referat gilut tia-didi

18
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perluasan infeksi odontogenik atau infeksi yang mengenai struktur gigi (pulpa dan periodontal) ke daerah periapikal, selanjutnya menuju kavitas oral dengan menembus lapisan kortikal vestibular dan periosteum dari tulang rahang. Fenomena ini biasanya terjadi di sekitar gigi penyebab infeksi, tetapi infeksi primer dapat meluas ke regio yang lebih jauh, karena adanya perlekatan otot atau jaringan lunak pada tulang rahang. Dalam hal ini, infeksi odontogenik dapat menyebar ke bagian bukal, fasial, dan subkutaneus servikal kemudian berkembang menjadi selulitis, terutama selulitis fasial, yang akan mengakibatkan kematian kematian jika tidak segera diberikan perawatan yang adekuat (Berini, et al, 1999). Selain itu infeksi odontogenik merupakan fokal infeksi yang dapat memyebabkan Septic emboli, infeksi meluas melalui pembuluh darah dan pembuluh limfe menyebabkan metastase bakteri sekunder ke paru-paru, otak , hati, ginjal dan organ-organ lainnya. (Berini, et al, 1999) Karakter klinis dari selulitis adalah suatu proses inflamasi yang disertai demam dan kondisi umum pasien yang buruk, kelainan hematologik seperti peningkatan jumlah leukosit dan laju endap 1

Upload: titin-damayanti

Post on 06-Nov-2015

51 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

gilut

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perluasan infeksi odontogenik atau infeksi yang mengenai struktur gigi (pulpa dan periodontal) ke daerah periapikal, selanjutnya menuju kavitas oral dengan menembus lapisan kortikal vestibular dan periosteum dari tulang rahang. Fenomena ini biasanya terjadi di sekitar gigi penyebab infeksi, tetapi infeksi primer dapat meluas ke regio yang lebih jauh, karena adanya perlekatan otot atau jaringan lunak pada tulang rahang. Dalam hal ini, infeksi odontogenik dapat

menyebar ke bagian bukal, fasial, dan subkutaneus servikal kemudian berkembang menjadi selulitis, terutama selulitis fasial, yang akan mengakibatkan kematian kematian jika tidak segera diberikan perawatan yang adekuat (Berini, et al, 1999).

Selain itu infeksi odontogenik merupakan fokal infeksi yang dapat memyebabkan Septic emboli, infeksi meluas melalui pembuluh darah dan pembuluh limfe menyebabkan metastase bakteri sekunder ke paru-paru, otak , hati, ginjal dan organ-organ lainnya. (Berini, et al, 1999)

Karakter klinis dari selulitis adalah suatu proses inflamasi yang disertai demam dan kondisi umum pasien yang buruk, kelainan hematologik seperti peningkatan jumlah leukosit dan laju endap darah. Penanggannya dengan pemberian antibiotik dan tindakan drainase jika diperlukan.

1.2. Pokok BahasanDalam makalah ini akan dibahas mengenai pengetahuan etiologi, anatomi dan Patofisiologi terjadinya Selulitis. Juga diuraikan secara singkat mengenai klasifikasi Selulitis dan beberapa nama lain yang sering dijumpai pada beberapa buku mengenai infeksi maksilofasial. Selanjutnya dibahas mengenai gejala klinis, komplikasi yang mungkin terjadi dan perawatan selulitis yang diperlukan.

BAB II

PEMBAHASAN2.1. Definisi

Istilah Selulitis digunakan suatu penyebaran oedematus dari inflamasi akut pada permukaan jaringan lunak dan bersifat difus (Neville, 2004). Selulitis dapat terjadi pada semua tempat dimana terdapat jaringan lunak dan jaringan ikat longgar, terutama pada muka dan leher, karena biasanya pertahanan terhadap infeksi pada daerah tersebut kurang sempurna.

Selulitis mengenai jaringan subkutan bersifat difus, konsistensinya bisa sangat lunak maupun keras seperti papan, ukurannya besar, spongius dan tanpa disertai adanya pus, serta didahului adanya infeksi bakteri. Tidak terdapat fluktuasi yang nyata seperti pada abses, walaupun infeksi membentuk suatu lokalisasi cairan (Peterson, 2002). Penyebaran infeksi Selulitis progressif mengenai daerah sekitar, bisa melewati median line, kadang-kadang turun mengenai leher (Pedlar, 2001).

2.2. Perbedaan abses dan selulitis(Peterson & Ellis, 2002 ; Topazian & Goldberg, 2002)

KARAKTERISTIKSELULITISABSES

DurasiAkutKronis

SakitBerat dan merataTerlokalisir

UkuranBesarKecil

PalpasiIndurasi jelasFluktuasi

LokasiDifusBerbatas jelas

Kehadiran pusTidak adaAda

Derajat keparahanLebih berbahayaTidak darurat

BakteriAerob (Streptococcus)Anaerob (Stafilococcus)

Enzim yang dihasilkanStreptokinase / fibrinolisin,

Hyaluronidase dan

StreptodornaseCoagulase

SifatDifusTerlokalisir

2.3. Etiologi: Streptococcus sp.

Mikroorganisme lainnya negatif anaerob seperti Prevotella, Porphyromona dan Fusobacterium (Berini, et al, 1999). Infeksi odontogenik pada umumnya merupakan infeksi campuran dari berbagai macam bakteri, baik bakteri aerob maupun anaerob mempunyai fungsi yang sinergis (Peterson,2002).

Infeksi Primer selulitis dapat berupa: perluasan infeksi/abses periapikal, osteomyielitis dan perikoronitis yang dihubungkan dengan erupsi gigi molar tiga rahang bawah, ekstraksi gigi yang mengalami infeksi periapikal/perikoronal, penyuntikan dengan menggunakan jarum yang tidak steril, infeksi kelenjar ludah (Sialodenitis), fraktur compound maksila / mandibula, laserasi mukosa lunak mulut serta infeksi sekunder dari oral malignancy.2.4. Anatomi Spasia Fasialis

Karena infeksi odontogenik paling sering menyebabkan Selulitis fasialis, maka perluya mengetahui anatomi spasia fsialis. Spasia fasialis adalah suatu area yang tersusun atas lapisan-lapisan fasia di daerah kepala dan leher berupa jaringan ikat yang membungkus otot-otot dan berpotensi untuk terserang infeksi serta dapat ditembus oleh eksudat purulent (Peterson, 2002). Pengetahuan tentang lokasi anatomis ruang atau spasia sebagai tempat penyebaran infeksi odontogenik sangat penting dalam menegakkan diagnosa.

Gambar 1. Spasia Masseter, Pterigomandibular dan Temporal (Topazian, 1995)

Tabel 1. Spasium Fasialis2.5. Patofisiologis

Pada 88,4 % kasus Selulitis fasialis disebabkan infeksi odontogenik yang berasal dari pulpa dan periodontal. Periodontitis apikalis akut atau kelanjutan dari infeksi/abses periapikal, menyebar ke segala arah waktu mencari jalan keluar. Ketika itu biasanya periosteum ruptur dan infeksi menyebar ke sekitar jaringan lunak intra dan/atau extra oral, menyebabkan selulitis. Penyebab utama selulitis adalah proses penyebaran infeksi melalui ruangan subkutaneus sellular/jaringan ikat longgar yang biasanya disebabkan dari infeksi odontogenik. Penyebaran ini dipengaruhi oleh struktur anatomi lokal yang bertindak sebagai barrier pencegah penyebaran, hal tersebut dapat dijadikan acuan penyebaran infeksi pada proses septik. Barrier tersebut dibentuk oleh tulang rahang dan otot-otot yang berinsersi pada tulang tersebut (Berini, et al,1999).

