin, enzim, antibodi, elektrolit, dan hormon. Saliva berfungsi termasuk dalam membantu proses pencernaan, pelumasan dan perlindungan mukosa oral.44Pembentukan saliva dalam saluran air liur dimulai dengan elektrolit (khususnya natrium) yang dipompa ke saluran dengan transportasi aktif. Air kemudian berdifusi ke dalam saluran untuk membentuk osmolalitas fisiologis. Komponen darah kemudian masukkan cairan saluran oleh salah satu dari tiga proses: transpor aktif, ultrafiltrasi atau difusi pasif (transfer yaitu molekul menuruni gradien konsentrasi tanpa pengeluaran energi). Antibodi seperti IgA dan IgG yang dipompa ke dalam air liur oleh energi proses tergantung. Molekul kecil seperti glukosa dapat memasuki air liur dengan ultrafiltrasi yang melalui persimpangan ketat dari sel-sel yang melapisi saluran endplates, tingkat mereka entri yang berbanding terbalik dengan ukuran molekul. Telah ditunjukkan bahwa kurang 1 persen dari ukuran molekul steroid (MW 300) dapat masuk ke air liur melalui ultrafiltrasi dari cairan interstisial. Steroid tak terkonjugasi dan molekul lipofilik kecil tidak terikat oleh protein darah justru bisa bebas bernegosiasi melalui membran kelenjar ludah ke dalam air liur oleh difusi pasif. Hal penting yang diperhatikan disini adalah bahwa untuk dapat menilai kadar hormone dalam saliva maka hormon tersebut harus telah diekskresikan kedalam jaringan, misalnya pada membrane sel dari organ kelenjar saliva.44,45Dalam darah 95-99% dari hormon steroid terikat oleh protein yang mengikat seperti sex hormone binding globulin (SHBG), cortisol binding globulin (CBG), dan albumin. Fraksi tidak terikat (1-5%) disebut sebagai hormon "bebas", dan umumnya dianggap sebagai bioavailable, karena molekul hormon steroid harus berinteraksi dengan bagian DNA yang tidak diikuti oleh protein pengikat. Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa konsentrasi hormon dalam saliva adalah kurang lebih sama dengan konsentrasi hormon bebas dalam serum ataupun plasma. Ketika kadar hormon bebas dalam plasma diukur dengan cara seperti dialisis ekuilibrium, perbandingan kadar hormon pada saliva dengan plasma tingkat hormon bebas adalah 1 (kisaran: 0,4 sampai 1.5). Hormon bebas dalam serum dapat diperkirakan sebagai persentase (biasanya 1-5%) dari total hormon dan hal ini adalah yang sama berlaku untuk air liur; kadar hormone saliva adalah (1-5%) dari serum tingkat hormon total. Intinya adalah bahwa kadar hormone dalam saliva kurang lebih setara dengan yang diterima secara luas "bioavailabilitasnya" dibanding kadar hormon dalam darah.44,45Terdapat banyak keuntungan dalam menggunakan saliva untuk menguji hormon steroid dibandingkan dengan serum darah atau plasma, diantaranya adalah; tidak invasive, lebih murah, lebih mudah dilakukan bagi dokter dan pasien, lebih fleksibel (tidak diperlukan waktu maupun tempat khusus dalam pengambilan sampel, tidak dibutuhkan pengolahan khusus sebelum pengiriman sampel (misalnya sentrifugasi), kadar hormone stabil dalam jangka waktu lama serta bioavailabilitas hormone lebih representative dibandingkan total hormon serum.Sedangkan kekurangan dalam menggunakan saliva dalam uji hormon termasuk; dapat terganggu oleh substansi seperti makanan dan minuman, hasil pemeriksaan dapat tergaggu pada keadaan tertentu seperti penyakit periodontal dan setelah menyikat gigi serta mudah terkontaminasi.43,44,45Insiden terjadinya partus prematur pada beberapa negara berkembang masih belum berubah selama beberapa dekade yang memberikan komplikasi setidaknya 7% pada persalinan dalam negara-negara berkembang. Ketika angka harapan hidup meningkat secara dramatis, angka morbiditas masih tinggi. Identifikasi terhadap wanita yang memiliki resiko besar terhadap partus prematur tidak akurat dan kebanyakan masih berdasarkan atas perjalanan penyakit klinis.

Pengaruh terhadap terjadinya persalinan didahului dengan menurunnya kadar progesteron dan meningkatnya kadar estrogen (E2) plasma yang dihasilkan dari perubahan progesteron menjadi E2, yang diperantarai 17 hidroksilase plasenta. 17 hidroksilase plasenta tidak terdapat pada plasenta manusia dan tidak terdapat bukti terhadap penurunan kadar progesteron atau peningkatan E2 sebelum terjadinya partus prematur pada wanita, walaupun teori dari fuctional progesteron withdrawal telah mendukung beberapa penelitian terhadap reseptor progesteron dan isoform-isoform nya.

Konsentrasi steroid dalam saliva adalah tidak terikat dan tidak terkonjugasi oleh karena itu secara biologis merupakan fraksi aktif dari profile hormon plasma.

