makalah petro

39
A. BATUAN BEKU Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin : ignis, "api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi , baik di bawah permukaan sebagai batuan intrusif (plutonik) maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik). Magma ini dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan yang sudah ada, baik di mantel ataupun kerak bumi. Umumnya, proses pelelehan terjadi oleh salah satu dari proses- proses berikut: kenaikan temperatur , penurunan tekanan , atau perubahan komposisi. Lebih dari 700 tipe batuan beku telah berhasil dideskripsikan, sebagian besar terbentuk di bawah permukaan kerak bumi . Menurut para ahli seperti Turner dan Verhoogen (1960), F. F Groun (1947), Takeda (1970), magma didefinisikan sebagai cairan silikat kental yang pijar terbentuk secara alamiah, bertemperatur tinggi antara 1.500–2.5000C dan bersifat mobile (dapat bergerak) serta terdapat pada kerak bumi bagian bawah. Dalam magma tersebut terdapat beberapa bahan yang larut, bersifat volatile (air, CO2, chlorine, fluorine, iron, sulphur, dan lain-lain) yang merupakan penyebab mobilitas magma, dan non-volatile (non-gas) yang merupakan pembentuk mineral yang lazim dijumpai dalam batuan beku. Pada saat magma mengalami penurunan suhu akibat perjalanan ke permukaan bumi, maka mineral-mineral akan terbentuk. Peristiwa tersebut dikenal dengan peristiwa penghabluran. Berdasarkan penghabluran mineral-mineral silikat (magma), oleh NL. Bowen disusun suatu seri yang dikenal dengan Bowen’s Reaction Series. 1) Proses batuan Beku PETROLOGI Page 1

Upload: gema-sejagad

Post on 16-Jan-2016

43 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pertmbangan

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Petro

A. BATUAN BEKU

Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai batuan intrusif (plutonik) maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik). Magma ini dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan yang sudah ada, baik di mantel ataupun kerak bumi. Umumnya, proses pelelehan terjadi oleh salah satu dari proses-proses berikut: kenaikan temperatur, penurunan tekanan, atau perubahan komposisi. Lebih dari 700 tipe batuan beku telah berhasil dideskripsikan, sebagian besar terbentuk di bawah permukaan kerak bumi.

Menurut para ahli seperti Turner dan Verhoogen (1960), F. F Groun (1947), Takeda (1970), magma didefinisikan sebagai cairan silikat kental yang pijar terbentuk secara alamiah, bertemperatur tinggi antara 1.500–2.5000C dan bersifat mobile (dapat bergerak) serta terdapat pada kerak bumi bagian bawah. Dalam magma tersebut terdapat beberapa bahan yang larut, bersifat volatile (air, CO2, chlorine, fluorine, iron, sulphur, dan lain-lain) yang merupakan penyebab mobilitas magma, dan non-volatile (non-gas) yang merupakan pembentuk mineral yang lazim dijumpai dalam batuan beku.

Pada saat magma mengalami penurunan suhu akibat perjalanan ke permukaan bumi, maka mineral-mineral akan terbentuk. Peristiwa tersebut dikenal dengan peristiwa penghabluran. Berdasarkan penghabluran mineral-mineral silikat (magma), oleh NL. Bowen disusun suatu seri yang dikenal dengan Bowen’s Reaction Series.

1) Proses batuan Beku

Gambar 1. Proses Pembentukan Batuan Beku

PETROLOGI Page 1

Page 2: Makalah Petro

Gambar 2. Proses Pembentukan Batuan Beku

Batuan beku instrusif (biasa disebut instrusi atau plutonik) adalah batuan beku yang berubah menjadi kristal dari sebuah lelehan magma dibawah permukaan Bumi. Magma yang membeku di bawah tanah sebelum mereka mencapai permukaan bumi disebut dengan nama pluton. Nama Pluto diambil dari nama Dewa Romawi dunia bawah tanah.

Sedangkan batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang terjadi pada proses keluarnya magma ke permukaan bumi kemudian menjadi lava atau meledak secara dahsyat di atmosfer dan jatuh kembali ke bumi sebagai batuan.

Magma ini dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan yang sudah ada, baik di mantel ataupun kerak bumi. Umumnya, proses pelelehan dapat terjadi karena salah satu dari proses-proses berikut ini : penurunan tekanan, kenaikan temperatur, atau perubahan komposisi. Terdapat 700 lebih tipe batuan beku telah berhasil dideskripsikan, dan sebagian besar batuan beku tersebut terbentuk di bawah permukaan kerak bumi.

Beberapa ahli geologis seperti Turner dan Verhoogen tahun 1960, F.F Groun Tahun 1947, Takeda Tahun 1970, mendefenisikan magma sebagai cairan silikat kental pijar yang terbentuk secara alami, memiliki temperatur yang sangat tinggi yaitu antara 1.500 sampai dengan 2.500 derajat celcius serta memiliki sifat yang dapat bergerak dan terletak di kerak bumi bagian bawah. Dalam magma teredapat bahan-bahan yang terlarut di dalamnya yang bersifat volatile / gas (antara lain air, co2, chlorine, fluorine, iro, sulphur dan bahan lainnya) yang magma dapat bergerak, dan non-volatile / non gas yang merupakan pembentuk mineral yang umumnya terdapat pada batuan beku. Dalam perjalanan menuju bumi magma mengalami penurunan suhu, sehingga mineral-mineral pun akan terbentuk. Peristiwa ini disebut dengan peristiwa penghabluran.

2) Tekstur

Tekstur didefinisikan sebagai keadaan atau hubungan yang erat antar mineral-mineral sebagai bagian dari batuan dan antara mineral-mineral dengan massa gelas yang membentuk massa dasar dari batuan.Tekstur pada batuan beku umumnya ditentukan oleh tiga hal yang penting, yaitu:

PETROLOGI Page 2

Page 3: Makalah Petro

a) Kristalinitas

Kristalinitas adalah derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada waktu terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas dalam fungsinya digunakan untuk menunjukkan berapa banyak yang berbentuk kristal dan yang tidak berbentuk kristal, selain itu juga dapat mencerminkan kecepatan pembekuan magma. Apabila magma dalam pembekuannya berlangsung lambat maka kristalnya kasar. Sedangkan jika pembekuannya berlangsung cepat maka kristalnya akan halus, akan tetapi jika pendinginannya berlangsung dengan cepat sekali maka kristalnya berbentuk amorf. Dalam pembentukannnya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu:

Holokristalin , yaitu batuan beku dimana semuanya tersusun oleh kristal. Tekstur holokristalin adalah karakteristik batuan plutonik, yaitu mikrokristalin yang telah membeku di dekat permukaan.

Hipokristalin , yaitu apabila sebagian batuan terdiri dari massa gelas dan sebagian lagi terdiri dari massa kristal.

Holohialin , yaitu batuan beku yang semuanya tersusun dari massa gelas. Tekstur holohialin banyak terbentuk sebagai lava (obsidian), dike dan sill, atau sebagai fasies yang lebih kecil dari tubuh batuan.

b) Granulitas

a. Fanerik/fanerokristalin

Besar kristal-kristal dari golongan ini dapat dibedakan satu sama lain secara megaskopis dengan mata biasa. Kristal-kristal jenis fanerik ini dapat dibedakan menjadi:

Halus (fine), apabila ukuran diameter butir kurang dari 1 mm. Sedang (medium), apabila ukuran diameter butir antara 1 – 5 mm. Kasar (coarse), apabila ukuran diameter butir antara 5 – 30 mm. Sangat kasar (very coarse), apabila ukuran diameter butir lebih dari 30 mm.

b. Afanitik

Besar kristal-kristal dari golongan ini tidak dapat dibedakan dengan mata biasa sehingga diperlukan bantuan mikroskop. Batuan dengan tekstur afanitik dapat tersusun oleh kristal, gelas atau keduanya. Dalam analisis mikroskopis dapat dibedakan:

Mikrokristalin , apabila mineral-mineral pada batuan beku bisa diamati dengan bantuan mikroskop dengan ukuran butiran sekitar 0,1 – 0,01 mm.

Kriptokristalin , apabila mineral-mineral dalam batuan beku terlalu kecil untuk diamati meskipun dengan bantuan mikroskop. Ukuran butiran berkisar antara 0,01 – 0,002 mm.

Amorf/glassy/hyaline , apabila batuan beku tersusun oleh gelas.

PETROLOGI Page 3

Page 4: Makalah Petro

3) Bentuk Kristal

Bentuk kristal adalah sifat dari suatu kristal dalam batuan, jadi bukan sifat batuan secara keseluruhan. Ditinjau dari pandangan dua dimensi dikenal tiga bentuk kristal, yaitu:

Euhedral, apabila batas dari mineral adalah bentuk asli dari bidang kristal. Subhedral, apabila sebagian dari batas kristalnya sudah tidak terlihat lagi. Anhedral, apabila mineral sudah tidak mempunyai bidang kristal asli.

Ditinjau dari pandangan tiga dimensi, dikenal empat bentuk kristal, yaitu:

Equidimensional, apabila bentuk kristal ketiga dimensinya sama panjang. Tabular, apabila bentuk kristal dua dimensi lebih panjang dari satu dimensi yang lain. Prismitik, apabila bentuk kristal satu dimensi lebih panjang dari dua dimensi yang

lain. