makalah pkp tia dkk
DESCRIPTION
kulit dan kelaminTRANSCRIPT
MAKALAH PRESENTASI KASUS DIPERSIAPKAN
NEURODERMATITIS SIRKUMKRIPTA
Disusun oleh:
Aditiya Bagus Wicaksono
Andhika Pangestu
Candra Ahmad Hanif Rosyidi
Fahrizal Haris Harahap
Tiara Putri Methas
Pembimbing :
dr. Dewi Martini, SpKK
KEPANITRAAN KLINIK
SMF KULIT DAN KELAMIN RSUP FATMAWATI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2015
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah presentasi kasus dipersiapkan yang berjudul
“Neurodermatitis” dengan baik. Shalawat serta salam tak henti-hentinya mengalir kepada
Nabi Muhammad saw. bereserta keluarga, sahabat,dan semoga kepada kita semua selaku
umatnya hingga akhir zaman, Amin.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu, maka dari itu kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang
telah membantu.
Tak ada gading yang tak retak. Begitu pula dengan makalah ini. Kami merasa masih
banyak kekurangan, karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini akan kami terima dengan hati terbuka.
Akhir kata, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat, bagi pembaca umumnya dan
bagi kami khususnya.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Jakarta, 15 Juli 2015
Penulis
BAB 1
ILUSTRASI KASUS
I. Identitas
Nama : Tn. B
Tanggal lahir/Usia : 73 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Haji Miran, Terogong Cilandak
Barat
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Perawat makam
Status Pernikahan : Menikah
Suku : Betawi
No rekam medis : 00140577
II. Anamnesis
Data didapat dari autoanamnesis pada tanggal 13 Juli 2015 di
Poliklinik RSUP Fatmawati.
Keluhan Utama
Gatal-gatal di kedua lutut dan kedua punggung kaki sejak 2
minggu sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan tambahan : tidak ada
Riwayat Penyakit Sekarang
Awalnya terdapat bercak kemerahan pada lutut sejak 2 bulan
sebelum masuk rumah sakit. Kemudian bercak tersebut menebal
dan bercak bertambah di punggung kaki serta kulit kepala sejak
2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Bercak tersebut terasa
gatal sehingga pasien sering menggaruknya untuk meredakan
gatal. Keluhan kulit terasa perih, panas dan nyeri disangkal
pasien.
Rasa gatal tersebut dirasakan terutama saat sedang tidak
beraktivitas dan malam hari. Rasa gatal lebih meningkat pada
saat pasien sedang kelelahan. Pasien mengatakan bahawa saat
ia sedang berkeringat keluhan tidak bertambah. Pekerjaan
pasien adalah seorang perawat makam sekaligus penggali kubur
yang selalu ada pekerjaan setiap harinya. Pasien mengatakan
bahwa ia tidak ada alergi obat apapun.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah mengalami
keluhan seperti ini. Riwayat hipertensi dan DM disangkal oleh
pasien. Riwayat jantung, ginjal dan hepar disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga
Dikeluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan seperti ini
sebelumnya. Riwayat hipertensi dan DM di keluarga disangkal
oleh pasien. Riwayat jantung, ginjal dan hepar di
keluargadisangkal oleh pasien.
III. Pemeriksaan Fisik
Keluhan utama : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital : Tekanan darah : 110/70mmHg
Nadi : 80x/menit, reguler, isi cukup
Frekuensi pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,7ºC
BB/TB : 43 kg / 170 cm
Kepala : rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata
o Mata : Sklera Ikterik -/-, Konjungtiva Anemis -/-, Pupil
bulat isokor Diameter : 3mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+
o Telinga : normotia +/+, serumen -/-, membran timpani
intak +/+
o Hidung : deviasi septum -/-, sekret-/-, konka hiperemis -/-
o Mulut : karies -, gigi lengkap, lidah kotor -, keilitis +
o Tenggorok : tonsil T2/T2, uvula ditengah, mukosa faring
hiperemis
Leher : trakea lurus ditengah, tiroid tidak membesar
Thorax :
Jantung :
I : Ictus Cordis tidak terlihat
P : Ictus Cordis tidak teraba
P : Batas jantung normal
A : Bunyi Jantung I dan II regular, gallop -, murmur -
Paru :
I : simetris kanan dan kiri saat statis dan dinamis
P : massa -, vokal fremitus simetris kanan dan kiri,
P : sonor di kedua lapang paru
A : suara nafas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen :
I : datar, massa -
P : nyeri tekan -, massa -, hepar dan lien tidak teraba
P : timpani di seluruh lapang abdomen
A : bising usus + normal
KGB : preaurikular -/-, retroaurikular -/-, submental -, tonsilar
-/-, mandibula -/-, coli anterior -/-, coli posterior -/-,
supraklavikula -/-, infraklavika -/-, ingunal bilateral -/-
Ekstremitas
Atas : akral hangat +/+, edema -/-, sianosis -/-, CRT < 2 ’’
Bawah : akral hangat +/+, edema -/-, sianosis -/-,
CRT < 2 ’’
IV. Status Dermatologikus
Pada regio genu bilateral, dorsum pedis bilateral dan oksipital
terdapat plak eritematosa berukuran nummular hinggal plakat
berjumlah soliter disertai skuama kasar, likenifikasi dan sebagian
terdapat fissura.
V. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan KOH telah dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis
banding, hasil pemeriksaan : tidak ditemukan gambaran hifa dan
spora pada sediaan.
VI. Resume
Pasien seorang laki-laki berusia 73 tahun datang dengan
Gatal-gatal di kedua lutut dan kedua punggung kaki sejak 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Awalnya terdapat bercak kemerahan
pada lutut sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Kemudian
bercak tersebut menebal dan bercak bertambah di punggung kaki
serta kulit kepala sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Bercak tersebut terasa gatal sehingga pasien sering menggaruknya
untuk meredakan gatal. Keluhan kulit terasa perih, panas dan nyeri
disangkal pasien. Rasa gatal tersebut dirasakan terutama saat
sedang tidak beraktivitas dan malam hari. Rasa gatal lebih
meningkat pada saat pasien sedang kelelahan. Pasien mengatakan
bahawa saat ia sedang berkeringat keluhan tidak bertambah.
Pekerjaan pasien adalah seorang perawat makam sekaligus
penggali kubur yang selalu ada pekerjaan setiap harinya. Pasien
mengatakan bahwa ia tidak ada alergi obat apapun.
Tanda vital dalam batas normal. Status generalis dalam batas
normal. Status dermatalogikus tampak pada regio genu bilateral,
dorsum pedis bilateral dan oksipital terdapat plak eritematosa
berukuran nummular hinggal plakat berjumlah soliter disertai
skuama kasar, likenifikasi dan sebagian terdapat fissura.
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan dengan KOH di
dapatkan hasil negatf, tidak ditemukan hifa panjang maupun spora.
VII. Diagnosis kerja
Neurodermatitis Sirkrumkripta
VIII. Diagnosis banding
Dermatitis seboroik, Tinea pedis
IX. Penatalaksanaan
Umum :
1. Edukasi mengenai penyakit yang diderita pasien
2. Menghindari faktor predisposisi, seperti kelelahan, stress psikis
3. Pasien tidak boleh untuk menggaruk
Khusus :
(1)Sistemik
R/ Cetirizine10 mgtab No. X
S 1dd I
(2)Topikal
R/ clobetasol propionate 0,05% cr 20 gr
Urea 10% cr 20gr
M.f. La. cr tube No.1
S 2 dd ue
X. Prognosis
Quo Ad vitam : ad bonam
Quo Ad functionam : ad bonam
Quo Ad sanationam : dubia ad bonam
XI. Anjuran
Pemeriksaan histopatologik kulit pada lesi
Kontrol 1 minggu lagi
BAB II
ANALISIS KASUS
Pasien a.n Tn B ditegakkan diagnosis neurodermatitis sirkumskripta berdasarkan
pada data identitas, pasien laki-laki berusia 73 tahun. Pada kasus neurodermatitis
sirkumskripta dikatakan bahwa penyakit ini banyak menyerang pada orang dewasa-manula,
paling dominan pada usia 30-50 tahun
Pada anamnesis didapatkan:
Pasien mengeluhkan gatal pada kedua lutut dan kedua punggung kaki sejak 2 bulan
yang lalu. Rasa gatal terutama saat tidak beraktivitas dan gatal dirasakan semakin
hebat pada malam hari
Pada awalnya terdapat bercak kemerahan pada kedua lutut sejak 2 bulan SMRS,
kemudian muncul juga bercak kemerahan pada kedua punggung kaki sejak 1 bulan
SMRS. Pada saat ini terdapat bercak pada kedua lutut semakin menebal
Pasien mengaku saat berkeringat, keluhan gatal tidak bertambah. Gatal dirasakan
semakin hebat ketika pasien lelah. Pasien bekerja sebagai perawat makam.
Pasien juga mengaku terdapat keluhan gatal pada kulit kepala bagian belakang sejak 2
bulan SMRS. Keluhan dirasakan saat tidak beraktivitas dan pada malam hari. Keluhan
ini baru pertama kali dialami oleh pasien.
Gejala klinis neurodermatitis sirkumskripta diantaranya yaitu pasien sering mengeluh
gatal yang dirasakan makin hebat pada malam hari dan dapat mengganggu tidur. Kemudian
rasa gatal yang dirasakan tidak terus menerus, biasanya pada waktu yang tidak sibuk, jiika
muncul rasa gatalnya sulit untuk ditahan untuk tidak digaruk. Sebagian besar pasien
neurodermatitis sirkumskripta, merasa enak jika digaruk, kemudian akan hilang rasa gatalnya
untuk sementara. Lokasi lesi pada kulit muncul pada tempat yang sama, riwayat muncul
keluhan berulang terutama saat stress atau sebagian besar terdapat hubungan dengan penyakit
lain yang mendasari.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status dermatologikus yaitu didapatkan pada regio
genu anterior bilateral, regio dorsum pedis bilateral, dan regio oksipitalis ditemukan plak
eritematosa dan hiperpigmentasi berukuran numular hingga plakat, berjumlah soliter disertai
dengan skuama kasar, likenifikasi, dan sebagia terdapat fissura
Pada umumnya lesi bersifat tunggal, dengan lesi plak eritematosa dapat disertai
dengan edematosa dan lambat laun edema dan eritema menghlang, bagian tengah lesi
terdapat skuama dan bersifat menebak, likenifikasi dan ekskoriasi serta pada sekitarnya
terdapat hiperpigmentasi, serta batas dengan kulit normal tidak jelas. Gambaran klinis lesi
dapat juga bergantung pada faktor loklasi dan lamanya lesi terjadi. Sedangkan letak lesi dapat
timbul dimana saja, namun pada umumnya dapat ditemukan pada region scalp, tengkuk,
samping leher, lengan bagian ekstensor, pubis, vulva, skrotum, perianal, medial tungkai atas,
lutut, lateral tungkai bawah, pergelangan kaki bawah, pergelangan kaki bagian depan dan
punggung kaki. Sedangkan pada pasien dengan neurodermatitis sirkumskripta dapat
ditemukan efloresensi sekunder berupa erosi, ekskoriasi, fissure, ataupun skuama kasar
sebagai akibat garukan ataupun korekan tangan pasien yang berulang-ulang dan intensif ada
lokasi lesi tersebut
Pada pemeriksaan lab KOH 20 %, tidak ditemukan adanya hifa pada pemeriksaan
mikroskopik. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa causa penyakit pada pasien ini,
bukan disebabkan oleh golongan jamur. Sehingga dapat menyingkirkan diagnosis banding
yaitu tinea pedis
No Keterangan Neurodermatitis Sirkumskripta
Dermatitis seboroik Tinea Pedis
1 Epidemiologi -Biasanya usia dewasa
keatas (30-50 tahun)
-Perempuan >> laki-laki
Pada bayi baru lahir, Pria lebih
sering terjadi daripada wanita
dan meningkat pada dewasa
berusia 18-40 tahun.
Penderita biasanya orang
dewasa, Sering terjadi pada
orang yang menggunakan
sepatu tertutup sehari- hari,
pekerja dengan kaki yang
sering basah, dan perawatan
kaki yang buruk.
2 Tanda klinis -Gatal sekali, terutama
saat santai (tidak sibuk)
-Gatal terasa lebih enak
bila digaruk, ketika
muncul luka rasa gatal
Terdapat rasa gatal pada daerah
seboroik, gatal timbul disertai
bercak merah lama kelamaan
menjadi hitam dan meluas. Gatal
hilang timbul dan memberat bila
Rasa gatal tersering pada
sela jari kaki dan telapak
kaki, Gatal terutama saat
berkeringat dan lesi
semakin luas.
diganti dengan rasa
nyeri.
-Gatal dapat di induksi
ketika Stress.
-Bila gatal malam hari
dapat mengganggu
tidur.
berkeringat pada siang hari,
riwayat rambut rontok, atopi dan
alergi makanan.
3 Effloresensi Lesi biasanya tunggal,
awalnya berupa plak
eritematosa,sedikit
edematosa, lambat laun
edema dan eritema
menghilang, bagian
tengah berskuama dan
menebal, likenifikasi
dan ekskoriasi,
sekitarnya
hiperpigmentasi dan
berbatas difuse.
Eritema, Skuama berminyak
kekuningan dan batas tidak jelas
-Ringan
Hanya mengenai kulit kepala
berupa Skuama halus dan kasar.
-Berat
Skuama, berminyak disertai
eksudasi dan krusta tebal, sering
meluas ke dahi, posaurikuler dan
leher.
- Pada keadaan lebih berat
seluruh kepala tertutup krusta
kotor dan bau tidak sedap.
- Pada bayi, skuama-skuama
kekuningan dan kumpulan
debris yang melekat cradle
cap
- Tinea Interdigitalis
fissura yang dilingkari sisik
halus dan tipis, maserasi (+)
, kulit putih dan rapuh
Cenderung meluas ke sela
hari lain, atau ke
subdigitalis
- Moccasin foot
Eritem ringan, kulit
menebal dan bersisik dan
Tampak tepi lesi aktif
(papul dan vesikel)
-Sub akut
vesikel, vesiko-pustul,
kadang bula.
4 Predileksi Skalp, tengkuk, samping
leher, lengan bagian
ekstensor, pubis, vulva,
skrotum, perianal, paha
medial, lutut, tungkai
bawah lateral,
pergelangan kaki bagian
depan dan punggung
Kulit kepala, liang telinga luar,
lipatan naso labial, sternal,
areola mammae, lipatan dibawah
mammae pada wanita,
interskapular, umbilikus, lipat
paha, dan daerah anogenital.
