makalah spondilitis tb

18
KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat- Nya, makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu. Ucapan terima kasih dan penghargaan penyusun ucapkan kepada dr. Irina Kemala Nasution, Sp.S sebagai pembimbing di Departemen Neurologi RSUP. Haji Adam Malik Medan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan waktunya dalam membimbing dan membantu selama pelaksanaan makalah ini. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, segala kritik dan saran yang membangun atas laporan kasus ini dengan senang hati penyusun terima. Penyusun memohon maaf atas segala kekurangan yang diperbuat dan semoga penyusun dapat membuat makalah lain yang lebih baik di kemudian hari. Akhir kata, penyusun berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Medan, 29 Maret 2013 Penyusun ii

Upload: inani-nabila-lahuri

Post on 19-Jan-2016

461 views

Category:

Documents


27 download

DESCRIPTION

spondilitis tuberkulosis

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Spondilitis Tb

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya, makalah ini dapat

diselesaikan tepat waktu.

Ucapan terima kasih dan penghargaan penyusun ucapkan kepada dr. Irina Kemala

Nasution, Sp.S sebagai pembimbing di Departemen Neurologi RSUP. Haji Adam Malik

Medan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan waktunya dalam membimbing

dan membantu selama pelaksanaan makalah ini.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,

segala kritik dan saran yang membangun atas laporan kasus ini dengan senang hati penyusun

terima. Penyusun memohon maaf atas segala kekurangan yang diperbuat dan semoga

penyusun dapat membuat makalah lain yang lebih baik di kemudian hari.

Akhir kata, penyusun berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi para

pembaca.

Medan, 29 Maret 2013

Penyusun

ii

Page 2: Makalah Spondilitis Tb

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................. ii

Daftar isi............................................................................................................................. iii

Bab I Pendahuluan.......................................................................................................... 1

Bab II Tinjauan Pustaka................................................................................................... 2

2.1. Definisi ............................................................................................................ 2

2.2. Epidemiologi ................................................................................................... 2

2.3. Etiologi ............................................................................................................ 2

2.4. Patogenesis....................................................................................................... 2

2.5. Manifestasi Klinis............................................................................................. 4

2.6. Pemeriksaan Penunjang ................................................................................... 5

2.7. Diagnosis.......................................................................................................... 6

2.8. Penatalaksanaan ............................................................................................... 6

2.9. Prognosis ......................................................................................................... 8

BAB III Kesimpulan ......................................................................................................... 9

Daftar Pustaka .................................................................................................................. 10

iii

Page 3: Makalah Spondilitis Tb

BAB I

PENDAHULUAN

Spondilitis tuberkulosa atau tuberculosis spinal yang dikenal pula dengan nama Pott’s

disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis merupakan suatu penyakit yang

banyak terjadi di seluruh dunia. Terhitung kurang lebih 3 juta kematian terjadi setiap

tahunnya dikarenakan penyakit ini.

Penyakit ini pertama kali dideskripsikan oleh Percival Pott pada tahun 1779 yang

menemukan adanya hubungan antara kelemahan alat gerak bawah dengan kurvatura tulang

belakang, tetapi hal tersebut tidak dihubungkan dengan basil tuberkulosa hingga

ditemukannya basil tersebut oleh Koch tahun 1882, sehingga etiologi untuk kejadian tersebut

menjadi jelas.

Di waktu yang lampau, spondilitis tuberkulosa merupakan istilah yang dipergunakan

untuk penyakit pada masa anak-anak, yang terutama berusia 3-5 tahun. Saat ini dengan

adanya perbaikan pelayanan kesehatan, maka insidensi usia ini mengalami perubahan

sehingga golongan umur dewsa menjadi lebih sering terkena dibandingkan anak-anak.

Terapi konservatif yang diberikan pada pasien tuberkulosa tulang belakang

sebenarnya memberikan hasil yang baik, namun pada kasus-kasus tertentu diperlukan

tindakan operatif serta tindakan rehabilitasi yang harus silakukan dengan baik sebelum

ataupun setelah penderita menajalani tindakan operatif.

1

Page 4: Makalah Spondilitis Tb

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang

mengenai tulang belakang.

2.2. Epidemiologi

Berdasarkan laporan WHO, kasus baru TB di dunia lebih dari 8 juta per tahun.

