makalah studi fiqih
DESCRIPTION
Makalah Studi FiqihTRANSCRIPT
WUDHU(Pengertian, Dasar Hukum, Syarat, Rukun
dan Hal-hal yang membatalkannya)
Dibuat Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi FiqihDosen Pengampu: Isnatin Ulfah, M.H.I
Disusun Oleh:Mufidatur Rasyidah (210314194)
Program Studi Pendidikan Agama IslamJurusan Tarbiyah
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) PONOROGO
2014
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul
“WUDHU”.
Makalah ini berisikan tentang pengertian wudhu, keistimewaan wudhu,
fardu (rukun) wudhu, sunat-sunat wudhu, makruh-makruh wudhu, dan yang
membatalkan wudhu.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah
SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin.
Ponorogo, 21 September 2014
Pemakalah
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .......................................................................................................... i
Daftar Isi .................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang.................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .............................................................................................. 1
1.3. Tujuan Penulisan ................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 2
2.1. Wudhu ................................................................................................................ 2
A. Pengertian Wudhu ......................................................................................... 2
B. Dasar Hukum Wudhu .................................................................................... 2
C. Syarat Wudhu ................................................................................................ 3
D. Rukun Wudhu ............................................................................................... 4
E. Sunat Wudhu ................................................................................................. 5
F. Makruh-makruh wudhu ................................................................................. 6
G. Hal-hal yang membatalkan wudhu ................................................................ 6
BAB III PENUTUP ................................................................................................... 9
Kesimpulan ............................................................................................................... 9
Daftar Pustaka ............................................................................................................................ 10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di dalam menjalankan perintah agama Islam, khususnya dalam menjalankan ibadah,
ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan. Diantara hal yang patut kita perhatikan adalah
hal yang berkaitan dengan sah atau tidaknya kita dalam menjalankan ibadah sholat
tersebut. Setiap kegiatan Ibadah umat Islam pasti melakukan membersihkan (thaharah)
terlebih dahulu mulai dari Wudhu, Mandi ataupun Tayyamum dan tak banyak umat Islam
sendiri belum mengerti ataupun sudah mengerti tapi dalam praktiknya menemui sebuah
masalah ataupun keraguan atas hal yang menimpanya.
Karena salah satu rukun sholat ialah suci dari hadats besar dan hadats kecil, maka
sudah sepantasnyalah sebelum kita menjalankan ibadah sholat ataupun beribadah kepada
Allah SWT, maka kita dituntut untuk suci. Oleh karena itu perlu dibahasnya berkenaan
dengan tata cara mensucikan diri yakni berkaitan dengan pengertian, dasar hukum, syarat-
syarat, rukun dan hal-hal yang membatalkan mulai dari Wudhu, Tayamum, dan Mandi.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan suatu rumusan masalah
yaitu sebagai berikut.
1. Apakah pengertian, dasar hukum, syarat rukun, sunat-sunat, makruh-makruhnya dan
yang membatalkan Wudhu ?
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari pembuatan makalah ini, antara lain :
1. Untuk mengetahui pengertian, dasar hukum, syarat rukun, sunat-sunat, makruh-
makruhnya dan yang membatalkan Wudhu.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Wudhu
A. Pengertian Wudhu
Wudhu merupakan salah satu amalan ibadah yang agung di dalam Islam. Secara
bahasa, wudhu berasal dari kata Al-Wadha’ah, yang mempunyai arti kebersihan dan
kecerahan. Sedangkan menurut istilah, wudhu adalah menggunakan air untuk anggota-
anggota tubuh tertentu (yaitu wajah, dua tangan, kepala dan dua kaki) untuk
menghilangkan hal-hal yang dapat menghalangi seseorang untuk melaksanakan shalat atau
ibadah yang lain.[1]
Wudhu’ adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan sholat. Sah
atau tidak sholat, sangat bergantung pada wudhu’ disamping syarat-syarat lainnya.[2]
B. Dasar Hukum Wudhu
1. Firman Allah dalam surat Al-Ma-idah ayat 6:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu henclak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki. “3
2. Sabda Rasulullah
“Allah tidak menerima shalat salah seorang di antaramu bila ia berhadats, sehingga ia berwudhu” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
