kompilasi materi skp dari senior uts

45
1 BARANG PUBLIK (PUBLIC GOODS) BAB I PENDAHULUAN Barang publik memiliki sifat unik dan menarik karena hampir mustahil untuk menyediakan suatu barang publik murni (pure public good) melalui mekanisme pasar. Untuk barang-barang lainnya, pasar telah mendominasi dalam menentukan alokasi dan distribusi, dan semakin lama ketergantungannya menjadi semakin besar. Pada awal millenium ketiga, pasar telah dianggap sebagai cara yang paling efisien untuk mengalokasikan sumber daya, bahkan sekarang pasar bebas telah muncul sebagai ideologi yang lazim dunia. Bahkan Partai Komunis China, yang pernah menganggap dirinya sebagai penjaga paling murni Marxisme, telah merubah sistem ekonomi negaranya melalui mekanisme pasar di bawah rubrik "market socialism" atau sosialisme pasar. Melintasi waktu dan budaya, barang publik hampir seluruhnya disediakan oleh pemerintah. Bahkan Adam Smith, pendiri ekonomi klasik yang pertama kali mengembangkan argumen yang mendukung pasar bebas, berpendapat bahwa untuk penyediaan barang publik dilakukan oleh pemerintah, bukan oleh pasar. Smith berpendapat bahwa dua fungsi utama pemerintah adalah untuk menyediakan dua barang publik, yaitu pertahanan nasional dan sistem hukum. Ia menyarankan bahwa keduanya harus dibayar dari kas negara. Kecenderungan masyarakat untuk menyediakan barang publik dengan menggunakan kas negara telah terjadi secara konsisten dari tahun ke tahun. Dwight Waldo, salah satu penemu ilmu administrasi publik (public administration), telah melakukan survei sejarah administrasi pemerintahan dan mengidentifikasikan tiga fungsi inti pemerintah yaitu: pertahanan, pengadilan, dan sistem perpajakan yang mutlak dibutuhkan untuk membayar mereka. Barang publik, seperti pertahanan nasional, harus dibeli melalui kas negara karena mereka sulit disediakan oleh pasar. Tanpa adanya campur tangan pemerintah, ketersediaan barang publik mungkin akan undersupplied”, atau bahkan tidak tersedia sama sekali. Dengan menyediakan barang publik, pemerintah menjadi kontributor penting untuk efisiensi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. BAB II LANDASAN TEORI A. DEFINISI BARANG PUBLIK Konsep barang publik muncul dalam berbagai istilah dalam literatur akademis, termasuk barang publik murni (pure public goods), barang konsumsi kolektif (collective consumption goods), dan barang sosial (social goods). Namun, barang publik (public goods) adalah istilah yang paling umum digunakan. 1. Origin of the Term "Public" berasal dari istilah Latin “publicus”, yang berarti dewasa, yang dalam konteks ini berarti gagasan yang berkaitan dengan orang-orang. Dalam bahasa Inggris, "public" berarti milik bangsa, negara, atau masyarakat pada umumnya atau dipelihara oleh atau digunakan oleh orang atau masyarakat secara keseluruhan. Jadi kata “publik” menyampaikan gagasan bahwa hal-hal yang publik tersedia untuk semua. "Good," sebagai kata sifat, berasal dari bahasa Anglo-Saxon “god”, yang menyenangkan atau menyesuaikan. Ketika kata tersebut digunakan sebagai kata benda, akan mengacu pada komoditas dan properti pribadi. Kata "good" memiliki konotasi positif dan menyampaikan gagasan tentang manfaat. Ketika kita menaruh kata “public” dan “goods” bersama-sama, "public goods" menyampaikan gagasan manfaat yang tersedia untuk semua orang atau kepada masyarakat secara keseluruhan. Sebenarnya, belum ada kata baku yang paling tepat untuk menggambarkan jenis barang ini. Namun, dalam sebagian besar buku literatur tentang konsep barang publik, frase “public goods” adalah frase yang paling sering digunakan dan lawan katanya adalah private goods. Istilah lain yang juga sering digunakan selain “public goods” adalah "collective goods" atau barang kolektif dan "social goods" atau barang sosial. Istilah "barang kolektif" dan "barang sosial" sebenarnya memiliki keunggulan karena mereka menambahkan konotasi penggunaan bersama (joint cost) dan

Upload: reza-mahardian

Post on 15-Jan-2016

29 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Kompilasi materi SKP dari senior Uts

TRANSCRIPT

Page 1: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

1

BARANG PUBLIK (PUBLIC GOODS)

BAB I PENDAHULUAN

Barang publik memiliki sifat unik dan menarik karena hampir mustahil untuk menyediakan suatu barang publik murni (pure public good) melalui mekanisme pasar. Untuk barang-barang lainnya, pasar telah mendominasi dalam menentukan alokasi dan distribusi, dan semakin lama ketergantungannya menjadi semakin besar. Pada awal millenium ketiga, pasar telah dianggap sebagai cara yang paling efisien untuk mengalokasikan sumber daya, bahkan sekarang pasar bebas telah muncul sebagai ideologi yang lazim dunia. Bahkan Partai Komunis China, yang pernah menganggap dirinya sebagai penjaga paling murni Marxisme, telah merubah sistem ekonomi negaranya melalui mekanisme pasar di bawah rubrik "market socialism" atau sosialisme pasar. Melintasi waktu dan budaya, barang publik hampir seluruhnya disediakan oleh pemerintah. Bahkan Adam Smith, pendiri ekonomi klasik yang pertama kali mengembangkan argumen yang mendukung pasar bebas, berpendapat bahwa untuk penyediaan barang publik dilakukan oleh pemerintah, bukan oleh pasar. Smith berpendapat bahwa dua fungsi utama pemerintah adalah untuk menyediakan dua barang publik, yaitu pertahanan nasional dan sistem hukum. Ia menyarankan bahwa keduanya harus dibayar dari kas negara. Kecenderungan masyarakat untuk menyediakan barang publik dengan menggunakan kas negara telah terjadi secara konsisten dari tahun ke tahun. Dwight Waldo, salah satu penemu ilmu administrasi publik (public administration), telah melakukan survei sejarah administrasi pemerintahan dan mengidentifikasikan tiga fungsi inti pemerintah yaitu: pertahanan, pengadilan, dan sistem perpajakan yang mutlak dibutuhkan untuk membayar mereka. Barang publik, seperti pertahanan nasional, harus dibeli melalui kas negara karena mereka sulit disediakan oleh pasar. Tanpa adanya campur tangan pemerintah, ketersediaan barang publik mungkin akan “undersupplied”, atau bahkan tidak tersedia sama sekali. Dengan menyediakan barang publik, pemerintah menjadi kontributor penting untuk efisiensi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

BAB II LANDASAN TEORI

A. DEFINISI BARANG PUBLIK Konsep barang publik muncul dalam berbagai istilah dalam literatur akademis, termasuk barang publik murni (pure public goods), barang konsumsi kolektif (collective consumption goods), dan barang sosial (social goods). Namun, barang publik (public goods) adalah istilah yang paling umum digunakan.

1. Origin of the Term "Public" berasal dari istilah Latin “publicus”, yang berarti dewasa, yang dalam konteks ini berarti gagasan yang berkaitan dengan orang-orang. Dalam bahasa Inggris, "public" berarti milik bangsa, negara, atau masyarakat pada umumnya atau dipelihara oleh atau digunakan oleh orang atau masyarakat secara keseluruhan. Jadi kata “publik” menyampaikan gagasan bahwa hal-hal yang publik tersedia untuk semua.

"Good," sebagai kata sifat, berasal dari bahasa Anglo-Saxon “god”, yang menyenangkan atau menyesuaikan. Ketika kata tersebut digunakan sebagai kata benda, akan mengacu pada komoditas dan properti pribadi. Kata "good" memiliki konotasi positif dan menyampaikan gagasan tentang manfaat. Ketika kita menaruh kata “public” dan “goods” bersama-sama, "public goods" menyampaikan gagasan manfaat yang tersedia untuk semua orang atau kepada masyarakat secara keseluruhan.

Sebenarnya, belum ada kata baku yang paling tepat untuk menggambarkan jenis barang ini. Namun, dalam sebagian besar buku literatur tentang konsep barang publik, frase “public goods” adalah frase yang paling sering digunakan dan lawan katanya adalah private goods.

Istilah lain yang juga sering digunakan selain “public goods” adalah "collective goods" atau barang kolektif dan "social goods" atau barang sosial. Istilah "barang kolektif" dan "barang sosial" sebenarnya memiliki keunggulan karena mereka menambahkan konotasi penggunaan bersama (joint cost) dan

Page 2: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

2

menggambarkan barang yang digunakan secara bersamaan. Namun demikian, meskipun masing-masing istilah tersebut memberikan gambaran yang sedikit berbeda, namun semua menyampaikan gagasan yang sama, yaitu manfaat yang tersedia untuk masyarakat secara keseluruhan.

2. Casual Definition of Public Goods Pada definisi kasual, barang publik dinyatakan sebagai barang atau layanan yang diberikan melalui sektor publik. Penyediaan barang publik tidak selalu berarti diproduksi oleh pemerintah. Sebagai contoh, perusahaan swasta biasanya memproduksi pesawat tempur, tapi pesawat tersebut selanjutnya dibeli dengan menggunakan dana dari kas negara.

Definisi kasual, dapat dibenarkan, namun tidak sepenuhnya akurat, karena pemerintah juga dapat menyediakan barang-barang privat. Sebuah contoh barang privat yang disediakan oleh sektor publik adalah perumahan publik (public housing). Hal lain yang juga menarik adalah bahwa ketika pemerintah menyediakan barang publik, mereka sering bertindak seperti perusahaan swasta yaitu mengenakan biaya untuk layanan yang diberikan. Misalnya, pengenaan biaya sewa untuk penggunaan perumahan publik, universitas negeri mengenakan iuran kepada mahasiswanya, dan kantor pos publik mengenakan biaya pengiriman. Oleh karena itu, ketentuan pemerintah harus menyediakan barang-barang publik hampir selalu benar, namun, tidak semua barang yang disediakan oleh pemerintah merupakan barang publik.

Pengecualian lain muncul untuk definisi kasual ketika sebuah barang publik disediakan oleh pihak swasta meskipun hal tersebut jarang terjadi untuk barang publik murni. Yang seringkali terjadi adalah penyediaan barang publik yang digabungkan dengan kepentingan swasta. Sebagai contoh, sebuah perusahaan swasta dapat mensponsori pertunjukan kembang api. Pertunjukan kembang api adalah contoh umum barang publik, namun dalam pertunjukan tersebut dapat diselipkan unsur iklan yang merupakan kepentingan pribadi/barang privat. Jadi, pertunjukan kembang api tersebut menjadi contoh tidak murni barang publik, dimana pihak swasta bersedia membayar pertunjukan tersebut karena nilai iklan yang akan mereka terima dari acara tersebut.

3. Abstract Definition of Public Goods Definisi abstrak menyatakan bahwa "barang publik" adalah barang dan jasa yang bersifat nonrival in consumption dan non-excludable. Meskipun definisi ini tepat, namun perlu dipahami terlebih dahulu dua konsep penting, rivalry dan excludability, dalam memahami definisi abstrak seutuhnya.

a. Rivalry/Persaingan Sebuah barang bersifat “rivalry in consumption” adalah ketika tindakan seseorang yang sedang mengkonsumsi barang tersebut dapat menghalangi orang lain untuk menikmati barang yang sama. Sepasang kaus kaki adalah contoh “a rival good”, karena ketika seseorang memakai kaos kaki tersebut, orang lain tidak dapat menggunakannya diwaktu yang sama. Sedangkan “nonrival goods” adalah barang yang dapat dinikmati secara bersamaan oleh banyak orang. Misalnya, beberapa orang secara bersamaan dapat menikmati kembang api. Kemampuan kita untuk menikmati kembang api sama sekali tidak berkurang apabila terdapat tambahan beberapa orang yang mengamati kembang api tersebut. Sekali Anda menghasilkan barang nonrival untuk seseorang, barang tersebut juga tersedia untuk semua orang. Barang publik adalah “nonrival in consumption”.

Istilah "nonrival" sebenarnya tidak universal. Beberapa konsep lain menyebutnya sebagai “collective consumption” dan “joint consumption”. Meskipun istilah “collective consumption” dan “joint consumption” kurang umum, mereka memiliki keuntungan karena lebih menggambarkan barang yang dinikmati oleh kelompok atau komunitas.

b. Excludability Suatu barang dikatakan “excludable” ketika barang tersebut mampu mengecualikan pihak-pihak lain untuk menikmati barang tersebut kecuali bagi mereka yang membayarnya. Sekaleng softdrink adalah contoh sebuah “excludable good”, dimana mesin penjual otomatis dapat dengan mudah mencegah orang yang tidak membayar untuk mendapatkan softdrink. Sebuah barang dikatakan “nonexcludable” ketika barang tersebut tidak mampu mengecualikan pihak lain yang tidak membayar untuk menikmati barang tersebut.

Page 3: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

3

4. Public Goods Can Be Differentiated from Alternative Categories Barang publik adalah barang yang memiliki sifat “nonrival” dan “nonexcludable”. Konsep “rivalry” dan “excludability” disamping dapat memperjelas definisi dari barang publik, mereka juga dapat dijadikan dasar untuk membedakan barang publik dengan barang lainnya. Para ekonom menjadikan “rivalry” dan “excludability” sebagai variabel dikotomi. Sebuah barang dapat bersifat “rival” atau “nonrival” dan juga bisa bersifat “excludable” atau “nonexcludable”. Kedua variabel dikotomi tersebut dapat menciptakan empat kemungkinan kombinasi, yang dapat disajikan dalam tabel taksonomi empat kuadran berikut ini:

Figure 1: Taxonomy of Goods

Rival in Consumption

No Yes

Excludable

Toll Goods (Kuadran I) Private Goods (Kuadran II)

Examples: toll road, cable TV, movie theater, college course.

Examples: chewing gum, can of soda, pair of stockings

Nonexcludable

Public Goods (Kuadran III) Common Goods (Kuadran IV)

Examples: National Defense, lighthouse, fireworks display

Examples: fish in the sea, common pastures, clean air, clean water.

Toll Goods (Kuadran I), adalah barang-barang yang bersifat “nonrival in consumption” tapi “excludable”. Istilah lainnya adalah “natural monopolies”. Yang termasuk jenis dari “Toll Goods” adalah jalan tol; jembatan tol; film bioskop, dan TV kabel. Barang-barang tersebut bersifat nonrival. Sebagai contoh, program TV kabel yang sedang ditonton oleh seseorang tidak menghalangi jutaan pihak lain dari berbagai negara untuk menikmati program yang sama. Namun, barang-barang tersebut “excludable”. Sebagai contoh, sistem TV kabel dapat menghalangi mereka yang tidak membayar untuk melihat program-program tertentu. Sifat excludable ini menciptakan timbulnya iuran bagi pemirsa yang menikmati program TV kabel tersebut. Dengan pembayaran iuran tersebut, memungkinkan penyedia program TV kabel untuk membayar tenaga kerja mereka.

Private Goods (Kuadran II) adalah kebalikan dari barang publik, yang mana bersifat “rival in consumption” dan “excludable”. Contohnya adalah makanan dan pakaian. Sekaleng softdrink adalah contoh yang bagus untuk menggambarkan barang privat. Seseorang yang sedang meminum softdrink akan menghalangi orang lain untuk menikmati softdrink tersebut dalam waktu yang sama. Sekaleng softdrink juga bersifat excludable, dimana mesin penjual otomatis dapat dengan mudah mencegah orang yang tidak membayar untuk mendapatkan softdrink. Pada umumnya, barang yang diperoleh melalui pasar merupakan barang publik. Sifat “excludability” menjamin produsen untuk mendapatkan pembayaran sesuai dengan usaha mereka, dan sifat “rivalry in consumption” mengurangi kemungkinan konsumen untuk mencoba menikmati barang orang lain daripada membelinya.

Public Goods (Kuadran III) memiliki sifat “nonrival” dan “nonexcludable”. Contoh barang publik termasuk pertunjukan kembang api, pertahanan nasional, sistem keadilan, peraturan lalu lintas, perlindungan lingkungan, dan bahkan sinyal radio. Barang publik juga dapat disebut "barang kolektif” dimana barang-barang tersebut dapat digunakan oleh banyak orang secara bersamaan. Barang publik tidak mampu mengecualikan pihak-pihak yang tidak membayar untuk menikmati barang publik. Hal inilah yang menjadikan pihak swasta kurang bersedia untuk menyediakan barang publik karena mereka akan sulit mendapatkan penggantian dari biaya yang telah dikeluarkan.

Common Goods (Kuadran IV) adalah barang-barang yang bersifat “rivalry in consumption” namun “nonexcludable”. Istilah common goods tidaklah universal. Barang tersebut biasa disebut juga sebagai “common pool resourses” atau “common resources”. Contohnya termasuk cadangan air dan minyak bumi, lingkungan, dan ikan di laut. Barang-barang tersebut tersedia dalam jumlah besar dan dapat diakses dari

Page 4: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

4

berbagai lokasi sehingga bersifat nonexcludable. Namun, Barang umum berbeda dengan barang publik karena mereka bersifat “rivalry in consumption”. Misalnya, ikan di laut bersifat rivalry in consumption karena ikan yang telah ditangkap oleh seseorang tidak akan tersedia untuk digunakan oleh orang lain. Penggunaan barang umum oleh seseorang dapat mencegah orang lain untuk menggunakannya.

B. PURE PUBLIC GOODS Barang publik murni adalah suatu anomali yang langka di dunia karena kebanyakan barang memiliki sifat sebagian “rivalry” dan sebagian “excludable”. Barang publik murni adalah barang-barang dan jasa yang tidak ada persaingan sama sekali dalam melakukan konsumsi dan pengecualiannya mustahil. Barang publik di mana karakteristik nonrivalry atau nonexcludability-nya dapat dikompromikan beberapa derajat disebut barang publik tidak murni (impure public goods). Contoh-contoh kemurnian barang publik dapat bermanfaat bagi kita untuk membayangkan secara jelas dinamika penyediaan barang publik.

1. Degrees of Rivalry and Excludability Pengklasifikasian barang akan menjadi lebih sederhana apabila kita memperlakukan “rivalry” dan “excludability” sebagai dikotomi/pemisah dalam menentukan jenis barang. Sifat rivalry maupun excludability jarang ada yang mutlak, yang ada hanya masalah perbedaan tingkatan/level (degree).

Beberapa ekonom memvisualisasikan karakteristik seperti rivalry dan excludability sebagai kontinum, dengan berbagai derajat. Jika persaingan dan dikecualikan berada di continua, taksonomi jenis barang akan diganti dengan grafik dua dimensi, yang dapat menampung berbagai tingkat persaingan/rivalry dan excludability.

Figure II: Revised Taxonomi of Goods with Degrees of Rivalry and Excludability

a. Degrees of Rivalry Dalam dunia nyata, sedikit sekali barang-barang yang memiliki sifat rivalry dan nonrivalry sepenuhnya. Sebagian besar sifat barang terletak diantara dua kondisi ektrim tersebut. Barang yang memiliki sifat nonrivalry sepenuhnya (0%) adalah pertahanan nasional. Setiap warga dapat menerima keseluruhan manfaat dari pertahanan nasional tanpa memperhatikan jumlah penduduknya. Sebagai konsekuensinya, tidak ada biaya tambahan dalam memberikan tingkat perlindungan yang sama persis apabila ada tambahan penduduk. Lawan dari tanpa persaingan sepenuhnya (totally nonrival) adalah persaingan sepenuhnya (totally rival). Topi memiliki sifat persaingan sepenuhnya (100%) karena hanya dapat dipakai oleh satu orang pada satu waktu. Sebagai Akibatnya, ada biaya tambahan untuk menyediakan topi untuk setiap tambahan orang yang ingin memakainya.

Tingkat rivalry in consumption yang terletak diantaranya (0% – 100%) timbul karena adanya eksternalitas. Eksternalitas timbul jika tindakan dari seseorang dapat menimbulkan biaya atau memberikan manfaat bagi orang lain. Eksternalitas positif terjadi ketika tindakan seseorang memberikan manfaat bagi orang lain. Eksternalitas negatif terjadi ketika tindakan seseorang menimbulkan beban/biaya bagi orang lain.

Page 5: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

5

Sebuah jalan umum yang besar, pada suatu waktu bisa dikategorikan sebagai barang nonrival. Sebuah jalan dapat dianggap mendekati nonrival sepenuhnya pada jam tiga pagi pada saat tidak ada mobil lain yang melintasi jalan. Namun di pagi hari, persaingan mulai muncul karena ada tambahan mobil yang melintasi jalan. Sebuah jalan berbeda secara fundamental jika dibandingkan dengan barang nonrival murni seperti pertahanan nasional. Dengan pertahanan nasional, semua warga berbagi posisi/manfaat yang sama dari serangan pihak luar. Berbeda halnya dengan jalan dimana dapat memunculkan persaingan pada tingkat tertentu sehingga mencegah setiap orang berbagi posisi yang sama persis. Dua mobil tidak dapat berbagi ruang yang sama di jalan, dan setiap usaha untuk melanggar prinsip ini akan menimbulkan kecelakaan lalu lintas.

Selama jam sibuk, tingkat persaingan meningkat ke level baru. Setiap tambahan mobil akan memperlambat perjalanan, meningkatkan waktu perjalanan, dan membebani biaya pada pengemudi yang lain. Jadi, meskipun jalan umum masih bersifat “nonexcludable”, tingkat persaingan dalam konsumsi akan semakin bertambah seiring bertambahnya mobil baru. Pada kondisi tertentu, sebuah jalan mungkin tidak dapat dilewati sepenuhnya, sebuah kondisi yang mendekati sifat rivalry penuh. Namun, kejadian tersebut jarang terjadi, karena kebanyakan pengemudi akan tetep dapat melewati jalan meskipun sedikit-sedikit sehingga tidak sepenuhnya rival in consumption.

Eksternalitas juga dapat memodifikasi persaingan dari suatu barang yang secara teoritis bersaing (rivalry in consumption). Sebagai contoh, vaksin untuk penyakit menular adalah bersifat rivalry jika hanya satu orang dapat menerima itu. Jika hanya satu orang yang divaksinasi, penerima vaksin akan menikmati semua manfaat inokulasi. Namun, jika sebagian besar penduduk yang divaksinasi, orang lain yang tidak divaksinasi juga akan menikmati manfaat dalam bentuk penurunan risiko terkena suatu menular penyakit. Jika semua orang divaksinasi, mungkin akan memberantas penyakit itu sama sekali. Sebagai contoh, program vaksinasi cacar internasional mampu menghilangkan penyakit tersebut. Dalam hal ini, tidak hanya penerima yang menerima manfaat kekebalan dari penyakit ini, tetapi semua generasi masa depan juga akan menerima barang publik berupa pemberantasan penyakit ini.