Diperkirakan 20-33% dari penduduk dunia terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis.

Indonesia adalah penyumbang terbesar ketiga setelah India dan China yaitu dengan

penemuan kasus baru 583.000 orang pertahun, kasus TB menular 262.000 orang dan angka

kematian 140.000 orang pertahun.

Kejadian TB ekstrapulmonal sekitar 4000 kasus setiap tahun di Amerika, tempat yang

palking sering terkena adalah tulang belakang yaitu terjadi hamper setengah dari kejadian TB

ekstrapulmonal yang mengenai tulang dan sendi. Tuberculosis ekstrapulmonal dapat terjadi

pada 25%-30% anak yang terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5%-10% anak

yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun, namun dapat juga 2-3 tahun

kemudian.

2.3. Etiologi

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman

Mycobacterium tuberculosis yang merupakan anggota ordo Actinomicetales dan family

Mycobacteriase. Basil tuberkul berbentuk batang lengkung, gram positif lemah yaitu sulit

untuk dihapus walaupun dengan zat asam, sehingga disebut sebagai kuman batang tahan

asam. Hal ini disebabkan oleh karena kuman bacterium memiliki dinding sel yang tebal yang

terdiri dari lapisan lilin dan lemak (asam lemak mikolat). Selain itu bersifat pleimorfik, tidak

bergerak dan tidak membentuk spora serta memiliki panjang sekitar 2-4 μm.

2.4. Patogenesis

Patogenesa penyakit ini sangat tergantung dari kemampuan bakteri menahan cernaan

enzim lisosomal dan kemampuan host untuk memobilisasi immunitas seluler. Jika bakteri

tidak dapat diinaktivasi, maka bakteri akan bermultiplikasi dalam sel dan membunuh sel itu.

Komponen lipid, protein serta polisakarida sel basil tuberkulosa bersifat immunogenik,

2

Page 5: Makalah Spondilitis Tb

sehingga akan merangsang pembentukan granuloma dan mengaktivasi makrofag. Beberapa

antigen yang dihasilkannya juga dapat juga bersifat immunosupresif.

Virulensi basil tuberkulosa dan kemampuan mekanisme pertahanan host akan

menentukan perjalanan penyakit. Pasien dengan infeksi berat mempunyai progresi yang

cepat; demam, retensi urine dan paralisis arefleksi dapat terjadi dalam hitungan hari. Respon

seluler dan kandungan protein dalam cairan serebrospinal akan tampak meningkat, tetapi

basil tuberkulosa sendiri jarang dapat diisolasi. Pasien dengan infeksi bakteri yang kurang

virulen akan menunjukkan perjalanan penyakit yang lebih lambat progresifitasnya, jarang

menimbulkan meningitis serebral dan infeksinya bersifat terlokalisasi dan terorganisasi.

Kekuatan pertahanan pasien untuk menahan infeksi bakteri tuberkulosa tergantung

dari:

1. Usia dan jenis kelamin

Terdapat sedikit perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan hingga masa

pubertas. Bayi dan anak muda dari kedua jenis kelamin mempunyai kekebalan yang lemah.

Hingga usia 2 tahun infeksi biasanya dapat terjadi dalam bentuk yang berat seperti

tuberkulosis milier dan meningitis tuberkulosa, yang berasal dari penyebaran secara

hematogen. Setelah usia 1 tahun dan sebelum pubertas, anak yang terinfeksi dapat terkena

penyakit tuberkulosa milier atau meningitis, ataupun juga bentuk kronis lain dari infeksi

tuberkulosa seperti infeksi ke nodus limfatikus, tulang atau sendi.

Sebelum pubertas, lesi primer di paru merupakan lesi yang berada di area lokal,

walaupun kavitas seperti pada orang dewasa dapat juga dilihat pada anak-anak malnutrisi di

Afrika dan Asia, terutama perempuan usia 10-14 tahun.

Setelah pubertas daya tahan tubuh mengalami peningkatan dalam mencegah

penyebaran secara hematogen, tetapi menjadi lemah dalam mencegah penyebaran penyakit di

paru-paru.

Angka kejadian pada pria terus meningkat pada seluruh tingkat usia tetapi pada wanita

cenderung menurun dengan cepat setelah usia anak-anak, insidensi ini kemudian meningkat

kembali pada wanita setelah melahirkan anak. Puncak usia terjadinya infeksi berkisar antara

usia 40-50 tahun untuk wanita, sementara pria bisa mencapai usia 60 tahun.