Spesimen dari saliva juga mudah didapat dan disimpan, penilaian hormon saliva dapat dengan mudah dipergunakan dalam prektek klinis saat memiliki makna klinis. Sebelumnya pada suatu penelitian telah ditemukan tidak terdapat bukti terhadap perubahan perbandingan kadar E2 dengan progesteron sebelum terjadinya awal persalinan spontan pada wanita. Akan tetapi terdapat peningkatan perbandingan kadar estriol saliva dengan progesteron pada persalinan cukup bulan dan pada wanita dengan gejala melahirkan prematur. Penilaian konsentrasi estriol saliva memiliki makna klinis terhadap prediksi terjadinya persalinan prematur. Pada penelitian ini dapat dinilai kadar estrogen dan progesteron saliva pada wanita dengan resiko terhadap persalinan prematur.43,44,45Konsentrasi progesteron saliva antara usia kehamilan 24 dan 34 minggu secara bermakna lebih rendah pada wanita yang telah partus spontan dan pada yang melahirkan sebelum usia kehamilan 34 minggu dibandingkan dengan melahirkan setelah usia kehamilan 37 minggu. Dari bentuk asli yang heterogen pada persalinan prematur, tidak mungkin hanya dengan satu kali pemeriksaan dapat mengidentifikasi semua wanita dengan risiko kehamilan prematur. Penelitin yang akan datang dibutuhkan untuk menilai kombinasi dari konsentrasi fFN, estriol dan progesteron untuk memprediksi persalinan prematur. Penilaian kadar progesteron saliva dalam penelitian intervensi untuk menilai efek suplementasi progesteron dapat juga ditentukan dimana sampel nya dapat diidentifikasi kebanyakan wanita yang mendapatkan keuntungan dari terapi progesteron.44,45Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh poston dkk didapatkan bahwa rendahnya kadar progesteron saliva pada wanita yang telah diketahui memiliki resiko melahirkan prematur yang melahirkan sebelum usia kehamilan 34 minggu, memberikan kekuatan terhadap konsep penilaian bahwa kadar hormon steroid saliva berperan penting terhadap identifikasi awal terhadap sub kelompok wanita yang memiliki resiko melahirkan prematur. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penilaian kadar progesteron saliva merupakan sesuatu yang berarti terhadap prediksi terjadinya partus prematur lebih awal dan dalam menentukan wanita mana yang mungkin mendapatkan manfaat terhadap suplementasi progesteron.45,46I.Kerangka Teori

PENCEGAHAN

PROSES

PERSALINAN

PERSALINAN

Gambar 3. Kerangka Teori

J. KERANGKA KONSEPTUAL

Gambar 4. Kerangka konseptual penelitian

BAB III

METODE PENELITIANA.RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian observasi dalam bentuk serial kasus untuk melihat hubungan kadar progesteron saliva dengan persalinan prematur pada wanita risiko melahirkan prematur.

B.LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Bagian / Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya / Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Waktu penelitian bulan September 2012 sampai April 2013 atau hingga jumlah sampel terpenuhi.

C.POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah semua pasien dengan ancaman persalinan prematur yang dirawat di bangsal Obstetri bagian Obstetri dan Ginekologi rumah sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

2. Sampel :

a. Besar SampelSampel penelitian adalah pasien dengan ancaman persalinan prematur yang memenuhi kriteria inklusi. yang dirawat di bangsal Obstetri bagian Obstetri dan Ginekologi rumah sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Sampel diambil selama periode September 2012 sampai April 2013 dengan besar sampel sebanyak 50 sampelb. Pengumpulan sampel

Pengumpulan sampel dilakukan menggunakan teknik consecutive sampling, yaitu semua sampel diambil secara berurutan sampai sampel minimal terpenuhi.D.KRITERIA PENERIMAAN DAN PENOLAKAN PENDERITA

1.Kriteria inklusi Pasien dengan ancaman persalinan prematur, hamil tunggal dengan umur kehamilan antara 28 hingga 36 minggu berdasarkan hari pertama haid terakhir

Semua golongan paritas Kadar progesteron sebesar < 1441,05 pg/ml2.Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi meliputi hal berikut:

Ditemukan gejala-gejala infeksi yang tidak berhubungan dengan kehamilan dan terdiagnosis secara klinis Kehamilan dengan penyulit seperti:penyakit hati, anemia proses, keganasan, penyakit jantung Riwayat prematur sebelumnya Mengkonsumsi alkohol selama 12 jam sebelum pengumpulan sampel Mengkonsumsi makanan besar selama 60 menit sebelum pengambilan sampel Minum susu selama 20 menit sebelum pengambilan sampel Mengkonsumsi makanan dengan kadar gula atau asam yang tinggi, kafein tinggi segera sebelum pengambilan sampelE.Variabel Penelitian

Variabel dependen : pasien dengan ancaman persalinan prematur Variabel independen: kadar progesteron salivaF.PROSEDUR KERJA

Penderita yang didiagnosa dengan persalinan prematur yang mengancam berdasarkan hari pertama haid terakhir disertai adanya tanda-taanda persalinan dicatat. Penentuan diagnosa ini dilakukan oleh residen yang bertugas saat penderita masuk rumah sakit. Data penderita yang memenuhi kriteria inklusi dicatat, kemudian kepada penderita diberi penjelasan mengenai penelitian ini

Penderita menandatangani informed consent untuk mengikuti penelitian ini

Penderita diinstruksikan berkumur-kumur dengan air 10 menit sebelum pengumpulan sampel.