Gambar 2. Perlekatan otot-otot pada tulang fasial (Topazian, 2004)

Gambar 3. Perjalanan Infeksi Odontogenik (Dimitroulis, 1997)

Jalur penyebaran infeksi odontogenik (Dimitroulis,1997):2.5.1 Gigi-gigi Rahang Bawaha. M. Buccinator (bagian luar body mandibula)

1. Di bawah perlekatan otot : ke daerah fasial

2. Di atas pe rlekatan otot : ke intraoral

b. M. Mylohyoid (sebelah dalam body mandibula)

1. Di bawah perlekatan otot : ke daerah sublingual dalam

2. Di atas perlekatan otot : ke daerah sublingual luar

3. Anterior

: ke daerah submental

c. M. Masseter (sebelah luar ramus mandibula)

1. Di antara m. Masseter : ke daerah submasseterik

2. Lateral

: ke daerah temporal

d. M. Pterigoideus Medialis (sebelah dalam ramus mandibula)

1. Lateral

: ke daerah pterigomandibula

2. Medial

: ke daerah pharyngeal

3. Posterior

: ke retropharyngeal

Gambar 4. Jalur Penyebaran Infeksi Odontogenik

2.5.2 Gigi-gigi Rahang Atasa. M. Buccinator (di lateral)

1. Di atas perlekatan otot : ke daerah fasial

2. Dibawah perlekatan otot : ke daerah intraoral

b. Palatum durum (di medial)

c. Sinus maksilaris ( di superior)

Menurut Dimitroulis (1997) faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran dari infeksi adalah mikroorganisme (Virulensi mikroorganisme, jumlah mikroorganisme, asal infeksi (pulpa, periodontal, luka jaringan) dan toksisitas yang dihasilkan dan dikeluarkan dari mikroorganisme) dan host (keadaan Umum (status kesehatan, sistem imun, umur) dan faktor lokal (suplai darah, efektivitas sistem pertahanan)).

Peterson (2002) menguraikan mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi dengan lebih jelas lagi, sebagai berikut: mekanisme pertahanan local (barrier anatomi tubuh yang intak dan populasi bakteri normal dalam tubuh), mekanisme pertahanan hurmoral (imunoglobulin dan komplemen) serta mekanisme selular (fagosit, granulosit, monosit dan limfosit).

3. SELULITIS FASIALIS

3.1. Klasifikasi

Menurut Berini, et al (1999) Selulitis dapat digolongkan menjadi:

3.1.1. Selulitis Sirkumskripta Serous Akut

Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua spasia fasial, yang tidak jelas batasnya. Infeksi bakteri mengandung serous, konsistensinya sangat lunak dan spongius. Penamaannya berdasarkan ruang anatomi atau spasia yang terlibat.

Gambar 5. Penamaan Selulitis Berdasarkan Spasia Yang Terlibat (Peterson, 2002)

3.1.2. Selulitis Sirkumskripta Supurartif Akut

Prosesnya hampir sama dengan selulitis sirkumskripta serous akut, hanya infeksi bakteri tersebut juga mengandung suppurasi yang purulen. Penamaan berdasarkan spasia yang dikenainya. Jika terbentuk eksudat yang purulen, mengindikasikan tubuh bertendensi membatasi penyebaran infeksi dan mekanisme resistensi lokal tubuh dalam mengontrol infeksi. Peterson (2002) beranggapan bahwa selulitis dan abses sulit dibedakan, karena pada beberapa pasien dengan indurasi selulitis mempunyai daerah pembentukan abses.