-Tinea Interdigitalis
sela jari IV dan V
-Moccasin foot
Penebalan pada seluruh
kaki (telapak-punggung
kaki)
- Subakut
sela jari hingga punggung
kaki kaki
5 Pemeriksaan Penunjang
Histologi : Melihat gambaran histopatologik berupa ortokeratosis, hipergranulosis, akantosis dengan rete ridges memanjang teratur.
- Sediaan Langsung KOH- Biakan, Ditanam pada media agar buatan yaitu Sabaroud Dextrose Agar.
Penatalaksanaan umum yang diberikan pada pasien dengan neurodermatitis
sirkumskripta meliputi edukasi untuk tidak menggaruk pada lokasi lesi, rajin menggunting
kuku, memakai sandal ataupu sepatu yang tidak terlalu sempit, jangan digaruk lebih baik
ditahan jika gatal, jangan takut jika terkena air, menghindari beban pikiran, hindari faktor
stress, serta istirahat yang cukup.Diharapkan dengan dilakukannya tatalaksana umum ini
dapat membantu penyembuhan penyakit dan mengurangi resiko berulangnya keluhan
manifestasi klinis neurodermatitis sirkumskripta seperti rasa gatal yang makin hebat pada
malam hari dan ketika pasien tidak sibuk.
Pasien juga tatalaksana khusua seperti obat topical dan sistemik, Pasien diberi
talaksana obat topical berupa clobetasol propionat 0,05 % pada kedua lutut dan punggung
kaki serta pada kulit kepala bagian belakang. Clobetasol propionat 0,05 % ini merupakan
jenis golongan obat kortikosteroid potensi kuat/tinggi dan sebagai first choice treatment
bagi pasien neurodermatitis sirkumskripta. Obat ini dioleskan 2 kali dalam sehari yaitu
pada pagi hari dan sore hari
Sedangkan Cetirizine yang merupakan antipruritus untuk mengatasi keluhan gatal
yang dialami oleh pasien neurodermatitis sirkumskripta. Pemberiannya 1x saat malam hari
Antipruritus juga bertujuan agar gatal di pasien hilang sehingga pasien tidak menggaruk
dan mencegah infeksi sekunder pada kulit yang ditimbulkan akibat intervensi pasien
seperti garukan ataupun goresan
Prognosis pada pasien ini adalah sebagai berikut Ad vitam: bonam, karena
penyakit ini tidak mengancam jiwa. Ad functionam: bonam, karena setelah sembuh organ
kulit dapat berfungsi dengan baik. Ad sanationam: dubia ad bonam, karena keluhan
penyakit neurodermatitis sirkumskripta ini dapat berulang terjadi, dan dapat terjadi secara
hilang timbul
Anjuran yang diberikan yaitu kontrol ke poli kulit (minimal 1 mingggu) untuk
melihat bagaimana kondisi pasien apakah terdapat perbaikan secara klinis sehingga dapat
diputuskan untuk memberikan terapi lagi ataupun tidak. Kemudian perlu untuk dilakukan
pemeriksaan histopatologis untuk melihat apakah terdapat perubahan mikroskopik berupa
akantosis, hiperkeratotik, rete rigdes memanjang.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 NEURODERMATITIS
a. PENDAHULUAN
Neurodermatitis adalah peradangan kulit kronis, yang ditandai dengan kulit tebal dan
garis kulit tampak menonjol (likenifikasi) menyerupai batang kayu. Gejala neurodermatitis
timbul dikarenakan respon kutaneus terhadap garukan atau gosokan yang terus menerus
karena rangsangan pruritogenik. Penyebab utama dari neurodermatitis belum diketahui,
namun pada dasarnya gejala pruritus memilki peran sentral dalam timbulnya reaksi kulit
berupa likenifikasi. Pada hipotesis mengenai pruritus dikatakan, pruritus dapat terjadi
karena adanya penyakit yang mendasarinya, misalnya gagal ginjal kronis, obstruksi
saluran empedu, limfoma Hodgkin, hipertiroid. Atau bisa karena penyakit kulit seperti
dermatitis atopik, dermatitis kontak alergi, gigitan serangga, dan aspek psikologik dari
tekanan emosi. Neurodermatitis dikenal juga dengan nama liken simplek kronik. Keluhan
utamanya berupa gatal yang berulang dalam jangka waktu yang lama sehingga
menimbulkan gejala berupa kulit yang menebal dan garis kulit yang menonjol
(likenifikasi). Pada setiap individu, keluhan utama gatal yang lama bisa berbeda, semua
bergantung dari respon kulit yang menerima rangsangan pruritogenik, penyakit yang
mendasarinya dan emosinya. Variasi klinis dari neurodermatitis sering terjadi pada orang
dewasa. Contohnya pada pasien yang memiliki riwayat penyakit dermatitis atopik
memiliki onset lebih cepat untuk menjadi penyakit neurodermatitis dibandingkan dengan
pasien yang tidak memiliki riwayat penyakit dermatitis atopik. Pada umumnya pasien
yang menderita neurodermatitis telah mengetahui penyakitnya sudah sejak lama, namun
kebanyakan dari mereka tidak mengetahui tentang penyakitnya yang dipengaruhi oleh
penyakit yang mendasar dan keadaan emosinya. Pembahasan mengenai neurodermatitis
dalam makalah ini dapat digunakan untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat
mengenai apa itu neurodermatitis, bagaimana mendiagnosa neurodermatitis dan bagaimana
tatalaksana pengobatan neurodermatitis1,2.
b. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini dapat mengenai semua kelompok umur mulai dari anak-anak sampai
dewasa. Kelompok usia dewasa 30 – 50 tahun paling sering mengalami keluhan
neurodermatitis. Neurodermatitis dapat terjadi pada laki-laki dan wanita, tetapi lebih
sering dilaporkan terjadi pada wanita terutama pada umur pertengahan Individu.
Neurodermatitis jarang terjadi pada anak-anak, karena neurodermatitis merupakan
penyakit yang bersifat kronis dan dipengaruhi oleh keadaan emosi dan penyakit yang
mendasarinya. Dilihat dari ras dan suku bangsa, Asia terutama ras mongoloid lebih sering
terkena penyakit ini kemungkinan karena faktor protein yang dikonsumsinya berbeda
dengan ras dan suku bangsa lainnya1,2. .
c. ETIOPATOGENESIS
Pruritus memainkan peran sentral dalam timbulnya pola reaksi kulit berupa
likenifikasi. Hipotesis mengenai pruritus dapat oleh karena adanya penyakit yang
mendasari, misalnya gagal ginjal kronis, obstruksi saluran empedu, limfoma Hodgkin,
hipertiroid, penyakit kulit seperti dermatitis atopik, dermatitis kontak alergi, gigitan
serangga, dan aspek psikologi dengan tekanan emosi. Pada neurodermatitis jumlah
eosinofil meningkat. Eosinofil yang berisi protein X dan protein kationik akan
menimbulkan degranulasi sel mast . Degranulasi sel mast akan mengaktifkan sel-sel saraf
sumsum tulang sebagai kompensasinya. Sel-sel saraf yang berisi CGRP (Calcitonin Gene-
Related Peptide) dan SP (substance P), jumlahnya di dermis juga akan meningkat
sehingga akan melepaskan histamin dari sel mast yang selanjutnya akan memicu pruritus.
Semakin tinggi eosinofil pasien yang mengalami neurodermatitis akan semakin sering
pasien mengeluh gejala gatal1-3.