Diberikan masing-masing penderita satu cryovial.

Penderita diinstruksikan untuk membiarkan air liur tergenang di rongga mulut.

Dengan kepala miring ke depan, sehingga air liur keluar kemudian dikumpulkan di cryovial tersebut. Saliva didalam cryovial dikumpulkan sampai 1,5 cc. Kemudian saliva 1,5 cc dibagi kedalam 3 vial plastik kecil masing masing 0,5 cc untuk tiap sampel. Sampel dijaga agar tetap dingin setelah dikumpulkan (4 C) dan beku (-20 hingga -80 C) secepat mungkin.

Sediaan kemudian dikirim ke Laboratorium Prodia Palembang Pemeriksaan kadar progesteron saliva menggunakan metode pemeriksaan dengan Oral Salimetrics (SOS)

Kepada responden diberikan tokolitik sesuai dengan prosedur tetap pada bagian Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang, yaitu dengan nifedipine. Dosis nifedipine untuk terapi pada persalinan prematur pada percobaan klinik bervariasi. Dosis inisial 10 mg oral diulangi 2-3 kali per jam, dilanjutkan tiap 8 jam sampai kontraksi hilang.

Responden diobservasi selama 24 jam sejak diberikan tokolitik untuk menilai keberhasilan tokolitik selanjutnya dilakukan analisis.

G.BATASAN OPERASIONAL

1.Persalinan prematur yang mengancam adalah pasien dengan usia kehamilan 28 36 minggu, berdasarkan hari pertama haid terakhir yang memiliki tanda-tanda persalinan (inpartu).

2.Tanda persalinan prematur adalah bila terdapat kontraksi yang teratur, frekuensinya 4 kali dalam 20 menit atau 8 kali dalam 60 menit disertai pembukaan serviks lebih dari 1 cm, tetapi tidak melebihi 3 cm, serta terdapat pendataran serviks sampai 80% dengan ketuban yang masih utuh.

3.Tokolitik adalah suatu upaya untuk menghentikan kontraksi uterus selama episode tertentu dari suatu persalinan.

4.Pemberian tokolitik dianggap berhasil bila persalinan dapat ditunda lebih 24 jam atau lebih, dianggap gagal bila persalinan terjadi dalam 24 jam.

5.Pendataran serviks adalah pemendekan kanalis servikalis yang semula berupa sebuah saluran yang panjangnya secara palpasi diperkirakan 3 cm menjadi sebuah lubang dengan pinggir yang tipis.6.Progesteron rendah adalah kadar progesteron penderita prematur sebesar < 325,85 pg/ml7. Progesteron saliva normal adalah kadar progesteron penderita prematur sebesar 325,85 pg/ml

8. penderita dinyatakan berhasil dilakukan tokolitik apabila setelah pemberian tokolitik selama 24-48 jam tidak menunjukkan tanda-tanda persalinan, dan dinyatakan gagal tokolitik apabila terdapat tanda-tanda persalinan.H.ANALISIS DAN INTERPRETASI

Data penelitian dikumpulkan dalam formulir yang disiapkan dan disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel distribusi dan frekuensi. Pengujian kemaknaan statistik dilakukan sesuai karakteristik data. Analisis dilakukan dengan analisis simple linier regression dengan menggunakan piranti lunak SPSS versi 15.I.Alur Penelitian

Gambar 5. Alur penelitianBAB IV

HASIL PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian observasi dalam bentuk serial kasus untuk melihat hubungan kadar progesteron saliva dengan persalinan prematur pada wanita risiko melahirkan prematur di Bagian / Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya / Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Penelitian ini telah dilaksanakan dan dievaluasi sejak September 2012 sampai dengan April 2013. Jumlah sampel yang memenuhi kriteria penerimaan dan ikut dalam penelitian ini sebanyak 50 subjek. Dari 50 subjek penelitian diperoleh 14 subjek (28,0%) yang mengalami persalinan prematur dan 36 subjek (72,0%) yang berhasil menunda terjadinya persalinan prematur. Secara lengkap dijelaskan sebagai berikut :

A.KARAKTERISTIK UMUM SUBJEK

1.Umur

Distribusi umur subjek terbanyak terdapat pada kisaran umur 20-35 tahun yaitu sebanyak 39 subjek (78,0%) yang terdiri dari kelompok yang mengalami persalinan prematur sebanyak 9 subjek penelitian (18,0%) dan kelompok yang berhasil menunda persalinan prematur sebanyak 30 subjek penelitian (60,0%). Distribusi umur subjek penelitian secara lengkap dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Distribusi subjek menurut umur

Umur (tahun)Persalinan prematurTotal

YaTidak

n%n%n%

< 2036,048,0714,0

20-35918,03060,03978,0

> 3524,024,048,0

Jumlah1428,03672,050100,0

2. Umur Kehamilan

Distribusi umur kehamilan terbesar terdapat pada kelompok umur kehamilan 28-32 minggu yakni sebanyak 29 subjek (58,0%) yang terdiri dari 6 subjek (12,0%) pada kelompok persalinan prematur dan 23 subjek (46,0%) pada kelompok yang berhasil menunda persalinan. Distribusi umur kehamilan subjek penelitian secara lengkap dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 5. Distribusi subjek menurut umur kehamilan