Nama laina. Selulitis Difus Akut

Dibagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu:

1) Ludwigs Angina

2) Selulitis yang berasal dari inframylohyoid

3) Selulitis Senators Difus Peripharingeal

4) Selulitis Fasialis Difus

5) Fascitis Necrotizing dan gambaran atypical lainnyab. Selulitis Kronis

Selulitis kronis adalah suatu proses infeksi yang berjalan lambat karena terbatasnya virulensi bakteri yang berasal dari fokus gigi. Biasanya terjadi pada pasien dengan selulitis sirkumskripta yang tidak mendapatkan perawatan yang adekuat atau tanpa drainase.3.1.3. Selulitis Difus yang Sering Dijumpai

Selulitis difus yang paling sering dijumpai adalah Phlegmone / Angina Ludwigs. Angina Ludwigs merupakan suatu selulitis difus yang mengenai spasia sublingual, submental dan submandibular bilateral, kadang-kadang sampai mengenai spasia pharingeal (Berini, Bresco & Gray, 1999 ; Topazian, 2002). Selulitis dimulai dari dasar mulut. Seringkali bilateral, tetapi bila hanya mengenai satu sisi/ unilateral disebut Pseudophlegmon.Biasanya infeksi primer dari selulitis berasal dari gigi molar kedua dan ketiga bawah, penyebab lainnya (Topazian, 2002): sialodenitis kelenjar submandibula, fraktur mandibula compund, laserasi mukosa lunak mulut, luka yang menusuk dasar mulut dan infeksi sekunder dari keganasan oral. Gejala klinis dari Phlegmon (Pedlar, 2001), seperti oedema pada kedua sisi

dasar mulut, berjalan cepat menyebar ke leher hanya dalam beberapa jam, lidah terangkat, trismus progressif, konsistensi kenyal kaku seperti papan, pembengkakan warna kemerahan, leher kehilangan anatomi normalnya, seringkali disertai demam/kenaikkan temperatur tubuh, sakit dan sulit menelan, kadang sampai sulit bicara dan bernafas serta stridor. Angina Ludwigs memerlukan penangganan sesegera mungkin, berupa: rujukan untuk mendapatkan perawatan rumah sakit, antibiotik intravenous dosis tinggi, biasanya untuk terapi awal digunakan Ampisillin dikombinasikan dengan metronidazole, penggantian cairan melalui infus, drainase through and through, serta penangganan saluran nafas, seperti endotracheal intubasi atau tracheostomy jika diperlukan.

3.2 Diagnosa ,Gejala Klinis dan Prognosa

Diagnosis ditegakkan dari riwayat penyakit atau anamnesa dan pemeriksaan klinis (inpeksi, palpasi & auskultasi intraoral dan ekstraoral), yang lebih jauh menegakkan diagnosa selulitis tersebut berasal dari gigi. Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologis, umumnya periapikal foto dan panoramik foto, walaupun banyak kasus dilaporkan selulitis dapat didiagnosa dengan MRI (Berini, Bresco & Gay, 1999) .

Gejala lokal antara lain pembengkakkan mengenai jaringan lunak/ikat longgar, sakit, panas dan kemerahan pada daerah pembengkakkan, pembengkakan disebabkan oedem, infiltrasi selular dan kadang karena adanya pus, pembengkakkan difus, konsistensi kenyal keras seperti papan, kadang-kadang disertai trismus dan kadang-kadang dasar mulut dan lidah terangkat.

Gejala sistemik seperti temperatur tinggi, nadi cepat dan tidak teratur, malaise, lymphadenitis, peningkatan jumlah leukosit, pernafasan cepat, muka kemerah-merahan, lidah kering, delirium terutama malam hari, disfagia dan dispnoe, serta stridor

Prognosa untuk kasus selulitis fasialis tergantung pada uimur penderita, kondisi pasien datang pertama ke poliklinik dan juga tergantung pada kondisi sistemik pasien. Pada umumnya ad bonam jika segera ditangani dengan cepat dan benar.3.4. Terapi dan Kompolikasi

Apabila terdapat tanda-tanda seperti kondisi sistemik seperti malaise dan demam tinggi, adanya disfagia atau dispnoe, dehidrasi atau pasien kurang minum, diduga adanya penurunan resistensi terhadap infeksi, toksis septikemia dan infiltrasi ke daerah anatomi yang berbahaya serta memerlukan anestesi umum untuk drainase, diperlukan penanganan serius dan perawatan di rumah sakit sesegera mungkin.

Jalan nafas harus selalu dikontrol, intubasi endotracheal atau tracheostomy jika diperlukan. Empat prinsip dasar perawatan infeksi (Falace, 1995), yaitu: menghilangkan causa (Jika keadaan umum pasien mungkinkan segera dilakukan prosedur ini, dengan cara pencabutan gigi penyebab), drainase (Insisi drainase bisa dilakukan intra maupun extra oral, ataupun bisa dilakukan bersamaan seperti kasus-kasus yang parah. Penentuan lokasi insisi berdasarkan spasium yang terlibat).

Gambar 7. Garis Insisi Drainase (Peterson, 2002)Dalam pemberian antibiotik perlu diperhatikan apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap antibiotik tertentu, terutama bila diberikan secara intravena untuk itu perlu dilakukan skin test terlebih dahulu. Antibiotik diberikan selama 5-10 hari (Milloro, 2004)

Tabel 2. Antibiotik yang biasa digunakan

Tabel 3. Konsentrasi Puncak Serum (g/mL) pada dosis rutinSuppotive Care, seperti istirahat dan nutrisi yang cukup, pemberian analgesik & antiinflamasi (analgesik-antiinflamasi nonsteroid seperti Diklofenak (50 mg/8 jam) atau Ibuprofen (400-600 mg/8 jam) dan jika Kortikosteroid diberikan, perlu ditambahkan analgesik murni, seperti Paracetamol antiinflamasi diberikan dalam (650 mg/4-6 jam) dan/atau Opioid rendah seperti Kodein (30 mg/6 jam)), pemberian aplikasi panas eksternal (kompres panas) maupun peroral (melalui obat kumur saline) dapat memicu timbulnya pernanahan.

Komplikasi yang seringkali menyertai selulitis fasial antara lain: obstruksi pernafasan, septik syok, dan septikemia.

BAB III

KESIMPULAN

Selulitis merupakan suatu proses inflamasi yang mengenai jaringan lunak terutama jaringan ikat longgar, sifatnya akut, oedematus difus, meliputi ruang yang luas, indurasi tegas, biasanya disertai kondisi sistemik yang buruk. Selulitis dapat mengakibatkan kematian jika tidak segera diberikan perawatan yang adekuat dan sesegera mungkin. Infeksi odontogen menyebabkan terjadinya selulitis, terutama pada daerah wajah (fasialis). Selulitis fasialis yang paling sering dijumpai adalah Angina Ludwigs, selulitis bilateral yang mengenai 3 spasium yaitu spasium submandibula, sublingual dan submental. Penanganan selulitis hampir sama seperti penanganan infeksi odontogenik lainnya yaitu menghilangkan causa, insisi drainase, pemberian antibiotik dan perawatan suportif, tetapi yang perlu diperhatikan adalah penangganan kedaruratan untuk keadaan umum pasien yang buruk, seperti sulit bernafas, deman tinggi, dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKABerini, et al, 1997, Medica Oral: Buccal and Cervicofacial Cellulitis. Volume 4, (p337-50).

Dimitroulis, G, 1997, A Synopsis of Minor Oral Surgery, Wright, Oxford (71-81)

Falace, DA, 1995, Emergency Dental Care. A Lea & Febiger Book. Baltimore (p214-26)

Milloro, M., 2004, Petersons of Principles Oral and Maxillofacial Surgery, 2ndedition, Canada: BC Decker Inc.

Neville, et al, 2004, Oral and Maxillofacial Pathology. WB Saunders, Philadephia

Pedlar, et al, 2001, Oral Maxillofacial Surgery. WB Saunders, Spanyotl (p90-100)

Peterson, et al, 2002, Oral and Maxillofacial Surgery. Mosby, St. Louis

Topazian, R.G & Golberg, M H, 2002, Oral and Maxillofacial Infection, WB Saunders, Philadelphia9