3. Ijma’.
Telah terjalin kesepakatan kaum muslimin atas disyari’atkannya wudhu
semenjak zaman Rasulullah hingga sekarang ini, sehingga tidak dapat disangkal
lagi bahwa ia adalah ketentuan yang berasal dari agama.[4]
C. Syarat Wudhu
1 http://ki-stainsamarinda.blogspot.com/2012/08/wudhu.html diakses pada tanggal 16 September 2014 02:162 Abdul Hamid, Fikih Ibadah, Curup:LP2 Stain Curup, 2010, hlm 353 Al-Qur’an Terjemahan, QS. Al-Maidah(5):64 Beni Ahmad, Fiqih Ibadah, Bandung: Pustaka Setia, 2009, hlm 159
2
Adapun syarat wajib wudhu, antara lain adalah :
Yang dimaksud dengan syarat-syarat wudhu adalah perkara-perkara yang harus
dipenuhi oleh orang yang hendak berwudhu. Di antara syarat-syarat wudhu adalah:
1. Islam. Wudhu merupakan salah satu bentuk ibadah dalam Islam di mana orang
yang melakukannya dengan ikhlas serta sesuai dengan tuntunan Allah akan diberi
pahala. Adapun orang kafir, amalan-amalan mereka seperti debu yang
beterbangan yang tidak akan diterima oleh Allah ta’ala.
2. Berakal
3. Mumayiz (dewasa). Karena wudhu itu merupakan ibadat yang wajib diniati,
sedangkan orang yang tidak beagama islam dan orang yang belum mumayiz tidak
diberi hak untuk berniat.
4. Tidak berhadas besar atau hadats kecil
5. Dengan air yang suci dan menyucikan. Air dikatakan suci atau masih suci
manakala tidak tercampur oleh zat/barang yang najis sehingga menjadi berubah
salah satu dari tiga sifat, yaitu bau, rasa dan warnanya. Apabila air telah terkena
najis, misalnya air kencing atau yang lainnya, kemudian menjadi berubah salah
satu dari ketiga sifat di atas maka air tersebut telah menjadi tidak suci lagi
berdasarkan ijma’. Apabila air tersebut tercampuri oleh sesuatu yang bukan najis,
maka air tersebut masih boleh dipakai untuk berwudhu apabila campurannya
hanya sedikit. Namun apabila campurannya cukup banyak sehingga menjadikan
air tersebut tidak bisa dikatakan lagi sebagai air, maka air yang telah berubah ini
tidak dapat dipakai untuk berwudhu lagi karena sudah tidak bisa dikatakan lagi
sebagai air. Misalnya, ada air yang suci sebanyak 1 liter. Air ini kemudian
dicampur dengan 5 sendok makan susu bubuk dan diaduk. Maka campuran air ini
tidak bisa lagi dipakai untuk berwudhu karena sudah berubah namanya menjadi
“susu” dan tidak dikatakan sebagai air lagi.[5]
6. Tasmiyah. Yang dimaksud dengan tasmiyah adalah membaca “bismillah”. Boleh
juga apabila ditambah dengan “Ar-rohmanir Rohim”. Tasmiyah ketika hendak
memulai shalat merupakan syarat sah wudhu berdasarkan sabda Nabi shalallahu
‘alaihi wa sallam,‘‘Tidak ada shalat bagi orang yang tidak berwudhu dan tidak ada
wudhu bagi orang yang tidak menyebut nama Allah”. (HR.Ibnu Majjah, Hasan)
7. Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke kulit, seperti getah dan sebagainya
yang melekat di atas kulit anggota wudhu.[6]
D. Rukun Wudhu
5 http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/seluk-beluk-wudhu.html diakses pada tanggal 21 / 09 /201 4 16.386 Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Cet: 49, (Bandung: Sinar Baru Algensido, 2010), hal.24
3
Rukun Wudhu adalah hal-hal yang pada hakikatnya wudhu tersusun darinya,
sehingga apabila ditinggalkan satu saja maka wudhu tidak sah dan wudhu tersebut
menjadi batal. Diantara Rukun Wudhu tersebut adalah :
a. Mencuci muka, yang termasuk didalamnya berkumur-kumur, istinsyaq, dan
istintsar.
Dasarnya adalah firman Allah SWT :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan sholat, maka basuhlah mukamu (QS. Al-Maidah : 6)
Dan ulama telah bersepakat atas perkara ini (mencuci seluruh wajah) dan
wajibnya berkumur-kumur dan istinsyaq. Berkumur-kumur (madhmadhoh) dan
menghirup air ke hidung (istinsyaq) kemudian mengeluarkannya adalah wajib dan
itu termasuk bagian dari wajah.