Umur kehamilan (minggu)Persalinan prematurTotal

YaTidak

n%n%n%

28-32612,02346,02958,0

33-36816,01326,02142,0

Jumlah1428,03672,050100,0

3. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Seluruh subjek penelitian baik pada kelompok yang mengalami persalinan prematur maupun kelompok berhasil menunda persalinan prematur memiliki IMT obesitas (IMT > 27).4. PendidikanDistribusi pendidikan subjek penelitian terbanyak terdapat pada tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas yaitu 38 subjek (76,0%), terdiri dari 13 subjek (26,0%) kelompok persalinan prematur dan 25 subjek (50,0%) pada kelompok yang berhasil menunda persalinan. Terbanyak kedua terdapat pada pendidikan Sekolah Menengah Pertama dimana pada kelompok persalinan prematur sebanyak 1 subjek (2,0%) dan kelompok yang berhasil menunda persalinan sebanyak 6 subjek (12,0%). Distribusi pendidikan subjek penelitian secara lengkap ditampilkan pada tabel 4.

Tabel 4. Distribusi subjek menurut tingkat pendidikan

PendidikanPersalinan prematurTotal

YaTidak

n%n%n%

SD00,048,048,0

SMP12,0612,0714,0

SMA1326,02550,03876,0

Sarjana/D300,012,012,0

Jumlah1467,53672,050100,0

5. Pekerjaan

Sebagian besar subjek penelitian umumnya tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga yakni 44 subjek (88,0%) yang terdiri dari 12 subjek (24,0%) pada kelompok persalinan prematur dan 32 subjek (44,0%) pada kelompok yang berhasil menunda persalinan. Distribusi subjek menurut pekerjaan secara lengkap dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Distribusi subjek menurut pekerjaan

PekerjaanPersalinan prematurTotal

YaTidak

n%n%n%

Tidak Bekerja1224,03264,04488,0

Bekerja24,048,0612,0

Jumlah1428,03672,050100,0

6. Alamat Tempat Tinggal

Mayoritas subjek penelitian beralamatkan di dalam kota (Palembang) yakni 38 subjek (76,0%) yang terdiri dari 11 subjek (22,0%) pada kelompok persalinan prematur dan 27 subjek (54,0%) pada kelompok yang berhasil menunda persalinan. Distribusi subjek menurut alamat tempat tinggal secara lengkap dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Distribusi subjek menurut alamat tempat tinggal

AlamatPersalinan prematurTotal

YaTidak

n%n%n%

Dalam kota1122,02754,03876,0

Luar kota36,0918,01224,0

Jumlah1428,03672,050100,0

B.RIWAYAT KLINIS SUBJEK PENELITIAN

1. Riwayat Persalinan Prematur Sebelumnya

Terdapat 4 subjek (8,0%) yang mengalami persalinan prematur sebelumnya, terdiri dari 3 subjek (6,0%) kelompok persalinan prematur dan 1 subjek (2,0%) pada kelompok yang berhasil menunda persalinan. Distribusi riwayat persalinan prematur sebelumnya subjek penelitian secara lengkap ditampilkan pada tabel 7.

Tabel 7. Distribusi subjek menurut riwayat persalinan prematur sebelumnya

Persalinan prematur sebelumnyaPersalinan prematurTotal

YaTidak

n%n%n%

Ya36,012,048,0

Tidak1122,03570,04692,0

Jumlah1428,03672,050100,0

2. Riwayat Abortus SebelumnyaTerdapat 4 subjek (8,0%) yang mengalami abortus sebelumnya, terdiri dari semuanya pada kelompok yang berhasil menunda persalinan. Distribusi riwayat abortus sebelumnya subjek penelitian secara lengkap ditampilkan pada tabel 8.

Tabel 8. Distribusi subjek menurut riwayat abortus sebelumnya

Abortus sebelumnyaPersalinan prematurTotal

YaTidak

n%n%n%

Ya00,048,048,0

Tidak1428,03264,04692,0

Jumlah1428,03672,050100,0

3. Riwayat Ketuban Pecah Sebelumnya

Terdapat 5 subjek (10,0%) yang mengalami pecah ketuban sebelumnya, terdiri dari 4 subjek (8,0%) kelompok persalinan prematur dan 1 subjek (2,0%) pada kelompok yang berhasil menunda persalinan. Distribusi riwayat pecah ketuban sebelumnya subjek penelitian secara lengkap ditampilkan pada tabel 9.

Tabel 9. Distribusi subjek menurut riwayat pecah ketuban sebelumnya

Pecah ketuban sebelumnyaPersalinan prematurTotal

YaTidak

n%n%n%

Ya48,012,0510,0

Tidak1020,03570,04590,0

Jumlah1428,03672,050100,0

4. Skor Bishop

Persentase terbesar skor Bishop subjek terdapat pada skor Bishop 2 yakni 23 subjek (46,0%) yang terdiri dari 2 subjek (4,0%) pada kelompok persalinan prematur dan 21 subjek (42,0%) pada kelompok yang berhasil menunda persalinan. Distribusi subjek menurut skor Bishop secara lengkap dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Distribusi subjek menurut skor Bishop

Skor BishopPersalinan prematurTotal

YaTidak

n%n%n%

224,02142,02346,0

348,01530,01938,0

4816,000,0816,0

Jumlah1428,03672,050100,0

5. Indeks Tokolitik

Proporsi terbesar indek tokolitik subjek penelitian terdapat pada indeks tokolitik 3 yakni 14 subjek (28,0%) dan semuanya pada kelompok yang berhasil menunda persalinan. Begitu juga pada indeks tokolitik 2 dan 4. Distribusi subjek menurut indeks tokolitik secara lengkap dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11. Distribusi subjek menurut indeks tokolitik

Indeks TokolitikPersalinan prematurTotal

YaTidak

n%n%n%

200,01326,01326,0

300,01428,01428,0

448,0816,01224,0

5612,012,0714,0

648,000,048,0

Jumlah1428,03672,050100,0

C. KADAR PROGESTERON SALIVA PADA SUBJEK PENELITIAN

1. Kadar Progesteron Saliva pada Subjek Penelitian Berdasarkan Kejadian Persalinan PrematurKadar Progesteron Saliva pada kelompok persalinan prematur lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang berhasil menunda persalinan. Rerata kadar progesteron saliva pada kelompok persalinan prematur sebesar 695,359,9 pg/ml sedangkan pada kelompok yang berhasil menunda persalinan prematur sebesar 1149,1(29,1 pg/ml. Secara statistik terdapat perbedaan bermakna kadar progesteron saliva kedua kelompok tersebut (p= 0,001). Rerata kadar progesteron saliva kedua kelompok penelitian berdasarkan kejadian persalinan prematur secara lengkap dapat dilihat pada tabel 12.

Tabel 12. Kadar progesteron saliva pada subjek penelitian berdasarkan kejadian persalinan prematurVariabelPersalinan Prematurp

Ya (rerata SB);n=14Tidak (rerata SB);n=36

Progesteron Saliva (pg/ml)695,359,91149,1(29,10,001

Rentang 612,2 - 825,0642,7 1402,7

Uji t; SB = simpangan baku

2. Kadar Progesteron Saliva pada Subjek Penelitian Berdasarkan Umur Kehamilan

Kadar Progesteron Saliva pada kelompok umur kehamilan 28-32 minggu lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok umur kehamilan 33-36 minggu. Rerata kadar progesteron saliva pada kelompok umur kehamilan 28-32 minggu sebesar 1083,2260,94 pg/ml sedangkan pada kelompok 33-36 minggu sebesar 937,4(226,4 pg/ml. Secara statistik terdapat perbedaan bermakna kadar progesteron saliva kedua kelompok tersebut berdasarkan umur kehamilan (p= 0,045). Rerata kadar progesteron saliva kedua kelompok penelitian berdasarkan umur kehamilan secara lengkap dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13. Kadar progesteron saliva pada subjek penelitian berdasarkan umur kehamilanVariabelUmur Kehamilan (minggu)p

28-32 (rerata SB);n=2933-36 (rerata SB);n=21

Progesteron Saliva (pg/ml)1083,2260,94937,4(226,40,045

Rentang 612,2 - 1402,7629,6 1325,4

Uji t; SB = simpangan bakuD.HUBUNGAN KADAR PROGESTERON SALIVA DENGAN PERSALINAN PREMATURBerdasarkan Analisis uji Pearson correlation menunjukkan bahwa koefisien korelasi (r) dari hubungan kadar progesteron saliva dengan persalinan prematur adalah 0,806 dengan kemaknaan p = 0,001. Artinya terdapat hubungan yang sangat bermakna kadar progesteron saliva dengan persalinan prematur. Koefisien determinasi (r2) = 0,650, maka hanya 65,0% variabel persalinan perterm dapat diterangkan oleh variabel kadar progesteron saliva. Hubungan kadar progesteron saliva dengan persalinan prematur secara jelas dapat dilihat pada gambar 6. Gambar 6. Hubungan kadar progesteron saliva dengan persalinan prematurE. KEBERHASILAN TERAPI TOKOLITIK PADA ANCAMAN PERSALINAN PREMATUR

Keberhasilan terapi tokolitik pada ancaman persalinan prematur pada peenelitian ini sebesar 72% dan sisanya 28,0% mengalami persalinan prematur. Distribusi keberhasilan terapi tokolotik pada ancaman persalinan prematur secara lengkap dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Distribusi keberhasilan terapi tokolotik pada ancaman persalinan prematur BAB VI

