makalah senior
DESCRIPTION
form UR dan SIGTRANSCRIPT
MERENCANAKAN REKAYASA LALU LINTAS JALAN PERKOTAAN DAN PERSIMPANGAN ANTARA MARGONDA RAYA DAN JUANDA
2 SIPIL 1 SORE
JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
DEPOK
April 2013
OLEH:
Abdurrahman
Asep sdrajad
Furqon M Noer
M Mughny Halim
Nabil
Riniati Simbolon
Riska Safaria
Rizky Putra A
Saali Wirana
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan Tugas Besar Konstruksi Jalan Raya 2, Rekayasa Lalu Lintas.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dalam
penyelesaian Tugas Besar ini. Terima kasih kepada Bapak Dr. sc. H.Zainal Nur Arifin, Dipl.-
Ing. HTL,MT , selaku dosen pengajar mata kuliah Konstruksi Jalan Raya 2, orang tua kami
atas segala dukungan dan motivasinya, semua teman-teman yang menemani dan
mendukung pembuatan Tugas Besar ini, dan semua pihak yang terkait dengan kegiatan
pembuatan Tugas Besar ini hingga selesai.
Dalam pembuatan Tugas Besar Rekayasa Lalu Lintas ini banyak kendala yang kami
temui saat survey maupun dalam menganalisa, namun kami dapat menhadapinya dan
menyelesaikan Tugas Besar ini. Kami tidak memungkiri kalau ada kesalahan dalam
penyusunan Tugas Besar ini baik dalam kata maupun penempatannya. Oleh karena itu, kritik
dan saran sangat kami harapkan untuk menyempurnakan Tugas Besar ini dikesempatan
yang akan datang.
Depok, April 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
UMUM
Dengan semakin majunya perkembangan pembangunan saat ini, kebutuhan akan
penggunaan jalan amatlah penting. Baik untuk masyarakat yang berada di perkotaan
maupun di pedesaan, terlebih dalam pemenuhan perekonomian masyarakat itu sendiri yang
nantinya diharapkan dapat menciptakan keselarasan dan kesejahteraan masyarakat
sehingga negara kita dapat maju dan dapat tercapainya tujuan pembangunan itu sendiri.
Seperti diketahui bahwa sekarang ini banyak sekali alat transportasi yang dapat
digunakan, namun alat transportasi daratlah yang banyak dan sering digunakan oleh
pemakainya. Sekarang ini pengaturan lalu lintas tidak hanya terbatas pada arus lalu lintas
saja, tetapi juga dirasakan perlu diketahui hubungan dan akibat dari adanya fasilitas-fasilitas
transportasi pada keadaan lingkungan sekitarmya, sehingga akan sesuai dengan apa yang
diingini. Manajemen lalu lintas harus dilihat sebagai bagian yang tak terpisahkan dari teknik
transportasi dimana jaringan jalan raya merupakan suatu bagian dari sistem transportasi
secara keseluruhan.
Untuk memenuhi hal-hal tersebut, setiap pihak- pihak yang berkaitan sangatlah
dituntut kerjasamanya yang baik. Pemerintah telah merencanakan dan meningkatkan
prasarana jalan yang sudah ada sedangkan pemakai jalan dituntut untuk menjaga dan
memelihara jalan tersebut agar tingkat pelayanan dapat terpenuhi. Selain hal diatas perlu
juga fasilitas penunjang, antara lain rambu-rambu lalu lintas, pemisah arah dsb.Pemisah
arah (Median) merupakan salah satu fasilitas yang juga berpengaruh pada karakteristik arus
lalu lintas. Penempatan median bertujuan untuk memisahkan arus dalam lalu lintas yang
berlawanan, sehingga efektifitas jalan dapat ditingkatkan.
1.1LATAR BELAKANG
Jalan merupakan suatu sarana transportasi yang sangat penting karena dengan
jalanmaka daerah yang satu dapat berhubungan dengan daerah yang lainnya. Untuk
menjamin agarjalan dapat memberikan pelayanan sebagaimana yang diharapkan, maka
selalu diusahakan peningkatan-peningkatan jalan itu. Dengan bertambahnya jumlah
kendaraan bermotor, hal ini menyebabkan meningkatnya jumlah arus lalu lintas dengan
kemampuan jalan yang terbatas.
Keadaan jalan yang macet bukanlah hal yang baru dialami di kota-kota besar
khususnya di Indonesia. Hal ini diutamakan karena bertambahnya keinginan masyarakat
untuk menggunakan kendaraan-kendaraan bermotor pribadi untuk memenuhi aktivitas
kehidupannya tanpa melihat jauh dampak yang ditimbulkan. Dengan selalu bertambahnya
pengguna jalan, terutama pada jam-jam tertentu sehingga menuntut adanya peningkatan
kualitas dan kuantitas suatu jalan, untuk itulah perlu adanya penelitian mengenai kapasitas
jalan yang ada sehingga dapat dievaluasi dan dianalisa untuk mengantisipasi perkembangan
jumlah kendaraan dan perkembangan penduduk khususnya di kota Depok.
Jalan Margonda Raya yang ada dikota Depok merupakan jalan yang cukup vital
dengan tipe jalan 4 lajur 2 arah, dimana ada sebagian jalan yang menggunakan pemisah
jalan permanen dan ada pula yang tidak menggunakan pemisah jalan. Dengan kondisi jalan
yang termasuk kawasan pemukiman, pertokoan, sekolah, rumah sakit, tempat ibadah, dan
sebagainya yang menyebabkan lalu lintas jalan tersebut mengalami perkembangan sesuai
dengan keadaan sekitar jalan tersebut.Untuk itulah perlu adanya diadakan tinjauan
terhadap sistem lalu lintas yang ada dengan dibuatnya pemisah arah jalan.
1.2TUJUAN DAN MANFAAT
Adapun penelitian yang kami lakukan mempunyai maksud untuk meninjau kapasitas
pada Jalan Margonda Raya, di Persimpangan Juanda Depok (Arah luar Kota) sepanjang ± 200
meter setelah adanya pemisah arah permanen. Disamping itu dapat diketahui rasio lalu
lintas dan derajat kejenuhan terhadap kapasitas jalan yang ada.
Melalui ini pula hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Berupa informasi tentang kapasitas jalan. Dari hasil penelitian tersebut akan dapat diketahui
permasalahan yang ada dan mencari alternatif pemecahan masalah yang dihadapi.
Dari hasil penelitian ini juga diharapkan nantinya dapat memberikan informasi dalam
perencanaan transportasi kota pada umumnya dan khususnya perencanaan jalan dalam
pusat kota, sehingga dapat diterapkan dalam usaha memaksimalkan jalan yang ada.Selain
itu hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi
pihak yang terkait dalam merencanakan transportasi kota.
1.3RUANG LINGKUP
Ruang lingkup dari kegiatan ini antara lain:
1. Pengukuran sederhana untuk mendapatkan data primer yaitu data geometrikjalan dan
persimpangan. Meliputi: tipe jalan, panjang segmen jalan, lebarjalur, lebar lajur, lebar
median, lebar separator, lebar bahu, keberadaan kerb,lebar trotoar, lebar pendekat, lebar
masuk persimpangan, tipe alinyemen,marka jalan, rambu lalu lintas dan jenis perkerasan
jalan yang digunakan.
2. Inventarisasi dan identifikasi kondisi lalu lintas yang terdapat pada segmenjalan dan
persimpangan. Meliputi: pemanfaatan bahu jalan, trotoar, danlingkungan di samping jalan
yang dapat mempengaruhi karakteristik lalulintas. Contoh: pemanfaatan bahu jalan untuk
PKL atau parkir.
3. Penggambaran potongan melintang segmen jalan yang ditinjau.
4. Penggambaran hasil pengukuran sederhana dan inventarisasi permasalahandalam peta
situasi.
5. Perhitungan dan pencatatan lalu lintas secara manual yang terklasifikasiberdasarkan jenis
kendaraan serta gerakan kendaraan yang telah ditentukanpada segmen jalan dan
persimpangan. Semua kendaraan yang lewat harusdihitung, kecuali kendaraan-kendaraan
khusus misalnya: mesin gilas, grader,kendaraan konvoi militer, tankbaja, pemadam
kebakaran dan Iain-Iain.
6. Pencatatan hambatan samping yang terjadi di sepanjang segmen jalanberdasarkan klasifikasi
yang ditentukan untuk interval waktu 1 jam daninterval jarak 200 meter.
7. Identifikasi fase sinyal yang digunakan dalam persimpangan. Meliputi: jumlahfase, gerakan
kendaraan dan waktu sinyal pada setiap fase, pengaturanbelok kiri langsung, dan waktu
siklus yang digunakan.
8. Analisis operasional dan perencanaan segmen jalan dan simpang bersinyalyang ditinjau
dengan menggunakan MKJI.
9. Dokumentasi seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan.
1.4PEMBATASAN MASALAH
Daerah atau lokasi yang dijadikan objek penelitian yaitu pada Jalan Margonda Raya.
Untuk mengetahui apakah pemisah arah yang ada dijalan itu sangat berpengaruh terhadap
kinerja jalan atau tidak, maka perlu adanya peninjauan terhadap median jalan yang sudah
ada. Adapun penelitian ini berdasarkan pada ketentuan Manual Kapasitas Jalan Indonesia
(MKJI) tahun 1997, dimana diperlukan data-data pendukung yang didapat melalui survey
seperti volume lalu lintas, hambatan samping, dan geometrik jalan.
Pada pelaksanaan survey yang berhubungan dengan pengumpulan data-data
digunakan beberapa asumsi, yaitu :
1. Daerah Pengamatan dalam menghitung jumlah volume lalu lintas dan hambatan
samping yaitu ± 200 meter.
2. Untuk survey lalu lintas dan hambatan samping diambil pada jam-jam yang
mewakili,dimana dianggap pada jam tersebut kuantitas arus lalu lintas dari jalan
tersebut meningkat (jam puncak), yaitu :
1. Pagi, antara pukul 07.00 – 09.00 WIB, saat orang memulai aktivitas pekerjaan.
2. Siang, antara pukul 11.00 – 13.00 WIB, Saat orang istirahat makan siang.
3. Sore, antara pukul 16.00 – 18.00 WITA, saat orang selesai dari aktivitas
pekerjaan dan pulang kerumah.
4. Volume lalu lintas rata-rata hasil survey selama satu minggu dimana nanti
diharapkan dapat diketahui asumsi hari tersibuk dan jam tersibuk.
5. Untuk volume lalu lintas di sepanjang segmen jalan yang diamati adalah
sama.
6. Untuk survey pengukuran lebar jalur efektif dan lebar jalan efektif dianggap
sama rata.
7. Kinerja yang dihitung hanya pada sampai derajat kejenuhan.
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI TUJUAN
BAB III
METODOLOGI
“Survey Pencacahan Lalu Lintas Dengan Cara Manual”
1. Ruang Lingkup
Pedoman ini mengatur tata cara pencacahan lalu lintas dengan cara manual pada
ruas jalan dan persimpangan untuk berbagai tujuan penggunaan data, seperti analisis
dan geometri, kinerja lalu lintas dan struktur perkerasan jalan maupun manajemen lalu
lintas. Pedoman ini mencakup tata cara survey, organisasi, peralatan dan langkah-
langkah pelaksanaan survey.
2. Acuan Normatif
Undang-Undang RI Nomor : 13 Tahun 1980 tentang Jalan;
Undang-Undang RI Nomor : 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
Undang-Undang RI Nomor : 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
Peraturan Pemerintah RI Nomor : 26 Tahun 1985 tentang Jalan;
Peraturan Pemerintah RI Nomor : 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas;
Peraturan Pemerintah RI Nomor : 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi;
3. Istilah dan Definisi
3.1 Volume Lalu Lintas
Jumlah kendaraan bermotor yang melewati suatu titik pada jalan per satuan waktu,
dinyatakan dalam kendaraan per jam atau LHRT (lalu lintas harian rata-rata
tahunan).
3.2 Kendaraan
Unsur lalu lintas diatas roda.
3.3 Kendaraan Ringan
Kendaraan bermotor ber-as dua dengan 4 roda dan dengan jarak as 2,0 m s.d 3,0 m
(meliputi mobil penumpang, opelet, mikrobis, pick-up dan truk kecil).
3.4 Kendaraan Berat
Kendaraan bermotor dengan lebih dari 4 roda (meliputi :bis, truk 2 as, truk 3 as dan
truk kombinasi) .
3.5 Sepeda Motor
Kendaraan bermotor dengan 2 atau 3 roda (meliputi : sepeda motor dan kendaraan
roda 3).
3.6 Kendaraan Tak Bermotor
Kendaraan dengan roda yang digerakkan oleh orang atau hewan (meliputi : sepeda,
becak, kereta kuda dan kereta dorong).
3.7 Kapasitas
Arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan pada suatu bagian jalan dalam
kondisi tertentu, biasanya dinyatakan dalam kendaraan per jam atau smp/h.
3.8 Alat Cacah Genggam (Handy Tally Counter)
Alat untuk mencacah jumlah kendaraan, jumlah kendaraan tertera pada deret angka
yang berubah setiap tuas ditekan.
3.9 Jalur
Bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas kendaraan.
3.10Lajur
Bagian jalur yang memanjang dengan marka jalan, yang memiliki lebar cukup untuk
satu kendaraan bermotor selain sepeda motor.
3.11Periode Pengamatan
Kurun waktu pengamatan terkecil.
3.12Periode Survey
Kurun waktu pelaksanaan pengukuran yang ditentukan berdasarkan tujuan survey.
3.13Lalu Lintas Harian Rata-Rata
Volume lalu lintas rata-rata selama satu hari, yang didapat dari pengukuran selama
beberapa hari dibagi dengan jumlah harinya.
4. Ketentuan
4.1 Ketentuan Umum
4.1.1 Perijinan
Pelaksanaan survey pencacahan lalu lintas harus meminta ijin kepada instansi
setempat yang berwenang memberi ijin, minimal Pembina jalan dan
melakukan koordinasi dengan kepolisian.
4.1.2 Keselamatan dan Kesehatan
Selama melakukan survey, petugas survey diharuskan :
1. Mengikuti ketentuan keselamatan kerja yang berlaku.
2. Dalam keadaan sehat badan dan rohani.
3. Mendapatkan perlindungan yang memadai dari cuaca, seperti terik sinar
matahari atau hujan.
4. Mengantisipasi kemungkinan terhadap tabrakan, karena adanya kendaraan
atau lalu lintas yang hilang kendali.
5. Menyediakan satu orang personil yang mampu melakukan pertolongan
pertama pada kecelakaan.
4.1.3 Pelaksanaan Survey
Dalam keadaan normal, surveyharus diupayakan tidak terputus selama
periode yang telah direncanakan. Untuk menghindarkan gangguan terhadap
kesinambungan survey, petugas harus memastikan seluruh perlengkapan dan
peralatan pencacahan bekerja dengan baik.
4.2 Ketentuan Teknis
4.2.1 Organisasi Survey dan Uraian Tugas
Organisasi survey diperlukan untuk memudahkan pelaksanaan pekerjaan dan
memastikan seluruh komponen pekerjaan telah ditanganidenganbaik.
Ketentuan pengorganisasian sesuai pencacahan lalu lintas dijelaskandalam
butir-butir sebagai berikut :
1. Besar kecilnya struktur organisasi survey pencacahan lalu lintas tergantung
dari skala pekerjaan satu tim survey, sekurang-kurangnya terdiri atas :
coordinator survey, ketua kelompok/pos dan tenaga petugas survey. Apabila
dianggap perlu, koordinator dapat menunjuk seorang staf yang berfungsi
sebagai tenaga administrasi sekaligus pembantu umum tim survey.
2. Tanggung jawab dan uraian tugas dari komponen dalam organisasi survey
pencacahan lalu lintas
a. Koordinator Survey
- Bertanggung jawab atas pelaksanaan survey, mengontrol aktivitas
petugas survey dan mengadakan koordinasi dengan petugas lapangan
lainnya.
- Mempelajari tujuan, kaidah, dan tata cara pelaksanaan survey dan
menjelaskannya kepada seluruh personil yang terlibat dalam survey
- Menentukan saat mulai, penghentian sementara dan alihsurvey.
- Mengambil keputusan di lapangan dan mengatasi setiap
permasalahan yang timbul selama pelaksaan survey kemudian
mencatat dalam beritapelaksanaan survey.
- Membuat agenda (catatan harian) tentang berbagai masalah yang
timbul selama pelaksanaan survey, misalnya hambatan atau
penghentian pelaksaan survey, misalnya hambatan atau penghentian
pelaksaan survey beserta alasan-alasannya.
b. Ketua kelompok
- Bertugas membimbing dan mengawasi pelaksaan survey, serta
bertanggung jawab terhadap kualitas data kepada koordinator.
- Menentukan penempatan petugas survey dengan pertimbangan
penuh terhadap faktor keselamatan.
- Mengatur waktu istirahat bagi petugas pencacah.
- Memeriksa apakah petugas pencacahan mengisi formulir survey
dengan cara yang benar dan dengan tulisan yang dapat dibaca.
- Mengumpulkan dan menyimpan formulir survey yang telah diisi oleh
petugas pencacahan.
- Mengatasi setiap permasalahan yang timbul selama pelaksanaan
survey kemudian mencatat dan melaporkannya kepada koordinator.
c. Petugas pencacah
- Bertugas melakukan kegiatan pencacahan kendaraan berdasarkan
jenis atau kelompok golongan jenis kendaraan, arah lalu-lintas, dan
periode waktu pengamatan yang ditentukan.
- Menuliskan hasil pencacahan kendaraan setiap periode waktu yang
telah ditentukan ke dalam formulir survey.
d. Pembantu umum
- Bertugas membantu koordinator demi kelancaran survey dan
bertanggung jawab kepada koordinator.
- Menyiapkan segala kebutuhan yang diperlukan selama kegiatan
survey yang terdiri dari perijinan survey, surat tugas, formulir survey,
absensi, daftar petugas pencacah dan peralatan.
4.2.2 Kemampuan petugas survey
Setiap petugas mempunyai keterbatasanuntuk menjaga keakuratan data, maka
harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Jumlah maksimum golongan kendaraan yang dicacah oleh satu orang petugas
pencacahan adalah 3golongan untuk satu arah.
2. Petugas survey dalam melakukan pencacahan lalu lintas secara menerus,
tidak lebih dari 8 jam (1 shift).
3. Apabila survey lalu lintas memerlukan waktu lebih dari 8 jam (satu shift),
maka waktu pencacahan dibagi-bagi dalam shift, dan dalam keadaan tertentu
(misalnya makan, minum dan buang air), petugas harus digantikan hingga
petugas tersebut dapat bertugas kembali.
4.2.3 Lokasi Pos
Pos pencacahan ditempatkan dengan memperhatikan kondisi lokasi survey
sebagai berikut :
1. Survey pada jaringan jalan antar kota
Pos harus ditempatkan pada ruas jalan, dimana :
- Lalu lintas tidak dipengaruhi oleh lalu lintas ulang alik (commuter traffic).
- Pos mempunyai jarak dan kebebasan pandang yang cukup untuk kedua
arah.
- Karakter pergerakan lalu lintas mewakili pergerakan lalu lintas pada ruas
jalan.
2. Survey pada jaringan jalan perkotaan
Pos harus ditempatkan pada ruas jalan, dimana :
- Lalu lintas yang dicacah tidak dipengaruhi oleh pergerakan oleh
pergerakan lalu lintas dari persimpangan.
- Pos harus mempunyai jarak pandang yang cukup untuk mengamati kedua
arah.
3. Survey pada persimpangan
Pos harus ditempatkan pada lengan persimpangan, dimana :
- Pos mempunyai jarak pandang yang cukup untuk mengawasi pergerakan
pada lengan-lengan yang ditinjau.
- Pos tidak mengganggu kebebasan pandang pengemudi.
- Lokasi pos dapat memberikan ruang pengamatan yang jelas untuk
melihat lintasan dan arah pergerakan lalu lintas.
4. Pos sebaiknya ditempatkan di lokasi yang berdekatan dengan lampu
penerangan dan tempat berteduh.
4.2.4 Jenis Kendaraan
Pencacahan lalu lintas secara garis besar dibagi dalam 8 golongan, yang masing-masing
golongan terdiri atas beberapa jenis kendaraan, seperti yang diuraikan dalam Tabel .
4.2.5 Formulir survey
Formulir survey terdiri atas formulir lapangan (ruas jalan dan persimpangan)
dan formulir himpunan, formulir harus dilengkapi identitas, seperti berikut ini:
a. Adanya logo/nama instansi/lembaga dan atribut lainnya yang dituangkan
disebelah kiri bagian atas formulir.
b. Adanya keterangan mengenai lokasi, pelaksanaan survey dan kondisi cuaca
meliputi :
- Jumlah lembar
- Nomor propinsi
- Nama propinsi
- Nomor pos
- Lokasi pos
- Tanggal
- Arah lalu lintas
- Keterangan/cuaca
- Pencatat/pengawas
4.2.6 Peralatan
Survey pancacahan lalu lintas dengan cara manual tidak memerlukan peralatan
secara khusus, peralatan yang diperlukan meliputi :
1. Peralatan utama, yang terdiri atas :
a. Formulir pencacahan dan himpunan, seperti diuraikan pada sub-bab
4.2.5;
b. Alat tulis pensil, disarankan menggunakan pensil mekanik untuk
menghindari terjadinya gangguan, karena patahnya ujung pensil,
sebaiknya setiap petugas pencacahan membawa pensil cadangan.
c. Alat peghapus, digunakan oleh petugas pencacah apabila terjadi
kesalahan penulis pada formulir survey.
d. Hand board, sebagai alas menulis dan penjepit bundel data.
e. Peralatan bantu, yaitu alat cacah genggam.
2. Peralatan pendukung, yang terdiri atas :
a. Jas hujan
b. Lampu senter
c. Alat penerangan lain, seperti lampu minyak
d. Tas plastik
3. Seluruh peralatan yang digunakan harus dipastikan berfungsi dengan baik
tidak mudah rusak, mudah dioperasikan dan memenuhi persyaratan untuk
mencatat.
5. Cara Pengerjaan
5.1 Persiapan
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam persiapan adalah :
1. Mobilisasi jumlah pos, tenaga dan peralatan yang diperlukan.
2. Pembentukan organisasi survey, sesuai dengan sub-bab 4.2.1.
3. Pembuatan jadwal pelaksanaan survey beserta penugasan/nama petugas survey.
4. Pembuatan table monitoring data, digunakan untuk mengecek data yang masuk
dandata yang belum masuk beserta kelengkapannya.
5.2 Survey pendahuluan
Untuk mengetahui situasi dan kondisi lapanganharus dilakukan survey
pendahuluan,hal yang perlu dilakukan dan diperhatikan dalam survey pendahuluan
adalah :
1. Pengurusan surat ijin atau pemberitahuan/koordinasi dengan Pembina jalan
setempat.
2. Pengamatan dan penentuan penempatan pos survey, sesuai sub-bab 4.2.3.
3. Perekrutan/mobilisasi tenaga/petugas survey.
4. Pelatihan bagi petugas survey, sebagai pembekalan dalam tata cara survey.
5.3 Pelaksanaan Pencacahan
5.3.1 Cara pengisian formulir di lapangan untuk ruas jalan
1) Lembar ke…..dari……
Diisi dengan angka yang menunjukkan lembar ke berapa (berurutan mulai
angaka 1 s/d n) dari jumlah total formulir survey.
2) Nama Propinsi
Diisi dengan nama propinsi dimana survey pancacahan lalu lintas tersebut
dilakukan (nama propinsi sesuai dengan ketentuan yang berlaku).
3) Nomor Propinsi
Diisi dengan nomor propinsi dimana survey pancacahan lalu lintas tersebut
dilakukan (nomor propinsi sesuai dengan ketentuan yang berlaku).
4) Nomor Pos
Diisi dengan nomor urut pos pencacahan lalu lintas untuk pos yang
bersangkutan.