Sedikit sekali barang yang murni rival atau murni nonrival yang mungkin ada, sebagian besar dari mereka menimbulkan beberapa eksternalitas yang membuat mereka tidak sepenuhnya murni rival maupun nonrival.

b. Degree of Excludability Seperti halnya rivalry, excludability juga jarang bersifat mutlak. Sangat sedikit barang yang bersifat excludable sepenuhnya atau nonexcludable sepenuhnya. Sebuah contoh barang yang seutuhnya nonexcludable adalah pertahanan nasional, karena pertahanan nasional tidak hanya melindungi warga yang membayar jasa tersebut tetapi juga melindungi warga yang tidak membayarnya. Sebaliknya, satu kaleng soda dapat menjadi barang excludable jika kita meletakkannya ke dalam mesin otomatis penjual softdrink. Kebanyakan barang berada dalam posisi antara excludability dan nonexcludability. Jalan kota mungkin dikategorikan sebagai barang nonexcludable karena banyak pintu masuk dari berbagai kota lain kejalan tersebut dan tidak mungkin untuk menempatkan pintu tol ditiap jalan masuk tersebut sehingga biaya yang dikeluarkan akan lebih besar daripada pendapatan yang diterima. Pada jalan tol, dipintu masuk dan pintu keluarnya ditempatkan pintu karcis sehingga memudahkan dalam menarik biaya tol dan juga untuk mencegah orang yang tidak membayar karcis untuk masuk sehingga lebih efisien.

Page 6: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

6

Figure: Road on two dimensional continuum of rivalry and excludability

Jika kita perhatikan sifat rivalry dan excludability dari jalan umum di atas, jelas terlihat bahwa jalan umum tidak hanya menempati satu titik pada kontinum tetapi beberapa titik yang membentuk kurva luas yang membentang dari satu sudut ke sudut lain yang berlawanan. Karakteristik ini dapat berubah dan tidak mutlak. Sebagai contoh, excludability dapat diubah dengan menggunakan teknologi dimana pembebanan biaya jalan tol mungkin dapat dikenakan secara elektronik tanpa mengharuskan mobil tersebut berhenti di pabean/pintu masuk. Di masa depan, mungkin pengenaan biaya tol dapat diterapkan di semua tipe jalan, termasuk jalanan kota. Kebijakan ini dapat mengurangi kemacetan jalan karena para pengendara mobil akan berusaha melakukan perjalanan saat off-peak hours, ketika tarif toll yang dikenakan masih lebih murah.

2. Differentiating Pure Public Goods from Alternative Categories Sejak lama para ekonom telah berusaha untuk membuat suatu ketentuan yang dapat membedakan suatu barang. Wilayah abu-abu antara barang publik murni dengan barang privat murni telah tumbuh baik dalam ukuran maupun kepentingan.

Figure 4: Two-dimensional continuum of rivalry and excludability

Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa letak dari barang publik murni dan barang privat murni berada di sudut yang berlawanan dimana barang publik murni memiliki tingkat rivalry dan excludability sebesar 0% sedangkan barang privat murni memiliki tingkat rivalry dan excludability sebesar 100%. Pada faktanya, hampir tidak ada barang yang masuk dalam kategori barang publik murni maupun barang privat murni. Sebagian besar dari mereka terletak di antara keduanya dan belum dapat didefinisikan seutuhnya. Oleh

Page 7: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

7

karenanya, pemahaman akan barang publik akan dimulai dari pemahaman atas pure public goods sebagai istilah yang sudah umum. a. Pure Public Goods

Istilah barang publik murni jarang digunakan apabila dibandingkan dengan istilah barang publik.Barang publik murni adalah barang yang benar-benar memiliki sifat nonrival dan non excludable. Karena sifatnya yang nonrivalry, maka tidak ada biaya tambahan yang dikenakan apabila ada tambahan pengguna baru dan tidak ada pembebanan biaya bagi pengguna yang sudah ada atas tambahan pengguna baru tersebut. Demikian pula, karena sifatnya yang nonexcludable, maka tidak mungkin untuk mencegah orang yang tidak membayar barang tersebut untuk menikmatinya.

1) Barang Publik Internasional Barang publik murni dengan cakupan geografis yang paling universal adalah barang publik internasional, Karena tidak ada penghuni planet ini yang dikecualikan. Barang publik internasional termasuk keamanan internasional, pengetahuan, lingkungan, dan stabilitas ekonomi. Barang publik internasional otomatis menguntungkan semua orang, di manapun di bumi, tanpa harga.

2) Barang Publik Nasional Barang publik nasional adalah barang publik murni yang tidak bisa dipisahkan, tetapi hanya dalam batas-batas suatu negara. Barang publik nasional meliputi pertahanan nasional, sistem hukum, dan kadang-kadang bahkan pemerintah yang efisien. Barang-barang ini tanpa pesaing dan tidak eksklusif dalam suatu negara. Barang publik nasional secara otomatis menguntungkan semua orang di dalam suatu negara, tanpa harga.

3) Barang Publik Lokal Barang publik lokal adalah barang publik murni karena mereka tanpa pesaing dan tidak ada yang dikecualikan untuk tidak membayar. Tapi keuntungan mereka terbatas pada wilayah geografis yang kecil. Banyak contoh klasik dari barang publik, seperti mercusuar dan kembang api, tidak bisa dipisahkan karena kita tidak harus membayar untuk menikmati mereka, tapi untuk menikmati barang-barang ini kita akan harus pergi mendekatinya. Biaya transportasi sering membuat ekonomi tidak rasional bagi kita untuk menikmati manfaat dari barang publik lokal di tempat yang jauh. Barang publik lokal yang tersedia untuk semua orang tanpa harga, tetapi orang harus datang mendekat untuk menikmatinya.

Internasional, nasional, dan barang-barang publik lokal adalah barang publik murni, karena tidak mungkin untuk mengecualikan orang-orang yang tidak membayar. Masalah geografis dapat membuat keterbatasan praktis pada kemampuan kita untuk mengambil keuntungan dari barang-barang.

b. Barang Swasta Murni Barang swasta murni merupakan musuh utama konsumsi dan untuk menyisihkan orang yang tidak membayar. Contoh barang swasta murni termasuk permen karet, sekaleng soda, sepasang kaos kaki, dan anting-anting. Barang swasta hanya tersedia bagi mereka yang bersedia membayar. Sebagian besar ekonom berpendapat bahwa barang swasta murni tidak memiliki eksternalitas. Eksternalitas terjadi ketika transaksi antara dua pihak membebankan biaya atau memberi manfaat pada pihak ketiga. Kebalikan dari barang swasta, yaitu barang publik, dapat dipandang sebagai kasus ekstrim eksternalitas.

c. Barang Publik Tidak Murni Barang publik tidak murni berada diantara barang publik murni dan barang swasta murni. Ada barang publik yang tidak murni dan barang pribadi murni. Konsep barang publik murni lebih umum, sehingga merupakan tempat yang logis untuk memulai. 1) Barang Publik yang dikecualikan

Barang Publik yang dikecualikan adalah barang publik yang dapat dibuat terpisah. Sebuah sinyal siaran televisi adalah barang publik lokal, tidak ada saingan dan tidak eksklusif, setidaknya untuk televisi dalam waktu sekitar 50 mil dari pemancar televisi. Tapi program yang sama dapat dibuat terpisah dengan menempatkan program pada kabel. Karakteristik yang membedakan antara barang publik lokal dan barang klub adalah bahwa barang publik lokal terbuka bagi siapa saja yang ingin menikmatinya, sedangkan upaya sadar dibuat untuk

Page 8: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

8

membatasi akses ke barang-barang klub untuk anggota yang membayar untuk mendukung proyek tersebut. Aturan cepat praktis untuk membedakan barang klub dari barang publik lokal adalah bahwa barang publik lokal yang tersedia untuk semua, bahkan turis. Barang klub, bagaimanapun, adalah hanya tersedia untuk anggota.

2) Barang Publik Congestible Barang publik congestible adalah barang publik yang nonrival dalam penggunaan biasa tetapi menjadi penuh dalam penggunaan yang terus menerus atau jam sibuk. Setiap pengguna tambahan membebankan biaya pada pengguna lainnya. Barang publik yang padat kadang-kadang juga disebut barang publik ambien. Jalan raya adalah contoh yang baik dari barang publik congestible. Selama jam nonpeak menyerupai barang publik, tetapi dapat menjadi penuh pada jam sibuk.

3) Publik Barang Campuran Barang publik juga dapat dicampur dengan barang jenis lain, yang mengakibatkan barang tidak murni. Sebuah contoh umum adalah pencampuran program radio dan iklan radio. Program radio adalah barang publik, karena mereka tanpa pesaing dan tidak eksklusif. Dari perspektif pendengar radio, program radio tanpa pesaing, seperti sejumlah orang dapat mendengarkan tanpa mengganggu pendengar yang ada. Mereka juga tanpa pengecualian, seperti orang dengan radio dapat mendengarkan secara gratis. Iklan radio secara jelas barang-barang swasta karena mereka berdua saingan dan dikecualikan.

4) Barang Swasta tidak murni Kategori ini adalah yang paling umum digunakan. Beberapa ekonom menganggap barang-barang yang tidak umum atau swasta murni sebagai barang publik murni. Tapi barang swasta tidak murni memiliki lebih banyak kesamaan dengan barang swasta murni. Barang pribadi murni keduanya benar-benar saingan dalam konsumsi dan benar-benar terpisah. a) Barang Swasta dengan Eksternalitas

Eksternalitas terjadi setiap kali ada transaksi oleh dua pihak baik dengan membebankan biaya atau memberikan manfaat pada pihak ketiga yang bukan bagian dalam transaksi asli. Dalam kasus eksternalitas positif, kebocoran manfaat kepada pihak ketiga melanggar asumsi persaingan lengkap dari yang baik swasta murni. Dalam kasus eksternalitas negatif, biaya yang dikenakan pada pihak ketiga, yang bukan merupakan pihak dalam transaksi sebenarnya. Dengan demikian pihak dalam transaksi tidak membayar biaya penuh, melanggar asumsi barang pribadi murni yang dikecualikan. Eksternalitas negatif adalah pembenaran bagi intervensi pemerintah, baik untuk mengendalikan dampak negatif dari eksternalitas pada pihak terluka atau kompensasi untuk cedera mereka. Oleh karena itu transaksi dengan eksternalitas tidak lagi murni swasta.

b) Barang Swasta Campuran Barang swasta Campuran serupa dengan barang publik campuran, kecuali mereka mulai keluar sebagai barang swasta. Mereka mungkin berbeda dari barang-barang pribadi dengan eksternalitas saat eksternalitas merupakan bagian dari barang yang dimaksudkan. Misalnya, kampanye internasional untuk memberantas cacar terdiri dari memvaksinasi banyak individu, yang merupakan barang swasta karena setiap dosis vaksin adalah persaingan dan dikecualikan. Tapi hasil penting dari vaksinasi universal pemberantasan penyakit, yang merupakan barang publik seperti yang tanpa pesaing dan tidak eksklusif. dan dikelola universal di seluruh dunia.

c) Barang Swasta yang disediakan untuk publik Dalam kasus yang langka, pemerintah menyediakan barang-barang yang pada dasarnya barang swasta untuk warga negara mereka (Stiglitz, 2000, hal 136). Perumahan adalah contohnya, perumahan adalah barang swasta dan dalam kebanyakan kasus adalah barang swasta murni. Sementara perumahan jelas barang swasta, beberapa komunitas menyediakan perumahan publik dengan sewa bersubsidi kepada mereka yang tidak dapat membeli rumah. Keterlibatan publik dalam barang swasta seperti perumahan adalah dilakukan di bawah premis bahwa masyarakat juga memperoleh beberapa nilai atau manfaat dari mengetahui bahwa beruntung warganya memiliki kebutuhan dasar. Cara alternatif untuk

Page 9: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

9

memenuhi kebutuhan yang sama bagi pemerintah untuk mensubsidi sewa perumahan swasta bagi mereka yang dinyatakan tidak mampu membeli rumah. Seperti yang kita lihat, barang murni menjadi tidak murni karena mereka memiliki karakteristik lebih dari satu jenis yang barang. Beberapa barang-barang murni mungkin mirip dengan lebih dari satu jenis barang murni. Kami membedakan barang publik murni dari kategori ini dengan tidak murni sehingga kita dapat menggunakan contoh murni ketika berpikir tentang tantangan penyediaan barang publik dalam ekonomi pasar.

C. TANTANGAN PENYEDIAAN BARANG PUBLIK Meskipun barang publik diperlukan dalam ekonomi pasar, penyediaan barang-barang publik tersebutlah yang menyajikan tantangan sulit untuk pasar tersebut. Pasar sangat efisien dalam memproduksi barang swasta karena barang tersebut baik persaingan dalam konsumsi dan pengecualian. Pasar menghadapi kesulitan besar mengalokasikan sumber daya untuk produksi barang publik karena kurangnya barang publik kualitas kedua. Salah satu cara untuk memahami pasar menghadapi kesulitan dalam memproduksi barang publik murni adalah untuk mengidentifikasi mekanisme yang memungkinkan pasar untuk secara efektif menghasilkan barang swasta murni dan untuk mengidentifikasi bagaimana perbedaan antara barang publik murni dan swasta murni.

1. Pasar menggunakan Persaingan dan Pengecualian untuk Mengalokasikan Barang Persaingan dan pengecualian sangat penting untuk penyediaan barang di pasar untuk beberapa alasan. Persaingan memungkinkan produsen untuk secara akurat mengukur permintaan produk mereka, dan pengecualian memungkinkan produsen untuk mendapatkan bayaran untuk barang-barang mereka. Fitur-fitur ini, bersama dengan asumsi kepentingan sepihak, menyebabkan keefisienan dan mungkin alokasi yang optimal atas sumber daya yang ada. Adam Smith, dalam buku klasiknya, The Wealth of Nations (1776), menunjukkan bahwa pasar bertindak sebagai invisible hands untuk mengkoordinasikan tindakan-tindakan individu, masing-masing bertindak secara sukarela demi kepentingannya sendiri, untuk melayani kepentingan bersama. Namun kita tidak bergantung pada kebaikan dari tukang daging atau tukang roti untuk menyediakan makanan untuk meja kita, tetapi atas kepentingan diri sendiri (Smith, 1991, hal 20). Seorang tukang roti, ingin mencari nafkah sendiri, akan memanggang barang yang orang inginkan.

2. Kesulitan yang dihadapi dalam menyediakan Barang Publik melalui Pasar. Karena Barang publik dan barang privat merupakan dua hal yang saling bertolak belakang maka alasan mengapa pasar sangat efektif dalam menyediakan barang privat adalah sama dengan alasan mengapa pasar tidak efektif dalam menyediakan barang publik.

a. Nonrivalry menciptakan suatu insentif bagi setiap orang untuk menyembunyikan kesukaan mereka yang sebenarnya Orang-orang dapat menikmati barang nonrival yang diproduksi untuk tetangga mereka. Oleh karenanya, orang-orang lebih memilih untuk tidak bersuara untuk memberikan apresiasi atas barang nonrival tersebut karena takut dimintai kontribusi atas barang tersebut. Jadi, permintaan atas barang publik mungkin tersembunyi sehingga pasar tidak mencoba untuk menawarkan barang publik yang mereka anggap sebagai tidak diinginkan.

b. Non-excludable menciptakan suatu insentif bagi setiap orang bahwa mereka tidak perlu berkontribusi untuk menikmati barang publik tersebut. Karakteristik dari barang publik yang “nonexcludable” membuat orang-orang dapat menikmati mereka tanpa harus membayar. Ini dapat menciptakan seseorang dapat menjadi free rider. 1) Free Rider sebagai suatu kekurangan dalam sifat dasar manusia

Fenomena free rider dapat dianggap sebagai suatu kekurangan dari sifat manusia. Setiap manusia berusaha untuk menghindarkan diri dari masalah dan biaya dan lebih suka untuk membebankannya/berpangku tangan kepada orang lain.

2) Free Rider sebagai peningkat kegunaan rasional (Rational Utility Maximizer) Asumsikan hanya ada dua barang, yaitu makanan dan pertahanan. Makanan adalah barang privat dan pertahanan adalah barang publik. Setiap individu memiliki dua pilihan, menghabiskan sebagian besar dari pendapatan mereka pada makanan atau menghabiskannya pada pertahanan. Jika seseorang memberikan kontribusi paling besar untuk kepentingan publik, pertahanan

Page 10: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

10

nasional, maka kesejahteraan keluarga akan mengalami penurunan yang nyata sedangkan dalam tingkat pertahanan tidak terlihat. Namun, jika individu yang sama menghabiskan mayoritas penghasilannya pada makanan, belanja pangan yang lebih tinggi akan membuat perbaikan yang nyata dalam kesejahteraan keluarga tapipengurangan belanja publik tidak terlihat pengaruhnya dalam keamanan nasional. Pada tingkat individu, akan muncul pemikiran untuk berkontribusi lebih sedikit untuk pertahanan nasional. Setiap individu akhirnya menghadapi godaan untuk menjadi free rider dan bergantung pada kontribusi orang lain untuk barang publik seperti pertahanan nasional. Pada tingkat kolektif, jutaan orang yang memilih untuk menjadi free rider dapat menimbulkan masalah yang serius pada penyediaan barang publik.

3) Free Rider menghalangi timbulnya pareto efficiency karena kurang tersedianya barang publik Pareto efficiency tidak akan tercapai dengan pendanaan sukarela atas barang publik karena barang publik akan kurang didanai sekalipun mereka akan disediakan. Masyarakat secara keseluruhan mungkin lebih suka untuk menukarkan beberapa barang privatnya untuk level barang publik yang lebih besar, tetapi tidak ada individu yang mempunyai keinginan untuk melakukannya. Karena tidak ada individu yang dapat melakukan, dan mereka berperilaku sendiri-sendiri di dalam pasar, mengakibatkan timbulnya keinginan secara terstruktur ke semua warga lainnya untuk menjadi free rider. Oleh karenanya, upaya untuk menyediakan barang publik melalui mekanisme pasar merupakan kegagalan struktural yang disebabkan oleh sifat nonrivalry dan nonexcludability atas barang publik.

BAB III PENYEDIAAN BARANG PUBLIK DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

A. Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang Publik dan Jasa Publik di Indonesia Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik adalah unsur penunjang yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bappenas melalui Sekretaris Utama. Lembaga ini dipimpin oleh seorang kepala.

Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik mempunyai tugas mengkaji, menyiapkan perumusan kebijakan, perencanaan kebijakan pengadaan barang/jasa nasional, serta melaksanakan sosialisasi, pemantauan dan penilaian atas pelaksanaannya. Dalam melaksanakan tugasnya, Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik menyelenggarakan fungsi:

● penyiapan dan perumusan kebijakan dan sistem pengadaan nasional ● penyiapan dan perumusan kebijakan pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia di bidang

pengadaan

● pelayanan bimbingan teknis, pemberian pendapat dan rekomendasi, serta koordinasi penyelesaian masalah di bidang pengadaan

● pengembangan sistem informasi nasional di bidang pengadaan

● pengawasan pelaksanaan pelayanan pengadaan barang/jasa dengan teknologi informasi ● melaksanakan sosialisasi, pemantauan, dan penilaian pelaksanaan kebijakan dan sistem pengadaan

nasional

B. Permasalahan dalam Penyediaan Barang Publik 1. Kebocoran dan Penyimpangan atas penyediaan barang publik sehingga tidak mampu memberikan utilitas

yang optimal Terjadinya begitu banyak kebocoran dan penyimpangan, misalnya sebagai akibat adanya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme serta rendahnya profesionalisme aparat pemerintah dalam mengelola anggaran publik. Korupsi menjadi sindrom klasik yang senantiasa menggerogoti negara-negara yang ditandai oleh superioritas pemerintah salah satunya Indonesia. Kendati sulit dibuktikan, kebocoran anggaran publik terus berlanjut dan merugikan negara. Berdasarkan data ICW (September 2010) adalah besarnya kebocoran APBN mencapai 30%. Kebocoran anggaran itu mengakibatkan proyek infrastruktur yang dibangun dengan anggaran pemerintah lebih cepat rusak dibandingkan dengan umur rencananya. Masalah efektifitas dan efesiensi penggunaan anggaran juga masih sering dipertanyakan. Rendahnya efektivitas dan efisiensi penggunaan keuangan pemerintah akibat maraknya irasionalitas pembiayaan

Page 11: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

11

kegiatan negara. Kondisi ini disertai oleh rendahnya akuntabilitas para pejabat pemerintah dalam mengelola keuangan publik. Hal ini menyebabkan beberapa masalah dalam penyediaan barang publik, yaitu: a. Banyak dalam merencanakan kebutuhan tidak sesuai dengan barang yang dibutuhkan oleh masyarakat

karena memang tidak ada ada partisipasi atau melibatkan masyarakat, karena hanya beberapa tokoh, itupun untuk kepentingan partai atau golongan tertentu.

b. Tidak merencanakan biayaperawatan/pemeliharaan yang semakin hari akan membebani APBN/APBD. c. Barang yang masih layak operasional sudah diusulkan untuk dihapuskan atau diremajakan

2. Kurangnya Kesadaran atas Pembayaran Pajak Barang publik tidak dapat disediakan tanpa adanya partisipasi dari rakyat dalam penyediaan dana. Ukuran partisipasi rakyat secara kasar bisa dihitung dengan membandingkan tax ratio negara Indonesia dengan negara lainnya sehingga bisa diperkirakan pula seberapa banyak free rider atas barang publik yang ada di Indonesia. Berdasarkan data tax ratio tahun 1989 – 2010 diperoleh data sebagai berikut:

Tax Ratio negara-negara berkembang yang selevel dengan Indonesia sudah mampu mencapai tax ratio sebesar 20%. Dari tabel diatas bisa kita simpulkan bahwa selama kurun waktu 21 tahun indonesia hanya mampu menaikkan tax rationya sebesar 5.11% yang bisa kita hitung dari tax ratio 2010 sebesar 13.30 % dikurangi tax ratio 21 tahun yang lalu yaitu pada akhir pelita 1 tahun 1989 sebesar 8.19 %. Dan dengan data diatas juga kita bisa mengatahui bahwa untuk meningkatkan tax ratio indonesia sebesar 1% rata-rata indonesia membutuhkan waktu 4,1 tahun (diperoleh dari 21 tahun dibagi 5,11 %), sementara untuk bisa setara dengan tax ratio negara-negara tetangga yang sedang berkembang yang sudah mencapai sekitar 20% bisa anda hitung sendiri.