IKHTISAR, SIMPULAN DAN SARANA. IKHTISAR

1. Penelitian ini merupakan penelitian observasi dalam bentuk serial kasus untuk melihat hubungan kadar progesteron saliva dengan persalinan prematur pada wanita risiko melahirkan prematur. Dari 50 subjek penelitian diperoleh 14 subjek (28,0%) yang mengalimi persalinan prematur dan 36 subjek (72,0%) yang berhasil menunda terjadinya persalinan prematur. 2. Distribusi umur subjek terbanyak terdapat pada kisaran umur 20-35 tahun yaitu sebanyak 39 subjek (78,0%) yang terdiri dari kelompok yang mengalami persalinan prematur sebanyak 9 subjek penelitian (18,0%) dan kelompok yang berhasil menunda persalinan prematur sebanyak 30 subjek penelitian (60,0%). 3. Distribusi umur kehamilan terbesar terdapat pada kelompok umur kehamilan 28-32 minggu yakni sebanyak 29 subjek (58,0%) yang terdiri dari 6 subjek (12,0%) pada kelompok persalinan prematur dan 23 subjek (46,0%) pada kelompok yang berhasil menunda persalinan.4. Seluruh subjek penelitian baik pada kelompok yang mengalami persalinan prematur maupun kelompok berhasil menunda persalinan prematur memiliki IMT obesitas (IMT > 27).5. Distribusi pendidikan subjek penelitian terbanyak terdapat pada tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas yaitu 38 subjek (76,0%), terdiri dari 13 subjek (26,0%) kelompok persalinan prematur dan 25 subjek (50,0%) pada kelompok yang berhasil menunda persalinan.6. Sebagian besar subjek penelitian umumnya tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga yakni 44 subjek (88,0%) yang terdiri dari 12 subjek (24,0%) pada kelompok persalinan prematur dan 32 subjek (44,0%) pada kelompok yang berhasil menunda persalinan.7. Mayoritas subjek penelitian beralamatkan di dalam kota (Palembang) yakni 38 subjek (76,0%) yang terdiri dari 11 subjek (22,0%) pada kelompok persalinan prematur dan 27 subjek (54,0%) pada kelompok yang berhasil menunda persalinan.8. Terdapat 4 subjek (8,0%) yang mengalami persalinan prematur sebelumnya, terdiri dari 3 subjek (6,0%) kelompok persalinan prematur dan 1 subjek (2,0%) pada kelompok yang berhasil menunda persalinan.9. Terdapat 4 subjek (8,0%) yang mengalami abortus sebelumnya, dan semuanya pada kelompok yang berhasil menunda persalinan. Terdapat 5 subjek (10,0%) yang mengalami pecah ketuban sebelumnya, terdiri dari 4 subjek (8,0%) kelompok persalinan prematur dan 1 subjek (2,0%) pada kelompok yang berhasil menunda persalinan.10. Persentase terbesar skor Bishop subjek terdapat pada skor Bishop 2 yakni 23 subjek (46,0%) yang terdiri dari 2 subjek (4,0%) pada kelompok persalinan prematur dan 21 subjek (42,0%) pada kelompok yang berhasil menunda persalinan.11. Proporsi terbesar indek tokolitik subjek penelitian terdapat pada indeks tokolitik 3 yakni 14 subjek (28,0%) dan semuanya pada kelompok yang berhasil menunda persalinan.12. Rerata kadar progesteron saliva pada kelompok persalinan prematur sebesar 695,359,9 pg/ml sedangkan pada kelompok yang berhasil menunda persalinan prematur sebesar 1149,1(29,1 pg/ml. 13. Rerata kadar progesteron saliva pada kelompok umur kehamilan 28-32 minggu sebesar 1083,2260,94 pg/ml sedangkan pada kelompok 33-36 minggu sebesar 937,4(226,4 pg/ml.14. Terdapat hubungan yang sangat bermakna kadar progesteron saliva dengan persalinan prematur dengan besaran korelasi 80,6% (p=0,001).B. SIMPULAN

1. Rerata kadar progesteron saliva pada kelompok persalinan prematur sebesar 695,359,9 pg/ml sedangkan pada kelompok yang berhasil menunda persalinan prematur sebesar 1149,1(29,1 pg/ml dan berbeda bermakna.

2. Terdapat hubungan bermakna kadar progesteron saliva dengan persalinan prematur.3. Keberhasilan terapi tokolitik pada ancaman persalinan prematur sebesar 72%.

C. SARAN

Diketahuinya ada hubungan bermakna antara kadar progesteron saliva dengan persalinan prematur, maka kadar progesteron saliva sebesar 797,12 pg/ml dapat dijadikan sebagai prediktor dalam memprediksi keberhasilan terapi tokolitik pada ancaman persalinan prematur. Rujukan

1. Asmajaya,R.TinjauanAngka KejadiandanFaktorRisiko Persalinan Prematur di Rumah Sakit Dr. Muhammad Hoesin Palembang. Tesis.UniversitasSriwijaya,Palembang. 20062. Goldenberg R, Jennifer F, Jay D, Romero R. Epidemiology and Causes of Prematur Birth. N Eng J Med 2008;339:313-203. Effendi JS, Usman L. Tinjauan Kasus Persalinan Premature di RSHS Tahun 1998-2000. Makalah PIT POGI XII Bandung. 2001

4. Sfakianaki AK, Norwitz ER. Mechanisms of progesterone action in inhibiting prematurity. J Matern Fetal Neonatal Med 2006; 19: 76372.5. Stacy B, Daniel W, Lale S, Ana P, Mario M. The Worldwide Incidence of Prematur Birth : a Systematic Revew of Maternal Mortality and Morbidity. Departement of Obstetrics and Gynecology Unefersity of Michigan, United States of America, Bull World Health Organ 2010;88:31-386. Shah P, Ohisson A. Literature Review of Low Birth Weight, including Small for Gestational Age and Prematur Birth. Toronto Public Health 2002:96-100