5) Lokasi Pos / Nomor Ruas
o Untuk ruas jalan, diisi dengan nomor ruas jalan yang menunjukkan lokasi pos
pencacahan lalu lintas tersebut.
o Untuk persimpangan, diisi dengan nomor simpang/simpul jalan yang
menunjukkan lokasi pos pencacahan lalu lintas tersebut.
6) Tanggal
Diisi dengan tanggal, bulan dan tahun dimana perhitungan lalu lintas tersebut
dilakukan.
7) Nama Jalan
Diisi dengan nama jalan tempat lokasi survey tersebut dilakukan.
8) Arah Lalu Lintas
Dari :
a) Pada ruas jalan antar kota, diisi dengan nama kota asal arah lalu lintas.
b) Pada ruas jalan perkotaan, diisi dengan arah mata angin.
c) Pada persimpangan, diisi dengan nomor lengan simpang ke berapa.
Ke :
a) Pada ruas jalan antar kota, diisi dengan nama kota tujuan arah lalu lintas.
b) Pada ruas jalan perkotaan, diisi dengan arah mata angin.
c) Pada persimpangan, diisi dengan nomor lengan simpang ke berapa.
9) Periode
Diisi dengan periode pencacahan, misalnya periode 1 antara pukul 06.00 sampai
14.00 (satuan periode 8 jam).
10) Waktu
Diisi dengan lamanya waktu pengukuran, dalam hal ini periode satu shift.
11) Petugas Pencacah
Diisi dengan identitas/nama petugas pengawas survey yang melakukan
pencacahan lalu lintas bersangkutan.
12) Pengawas
Diisi dengan identitas/nama petugas pengawas survey yang melakukan
pencacahan lalu lintas bersangkutan.
13) Pencacahan
Pencacahan dilakukan setiap kurun waktu 15 menit, diisi dengan cara
membubuhkan garis-garis yang menunjukkan setiap adanya satuan kendaraan
yang melewati pos pencacahan tersebut. Apabila ada alat Bantu (Handy Tally
Counter) tersedia, bisa menggunakan alat tersebut. Pencacahan adalah kumulatif
setiap kurun waktu 15 menit. Untuk pencatatan berikutnya, data sebelumnya
tidak dinolkan sampai dengan waktu satu shift.
5.3.2 Cara Pengisian Formulir Lapangan untuk Persimpangan
Pada dasarnya teknik pengisian formulir lapangan untuk simpang dan ruas
jalan adalah sama, perbedaan terletak pada data identifikasi lengan
persimpangan yang harus diisi pada formulir ini untuk menjelaskan lengan
mana yang dicacah oleh petugas pencacah yang menggunakan formulir
tersebut. Identifikasi diisi dengan nama ruas jalan tersebut.
5.3.3 Cara Pengisian Formulir Himpunan
Lakukan langkah yang sama dengan cara pengisian formulir lapangan survey,
kecuali penulisan jumlah kendaraan setiap golongan ditulis dalam kolom
sesuai jumlah kendaraan setiap jam.
Jumlah kendaraan tiap jam tersebut didapat dari penjumlahan tiap jam dari
volume lalu lintas golongan satu yang dicatat pada formulir survey
pencacahan lalu lintas yang bersangkutan.
Contoh :
1)Total :
Diisi dengan angka yang merupakan jumlah total selama 24 jam pencacahan
untuk tiap golongan lalu lintas pada ruas jalan yang bersangkutan.
2)Catatan : Diisi hal-hal yang perlu diutarakan dalam pelaksanaan pencacahan lalu
lintas.
5.3.4 Pelaporan
Laporan harus disampaikan oleh koordinator, terdiri atas :
1. Berkas formulirsurvey volume lalu lintas.
2. Berkas formulir himpunan pencacahan volume lalu lintas.
3. Laporan dibundel dengan baik sehingga tidak mudah lepas dan
dikelompokkan berdasarkan golongan lalu lintas pada masing-masing ruas
jalan.
4. Setelah diperiksa dan ditandatangani ketua kelompok dan koordinator
secepatnya paling lambat dua hari untuk disampaikan kepada pemberi
tugas.
5. Kumpulkan data survey, disarankan dipisahkan ke dalam map yang
berbeda berdasarkan arah lalu lintas. Pada survey pencacahan lalu lintas di
persimpangan pengumpulan formulir berdasarkan nama lengan dan arah
lalu lintas pada lengan tersebut.
5.3.5 Prosedur Keadaan Darurat
Apabila terjadi hal-hal atau kejadian yang tidak diinginkan dan dianggap dapat
mengganggu atau membahayakan keamanan serta kesehatan personil survey,
ketua kelompok dapat menghentikan survey pencacahan untuk sementara.
Langkah-langkah penting yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Memberi perintah penghentian pencacahan pada petugas pencacah.
2. Mencatat kejadian penyebab penghentian pada laporan kegiatan harian
dan melaporkan kejadian tersebut pada koordinasi survey.
3. Mengumpulkan data survey terakhir dari petugas pencacah dalam satu
gabungan data (map) sesuai arah dan waktu pencacahan.
4. Memerintahkan petugas pencacah untuk membereskan seluruh peralatan.
5. Menempatkan atau memindahkan petugas pencacah ke tempat yang tidak
membahayakan.
6. Apabila ada personil yang mengalami cidera dan memerlukan pengobatan,
ketua kelompok harus memberikan pertolongan pertama, dan apabila
cukup membahayakan, maka koordinator harus mengantar dan mengurus
pengobatan ke rumah sakit.
7. Jika koordinasi telah memungkinkan untuk memulai survey kembali, ketua
kelompok memerintahkan petugas pencacah untuk menyiapkan seluruh
peralatan dan memberi tahu waktu (periode) awal mulai survey.
“Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI)
SIMPANG BERSINYAL
2.1 PRINSIP UMUM
Metodologi untuk analisa simpang bersinyal yang diuraikan di bawah ini, didasarkan pada
prinsip-prinsip utama sebagai berikut:
a). Geometri
Perhitungan dikerjakansecaraterpisah untuk setiap
pendekat. Satulengan simpang dapat terdiri
lebihdari satu pendekat, yaitu dipisahkanmenjadi
dua atau lebih sub-pendekat.Hal ini terjadi jika
gerakan belok-kanan dan/atau belok-kiri
mendapatsinyal hijau pada fase yang berlainan
dengan lalu lintas yang lurus, atau jika dipisahkan
secara fisik dengan pulau-pulau lalulintasdalam
pendekat.
Untuk masing-masing pendekat atau sub-pendekat lebar efektif (We) ditetapkan dengan
mempertimbangkan denah dari bagian masuk dan ke luar suatu simpang dan distribusi dari
gerakan-gerakan membelok.
b) Arus Ialu-lintas
Perhitungan dilakukan per satuan jam untuk satu atau lebih periode, misalnya didasarkan
pada kondisi arus Ialu-lintas rencana jam puncak pagi, siang dan sore.
Arus Ialu-lintas (Q) untuk setiap gerakan (belok-kiri QLT, lurus QST, dan belok-kanan QRT)
dikonversi dari kendaraan per jam menjadi satuan mobil penumpang (smp) perjam dengan
menggunakan ekivalen kendaraan penumpang (emp) untuk masing-masing pendekat
terlindung dan terlawan:
c)Model dasar
Kapasitas pendekat simpang bersinyal dapat dinyatakan sebagai berikut :
di mana:
C = Kapasitas (smp/jam)
S = Arus Jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat selama
sinyalhijau (smp/jam hijau = smp per-jam hijau)
g = Waktu hijau (det).
c = Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal yang lengkap (yaitu
antara dua awal hijau yang berurutan pada fase yang sama).
Oleh karena itu, perlu diketahui atau ditentukan waktu sinyal dari simpang agar dapat
menghitung kapasitas dan ukuran perilaku lalulintas lainnya.
Pada rumus (1) di atas, arus jenuh dianggap tetap selama waktu hijau. Meskipun demikian
dalam kenyataannya, arus berangkat mulai dari 0 pada awal waktu hijau dan mencapai nilai
puncaknya setelah 10-15 detik. Nilai ini akan menurun sedikit sampai akhir waktu hijau, lihat
Gambar 2.1:1 di bawah. Arus berangkat juga terus berlangsung selama waktu kuning dan
merah-semua hingga turun menjadi 0, yang biasanya terjadi 5-10 detik setelah awal sinyal
merah.
Permulaan arus berangkat menyebabkan terjadinya apa yang disebut sebagai 'Kehilangan
awal' dari waktu hijau efektif, arus berangkat setelah akhirwaktu hijau menyebabkan suatu
'Tambahan akhir' dari waktu hijau efektif, lihat Gambar 2.1:2. Jadi besarnya waktu hijau
efektif, yaitu lamanya waktu hijau di mana arus berangkat terjadi dengan besaran tetap
sebesar S, dapat kemudian dihitung sebagai:
Waktu Hijau Efektif = Tampilan waktu hijau - Kehilangan awal + Tambahan akhir (2)
Melalui analisa data lapangan dari seluruh simpang yang disurvey telah ditarik kesimpulan
bahwa rata-rata besarnya Kehilangan awal dan Tambahan akhir, keduanya mempunyai nilai
sekitar 4,8 detik. Sesuai dengan rumus (1) di atas, untuk kasus standard, besarnya waktu
hijau efektif menjadi sama dengan waktu hijau yang ditampilkan. Kesimpulan dari analisa ini
adalah bahwa tampilan waktu hijau dan besar arus jenuh puncak yang diamati dilapangan
untuk masing-masing lokasi, dapat digunakan pada rumus (1) di atas, untuk menghitung
kapasitas pendekat tanpa penyesuaian dengan kehilangan awal dan tambahan akhir.
Arus jenuh (S) dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian dari arus jenuh dasar (SJ yaitu arus
jenuh pada keadaan standar, dengan faktor penyesuaian (F) untuk penyimpangan dari
kondisi sebenamya, dari suatu kumpulan kondisi-kondisi (ideal) yang telah ditetapkan
sebelumnya.
S = So X F1 X F2 X F3 X F4 x......x Fn (3)
Untuk pendekat teriindung arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari lebar efektif
pendekat (We) :
So = 600 X We (4)
Penyesuaian kemudian dilakukan untuk kondisi-kondisi berikut ini:
- Ukuran kota : CS, jutaan penduduk
- Hambatan samping : SF, kelas hambatan samping dari lingkungan jalan dankendaraan
tak Bermotor
- Kelandaian : G, % naik(+) atau turun (-)
- Parkir : P, jarak garis henti - kendaraan parkir pertama.
- Gerakan membelok : RT, % belok-kanan dan LT, % belok-kiri
Untuk pendekat terlawan, keberangkatan dari antrian sangat dipengaruhi oleh kenyataan
bahwa sopir-sopir di Indonesia tidak menghormati "aturan hak jalan" dari sebelah kiri yaitu :
kendaraan-kendaraan belok kanan memaksa menerobos lalulintas lurus yang berlawanan.
Model-model dari negara Barat tentang keberangkatan ini, yang didasarkan pada teori
"penerimaan celah" (gap-acceptance), tidak dapat diterapkan. Suatu model penjelasan yang
didasarkan pada pengamatan perilaku pengemudi telah dikembangkan dan diterapkan
dalam manual ini. Apabiia terdapat gerakan belok kanan dengan rasio tinggi, umumnya
menghasilkan kapasitas-kapasitas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan model Barat
yang sesuai. Nilai-nilai smp yang berbeda untuk pendekat terlawan juga digunakan seperti
diuraikan diatas.
Arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari lebar efektif pendekat (We) dan arus
lalulintas belok kanan pada pendekat tersebut dan juga pada pendekat yang beriawanan,
karena pengaruh dari faktor-faktor tersebut tidak linier. Kemudian dilakukan penyesuaian
untuk kondisi sebenamya sehubungan dengan Ukuran kota, Hambatan samping, Kelandaian
dan Parkir sebagaimana terdapat dalam rumus (2) di atas.
d) Penentuan waktu sinval
Penentuan waktu sinyal untuk keadaan dengan kendali waktu tetap dilakukan
berdasarkan metodaWebster (1966) untuk meminimumkan tundaan total pada suatu
simpang. Pertama-tama ditentukanwaktu siklus (c), selanjutnya waktu hijau (g j) pada
masing-masing fase (i).