Dalilnya istinsyaq adalah
“Jika salah seorang dari kamu berwudhu, maka hendaklah ia memasukkan air ke
dalam hidungnya lalu ia keluarkan kembali.” (Shahih, HR. Bukhari, Muslim, dan
selainnya)
b. Mencuci kedua tangan hingga siku
Mengenai masalah ini ulama juga telah sepakat tentang wajibnya mencuci
kedua tangan ketika berwudhu. Dan batasan mencuci tangan adalah sampai ke
siku yaitu siku itu ikut dicuci ketika wudhu dan ini-lah yang kebih aman, wallahu
a’lam.
c. Mengusap kepala
Dan cara mengusap disini adalah seluruh kepala, bukan hanya sebagian saja
karena pendapat yang mengatakan mengusap seluruh kepala lebih kuat dan lebih
aman untuk dilakukan.
Dan jika kepala dibalut dengan sorban atau yang semisal boleh juga
mengusap hanya mengusap depan kepala dan sorbannya. Adapun untuk wanita
maka Syaikh Abu Malik Kamal mengatakan, “Saya tidak mengetahui adanya dalil
yang membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam masalah ini. Akan
tetapi boleh bagi wanita mengusap bagian atas kerudungnya.[7]
d. Mencuci kedua kaki hingga mata kaki
Dalilnya adalah lanjutan Surat Al-Maidah ayat 6
7 Moehari Kardjono, Kedahsyatan Wudhu, Yogyakarta: Best Publisher, 2009, hlm 94-95
4
لكعبين ٱوأرجلكم إلى “Dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki”
Mencuci kedua kaki disini wajib menurut jumhurul ulama. Dan mata kaki
disini termasuk ke dalam bagian yang wajib dicuci. Begitu juga menyela-nyela
jari kaki dan tangan juga wajib jika mencuci jari-jari tidak sempurna kecuali
dengan menyela-nyelanya.
e. Tertib
Yaitu membersihkan anggota wudhu satu demi satu secara berurutan seperti
yang diperintahkan Allah dalam ayat-Nya dan inilah pendapat yang benar. Karena
semua perawiyang meriwayatkan tentang tata cara wudhu Nabi meriwayatkannya
dengan tertib.
f. Al-Muwalat (berturut-turut)
Yaitu berturut-turut dalam membasuh anggota-anggota wudhu. Yaitu tidak
menyela antara satu dengan yang lainnya dalam waktu yang lama. Ini
adalahpendapatnya Imam Syafi’i dalam pendapat lamanya dan Imam Ahmad
dalam riwayat yang masyhur. Walaupun ini masih diperselisihkan ulama, akan
tetapi keluar dari perselisihan ulama adalah lebih baik dan ini-pun bukan sesuatu
yang sulit untuk dilakukan.
E. Sunnat-Sunnat Wudhu
Adapun sunatnya wudhu ada 10 perkara yaitu :1. Membaca Basmallah pada permulaanya.
2. Membasuh kedua telapak tangan sampai pada pergelangannya.
3. Berkumur sesudah membasuh kedua telapak tangan.
4. Meratakan didalam mengusap kepala.
5. Mengusap bagian kedua telinga.
6. Memasukan air kedalam selah – selah rambut jenggot.
7. Memasukan air pada selah – selah jari kedua tangan dan kaki.
8. Mendahulukan anggota wudhu yang kanan daripada yang kiri.
9. Mengulang tiga kali pada setiap anggota yang dibasuh atau diusap.
10. Sambung – menyambung[8]
Para fuqaha mengatakan bahwa wudu’ juga sunah untuk :9
8 Sa’id bin ‘Ali, Thaharah Nabi, Yogyakarta: Media Hidayah ,2004, hlm 78-799 Drs. H. Moh. Rifa’I, Ilmu Fiqih Islam Lengkap. (Semarang : PT. Karya Toha Putra, 1978). Hlm. 63