7. Peltier MR. Immunology of Term and Prematur Labor, Reproductive Biology and Endocrinology 2003;1:122-32

8. Lachelin GCL, McGarrigle HHG, Seed PT, Briley A, Shennan HA, Poston L. Low saliva progesterone concentrations are associated with spontaneous early prematur labour (before 34 weeks of gestation) in women at increased risk of prematur delivery. Am J Obstet Gynecol. 2009;116:1515-199. CK Saha, V. Jain, I. Gupta, N. Varma. Serum Feritin Level as Marker of Prematur Labor. Int. J Obstet Gynecol. 2000; 71:107-11.10. Vincenzo B, Mark K, Cora Mc.P, J. Christopher C, John CH, Phillip H, dkk. Sexual Intercourse Association with Asymptomatic Bacterial Vaginosis and Trichomonas Vaginalis Treatment in Relationship to Prematur Birth. Am J Obstet Gynecol. 2002;1987:1277-82.

11. Beta J, Ranjt A, Walter V, Arygro S, Kypros H. Prediction of Spontaneous Prematur Delivery from Maternal Factors, Obstetrics History and Placental Perfusion and Function at 11-13 weeks. Departement of Fetal Medicine, University CollegeHospital London. Wiley online Library 2011;31:75-83.12. Lockwood CJ. Risk Stratification and Pathological Mechanism in Prematur Delivery. Pediatric and Perinatal Epidemiologi. 2001;79-89.

13. Wadhwa P, Culhane J, Virginia R, Coleman SK, Jacques D, Gary JS dkk. Stress, Infection, and Prematur Birth : a Biobehavioral Perspective. Pediatric and Perinatal Epidemiologi. 2001;15.

14. Reberber A, Al-khan A, Hwang J, Roman S. Prevention of Recurrent Prematur Birth. OBG Management on Round Table Discussion. Dowden Health Media. Colorado 2007 15. Robert LG, Brian MM, Menachem M, Gary RT, Paul JM, Atef M, dkk. Plasma Feritin, Premature Rupture of Membrane, and Pregnancy Outcome. Am J Obstet Gynecol. 1998;179:1599-604.

16. Ustun C, Kocak I, Baris S, Uzel A, Saltik F. Subclinical Chorioamnionitis as an Etiologic Factor in Prematur Deliveries. Int J Obstet Gynecol. 2001;72:109-15.17. Challis GR J, Matthews GS.Endocrine and paracrine regulation of birth at term and prematur.Endocrine reviews.2000; 21: 514-5018. Sallimetric LLC. Saliva Collection and Handling Advice. Salimetric Europe. 2009:1-1419. Tsunebobu T, Robert LG, Kelley EJ, Suzanne PC, Carol AH. Serum Ferritin : a Predictor of Early Spontaneous Prematur Delivery. Am J Obstet Gynecol. 1996;87:360-5

20. National Health and Medical Research Council. Clinical Practice Guidelines Care around Prematur Birth. Commonwealth of Australia; 2000

21. Cunningham GF, Gant FN, MacDonald PC. Williams Obstetrics. 18st edition. USA : Prentice-Hall International; 1989.

22. Amy PM, Phillip CG, Cathy EJ, William NPH. Maternal Serum Interleukin-6 Concentration as a Marker for Impending Prematur Delivery. Am J Obstet Gynecol. 1998;91:161-4.23. Creasy RK, Resnik R. Prematur Labor and Delivery (dalam Iams JD, Creasy RK : penyunting). Maternal-Fetal Medicine Principles and Practice. Edisi ke-5. California : Saunders ; 2004. h.623-5224. Krisnadi SR. Penggunaan Klindamisin untuk Menurunkan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah pada Vaginosis Bakterial dengan atau Tanpa Kolonisasi Streptokokus Grup B dan Infeksi oleh Chlamydia Trachomatis. Disertasi Bagian / SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran / RSUP Hasan Sadikin Bandung. 2000.25. Goldenberg RL, Miodovnik M, Mercers B, Thurnau GR, Meis PJ, Moawad, dkk. Plasma Ferritin Premature Rupture of Membrane, and Pregnancy Outcome. Am J Obstet Gynecol. 1998;179:1599-604.

26. Robert LG, Tamura T, DuBard M, Kelley E, Copper RL, Neggers Y, dkk. Plasma Ferritin, Premature and Pregnancy Outcome. Am J Obstet Gynecol. 1996;175:1356-9.

27. Theresa OS. High-Third Trimester Ferritin Concentration : Association with Very Prematur Delivery, Infection, and Maternal Nutritional Status. Am J Obstet Gynecol. 1998;92:161-6.28. Anna RF, Fritz F, Phillip GS, The Role of Systemic and Intrauterine Infection in Prematur Labor. Dalam : Romeo R, Avilla C, Sepullveda W, penyunting. Prematur Birth. Edisi ke-2. New York : McGraw-Hill Inc.; 1993. h.97-135.

29. Abadi A. Peran Radang Selaput Ketuban dan IL-6 sebagai Faktor Utama Penentu Terjadinya Persalinan Kurang Bulan Membakat. PIT POGI MI. Divisi Kedokteran Fetomaternal Lab. SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga / RSUD dr. Soetomo, SUrabaya. 2001.30. Granner KD. Hormon gonad. Biokimia Harper. Edisi ke 22.1995.Penerbit buku Kedokteran EGC : 626-43.31. Albrecht DE, Aberdeen WG.The role of estrogen in the maintenance of primate pregnancy. American Journal Obstetrics Ginecology; 2000;182 : 432-8.32. Darne J, Mc Garrigle HH. Saliva oestriol, oestradiol, estron and progesteron levels in pregnancy, spontaneous labour at term is preceded by a rise in the saliva oestriol : progesteron ratio.Br.J.Obst Gynaecol; 1987; Mar. 94 (3) (abstract)

33. Pepe JG, Albercht DE. Actions of placental and fetal adrenal steroid hormon in primate pregnancy. Endocrine Reviews; 1995;vol 16; no 5:608-63734. Norwitz RE, Robinson NJ. The control of labor. The New England Journal of Medicine;1999; vol 241;number 9 : 660-6

35. Weiss G.Endocrinology of parturition. The Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism;2000; vol 85;12: 4421-2536. Speroff L,Glass H. Endocrinology of pregnancy.Clinical Gynecology Endocrinology and Infertility. Lippincott Williams & Wilkins. 1999: 275-338

37. Mesiano S, Taffe BR. Developmental and functional biology of the primate fetal adrenal cortex. Endocrine Review; 1997; 18(3); 378-403.38. Yen CSS, Jaffe BR. Steroid hormones : Metabolism and mechanism of action. Neuroendocrin. 4th edition.Sanders Company; 1999: 751-780.39. Gruber JC, Tschugguel W. Production and action of oestrogens, mechanism of disease, Review Article.The New England Journal of Medicine; vol 346; no 5; Jan 2002.

40. Keelan JA, Myatt L. Endocrinology paracrinology of parturition. Prematur Labor; Churchill Livingstone Inc; 1997; 457-92

41. Siebel LA, Gehring MH. Inhibition of oxytocin receptor and estrogen receptor expression, but not Relaxin Receptor (LGR 7) in the myometrium of late pregnant relaxin gene knockout mice. Endocrinology ;144 :4272-7542. Willey J, Strom BL, Sample Size Tables. Pharmacoepidemiology, 3rd edition. Jhon Wiley and Sons LTD; Chicester, 2000 : 818-50Lampiran 1. Lembar Persetujuan

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama

:

Umur

:

Alamat

:

Dengan ini menyatakan bersedia ikut serta dalam penelitian :

HUBUNGAN KADAR progesteron saliva dengan persalinan prematur

Dan telah mendapat penjelasan dan bersedia mengikuti penelitian ini secara sadar dan tanpa paksaan dari pihak manapun.

Demilianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

............................................2012 Yang menjelaskan

Yang memberi persetujuan

(.............................................)

(...............................................)

Lampiran 2. Formulir Penelitian

LEMBAR PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA KADAR progesteron saliva dengan persalinan prematur

IDENTITAS PASIEN :

1. Nomor urut penelitian: .............................. MR : ........................................

2. Nama

: .............................. Tgl. pemeriksaan : .....................

3. Umur

: ....... thn

4. Alamat

: ......................................................................................

5. Telepon

: ......................................................................................

6. Pendidikan

: ......................................................................................

Anamnesa

1. Pernah melahirkan prematur sebelumnya : Ya ( ), Tidak ( )2. Perut mules yang menjalar ke pinggang, hilang timbul, makin lama makin sering dan kuat : Ya ( ), Tidak ( )

3. Keluar lendir campur darah dari kemaluan : Ya ( ), Tidak ( )

4. Keluar air air dari kemaluan : Ya ( ), Tidak ( )5. Paritas : G......P......A........

6. Hari Pertama Haid terakhir : .......................................

Pemeriksaan Fisik1. Tekanan darah

: .........................mmHg2. Janin hidup

: Ya ( ) Tdak ( )3. Janin tunggal

: Ya ( ) Tdak ( )4. Indeks tokolitik

: Tesis PenelitianHUBUNGAN KADAR progesteron saliva dengan persalinan prematur

OlehM. Ruchyat Amar YasinBAGIAN / DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

RS Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG 2013

OKSITOSIN

ESTROGEN

Gap junction >>

Sintesis conexin 43

Reseptor oksitosin

KETENANGAN

UTERUS

Kontraksi

Uterus

PROSTAGLANDIN

RELAXIN

SERVIKS

KAKU

SERVIKS

MATANG

TIMP 1

PROGESTERON

Mediator inflamasi

POGESTERON

CRH

PROSTAGLANDIN

KONTRAKSI UTERUS

TOKOLITIK

PARTUS PREMATURUS IMMINEN

Ancaman Persalinan

Prematur

Pemeriksaan Progesteron Saliva

Tokolitik

Berhasil/Tidak berhasil

Analisis data

Kelompok Berhasil menunda persalinan

Kelompok persalinan prematur

r=0,806

p=0,001