WAKTU SIKLUS
c = (1,5 x LTI +5)/(1- ∑FRcrit) (5)
di mana:
c = Waktu siklus sinyal (detik).
LTI = Jumlah waktu hilang per siklus (detik).
FR = Arus dibagi dengan arus jenuh (Q/S).
FRcrit = Nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada suatu fase sinyal.
∑(FRcrit) = Rasio arus simpang = jumlah FRcrit dari semua fase pada siklus tersebut.
Jika waktu siklus tersebut lebih kecil dari nilai ini maka ada risiko serius akan terjadinya
lewat jenuh pada simpang tersebut. Waktu siklus yang terlalu panjang akan menyebabkan
meningkatnya tundaan rata-rata. Jika nilai S(FRjrii) mendekati atau lebih dari 1 maka
simpang tersebut adalah lewat jenuh dan rumus tersebut akan menghasilkan nilai waktu
siklus yang sangat tinggi atau negatif.
WAKTU HIJAU
gj = (c - LTI) X FRcrit/(∑ FRcrit) (6)
di mana:
gj = Tampilan waktu hijau pada fase i (detik)
Kinerja suatu simpang bersinyal pada umumnya lebih peka terhadap kesalahan-kesalahan
dalam pembagian waktu hijau daripada terhadap terlalu panjangnya waktu siklus.
Penyimpangan kecilpun dari rasio hijau (g/c) yang ditentukan dari rumus (5) dan (6) diatas
menghasilkan bertambah tingginya tundaan rata-rata pada simpang tersebut.
e).Kapasitas dan derajat keienuhan
Kapasitas pendekat diperoleh dengan perkalian arus jenuh dengan rasio hijau (g/c) pada
masing- masing pendekat, lihat Rumus (1) di atas.
Derajat kejenuhan diperoleh sebagai:
f)Perilaku lalulintas (kualitas lalulintas)
Berbagai ukuran perilaku lalulintas dapat ditentukan berdasarkan pada arus lalulintas (Q),
derajat kejenuhan (DS), dan waktu sinyal (c dan g) sebagaimana diuraikan di bawah :
PANJANG ANTRIAN
Jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau (NQ) dihitung sebagai jumlah smp yang
tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1) ditambah jumlah smp yang datang selama fase
merah (NQ2) :
NQ=NQ1+NQ2 (8)
Untuk keperluan perencanaan, Manual memungkinkan untuk penyesuaian dari nilai rata-
rata ini ketingkat peluang pembebanan lebih yang dikehendaki.
Panjang antrian (QL) diperoleh dari perkalian (NQ) dengan luas rata-rata yang dipergunakan
per smp (20m2) dan pembagian dengan lebar masuk.
ANGKA HENTI
Angka Henti (NS), jumlah berhenti rata-rata perkendaraan (termasuk berhenti terulang
dalam antrian) sebelum melewati suatu simpang dihitung sebagai :
RASIO KENDARAAN TERHENTI
Rasio kendaraan terhenti psv, yaitu rasio kendaraan yang harus berhenti akibat sinyal merah
sebelum melewati suatu simpang, i dihitung sebagai :
TUNDAAN
Tundaan pada suatu simpang dapat terjadi karena dua hal:
1) TUNDAAN LALU LINTAS (DT) karena interaksi lalulintas dengan gerakan lainnya pada
suatu simpang.
2) TUNDAAN GEOMETRI (DG) karena perlambatan dan percepatan saat membelok pada
suatu simpang dan/atau terhenti karena lampu merah.
Tundaan rata-rata untuk suatu pendekat j dihitung sebagai :
Tundaan lalu-lintas rata-rata pada suatu pendekat j dapat ditentukan dari rumus berikut
(didasarkan pada Akcelik 1988):
Perhatikan bahwa hasil perhitungan tidak berlaku jika kapasitas simpang dipengaruhi
olehfaktor-faktor "luar" seperti terhalangnya jalan keluar akibat kemacetan pada bagian
hilir, pengaturan oleh polisi secara manual dsb.
Tundaan geometri rata-rata pada suatu pendekat j dapat diperkirakan sebagai berikut:
Nilai normal 6 detik untuk kendaraan belok tidak berhenti dan 4 detik untuk yang berhenti
didasarkan anggapan-anggapan: 1) kecepatan = 40 km/jam; 2) kecepatan belok tidak
berhenti = 10 km/jam; 3) percepatan dan perlambatan = 1,5 m/det2 ; 4) kendaraan berhenti
melambat untuk meminimumkan tundaan, sehingga menimbulkan hanya tundaan
percepatan.
Arus berangkat terlindung dari pendekat bersinyal yaitu tidak adanya konflik antara
kendaraan belok kanan dengan lalu-lintas dari arah yang berlawanan.
Pada pendekat terlindung tanpa median, kendaraan belok kanan sering kali menggunakan
lajur lawan ketika mengambil gilirannya.
Pada pendekat terlawan,kendaraan belok kanan biasanya tidak menghormatihak pemakaian
jalan bagi lalu lintas lurus.
Jika tidak ada median,kendaraan-kendaraan belok kanan menutup lintasan dari gerakan lalu
lintas lurus dengan “memotong” jalur yang berlawanan.
2.2 PEDOMAN PENGGUNAAN
2.2.1 Tipe Penggunaan Manual
Manual memenuhi berbagai macam kebutuhan dan jenis perhitungan untuk simpang
bersinyal sebagaimana dicontohkan di bawah ini :
a. Perancangan
Diketahui : Arus – arus lalu – lintas harian (LHRT)
Tugas : Penentuan denah dan tipe pengaturan
Contoh : Penentuan fase dan denah simpangan untuk suatu simpang yang
direncanakan dengan tuntutan lalu lintas tertentu.
Perbandingan dengan cara pengaturan dan tipe fasilitas jalan yang
lain,seperti pengaturan tanpa sinyal,bundaran dsb
b. Perencanaan
Diketahui : Denah dan arus lalu lintas ( per jam atau perhari )
Tugas : Penentuan denah dan tipe pengaturan
Contoh :Pemakaian sinyal bagisimpangan yangsebelumnya tidak
menggunakan sinyal.
Peningkatan dari simpang bersinyal yang telah ada, misalnya dengan
fase sinyal rencana dan pendekat yang baru.
Perenanaan simpang bersinyal yang baru.
c. Pengoperasian
Diketahui : Rencana geometrik, fase sinyal dan arus lalu lintas perjam.
Tugas : Perhitungan waktu sinyal dan kapasitas.
Contoh : Memperbaharui waktu sinyal untuk berbagai periode dari hari
tersebut.
Perkiraan kapasitas cadangan dan kebutuhan yang diharapkan bagi
peningkatan kapsitas dan/perubahan fase sinyal sebagai hasil dari
pertumbuhan lalu lintas tahunan.
Waktu sinyal yang dihitung dengan maunal ini disarankan untuk sinyal dengan
kendali waktu tetap bagi kondisi lalu lintas yang digunakan sebagai data masukan. Untuk
keperluan pemasangan di lapangan, supaya berada pada sisi yang aman terhadap fruktuasi
lalu lintas, maka disarankan suatu penambahan waktu hijau sebesar 10% secara
proporsional dan penambahan waktu siklus yang sepadan.Jika penentuan waktu digunakan
untuk pengaturan aktuasi lalu lintas waktu hijau maksimum sebaiknya ditentukan 25-40%
lebih besar daripada waktu hijau jika menggunakan kendali waktu tetap.
Metoda penentuan waktu sinyal dapat juga digunakan untuk menentukan waktu
siklus minimum pada suatu sistem koordinasi sinyal dengan waktu tetap (yaitu seluruh
sistem akan beroperasi dengan waktu siklus tertinggi yang dibutuhkan untuk salah satu
simpangannya ).
Bagian 2.3 PANDUAN REKAYASALALU LINTAS memberikan saran tentang pemilihan
tipe pengaturan dan situasi sebagai masukan untuk berbagai tingkat analisa rinci yang
berbeda.
Metodologi yang digunakan pada masing-masing tingkat pada dasarnya adalah
sama, yaitu menghitung waktu sinyal, kapasitas dan kualitas lalu lintas untuk kumpulan data
masukan yang berurutan sampai diperoleh suatu penyelesaian yang memuaskan bagi
persoalan yang diberikan.
2.2.2 Nilai Normal
Pada tingkat operasional (c diatas) semua data masukan yang diperlukan pada
umumnya dapat diperoleh karena perhitungan-perhitungan merujuk kepada simpang
bersinyal yang telah ada.Tetapi untuk keperluan perancangan dan perencanaan sejumlah
anggapan harus dibuat agar dapat menerapkan prosedur-prosedur perhitungan yang di
uraikan pada Bagian 3. Pedoman awal sehubungan dengan anggapan dan nilai normal untuk
digunakan dalam kasus-kasus ini diberikan di bawah :
a) Arus lalu lintas
Jika hanya arus lalu lintas harian (LHRT) saja yang ada tanpa diketahui distribusi lalu lintas
pada setiap jamnya, maka arus rencana perjam dapat diperkirakan sebagai suatu
persentase dari LHRT sebagai berikut :
Jika distibusi pergerakan membelok tidak diketahui dan tidak dapat diperkirakan,15%
belok kanandan 15% belok kiri dari arus pendekat total dapat dipergunakan (kecuali jika
ada gerakan membelok tersebut yang akan dilarang).
Nilai-nilai normal untuk komposisi lalu lintas berikut dapat digunakan bila tidak ada
taksiran yang lebih baik :
b) Penentuah fase dan waktu sinyal
Jika jumlah dan jenis fase sinyal tidak diketahui, maka pengaturan dengan dua fase
sebaiknya digunakan sebagai kasus dasar. Pemisahan gerakan–gerakan belok kanan
biasanya hanya dapat dipertimbangkan kalau suatu gerakan membelok melebihi
200smp/jamwaktu antar hijau sebaiknya ditentukan dengan menggunakan metodologi
yang diuraikan pada langkah B-2. Untuk keperluan dan perancangan dan simpang
simetris nilai normal berikut dapat digunakan (lihat juga langkah C dibawah):
c) Lebar pendekat
Panduan rekayasa lalu lintas pada bagian 2.3 dibawah memberikan saran pemilihan tipe
simpang,jumlah lajur dan fase sinyal yang dapat digunakan sebagai anggapan awal dalam
analisa rinci.Untuk perencanaan simpang baru,pemilihan sebaiknya didasarkan terutama
pada pertimbangan ekonomis (bagian 2.3.3b).Untuk analisa operasional ‘simpang yang
sudah ada’ pemilihan terutama didasarkan pada perilaku lalu lintas (bagian 2.33c).
Biasanya dengan tujuan untuk memastikan agar derajat kejenuhan pada jam puncak
tidak lebih besar dari 0,75.
Rasio sepeda motor yang sangat tinggi di kota-kota di Indonesiamenyebabkan timbulnya
kelompok sepeda motor yang besar,mengumpul pada garis henti sebelum awal sinyal
hijau.
2.3 PANDUAN REKAYASA LALU LINTAS
2.3.1 Tujuan
Tujuan bagian ini adalah untuk membantu para pengguna manual dalam memilih
penyelesaianyangsesuai dengan masalah-masalahumum
perancangan,perencanaan,dan operasional dengan menyediakan saran-saran
mengenai tipe dan denah standar simpang bersinyal yang layak dan penerapannya
pada berbagai kondisi arus.Disarankan untuk perencanaan simpang baru sebaiknya
didasarkan pada analisa biaya siklus hidup dari perencanaan yang paling eknomis pada
arus lalu lintas tahun dasar yang berbeda,lihat bagian 2.3.3b. Informasi ini dapat
digunakan sebagai dasar pemilihan asumsi awal tentang denah dan rencana yang
diterapkan jika menggunakan metode perhitungan rinci seperti diterangkan pada
bagian 3 dari bab ini.
Untuk analisa operasional dan peningkatan simpang yang sudah ada,saran diberikan
dalam bentuk perilaku lalu lintas sebagai fungsi arus pada keadaan standar,lihat
bagian 2.3.3c, rencana dan bentuk pengaturan lalu lintas harus dengan tujuan
memastikan derajat kejenuhan tidak melebihi nilai yang dapat diterima (biasanya
0,75).Saran-saran juga diberikan mengenai masalah berikut yang berkaitan dengan
rencana detail dan pengaturan lalu lintas:
- Dampak terhadap keselamatan lalu lintas dan asap kendaraan akibat perubahan
perencanaan geometri dan pengaturan lalu lintas.
- Hal-hal perencanaan rinci terutama yang mengenai kapasitas dan keselamatan.
- Jenis pengaturan lalu lintas dan alat-alat pengaturan lalu lintas.
2.3.2 Definisi tipe (jenis) simpang standar dan pola-pola fase sinyal
Buku Standar Spesifikasi Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan (Direktorat
Jendral Bina Marga, Maret 1992) mencantumkan panduan umum untuk perencanaan
simpang sebidang. Informasi lain yang berhubungan terutama tentang marka jalan
terdapat pada buku “Produk Jalan Standar untuk Jalan Perkotaan” (Direktorat Jendral
Bina Marga, Februari 1987).
Dokumen ini mencantumkanparameter-parameter perencanaan untuk simpang-
simpang berbagai kelas jalan, tetapi tidak menentukan jenis simpang tertentu.
Sejumlah jenis-jenis simpang ditunjukkan pada gambar 2.3.2:1-1 dan tabel 2.3.2:1
dibawah untuk penggunaan khusus pada bagian panduan ini.
Semua jenis simpang dianggap mempunyai kereb dan trotoar yang cukup,dan
ditempatkan pada daerah perkotaan dengan hambatan samping yang sedang.
Semua gerakan membelok dianggap diperbolehkan dan beberapa gerakan membelok
adalah gerakan yang terus menerus (belok kiri langsung = LTOR) jika ditunjukkan pada
tabel 2.3.2:1.Metode perhitungan rinci dalam manual ini juga memungkinkan analisa
jalan satu arah.
Pengaturan lalu lintas (pada simpang terisolir) dengan waktu tetap dianggap
menggunakan fase sinyal seperti disarankan dalam tabel 2.3.2:1 (lihat gambar 2.3.2:3).
Lihat juga bagian 2.3.5 untuk penjelasan jenis-jenis pengaturan sinyal.
2.3.3 Pemilihan jenis simpang
a) Umum
Pada umumnyasinyal lalu lintas digunakan dengan satu atau lebih alasan berikut ini:
- Untuk menghindari kemacetan sebuah simpang oleh arus lalulintas yang
berlawanan, sehingga kapasitas simpang dapat dipertahankan selama keadaan
lalulintas puncak.
- Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalulintas yang disebabkan oleh tabrakan
antara kendaraan-kendaraan yang berlawanan arah. Pemasangan sinyal lalulintas
dengan alasan keselamatan lalulintas umumnya diperlukan bila kecepatan
kendaraan yang mendekati simpang sangat tinggi dan/atau jarak pandang terhadap
gerakan lalulintas yang berlawanan tidak memadai yang disebabkan oleh bangunan-
bangunan atau tumbuh-tumbuhan yang dekat pada sudut-sudut simpang.
- Untuk mempermudah menyeberangi jalan utama bagi kendaraan dan/atau pejalan
kaki dari jalan minor.
Pemasangan sinyal lalulintas tidak selalu menambah kapasitas dan keselamatan pada
sebuah simpang.Penggunaan metoda yang ditunjukkan pada bab ini dan bab-bab lainnya
dalam manual ini memungkinkan perkiraan dampak pemasangan sinyal terhadap
kapasitas dan ukuran kinerja bila dibandingkan dengan pengaturan simpang tak bersinyal
atau bundaran.
b)Pertimbangan Ekonomi
Saran mengenai tipe simpang yang paling ekonomis (simpang bersinyal, simpang tak
bersinyal atau bundaran) yang berdasarkan analisa biaya siklus hidup (BSH) ditunjukkan
dalam bab 1, bagian5.2.1b.
Perencanaan simpang bersinyal baru yang paling ekonomis (empat lengan atau tiga
lengan) sebagai fungsi arus total tahun-1 (kend/jam), rasio jalan utama/minor, rasio belok
kiri/kanan dan ukuran kota ditunjukkan padaTabel 2.3.3:1 dibawah.
Gambar 2.3.3:1 menunjukkan informasi yang sama sebagai fungsi arus lalulintas tahun-1
pada jalan yang perpotongan (dua-arah) untuk keadaan dengan ukuran kota 1-3 juta dan
rasio arus belok kiri dan kanan 10 %. Gambar menunjukkan bahwa simpang empat lengan
yang simetris dengan 1 lajur tiap pendekat adalah yang paling ekonomis untuk arus
dibawah 2.000 kend/jam (1.000 kend/jam pada masing-masing jalan). Untuk arus antara
2.000 dan 3.400 kend/jam, simpang sebaiknya mempunyai 2 lajur per pendekat. Untuk
arus antara 3.400 dan 3.800 kend/jam, diperlukan 3 lajur per pendekat, untuk arus antara
4.000 dan 4.600 kend/jam, diperlukan empat lajur per pendekat dan seterusnya.
Diluar daerah perkotaan harga pembebasan tanah lebih rendah, yang memungkinkan
simpang yang lebih besar, tetapi kecepatan rencana biasanya lebih tinggi, yang
menyebabkan rencana simpang yang lebih luas untuk tipe yang sama menurut pedoman
standar Bina Marga.
c)Perilaku lalulintas (kualitas lalulintas)
Tujuan analisa perencanaan dan operasional (untuk meningkatkan) simpang bersinyal
yang sudah ada, biasanya untuk penyesuaian waktu sinyal dan untuk perbaikan kecil
pada geometrisimpang agar perilaku lalulintas yang diinginkan dapat dipertahankan baik
pada ruas jalan maupunpada jaringan jalan bersinyal. Tundaan rata-rata (det/smp)
sebagai fungsi rasio arus/kapasitas simpangbersinyal diberikan dalam Tabel 2.3.3:2 dan
Gambar 2.3.3:2-3 dibawah, dengan anggapan fase sinyaldan pengendalian waktu tetap
yang terisolir seperti diterangkan pada bagian 2.3.2. Hasilnyamenunjukkan kapasitas kira-
kira, faktor-smp, dan rentang perilaku lalu-lintas masing-masing tipesimpang. Hasil
tersebut dapat digunakan untuk perancangan atau untuk pemilihan anggapan,
misalnyadalam analisa perencanaan dan operasional untuk peningkatan simpang yang
sudah ada. Dalam haldemikian sebaiknya perlu berhati-hati untuk tidak melewati rasio
arus/kapasitas = 0,75 selama jampuncak tahun rencana.
d)Pertimbangan keselamatan lalu-lintas
Angka kecelakaan lalu-lintas pada simpang bersinyal diperkirakan sebesar 0,43
kecelakaan/juta kendaraan dibandingkan dengan 0,60 padasimpang tak bersinyal dan
0,30 pada bundaran.
DAMPAK PERENCANAAN GEOMETRI
Sinyal lalulintas mengurangi jumlah kecelakaan pada simpang dengan empat lengan
dibandingkan dengan simpang dengan tiga lengan.
Kanalisasi gerakan membelok (lajur terpisah dan pulau-pulau) juga mengurangi jumlah
kecelakaan.
DAMPAK KESELAMATAN AKIBAT PENGATURAN SINYAL
Hijau awal dapat menambah jumlah kecelakaan.
Arus berangkat terlindung akan mengurangi jumlah kecelakaan dibandingkan dengan
arus berangkat terlawan.
Penambahan antar hijau akan mengurangi jumlah kecelakaan.
e)Pertimbangan lingkungan
Tidak ada data empiris dari Indonesia tentang emisi kendaraan pada saat pembuatan
manual ini. Asap kendaraan dan emisi kebisingan umumnya berkurang dalam keadaan-
keadaan berikut:
Pengaturan sinyal terkoordinasi dan/atau sinyal aktuasi kendaraan akan mengurangi
asap kendaraan dan emisi kebisingan bila dibandingkan dengan pengaturan sinyal waktu
tetap untuk simpang terisolir.
Waktu sinyal yang efisien akan mengurangi emisi.
2.3.4 Perencanaan Rinci
Sebagai prinsip umum, simpang bersinyal bekerja paling efektif apabila simpang
tersebut dapat beroperasi dengan moda dua fase (jenis fase 42 dan 32) dan bila
keadaan-keadaan berikut dipenuhi :
Daerah konflik didalam daerah simpang adalah kecil.
Simpang tersebut simetris, artinya jarak dari garis stop terhadap titik
perpotongan untuk gerakan lalulintas yang berlawanan adalah simetris.
Lajur bersama untuk lalulintas lurus dan membelok digunakan sebanyak
mungkin dibandingkan dengan lajur terpisah untuk lalulintas membelok.
Saran umum lain mengenai perencanaan:
Lajur terdekat dengan kereb sebaiknya dibuat lebih lebar dari pada lebar
standar untuk lalulintas kendaraan tak bermotor.
Lajur membelok yang terpisah sebaiknya direncanakan menjauhi garis utama
lalu lintas, dan panjang lajur membelok harus mencukupi sehingga arus
membelok tidak menghambat pada lajur terus.
Median harus digunakan bila lebar jalan lebih dari 10 m untuk mempermudah
penyeberangan pejalan kaki dan penempatan tiang sinyal kedua (lihat
dibawah).
Marka penyeberangan pejalan kaki sebaiknya ditempatkan 3-4 m dari garis
lurus perkerasan untuk mempermudah kendaraan yang membelok
mempersilahkan pejalan kaki menyeberang dan tidak menghalangi kendaraan-
kendaraan yang bergerak lurus, lihat Gambar 2.3.4:1.
Perhentian bis sebaiknya diletakkan setelah simpang, yaitu ditempat keluar
dan bukan ditempat pendekat.
2.3.5 Pengaturan lalu-lintas dan alat pengatur lalu-lintas
Pengaturan waktu tetap i umumnya dipilih bila simpang tersebut merupakan bagian
dari sistim sinyal lalulintas terkoordinasi.
Pengaturan sin y al semi aktuasi (detektor hanya dipasang pada jalan minor atau
tombol penyeberangan pejalan kaki) umumnya dipilih bila simpang tersebut terisolir
dan terdiri dari sebuah jalan minor atau penyeberanganpejalan kaki dan berpotongan
dengan sebuah jalan arteri utama. Pada keadaan ini Sinyal selalu hijau untuk jalan
utama bila tidak ada kebutuhan dari jalan minor.
Pengaturan sin y al aktuasi penuh adalah moda pengaturan yang paling efisien untuk
simpang terisolir diantara jalan-jalan dengan kepentingan dan kebutuhan lalu-lintas
yang sama atau hampir sama.
Pengaturan sinyal terkoordinasiumumnya diperlukan bila jarak antara simpang
bersinyal yang berdekatan adalah kecil (kurang dari 200 m). Manual ini tidak dapat
digunakan pada koordinasisimpang.Meskipun waktu sinyal untuk simpang tunggal
pada sistem terkoordinasi umumnyaberdasarkan waktu sinyal dari pengaturan waktu
tetap.
Fase sinyalumumnya mempunyai dampak yang besar pada tingkat kinerja dan
keselamatan lalu-lintas sebuah simpang dari pada jenis pengaturan. Waktu hilang
sebuah simpang bertambah dan rasio hijau untuk setiap fase berkurang bila fase
tambahan diberikan. Maka sinyal akan efisien bila dioperasikan hanya pada dua fase,
yaitu hanya waktu hijau untuk konflik utama yang dipisahkan. Tetapi dari sudut
keselamatan lalulintas, angka kecelakaan umumnya berkurang bila konflik utama
antara lalulintas belok kanan dipisahkan dengan lalulintas terlawan, yaitu dengan fase
sinyal terpisah untuk lalulintas belok kanan.
Jika arus belok kanan terlalu besar untuk dilayani dengan sistem 2 fase, langkah
selanjutnya adalah menerapkan hijau awal untuk pendekat ini (dan hijau akhir untuk
pendekat lawannya)
Fase (dan lajur) terpisah untuk lalu-lintas belok kanandisarankan terutama pada
keadaan-keadaan berikut:
Pada jalan-jalan arteri dengan batas kecepatan diatas 50 km/jam, kecuali bila
jumlah kendaran belok kanan kecil sekali (kurang dari 50 kendaraan/jam per
arah).
Bila terdapat lebih dari satu lajur terpisah untuk lalulintas belok kanan pada
salah satu pendekat.
Bila arus belok kanan selama jam puncak melebihi 200 kendaraan/jam dan
keadaan-keadaan berikut dijumpai:
Jumlah lajur mencukupi kebutuhan kapasitas untuk lalulintas lurus dan
belok kiri sehingga lajur khusus lalu lintas belok kanan tidak diperlukan.
Jumlah kecelakaan untuk kendaraan belok kanan diatas normal dan
usaha-usaha keselamatan lainnya tidak dapat diterapkan.
Belok kiri langsungsedapat mungkin digunakan bila ruang jalan yang tersedia
mencukupi untuk kendaraan belok kiri melewati antrian lalulintas lurus dari pendekat
yang sama, dan dengan aman bersatu dengan lalulintas lurus dari fase lainnya yang
masuk kelengan simpang yang sama.
Pemeriksaan ulang waktu sinval vang sering (menggunakan program KAJI) adalah
tidak mahal bila untuk menurunkan tundaan dan gas buangan.
Waktu kuningsebaiknya dijadikan 5 detik pada sinyal dijalan kecepatan tinggi.
Penempatan tiang sin y al dilakukan sedemikian rupa, sehingga setiap gerakan lalulintas
pada simpang mempunyai dua tiang sinyal:
Sebuah sinyal utamaditempatkan dekat garis stop pada sisi kiri pendekat.
Sebuah sinyal keduaditempatkan pada sisi kanan pendekat.
Denah-denah khas dan penempatan sinyal ditunjukkan pada Figure 2.3.5:1 dibawah.
2.4 RINGKASAN PROSEDUR PERHITUNGAN
Bagan alir prosedur perhitungan digambarkan seperti dibawah. Berbagai langkah yang
berbeda diuraikan secara rinci dalam Bagian 3.
Formulir-formulir berikut ini digunakan untuk perhitungan:
SIG-I GEOMETRIK,PENGATURAN Lalu-lintas, LINGKUNGAN
SIG-II ARUS Lalu-lintas
SlG-III WAKTU ANTAR HIJAU.WAKTU HILANG
SIG-IV PENENTUAN WAKTU SINYAL, KAPASITAS
SIG-V TUNDAAN, PANJANG ANTRIAN, JUMLAH KENDARAAN TERHENTI
JALAN PERKOTAAN
2.1 PENDEKATAN UMUM
Prosedur perhitungan yang diberikan dalam Bab ini secara umum, mirip dengan U.S.
Highway Capacity Manual 1985 (US-HCM, revisi 1994). Hal ini disengaja, karena
pemakai manual ini mungkin sudah mengenal prosedur US HCM. Secara terinci,
prosedur dan variable tersebut tidak sama. Untuk variabel yang umum, nilai untuk
kondisi Indonesia sering sangat berbeda dengan US-HCM.
2.1.1 Tipe Perhitungan
Prosedur yang diberikan dalam Bab ini memungkinkan perhitungan berikut
untuk tipe segmen jalan perkotaan yang berbeda:
Kecepatan arus bebas
Kapasitas
Derajat kejenuhan (arus/kapasitas)
Kecepatan pada kondisi arus sesungguhnya
Arus lalulintas yang dapat dilewatkan oleh segmen jalan tertentu dengan
mempertahankan tingkat kecepatan atau derajat kejenuhan tertentu.
2.1.2 Tingkat analisa
Prosedur diberikan dalam manual ini untuk memungkin kanalisa dilakukan
pada dua tingkat yang berbeda:
Analisa operasional dan perencanaan: Penentuan kinerja segmen jalan akibat
arus lalulintas yang ada atau yang diramalkan. Kapasitas dapat juga dihitung,
yaitu arus maksimum yang dapat dilewatkan dengan mempertahankan tingkat
kinerja tertentu. Lebar jalan atau jumlah lajur yang diperlukan untuk
melewatkan arus lalulintas tertentu, dengan mempertahankan tingkat kinerja
tertentu dapat juga dihitung untuk tujuan perencanaan.
Pengaruh kapasitas dan kinerja dari segi perencanaan lain, misalnya pembuatan
median atau perbaikan lebar bahu, dapat juga diperkirakan. Ini adalah tingkat
analisa yang paling rinci.
Analisa perancangan: Sebagaimana untuk perencanaan, tujuannya adalah
untuk memperkirakan jumlah lajur yang diperlukan untuk jalan rencana, tetap
inilah arus diberikan hanya berupa perkiraan LHRT. Rincian geometri serta
masukan lainnya dapat diperkirakan atau didasarkan pada nilai normal yang
direkomendasikan.
Metode perhitungan yang digunakan dalam operasional, perencanaan dan
perancangan pada dasarnya sama dan hanya berbeda dalam tingkat perincian
masukan dan keluaran. Metode yang digunakan dalam analisa perancangan
mempunyai latar belakang teoritis yang sama seperti analisa operasional dan
perencanaan, tetapi telah disederhanakan karena data masukan rinci tidak ada.
2.1.3 Periode analisa
Analisa kapasitas jalan dilakukan untuk peridoe satu puncak, arus kecepatan rata-
rata ditentukan untuk periode pada manual ini. Pengunaan periode analisa satu
hari penuh (LHRT) terlalu kasar untuk analisa operasional dan perencanaan. Di
lain pihak, penggunaan 15 menit puncak dari jam puncak terlalu rinci. Dalam
manual ini, arus dinyatakan dalam satuan per jam (smp/jam), kecuali dinyatakan
lain.
2.1.4 Jalan terbagi dan tak-takterbagi
Untuk jalan tak terbagi, analisa dilakukan terpisah pada masing-masing arah
lalulintas, seolah-olah masing-masing arah merupakan jalan satu arah yang
terpisah.
2.2 VARIABEL
2.2.1 Arus kompositas lalu-lintas
Dalam manual, nilai arus lalu-lintas (Q) mencerminkan komposisi lalu lintas,
dengan menyatakan arus dalam satuan mobil penumpang (smp). Semua nilai arus
lalulintas (per arah dan total) diubah menjadi satuan mobil penumpang (smp)
dengan menggunakan ekivalensi mobil penumpang (smp) yang diturunkan secara
empiris untuk tipe kedaraan berikut (lihat defenisi dalam bagian 1.3) :
Kendaraan ringan (LV) (termasuk mobil penumpang,minibus,pik-up,truk kecil
dan jeep).
Kendaraan berat (HV) (termasuk truk dan bus).
Sepeda motor (MC).
2.2.2 Kecepetan arus bebas
Kecepatan arus bebas (FV) didefinisikan sebagai kecepatan pada tingkat arus
nol,yaitu kecepatan yang dipilih pengemudi jika mengendarai kendaraan
bermotor tanpa dipengaruhi oleh kendaraan bermotor lain di jalan (lihar bagian
1.2).
Kecepatan arus bebas telah diamati melalui pengumpulan data lapangan, dimana
hubungan antara kecepatan arus bebas dengan kondisi geometri dan lingkungan
telah dipilih sebagai kriteria dasar untuk kinerja segmen jalan pada arus=0.
Kecepatan arus bebas untuk kendaraan berat dan sepeda motor juga deberikan
sebagai referensi. Kecepatan arus bebas untuk mobil penumpang biasanya 10 -
15% lebih tinggi dari tipe kendaraan ringan lain.
Persamaan untuk penentuan kecepatan arus mempunyai bentuk berikut:
FV= (FV0 + FVw) x FFVSF x FFVcs
Dimana:
FV = kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi lapangan
(km/jam)
FV0 =kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan pada jalan yang
diamati (lihat bagian 2.4 bawah)
FVw = penyesuaian kecepatan untuk lebar jalan (km/jam)
FFVSF = faktor penyesuairan untuk hambatan samping dan lebar bahu atau
jarak kerb penghalang
FFVcs = faktor penyesuairan kecepatan untuk kota
2.2.3 Kapasitas
Kapasitas didefinisikan sebagai maksimum melalui suatu titik dijalan yang dapat
dipertahankan per satuan jam kondisi tertentu, untuk jalan duajalurduaarah,
kapasitas ditentukan untuk arus dua arah (kombinasi dua arah), tetapi jalan
dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas ditentukan per jalur.
Nilai kapasitas telah diamati melalui pengumpulan data lapangan selama
memungkinkan, karena lokasi yang mempunyai arus mendekati kapasitas segmen
jalan sedikit (sebagaimana terlihat dari kapasitas simpangan sepanjang jalan),
kapasitas juga telah diperkirakan dari analisa kondisi ringan lalu lintas, dan secara
teoritis dengan mengansumsikan hubungan antara kerapatan, kecepatan (smp).
Persamaan dasar untuk menentukan kapasitas adalah sebagai berikut:
C=Co x FCW x FCSP X FCSF x FCSV
Dimana :
C = kapasitas (smp/jam)
Co = kapasitas dasar(smp/jam)
FCW = faktor penyesuaian lebar jalan
FCSP = faktor penyesuaian pemisahan arah ( hanya untuk jalan terbagi)
FCSF = faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/kerb
FCSV = faktor penyesuaian ukuran kota
Jika kondisi sesungguhnya sama dengan kondisi dasar (ideal) yang ditentukan
sebelumnya (lihat bagian 2.4), maka semua faktor penyesuaian menjadi 1,0 dan
kapasitas sama dengan kapasitas dasar.
2.2.4 Derajat kejenuhan
Derajat kejunuhan (DS) didefinisikan sebagai rasio arus terhadap
kapasitas,digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja
simpang dan segmen jalan. Nilai DS menunjukan apakah segmen jalan tersebut
mempunyai masalah kapasitas atau tidak.
DS =QC
Derajat kejenuhan dengan menggunakan arus dan kapasitas dinyatakan dalam
smp/jam.DS digunakan untuk analisa perilaku lalulintas berupa kecepatan,
sebagaimana dijelaskan dalam prosedur perhitungan bagian 3 langkah D-2.
2.2.5 Kecepatan
Manual menggunakan kecepatan tempuh sebagai ukuran utama kinerja segmen
jalan, karena mudah dimengerti dan diukur, dan merupakan masukan yang
penting untuk biaya pemakai jalan dalam analisa ekonomi. Kecepatan tempuh
didefinisikan dalam manual ini sebagai kecepatan rata-rata ruang dari kendaraan
(LV) sepanjang jalan:
V = LTT
Dimana:
V = kecepatan rata-rata ruang LV (km/jam)
L = panjang segmen (km)
TT = Waktu tempuh rata-rata LV sepanjang segmen (jam)
2.2.6 Perilaku lalu lintas
Dalam US HMC 1994, perilaku lalulintas diwakili oleh tingkat pelayanan (LOS): yaitu
ukuran kualitatif yang mencerminkan persepsi pengemudi tentang kualitas tentang
kualitas mengendarai kendaraan. LOS berhubungan denga ukuran kuantitatif, seperti
kerapatan atau persen waktu tundaan. Konsep tingkat pelayanan dikembangkan untuk
penggunaan di Amerika Serikat dan definisiLos tidah berlaku secara langsung
diIndonesia. Dalam Manual ini kecepatan dan derajat kejenuhan digunakan sebagai
indikator perilaku lalulintas dan paramenter yang sama telah digunakan dalam
pengembangan “panduan rekayasa lalulintas” berdasarkan analisa ekonomi yang
diberikan dalam bagian 2.5.
2.3 HUBUNGAN DASAR
2.3.1 Hubungan kecepatanaruskerapatan
Prinsip dasar analisa kapasitas segmen jalan adalah kecepatan berkurang jika arus
bertambah. Pengunaan kecepatan akibat penambahan arus adalah kecil pada arus
rendah tetapi lebih besar pada arus yang lebih tinggi. Dekat kapasitas, pertambahan
arus yang sedikit akan menghasilkan pengurungan kecepatan yang besar. Hal ini
terlihat pada gambar 2.3.1:1. Hubungan ini telah ditentukan secara kuantitatif untuk
kondisi ‘standar’ untuk setiap tipe jalan. Setiap kondisi standar mempunyai geometri
standard dan karateristik lingkungan tertentu. Jika karateristik jalan “lebih baik” dari
kondisi standar (misalnya lebih lebar dari lebar jalur lalulintas normal) kapasitas
menjadi lebih tinggi dan kurva bergeser kesebelah kanan, dengan kecepatan lebih
tinggi pada arus tertentu. Jika karateristik jalan “lebih buruk” dari kondisi standar
(misalnya hambatan samping tinggi) kurva bergeser kekiri, kapasitas menjadi
berkurang dan kecepatan pada arus tertentu lebih rendah seperti terlihat pada
gambar 2.3.1:2
Untuk setiap tipe jalan, kurva standar untuk tipe jalan tersebut telah ditentukan
berdasarkan data empiris. Analisa perilaku lalulintas kemudian dilakukan sebagai
berikut:
1. Penentuan kecepatan arus bebas dan kapasitas untuk kondisi dasar yang ditentukan
sebelumnya pada setiap tipe jalan.
2. Perhitungan kecepatan arus bebas dan kapasitas untuk kondisi jalan sesungguhnya
dengan menggunakan table berisi faktor penyesuaian yang ditentukan secara
empiris menurut perbedaan antara karakteristik dasar dan sesunguhnya dan
geometri, lalulintas dan lingkugnan jalan yang diamati.
3. Penentuan kecepatan dari kurva umum kecepatanarus untuk kecepatan arus bebas
yang berbeda pada sumbuy, dimana arus dinyatakan dengan derajat kejenuhuan
pada sumbux
Model yang tepat dengan mengunakan data kecepatanarus empiris sering diperoleh
dengan mengunakan Rejim Tunggal:
V = F[1-(D❑
Dj¿(l−1)¿1 /(1−m) ; D0/Dj = [(1-m)/(l-m)¿1 /(l−1)
Dimana:
FV = kecepatan arus bebas (km/jam)
D = kerapatan (smp/km) (dihitung debagai Q/V)
Dj = kerapatan pada saat jalan mengalami kemacetan total (smp/jam)
l,m = konstanta
Data kecepatanarus jalan perkotaan yang terdapat di Indonesia ditunjukkan pada
gambar 2.3.1:3 dan 4. Untuk jalan empat lanjur dan dua lajur, model rajim tunggal
memberikan hasil yang baik, walaupun model linier dengan dua titik belok
memberikan hasil yang lebih baik seperti ditunjukkan dalam gambar.
Data survey lapangan telah dianalisa untuk memperoleh hubungan kurva kecepatan
arus yang khusus untuk jalan tak terbagi dan jalan tak terbagi dengan menggunakan
model ini. Arus sumbu horizontal telah diganti dengan derajat kejenuhan dan sejumlah
kurva telah digambar untuk menunjukkan bebagai kecepatan arus bebas sehingga
secara umum dapat diterapkan seperti ditunjukan pada bagan 3, langkah D-2.
Di Indonesia kecepatan pada derajat kejenuhan tertentu biasa jauh lebih rendah
dibandingkan dengan di Negara maju.
2.4 KARAKTERISTIK GEOMETRI
2.4.1 Jalan dualajur duaarah
Tipe jalan ini meliputi semua jalan perkotaan dualajur duaarah (2/2 UD) dengan lebar
jalan lalulintas lebih kecil dari sama dengan 10,5 meter. Untuk jalan duaarah uang
lebih dari 11meter,jalan sesungguhnya selama beroperasi pada kondisi arus tinggi
sebaiknya diamati sebagai dasar pemilihan prosedur perhitungan jalan perkotaan
dualajur atau empatlajur takterbagi.
Kondisi dasar tipe jalan ini didefinisikan sebagai berikut:
Lebar jalur lalulintas tujuh meter
Lebar bahu efektif paling sedikit 2m pada setiap sisi
Tidak ada median
Pemisahan arah lalulintas 50–50
Hambatan samping rendah
Ukuran kota 1,0–3,0 juta
Tipe alinyemen datar
2.4.2 Jalan empatlajur duaarah
Tipe jalan ini meliputi semua jalan duaarah dengan lebar jalur lalulintas lebih dari 10,5
meter kurang dari 16meter.
a) Jalan empatlajur terbagi (4/2 D)
Kondisi dasar tipe jalan ini didefinisikan sebagai berikut:
- Lebar lajur 3,5 m (lebar jalur lalu lintas total 14m)
- Kereb (tanpa bahu)
- Jarak antara kereb dan penghalang terdekat pada trotoar ≥ 2m
- Tidak ada median
- Pemisahan arah lalulintas 50-50
- Hambatan samping rendah
- Ukuran kota 1,0–3,0 juta
- Tipe alinyeman datar
b) Jalan empatlajur takterbagi (4/2 UD)
Kondisi dasar tipe jalan ini didefinisikan sebagai berikut:
- Lebar lajur 3,5m ( lebar jalur lalulintas total 14m)
- Kereb (tanpa bahu)
- Jarak antara kereb dan penghalang terdekat pada trotoar ≥ 2m
- Tidak ada median
- Pemisahan arah lalulintas 50-50
- Hambatan samping rendah
- Ukuran kota 1,0–3,0 juta
- Tipe alinyemen datar
2.4.3 Jalan enamlajur duaarah terbagi
Tipe jalan ini meliputi semua jalan duaarah dengan lebar lajur lalulintas lebih dari 18
meter dan kurang dari 24 meter.
Kondisi dasar tipe jalan ini didefiniskan sebagai berikut:
- Leber lajur 3,5m (lebar jalur lalulintas total 21m)
- Kereb (tanpa bahu)
- Jarak antara kereb dan penghalang terdekat pada torotar ≥ 2m
- Median
- Pemisahan arah lalu lintas 50–50
- Hambatan samping rendah
- Ukuran kota 1,0–3,0 juta
- Tipe alinyemen datar
2.4.4 Jalan satuarah
Tipe jalan ini meliputi semua jalan satuarah dengan jalur lalulintas dari 5meter sampai
dengan 10,5 meter.
Kondisi dasar tipe jalan ini dari mana kecepatan arus bebas dan kapasitas ditentukan
didefinisikan sebagai berikut :
- Lebar jalur lalulintas tujuh meter
- Lebar bahu efektif paling sedikit 2m pada setiap sisi
- Tidak ada median
- Hambatan samping rendah
- Ukuran kota 1,0–3,0 juta
- Tipe alinyemen datar
2.5 PANDUAN REKAYASA LALU-LINTAS
2.5.1 Tujuan
Tujuan bagian ini adalah untuk membantu pengguna manual dalam memilih
penyelesaian yang tepat masalah umum perancangan, perencanaan dan operasi
dengan menyediakan saran-saran tentang tentang arus lalulintas yang layak untuk tipe
dan denah standar jalan perkotaan dan penerapannya pada berbagai kondisi arus.
Disarankan agar perencanaan jalan perkotaan baru sebaiknya didasarkan pada analisa
biaya siklus hidup dari perencanaan yang paling ekonomis pada arus lalu-lintas tahun
dasar yang berbeda, lihat bagian 2.5.3b. Informasi ini dapat digunakan sebagai dasar
untuk pemilihan asumsi awal tentang denah dan perencanaan yang akan diterapkan
jika menggunakan metoda perhitungan untuk jalan perkotaan seperti dijelaskan pada
Bagian 3 dari Bab ini.
Untuk analisa operasional dan peningkatan jalan perkotaan yang sudah ada, saran
diberikan dalam bentuk perilaku lalulintas sebagai fungsi arus pada keadaan standar,
lihat bag. 2.5.3c. Rencana jalan perkotaan harus dengan tujuan memastikan derajat
kejenuhan tidak melebihi nilai yang dapat diterima (biasanya 0,75). Saran-saran juga
diberikan mengenai masalah berikut yang berkaitan dengan rencana detail dan
pengaturan lalulintas:
- Pengaruh terhadap keselamatan lalulintas danemisi kendaraan akibat
perubahan perencanaan geometrik dan pengaturan lalulintas.
- Hal-hal rencana detail terutama yang mengenai kapasitas dan keselamatan.
2.5.2 Standar tipe jalan dan penampang melintang
Buku "Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan" (Direktorat Jenderal
Bina Marga, Maret 1992) mencantumkan panduan umum untuk perencanaan jalan
perkotaan. Informasi lebih lanjut terutama tentang marka jalan terdapat pada buku
"Produk Standar untuk Jalan Perkotaan" (Direktorat Jenderal Bina Marga, Februari
1987).
Dokumen ini menetapkan parameter perencanaan untuk kelas jalan yang berbeda,
dan mendefinisikan tipe penampang melintang dengan batasan lebar jalur lalulintas
dan lebar bahu. Sejumlah standar tipe penampang melintang telah dipilih untuk
penggunaan khusus pada bagian panduan berdasarkan standar yang ditunjukkan pada
Tabel 2.5.2:1.
Semua penampang melintang diasumsikan mempunyai kereb atau bahu kerikil yang
sesuai untuk kendaraan parkirdan berhenti, tetapi bukan untuk dilalui arus lalulintas.
2.5.3 Pemilihan tipe dan penampang melintang jalan
a) Umum
Dokumen standarjalan Indonesia menunjuk pada tipe jalan dan penampang
melintang yang ditetapkan di atas untuk jalan baru tergantung dari faktor sebagai
berikut:
- Fungsi jalan (arteri, kolektor)
- Kelas jalan
Untuk setiap kelas jalan parameter standarjalur lalulintas, lebar bahu dan alinyemen
jalan ditetapkan dengan rentang tertentu.
Manual ini mempertimbangkan fungsi jalan dan perencanaan geometrik, tetapi tidak
secara eksplisit mengkaitkan tipe jalan yang berbeda dengan kode kelas jalan yang
ditunjukkan di atas.
Tipe jalan dan penampang melintang tertentu dapat dipilih untuk analisa dengan
alasan sebagai berikut:
1. Untuk memenuhi dokumen standarjalan yang ada dan/atau praktek rekayasa
setempat.
2. Untuk memperoleh penyelesaian yang paling ekonomis.
3. Untuk memperoleh perilaku lalulintas yang ditentukan.
4. Untuk memperoleh angka kecelakaan yang rendah.
b)Pertimbangan ekonomi
Ambang arus lalulintas tahun 1 untuk perencanaan yang paling ekonomis dari jalan
perkotaan yang baru berdasarkan analisa biayasiklus hidup (BSH) diberikan pada
Tabel 2.5.3:1 dibawah sebagai fungsi dari kelas hambatan samping untuk dua kondisi
yang berbeda:
1. Konstruksi baru
Asumsi umur rencana 23 tahun
2. Pelebaran jalan yang ada (peningkatan jalan)
Asumsi : Jalan akan diperlebar dalam beberapa tahap segera setelah layak
secara ekonomis umur rencana 10 tahun
Hasil rentang ambang arus lalulintas (tahun 1) yang mendefinisikan penampang
melintang dengan biaya siklus hidup yang paling rendah ditunjukkan pada Tabel
2.5.3:1 dibawah untuk ukuran kota 1-3 Juta. Nilai ambang sedikit lebih rendah untuk
kota yang lebih kecil dan lebih tinggi untuk kota yang lebih besar.
c) Perilaku lalu-lintas
Dalam analisa perencanaan dan operasional (untuk meningkatkan) jalan perkotaan yang
sudah ada, tujuannya sering kali untuk melakukan perbaikan kecil pada geometrik jalan agar
dapatmempertahankan perilaku lalu-lintjis yang diinginkan. Gambar 2.5.3:1 menunjukkan
hubungan antarakecepatan rata-rata kendaraan ringan (km/jam) dan arus lalu-lintas total
(kedua arah) pada berbagaitipe jalan perkotaan dengan hambatan samping rendah dan
tinggi. Hasilnya menunjukkan rentangperilaku lalu-lintas masing-masing tipe jalan, dan
dapat digunakan sebagai sasaran perancangan ataualternatif anggapan, misalnya dalam
analisa perencanaan dan operasional untuk meningkatkan ruasjalan yang sudah ada. Dalam
hal seperti ini, perlu diperhatikan untuk tidak melewati derajat kejenuhan0,75 pada jam
puncak tahun rencana. Lihat juga bagian 4.2 tentang analisa perilaku lalu-lintas untuktujuan
perancangan.
d) Pertimbangan keselamatan lalu-lintas
Tingkat kecelakaan lalu-lintas untuk jalan perkotaantelah diestimasi dari data statistik
kecelakaan di Indonesia seperti ditunjuk pada Bab 1( pendahuluan )
Pengaruh perencanaan geometrik terhadap tingkat kecelakaan dijelaskan sebagai berikut :
- Pelebaran jalur mengurangi tingkat kecelakaan antara 2- 15 % per meter pelebaran
( angka yang tinggi menunjuk pada jalan yang sempit )
- Pelebaran dan perbaikan kondisi permukaan bahu meningkatkan keselamatan lalu-
lintas,walaupun dengan derajat yang lebih kecil dibandingkan pelebaran jalan.