5
1. Persiapa shalat sebelum masuk waktunya
2. Masuk masjid
3. Masuk tempat-tempat suci
4. Sa’I dalam haji
5. Shalat Jenazah
6. Ziarah Kubur
7. Membaca al-Qur’an
8. Do’a dan menunaikan hajat
9. Sujud syukur
10. Azan
11. Suami istri dimalam pengantin
12. Sebelum tidur
13. Sebelum berkumpul dengan istri
14. Aktifitas sehari – hari.
F. Makruh-makruh Wudhu
Adapun yang dapat memakruhkan wudhu diantaranya :
1. Meninggalkan salah satu sunat wudhu
2. Berbicara di saat berwudhu
3. Berwudhu di tempat yang bernajis
4. Berlebih-lebihan berkumur-kumur dan mengisap-isap bagi yang berpuasa
5. Berwudhu dengan air yang terkena sinar matahari
G. Hal-hal yang membatalkan Wudhu
1. Keluar Sesuatu Dari Dua Jalan
Semuanya yang keluar dari dua jalan yakni kemaluan dan anus adalah
membatalkan wudhu.
2. Keluarnya benda najis dari badan.
Air kencing dan kotoran itu membatalkan wudhu, baik dalam jumlah sedikit
maupun banyak. Namun jika yang keluar adalah selain keduanya, seperti darah
yang banyak, muntahan yang banyak, maka ada yang mengatakan bahwa semua
itu yang dianggap membatalkan wudhu, jika jumlahnya banyak dan jelas-jelas
merupakan najis.
3. Madzi Dan Wadzi
Menurut empat mazhab madzi dan wadzi dapat membatalkan wudhu, tetapi
menurut Imamiyah tidak sampai membatalkan wudhu. Hanya Maliki memberikan
6
pengecualian bagi orang yang selalu keluar madzi. Orang yang seperti ini tidak
diwajibkan berwudhu lagi.[10]
4. Hilang Akal
Hilang akal karena mabuk, gila, pingsan, atau naik pitam, maka menurut
kesepakatan para ulama ia dapat membatalkan wudhu. Tapi kalau masalah tidur,
Imamiyah berpendapat: kalau hati, pendengaran, dan penglihatan tidak berfungsi
sewaktu ia tidur, sehingga ia tidak dapat mendengar pembicaraan orang-orang di
sekitarnya dan tidak dapat memahaminya, baik orang yang tidur tersebut dalam
keadaan duduk, terlentang atau berdiri, maka bila sudah demikian dapat
membatalkan wudhu. Pendapat ini hampir sama dengan pendapat Hambali.
Hanafi berpendapat :”Kalau orang yang mempunyai wudhu itu tidur dengan
terlentang, atau tertelungkup pada salah satu pahanya, maka wudhunya menjadi
batal. Tapi kalau tidur duduk, berdiri, ruku’ atau sujud, maka wudhunya tidak
batal. Barang siapa yang tidur pada saat sholat dan keadaannya tetap pada posisi
seperti shalat, maka wudhunya tidak batal, walaupun tidur sampai lama”.
Imam Syafi’i mengatakan :”Kalau anusnya tetap pada tempat duduknya,
seperti mulut botol yang tertutup, maka tidur yang demikian itu tidak sampai
membatalkan wudhu, walaupun tidur sampai lama”
Imam Malik mengatakan :”Membedakan antara tidur ringan dengan tidur
berat. Kalau tidur ringan, tidak membatalkan wudhu, begitu juga kalau tidur berat
dan waktunya hanya sebentar, serta anusnya tertutup. Tapi kalau ia tidur berat,
dan waktunya panjang, ia dapat membatalkan wudhu, baik anusnya tertutup
maupun terbuka”.
5. Mani
Mani dapat membatalkan wudhu, menurut Hanafi, Maliki dan Hambali,
tetapi menurut Syafi’I, ia tidak membatalkan wudhu. Sedangkan menurut
Imamiyah, mani itu hanya diwajibkan mandi bukan berwudhu.
6. Menyentuh
Imam Syafi’I mengatakan kalau orang berwudhu itu menyentuh wanita lain
tanpa adanya aling-aling (batas), maka wudhunya batal, tapi kalau bukan wanita
lain seperti saudara wanita maka wudhunya tidak batal.
Menurut Imam Hanafi : wudhu itu tidak batal kecuali dengan menyentuh,
dimana sentuhan itu dapat menimbulkan ereksi pada kemaluan.
Menurut Imamiyah : menyentuh itu tidak dapat membatalkan wudhu secara
mutlak. Ini kalau sentuhan itu pada wanita. Begitu pula orang yang berwudhu itu
10 Moh. Rifa’i, Risalah Tuntunan Shalat, Semarang: Karya Toha Putra,2005, hlm 18
7
menyentuh kemaluannya, baik anus maupun qubulnya tanpa adanya aling-aling,
maka menurut Imamiyah dan Hanafi ia tidak membatalkan wudhu.