Trauma mekanik kronis pada kulit berupa garukan atau gosokan akan mengakibatkan
penebalan pada kulit. Garukan dan gosokan berulang (yang dipicu factor asing atau dari
diri sendiri) menghasilkan nodular likenifikasi dan hyperkeratosis. Gatal pada
neurodermatitis bersifat lokal. Tempatnya tergantung dimana sering terpapar rangsangan
pruritogenik. Pada individu yang mengalami neurodermatitis rasa ingin menggaruk sangat
besar, pasien akan merasakan adanya gatal yang hebat dan tidak dapat mengontrol untuk
menggosok atau menggaruk pada tempat yang gatal2.
Neurodermatitis dipengaruhi oleh keadaan emosi pasien. Gejalanya akan timbul
seiring dengan emosi pasien yang tinggi. Dari pemeriksaan efloresensi akan tampak
hiperpigmentasi pada kulit, lesi purpura dengan permukaan tidak rata, ekskoriasi pada
tempat yang gatal dan dapat menjadi krusta. Hasil efloresensi ini disebabkan karena
seringnya pasien menggaruk bagian yang gatal. Dari hasil studi immunohistokimia
menunjukkan peningkatan jumlah dari sel-sel saraf pada kulit terjadi terutama pada
neurodermaitis. Pada pemeriksaan biopsi kulit menunjukkan secara signifikan penurunan
kepadatan jaringan saraf intraepidermal, yang mengacu pada subklinikal neuropati
sejumlah kecil jaringan. Pada studi lainnya mengindikasikan bahwa sitokin berhubungan
dengan STAT 6 beraktivasi bersama dengan beberapa stimulus yang tidak diketahui yang
mengaktivasi STST 3 yang mempunyai peranan penting dalam pathogenesis
neurodermatitis.2,3
Pada pasien yang memiliki faktor predisposisi, garukan kronik dapat menimbulkan
penebalan dan likenifikasi. Jika tidak diketahui penyebab yang nyata dari garukan, maka
disebut neurodermatitis sirkumskripta. Adanya garukan yang terus-menerus diduga karena
adanya pelepasan mediator dan aktivitas enzim proteolitik. Walaupun sejumlah peneliti
melaporkan bahwa garukan dan gosokan timbul karena respon dari adanya stress. Adanya
sejumlah saraf mengandung immunoreaktif CGRP (Calsitonin Gene-Related Peptida) dan
SP (Substance Peptida) meningkat pada dermis. Hal ini ditemukan juga pada prurigo
nodularis, tetapi tidak pada neurodermatitis sirkumskripta. Sejumlah saraf menunjukkan
imunoreaktif somatostatin, peptide histidine, isoleucin, galanin, dan neuropeptida Y,
dimana sama pada neurodermatitis sirkumskripta, prurigo nodularis dan kulit normal. Hal
tersebut menimbulkan pemikiran bahwa proliferasi nervus akibat dari trauma mekanik,
seperti garukan dan goresan. SP dan CGRP melepaskan histamin dari sel mast, dimana
akan lebih menambah rasa gatal. Membran sel schwann dan sel perineurium menunjukkan
peningkatan dan p75 nervus growth factor, yang kemungkinan terjadi akibat dari
hyperplasia neural. Pada papilla dermis dan dibawah dermis alpha-MSH (Melanosit
Stimulating Hormon) ditemukan dalam sel endotel kapiler4.
d. GEJALA KLINIS
Keluhan utama dari neurodermatitis ialah gatal berulang. Pasien akan mengeluh gatal
yang hilang timbul terutama saat sore hari. Rasa gatal memang tidak terus menerus,
biasanya pada waktu tidak sibuk, bila muncul sulit ditahan untuk tidak digaruk. Penderita
merasa enak bila digaruk; setelah luka, baru hilang rasa gatalnya untuk sementara (karena
diganti dengan rasa nyeri). Lesi biasanya tunggal, pada awalnya berupa plak eritematosa,
sedikit edema, lambat laun edema dan eritema menghilang, bagian tengah berskuama dan
menebal, likenifikasi dan ekskoriasi; sekitarnya hiperpigmentasi, batas dengan kulit
normal tidak jelas. Gambaran klinis dipengaruhi juga oleh lokasi dan lamanya lesi akibat
digaruk. Letak lesi dapat timbul dimana saja, tetapi yang biasa ditemukan adalah di scalp,
tengkuk, samping leher, lengan bagian ekstensor, pubis, vulva, skrotum, perianal, paha
bagian medial, lutut, tungkai bawah lateral, pergelangan kaki bagian depan, dan punggung
kaki1,3
Neurodermatitis di daerah tengkuk (lichen nuchae) umumnya hanya pada wanita,
berupa plak kecil di tengah tengkuk atau dapat meluas hingga ke scalp. Biasanya
skuamanya banyak menyerupai psoriasis. Variasi klinis neurodermatitis dapat berupa
prurigo nodularis, akibat garukan atau korekan tangan penderita yang berulang-ulang pada
suatu tempat. Lesi berupa nodus berbentuk kubah, permukaan mengalami erosi tertutup
krusta dan skuama, lambat laun menjadi keras dan berwarna lebih gelap (hiperpigmentasi).
Lesi biasanya multipel; lokalisasi tersering di ekstremitas; berukuran mulai beberapa
milimeter sampai 2 cm1
Keparahan gatal dapat diperburuk bila pasien berkeringat, pasien berada pada suhu
yang lembab, atau pasien terkena benda yang merangsang timbulnya gatal (alergen). Gatal
juga dapat bertambah pada saat pasien mengalami stress psikologis. Pada pasien muda,
keluhan gatal umumnya kurang dirasakan karena tidak begitu mengganggu aktivitasnya,
akan tetapi keluhan gatalnya sangat dirasakan seiring bertambahnya usia dan faktor
pemicu stressnya. Kelainan kulit yang terjadi bisa berupa eritem, edema, papul,
likenifikasi (bagian yang menebal), kering, berskuama atau hiperpigmentasi. Ukuran lesi
bervariasi, berbatas tidak tegas dan bentuk umumnya tidak beraturan. Lesi pada setiap
individu pasien berbeda. Tidak ada penjelasan yang tegas mengenai berapa lama lesi pada
neurodermatitis terbentuk. lesi tergantung dari sering dan lamanya pasien mengalami
keluhan gatal dan menggaruknya. Dari pemeriksaan efloresensi, lesi tampak likenifikasi
berupa penebalan kulit dengan garis-garis kulit yang semakin terlihat, terlihat plak dengan
ekskoriasi serta sedikit eritematosa (memerah) dan edema. Pada lesi yang sudah lama, lesi
akan tampak berskuama pada bagian tengahnya, terjadi hiperpigmentasi (warna kulit yang
digaruk berubah menjadi kehitaman) pada bagian lesi yang gatal, bagian eritema dan
edema akan menghilang, dan batas lesi dengan bagian kulit normal semakin tidak jelas.3,4
Likenifikasi,
Hiperpigmentasi
Likenifikasi, Ekskoriasi
Eritematosa, Edema
Gambar 1. Lesi neurodermatitis berupa plak eritematosa, edema, likenifikasi, hiperpigmentasi
dan ekskoriasi
e. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Uji Tempel
Pemeriksaan uji tempel bertujuan untuk memeriksa riwayat alergi pasien. pemeriksaan uji
tempel biasanya dilakukan di punggung. Untuk melakukan uji temple diperlukan antigen,
antigen standar buatan pabrik yang biasa dipakai, misalnya Finn Chamber System Kit.
Adakalanya tes uji tempel dilakukan dengan antigen bukan standar dapat berupa bahan
kimia murni, atau lebih sering bahan campuran yang berasal dari rumah atau lingkungan
kerja yang bersifat toksik1.
Pemeriksaan uji tempel dilakukan dengan mengambil potongan kecil bahan alergen yang
sudah direndam dengan air garam kemudian dtempelkan ke kulit dengan memakai Finn
Chamber dan dibiarkan selama 48 jam. Pembacaan hasil uji tempel dilakukan secara dua
kali pembacaan. Pembacaan pertama setelah 48 jam sedangkan pembacaan kedua setelah
72 atau 96 jam. pembacaan pertama bertujuan untuk memeriksa respon tubuh pasien
terhadap antigen dan pembacaan yang kedua bertujuan untuk membedakan antara kontak
alergi dengan kontak iritan1.
Hasil pembacaan yang pertama (48 jam)1 :
1.)Reaksi lemah : eritema, Infiltrat, papul
2.)Reaksi kuat : edema atau vesikel
3.)Reaksi sangat kuat : bula atau ulkus
4.)Meragukan : hanya macula eritematosa
5.)Iritasi : terbakar, pustule atau purpura
6.)Reaksi negatif
7.)Excited skin
8.)Tidak dites
Hasil pembacaan yang kedua (72 jam)1:
1) Reaksi Crescendo : reaksi alergi, reaksi semakin jelas dari pembacaan satu dan kedua
2) Reaksi Descrescendo : reaksi iritan, reaksi respon kuli cenderung menurun atau
membaik
B. Pemeriksaan Laboratorium
Dasar gejala neurodermatitis ialah pruritus. Pruritus terjadi bisa berasal dari reaksi alergi
pasien atau reaksi penyakit yang mendasarinya (gangguan metabolisme atau gangguan
hematologi). Untuk mengobati neurodermatitis kita juga harus mengetahui penyakit dasar
yang menyebabkan terjadinya pruritus. Pemeriksaan laboratorium bertujuan untuk
mengetahui penyakit dasarnya. Dalam pemeriksaan laboratorium bisa dilakukan
pemeriksaan hitung darah lengkap, pemeriksaan hitung jenis, pemeriksaan fungsi hati,
pemeriksaan fungsi ginjal, dan pemeriksaan gula darah.
Gangguan metabolism yang sering menyebabkan pruritus, contohnya ialah diabetes
mellitus. Pada pasien diabetes mellitus yang lanjut, pasien akan mengalami neuropati.
Neuropati menyebabkan pasien kurang sensitif terhadap infeksi dan allergen dari luar.
Sehingga pasien akan terkena allergen secara berulang tanpa disadari. Semakin sering
pasien terkena allergen, semakin sering pasien mengeluh gatal maka akan semakin mudah
pasien mengalami neurodermatitis. Pada pemeriksaan hitung jenis, kita juga bisa
memeriksa kadar eosinofil pasien, terutama pasien yang memiliki riwayat alergi1,2
C. Histopatologi
Gambaran histopatologi neurodermatitis memperlihatkan Penebalan epidermis sehingga
tampak ortokeratosis, hipergranulosis, akantosis dengan rate ridges memanjang teratur dan
kadang didapatkan sedikit papilomatosis dan spongiosis. berserbukan sel radang limfosi
dan histiosit dis ekitar pembuluh darah dermis bagian atas, fibroblast bertambah, kolagen
menebal5.
Gambar 2. Gambaran histopatologi neurodermatitis berupa ortokeratosis,
hipergranulosis, akantosis dengan rate ridges memanjang teratur
Histopatologi neurodermatitis diunduh dari
http://missinglink.ucsf.edu/lm/dermatologyglossary/lichen_simplex_chronicus.html
f. DIAGNOSIS
Diagnosis neurodermatitis ditegakkan berdasarkan anamnesa pasien mengenai
riwayat dan perjalanan penyakitnya dan gambaran lesi dari kulitnya yang khas. Perlunya
pemeriksaan lanjut digunakan untuk membedakan diagnosis yang memiliki kesamaan
dalam morfologi maupun efloresensinya. Dari anamnesis, keluhan utama dari pasien
biasanya ialah gatal-gatal pada kulit lokal yang terjadi sudah lama. Bisa disertai dengan
riwayat alergi ataupun riwayat penyakit yang mendasarinya (diabetes mellitus) atau tidak.
Dari pemeriksaan efloresensi bisa terlihat gambaran likenifikasi berupa penebalan kulit
dengan garis-garis kulit yang semakin terlihat, terlihat plak dengan ekskoriasi serta sedikit
eritematosa (memerah) dan edema. Pada lesi yang sudah lama, lesi akan tampak
berskuama pada bagian tengahnya, terjadi hiperpigmentasi (warna kulit yang digaruk
berubah menjadi kehitaman) pada bagian lesi yang gatal, bagian eritema dan edema akan
menghilang6,7.
Gambar 3 Gambar 4
Gambar 3 dan 4. likenifikasi pada bagian ekstensor ekstremitas inferior
g. PENATALAKSANAAN
Penjelasan mengenai munculnya pruritus yang disebabkan oleh allergen atau penyakit
dasar yang menyebabkan gatal hingga terjadinya neurodermatitis merupakan terapi non
medika mentosa terbaik untuk pasien guna mencegah timbulnya keluhan gatal berulang.
Perlu dijelaskan kepada penderita bahwa garukan akan memperburuk keadaan
penyakitnya, oleh karena itu harus dihindari. Selain penjelasan diatas, mengurangi
paparan terhadap allergen yang memicu terjadinya pruritus juga berguna untuk
mengurangi keadaan gatal berulang10.
Terapi medika mentosa yang dapat diberikan ialah dengan pemberian obat sesuai
gejala. Untuk mengurangi rasa gatal dapat diberikan antipruritus dan kortikosteroid
topikal atau intralesi. Antipruritus dapat berupa antihistamin yang mempunyai efek
sedatif (contoh: hidroksizin, difenhidramin, prometazin) atau tranquilizer. Dapat pula
diberikan secara topikal krim doxepin 5% dalam jangka pendek (maksimum 8 hari).
Kortikosteroid yang dipakai biasanya berpotensi kuat, Ada pula yang mengobati dengan
UVB dan PUVA. Perlu dicari kemungkinan ada penyakit yang mendasarinya, bila
memang ada harus juga diobati 10
A. Antihistamin
Peranan antihistamin oral sangat penting dalam pengobatan pruritus. Antihistamin
siistemik sangat efektif untuk keluhan gatal yang hebat. Antihistamin hanya digunakan
untuk keluhan pruritus yang disebabkan oleh pelepasan histamin. Karena belum tentu
pruritus disebabkan oleh histamine maka antihistamin hanya bisa mengurangi gejala pada
keluhan tertentu. Antihistamin golongan H1 (generasi pertama) : Clemastin, hydroxyzine,
dan promethazin dapat diberikan untuk pasien yang mengalami keluhan gatal dan disertai
keluhan sulit tidur. Golongan H1 selain membantu pasien untuk menghilangkan keluhan
gatal, golongan H1 juga bersifat sedative yang juga mengurangi pemicu pruritus seperti
emosi. Antihistamin golongan H2 (generasi kedua) meliputi:cetirizin,levocetirizin,
loratadin, desloratadin, azelastin, fexofenadin, ebastin, atau rupatadin. Antihistamin
generasi kedua lebih ringan efek sedatifnya. Antihistamin generasi kedua lebih tepat
diberikan pada pasien-pasien muda agar tidak menganggu aktivitasnya. Dalam pemberian
antihistamin pasien juga perlu diberitahu mengenai efek sampingnya. Berikut ini contoh
antihistamin topical10-12:
1.) Dipenhidramin,
Untuk meringankan gejala pruritus yang disebabkan oleh pelepasan histamine.
2.) Chlorpheniramine
Bekerja sama dengan histamine atau permukaan reseptor H1 pada sel efektor di
pembuluh darah dan traktus respiratori.
3.) Hidroxyzine
Reseptor H1 antagonis diperifer. Dapat menekan aktifitas histamine diregion
subkortikal sistem saraf pusat.
B. Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid sangat penting pada pasien neurodermatitis. Kortikosteroid
baik oral maupun salep berguna untuk mempercepat penyembuhan dari lesi pasien. Obat
kortikosteroid sistemik yang sering digunakan prednisone 5 mg. Korikosteroid topical
ialah terapi medika mentosa pilihan karena dapat mengurangi peradangan dan gatal serta
perlahan-lahan menghaluskan hiperkeratosisnya. Karena lesinya kronik.
Pentalaksanaannya biasanya lama. Pada lesi yang besar dan aktif, steroid potensi sedang
dapat digunakan untuk mengobati inflamasi akut. Tidak direkomendasikan untuk kulit
yang tipis (vulva, skrotum, axilla dan wajah). Steroid potensi kuat digunakan selama 3
minggu pada area kulit yang lebih tebal. Berikut ini contoh obat kortikosteroid topical13 :
1.) Clobetasol
Topical steroid super poten kelas 1: menekan mitosis dan menambah sintesis protein
yang mengurangi peradangan dan menyebabakan vasokonstriksi.
2.) Betamethasone dipropionate cream 0,05%.
Untuk peradangan kulit yang berespon baik terhadap steroid. Bekerja mengurangi
peradangan dengan menekan migrasi leukosit polimorfonuklear dan memeperbaiki
permeabilitas kapiler.
3.) Triamcinolone 0,025 %, 0.1%, 0.5 % or ointment
Untuk peradangan kulit yang berespon baik terhadap steroid. Bekerja mengurangi
peradangan dengan menekan migrasi leukosit polimorfonuklear dan memeperbaiki
permeabilitas kapiler.
4.) Fluocinolone cream 0.1 % or 0.05%
Topical kortikosteroid potensi tinggi yang menghambat proliferasi sel. Mempuyai
sifat imonusupresif dan sifat anti peradangan.
C. Kalsinuerin Inhibitor
Efek antipruritik dari topical kalsinerin inhibitor ditunjukkan dalam berbagai studi.Pada
kasus prurigo nodularis menunjukkan kesuksesan dari penggunaan kalsinerin inhibitor
takrolimus 0,1%. Seperti halnya dengan penggunaan kortikosteroid topical ,efek samping
dari kalsinuerin inhibitor dapat menyebabkan Atropi.Pada saat pemerian kalsinerin
inhibitor, pasien sebaiknya diberitahu mengenai efek samping dan berhati-hati terhadap
paparan sinar UV termasuk fototerapi14.
D. Siklosporin
Pemberian siklosporin 3-5 mg mikroemulsi perkg berat badan perhari pada puritus
memberikan respon yang signifikan. Pada pemberian siklosporin sebaiknya tekanan
darah,pemeriksaan darah lengkap, transamin dan fungsi ginjal harus dikontrol secara
rutin. Siklosporin menghambat fungsi dari limfosit juga sel mast dan dapat pula menekan
pertumbuhan dari pruritus15.
h. PROGNOSIS
Prognosis untuk neurodermatitis bervariasi, tergantung dari penyebab gatal dan status
psikologi dari pasien. Perbaikan pada neurodermtitis dapat sempurna jika diperoleh dasar
penyakit yang menyebabkan gatalnya dan mengobati penyakit yang mendasari. Penyakit
ini bersifat kronis dan setelah sembuh dengan pengobatan biasanya residif1.
A. Fungsionam : dubia ad bonam, bersifat residif yang bisa menganggu aktivitas pasien
jika pasien tidak mampu mencegah terjadinya keluhan berulang
B. Vitam : ad bonam : neurodermatitis tidak menganggu keadaan vital pasien
C. Sanationam : dubia ad bonam : bersifat kronis dan residif, bergantung dari
kemampuan pasien untuk mencegah terjadinya pengulangan terjadinya pruritus.
3.2 DERMATITIS SEBOROIK
Definisi
Dermatitis seboroik adalah penyakit inflamatoir kulit yang biasanya dimulai pada
kulit kepala, dan kemudian menjalar ke muka, kuduk, leher dan badan.1 Istilah
dermatitis seboroik (D.S.) dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari
oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat seboroik.2
Penyakit ini sering kali dihubungkan dengan peningkatan produksi sebum
(seborrhea) dari kulit kepala dan daerah muka serta batang tubuh yang kaya akan
folikel sebaceous.
Insidens dan Prevalensi
Dermatitis seboroik sedikit lebih sering terjadi pada laki-laki dan berusia
kepala dua, satu di bayi dalam 3 bulan pertama kehidupan dan yang kedua sekitar
dekade keempat sampai ketujuh kehidupan. Prevalensinya 40-80 % pada pasien
dengan acquired immunodeficiency syndrome.3
Etiopatogenesis
Penyebabnya belum diketahui pasti. Faktor presdiposisinya ialah kelainan
konstitusi berupa status seboroik (seborrhoic state) yang rupanya diturunkan,
bagaimana caranya belum dipastikan. Penderita pada hakekatnya mempunyai kulit
yang berminyak (seborrhoea), tetapi mengenai hubungan antara kelenjar minyak
dan penyakit ini belum jelas sama sekali.
Penyakit ini berhubungan dengan kulit yang berminyak (seborrhea), meskipun
peningkatan produksi sebum tidak selalu dapat di deteksi pada pasien ini.
Seborrhea merupakan faktor predisposisi terjadinya dermatitis seboroik, namun
dermatitis seboroik bukanlah penyakit yang terjadi pada kelenjar sebasea.3, 4
Tempat terjadinya dermatitis seboroik memiliki kecenderungan pada daerah
wajah, telinga, kulit kepala dan batang tubuh bagian atas yang sangat kaya akan
kelenjar sebasea. Dua penyakit yang memiliki tempat predileksi yang sama di
daerah ini yaitu dermatitis seboroik dan Acne.3
3.3 Gejala klinis
Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak
kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Dermatitis seboroik yang ringan hanya
mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang halus, mulai sebagai bercak kecil
yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama-skuama yang halus dan
kasar. Kelaianan tersebut pitiriasis sika (ketombe, dandruff). Bentuk yang berminyak
disebut pitiriasis steatoides yang dapat disertai eritema dan krusta-krusta yang tebal.
Rambut pada tempat tersebut mempunyai kecenderungan rontok, mulai di bagian
vertex dan frontal.
Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama dan
berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela, telinga
postaurikular dan leher. Pada daerah dahi tersebut, batasnya sering cembung.
Pada bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krusta-krusta yang
kotor, dan berbau tidak sedap. Pada bayi, skuama-skuama yang kekuningan dan
kumpulan debris-debris epitel yang lekat pada kulit kepala disebut cradle cap.