- Median mengurangi tingkat kecelakaan sebesar 30%.
- Median penghalang (digunakan jika tidak ada teinpat yang cukup untuk membuat median
yang normal) mengurangi kecelakaan fatal dan luka berat sebesar 10-30%, tetapi
menaikkan kecelakaan kerugian material.
Batas kecepatan jika secara tepat dilaksanakan, dapat mengurangi tingkat kecelakaan sesuai
dengan Factor (Vsesudah /Vsebelum)2 .
e) Pertimbangan lingkungan
Emisi gas buang kendaraan dan kebisingan berkaitan erat dengan arus lalu-lintas dan
kecepatan. Pada arus lalu-lintas yang konstan emisi ini berkurang dengan pengurangan
kecepatan selama jalan tidak mengalami kemacetan. Jika arus lalu-lintas mendekati
kapasitas (derajat kejenuhan > 0,8), kondisi turbulen "berhenti dan berjalan" yang
disebabkan kemacetan terjadi dan menyebabkan kenaikan emisi gas buang dan kebisingan
jika dibandingkan dengan kondisi lalu-lintas yangstabil.
Alinyemen jalan yang tidak diinginkan seperti tikungan tajam dan kelandaian curam
menaikkan kebisingan dan emisi gas buang.
2.5.4 Perencanaan rinci
Jika standar perencanaan Indonesia diikuti jalan yang aman dan efisien biasanya diperoleh.
Sebagai rekomendasi umum kondisi berikut sebaiknya dipenuhi:
- Standar jalan sebaiknya sejauh mungkin tetap sepanjang rute.
- Di pusat kota selokan sepanjang jalan sebaiknya ditutup, dan trotoar dan kereb
disediakan.
- Bahu jalan sebaiknya rata dan sama tinggi dengan jalur lalu-lintas untuk dapat digunakan
oleh kendaraan berhenti.
- Penghalang seperti tiang listrik, pohon dan sebagainya sebaiknya tidak mengganggu
bahu jalan, jarak antara bahu dan penghalang diharapkan sejauh mungkin karena
pertimbangan keselamatan lalu-lintas.
- Simpang jalan minor dan jalan keluar/masuk lahan di samping jalan sebaiknya dibuat
tegak lurus terhadap jalan utama, dan lokasinya menghindari jarak pandang yang
pendek.
2.6 RINGKASAN PROSEDUR PERHITUNGAN
Bagan alir prosedur perhitungan untuk jalan perkotaan clitunjukkan pada Gambar 2.6:1 di
bawah. Berbagai langkah tersebut dijelaskan secara rinci pada Bagian 3 dan 4.
Formulir berikut digunakan untuk perhitungan:
UR-1 Data masukan:
- Kondisi umum
- Geometri jalan
UR-2 Data masukan (lanjutan):
- Arus dan komposisi lalu-Iintas
- Hambatan samping
UR-3 Analisa :
- Kecepatan arus bebas kendaraan ringan
- Kapasitas
- Kecepatan kendaraan ringan
BAB IV
DATA DAN ANALISIS
SEGMEN JALAN PERKOTAAN HARI KERJA
Arah Jakarta Nama Pencacah Febri Aidi Bagas Aidi
Waktu LV HV MC UM07.00-07.15 311 2 1845 107.15-07.30 430 6 2910 307.30-07.45 536 2 3567 407.45-08.00 538 2 3561 608.00-08.15 415 6 2255 108.15-08.30 330 3 2284 408.30-08.45 369 5 1395 608.45-09.00 431 1 1621 1
3360 27 19438 26
Andisa Andri Abdul Aidi
PED PSV EEV SMV
32 55 187 8
46 86 229 9
42 69 181 6
42 66 131 9
41 96 250 9
34 86 214 6
34 55 154 7
25 66 193 4
296 579 1539 58
Arah Depok Nama Pencacah Ibnu Esther Maulana Esther
Waktu LV HV MC UM07.00-07.15 236 6 620 207.15-07.30 244 11 718 007.30-07.45 266 5 820 307.45-08.00 249 3 950 208.00-08.15 259 5 924 108.15-08.30 272 5 883 208.30-08.45 307 1 841 108.45-09.00 290 5 816 3
2123 41 6572 14
Alvha Arif Arif Esther
PED PSV EEV SMV
35 8 5 10
33 11 6 5
36 14 11 4
30 12 18 3
34 14 11 1
38 11 13 5
37 14 16 3
27 10 12 7
270 94 92 38
SEGMEN JALAN PERKOTAAN HARI LIBUR
Arah Jakarta Nama Pencacah Aidi Andri Esther Andri
Waktu LV HV MC UM11.50-12.05 469 4 856 512.05-12.20 432 3 881 3
12.20-12.35 509 6 927 412.35-12.50 435 8 944 412.50-13.05 457 2 963 013.05-13.20 480 1 992 113.20-13.35 446 1 1071 213.35-13.50 455 3 964 0
3683 28 7598 19
Maulana Andisa Febri Andri
PED PSV EEV SMV
16 7 284 3
5 6 235 3
23 3 305 7
13 4 252 4
17 5 227 3
20 2 232 8
21 4 255 4
14 5 227 3
129 36 2017 35Arah Depok
Nama Pencacah Bagas Abdul Alvha AbdulWaktu LV HV MC UM
11.50-12.05 397 3 751 012.05-12.20 398 5 935 312.20-12.35 301 2 946 212.35-12.50 304 3 837 112.50-13.05 334 1 879 213.05-13.20 350 1 923 213.20-13.35 365 3 969 313.35-13.50 319 5 921 0
2768 23 7161 13
Ibnu Arif Arif Abdul
PED PSV EEV SMV
0 12 22 5
1 21 18 2
9 21 22 1
4 15 19 2
5 17 21 2
7 19 20 1
8 22 19 2
4 23 22 1
38 150 163 16
SIMPANG BERSINYAL HARI KERJA
Arah Dari Jakarta Ke Juanda LTOR Nama Pencacah Andri Esther Ibnu & Febri Esther
Waktu LV HV MC UM11.00-11.15 98 0 280 011.15-11.30 98 1 216 011.30-11.45 80 1 263 011.45-12.00 82 0 274 012.00-12.15 103 0 267 012.15-12.30 90 0 248 012.30-12.45 70 1 264 012.45-13.00 96 0 299 0
717 3 2111 0Arah Dari Depok Ke Juanda RT
Nama Pencacah Winda Panggah Rizky & Mizan PanggahWaktu LV HV MC UM
11.00-11.15 107 0 219 111.15-11.30 110 0 207 111.30-11.45 119 1 236 211.45-12.00 85 0 203 212.00-12.15 100 1 260 012.15-12.30 124 1 203 0
12.30-12.45 92 1 209 012.45-13.00 88 0 198 0
825 4 1735 6Arah Dari Jakarta Ke Depok ST
Nama Pencacah Maulana Esther Aidi & Arif EstherWaktu LV HV MC UM
11.00-11.15 303 7 423 011.15-11.30 297 0 464 011.30-11.45 285 5 437 011.45-12.00 280 3 474 012.00-12.15 279 4 533 012.15-12.30 285 4 496 012.30-12.45 270 2 428 012.45-13.00 298 1 467 0
2297 26 3722 0
Arah Dari Juanda Ke Depok LTOR Nama Pencacah Sumiyati Redi Robert & Zulia Redi
Waktu LV HV MC UM11.00-11.15 108 8 201 311.15-11.30 116 10 224 211.30-11.45 138 7 180 211.45-12.00 103 6 183 212.00-12.15 106 9 193 012.15-12.30 73 3 186 212.30-12.45 95 8 191 212.45-13.00 87 7 181 5
826 58 1539 18Arah Dari Depok Ke Jakarta ST
Nama Pencacah Bagas Abdul Alvha & Andisa AbdulWaktu LV HV MC UM
11.00-11.15 328 5 662 1011.15-11.30 331 4 634 411.30-11.45 277 2 639 811.45-12.00 249 4 707 612.00-12.15 221 2 587 112.15-12.30 307 1 629 012.30-12.45 455 5 424 312.45-13.00 223 3 629 3
2391 26 4911 35Arah Dari Juanda Ke Jakarta RT
Nama Pencacah Riyan Runita Nismi & Vali RunitaWaktu LV HV MC UM
11.00-11.15 189 0 364 211.15-11.30 214 0 325 111.30-11.45 115 0 327 011.45-12.00 131 0 368 012.00-12.15 136 0 330 012.15-12.30 108 0 300 012.30-12.45 118 2 364 012.45-13.00 107 1 382 0
1118 3 2760 3
SIMPANG BERSINYAL HARI LIBUR
Arah Dari Jakarta Ke Juanda LTOR Nama Pencacah Andri Esther Ibnu & Febri Esther
Waktu LV HV MC UM15.05-15.20 141 0 347 015.20-15.35 153 0 331 015.35-15.50 177 1 380 015.50-16.05 186 0 385 016.05-16.20 195 1 404 016.20-16.35 204 0 424 016.35-16.50 224 0 466 016.50-17.05 246 0 513 0
1526 2 3250 0Arah Dari Depok Ke Juanda RT
Nama Pencacah Winda MizanRizky & Panggah Mizan
Waktu LV HV MC UM15.05-15.20 138 0 247 115.20-15.35 92 2 250 015.35-15.50 109 0 251 015.50-16.05 131 0 245 016.05-16.20 144 0 248 016.20-16.35 158 1 253 116.35-16.50 173 0 266 016.50-17.05 182 1 293 0
1127 4 2053 2Arah Dari Jakarta Ke Depok ST
Nama Pencacah Andisa Esther Aidi & Arif EstherWaktu LV HV MC UM
15.05-15.20 303 3 558 015.20-15.35 351 2 570 215.35-15.50 341 2 563 015.50-16.05 339 0 591 016.05-16.20 328 2 602 116.20-16.35 315 3 614 016.35-16.50 331 1 645 016.50-17.05 348 2 697 1
2656 15 4840 4
Arah Dari Juanda Ke Depok LTOR Nama Pencacah Sumiyati Redi Robert & Zulia Redi
Waktu LV HV MC UM15.05-15.20 148 3 269 215.20-15.35 129 3 208 815.35-15.50 186 2 224 615.50-16.05 143 0 264 016.05-16.20 136 1 259 016.20-16.35 150 1 246 216.35-16.50 161 2 251 216.50-17.05 156 0 264 5
1209 12 1985 25Arah Dari Depok Ke Jakarta ST
Nama Pencacah Bagas AbdulAlvha & Maulana Abdul
Waktu LV HV MC UM15.05-15.20 352 6 760 115.20-15.35 268 2 707 215.35-15.50 306 1 691 215.50-16.05 314 8 631 016.05-16.20 320 5 656 116.20-16.35 332 3 682 016.35-16.50 345 2 709 116.50-17.05 362 4 744 2
2599 31 5580 9Arah Dari Juanda Ke Jakarta RT
Nama Pencacah Riyan Runita Nismi & Vali RunitaWaktu LV HV MC UM
15.05-15.20 137 0 384 0
15.20-15.35 142 0 395 015.35-15.50 142 0 392 215.50-16.05 145 1 352 016.05-16.20 147 0 380 016.20-16.35 151 1 376 116.35-16.50 157 0 398 016.50-17.05 160 0 402 0
1181 2 3079 3