2. Nutrisi

Kondisi malnutrisi (baik pada anak ataupun orang dewasa) akan menurunkan

resistensi terhadap penyakit.

3

Page 6: Makalah Spondilitis Tb

3. Faktor toksik

Perokok tembakau dan peminum alkohol akan mengalami penurunan daya tahan

tubuh. Demikian pula dengan pengguna obat kortikosteroid atau immunosupresan lain.

4. Penyakit

Adanya penyakit seperti infeksi HIV, diabetes, leprosi, silikosis, leukemia

meningkatkan resiko terkena penyakit tuberkulosa.

5. Lingkungan yang buruk (kemiskinan)

Kemiskinan mendorong timbulnya suatu lingkungan yang buruk dengan pemukiman

yang padat dan kondisi kerja yang buruk disamping juga adanya malnutrisi, sehingga akan

menurunkan daya tahan tubuh.

6. Ras

Ditemukan bukti bahwa populasi terisolasi contohnya orang Eskimo atau Amerika

asli, mempunyai daya tahan tubuh yang kurang terhadap penyakit ini.

2.5. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa yaitu:

a. Badan lemah, lesu, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun.

b. Suhu subfebril terutama pada malam hari dan sakit (kaku) pada punggung. Pada anak-

anak sering disertai dengan menangis pada malam hari.

c. Pada awal dijumpai nyeri interkostal, nyeri yang menjalar dari tulang belakang ke

garis tengah atas dada melalui ruang interkostal. Hal ini disebabkan oleh tertekannya

radiks dorsalis di tingkat torakal.

d. Nyeri spinal menetap dan terbatasnya pergerakan spinal. Deformitas pada punggung

(gibbus).

e. Pembengkakan setempat (abses)

f. Adanya proses TBC. Kelainan neurologis yang terjadi pada 50% kasus spondilitis

tuberkulosa karena proses destruksi lanjut berupa:

i. Paraplegia, paraparesis, atau nyeri radiks saraf akibat penekanan medulla

spinalis yang menyebabkan kekakuan pada gerakan berjalan dan nyeri.

ii. Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai yang bersifat UMN dan adanya

batas defisit sensorik setinggi tempat gibbus atau lokalisasi nyeri interkostal.

4

Page 7: Makalah Spondilitis Tb

2.6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan rutin yang biasa dilakukan untuk menentukan adanya infeksi

Mycobacterium tuberculosis adalah:

a. Uji tuberkulin (Mantoux test)

Uji ini merupakan tes yang dapat mendeteksi adanya infeksi tanpa adanya manifestasi

penyakit, dapat menjadi negative ole karena anergi yang berat atau kekurangan energi

protein. Uji tuberkulin ini tidak dapat untuk menentukan adanya TB aktif.

b. Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED)

LED akan meningkat dengan hasil >100 mm/jam.

c. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiologi pada tulang belakang sangat mutlak dilaksanakan untuk

melihat kolumna vertebralis yang terinfeksi pada 25%-60% kasus. Vertebra lumbal I

paling sering terinfeksi pada bagian anterior korpus vertebrae dan menyebar ke

lapisan subkondral tulang.

Pada beberapa kasus infeksi terjadi di bagian anterior dari badan vertebrae sampai ke

diskus intervertebrae yang ditandai oleh destruksi dari end plate. Elemen posterior

biasanya juga terkena. Penyebaran ke diskus invertebrae terjadi secara langssung

sehingga menampakkan erosi pada badan vertebra anterior yang disebabkan oleh

abses jaringan lunak.

d. Computerized tomography scan (CT scan)

Dikerjakan untuk dapat menjelaskan sklerosis tulang belakang dan destruksi pada

badan vertebrae sehingga dapat menentukan kerusakan dan perluasan ekstensi

posterior jaringan yang mengalami radang, material tulang, dan untuk mendiagnosis

keterlibatan spinal posterior serta keterlibatan sacroiliac joint dan sacrum.

Hal tersebut dapat membantu memandu biopsi dan intervensi perencanaan

pembedahan. Pemeriksaan CT scan diindikasikan bila pemeriksaan radiologi hasilnya

meragukan. Gambaran CT scan pada spondilitis TB tampak kalsifikasi pada psoas

disertaai dengan adanya kalsifikasi periferal.

e. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Dilaksanakan untuk mendeteksi massa jaringan, appendicular TB, luas penyakit, dan

penyebaran subligamentous dari debris tuberculous.

f. Biopsi tulang

Bermanfaat pada kasus yang sulit, namun memerlukan tingkat pengerjaan dan

pengalaman yang tinggi serta pemeriksaan histologi yang baik. Pada pemeriksaan

5

Page 8: Makalah Spondilitis Tb

histologi akan ditemukan nekrosis kaseosa dan formasi sel raksasa, sedangkan bakteri

tahan asam tidak ditemukan dan biakan sering memberikan hasil yang negatif.

2.7. Diagnosis

Diagnosis spondilitis TB dapat ditegakkan dengan jalan pemeriksaan klinis secara

lengkap termasuk riwayat kontak dekat dengan pasien TB, epidemiologi, gejala klinis dan

pemeriksaan neurologi. Metode pencitraan modern seperti X-ray, CT scan, MRI dan

ultrasound akan sangat membanti menegakkan diagnosis spondilitis TB, pemeriksaan

laboratorium dengan ditemukan basil Mycobacterium tuberculosis akan memberikan

diagnosis pasti.

2.8. Penatalaksanaan

Pada prinsipnya pengobatan spondilitis tuberkulosa harus dilakukan segera untuk

menghentikan progresivitas penyakit dan mencegah atau mengkoreksi paraplegia atau defisit

neurologis. Prinsip pengobatan Pottds paraplegia yaitu:

1. Pemberian obat antituberkulosis.

2. Dekompresi medula spinalis.

3. Menghilangkan atau menyingkirkan produk infeksi.

4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft).

Pengobatan pada spondilitis tuberkulosa terdiri dari:

1. Terapi konservatif.

a. Tirah baring (bed rest).

b. Memberi korset yang mencegah atau membatasi gerak vertebra.

c. Memperbaiki keadaan umum penderita.

d. Pengobatan antituberkulosa.Standar pengobatan berdasarkan program P2TB paru

yaitu:

i. Kategori I untuk penderita baru BTA (+/-) atau rontgen (+).

a) Tahap 1 diberikan Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg, dan

Pirazinamid 1500 mg setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali).

b) Tahap 2 diberikan Rifampisin 450 mg dan INH 600 mg 3 kali seminggu selama 4

bulan (54 kali).

ii. Kategori II untuk penderita BTA (+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan,

termasuk penderitayang kambuh.

6

Page 9: Makalah Spondilitis Tb

a) Tahap 1 diberikan Streptomisin 750 mg, INH 300 mg, Rifampisin 450 mg,

Pirazinamid 1500 mg, danEtambutol 750 mg setiap hari. Streptomisin injeksi hanya 2

bulan pertama (60 kali) dan obat lainnyaselama 3 bulan (90 kali).

b) Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg, dan Etambutol 1250 mg 3 kali

seminggu selama 5bulan (66 kali).Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila

keadaan umum penderita bertambah baik, LED menurun danmenetap, gejala-gejala

klinis berupa nyeri dan spasme berkurang, serta gambaran radiologis

ditemukanadanya union pada vertebra.

2. Terapi operatifa.

a. Apabila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah

semakin berat. Biasanya 3minggu sebelum operasi, penderita diberikan obat

tuberkulostatik.

b. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka,

debrideman, dan bone graft.

c. Pada pemeriksaan radiologis baik foto polos, mielografi, CT, atau MRI ditemukan

adanya penekanan padamedula spinalis (Ombregt, 2005).Walaupun pengobatan

kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita spondilitis tuberkulosa

tetapioperasi masih memegang peranan penting dalam beberapa hal seperti apabila

terdapat cold absces (abses dingin),lesi tuberkulosa, paraplegia, dan kifosis.

a. Cold absces

Cold absces yang kecil tidak memerlukan operasi karena dapat terjadi resorbsi spontan

dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang besar dilakukan drainase bedah.

b. Lesi tuberkulosa

i. Debrideman fokal.

ii. Kosto-transveresektomi.

iii. Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.

c. Kifosis

i. Pengobatan dengan kemoterapi.

ii. Laminektomi.

iii. Kosto-transveresektomi.

iv. Operasi radikal.

v. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang.Operasi kifosis dilakukan

apabila terjadi deformitas hebat. Kifosis bertendensi untuk bertambah berat,terutama

pada anak. Tindakan operatif berupa fusi posterior atau operasi radikal.