3. Sistem hukum yang bisa dibeli menyebabkan rakyat kecil terkecualikan dalam mendapatkan keadilan Korupsi menyebabkan keadilan di negeri ini menjadi hal yang langka yang seharusnya bisa dinikmati oleh semua orang. Aparat hukum di negara ini yang masih bisa dibeli menyebabkan banyak masyarakat miskin yang tersingkirkan dan keadilan itu sendiri menjadi barang privat yang mungkin bukan dalam artian keadilan yang sesungguhnya.

4. Negara belum mampu sepenuhnya menyediakan sistem pendidikan yang dapat dinikmati oleh seluruh penduduk di Indonesia khususnya rakyat miskin. Ketentuan yang menyatakan bahwa sekolah tingkat SD dan SMP menjadi kewajiban pemerintah belum dapat dilaksanakan. Terlihat jelas dengan tingginya biaya sekolah yang semakin lama semakin mahal menjadikan pendidikan menjadi barang yang sulit/excludable. Kondisi ini memang bukan sepenuhnya salah pemerintah, melainkan semua pihak yang secara terstruktur mengakibatkan sistem pendidikan di Indonesia belum dapat dinikmati oleh seluruh penduduk di Indonesia.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN Barang publik merupakan barang yang nonrival dan tidak terpisahkan. Salah satu contoh dari barang publik adalah pertahanan dan keamanan. Sekali barang publik tersebut dinikmati oleh satu orang maka sangat sulit atau mustahil untuk mencegah orang lain untuk menikmati barang publik tersebut walaupun orang tersebut tidak memberikan suatu kontribusi atas barang publik itu. Nonrivalry dan nonexcludability menciptakan beberapa kesulitan dalam usaha-usaha untuk menyediakan barang publik secara sukarela melalui transaksi

Page 12: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

12

pasar. Orang menghadapi godaan untuk bebas menggunakan dan menikmati barang yang dibayar oleh orang lain. Oleh karena itu hampir semua masyarakat, bahkan ekonomi pasar, memilih untuk penyediaan layanan atau barang publik melalui pendapatan pajak.

B. SARAN Penyediaan barang publik di Indonesia masih belum dapat dilakukan secara optimal. Oleh karenanya, perlu dilakukan beberapa perbaikan sebagai berikut: 1. Penegakan hukum di Indonesia (law enforcement) dalam rangka melindungi semua hak dan kewajiban

seluruh penduduk di Indonesia 2. Meningkatkan kesadaran pentingnya pajak dalam penyediaan barang publik di Indonesia 3. Penyediaan barang publik yang tepat sasaran dalam memperoleh utilitas yang maksimal.

Page 13: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

13

KEBIJAKAN MAKRO EKONOMI

MENGAPA KITA MEMPELAJARI KEUANGAN PUBLIK?

Sebelum berbicara lebih lanjut mengenai kebijakan makro ekonomi, ada baiknya jika kita mengetahui mengapa kita mempelajari keuangan publik terlebih dahulu. Jika kita berbicara keuangan publik dipandang dari sisi belanja maka pertanyaan yang sering muncul misalnya adalah: Jenis jasa yang bagaimana dan apa yang harus diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat? Kenapa pemerintah membelanjakan anggarannya untuk bantuan sosial pendidikan dan asuransi kesehatan kepada mereka yang tidak mampu? Kenapa pemerintah menjadi penyedia utama barang dan jasa seperti: Jalan, pendidikan, dan kesehatan, di lain pihak kegiatan pengadaan barang dan jasa seperti: usaha garmen, bisnis hiburan, dan asuransi untuk properti lebih banyak didominasi oleh sektor swasta? Sementara itu, dari sisi pendapatan publik, pertanyaan yang sering muncul misalnya adalah: Bagaimana pemerintah menetapkan tarif pajak untuk masyarakatnya, dan bagaimana nilai pajak tersebut saling terkait satu sama lain dengan keadaan ekonomi para wajib pajak? Kegiatan apa yang seharusnya dikenakan pajak ataupun tidak pada masa-masa krisis? Apakah pengaruh pajak terhadap keberlangsungan perekonomian?

A. Empat Pertanyaan Terkait dengan Keuangan Publik Singkatnya, keuangan publik adalah suatu studi terkait dengan peran pemerintah dalam perekonomian. Mengenai hal ini, maka keuangan publik akan menjawab empat pertanyaan:

1. Kapan seharusnya pemerintah mengintervensi perekonomian? Prinsip dasar dari mikroekonomi adalah “keseimbangan kompetitif pasar akan menimbulkan efisiensi dan memaksimalkan manfaat yang akan diterima oleh masyarakat.” Intinya dari prinsip ini adalah, biarkan pasar yang menentukan nilai/harga dari barang/jasa yang diperdagangan melalui keseimbangan permintaan dan penawaran, maka akan terciptalah “perdagangan-yang-efisien”. Namun kondisi ideal tersebut tidak selalu terjadi dalam kenyataan, pemerintah dalam beberapa hal tertentu masih harus melakukan intervensi dengan alasan:

1) Kegagalan pasar Suatu keadaan yang menyebabkan sistem ekonomi pasar tidak mampu memberikan manfaat yang maksimal dalam hal efisiensi, disebut kegagalan pasar. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan kegagalan pasar, semisal ekternalitas negatif, dimana keputusan yang diambil oleh satu pihak akan mempengaruhi pengeluaran biaya pihak lainnya.

Jika ternyata keseimbangan kompetitif pasar tidak mampu menciptakan suatu manfaat berupa pemaksimalan efisiensi, maka ada kemungkinan dengan intervensi pemerintah hal tersebut dapat diperoleh.

2) Pemerataan sumber daya Pemerataan sumber daya adalah pendistribusian sumber daya dari kelompok yang memiliki sumber daya lebih kepada kelompok lainnya yang masih kurang sehingga kedua kelompok tersebut dapat memiliki sumber daya tersebut dalam proporsi yang sama.

Dikarenakan adanya kemungkinan penyebaran sumber daya yang tidak merata, dimana salah satu kelompok berlebih sedangkan kelompok lainnya kurang, maka diperlukan peran/intervensi pemerintah untuk dapat mendistribusikan sumber daya tersebut sehingga tercapai keseimbangan pada setiap kelompok.

2. Bagaimana seharusnya pemerintah melakukan intervensi? Setelah menentukan apakah pemerintah perlu melakukan intervensi ataupun tidak, langkah berikutnya adalah menentukan bagaimana seharusnya pemerintah melaksanakannya. Terdapat beberapa pendekatan umum yang dapat dilakukan oleh pemerintah: 1) Mengenakan pajak atau memberikan subsidi

Page 14: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

14

Salah satu cara bagi pemerintah untuk mengatasi kegagalan pasar adalah dengan menggunakan mekanisme harga, dimana kebijakan pemerintah digunakan untuk mempengaruhi harga barang tertentu, yaitu melalui pajak (untuk barang-barang yang produksinya berlebih) ataupun subsidi (untuk barang-barang yang produksinya kurang).

2) Melarang atau mewajibkan Pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan untuk melarang penjualan/pembelian barang yang produksinya berlebih, ataupun memerintahkan/mewajibkan agar masyarakat melakukan penjualan/pembelian barang yang secara produksi kurang.

3) Penyediaan layanan publik Langkah lainnya dari pemerintah untuk menghadapi kegagalan pasar adalah dengan menyediakan/memproduksi barang/jasa publik yang memiliki potensi untuk meningkatkan konsumsi masyarakat yang akhirnya hal ini akan membawa pengaruh pada kesejahteraan sosial secara keseluruhan.

4) Penyediaan layanan yang dibiayai oleh keuangan publik Pemerintah mungkin saja ingin mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat namun tanpa intensi untuk terlibat langsung. Oleh karena itu, pemerintah dapat membiayai suatu perusahaan swasta agar menyediakan suatu layanan tertentu kepada masyarakat.

Dari hal tersebut di atas, dapat diketahui bahwa ada banyak pilihan kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah. Ketika akan memutuskan kebijakan apa yang akan diambil, setiap pembuat keputusan haruslah mempertimbangkan dengan matang dan mengevaluasi setiap alternatif pilihan yang ada. Proses mengevaluasi pilihan ini akan membawa kita pada pertanyaan ketiga.

3. Apakah intervensi yang dilakukan oleh pemerintah akan memberikan manfaat ekonomi? Untuk dapat menjawab pertanyaan ini haruslah pembuat kebijakan memahami setiap implikasi yang akan ditimbulkan oleh masing-masing alternatif. Dalam menilai pengaruh yang timbulkan dari intervensi pemerintah, pembuat kebijakan haruslah menyadari bahwa setiap kebijakan memliki pengaruh langsung dan tidak langsung.

1) Pengaruh langsung Pengaruh langsung adalah efek/pengaruh yang dapat diperkirakan jika masing-masing individu yang ada di dalamnya tidak melakukan perubahan tingkah laku atas intervensi yang dilakukan oleh pemerintah.

2) Pengaruh tidak langsung Pengaruh tidak langsung terjadi ketika masing-masing individu yang ada di dalamnya melakukan perubahan tingkah laku sebagai respon terhadap intervensi pemerintah.

4. Apakah alasan dari pemerintah untuk menggunakan suatu cara/kebijakan dalam melakukan intervensi? Haruslah disadari bahwa intervensi yang dilakukan pemerintah tidaklah selalu berkaitan dengan penyelesaian atas masalah kegagalan pasar atau memastikan terdistribusikannya sumber-sumber daya secara merata. Pada praktiknya, pemerintah menghadapi permasalahan yang cukup pelik, pemerintah berusaha menggabungkan keinginan jutaan warganya menjadi suatu kumpulan kebijakan yang saling terkait satu sama lain. Hal ini akan membawa kita pada pertanyaan keempat, mengapa seakan pemerintah membuat kebijakan seenaknya?

Nyatanya kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tidaklah semata dipandang dari sudut pandang ekonomi saja, namun ada banyak pertimbangan yang diambil, misalnya terkait dengan politik. Sebagaimana “kegagalan pasar” mempengaruhi pemaksimalan manfaat di ekonomi pasar, begitupun dengan “kegagalan pemerintah” dapat menyebabkan ketidaktepatan intervensi pemerintah. Oleh karena itu, para politisi harus mempertimbangkan berbagai kemungkinan terkait dengan cara pandang dan tekanan dari luar, kedua hal inilah yang mampu mendorong dibentuknya suatu bentuk kebijakan yang dapat memaksimalkan efisiensi ekonomi dan pemerataan sumber daya dalam cara-cara yang dapat diterima.

Untuk dapat merekomendasikan apakah diperlukannya intervensi dari pemerintah (kembali ke pertanyaan pertama), perlulah dipertimbangkan beberapa hal; apakah dengan adanya intervensi dari pemerintah ini

Page 15: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

15

akan mengurangi/mengatasi masalah? Atau malah akan membuat masalah itu semakin buruk dengan adanya “kegagalan pemerintah”?

B. Mengapa Mempelajari Keuangan Publik? Menilik Dari Fakta-Fakta Yang Ada Di Pemerintahan Yang menjadikan keuangan publik menarik adalah, adanya peran dominan dari pemerintahan di kehidupan sehari-hari kita. Terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan untuk dapat merinci peran pemerintah dalam kehidupan kita, yaitu:

1. Pertumbuhan ekonomi 2. Desentralisasi 3. Pengeluaran, pajak, defisit, dan hutang 4. Distribusi pengeluaran 5. Distribusi sumber-sumber pendapatan 6. Tata peraturan pemerintah Pemerintahan baik dalam skala nasional maupun lokal memiliki cakupan yang luas dan akan terus berkembang seiring perubahan zaman. Ciri khas pemerintah dalam hal belanja dan pendapatan juga akan terus berubah, misalnya dari awalnya penyedia barang publik tradisional (keamanan) menjadi penyedia asuransi sosial (asuransi kesehatan). Melalui tata peraturan perundang-undangannya, pemerintah juga telah memberikan pengaruh pada kehidupan sehari-hari kita.

KEBIJAKAN MAKROEKONOMI

Pengertian Makroekonomi Ilmu Ekonomi Makro atau Makroekonomi merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang mengkhususkan

mempelajari mekanisme bekerjanya perekonomian secara keseluruhan termasuk pertumbuhan dalam pendapatan, perubahan dalam harga, dan tingkat pengangguran. Sedangkan tujuan dari macroekonomi adalah untuk memahami peristiwa ekonomi dan untuk memperbaiki kebijakan ekonomi.

Dalam perekonomian mengenal teori makroekonomi. Teori ini lebih memperhatikan aspek-aspek yang menyeluruh dari kegiatan ekonomi. Apabila yang dibicarakan mengenai produsen, maka yang diperhatikan adalah kegiatan produsen dalam keseluruhan ekonomi. Begitu pula, apabila yang diperhatikan adalah tingkah laku konsumen, maka yang dianalisis adalah tingkah laku keseluruhan konsumen dalam menggunakan pendapatannya untuk membeli barang dan jasa yang dihasilkan dalam perekonomian. Dalam analisis makro ekonomi juga diperhatikan peranan pemerintahan dalam mengatur kegiatan sesuatu perekonomian. Ruang Lingkup Analisis Makroekonomi Ilmu Ekonomi dibedakan menjadi:

● Ekonomi deskriptif, Mengumpulkan keterangan-keterangan faktual yang relevan mengenai sesuatu masalah ekonomi.

● Teori ekonomi, Teori ekonomi tugas utamanya menyusun model analisis ekonomi untuk menerangkan secara umum perilaku sistem ekonomi.

● Ekonomi terapan, Menggunakan hasil-hasil pemikiran yang terkumpul dalam teori ekonomi untuk menerangkan keterangan-keterangan yang dikumpulkan oleh ekonomi deskriptif.

Teori ekonomi dipecah menjadi : ● Teori ekonomi Mikro.

Analisis-analisis dalam teori ekonomi mikro pada umumnya meliputi bagian-bagian kecil dari keseluruhan kegiatan perekonomian, seperti kegiatan seorang konsumen, suatu perusahaan atau suatu pasar.

● Teori Ekonomi Makro. Analisis-analisis dalam teori ekonomi makro lebih global atau lebih menyeluruh sifatnya. Dalam ekonomi makro yang diperhatikan adalah tindakan konsumen secara keseluruhan, kegiatan-kegiatan keseluruhan pengusaha dan perubahan-perubahan keseluruhan kegiatan ekonomi.

Perbedaan dalam ruang lingkup dan titikberat (fokus)

● Mikro ekonomi lebih menitikberatkan pada analisis membuat pilihan untuk (1) mewujudkan efisiensi dalam penggunaan sumber-sumber daya (2) mencapai kepuasan maksimum

Page 16: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

16

● Makro ekonomi menerangkan (1) bagaimana segi permintan dan penwaran menentukan tingkat kegaitan dalam perekonomian (2) Masalah utama yang selalu dihadapi setiap perekonomian (3) Peranan kebijakan dan campur tangan pemerintah untuk mentasai masalah ekonomi yang dihadapi

Menggunakan Mikroekonomi dalam Makroekonomi ● Mikroekonomi adalah studi bagaimana rumah tangga dan Perusahaan membuat keputusan dan

bagaimana pembuat keputusan ini berinteraksi dalam pasar. Dalam mikroekonomi, individu memilih memaksimalkan tingkat kepuasan (utility) dengan batasan anggaran.

● Peristiwa-peristiwa makroekonomi muncul dari interaksi banyak individu yang mencoba memaksimalkan kemakmurannya. Karena variabel agregat adalah jumlah variabel-variabel yang mendeskripsikan keputusan-keputusan individu, studi makroekonomi didasarkan pada landasan-landasan mikroekonomi.

Isu-Isu Utama dalam analisis Makroekonomi Makroekonomi membahas isu- isu penting yang selalu dihadapi dalam suatu perekonomian. Analisis ini berusaha memberikan jawaban kepada pertanyaan- pertanyaan yang dikemukakan yaitu : 1. Faktor- faktor apakah yang menentukan tingkat kegiatan suatu perekonomian ?

2. Mengapa pertumbuhan ekonomi tidak selalu teguh ?

3. Mengapa kegiatan ekonomi tidak berkembang dengan stabil ?

4. Mengapa pengangguran dan kenaikan harga- harga selalu berlaku ?

Analisis mengenai penentuan tingkat kegiatan dalam perekonomian perlu dibedakan kepada tiga bentuk abstraksi, yaitu: ● Analisis penentuan kegiatan perekonomian yang memisalkan bahwa harga tetap dan suku bunga tetap. ● Analisis penentuan kegiatan perekonomian yang memisalkan harga mengalami perubahan. ● Analisis penentuan kegiatan perekonomian yang memisalkan harga dan suku bunga mengalami

perubahan.

Masalah dan Kebijakan Makroekonomi Salah satu aspek penting dari ciri kegiatan perekonomian yang menjadi titik tolak analisis dalam teori makroekonomi adalah pandangan bahwa sistem pasar bebas tidak selalu dapat mewujudkan: 1. penggunaan tenaga kerja penuh. 2. kestabilan harga- harga. 3. pertumbuhan ekonomi yang teguh (konsisten). Masalah-masalah ini mengakibatkan dampak buruk bagi masyarakat dan harus dihindari atau dapat dikurangi. Aspek-aspek penting yang dapat dipelajari dalam makroekonomi adalah kebijakan fiscal (kebijakan pemerintah dalam perpajakan dan penggunaannya), kebijakan moneter (kebijakan pemerintah dalam mengatur penawaran uang dan suku bunga), dan kebijakan ekonomi terbuka.

Masalah Utama Dalam Perekonomian

Dari uraian secara ringkas di atas diterangkan masalah makroekonomi utama yang selalu dihadapi oleh suatu negara dapat dirincikan sebagai berikut : 1. Masalah Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai : perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor- faktor produksi akan selalu mengalami pertambahan dalam jumlah dan kualitasnya. Investasi akan menambah jumlah barang modal, teknologi yang digunakan, tenaga kerja bertambah akibat perkembangan penduduk dan perkembangan tingkat pendidikan.

2. Masalah ketidakstabilan kegiatan ekonomi. Perekonomian tidak selalu berkembang secara teratur dari satu periode ke periode lainnya, karena selalu mengalami masa naik turun. Pergerakan naik turun kegiatan perusahaan- perusahaan di dalam jangka panjang dinamakan konjungtor atau siklus kegiatan perusahaan. Kemunduran yang serius akan menimbulkan masalah pengangguran, sedangkan perkembangan ekonomi yang terlalu pesat akan menimbulkan kenaikan harga- harga atau inflasi. Ahli- ahli ekonomi berkeyakinan bahwa dalam suatu perekonomian yang sepenuhnya diatur oleh mekanisme pasar, siklus kegiatan ekonomi sangat labil, siklus kegiatan ekonomi seperti ini dapat menyebabkan akibat buruk kepada perekonomian dan masyarakat.

3. Masalah pengangguran.

Page 17: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

17

Pengangguran adalah suatu keadaan dimana seorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Faktor utama yang menimbulkan pengangguran adalah kekurangan pengeluaran agregat. Selain itu terdapat faktor-faktor lain yang menimbulkan pengangguran, antara lain :

● Menganggur karena ingin mencari kerja lain yang lebih baik. ● Pengusaha menggunakan peralatan produksi modern yang mengurangi penggunaan tenaga

kerja. ● Ketidaksesuaian di antara ketrampilan pekerja yang sebenarnya dengan ketrampilan yang

diperlukan dalam industri- industri. Akibat buruk pengangguran

Tingkat pendapatan merupakan faktor penting yang menentukan kemakmuran suatu masyarakat. Pendapatan masyarakat mencapai maksimum apabila tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dapat diwujudkan. Pengangguran mengurangi pendapatan masyarakat sehingga mengurangi tingkat kemakmuran yang mereka capai.

4. Masalah kenaikan harga-harga (inflasi). Inflasi dapat didefisikan sebagai suatu proses kenaikan harga- harga yang berlaku dalam perekonomian. Faktor- faktor penyebab Inflasi : ● Tingkat pengeluaran agregat yang melebihi kemampuan perusahaan- perusahaan untuk

menghasilkan barang dan jasa. ● Pekerja- pekerja di berbagai kegiatan ekonomi menuntut kenaikan upah. Akibat buruk Inflasi Inflasi menimbulkan beberapa akibat buruk bagi individu masyarakat dan kegiatan perekonomian secara keseluruhan. Inflasi cenderung menurunkan taraf kemakmuran segolongan besar masyarakat. Bila tidak dikendalikan inflasi akan bertambah serius dan cenderung untuk mengurangi investasi yang produktif, mengurangi ekspor dan menaikkan impor. Sehingga akan memperlambat pertumbuhan ekonomi.

5. Masalah neraca perdagangan dan neraca pembayaran. Istilah perekonomian terbuka berarti suatu perekonomian dengan menjalankan kegiatan ekspor dan import dengan negara- negara lain. Ketidakseimbangan diantara ekspor dan impor dalam aliran keluar/ masuk modal dapat menimbulkan masalah serius dalam kestabilan suatu perekonomian.

Alat Pengamat Prestasi Kegiatan Ekonomi Beberapa jenis data makroekonomi dapat digunakan untuk menilai prestasi kegiatan perekonomian pada suatu tahun tertentu dan perubahannya dari suatu periode ke periode lainnya. Alat pengamat prestasi perekonomian atau indikator makroekonomi yang utama adalah: 1. Pendapatan nasional, pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita.

Pendapatan Nasional adalah istilah yang menerangkan tentang nilai barang dan jasa yang diproduksikan suatu negara dalam suatu tahun tertentu. Produk Nasional Bruto (PNB) produk nasional yang diwujudkan oleh faktor- faktor produksi milik warga negara. Produk Domestik Bruto (PDB) diwujudkan oleh faktor- faktor produksi dalam negeri. PNB dan PDB merupakan ukuran mengenai besarnya kemampuan sesuatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa dalam suatu tahun tertentu. Data produk nasional dapat digunakan untuk menilai prestasi pertumbuhan ekonomi dan bisa untuk menentukan tingkat kemakmuran masyarakat dan perkembangannya.