Gambar 5. Dermatitis
seboroik yang berat pada
wajah
Pada daerah supraorbital, skuama-skuama halus dapat terlihat di alis mata,
kulit di bawahnya eritematosa dan gatal, disertai bercak-bercak skuama kekuningan,
dapat terjadi pula blefaritis, yakni pinggir kelopak mata merah disertai skuama-
skuama halus. Pada tepi bibir bias kemerahan dan berbintik-bintik (marginal
blefaritis). Daerah konjungtiva pada saat bersamaan juga dapat terkena. Lipatannya
dapat berwarna kekuningan, dengan kerak, dengan batas yang tidak jelas. Pruritus
juga bias terlihat. Jika area glabela juga terkena, disana juga mungkin terdapat kerak
pada kerutan mata yang berwarna kemerahan. Pada lipatan bibir mungkin terdapat
perubahan warna berupa kerak yang kekuningan atau kemerahan, kadang-kadang
dengan lubang-lubang. Pada pria, radang folikel rambut pada kumis juga bisa terjadi.
Gambar 6. Dermatitis seboroik pada wajah
Selain tempat-tempat tersebut dermatitis seboroik juga dapat mengenai liang
telinga luar, lipatan nasolabial, daerah sterna, areola mamae, lipatan di bawah mamae
pada wanita, interskapular, umbilicus, lipat paha, dan daerah anogenital. Pada daerah
pipi, hidung, dan dahi, kelainan dapat berupa papul-papul.
Gambar 7. Dermatitis seboroik pada lipatan nasolabial pipi, alis mata, dan hidung.
Pada telinga, dermatitis seboroik sering disalahartikan dengan radang daun
telinga ayng disebabkan oleh jamur (otomikosis). Disana terdapat kulit terkelupas
pada lubang telinga, dan disekitar meatus auditivus, dan depan daun telinga. Pada
daerah ini kulit biasanya berubah menjadi kemerahan, dengan lubang-lubang dan
bengkak. Eksudasi serosa, pembengkakan pada telinga dan daerah sekitarnya.
Pemberian tetes cortipsorin otic, berisi polymyxin B-hydrocortisone, 4 tetes pada
saluran telinga, biasanya untuk membersihkan. Tridesilon Otic lotion, 0,5 persen
desonide dan 2 persen asam asetat, juga efektif.
Gambar 8. Dermatitis seboroik pada telinga
Dermatitis seboroik pada wajah juga bisa berbentuk erupsi popular pada pipi,
hidung dan dahi. Kemerahan yang tampakpada area alar-malar disebut dyssebacea.
Sodium sulfacetamide, bisa digunakan pada 10% krim yang cocok diantaranya
desonide (Tridesilon), hamper menajdi pengobatan yang spesifik untuk dyssebacea.
Pada bibir dan mukosa tidak biasanya terkena, tapi kadang-kadang terdapat
perubahan pada bibir, yang disebut cheilits exfoliativa. Tampak bibir berwarna merha
terang, kering, terkelupas, dan berlobang.
Dermatitis seboroik biasa pada lipat paha dan bokong, dimana terlihat seperti
kurap, psoariasis, atau jamuran. Garinya terlihat seperti kulit terkelupas pada
keduanya dan simetris. Pada lokasi ini lobang-lobang dapat ditemukan dan mungkin
juga terdapat garis psoariformis dengan kulit kering pada beberapa kasus.
Dermatitis seboroik dapat bersama-sama dengan akne yang berat. Jika meluas
dapat menjadi eritroderma, pada bayi disebut penyakit Leiner.
3.3 TINEA PEDIS
a. Definisi
Tinea pedis (kaki atlet) adalah salah satu infeksi jamur superfisial yang sering terjadi
pada kulit di seluruh wilayah di dunia. Infeksi jamur pada kaki yang sering terjadi pada pria
dewasa dan jarang pada wanita dan anak-anak. Hal ini lebih sering terjadi pada masyarakat
yang hidup berdekatan seperti barak tentara, sekolah berasrama, mereka yang sering
mengunjungi kolam renang, dan kaki yang tertutup sepatu yang tidak menyerap keringat.
b. Faktor predisposisi
Individu dengan gangguan pertahanan imun sangat rentan terhadap infeksi.
HIV/AIDS, Transplantasi organ, kemoterapi, steroid, nutrisi parenteral, dan lain-lain
umumnya diketahui sebagai faktor yang dapat menurunkan resistensi pasien terhadap infeksi
jamur. Kondisi seperti usia lanjut, obesitas, diabetes mellitus juga memiliki dampak negatif
pada kesehatan pasien secara keseluruhan dan dapat mengurangi kekebalan tubuh serta
meningkatkan risiko tinea pedis. Diabetes mellitus sendiri menyumbang bagian yang
signifikan dari infeksi, pasien dengan kondisi ini 50% lebih rentan untuk menglami infeksi
jamur.
c. Etiologi
Sebagian besar kasus tinea pedis disebabkan oleh dermatofit, jamur yang
menyebabkan infeksi superfisial kulit dan kuku dengan menginfeksi keratin dari lapisan atas
epidermis. Tinea ini paling sering disebabkan oleh spesies anthropophilic seperti
Trichophyton rubrum (60%), T. mentagrophytes (20%), Epidermophyton floccosum (10%)
dan lebih jarang oleh M. canis dan T. tonsurans. Namun, etiologi sebenarnya dalam setiap
pasien dapat menjadi rumit dengan adanya jamur saprofit, ragi dan/ atau bakteri. Telah
diamati bahwa 9% dari kasus tinea pedis disebabkan oleh agen infeksi selain dermatofit.
Jamur nondermatofit Malassezia furfur, bakteri Corynebaceterium minutissimum dan ragi
seperti spesies Candida juga ditemukan berperan dalam tinea pedis.
d. Presentasi klinis
Ada empat tipe klinis yang berbeda dari tinea pedis : interdigital, hiperkeratosis,
ulserasi dan vesikular, masing-masing dengan pola karakteristik manifestasi kulit. (Gambar
1)
a) Tinea pedis Interdigital:
Hal ini terjadi dalam dua bentuk, bentuk paling umum dari infeksi ini biasanya
muncul di interspaces antara jari kaki keempat dan jari kelima, sesekali menyebar
ke bagian bawah kaki. Jenis pertama interdigital tinea pedis, yang dikenal sebagai
Dermatofitosis simplex, sebagian besar asimtomatik dan terlihat kering, bersisik,
pengelupasan minimal interspaces dengan sesekali pruritus. Bentuk keduanya
yaitu dermatofitosis kompleks yang simtomatik dan biasanya terlihat basah, ruang
interdigital maserasi bersama dengan fisura dari sela, hiperkeratosis,
leukokeratosis dan erosi.