7

Page 10: Makalah Spondilitis Tb

2.9. Prognosis

Prognosa pasien dengan spondilitis tuberkulosa sangat tergantung dari usia dan

kondisi kesehatan umum pasien, derajat berat dan durasi defisit neurologis serta terapi yang

diberikan.

a. Mortalitas

Mortalitas pasien spondilitis TB mengalami penurunan seiring dengan ditemukannya

kemoterapi (menjadi kurang 5%, jika pasien didiagnosa dini dan patuh dengan

regimen terapi dan pengawasan ketat).

b. Relaps

Angka kemungkinan kekambuhan pasien yang diterapi antibiotik dengan regimen

medis saat ini dan pengawasan yang ketat hampit mencapai 0%.

c. Kifosis

Kifosis progresif selain merupakan deformitas yang mempengaruhi kosmetis secara

signifikan, tetapi juga dapat menyebabkan timbulnya defisit neurologis atau

kegagalan pernafasan dan jantung karena keterbatasan fungsi paru.

d. Defisit neurologis

Defisit neurologis pada pasien spondilitis TB dapat membaik secara spontan tanpa

operasi atau kemoterapi. Tetapi secara umum, prognosis membaik dengan

dilakukannya operasi dini.

e. Usia

Pada anak-anak, prognosis lebih baik dibandingkan dengan orang dewasa

f. Fusi

Fusi tulang yang solid merupakan hal yang penting untuk pemulihan permanen

spondilitis tuberkulosa.

8

Page 11: Makalah Spondilitis Tb

BAB III

KESIMPULAN

Spondilitis TB adalah merupakan masalah penyakit yang kompleks dengan

manifestasi klinis yang bervariasi. Walaupun insidensi spinal tuberkulosa secara umum di

dunia telah berkurang pada beberapa dekade belakangan ini dengan adanya perbaikan

distribusi pelayanan kesehatan dan perkembangan regimen kemoterapi yang efektif, penyakit

ini akan terus menjadi suatu masalah kesehatan di negara-negara yang belum dan sedang

berkembang dimana diagnosis dan terapi tuberkulosa sistemik mungkin dapat tertunda.

Kemoterapi yang tepat dengan obat antibuberkulosa biasanya bersifat kuratif, akan

tetapi morbiditas yang berhubungan dengan deformitas spinal, nyeri dan gejala sisa

neurologis dapat dikurangi secara agresif dengan intervensi operasi, program rehabilitasi

serta kerja sama yang baik antara pasien, keluarga dan tim kesehatan.

9

Page 12: Makalah Spondilitis Tb

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Tuberculosis. Didapat dari

http://www.wheelessonline.com/ortho/tuberculosis. Diakses tanggal 28 Maret 2013.

2. Anonim. Tuberculosis spondylitis. Didapat dari

http://www.wheelessonline.com/ortho/tuberculousspondylitis. Diakses tanggal 28

Maret 2013.

3. Batra V. Tuberculosis. Didapat dar http:// www.emedicine.com/ped/topic2321.htm.

Diakses tanggal 28 Maret 2013.

4. Currier B.L, Eismont F.J. Infections of The Spine. In : The spine. 3rd ed.

Rothman Simeone editor. Philadelphia : W.B. Sauders, 1992 : 1353-64

5. Herchline T. Tuberculosis. Didapat dari http://

www.emedicine.com/med/topic2324.htm. Diakses tanggal 28 Maret 2013.

6. Hidalgo A. Pott disease (tuberculous spondylitis). Didapat dari

http://www.emedicine.com/med/topic1902.htm. Diakses tanggal 28 Maret 2013.

7. Savant C. Rajamani K. Tropical Diseases of the Spinal Cord In: Critchley E, Eisen A.,

editor. Spinal Cord Disease: Basic Science, Diagnosis and Management. London:

Springer-Verlag, 1997: 378-87

8. Utji R, Harun H. Kuman tahan asam. Dalam: Syarurahman A, Chatim A, Soebandrio

AWK. Buku ajar mikrobiologi Kedokteran. Edisi revisi. Jakarta: Binarupa Aksara;

1994.

10