2. Penggunaan tenaga kerja dan pengangguran. Pengangguran dalam suatu negara adalah perbedaan di antara angkatan kerja dengan penggunaan tenaga kerja yang sebenarnya. Angkatan kerja adalah jumlah tenaga kerja yang terdapat dalam suatu perekonomian pada suatu waktu tertentu. Tingkat partisipasi angkatan kerja dapat dihitung menggunakan cara:

3. Tingkat perubahan harga- harga atau inflasi Untuk mengukur tingkat inflasi, indeks harga yang selalu digunakan adalah indeks harga konsumen/ Consumer Price Indeks (CPI) yaitu indeks harga dari barang- barang yang selalu digunakan para konsumen.

4. Kedudukan neraca perdagangan dan neraca pembayaran. Neraca pembayaran merupakan data yang memberi gambaran tentang lalu lintas perdagangan dan dana dari satu negara ke berbagai negara lain dalam satu tahun tertentu. Dua komponen penting dari

Page 18: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

18

neraca pembayaran yang perlu diperhatikan adalah neraca perdagangan dan neraca keseluruhan (overall balance).

5. Kestabilan nilai mata uang domestik. Perbandingan antara nilai suatu mata uang asing dengan nilai mata uang domestik disebut kurs valuta asing. Kurs ini akan menunjukkan banyaknya uang dalam negeri yang diperlukan untuk membeli satu unit valuta asing tertentu.

Kebijakan Makroekonomi. Kebijakan- kebijakan makroekonomi yang akan dilakukan suatu negara tergantung kepada tujuan- tujuan yang ingin dicapai, tujuan-tujuan kebijakan makroekonomi dapat dibedakan kepada lima aspek berikut : 1. Menstabilkan kegiatan ekonomi

Pengertian kestabilan ekonomi meliputi kewujudan dari 3 hal berikut ini : ➢ Tingkat penggunaan tenaga kerja adalah tinggi. ➢ Tingkat harga- harga tidak menunjukkan perubahan yang berarti. ➢ Terdapat keseimbangan di antara ekspor dan impor dan lalu lintas modal dari atau ke luar negeri. Tujuan menstabilkan ekonomi berarti pula keinginan untuk menghindari fluktuasi yang tajam dalam kegiatan ekonomi dari waktu ke waktu.

2. Mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja (kesempatan kerja) penuh tanpa inflasi. 3. Menghindari masalah inflasi. 4. Menciptakan pertumbuhan yang teguh.

Ada 2 alasan yang menyebabkan suatu negara harus berusaha mencapai pertumbuhan ekonomi yang teguh dalam jangka panjang, yaitu: ➢ Untuk menyediakan kesempatan kerja kepada tenaga kerja yang selalu bertambah. ➢ Untuk menaikkan tingkat kemakmuran masyarakat.

5. Mewujudkan kekukuhan neraca pembayaran dan kurs valuta asing. Bentuk-bentuk Kebijakan Ekonomi Makro

Untuk mencapai tujuan dari ekonomi makro diperlukan beberapa bentuk kebijakan yang harus dijalankan oleh suatu negara dalam sistem perekonomiannya di antaranya sebagai berikut :

a. Kebijakan Fiskal Kebijakan Fiskal meliputi langkah-langkah pemerintah untuk membuat perubahan dalam pendapatan dan pengeluaran negara dengan maksud untuk mempengaruhi pengeluaran agregat dalam perekonomian atau mempengaruhi jalannya perekonomian. Kebijakan ini diambil untuk menstabilkan ekonomi, memperluas kesempatan kerja, mempertinggi pertumbuhan ekonomi, dan keadilan dalam pemerataan pendapatan. Seperti dijelaskan di atas bahwa kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah dilakukan melalui perubahan di dalam pendapatan dalam hal ini pajak dan dalam pengeluaran pemerintah dalam hal ini APBN. Instrumen kebijakan fiskal yang berkaitan erat dengan pendapatan adalah sektor perpajakan. Pengaruh dari sisi perpajakan akan nampak sangat jelas pada perekonomian. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat sehingga industri dapat meningkatkan jumlah produksi. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan produksi industri secara umum. Instrumen kebijakan fiskal lainnya bisa melalui kebijakan anggaran yang terdiri dari : ● Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif

Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.

● Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Anggaran surplus biasanya dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.

● Anggaran Berimbang (Balanced Budget)

Page 19: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

19

Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.

b. Kebijakan Moneter Kebijakan moneter meliputi langkah-langkah pemerintahan yang dijalankan oleh bank sentral (Bank Indonesia) untuk memengaruhi atau mengubah penawaran uang dalam masyarakat atau mengubah tingkat bunga untuk memengaruhi jumlah uang yang beredar di masyarakat. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: ● Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy yaitu kebijakan dalam rangka menambah

jumlah uang yang beredar. ● Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy yaitu kebijakan dalam rangka

mengurangi jumlah uang yang beredar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy).

Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain : ● Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation).

Operasi pasar terbuka merupakan salah satu cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual ataupun membeli kembali surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah. Pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah apabila ingin menambah jumlah uang yang beredar. Dan sebaliknya jika pemerintah meninginkan jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat.

● Fasilitas Diskonto (Discount Rate). Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah uang yang beredar dengan cara merubah tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Bila pemerintah akan meningkatkan jumlah uang yang beredar, pemerintah akan menurunkan tingkat bunga bank sentral. Dan sebaliknya menaikkan tingkat bunga untuk mengurangi jumlah uang yang beredar.

● Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio). Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Pemerintah akan menurunkan rasio cadangan wajib apabila menginginkan jumlah uang yang beredar meningkat. Sedangkan untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio cadangan wajib.

● Himbauan Moral (Moral Persuasion). Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi himbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.

c. Kebijakan Segi Penawaran Kebijakan fiskal dan moneter merupakan kebijakan dari segi permintaan, di samping melalui permintaan, kegiatan perekonomian juga dapat dipengaruhi dari segi penawaran. Kebijakan segi penawaran bertujuan untuk mempertinggi efisiensi kegiatan perusahaan sehingga dapat menawarkan barang dengan harga yang lebih murah atau dengan mutu yang lebih baik. Kebijakan segi penawaran lebih menekankan pada peningkatan semangat tenaga kerja untuk bekerja dengan jalan mengurangi pajak pendapatan rumah tangga dan meningkatkan usaha para pengusaha untuk mempertinggi efisiensi kegiatan produksi. Cara ini dilakukan pemerintah dengan memberi insentif kepada perusahaan yang melakukan inovasi, menggunakan teknologi yang canggih, dan pengembangan mutu barang yang diproduksikan. Selain itu kebijakan segi penawaran dapat dijalankan dengan cara mengembangkan infrastruktur dan peningkatan pelayanan pemerintah dalam mengembangkan kegiatan usaha sektor swasta.

MASALAH DAN KEBIJAKAN MAKRO EKONOMI INDONESIA 2013

Permasalahan yang dihadapi dalam ekonomi makro adalah sebagai berikut : 1. Masalah Kemiskinan dan Pemerataan

Page 20: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

20

Pada akhir tahun 1996 jumlah penduduk miskin Indonesia sebesar 22,5 juta jiwa atau sekitar 11,4% dari jumlah seluruh penduduk Indonesia. Namun, sebagai akibat dari krisis ekonomi yang berkepanjangan sejak pertengahan tahun 1997, jumlah penduduk miskin pada akhir tahun itu melonjak menjadi sebesar 47 juta jiwa atau sekitar 23,5% dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia. Pada akhir tahun 2000, jumlah penduduk miskin turun sedikit menjadi sebesar 37,3 juta jiwa atau sekitar 19% dari jumlah seluruh penduduk Indonesia. Dari segi distribusi pendapatan nasional, penduduk Indonesia berada dalam kemiskinan. Sebagian besar kekayaan banyak dimiliki kelompok berpenghasilan besar atau kelompok kaya Indonesia.

2. Krisis Nilai Tukar Krisis mata uang yang telah mengguncang Negara-negara Asia pada awal tahun 1997, akhirnya menerpa perekonomian Indonesia. Nilai tukar rupiah yang semula dikaitkan dengan dolar AS secara tetap mulai diguncang spekulan yang menyebabkan keguncangan pada perekonomian yang juga sangat tergantung pada pinjaman luar negeri sector swasta. Pemerintah menghadapi krisis nilai tukar ini dengan melakukan intervensi di pasar untuk menyelamatkan cadangan devisayang semakin menyusut. Pemerintah menerapkan kebijakan nilai tukar yang mengambang bebas sebagai pengganti kebijakan nilai tukar yang mengambang terkendali.

3. Masalah Utang Luar Negeri Kebijakan nilai tukar yang mengambang terkendali pada saat sebelum krisis ternyata menyimpan kekhawatiran. Depresiasi penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama dolar ASyang relative tetap dari tahun ke tahun menyebabkan sebagian besar utang luar negeri tidak dilindungi dengan fasilitas lindung nilai (hedging) sehingga pada saat krisis nilai tukar terjadi dalam sekejap nilai utang tersebut membengkak. Pada tahun1997, besarnya utang luar negeri tercatat 63% dari PDB dan pada tahun 1998 melambung menjadi 152% dari PDB. Untuk mengatasi ini, pemerintah melakukan penjadwalan ulang utang luar negeri dengan pihak peminjam. Pemerintah juga menggandeng lembaga-lembaga keuangan internasional untuk membantu menyelesaikan masalah ini.

4. Masalah Perbankan dan Kredit Macet Besarnya utang luar negeri mengakibatkan permasalahan selanjutnya pada system perbankan. Banyak usaha yang macet karena meningkatnya beban utang mengakibatkan semakin banyaknya kredit yang macet sehingga beberapa bank mengalami kesulitan likuiditas. Kesulitan likuiditas makin parah ketika sebagian masyarakat kehilangan kepercayaannya terhadap sejumlah bank sehingga terjadi penarikan dana oleh masyarakat secarabesar-besaran (rush).

Goncangan yang terjadi pada system perbankan menimbulkan goncangan yang lebih besar pada system perbankan secara keseluruhan, sehingga perekonomian juga akan terseret ke jurang kehancuran. Alasan-alasan di atas menyebabkan pemerintah memutuskan untuk menyelamatkan bank-bankyang mengalami masalah likuiditas tersebut dengan memberikan bantuan likuiditas. Namun untuk mengendalikan laju inflasi, bank sentral harus menarik kembali uang tersebut melalui operasi pasar terbuka. Hal ini dilakukan dengan meningkatnya suku bunga SBI. Kebijakan ini kemudian menimbulkan dilema karena peningkatan suku bunga menyebabkan beban bagi para peminjam (debitor). Akibatnya tingkat kredit macet di system perbankan meningkat dengan pesat. Dilema semakin kompleks di saat system perbankan mencoba mempertahankan likuiditasyang mereka miliki dengan meningkatkan suku bungan simpanan melebihi suku bunga pinjaman sehingga mereka mengalami kerugian yang berakibat pengikisan modal yang mereka miliki.

5. Masalah Inflasi Masalah inflasi yang terjadi di Indonesia tidak terlepas kaitannya dengan masalah krisis nilai tukar rupiah dan krisis perbankan yang selama ini terjadi. Pada tahun 2004 tingkat inflasi Indonesia pernah mencapai angka 10,5%. Ini terjadi karena harga barang-barang terus naik sebagai akibat dari dorongan permintaan yang tinggi. Tingginya laju inflasi tersebut jelas melebihi sasaran inflasi BI sehingga BI perlu melakukan pengetatan di bidang moneter. Pengetatan moneter tidak dapat dilakukan secara drastic dan berlebihan karena akan mengancam kelangsungan proses penyehatan perbankan dan program restrukturisasi perusahaan.

6. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran Menurunnya kualitas pertumbuhan ekonomi tahun 2005-2006 tercermin dari anjloknya daya serap pertumbuhan ekonomi terhadap angkatan kerja. Bila di masa lalu setiap 1% pertumbuhan ekonomi mampu menciptakan lapangan kerja hingga 240 ribu maka pada 2005-2006 setiap pertumbuhan ekonomi hanya mampu menghasilkan 40-50 ribu lapangan kerja. Berkurangnya daya serap lapangan kerja berarti

Page 21: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

21

meningkatnya penduduk miskin dan tingkat pengangguran. Untuk menekan angka pengangguran dan kemiskinan, pemerintah perlu menyelamatkan industry-industri padat karya dan perbaikan irigasi bagi pertan

Perekonomian Indonesia saat ini berada dalam critical point. Faktor melemahnya nilai tukar rupiah, inflasi yang terus naik bahkan mencapai puncak tertinggi sejak Global Financial Crisis, disertai peningkatan defisit transaksi berjalan dan semakin tergerusnya cadangan devisa akibat capital outflow serta besarnya utang luar negeri swasta jangka pendek yang jatuh tempo membuat instabilitas perekonomian Indonesia meningkat. Memburuknya indikator-indikator makro ekonomi Indonesia sudah berlangsung lebih dari satu tahun terakhir ini. Selain itu, tekanan yang dihadapi ekonomi nasional disebabkan juga oleh semakin memburuknya ekonomi emerging economies serta kondisi ekonomi global yang masih penuh ketidakpastian. Hal ini harus diwaspadai karena bisa berlanjut ke tahapan yang lebih buruk dan menyebabkan Indonesia masuk ke dalam lubang krisis. Dalam rangka merespon meningkatnya instabilitas ekonomi makro karena merosotnya pertumbuhan ekonomi Indonesia, pemerintah mengeluarkan empat paket kebijakan.

1. Paket Pertama Paket yang dibuat terkait dengan upaya memperbaiki neraca transaksi berjalan dan menjaga nilai tukar rupiah a. Pemerintah akan melakukan langkah mendorong ekspor dengan memberikan deduction tax pada

sektor ekspor minimal 30% dari produksi.

b. Menurunkan impor migas. Dengan meningkatkan porsi penggunaan biodiesel dalam porsi solar sehingga akan mengurangi konsumsi solar yang berasal dari impor. Kebijakan ini akan menurunkan impor migas secara signifikan.

c. Menetapkan pengenaan pajak Bea Masuk yang berasal dari barang impor seperti mobil CBU, barang bermerek yang sekarang 75% akan menjadi 125% sampai 150%.

d. Melakukan langkah memperbaiki ekspor mineral dengan memberikan relaksasi prosedur terkait kuota.

2. Paket Kedua Paket ini bertujuan menjaga pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat. Pemerintah akan memberikan insentif dengan tetap memastikan bahwa defisit fiskal berada pada kisaran 2,38%. Dengan menjaga defisit pada batas aman ini pemerintah memastikan pembiayaan APBNP 2013 dalam kondisi aman. Adapun insentif yang diberikan terkait dengan: a. Tax deduction pada industri padat karya

b. Relaksasi fasilitas kawasan berikat

c. Penghapusan PPN Buku

d. Penghapusan PPN dasar yang sudah tak tergolong barang mewah.

e. Pentingnya menjaga menjaga UMP untuk mencegah terjadi PHK dengan skema kenaikan UMP yang mengacu pada KHL produktifitas dan pertumbuhan ekonomi. Dengan membedakan kenaikan upah minimum industri, UMK, industri padat karya, dan industri padat modal.

f. Insentif dalam jangka menengah addition deduction untuk litbang

g. Mengoptimalkan penggunaan tax allowance untuk insentif investasi

3. Paket Ketiga Paket ketiga ini tujuannya untuk menjaga daya beli masyarakat dan inflasi. Pemerintah akan berkoordinasi dengan BI. Dari sisi pemerintah untuk mengatasi inflasi atau harga yang bergejolak atau volatile food, pemerintah akan ubah tata niaga daging sapi dan hortikultura dari pembatasan sistem kuota menjadi mekanisme yang andalkan harga.

4. Paket Keempat Paket keempat ini terkait dengan mempercepat investasi. Pemerintah akan mengambil langkah: a. Menyederhanakan perizinan dengan mengefektifkan fungsi pelayanan satu pintu dan

menyederhanakan jenis perizinan yang menyangkut kegiatan investasi. Sebagai contoh saat ini sudah ada perizinan investasi hulu migas dari 69 jenis menjadi hanya 8 perizinan.

Page 22: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

22

b. Mempercepat dan saat ini sudah dirampungkan adalah revisi PP tentang DNI (Daftar Negatif Investasi) yang lebih ramah bagi investor.

c. Mempercepat program investasi berbasis agro, CPO, kakao, rotan, mineral, logam, bauksit, nikel dan tembaga dengan memberikan insentif berupa tax holiday dan tax allowance serta percepatan renegosiasi kontrak karya dan PKP2B.

Page 23: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

23

KEBIJAKAN FISKAL

A. PENDAHULUAN Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter saling berpengaruh satu sama lain dalam kegiatan perekonomian suatu negara. Jika kebijakan moneter dipengaruhi beberapa variabel utama antara lain suku bunga, pertumbuhan ekonomi (Gross Domestic Product/GDP), inflasi, dan kurs valuta asing, maka dalam kebijakan fiskal dipengaruhi oleh dua variabel utama, yaitu pajak (tax) dan pengeluaran pemerintah (goverment expenditure). Membahas mengenai kebijakan fiskal dan kebijakan moneter tentu berkaitan erat dengan kegiatan perekonomian empat sektor. Keempat sektor ini memiliki hubungan interaksi masing-masing dalam menciptakan pendapatan dan pengeluaran. Keempat sektor tersebut adalah (1) sektor rumah tangga; (2) sektor perusahaan; (3) sektor pemerintah dan (4) sektor internasional/luar negeri.

B. PENGERTIAN KEBIJAKAN FISKAL Terdapat beberapa pengertian tentang kebijakan fiskal yang dapat kita temui. Definisi yang paling populer menyebutkan bahwa kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana dan kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan. Singkatnya, kebijakan fiskal adalah kebjakan pemerintah yang terkait dengan penerimaan atau pengeluaran negara.

Samuel dan Nordhaus mendefinisikan kebijakan fiskal sebagai proses pembentukan perpajakan dan pengeluaran masyarakat dalam upaya menekan fluktuasi siklus bisnis, dan ikut berperan dalam menjaga pertumbuhan ekonomi, penggunaan tenaga kerja yang tinggi, bebas dari laju inflasi yang tinggi dan berubah-ubah.

Sementara menurut Tulus TH Tambunan, kebijakan fiskal memiliki dua prioritas, priotitas pertama adalah mengatasi defisit anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) dan masalah-masalah APBN lainnya – defisit APBN terjadi apabila penerimaan pemerintah lebih kecil dari pengeluarannya – serta prioritas kedua untuk mengatasi stabilitas ekonomi makro, yang terkait dengan pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, kesempatan kerja dan neraca pembayaran.

Sedangkan menurut Nopirin, kebijakan fiskal terdiri dari perubahan pengeluaran pemerintah atau perpajakan dengan tujuan untuk mempengaruhi besar serta susunan permintaan agregat. Indikator yang biasa dipakai adalah budget defisit yakni selisih antara pengeluaran pemerintah (dan juga pembayaran transfer) dengan penerimaan terutama dari pajak.

Pengertian lainnya menyatakan bahwa kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.

Berdasarkan dari beberapa teori dan pendapat ahli di atas dapat kita simpulkan bahwa kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara untuk mengarahkan kondisi perekonomian menjadi lebih baik yang terbatas pada sumber-sumber penerimaan dan alokasi pengeluaran negara yang tercantum dalam APBN.

Tentu di luar beberapa pendapat di atas masih dapat kita temui berbagai definisi lain tentang kebijakan fiskal, namun demikian konsep yang harus kita pahami adalah bahwa kebijakan fiskal meliputi suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik melalui penerimaan dan pengeluaran pemerintah.

C. TUJUAN KEBIJAKAN FISKAL Secara umum, tujuan yang ingin dicapai melalui kebijakan fiskal adalah stabilitas ekonomi yang lebih mantap. Artinya secara nasional laju pertumbuhan ekonomi yang layak tetap dapat dipertahankan tanpa adanya angka pengangguran yang signifikan serta tetap menjaga stabilitas harga.

Page 24: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

24

Kebijakan ini bertujuan untuk memperbaiki keadaan ekonomi, mengusahakan kesempatan kerja (mengurangi pengangguran), dan menjaga kestabilan harga-harga secara umum. Hal ini dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran konsumsi pemerintah (G), jumlah transfer pemerintah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan nasional (Y) serta tingkat kesempatan kerja (N).

Kebijakan fiskal juga merupakan salah satu paket tindakan pemerintah di bidang pengeluaran dan penerimaan keuangan negara. Dengan kata lain kebijakan fiskal mengusahakan peningkatan penerimaan pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan cara menyesuaikan pengeluaran dan penerimaan pemerintah. Pencegahan timbulnya pengangguran merupakan tujuan yang paling utama dari kebijakan fiskal karena perekonomian suatu negara dapat mencapai laju pertumbuhan yang dikehendaki melalui tingkat penggunaan tenaga kerja penuh (full employment). Full employment dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang menunjukkan seluruh angkatan kerja memperoleh pekerjaan. Kondisi ini dapat terwujud bila pemerintah mampu menambah lapangan kerja melalui berbagai kebijakan sehingga dapat menampung seluruh tenaga kerja yang tersedia. Kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk mencapai kondisi full employment antara lain dengan mengundang investor asing untuk berinvestasi di Indonesia. Dari dalam negeri, pemerintah menambah pengeluaran untuk membuka lapangan kerja padat karya melalui proyek-proyek pembangunan infrastruktur fisik. Sementara di bidang moneter, bank sentral dapat menerbitkan regulasi yang memudahkan pengajuan kredit usaha dan penentuan suku bunga yang kondusif bagi dunia usaha.

D. DEFLASI vs INFLASI Kondisi penurunan yang tajam dari harga-harga umum (deflasi) dalam jangka panjang dapat memicu timbulnya pengangguran karena sektor usaha swasta akan kehilangan potensi untuk mendapat keuntungan. Sebaliknya, kondisi harga-harga umum yang meningkat terus (inflasi) juga mempunyai akibat yang tidak baik bagi perekonomian. Karena penghasilan yang diterima oleh masyarakat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang harganya terus naik. Inflasi yang berkepanjangan akan melemahkan perekonomian karena para memilik modal akan beralih dari investasi produktif ke investasi dalam bentuk barang-barang tahan lama seperti rumah, tanah, dan gedung karena hal ini lebih menguntungkan daripada investasi produktif.

Kedua kondisi tersebut tidak baik bagi iklim makroekonomi suatu negara, oleh karenanya untuk mengatasi kondisi deflasi maupun inflasi dilaksanakan kebijakan fiskal sebagai berikut: a) Mengubah Pengeluaran Pemerintah.

Dalam kondisi inflasi, uang yang beredar melebihi dari yang diperlukan dalam perekonomian. Untuk itu pemerintah mengurangi pengeluaran sehingga mengakibatkan tabungan (pendapatan lebih besar daripada pengeluaran).

b) Mengubah Tingkat Pajak. Menaikkan tarif pajak pendapatan masyarakat sehingga mengakibatkan turunnya tingkat konsumsi masyarakat.

c) Pinjaman Paksa. Pemerintah memotong gaji pegawai negeri sebagai pinjaman pemerintah untuk mengurangi jumlah uang yang beredar.

E. INSTRUMEN KEBIJAKAN FISKAL Instrumen kebijakan fiskal yang paling utama adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Pajak merupakan komponen penting dalam menentukan kondisi makroekonomi suatu negara. Mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi, jika pajak diturunkan maka kemampuan/daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Sebaliknya kenaikan tarif pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum. Diantara beberapa pilihan instrumen kebijakan fiskal yang lazim dilakukan pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi makro antara lain:

a) Menaikkan atau menurunkan pajak rumah tangga b) Mengatur pengeluaran pemerintah untuk pengusaha tertentu c) Memberikan rangsangan fiskal (insentif atau subsidi) pada pengusaha tertentu

Page 25: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

25

F. HUBUNGAN ANTARA KEBIJAKAN FISKAL DAN APBN Dalam pengertian umum disebutkan bahwa kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilaksanakan lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Benarkah kebijakan di bidang perpajakan sebagai sumber utama pendapatan negara yang tercantum di dalam APBN ? Pada bagian selanjutnya kita akan meneliti apakah pengaruh dari suatu kebijaksanaan fiskal yang dicerminkan oleh suatu struktur APBN tertentu terhadap perekonomian. Pengaruh kebijaksanaan fiskal terhadap perekonomian dapat dianalisis dalam dua tahap yang berurutan yaitu bagaimana suatu kebijaksanaan fiskal diterjemahkan ke dalam APBN serta bagaimana APBN tersebut dapat mempengaruhi perekonomian. Menerjemahkan kebijakan fiskal ke dalam APBN artinya dalam mengelola sumber pendapatan – terutama pajak dan bea – pemerintah menyatakan kemampuan mengumpulkan pendapatan untuk digunakan mengelola pemerintahan dalam anggaran pendapatan serta janji/komitmen pemerintah menjalankan pemerintahan dan pembangunan dalam anggaran belanja. APBN mempunyai dua sisi, sisi yang mencatat pengeluaran dan sisi yang mencatat penerimaan. Sisi pengeluaran mencatat semua kegiatan pemerintah yang memerlukan uang untuk pelaksanaannya. Dalam prakteknya, pos-pos yang tercantum sangat beraneka ragam dan mencerminkan apa yang ingin dilaksanakan pemerintah dalam programnya. Sebagai contoh program pemerintah dapat berupa kegiatan yang mengakibatkan adanya pengeluaran untuk belanja pegawai, belanja barang/jasa, belanja modal maupun transfer serta berbagai pengeluaran lainnya. Semua pos pada sisi pengeluaran tersebut memerlukan dana untuk melaksanakannya. Sehingga diperlukan suatu objek untuk memperoleh penerimaan negara guna melakukan pembayaran pengeluaran tersebut. Sisi penerimaan menunjukkan dari mana dana yang diperlukan tersebut diperoleh. Ada empat sumber utama untuk memperoleh dana yaitu dari pajak, pinjaman bank sentral, pinjaman dalam negeri serta pinjaman luar negeri.

G. JENIS PEMBIAYAAN DALAM KEBIJAKAN FISKAL Banyak kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi kelesuan ekonomi negara. Dewasa ini pemerintah mengadakan deregulasi dan debirokratisasi di berbagai bidang dengan tujuan memperbaiki keadaan ekonomi agar tercapai tingkat pertumbuhan yang tinggi. Kebijakan deregulasi dan debirokratisasi merupakan bagian dari kebijakan fiskal pemerintah. Secara umum kebijakan fiskal dapat ditempuh dengan empat jenis pembiayaan, yaitu sebagai berikut:

1. Pembiayaan Fungsional (functional finance) Kebijakan anggaran pembiayaan fungsional (functional finance), adalah kebijakan yang mengatur pengeluaran pemerintah dengan melihat berbagai akibat tidak langsung terhadap pendapatan nasional dan bertujuan untuk meningkatkan kesempatan kerja. Pembiayaan pengeuaran pemerintah ditentukan sedemikian rupa sehingga tidak berpengaruh langsung terhadap pendapatan nasional. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kesempatan kerja (employement). Penerimaan pemerintah dari sektor pajak bukan ditujukan untuk meningkatkan penerimaan pemerintah tetapi bertujuan untuk mengatur pengeluaran pihak swasta. Oleh karena itu dalam hal terjadi pengangguran, penerimaan pajak tidak terlalu diperlukan. Sedangkan untuk menekan inflasi diatasi dengan kebijakan pinjaman. Jika sektor pajak dan pinjaman tidak berhasil, tindakan lain yang dapat dilakukan pemerintah adalah mencetak uang. Jadi dalam hal ini sektor pajak dengan pengeluaran pemerintah menjadi satu hal yang terpisah.

2. Pengelolaan Anggaran (the finance budget approach) Kebijakan pengelolaan anggaran (the finance budget approach), adalah kebijakan untuk mengatur pengeluaran pemerintah, perpajakan, dan pinjaman untuk mencapai stabilitas ekonomi yang mantap. Penerimaan dan pengeluaran pemerintah dari perpajakan dan pinjaman adalah satu paket yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka menciptakan kestabilan ekonomi. Kemudian dalam pengelolaan anggaran dibutuhkan anggaran berimbang dengan perumusan jika terjadi depresi, maka ditempuh anggaran defisit. Jika terjadi inflasi maka ditempuh anggaran surplus.

3. Stabilisasi Anggaran Otomatis (the stabilizing budget) Kebijakan stabilisasi anggaran otomatis (the stabilizing budget), adalah kebijakan yang mengatur pengeluaran pemerintah dengan melihat besarnya biaya dan manfaat dari berbagai program. Tujuan kebijakan ini adalah agar terjadi penghematan dalam pengeluaran pemerintah. Dalam stabilisasi anggaran ini, diharapkan terdapat keeimbangan antara penerimaan dan pengeluaran tanpa campur tangan pemerintah yang disengaja. Dengan stabilisasi anggaran ini, pengeluaran pemerintah lebih ditekan pada

Page 26: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

26

asas manfaat dan biaya relatif dari berbagi program. Pajak ditetapkan sedemikian rupa sehingga terdapat anggaran belanja surplus dalam kesempatan kerja penuh.

4. Anggaran Belanja Seimbang Cara yang diberlakukan dalam hal ini adalah anggaran yang disesuaikan dengan keadaan (managed budget). Tujuannya adalah tercapainya anggaran berimbang dalam jangka panjang. Dalam keadaan terpaksa, seperti ketika terjadi ketidakstabilan ekonomi, ditempuh anggaran defisit. Sedangkan pada masa inflasi ditempuh anggaran surplus. Kebijakan/Politik Anggaran

Kebijakan anggaran atau biasa disebut politik anggaran lazim digunakan pemerintah suatu negara dalam menjalankan kebijakan fiskal. Kebijakan masing-masing negara bisa berbeda tergantung pada keadaan dan arahyang akan dicapai dalam jangka pendek maupun jangka panjangnya. Berikut adalah macam-macam anggaran yang biasa ditempuh beberapa negara dalam mencapai manfaat tertinggi dalam mengelola anggaran, antara lain: ➢ Anggaran Berimbang (Balanced Budget)

Anggaran berimbang terjadi bilamana pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin anggaran karena pengeluaran tidak boleh dilaksanakan melebihi penerimaan. Pada anggaran berimbang, diusahakan agar pengeluaran (belanja) dan pendapatan atau penerimaan sama. Keadaan seperti ini dapat menstabilkan ekonomi dan anggaran. Dalam hal ini, pengeluaran disesuaikan dengan kemampuan keuangan suatu negara. Fokus kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang bertujuan menstabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar. Jadi topik utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak. Perubahan tingkat dan komposisi pajak serta pengeluaran pemerintah dapat memengaruhi hal-hal seperti permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi, pola persebaran sumber daya serta distribusi pendapatan. Kebijakan ini kurang lebih serupa dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal menekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.

➢ Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif Pada anggaran surplus, tidak semua penerimaan dibelanjakan, sehingga terdapat tabungan pemerintah. Asas ini tepat digunakan jika keadaan ekonomi sedang mengalami inflasi. Pendekatan dalam anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukan lebih besar daripada pengeluarannya. Politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.

➢ Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang dalam kondisi resesi. Pada anggaran defisit, anggaran disusun sedemikian rupa sehingga pengeluaran lebih besar daripada penerimaan. Anggaran defisit dapat memicu inflasi karena untuk menutup defisit harus dilakukan dengan mengajukan pinjaman/ utang LN atau mencetak uang.

H. JENIS KEBIJAKAN FISKAL 1. Kebijakan Fiskal yang Disengaja (discretionary)

Kebijakan fiskal yang disengaja adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi tingkat naik turunnya kegiatan ekonomi dari waktu ke waktu (gelombang konjungtur), dengan memanipulasi anggaran belanja secara sengaja, baik melalui pengubahan perpajkaan atau pengubahan pengeluaran pemerintah. Dengan usaha ini dapat terlihat seberapa jauh peranan pemerintah dalam melakukan campur tangannya dalam pengaturan jalannya roda perekonomian.

2. Kebijakan Fiskal Pasif (automatic stabilizers atau built-in stabilizer) Kebijakan pasif adalah kebijakan yang erat kaitannya dengan penerapan berbagai pajak. Dalam realitaya sebagian besar dari pajak-pajak yang dikenakan pada masyarakat, baik langsung maupun tak langsung, berhubungan erat dengan tingginya arus pendapatan nasional. Semakin tingi arus pendapatan nasional, semakin tinggi pula penerimanan yang diperoleh dari sektor pajak, baik

Page 27: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

27

langsung maupun tak langsung. Pajak pendapatan, pajak perseroan, pajak kekayaan dan sebagainya adalah pajak langsung yang jelas sekali berhubungandengan tingkat pendapatan negara.

Dari sudut ekonomi makro, kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu kebijakan fiskal ekspansif dan kebijakan fiskal kontraktif. 1) Kebijakan fiskal ekspansif, adalah kebijakan menaikkan belanja negara dan menurunkan tingkat

pajak netto. Kebijakan ini untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Kebijakan fiskal ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami resesi/depresi dan pengangguran yang tinggi

2) Kebijakan fiskal kontraktif, adalah kebijakan untuk menurunkan belanja negara dan menaikkan tingkat pajak. Kebijakan ini bertujuan untuk menurunkan daya beli masyarakat dan mengatasi inflasi.

I. PRAKTIK KEBIJAKAN FISKAL DI INDONESIA Dalam mengatur perekonomian, pemerintah membuat suatu daftar anggaran yang disebut APBN, yang memuat sumber penerimaan dan jenis-jenis pengeluaran negara untuk pembayaran. Agar terjadi keseimbangan antara jumlah penerimaan dan jumlah pengeluaran, pemerintah melaksanakan kebijakan fiskal, yaitu kebijakan pemerintah dalam memengaruhi perekonomian melalui perubahan pengeluaran dan penerimaan dalam APBN. Penerimaan dan pengeluaran pemerintah merupakan faktor yang memengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat. Perlu diketahui dalam banyak hal bahwa rumah tangga negara tidak sama dengan rumah tangga keluarga. Pada rumah tangga keluarga, jika penerimaan semakin menurun maka tindakan yang akan dilakukan adalah menekan pengeluaran. Tindakan demikian dapat menyelamatkan kemunduran ekonomi rumah tangga keluarga. Sebaliknya dalam rumah tangga negara, penurunan penerimaan tidak dapat selalu diatasi dengan penurunan pengeluaran. Jika pengeluaran yang ditekan, maka kegiatan ekonomi akan menjadi lesu karena rumah tangga negara berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Salah satu dampak kelesuan ekonomi yaitu akan terjadinya pengangguran yang kemudian akan mengakibatkan tingkat penerimaan negara menjadi menurun. Adapun tindakan yang akan diambil oleh pemerintah adalah mengatur pengeluaran agar pengeluaran tersebut berdampak positif pada perbaikan ekonomi. Tindakan memperbaiki ekonomi juga dapat ditempuh dengan usaha menaikkan pendapatan. Pemerintah merupakan faktor determinan (yang menentukan) dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah memiliki perangkat-perangkat kebijakan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tindakan-tindakan dalam mengatur pengeluaran dan penerimaan negara disebut sebagai tindakan fiskal. Sehingga kebijakan fiskal dapat disebut sebagai kebijakan penyesuaian di bidang pengeluaran dan penerimaan pemerintah untuk memperbaiki keadaan ekonomi. Praktik yang umum dalam penerapan kebijakan fiskal adalah ketika perekonomian nasional mengalami inflasi, pemerintah mengurangi kelebihan permintaan masyarakat dengan cara menekan pembelanjaan (consumption) melalui peningkatan tarif pajak dan bea agar tercipta kestabilan lagi. Cara demikian disebut dengan pengelolaan anggaran Contoh : ● Pemberitaan di media massa mengenai kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sudah sering

terjadi. Harga BBM dari waktu ke waktu senantiasa naik. Apa pengaruh kenaikan harga BBM ini terhadap keuangan negara? Apakah diuntungkan atau dirugikan? Sebagai negara penghasil minyak bumi tentu akan diuntungkan dengan adanya kenaikan harga minyak bumi di dunia. Namun, kenyataannya negara tetap dirugikan dengan adanya kenaikan harga tersebut. Mengapa? Karena jumlah konsumsi minyak dalam negeri lebih besar daripada jumlah yang diproduksi sehingga negara harus mengimpor untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Di satu sisi, harga BBM di dalam negeri lebih rendah dibanding harga di pasar internasional. Ini karena adanya subsidi BBM. Subsidi merupakan pengeluaran pemerintah. Sehingga kenaikan harga minyak bumi justru akan meningkatkan pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM. Tingginya subsidi yang harus dibayarkan akan membebani APBN. Kemudian, apa yang dilakukan pemerintah untuk menekan pengeluaran subsidi tersebut, agar keuangan negara (APBN) tetap aman? Pemerintah perlu mengubah pengeluaran dan penerimaan dalam APBN untuk menyesuaikan dengan kondisi pada waktu itu. Kebijakan yang dilakukan dengan cara mengubah pengeluaran dan penerimaan negara yang bertujuan untuk menciptakan stabilitas ekonomi, kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi, serta keadilan dalam distribusi pendapatan yang kita kenal dengan kebijakan fiskal atau politik fiskal.

Page 28: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

28

● Isu selanjutnya yang sedang marak adalah BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat) atau BLT (Bantuan Langsung Tunai). Banyak orang melihat BLSM/BLT hanya bantuan pemberian uang tunai kepada orang yang kurang mampu. sebenarnya di balik itu ada tujuan khusus dari pemerintah secara makroekonomi. BLT diharapkan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat secara agregat. Dengan adanya peningkatan pendapatan masyarakat, daya beli masyarakat juga meningkat. Dengan demikian maka permintaan dari masyarakat juga meningkat. Sehingga dampak selanjutnya adalah meningkatnya permintaan dari masyarakat yang mendorong produksi sehingga pada akhirnya diharapkan akan dapat memperbaiki kondisi perekonomian Indonesia.

● Contoh lain dari kebijakan fiskal adalah proyek-proyek yang diadakan oleh pemerintah. Katakanlah pemerintah mengadakan proyek membangun jalan raya. Dalam proyek ini pemerintah membutuhkan buruh dan pekerja lain untuk menyelesaikannya. dengan kata lain proyek ini menyerap SDM sebagai tenaga kerja. hal ini membuat pendapatan orang yang bekerja di situ bertambah. dengan bertambahnya pendapatan mereka akan terjadi efek yang sama dengan BLT tadi.

● Kebijakan fiskal juga dapat berupa kustomisasi APBN oleh pemerintah. Misalnya melalui deficit financing. Deficit financing atau anggaran defisit adalah anggaran yang menetapkan pengeluaran lebih besar dibandingkan penerimaan. Deficit Financing dapat dilakukan dengan berbagai cara. Dulunya Orde Lama pernah menerapkannya dengan cara memperbanyak utang dengan meminjam dari Bank Indonesia. Dampak lanjutan yang terjadi kemudian adalah inflasi besar-besaran (hyper inflation) karena uang yang beredar di masyarakat sangat banyak. Sehingga untuk menutup anggaran yang defisit dipinjamlah uang dari rakyat. Sayangnya, rakyat tidak mempunyai cukup uang untuk memberi pinjaman pada pemerintah. akhirnya, pemerintah terpaksa meminjam uang dari luar negeri.

J. STUDI KASUS : KEBIJAKAN FISKAL RRC MENDUKUNG INDUSTRI LOKAL Menurut Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Indonesia harus mencontoh China dalam perlindungan dan keberpihakan terhadap pengusahanya. Tidak mengherankan jika China bisa menguasai pertumbuhan ekonomi dunia terutama tekstil. China yang sukses membangun industri dalam negerinya dengan menerapkan konsep China Incorporated. Dalam konsep tersebut, pemerintah dan pengusaha memiliki tindakan yang sama untuk mengembangkan pertumbuhan ekonominya. Ini berarti, setiap kebijakan yang dikeluarkan seiring dengan keinginan dan kebutuhan para pengusaha. Pemerintah China mengeluarkan kebijakan yang membantu pengusaha menekan biaya produksinya agar barang-barang mereka bisa bersaing di pasar internasional. Saat ini pemerintah China memberlakukan kebijakan fiskal berupa pengembalian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 13,5 persen dari nilai ekspor yang dilakukan pengusaha. Kondisi sebaliknya justru terjadi di Indonesia. Pengusaha justru diperberat dengan banyak aturan dan pajak. Berdasarkan kenyataan ini maka tidak heran jika barang-barang China sekarang bisa menguasai dunia. Untuk produk tekstil dan produk tekstil (TPT) saja saat ini nilai ekspor China sudah mencapai US$300 miliar per tahun dengan market share mencapai 38 persen. Jumlah tersebut tentu tidak sebanding dengan nilai ekspor TPT Indonesia yang hanya mencapai US$ 13 miliar.

K. STUDI KASUS: KEBIJAKAN FISKAL DI ERA KRISIS EKONOMI 1998 Pemerintah RI pernah menghadapi krisis moneter yang selanjutnya merembet ke krisis ekonomi dan politik pada tahun 1997-1998. Kebijakan yang diambil pemerintah – sebagaimana disarikan dari paparan Menko Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri (Ekuin) yang menjabat saat itu yaitu Ginandjar Kartasasmita dapat diperoleh gambaran mengenai langkah yang diambil pemerintah periode tersebut dalam mengatasi krisis sbb: Kebijaksanaan ekonomi makro dalam upaya menekan laju inflasi dan memperkuat nilai tukar rupiah terhadap valuta asing adalah melalui kebijaksanaan moneter yang ketat disertai anggaran berimbang, dengan membatasi defisit anggaran sampai pada tingkat yang dapat diimbangi dengan tambahan dana dari luar negeri.

Kebijaksanaan moneter yang ketat dengan tingkat bunga yang tinggi selain dimaksudkan untuk menekan laju inflasi dan memperkuat nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, dengan menahan naiknya permintaan agregat, juga untuk mendorong masyarakat meningkatkan tabungan di sektor perbankan. Meskipun demikian pemerintah menyadari sepenuhnya bahwa tingkat bunga tinggi dapat menjadi salah satu faktor terpenting yang akan berdampak negatif terhadap kegiatan ekonomi atau bersifat kontraktif terhadap

Page 29: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

29

perkembangan PDB. Oleh karena itu tingkat bunga yang tinggi tidak akan selamanya dipertahankan, tetapi secara bertahap akan diturunkan pada tingkat yang wajar seiring dengan menurunnya laju inflasi ● menyehatkan sistem perbankan dan memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap keberadaan

lembaga perbankan; ● merestrukturisasi hutang luar negeri; ● mereformasi struktural di sektor riil; dan ● mendorong ekspor. Kebijaksanaan ekonomi mikro yang ditempuh pemerintah, ditujukan untuk mengurangi dampak negatif dari krisis ekonomi terhadap kelompok penduduk berpendapatan rendah, untuk menekan pengangguran dan menjaga keberlangsungan ekonomi sbb: ● Jaring Pengaman Sosial, meliputi program penyediaan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau,

mempertahankan tingkat pelayanan pendidikan dan kesehatan pada tingkat sebelum krisis serta penanganan pengangguran

● Penyehatan Sistem Perbankan program peningkatan permodalan, penyempurnaan peraturan perundang-undangan, antara lain, mencakup: a) perizinan bank yang semula merupakan wewenang Departemen Keuangan

dialihkan kepada Bank Indonesia. b) investor asing diberikan kesempatan yang lebih besar untuk menjadi pemegang saham bank. c) rahasia bank yang semula mencakup sisi aktiva dan pasiva diubah menjadi

hanya mencakup nasabah penyimpan dan simpanannya

d) penyempurnaan dan penegakkan ketentuan kehati-hatian e) Bank-bank diwajibkan untuk menyediakan modal minimum (Capital Adequacy Ratio) sebesar 4% pada

akhir tahun 1998, 8% pada akhir tahun 1999, dan 10% pada akhir tahun 2000, sebagaimana telah diumumkan pemerintah pada bulan Juni 1998.

Page 30: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

30

KEBIJAKAN MONETER

BAB I TEORI KEBIJAKAN MONETER

A. Kerangka umum kebijakan moneter Kerangka yang umum dipergunakan dalam membahas kebijakan moneter meliputi target, indikator, dan

instrumen kebijakan moneter. 1. Target akhir (ultimate target) kebijakan moneter

Pada dasarnya kebijakan moneter adalah bagian tak terpisahkan dari kebijakan makro ekonomi suatu Negara, dimana bersama-sama dengan kebijakan fiskal diarahkan untuk mencapai target akhir yaitu stabilitas harga, pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, dan keseimbangan neraca pembayaran.

Target akhir kebijakan moneter ini merupakan variabel-variabel yang ingin dicapai oleh otoritas moneter sebagai sarana pendukung untuk tercapainya sasaran akhir dari kebijakan ekonomi, yaitu kesejahteraan masyarakat.

Idealnya, semua target kebijakan moneter tersebut dapat dicapai secara serempak dan optimal. Namun berhubung sasaran-sasaran tersebut satu sama lain mengandung unsur-unsur yang bersifat kontradiktif, maka bias dikatakan untuk mencapai semua sasaran secara optimal dan serempak adalah tidak mungkin.

Sebagai contoh, apabila bank sentral melakukan ekspansi moneter untuk mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja, tindakan tersebut mempunyai dampak yang tidak menguntungkan terhadap kestabilan harga dan keseimbangan neraca pembayaran. Ekspansi moneter yang berlebihan cenderung mendorong laju inflasi, yang pada gilirannya akan memengaruhi kegiatan ekspor dan impor. Sebaliknya, kebijakan moneter yang ketat dapat menunjang tercapainya kestabilan harga dan keseimbangan neraca pembayaran. Namun, kebijakan tersebut akan mendorong kenaikan suku bunga yang pada gilirannya akan menghambat investasi dan produksi, yang akan mengakibatkan rendahnya pertumbuhan ekonomi dan meluasnya tingkat pengangguran. Dalam teori ekonomi dikenal adanya “trade-off” antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Oleh karena itu, dalam menetapkan kebijakan moneter, bank sentral dihadapkan kepada dua pilihan.Pilihan pertama, bank sentral dapat memilih salah satu sasaran untuk dicapai secara optimal dan mengabaikan sasaran lainnya.Misalnya, memilih tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan mengabaikan tingkat inflasi.Pilihan kedua, bank sentral memilih pencapaian semua sasaran secara serempak, tetapi tidak ada satu pun yang dicapai dengan optimal.Misalnya menginginkan pertumbuhan ekonomi yang tidak begitu tinggi demi tetap terpeliharanya tingkat inflasi yang masih dapat ditoleransi. 2. Indikator kebijakan moneter

Indikator kebijakan moneter adalah variabel-variabel yang ingin dikontrol oleh bank sentral agar target akhir dapat dicapai. Indikator juga disebut sebagai target menengah atau intermediate target dalam usaha mencapai target akhir dari kebijakan moneter.

Indikator penting sekali peranannya karena berfungsi sebagai indikasi apakah arah suatu kebijakan moneter tetap tertuju kepada sasaran yang ingin dicapai atau tidak, sekaligus sebagai pengukur sejauh mana pencapaian hasil dari kebijakan moneter.lbarat sebuah kompas, indikator merupakan pembimbing kebijakan moneter menuju pencapaian sasaran yang diinginkan.

Indikator atau intermediate target tersebut merupakan variabel-variabel ekonomi yang memengaruhi keseimbangan pasar uang.Karena indikator sering bergejolak sesuai dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada kekuatan-kekuatan yang bergerak di pasar uang, yaitu permintaan dan penawaran uang, indikator yang dipilih harus dapat dikendalikan dengan baik untuk kemudian diarahkan agar perkembangannya menunjang usaha pencapaian target yang telah ditetapkan.

Terdapat dua pilihan variabel yang dapat digunakan, yaitu tingkat suku bunga (interest rate) dan jumlah uang beredar (monetary aggregate). a. Pilihan suku bunga

Untuk memperjelas bagaimana tingkat suku bunga dapat berfungsi sebagai indikator, berikut ini diberikan suatu ilustrasi. Misalnya, bank sentral menetapkan bahwa suku bunga sebesar x% per tahun adalah tingkat suku bunga yang ideal untuk mendorong kegiatan investasi yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi pada tingkat tertentu. Untuk mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi tersebut tentunya dibutuhkan waktu yang cukup panjang. Apabila dalam perjalanan waktu ternyata suku bunga menunjukkan kenaikan sehingga melampaui angka yang ditetapkan, bank sentral akan segera melakukan ekspansi moneter

Page 31: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

31

dengan harapan suku bunga turun sampai pada tingkat tersebut. Sebaliknya, apabila suku bunga menurun, bank sentral akan melakukan kontraksi moneter.

Dari ilustrasi tersebut terlihat bahwa dengan kebijakan moneter, suku bunga akan dipengaruhi sedemikian rupa sehingga tetap stabil, sementara itu, jumlah uang beredar (monetary aggregate) akan bergejolak naik dan turun demi mempertahankan suku bunga tetap pada tingkat yang diinginkan. Bergejolaknya monetary aggregate ini dapat mengakibatkan terganggunya kestabilan harga. b. Pilihan Uang Beredar

Lain halnya dengan suku bunga, jumlah uang beredar sebagai indikator akan memberikan dampak positif, yaitu tingkat harga yang stabil karena apabila jumlah uang beredar bergejolak, bank sentral akan melakukan tindakan kontraksi atau ekspansi moneter sehingga jumlah uang beredar akan relatif konstan pada suatu jumlah yang ditetapkan. Namun demikian, kebijakan ini akan mengakibatkan suku bunga bergejolak karena gejolak permintaan akan uang tidak diimbangi oleh penawaran akan uang. 3. Instrumen kebijakan moneter

Sementara itu instrumen kebijakan moneter, sesuai dengan istilahnya, adalah seperangkat variabel yang dimiliki dan sepenuhnya dapat digunakan oleh bank sentral untuk mengontrol indikator sedemikian rupa sehingga target yang ditetapkan dapat dicapai.

Untuk dapat mengontrol indikator, baik tingkat suku bunga maupun uang beredar, bank sentral perlu melakukan intervensi dengan menggunakan instrumen-instrumen yang dimiliki.Secara umum, instrumen yang biasa digunakan dikelompokkan menjadi dua bagian, yakni instrumen langsung dan instrumen tidak langsung. a. Instrumen langsung

Disebut sebagai instrumen langsung karena otoritas moneter dapat secara langsung menggunakan instrumen tersebut ketika dibutuhkan.Berikut ini merupakan instrument langsung yang dapat digunakan oleh bank sentral. 1) Penetapan suku bunga

Penetapan suku bunga merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan bank sentral dalam rangka kebijakan moneter. Teknisnya, bank sentral menetapkan tingkat suku bunga, baik suku bunga simpanan maupun suku bunga pinjaman.Dengan penetapan tingkat suku bunga ini, bank sentral dapat melakukan ekspansi dan kontraksi moneter sesuai kebutuhan.Akan tetapi, dengan makin mengglobalnya perekonomian dunia, penetapan suku bunga makin hari makin tidak efektif. 2) Pagu kredit

Selain menetapkan suku bunga, bank sentral juga dapat menjaga likuiditas di pasar dengan menetapkan besaran maksimum kredit perbankan yang dapat disalurkan, yang lazim disebut sebagai pagu kredit (credit ceilings).Berapa maksimum bank menyalurkan kreditnya diatur oleh otoritas moneter.Dengan pembatasan kredit ini, jumlah uang beredar dapat dikendalikan.Pagu kredit inilah yang dinaikturunkan sesuai kebutuhan.

3) Rasio likuiditas Kadang untuk keperluan tertentu bank sentral dapat mewajibkan bank-bank untuk, selain memelihara

cadangan tertentu, juga memelihara surat berharga tertentu atau valuta asing tertentu dengan proporsi yang ditetapkan. Biasanya langkah ini dilakukan untuk membiayai anggaran pemerintah melalui surat berharga. Dengan rasio likuiditas tersebut secara otomatis bank-bank wajib menyimpan surat berharga sebagai cadangan. 4) Kredit langsung

Pada era prakrisis kita mengenal apa yang disebut dengan kredit likuiditas di mana Bank Indonesia memberikan kredit untuk keperluan prioritas tertentu. Misalnya terkait dengan program atau proyek tertentu yang tengah digalakkan oleh pemerintah.Kredit langsung ini merupakan salah satu bentuk instrumen langsung yang dapat dikendalikan bank sentral.Namun, kini instrumen langsung ini tidak lagi digunakan karena dianggap tidak efektif dan sangat mahal. 5) Kuota penjualan kembali surat berharga

Bank sentral dapat menetapkan kuota untuk penjualan kembali surat berharga yang belum jatuh tempo. Biasanya ditransaksikan dengan tingkat bunga di bawah tingkat bunga pasar uang antar bank. Sebenarnya, instrumen langsung ini tidak ubahnya pemberian kredit oleh bank sentral secara langsung, hanya saja dijamin dengan surat berharga pasar uang. Kuota biasanya diberikan sebagai insentif kepada sektor tertentu. b. Instrumen tidak langsung

Disebut instrumen tidak langsung karena instrumen ini tidak secara langsung memengaruhi uang beredar.Akan tetapi, melalui instrumen inilah, pada akhirnya jumlah uang beredar dapat dikendalikan. Seperti juga instrumen langsung, terdapat banyak jenis instrumen tidak langsung yang pada umumnya terdiri dari

Page 32: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

32

cadangan wajib minimun, fasilitas diskonto dan rediskonto, operasi pasar terbuka, fasilitas simpanan bank sentral, intervensi valuta asing, fasilitas overdraft, simpanan sektor pemerintah, lelang kredit, moral suasion, serta berbagai instrumen dengan pola syariah. 1) Cadangan wajib minimun

Cadangan wajib minimum atau reserve requirement adalah ketentuan bank sentral yang mewajibkan bank-bank untuk memelihara sejumlah alat-alat likuid (reserve) sebesar persentase tertentu dari kewajiban lancarnya. Semakin kecil persentase tersebut semakin besar kemampuan bank memanfaatkan reserve-nya untuk memberikan pinjaman dalam jumlah yang lebih besar.Sebaliknya semakin besar persentase semakin berkurang kemampuan bank untuk memberikan pinjaman.

Cadangan ini bisa dijaga dalam bentuk kas atau dalam bentuk rekening giro di bank sentral.Biasanya cadangan dibedakan dalam dua bentuk, yakni cadangan primer dan cadangan sekunder. 2) Fasilitas diskonto

Fasilitas diskonto atau discount rate policy adalah kebijakan moneter dalam memengaruhi jumlah uang beredar melalui pengaturan suku bunga pemberian kredit bank sentral kepada bank-bank. Apabila bank sentral menetapkan tingkat diskonto lebih tinggi, bank-bank yang pada gilirannya mengurangi permintaan kredit dari bank sentral akan mengurangi kemampuan bank-bank memberikan pinjaman sehingga jumlah uang beredar menurun. Sebaliknya, apabila bank sentral menetapkan diskonto lebih rendah bank-bank akan meningkatkan permintaan kredit ke bank sentral untuk disalurkan lebih lanjut berupa pemberian pinjaman, sehingga jumlah uang beredar meningkat. 3) Operasi pasar terbuka

Operasi Pasar Terbuka (OPT) merupakan instrumen yang paling banyak digunakan oleh otoritas moneter dalam melaksanakan kebijakan moneter mengingat instrumen ini lebih berorientasi pasar, keterlibatan peserta tidak mengikat, arah kebijakannya mudah ditangkap pekan pasar, dan tidak membebankan pajak pada bank.

Operasi pasar terbuka adalah kegiatan bank sentral melakukan jual beli surat-surat berharga jangka pendek dalam rangka mengatur jumIah uang beredar atau suku bunga jangka pendek. Apabila bank sentral bermaksud mengurangi jumlah uang beredar, bank sentral akan menjual surat-surat berharga kepada bank-bank agar reserve bank-bank berkurang sehingga kemampuan bank-bank memberikan pinjaman menurun. Tindakan ini disebut kontraksi moneter.

Sebaliknya, untuk menambah jumlah uang beredar, bank sentral akan membeli surat-surat berharga untuk meningkatkan kemampuan bank-bank memberikan pinjaman sehingga jumlah uang beredar meningkat. Pembelian atau penjualan surat-surat berharga tersebut dapat pula dilakukan oleh bank sentral dari/kepada masyarakat agar langsung dapat menambah/mengurangi jumlah uang beredar. Sama halnya dengan reserve requirement, kontraksi moneter sebagai akibat operasi pasar terbuka akan meningkatkan suku bunga, dan sebaliknya ekspansi moneter akan menurunkan suku bunga. 4) Fasilitas simpanan bank sentral

Simpanan bank sentral merupakan simpanan bank-bank pada bank sentral untuk jangka waktu yang sangat pendek.Simpanan ini bersifat sangat pendek, misaInya satu hari, untuk menampung kelebihan likuiditas pada hari itu.Atas simpanan itu, bank menerima bunga yang biasanya di bawah tingkat bunga pasar. Bank Indonesia telah menggunakan fasilitas ini sejak krisis tahun 1997/98, yang dinamakan Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (FASBI). 5) Intervensi valuta asing

Intervensi valuta asing memiliki pola hampir sama dengan operasi pasar terbuka. Bank sentral melakukan jual beli valuta asing dengan mata uang sendiri.Cara ini ditempuh untuk memengaruhi jumlah uang beredar.Dalam praktiknya, intervensi valuta asing ini banyak dilakukan untuk upaya stabilisasi atau smoothing pergerakan nilai tukar mata uang sendiri.Dalam sistem nilai tukar mengambang (floating exchange rate system), intervensi jual valuta asing dimaksudkan untuk memperkuat mata uang sendiri, sementara intervensi beli valuta asing adalah untuk mengurangi kecenderungan menguatnya mata uang sendiri. 6) Fasilitas overdraft

Bank sentral juga dapat memberikan pinjaman jangka pendek kepada bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas jangka sangat pendek dalam bentuk fasilitas overdraft. Kesulitan likuiditas jangka pendek terjadi karena pada saat kliring bank akan terjadi "menang" atau "kalah". Menang berarti kewajibannya lebih kecil daripada tagihannya kepada bank-bank, sedangkan kalah berarti kewajibannya lebih besar daripada tagihannya.Dalam kondisi kalah, bank harus menyediakan likuiditas untuk menutupi kewajibannya itu. Dalam

Page 33: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

33

kondisi inilah bank dapat meminjam melalui fasilitas overdraft. Pinjaman ini memiliki tingkat bunga di atas bunga pasar. 7) Simpanan sektor pemerintah

Simpanan sektor pemerintah dapat menjadi instrumen tidak langsung yang kerap digunakan di banyak negara.Simpanan sektor pemerintah dapat dipindahkan, misalnya dari bank umum ke bank sentral atau sebaliknya. Langkah itu secara tidak langsung akan berdampak kepada uang beredar. Ketika uang beredar terlalu banyak, akan dilakukan realokasi simpanan pemerintah dari bank umum ke bank sentral. Demikian sebaliknya.Apabila terjadi kondisi uang beredar yang sangat kurang, simpanan pemerintah dari bank sentral dapat direalokasi ke bank umum atau bank pelaksana. 8) Lelang kredit

Dalam kondisi pasar keuangan belum berkembang dan suku bunga patokan antar bank belum terbentuk, bank sentral memerlukan instrumen sementara untuk mengubah sistem pemberian kredit langsung ke alokasi pasar.Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah melakukan lelang kredit. 9) Moral suasion

Moral suasion atau imbauan juga dapat menjadi instrumen tidak langsung dalam kebijakan moneter.Bank sentral atau otoritas moneter memberi imbauan kepada perbankan untuk melakukan langkah tertentu yang dibutuhkan.Namun, efektivitas imbauan ini sangat tergantung pada kredibilitas bank sentral. c. Instrumen Lain

Dalam sejarah perkembangan moneter di berbagai negara termasuk di Indonesia, tercatat pernah ditempuh kebijakan moneter yang dilakukan dengan cara pengguntingan uang. Cara ini ditempuh untuk mengurangi uang beredar. Indonesia pernah melakukannya pada tahun 1950 yang dikenal dengan nama "Gunting Sjafruddin". Dengan langkah ini, uang beredar akan berkurang langsung sebesar persentase tertentu, sedangkan sisanya diganti dengan surat berharga.

Instrumen lain yang juga pernah dikenal adalah pembersihan uang. Agak sedikit berbeda dengan pengguntingan uang, nilai uang diturunkan dengan persentase tertentu tanpa ada penggantian untuk jumlah yang diturunkan. Indonesia tercatat pernah menggunakan instrumen ini empat kali, yakni pada tahun 1959 (penurunan menjadi 10%), 1946 (penurunan menjadi 3% di mana satu rupiah Jepang menjadi satu tiga sen uang NICA), 1949 (penurunan menjadi 1%, di mana 100 rupiah Jepang menjadi satu rupiah ORI), dan 1965 (penurunan menjadi 0,1% di mana 1.000 rupiah menjadi 1 rupiah). Dengan Jangkah ini diharapkan terjadi penurunan jumlah uang beredar.

Instrumen langsung lain yang dikenal adalah penetapan uang muka impor. Melalui kebijakan ini, importir yang akan melakukan transaksi pembelian dari luar negeri diwajibkan menyetor sejumlah persentasi tertentu sebagai uang muka untuk pembelian valuta asing. Dengan cara ini uang beredar dapat dikendalikan. B. Strategi kebijakan moneter

Berikut ini akan dikemukakan tentang hal-hal yang biasanya menjadi bahan pertimbangan bank sentral dalam menentukan strategi kebijakan moneter untuk menghadapi gejolak perekonomian.

Secara siklikal, perekonomian mengalami periode di mana kegiatan ekonomi menurun sampai titik balik terendah untuk kemudian diikuti oleh periode di mana kegiatan ekonomi meningkat sampai titik balik tertinggi.Titik balik terendah disebut sebagai masa resesi dan titik balik tertinggi disebut masa boom.Siklus masa resesi dan masa boom terjadi bergantian dan berlangsung dari waktu ke waktu sehingga dikenal dengan istilah bussiness cycle.

Perekonomian yang sedang dilanda resesi terutama ditandai oleh tingkat pengangguran yang tinggi yang disebabkan oleh lesunya kegiatan ekonomi, sebaliknya pada masa boom akan ditandai oleh inflasi yang disebabkan oleh kenaikan ongkos-ongkos produksi sebagai akibat kegiatan ekonomi yang meningkat. Dilihat dari kacamata moneter, kegiatan ekonomi yang lesu akan mengakibatkan demand for money untuk keperluan transaksi menurun dan sebaliknya pada masa boom, demand for money untuk keperluan transaksi meningkat.

Dalam menghadapi gejolak perekonomian seperti tersebut di atas, terdapat dua pendapat yang berbeda di kalangan ahli-ahli moneter mengenai strategi kebijakan moneter yang dapat ditempuh oleh bank sentral. 1. Countercyclical monetary policy.

Pihak pertama berpendapat bahwa bank sentral perlu secara aktif melakukan tindakan moneter untuk memperlunak konjungtur sedemikian rupa, sehingga gelombang siklus menjadi tidak terlalu tajam (gambar: dari C ke C1)

Page 34: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

34

Menurut kelompok pendukung countercyclical monetary policy, pada saat perekonomian akan mengalami resesi, bank sentral harus menempuh kebijakan moneter yang bersifat ekspansif, yaitu meningkatkan supply of money sehingga ekspansi moneter tersebut diharapkan dapat meningkatkan hasrat masyarakat berkonsumsi dan berproduksi. Selanjutnya kenaikan konsumsi dan produksi/investasi tersebut akan meningkatkan kegiatan perekonomian yang pada akhirnya dapat menghindarkan perekonomian darl cengkeraman resesi. Sebaliknya, dalam menghadapi masa boom, bank sentral harus melakukan kontraksi moneter yaitu dengan harapan dapat memperlambat kegiatan perekonomian sehingga perekonomian akan terhindar dari tekanan inflasi. 2. Accomodative monetary policy.

Pihak kedua berpendapat seyogianya bank sentral melakukan kebijakan moneter secara pasif.Usaha-usaha untuk melunakkan fluktuasi perekonomian hendaknya dihindari dan kebijakan moneter diarahkan agar siklus bisnis berjalan secara wajar.

Kelompok yang menganut accomodative monetary policy berpendapat bahwa expectation effect dari kebijakan moneter adalah lebih dominan daripada substitution effect, interest rate effect, dan wealth effect. Dengan kata lain, tindakan ekspansi moneter dalam menghadapi resesi tidak akan mendorong konsumsi dan produksi/investasi, melainkan hanya meningkatkan harga karena masyarakat terlebih dahulu telah mengantisipasi tindakan moneter yang akan dilakukan oleh bank sentral.

Selain itu, pengaruh tindakan moneter terhadap perekonomian tidak dapat terjadi, dengan segera, tetapi membutuhkan tenggat waktu (time lag).Dengan demikian, ekspansi moneter untuk menghadapi resesi ekonomi dampaknya tidak terjadi pada saat berlangsungnya resesi, tetapi pada saat perekonomian menghadapi boom yang justru pada saat itu diperlukan tindakan kontraksi moneter.

Sebaliknya, dampak kontraksi moneter untuk menghadapi boom tidak terjadi pada saat berlangsungnya boom, tetapi pada saat ekonomi sedang menghadapi resesi yang justru diperlukan tindakan ekspansi moneter. Kebijakan moneter yang bersifat aktif tersebut justru akan mengakibatkan fluktuasi bussiness cycle menjadi lebih tajam (gambar: dari A ke A1).

Dengan kedua alasan tersebut, kelompok pendukung accomodative monetary policy berpendapat bahwa sebaiknya kebijakan moneter diarahkan untuk mengatur uang beredar yang jumlahnya konsisten dengan pertumbuhan ekonomi dan membiarkan bussiness cycle berjalan secara wajar atau alamiah. Dengan kata lain, baik pada saat perekonomian berada dalam resesi maupun boom, pertambahan uang beredar hendaknya dipertahankan pada tingkat tertentu yang dapat menunjang sasaran jangka panjang, yaitu pertumbuhan ekonomi. Setiap tindakan moneter untuk melunakkan fluktuasi tidak akan berhasil, bahkan akan memperburuk situasi.

Pendapat kelompok pendukung accomodative monetary policy ahir-akhir ini mendapatkan perhatian yang cukup besar, baik di negara-negara industri maupun negara-negara yang sedang berkembang.Dalam memformulasikan kebijakan ini, terdapat dua hal yang menjadi perhatian. Pertama menentukan monetary aggregate mana yang akan dipilih. Apakah memilih base money/reserve money, narrow money, atau broad money.Yang kedua, menentukan besarnya monetary aggregate dengan mempertimbangkan berbagai variable seperti tingkat pendapatan, tingkat harga, dan tingkat bunga dimasa mendatang.

BAB II PERAN DAN MEKANISME KEBIJAKAN MONETER

A. Peran Kebijakan Moneter Kebijakan moneter merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan ekonomi suatu

negara dan merupakan faktor yang dapat dikontrol oleh otoritas moneter sehingga dengan demikian dapat dipakai untuk mencapai sasaran pembangunan ekonomi.

Ketika kondisi perekonomian suatu negara tidak berkembang sesuai dengan yang diharapkan atau direncanakan, maka serangkaian kebijakan ekonomi dapat diambil oleh pemerintah untuk mengarahkan kembali jalannya aktivitas.

Implementasi kebijakan moneter tidak dapat dilakukan secara terpisah dari kebijakan ekonomi makro lainnya, seperti kebijakan fiskal, kebijakan sektoral, dan kebijakan lainnya.Semuanya mengarah pada pencapaian tujuan akhir yaitu kesejahteraan sosial masyarakat. Secara keseluruhan, kebijakan fiskal bersama-sama dengan kebijakan moneter mempengaruhi sisi permintaan (demand side) dalam perekonomian, sementara di sisi lain kebijakan sektoral seperti perdagangan, perindustrian, pertambangan, pertanian, dan lain-lain, mempengaruhi sisi penawaran (supply side) dari perekonomian.

Page 35: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

35

Kebijakan moneter dijalankan sebagai suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.

B. Saluran Transmisi Kebijakan Moneter Pada dasarnya transmisi kebijakan moneter merupakan interaksi antara otoritas moneter dengan

perbankan dan lembaga keuangan lainnya serta pelaku ekonomi di sektor riil.Pertama, interaksi antara bank sentral dengan perbankan dan lembaga keuangan lainnya dalam berbagai transaksi keuangan yang terjadi di pasar keuangan.Kedua, interaksi yang berkaitan dengan fungsi intermediasi, yaitu interaksi antara perbankan dan lembaga keuangan lainnya dengan para pelaku ekonomi dalam berbagai aktivitas di sektor ekonomi riil. Selanjutnya mengenai saluran atau channels mekanisme transmisi kebijakan moneter akan dijelaskan berikut ini.

1. Saluran Langsung Transmisi kebijakan moneter melalui saluran langsung atau saluran uang (money channel) mengacu pada teori klasik mengenai peranan uang dalam perekonomian. Pada dasarnya teori ini menggambarkan kerangka yang jelas mengenai analisis hubungan langsung antara uang beredar dan harga. Mekanisme transmisi moneter melalui saluran uang merupakan konsekuensi langsung dari proses perputaran uang dalam perekonomian, yang terdiri dari dua tahapan. Tahap pertama, bank sentral melakukan operasi moneter untuk pengendalian uang beredar di masyarakat. Tahap kedua, bank-bank mengelola likuiditasnya dalam bentuk cadangan yang dapat dipergunakan sewaktu-waktu sebagai muara kegiatan utama bank di bidang perkreditan dan pengerahan dana.

2. Saluran Suku Bunga Saluran suku bunga lebih menekankan pentingnya aspek harga di pasar keuangan terhadap berbagai aktivitas ekonomi di sector riil. Dalam kaitan ini, kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral akan berpengaruh terhadap perkembangan berbagai suku bunga di sector keuangan dan selanjutnya akan berpengaruh pad atingkat inflasi dan output riil. Bagaimana mekanismenya? Tahap pertama, operasi moneter bank sentral akan mempengaruhi suku bunga jangka pendek (SBI, suku bunga antar bank). Selanjutnya perubahan ini akan mempengaruhi suku bunga deposito yang ditawarkan bank pada masyarakat penabung dan suku bunga kredit yang dibebankan bank kepada para debiturnya. Pada tahap berikutnya, transmisi suku bunga dari sector keuangan ke sector riil akan tergantung pada pengaruhnya terhadap permintaan konsumsi dan investasi.

3. Saluran Kredit Selain factor suku bunga, perilaku penawaran kredit perbankan dipengaruhi oleh persepsi bank terhadap prospek usaha debitur dan kondisi internal perbankan sendiri. Selain itu, tidak semua permintaan kredit debitur dapat dipenuhi oleh bank, khususnya oleh kondisi dan prospek keuangan debitur yang dinilai tidak layak, antara lain karena tingginya rasio utang terhadap modal, risiko kredit macet, dan sebagainya. Adanya informasi yang tidak simetris (asymmetric information) antara bank dan debitur dapat menyebabkan pasar kredit tidak selalu berada dalam keseimbangan. Pendekatan mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui saluran kredit didasarkan pada asumsi bahwa tidak semua simpanan masyarakat dalam bentuk uang disalurkan oleh perbankan ke masyarakat dalam bentuk kredit. Dengan kata lain, fungsi intermediasi perbankan tidak selalu berjalan sempurna, dalam arti bahwa kenaikan simpanan masyarakat tidak selalu diikuti dengan kenaikan secara proporsional kredit yang disalurkan ke masyarakat.

4. Saluran Nilai Tukar Pendekatan mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui saluran nilai tukar, menekankan pentingnya aspek perubahan harga aset financial terhadap berbagai aktivitas ekonomi. Dalam kaitan ini, pentingnya saluran nilai tukar dalam transmisi kebijakan moneter terletak pada pengaruh aset financial dalam valuta asing yang berasal dari hubungan kegiatan ekonomi suatu negara dengan negara lain. Selanjutnya, perubahan nilai tukar dan aliran dana dari dan ke luar negeri akan mempengaruhi kegiatan ekonomi riil di negara yang bersangkutan. Semakin terbuka perekonomian suatu Negara yang disertai dengan system nilai tukar mengambang dan system devisa bebas, semakin besar pula pengaruh nilai tukar dan aliran dana luar negeri terhadap perekonomian dalam negeri.

Page 36: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

36

Mengenai interaksi antara bank sentral dengan perbankan dan para pelaku ekonomi dalam proses pertukaran uang dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada tahap awal, operasi moneter oleh bank sentral akan mempengeruhi, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap perkembangan nilai tukar.Pengaruh langsung terjadi sehubungan dengan operasi melaui intervensi, jual beli valas dalam rangka stabilisasi nilai tukar. Sementara, pengaruh tidak langsung terjadi karena operasi moneter yang dilakukan bank sentral mempengaruhi perkembangan suku bunga di pasar uang dalam negeri dan suku bunga luar negeri, yang selanjutnya akan mempengaruhi besarnya aliran dana dari dan ke luar negeri.

Tahap berikutnya, perubahan nilai tukar berpengaruh, baik langsung maupun tidak langsung terhadap perkembangan harga barang dan jasa di dalam negeri.Pengaruh langsung terjadi karena perubahan nilai tukar mempengaruhi pola pembentukan harga oleh perusahaan dan ekspektasi inflasi oleh masyarakat, khususnya terhadapa barang impor. Sementara, pengaruh tidak langsung terjadi karena perubahan nilai tukar mempengaruhi nilai ekspor dan impor, yang pada gilirannya berdampak pada output dan perkembangan harga barang dan jasa.

5. Saluran Harga Aset Perubahan harga aset, baik aset financial seperti obligasi dan saham maupun aset fisik seperti property dan emas banyak dipengaruhi secara langsung oleh kebijakan moneter. Transmisi ini terjadi karena penanaman dana oleh para investor dalam portofolio investasinya yang pada umumnya tidak saja berupa simpanan di bank dan instrument lain di pasar uang, tetapi juga dalam bentuk obligasi dan saham, serta aset fisik. Perubahan suku bunga dan nilai tukar akan berpengaruh pada volume transaksi obligasi, saham, dan aset fisik. Selanjutnya perubahan harga aset pada gilirannya akan berdampak pada berbagai aktivitas di sector riil.

Selain itu, pengaruh harga aset terhadap sector riil juga terjadi pada permintaan investasi oleh dunia usaha. Hal ini berkaitan dengan perubahan harga aset tersebut yang memberikan dampak terhadap biaya modal yang harus dikeluarkan dalam berproduksi dan berinvestasi, yang pada gilirannya akan mempengaruhi permintaan agregat, output, dan inflasi.

6. Saluran Ekspektasi Dengan semakin meningkatnya ketidakpastian dalam perekonomian, saluran ekspektasi semakin penting dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter ke sector riil. Para pelaku ekonomi, dalam mengambil langkah bisnisnya ke depan, akan mendasarkan pada prospek ekonomi ke depan. Ekspektasi para pelaku ekonomi dimaksud pada umumnya dipengaruhi oleh berbagai informasi mengenai perkembangan indicator ekonomi dan keuangn serta antisipasinya terhadap langkah-langkah kebijakan ekonomi dan moneter yang ditempuh pemerintah dan bank sentral.

Dalam konteks kebijakan moneter, yang paling diperhatikan adalah ekspektasi inflasi oleh masyarakat. Teori ekspektasi berpendapat bahwa apabila masyarakat cukup rasional, mereka akan mengambil tindakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya inflasi. Tindakan tersebut berupa pengurangan jumlah uang yang mereka pegang dengan membelanjakannya ke dalam bentuk barang riil sehingga risiko kerugian memegang uang karena inflasi dapat dihindari.

Ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan harga pada gilirannya akan mendorong kenaikan suku bunga. Apabila suku bunga meningkat lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga, secara riil rate of return atas aset financial menurun dan penurunan tersebut akan mendorong orang mengalihkan kekayaannya dari bentuk aset financial ke bentuk aset riil.

Jadi, apabila masyarakat, khususnya perusahaan-perusahaan besar, dapat memanfaatkan statistic atau data moneter dengan baik untuk memperkirakan tingkat inflasi yang akan terjadi, perusahaan-perusahaan akan menaikkan harga barang-barang yang diproduksi dan masyarakat akan meminta upah yang lebih tinggi mendahului kemungkinan inflasi yang mereka perkirakan terjadi. Mereka tidak perlu harus menunggu melakukan tindakan penyesuaian harga dan upah sampai setelah terjadi inflasi. Apabila tindakan tersebut dilakukan oleh seluruh atau sebagian besar anggota masyarakat, akan membawa dua implikasi moneter. Pertama, kebijakan moneter tidak efektif karena kebijakan moneter tidak dapat mengubah sector riil, yaitu konsumsi, produksi, investasi, dan kesempatan kerja, tetapi yang terjadi

Page 37: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

37

hanyalah perubahan tingkat harga. Kedua, ekspektasi masyarakat terhadap inflasi akan mengakibatkan inflasi, yang semula hanya dugaan, justru menjadi kenyataan.

Bagaimana ekspektasi inflasi terbentuk? Ekspektasi inflasi dipengaruhi selain oleh perkembangan inflasi yang telah terjadi (inertia) juga oleh kebijakan moneter yang ditempuh oleh bank sentral yang tercermin pada perkembangan suku bunga dan nilai tukar. Semakin kredibel kebijakan moneter, yang antara lain ditunjukkan pada kemampuan bank sentral dalam mengendalikan suku bunga dan nilai tukar, semakin kuat pula dampaknya terhadap pembentukan ekspektasi inflasi oleh masyarakat. Dalam kondisi demikian, ekspektasi inflasi masyarakat akan cenderung mendekati sasaran inflasi yang ditetapkan bank sentral dalam kebijakan moneternya. Dengan perkataan lain, semakin kredibel kebijakan moneter, semakin rendah deviasi ekspektasi masyarakat dari sasaran inflasi yang ditetapkan bank sentral. Oleh karena itu, semakin kecil pula distorsi yang dimbulkannya terhadap perkembangan output dan pencapaian sasaran inflasi.

C. Jurnal The Channels of Monetary Transmission: Lessons for Monetary Policy (Frederic S. Mishkin) Dari gambaran mengenai mekanisme transmisi keuangan yang telah dijabarkan diatas, , menurut Mishkin dapat diperoleh pelajaran berikut ini. 1. Sangat berbahaya untuk selalu mengasosiasikan kebijakan moneter longgar atau ketat dengan naik

atau turunnya tingkat bunga nominal jangka pendek. Pergerakan dalam tingkat bunga nominal tidak selalu berhubungan pada tingkat bunga riil.

2. Harga aset lain di samping yang berada pada instrumen hutang jangka pendek berisi informasi penting tentang pendirian dari kebijakan moneter karena merupakan saluran penting mekanisme transmisi kebijakan moneter. Pandangan bahwa harga aset lain seperti harga saham, nilai tukar uang asing, perumahan dan harga tanah adalah bagian penting dari mekanisme transmisi moneter.

3. Kebijakan moneter dapat menjadi sangat efektif dalam menghidupkan kembali ekonomi lesu bahkan ketika suku bunga jangka pendek telah mendekati nol Kebijakan moneter ekspansif untuk meningkatkan likuiditas dalam perekonomian dapat dilakukan dengan membuka pasar agar membeli yang tidak semata-mata dalam bentuk sekuritas pemerintah jangka pendek. Likuiditas yang meningkat membantu untuk menghidupkan kembali perekonomian dengan manaikkan level ekspektasi harga umum dan meningkatkan aktifitas harga aset lain yang mana akan menstimulasi permintaan agregat melalui saluran-saluran transmisi kebijakan moneter.

4. Pencegahan fluktuasi tingkat harga yang tidak terantisipasi adalah sebuah tujuan penting dari kebijakan keuangan, ini memberikan rasional untuk stabilitas harga sebagai tujuan jangka panjang utama untuk kebijakan moneter Beberapa alasan telah ditempatkan untuk tujuan ini, termasuk efek yang tidak diinginkan dari ketidakpastian mengenai tingkat harga masa mendatang pada keputusan bisnis dan produktivitas, distorsi yang dikaitkan dengan interaksi kontrak nominal dan sistem pajak dengan inflasi, dan naiknya konflik sosial karena inflasi. Pengetahuan mengenai mekanisme transmisi moneter membuat jelas bahwa tujuan stabilitas harga adalah yang diinginkan karena ini mengurangi ketidakpastian tingkat harga.

BAB III OPERASI MONETER BANK INDONESIA

A. Proses Pengambilan Keputusan dalam Penetapan Kebijakan Moneter Proses pembahasan dan perumusan kebijakan tersebut dilakukan secara berjenjang di tingkat direktorat

di Bank Indonesia, dan dilanjutkan pada pembahasan dalam forum Komite Evaluasi Kebijakan Moneter yang melibatkan satuan kerja di sektor moneter dan perbankan di Bank Indonesia. Asesmen tentang kondisi terkini dan prakiraan ekonomi tersebut selanjutkan disampaikan ke Dewan Gubernur dalam forum Komite Kebijakan Moneter (KKM).Forum tersebut merupakan forum diskusi antara anggota Dewan Gubernur dengan pimpinan satuan kerja di Bank Indonesia, yang ditujukan untuk memperoleh gambaran menyeluruh tentang perekonomian.Forum ini dilaksanakan sebelum pelaksanaan RDG dan tidak melibatkan pengambilan keputusan terkait stance kebijakan moneter. Proses pengambilan keputusan baru dilaksanakan pada RDG.

Page 38: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

38

Proses selanjutnya adalah Rapat Pra-Rapat Dewan Gubernur (Pra RDG). Di forum Pra-RG ini Dewan Gubernur dan pimpinan Direktur di bidang Moneter dan Perbankan membahas mengenai asesmen Bank Indonesia terhadap perekonomian makro dan sektor keuangan. Setelah Pra RDG, Rapat Dewan Gubernur (RDG) dilaksanakan. Dalam RDG, masing-masing anggota Dewan Gubernur memberikan pandangannya terhadap kondisi perekonomian makro dan sektor keuangan dan membahas pilihan-pilihan kebijakan yang akan diambil. RDG mengambil keputusan kebijakan moneter dalam bentuk penentuan BI rate melalui konsensus. Sesuai dengan UU Bank Indonesia, Gubernur Bank Indonesia memiliki hak veto dalam Rapat tersebut. B. Proses Operasi Moneter yang Dilakukan Bank Indonesia 1. Kerangka Operasi Moneter

Dalam rangka mencapai sasaran akhir kebijakan moneter, Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter melalui pengendalian suku bunga (target suku bunga).Stance kebijakan moneter dicerminkan oleh penetapan suku bunga kebijakan (BI Rate).Dalam tataran operasional, BI Rate tercermin dari suku bunga pasar uang jangka pendek yang merupakan sasaran operasional kebijakan moneter.Sejak 9 Juni 2008, BI menggunakan suku bunga Pasar Uang Antara Bank (PUAB) overnight (o/n) sebagai sasaran operasional kebijakan moneter.

Agar pergerakan suku bunga PUAB o/n tidak terlalu melebar dari anchor-nya (BI Rate), Bank Indonesia selalu berusaha untuk menjaga dan memenuhi kebutuhan likuiditas perbankan secara seimbang sehingga terbentuk suku bunga yang wajar dan stabil melalui pelaksanaan operasi moneter (OM).

Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka dan Standing Facilities. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT merupakan kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan atas inisiatif Bank Indonesia dalam rangka mengurangi (smoothing) volatilitas suku bunga PUAB o/n. Sementara instrumen Standing Facilities merupakan penyediaan dana rupiah (lending facility) dari Bank Indonesia kepada Bank dan penempatan dana rupiah (deposit facility) oleh Bank di Bank Indonesia dalam rangka membentuk koridor suku bunga di PUAB o/n. OPT dilakukan atas inisiatif Bank Indonesia, sementara Standing Facilities dilakukan atas inisiatif bank. 2. Proses Operasi Moneter a. Instrumen Operasi Moneter

Operasi Moneter dilakukan dengan Operasi Pasar Terbuka (OPT) dan Standing Facilities (SF) . 1) Operasi Moneter: Operasi Pasar Terbuka

Kegiatan Operasi Pasar Terbuka (OPT) meliputi:

i. Absorpsi Likuiditas: ✓ Penerbitan SBI ✓ Term Deposit ✓ Reverse Repo ✓ Penerbitan SBIS

ii. Injeksi Likuiditas: ✓ Transaksi Repo

Berikut ini adalah tabel jenis instrumen OPT dan dampaknya terhadap likuiditas serta karakteristiknya :

Keterangan:

o VRT (Variable Rate Tender) o FRT (Fixed Rate Tender)

Page 39: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

39

o FX (foreign exchange) o SBI (Sertifikat Bank Indonesia) o SBIS (Sertifikat Bank Indonesia Syariah) o SUN (Surat Utang Negara)

2) Operasi Moneter : Standing Facilities Standing facilities meliputi: ● Penyediaan dana rupiah (lending facility) - Dilakukan dengan mekanisme repurchase agreement (repo) surat

berharga ● Penempatan dana rupiah oleh bank di Bank Indonesia (deposit facility)- Dilakukan dengan menempatkan

dana rupiah oleh bank secara berjangka di Bank Indonesia Berikut adalah tabel jenis instrumen standing facilities dan dampaknya terhadap likuiditas serta karakteristiknya:

Keterangan : FASBIS (Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah)

3) Operasi Moneter : Syariah Operasi Moneter Syariah adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar terbuka dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah. Tujuan dari Operasi Moneter Syariah adalah:

i. Mencapai target operasional pengendalian operasi moneter syariah d.r. mendukung pencapaian akhir kebijakan moneter BI;

ii. Target operasional berupa kecukupan likuiditas perbankan syariah atau variabel lain yang ditetapkan BI. Kegiatan Operasi Moneter Syariah (OMS)

Dilakukan dalam bentuk antara lain: ✓ OPT Syariah; dan ✓ Standing Facilities Syariah.

Sesuai dengan Pasal 26 UU Perbankan Syariah No.21 Tahun 2008 dan PBI tentang OMS Pasal 4 No.10/36/PBI/2008 : kegiatan-kegiatan tersebut harus memenuhi prinsip syariah yang dinyatakan dalam bentuk pemberian fatwa dan/atau opini syariah oleh otoritas fatwa (MUI - DSN) yang berwenang.

b. Proyeksi Likuiditas Untuk menentukan berapa jumlah likuiditas yang harus diserap (absorpsi) maupun disediakan (injeksi)

dalam rangka menjaga keseimbangan supply dan demand, Bank Indonesia melakukan estimasi kebutuhan likuiditas perbankan sehingga dapat ditetapkan target operasi moneter setiap harinya. Estimasi likuiditas perbankan dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor otonom (autonomous factor) seperti operasi keuangan Pemerintah dan mutasi uang kartal.

Efektivitas operasi moneter berbasis suku bunga tidak terlepas dari adanya informasi yang handal dan sama kepada seluruh pelaku pasar, sehingga tercipta persepsi yang sama untuk mencapai tujuannya, yaitu terbentuknya suku bunga yang wajar. Oleh karena itu, sejak Oktober 2008 Bank Indonesia mulai mengumumkan kondisi likuiditas perbankan kepada pelaku pasar dan masyarakat sebanyak dua kali setiap harinya melalui website Bank Indonesia, BI-SSSS dan sarana lainnya. Dengan adanya informasi mengenai kondisi likuiditas, diharapkan dapat membantu treasury bank dalam mengelola kebutuhan likuiditasnya dan meningkatkan efektifitas pelaksanaan Operasi Moneter.

Page 40: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

40

Pengumuman proyeksi likuiditas meliputi 2 (dua) materi utama yaitu: i. Proyeksi Total Likuiditas Tersedia

Proyeksi Total Likuiditas adalah perkiraan ketersediaan likuiditas rupiah di pasar dan merupakan hasil proyeksi dari net perubahan faktor otonomus yang berperan dalam menambah/mengurangi ketersediaan likuiditas rupiah. Ketersediaan likuiditas rupiah antara lain dipengaruhi oleh net aliran masuk/keluar uang kartal dari/ke sistem perbankan dan mutasi rekening pemerintah di Bank Indonesia, net instrumen Operasi Moneter jatuh waktu, dan net perubahan saldo giro perbankan di Bank Indonesia.

ii. Proyeksi Excess Reserve Proyeksi Excess Reserve adalah perkiraan selisih antara saldo giro perbankan di Bank Indonesia dengan kewajiban pemeliharaan Giro Wajib Minimum (GWM).