Syafi’i dan Hambali mengatakan bahwa menyentuh itu dapat membatalkna
wudhu secara mutlak, baik sentuhan dengan telapak tangan maupun dengan
belakangnya.
Imam Malik mengatakan : ada hadits yang diriwayatkan oleh mereka, yang
membedakan antara menyentuh dengan telapak tangan. Yakni, jika ia menyentuh
dengan telapak tangan (bagian depan) maka membatalkan wudhu, tetapi jika
menyentuh dengan belakangnya tidak membatalkan wudhu.
7. Muntah
Muntah menurut Imam Hambali ia dapat membatalkan wudhu secara
mutlak, sedangkan menurut Imam Hanafi muntah dapat membatalkan wudhu
kalau sampai memenuhi mulut. Sedangkan menurut Imam Syafi’i, Imamiyah dan
Imam Malik muntah tidak membatalkan wudhu.
8. Darah dan Nanah
Sesuatu yang keluar dari badan bukan dari dua jalan (qubul dan dubur),
seperti darah dan nanah, maka menurut Imamiyah, Syafi’i dan Maliki ia tidak
membatalkan wudhu.Sedangkan menurut Imam Hanafi ia dapat membatalkan
wudhu, jika mengalir dari tempat keluarnya. Sedangkan menurut Imam Hambali
ia dapat membatalkan wudhu dengan syarat darah dan nanah yang keluar itu
banyak.
9. Tertawa
Menurut kesepakatan semua kaum muslimin, tertawa itu dapat membatalkan
sholat, tetapi tidak dapat membatalkan wudhunya ketika sholat, maupun di
luarnya kecuali menurut Hanafi. Menurut Imam Hanafi tetawa dapat
membatalkan wudhu kalau tertawanya itu sampai terbahak-bahak di dalam sholat,
tetapi di luar sholat tidak membatalkan wudhu.
8
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berwudhu adalah tindakan yang harus dilakukan seorang Muslim sebelum
melaksanakan shalat, karena wudhu sendiri merupakan salah satu syarat sah shalat.
Pengertian wudhu sendiri menurut syara’ adalah, membersihkan anggota wudhu untuk
menghilangkan hadats kecil.
Fardhu Wudu’ ada 6 yakni :
1. Niat: hendaknya berniat menghilangkan hadast kecil, dan cara melakukannya tepat pada
waktu membasuh muka, sesuai dengan pengertian niat itu sendiri :
2. Membasuh seluruh muka (mulai dari tumbuhnya rambut kepala hingga bawah dagu, dan
dari telinga kanan hingga telinga kiri)
3. Membasuh kedua tangan sampai siku-siku
4. Mengusap sebagian rambut kepala
5. Membasuh kedua belah kaki sampai mata kaki
6. Tertib (berturut-turut), artinya mendahulukan mana yang harus didahulukan, dan
mengakhirkan mana yang harus diakhirkan.
Dan wudhu’ juga disunahkan untuk hal-hal beribadah yang lain, yang mengandung nilai
– nilai kebajikan di luar dari pada ibadah shalat wajib, karena wudu’ adalah cahaya dan
menjadi Shilahul Mu’minin.
9
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Beni, Fiqih Ibadah, Bandung: Pustaka Setia, 2009Al-Qur’an Terjemahan, QS. Al-Maidah(5):6Ali Sa’id bin, Thaharah Nabi, Yogyakarta: Media Hidayah ,2004Hamid Abdul, Fikih Ibadah, Curup: LP2 Stain Curup, 2010Rasyid Sulaiman, Fiqh Islam, Cet: 49, Bandung: Sinar Baru Algensido, 2010 Kardjono Moehari, Kedahsyatan Wudhu, Yogyakarta: Best Publisher, 2009Rifa’I Mohammad, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, Semarang : PT. Karya Toha Putra, 1978 Rifa’I Mohammad, Risalah Tuntunan Shalat, Semarang: Karya Toha Putra,2005http://ki-stainsamarinda.blogspot.com/2012/08/wudhu.html diakses pada tanggal 16 September 2014http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/seluk-beluk-wudhu.html diakses pada tanggal 21 / 09 /201 4
10