Gambar 9. Tinea Pedis pada telapak kaki
b) Tinea Pedis tipe Hiperkeratosis atau Moccasin:
ini terdiri dari sisik dan hiperkeratosis melibatkan plantar dan aspek lateral kaki,
menyerupai sandal. Infeksi tinea pedis dengan jenis moccasin umumnya bilateral
dan sering disertai dengan onikomikosis subungual. Jenis infeksi ini diduga
disebabkan oleh Trichophyton rubrum, biasanya pada pasien dengan latar
belakang atopik atau kecenderungan infeksi turun-temurun.
c) Tinea pedis Ulseratif:
Ada proses ulseratif akut biasanya melibatkan telapak kaki dan terkait dengan
maserasi, penggundulan kulit dan perembesan.
d) Tinea pedis Vesikobulosa:
Ini adalah bentuk paling umum dari infeksi ini. Pasien dengan jenis tinea pedis ini
terdapat vesikel kecil dan lecet dengan dasar eritematosa, biasanya dekat
punggung kaki dan plantar berdekatan permukaan kaki, kadang-kadang pustula
juga ditemukan dalam jenis ini, tetapi khas mereka kecil dan berhubungan dengan
vesikel yang jelas. Vesikel penuh dengan nanah daripada cairan bening adalah
indikasi dari bakteremia sekunder biasanya Staphylococcus aureus.
Varian lainnya adalah infeksi interdigital yang mana dermatofit merusak stratum
korneum dan menyebabkan maserasi berikutnya dan leukokeratosis yang membuat
pertumbuhan berlebih dari bakteri seperti Micrococcus, Sedantarious, Brevibacterium
epidermidis, C. minutisimum.
e. Diagnosis Laboratorium
Diagnosis yang akurat tentang tinea pedis harus mencakup tes diagnostik yang tepat di
samping diagnosis klinis. Identifikasi yang tepat dan pengobatan tinea pedis pada presentasi
awal pasien memiliki potensi untuk secara signifikan mengurangi ketidaknyamanan pasien,
risiko penularan dan morbiditas terkait dengan infeksi. Akurasi diagnostik dari pemeriksaan
kultur jamur pada preparat SDA dan KOH dari kerokan kulit bervariasi dari 50-70%.
a) KOH
Pemeriksaan mikroskopis langsung untuk elemen jamur dianggap metode yang tidak sensitif,
dengan sekitar 15% negatif palsu, tergantung pada pengujian materi yang tidak tepat, jumlah
kerokan yang tidak cukup, larutan KOH usang atau rusak dan pengalaman observer. Pada
pemeriksaan mikroskopis ditemukan septa atau hifa bercabang, arthrospora, atau dalam
beberapa kasus, sel-sel tunas memberikan bukti infeksi jamur.
b) Kultur
Kultur dari lesi yang diduga tinea pedis dilakukan pada Sabouraud’s Dextrose Agar (SDA).
pH asam 5,6 untuk media ini menghambat banyak spesies bakteri dan dapat dibuat lebih
selektif dengan penambahan suplemen kloramfenikol. Kultur dapat dilakukan 2-4 minggu.
Dermatophyte Test Medium (DTM) yang digunakan untuk isolasi selektif dan pengenalan
jamur dermatophytic merupakan pilihan diagnostik lain, yang mengandalkan indikasi warna
yang berubah dari oranye ke merah untuk menandakan kehadiran dermatofit. Hasil DTM
telah terbukti hanya sekitar 60% akurat.
c) Periodic Acid Schiff Stain/ Uji Reaksi PAS
Ini adalah tes yang lebih disukai untuk diagnosis infeksi tinea pedis. Cairan PAS dapat
dipercaya menunjukkan dinding berisi polisakarida dari organisme jamur yang terkait dengan
kondisi ini dan merupakan salah satu teknik yang paling banyak digunakan untuk mendeteksi
protein terikat karbohidrat (glikoprotein). Tes ini dilakukan dengan membuka jaringan dari
berbagai substrat ke serangkaian reaksi reduksi-oksidasi, sebagai hasil akhir, unsur-unsur
positif seperti karbohidrat, bahan membran basal menjadi seperti manisan apel merah.
Komponen-komponen PAS positif ini kontras tajam dengan latar belakang biru merah muda.
Tidak seperti kultur SDA atau DTM, hasil PAS tersedia sekitar 15 menit. PAS juga telah
ditemukan untuk menjadi tes diagnostik yang paling dapat diandalkan untuk tinea pedis,
dengan keberhasilan 98,8% dan biaya paling efektif.
d) Mikroskop Confocal
Teknik baru dan lebih sensitif sedang diteliti, seperti mikroskop confocal, namun teknik ini
mungkin tidak siap untuk digunakan secara luas untuk beberapa waktu. Mikroskop Confocal
adalah teknik non-invasif yang menyediakan gambar resolusi tinggi dari kulit utuh
dibandingkan dengan histologi rutin, tanpa membutuhkan persiapan spesimen.
e) Metode Molekuler
Baru-baru ini, teknik berbasis biologi molekul, seperti PCR diikuti oleh restriction fragment
length polymorphism (RFLP), Real time PCR dan multipleks PCR telah disesuaikan untuk
deteksi dermatofit dari spesimen klinis. Metode molekuler ini memiliki potensi yang baik
untuk langsung mendeteksi dermatofit dalam spesimen klinis, namun metode ini belum
dibakukan untuk laboratorium klinis rutin. PCR - RFLP adalah teknik dengan kekuatan
diskriminatif kecil untuk membuat diagnosis mudah dan spesifik. Real time PCR tampaknya
menjanjikan tetapi tidak cukup praktis untuk sejumlah besar laboratorium baik skala kecil
atau dianggarkan sangat erat. Nested PCR untuk dermatofitosis kulit diamati lebih sensitif
untuk mendeteksi dermatofit dari kultur isolasi, KOH mikroskop, dan single-round PCR.
Selanjutnya nested PCR sangat membantu untuk diagnosis kasus dengan dermatofitosis yang
baru-baru ini diobati dengan agen antijamur dan menunjukkan filamen yang tidak ditanam
dan juga tumbuh cetakan palsu yang sulit untuk diidentifikasi. Mungkin karena itu
disimpulkan bahwa nested PCR menargetkan gen CHS1 mungkin dianggap sebagai standar
emas untuk deteksi dermatofit pada pasien dengan dermatofitosis.
f) Mass Spectrometry
Teknik Matrix assisted laser desorption/ ionization time of flight (MALDI -TOF) telah
diterapkan untuk identifikasi cepat dan dapat diandalkan mikroorganisme termasuk
dermatofit milik Texa Trichophyton rubrum, T.tonsurans dan Microsporum canis.
Pendekatan ini mendeteksi protein yang sangat melimpah di kisaran massa antara 2 dan 20
kDa, menjabat sebagai takson biomarker tertentu. Keuntungan mencolok dari pendekatan
spektral massa atas prosedur genetik atau morfologi adalah prosedur persiapan sampel yang
sangat sederhana dan lurus dan waktu singkat yang dibutuhkan untuk analisis. Analisis
lengkap termasuk evaluasi persiapan sampel dan data selesai dalam hitungan menit
DAFTAR PUSTAKA
1. Juanda A, Dermatosis eritroskuamosa. Dalam Juanda A, Hamzah M, Aisah S, Ilmu
penyakit kulit dan kelamin. Edisi keempat. Cetakan kedua. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia ; 2005 : 200-2
2. Plewig G. Seborrheic dermatitis. In Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K, Freedberg
IM, Austen KF. Dermatology in general medicine. Volume 1. Fourth edition. United
States of America : Mc Grow Hill ; 1993 : 1569-73
3. Sularsito SA, Soebaryo RW. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2015.
4. Abdullah B. Dermatologi Pengetahuan Dasar dan Kasus di Rumah Sakit. Indonesia: Pusat Penerbitan Universitas Airlangga. 2009.
5. Abbas AK. Cellular and Molecular Immunology, 7th edition. Filadelfia: Elsevier Saunders. 2012.