3. Penyempurnaan Operasi Moneter Untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan operasi moneter dan mendorong perkembangan pasar

uang domestik, Bank Indonesia melakukan penyempurnaan operasi moneter yang mulai dilakukan sejak Maret 2010.Penyempurnaan operasi moneter tersebut dilakukan melalui upaya penyerapan ekses likuiditas rupiah dengan lebih mengutamakan penggunaan instrumen Operasi Pasar Terbuka (OPT) tenor yang lebih panjang.

a. Perpanjangan Profil Jatuh Waktu Sertifikat Bank Indonesia Dalam rangka menyempurnakan operasi moneter, Bank Indonesia memperpanjang profil jatuh waktu

Sertifikat Bank Indonesia (SBI).Perubahan tersebut dilakukan melalui perubahan pelaksanaan lelang SBI dari mingguan menjadi bulanan, dan melakukan penyerapan ekses likuiditas rupiah dengan lebih mengutamakan kepada SBI.dengan tenor yang lebih panjang.

b. Paket Kebijakan Penguatan Manajemen Moneter dan Pengembangan Pasar Keuangan Paket kebijakan yang diambil secara umum berupa kebijakan untuk memperkuat operasi moneter dan

menyempurnakan aspek prudential perbankan, terdiri dari penambahan instrumen dan penyempurnaan beberapa ketentuan baik di pasar uang rupiah maupun valas, yang terdiri dari: ● Pelebaran koridor suku bunga PUAB O/N; diimplementasikan mulai 17 Juni 2010. ● Penerapan minimum one month holding period Sertifikat Bank Indonesia (SBI); diimplementasikan mulai 7

Juli 2010. ● Penambahan instrumen moneter non-securities dalam bentuk term deposit; berlaku mulai 7 Juli 2010. ● Penyempurnaan ketentuan mengenai Posisi Devisa Neto (PDN); berlaku mulai 1 Juli 2010. ● Penerbitan SBI berjangka waktu 9 dan 12 bulan; yang diimplementasikan pada minggu ke-II Agustus 2010

(SBI 9 Bulan) ● Penerapan mekanisme triparty repurchase (repo) Surat Berharga Negara (SBN);

Sebagai tindak lanjut dari beberapa penyempurnaan Operasi Moneter dimaksud, Bank Indonesia juga telah menyempurnakan Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan ketentuan pelaksanaanya (Surat Edaran Bank Indonesia), yaitu PBI No. 12/11/PBI/2010 tanggal 2 Juli 2010 tentang Operasi Moneter dan Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) No. 12/16/DPM tanggal 6 Juli 2010 perihal Kriteria dan Persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter, SE BI No. 12/17/DPM tanggal 6 Juli 2010 perihal Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) dan SE BI No. 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka. 4. Bagaimana Bekerjanya Kebijakan Moneter?

Tujuan akhir kebijakan moneter adalah menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang salah satunya tercermin dari tingkat inflasi yang rendah dan stabil. Untuk mencapai tujuan itu Bank Indonesia menetapkan suku bunga kebijakan BI Rate sebagai instrumen kebijakan utama untuk mempengaruhi aktivitas kegiatan perekonomian dengan tujuan akhir pencapaian inflasi. Namun jalur atau transmisi dari keputusan BI rate sampai dengan pencapaian sasaran inflasi tersebut sangat kompleks dan memerlukan waktu (time lag).

Mekanisme bekerjanya perubahan BI Rate sampai mempengaruhi inflasi tersebut sering disebut sebagai mekanisme transmisi kebijakan moneter. Mekanisme ini menggambarkan tindakan Bank Indonesia melalui perubahan-perubahan instrumen moneter dan target operasionalnya mempengaruhi berbagai variable ekonomi dan keuangan sebelum akhirnya berpengaruh ke tujuan akhir inflasi. Mekanisme tersebut terjadi melalui interaksi antara Bank Sentral, perbankan dan sektor keuangan, serta sektor riil.Perubahan BI Rate mempengaruhi inflasi melalui berbagai jalur, diantaranya jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, jalur harga aset, dan jalur ekspektasi.

Page 41: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

41

Pada jalur suku bunga, perubahan BI Rate mempengaruhi suku bunga deposito dan suku bunga kredit

perbankan. Apabila perekonomian sedang mengalami kelesuan, Bank Indonesia dapat menggunakan kebijakan moneter yang ekspansif melalui penurunan suku bunga untuk mendorong aktifitas ekonomi. Penurunan suku bunga BI Rate menurunkan suku bunga kredit sehingga permintaan akan kredit dari perusahaan dan rumah tangga akan meningkat. Penurunan suku bunga kredit juga akan menurunkan biaya modal perusahaan untuk melakukan investasi. Ini semua akan meningkatkan aktifitas konsumsi dan investasi sehingga aktifitas perekonomian semakin bergairah. Sebaliknya, apabila tekanan inflasi mengalami kenaikan, Bank Indonesia merespon dengan menaikkan suku bunga BI Rate untuk mengerem aktifitas perekonomian yang terlalu cepat sehingga mengurangi tekanan inflasi.

Perubahan suku bunga BI Rate juga dapat mempengaruhi nilai tukar. Mekanisme ini sering disebut jalur nilai tukar. Kenaikan BI Rate, sebagai contoh, akan mendorong kenaikan selisih antara suku bunga di Indonesia dengan suku bunga luar negeri. Dengan melebarnya selisih suku bunga tersebut mendorong investor asing untuk menanamkan modal ke dalam instrument-instrumen keuangan di Indonesia seperti SBI karena mereka akan mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi. Aliran modal masuk asing ini pada gilirannya akan mendorong apresiasi nilai tukar Rupiah. Apresiasi Rupiah mengakibatkan harga barang impor lebih murah dan barang ekspor kita di luar negeri menjadi lebih mahal atau kurang kompetitif sehingga akan mendorong impor dan mengurangi ekspor. Turunnya net ekspor ini akan berdampak pada menurunnya pertumbuhan ekonomi dan kegiatan perekonomian.

Perubahan suku bunga BI Rate mempengaruhi perekonomian makro melalui perubahan harga aset. Kenaikan suku bunga akan menurunkan harga aset seperti saham dan obligasi sehingga mengurangi kekayaan individu dan perusahaan yang pada gilirannya mengurangi kemampuan mereka untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti konsumsi dan investasi.

Dampak perubahan suku bunga kepada kegiatan ekonomi juga mempengaruhi ekspektasi publik akan inflasi (jalur ekspektasi). Penurunan suku bunga yang diperkirakan akan mendorong aktifitas ekonomi dan pada akhirnya inflasi mendorong pekerja untuk mengantisipasi kenaikan inflasi dengan meminta upah yang lebih tinggi. Upah ini pada akhirnya akan dibebankan oleh produsen kepada konsumen melalui kenaikan harga.

Mekanisme transmisi kebijakan moneter ini bekerja memerlukan waktu (time lag). Time lag masing-masing jalur bisa berbeda dengan yang lain. Jalur nilai tukar biasanya bekerja lebih cepat karena dampak perubahan suku bunga kepada nilai tukar bekerja sangat cepat. Kondisi sektor keuangan dan perbankan juga sangat berpengaruh pada kecepatan tarnsmisi kebijakan moneter. Apabila perbankan melihat risiko perekonomian cukup tinggi, respon perbankan terhadap penurunan suku bunga BI rate biasanya sangat lambat. Juga, apabila perbankan sedang melakukan konsolidasi untuk memperbaiki permodalan, penurunan suku bunga kredit dan meningkatnya permintaan kredit belum tentu direspon dengan menaikkan penyaluran kredit.Di sisi permintaan, penurunan suku bunga kredit perbankan juga belum tentu direspon oleh meningkatnya permintaan kredit dari masyarakat apabila prospek perekonomian sedang lesu. Kesimpulannya, kondisi sektor keuangan, perbankan, dan kondisi sektor riil sangat berperan dalam menentukan efektif atau tidaknya proses transmisi kebijakan moneter. C. Koordinasi Kebijakan Fiskal dan Moneter

Mengingat bahwa laju inflasi di Indonesia tidak hanya dipengaruhi oleh faktor permintaan (demand pull)

Page 42: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

42

namun juga faktor penawaran (cost push), maka agar pencapaian sasaran inflasi dapat dilakukan dengan efektif, diperlukan kerja sama dan koordinasi antara pemerintah dan BI melalui kebijakan makroekonomi yang terintegrasi. Sehubungan dengan hal tersebut, di tingkat pengambil kebijakan, Bank Indonesia dan Pemerintah secara rutin menggelar Rapat Koordinasi untuk membahas perkembangan ekonomi terkini. Di sisi lain, Bank Indonesia juga kerap diundang dalam Rapat Kabinet yang dipimpin oleh Presiden RI untuk memberikan pandangan terhadap perkembangan makroekonomi dan moneter terkait dengan pencapaian sasaran inflasi. Koordinasi kebijakan fiskal dan moneter juga dilakukan dalam penyusunan bersama Asumsi Makro di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dibahas bersama di DPR.Selain itu, Pemerintah juga berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam melakukan pengelolaan Utang Negara.

Di tataran teknis, koordinasi antara Pemerintah dan BI telah diwujudkan dengan membentuk Tim Koordinasi Penetapan Sasaran, Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di tingkat pusat sejak tahun 2005. Anggota TPI, terdiri dari Bank Indonesia dan departmen teknis terkait di Pemerintah seperti Departemen Keuangan, Kantor Menko Bidang Perekonomian, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian, Departemen Perhubungan, dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Menyadari pentingnya koordinasi tersebut, sejak tahun 2008 pembentukan TPI diperluas hingga ke level daerah. Ke depan, koordinasi antara Pemerintah dan BI diharapkan akan semakin efektif dengan dukungan forum TPI baik pusat maupun daerah sehingga dapat terwujud inflasi yang rendah dan stabil, yang bermuara pada pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan berkelanjutan. D. Perkembangan Kebijakan Moneter di Indonesia

Dalam buku The Indonesian Economy Entering New Era, Ascarya menulis sebuah artikel berjudul the dynamics of monetary policy yang menguraikan kebijakan moneter yang diambil oleh Bank Indonesia untuk mengatasi permasalahan ekonomi yang ada dari periode 1953 hingga 2009. Uraian kondisi ekonomi dan kebijakan moneter yang diungkapkan oleh Ascarya terdapat pada tabel berikut :

No Kondisi Ekonomi Kebijakan Moneter

I. Periode 1953-1968 ( Tahun tahun awal dibentuknya Bank Indonesia) Program Revitalisasi dan Stabilisasi - Banyaknya mata uang yang berbeda beda

yang dicetak dan diedarkan di berbagai daerah

- Peredaran uang yang sangat banyak - Hiperinflasi hingga 653,3% - Jumlah simpanan merosot

- Ditetapkanya rupiah sebagai mata uang resmi Republik Indonesia

- Reevaluasi mata uang dari Rp 1.000 menjadi Rp.1 (Sanering)

- Kebijakan uang ketat; meningkatkan bunga deposit hingga 72%

- Meningkatkan kredit langsung untuk aktivitas ekonomi

- Menerbitkan UU Perbankan Nomor 14 tahun 1967 II. Periode 1968-1973

- Inflasi mengalami penurunan - Simpanan masyarakat meningkat - Kebijakan moneter dan fiscal yang

terkoordinasi namun kurang terdapat prinsip prudensial dan mekanisme cek and balance atas kebijakan ekonomi

- Fokus kepada menstabilkan harga - Meningkatkan koodinasi fiscal-moneter - Mengontrol peredaran uang - Menciptakan gerakan menabung nasional - Menurunkan bunga tabungan secara gradual - Bunga pinjaman investasi yang rendah

III. Periode 1974- 1978 - Krisis moneter internasional

- Invlasi mengalami peningkatan drastic pada 1974

- Meningkatnya peredaran uang dari keuntungan perdagangan minyak dan kredit likuiditas dari Bank Indonesia

- Kebijakan moneter terbuka sejak 1974; batas kredit; batas bunga dan kredit yang lebih selektif

- Kebijakan uang terbuka - Menurunkan persyaratan cadangan pada 1978 - Kredit langsung kepada Bulog - Kredit likuiditas untuk KIK dan KMKP

IV. Periode 1979-1983 - Resesi global sejak 1979

- Inflasi lebih tinggi dibandingkan dengan Negara rekan perdagangan

- Harga komoditas yang tidak kompetitif

- Mengontrol peredaran uang - Fasilitas kredit ekspor bagi sektor non migas

Page 43: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

43

- Peredaran uang yang berlebih V. Periode 1983-1988

- Resesi global masih berlanjut - Harga minyak dunia mengalami penurunan

dari US$ 35 menjdadi US$ 10 per barel - Perlambatan ekonomi - KElemahan structural - Peredaran mata uang kembali berlebih

sejak 1987

- Menghilangkan batas kredit dan bunga - Kebijakan Operasi Pasar Terbuka - Kredit likuiditas ditujukan kepada sektor yang

menjadi prioritas utama

VI Periode 1988-1997

- Berkembangnya berbagai instrument keuangan

- Meningkatnya permintaan kredit diiringi kenaikan tingkat bunga pinjaman

- Pemisahan sektor riil dan keuangan - Peredaran uang berlbeih pada tahun 1990

dan 1994 - Tingkat bunga rendah pada tahun 1994

- Kebijakan uang ketat - Meningkatkan cadangan wajib dari 2% menjadi 3%

VII Periode 1997-1999

- Ekonomi mengalami overheating - Kelemahan structural - Hutang luar negeri yang tidak dilindung nilai - Krisis moneter yang diawali dari Thailand - Perbankan mengalami kejatuhan; kredit

macet meningkat; ROA dan CAR minus

- Kebijakan uang ketat - Melikuidasi 16 bank pada 16 November 1997 - Menandatangani Letter of Intent dengan

International Monetary Fund yang mempersyaratkan adanya kebijakan blanket guarantee dan bailout atas perbankan lain yang mengalami kesulitan modal

- Menerbitkan UU Perbankan pada tahun 1998 dan UU Bank Sentral pada tahun 1999

VIII Periode 2000-2004

- Recovery - Bank sentral yang lebih independen - Tekanan inflasi dan tingkat bunga yang

tinggi - Restrukturisasi perbankan dengan BLBI

- Kebijakan uang ketat melalui Operasi Pasar terbuka dengan menerbitkan SBI serta melalui intervensi terhadap nilai tukar mata uang rupiah

- Kebijakan moneter yang lebih akomodatif pada tahun 2003

- Kembali menerapkan kebijakan uang ketat pada tahun 2004

IX Periode 2005-2007

- Pemulihan perekonomian makin cerah - Terdapat tekanan dari eksternal berupa

ketidakseimbangan global - Kenaikan harga minyak dan suku bunga The

Fed (Bank Sentral Amerika Serikat) - Inflasi tinggi mencapai 17,1% pada tahun

2005

- Kebijakan Uang ketat dengan meningkatkan BI Rate menjadi 12,75% pada Desember 2005 dan Meningkatkan cadangan wajib

- Kebijakan moneter akomodatif pada 2006-2007

X Periode 2007-2009

- Krisis keuangan global sejak Juli 2007 - IHSG mengalami penurunan sejak maret

2008 ; Harga minyak naik sangat drastic hingga sempat menyentuh angka $ 147/barell

- Sistem perbankan mengalami mengalami

- Meningkatkan suku bunga BI sejak mei 2008 - Menurunkan cadangan wajib dan Rasio Kecukupan

Modal - Bailout kepada bank century - Kebijakan moneter akomodatif secara agresif sejak

bulan 2008 hingga awal 2010

Page 44: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

44

pelemahan - Tekanan inflasi berkuran - Banyak bank sentral menurunkan kebijakan

tingkat bunganya

E. Full Fledged Inflation Targeting (FFIT) Pada tahun 2005, Bank Indonesia mulai mengenalkan suatu framework dalam mengambil kebijakan

moneter yang dikenal dengan Full Fledged Iflation Targeting(FFIT). Dengan FFIT, kerangka kerja kebijakan moneter dilakukan secara transparan dan konsisten dalam rangka mencapai sasaran inflasi beberapa tahun ke depan yang ditetapkan dan diumumkan secara eksplisit. Guna mendukung optimalisasi pencapaian sasaran inflasi tersebut, Bank Indonesia menetapkan policy rate (BI-Rate) yang diumumkan secara periodik kepada publik sebagai sinyal kebijakan moneter untuk jangka waktu tertentu.Perubahan BI-Rate mencerminkan respon bank sentral terhadap perkembangan kondisi makroekonomi.

Pelaksanaan FFIT di Indonesia mengikuti prinsip dasar bahwa FFIT adalah framework, bukan rule.Dengan prinsip ini, kebijakan moneter tidak dilaksanakan secara kaku. Pelaksanaan kebijakan moneter juga mempertimbangkan sasaran-sasaran pembangunan yang lebih luas antara lain pertumbuhan ekonomi. Berbeda dengan prinsip full discretionary, FFIT menuntut agar discretionary policy dalam pelaksanaan kebijakan moneter bersifat terbatas. Konsep FFIT merupakan sebuah kerangka kebijakan moneter yang ditandai dengan pengumuman kepada publik mengenai target inflasi yang hendak dicapai dalam beberapa periode ke depan. Secara eksplisit dinyatakan bahwa inflasi yang rendah dan stabil merupakan tujuan utama dari kebijakan moneter. Jadi, konsep FFIT adalah:

- Dalam merumuskan kebijakan moneter, Bank Indonesia akan selalu melakukan analisis dan mempertimbangkan berbagai indikator ekonomi, khususnya prakiraan inflasi.

- Pengendalian moneter dilakukan dengan menggunakan instrumen: (i) Operasi Pasar Terbuka (OPT), (ii) Instrumen likuiditas otomatis (standing facilities), (iii) Intervensi di pasar valas, (iv) Penetapan giro wajib minimum (GWM), dan (v) Himbauan moral (moral suassion).

- Pengendalian moneter diarahkan pula agar perkembangan suku bunga PUAB berada pada koridor suku bunga yang ditetapkan. Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan efektivitas pengendalian likuiditas sekaligus untuk memperkuat sinyal kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia

Dengan konsep dasar tersebut, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan moneter dengan elemen-elemen pokok sebagai berikut:

- Pertama, suku bunga (BI-rate) digunakan sebagai sasaran operasional moneter menggantikan uang beredar. Perubahan sasaran operasional moneter ini didasarkan pada pertimbangan makin lemahnya hubungan antara uang beredar dengan laju inflasi.

- Kedua, kebijakan moneter diperkuat dengan strategi yang bersifat pre-emptive atau forward looking. Elemen dasar ini sekaligus merupakan tantangan besar bagi Bank Indonesia mengingat inflasi di Indonesia lebih banyak dipengaruhi oleh ekspektasi inflasi yang bersifat adaptif (inertia). Bank Indonesia menyebutkan, misalnya sekitar 74% inflasi pada tahun 2001 dan sekitar 89% inflasi pada tahun 2004 terutama disumbang oleh ekspektasi yang bersifat adaptif. Kebijakan moneter perlu konsisten terhadap sasaran akhir yang akan dicapai atau menghindari time-inconsistency policy. Tanpa konsistensi yang kuat, kebijakan ke depan kurang mendapat perhatian dari masyarakat.

- Ketiga, terkait dengan unsur kedua, pelaksanaan FFIT membutuhkan komunikasi yangefektif dan transparan kepada masyarakat luas. Ini diperlukan agar langkah-langkah kebijakan yang akan ditempuh ke depan benar-benar dipahami secara utuh oleh masyarakat.

- Keempat, peningkatan koordinasi yang lebih kuat dengan Pemerintah. Elemen ini sangat penting dalam rangka pencapaian sasaran inflasi yang ditetapkan mengingat faktor-faktor

pendorong inflasi tidak sepenuhnya berada dalam lingkup kewenangan Bank Indonesia. Meskipun kinerja dan manfaat dapat berbeda tergantung pada kondisi spesifik Negara yang bersangkutan

dan rezim yang dipraktekkan, pada umumnya negara yang menerapkan FFIT memperoleh sejumlah keuntungan, yaitu:

- Sukses dalam membantu negara menurunkan inflasi, - Kebijakan moneter lebih secara jelas terfokus, - Komunikasi, transparansi, dan akuntabilitas secara bersama diperkuat, - Membantu dalam menurunkan dan mengarahkan ekspektasi inflasi dan lebih baik dalam mengatasi kejutan

inflasi,

Page 45: Kompilasi materi SKP dari senior Uts

45

- Membantu dalam menurunkan volatilitas output dalam jangka menengah, - Teruji terhadap kejutan ekonomi yang kurang menguntungkan, - Kebijakan moneter relatif fleksibel dalam mengakomodasi kejutan inflasi temporer yang tidak mengganggu

pencapaian sasaran inflasi jangka menengah, dan Independensi bank sentral dalam melaksanakan kebijakan moneter diperkuat. Kisah sukses FFTI di sejumlah Negara maju didukung oleh terdapatnya prasyarat dan pra kondisi yang

diperlukan di Negara yang bersangkutan, sementara di Negara berkembang, pra syarat tersebut tidak sepenuhnya dipenuhi. Calvo dan Mishkin (2003) mengidentifikasi lima perbedaan antara Negara maju dengan Negara sedang berkembang yaitu: (a) lemahnya disiplin fiscal (fiscal dominance); (b) lemahnya kelembagaan keuangan termasuk pengaturan dan pengawasan prudential (financial dominance); (c) rendahnya kredibilitas dari kelembagaan moneter; (d) dolarisasi kewajiban; dan (e) kerapuhan (vulnerability) terhadap terhentinya aliran modal secara tiba-tiba (external dominance).

Kerangka kebijakan moneter merupakan suatu hal yang dinamis, yang dapat berubah sejalan dengan perubahan pra kondisi yang diperlukan dan tantangan yang dihadapi. Masih kuatnya dominasi fiskal dan kerapuhan sistem terhadap shock terbukti mengganggu pencapaian target inflasi. Sebagai contoh, pada waktu BBM di dalam negeri dinaikkan secara signifikan pada paruh kedua tahun 2005, komitmen pencapaian target inflasi tidak dapat dipenuhi. Koordinasi kebijakan fiskal dengan kebijakan moneter masih perlu ditingkatkan mengingat pencapaian target inflasi sesungguhnya merupakan tanggung jawab bersama Bank Indonesia dan pemerintah. Oleh karena itu, kredibilitas kebijakan moneter dengan FFIT bukan hanya menyangkut komitmen Bank Indonesia selaku otoritas moneter, tetapi juga komitmen pemerintah selaku otoritas fiscal.

Perubahan kerangka kebijakan moneter juga dipengaruhi oleh perkembangan pasar keuangan dan infrastruktur pendukungnya seperti perubahan system pembayaran yang cukup pesat yang didukung oleh pesatnya perkembangan teknologi informasi.Dengan perkembangan system pembayaran yang sedemikian pesat, transaksi crossborder menjadi sulit dimonitor sehingga aliran modal masuk dan keluar semakin tidak mungkin dikontrol. Ketika teknologi membuat pola transaksi berubah, kebijakan moneter pun akan berubah. Ketika sistem perdagangan berubah dengan dunia berubah, kebijakan moneter yang dibutuhkan pun berubah.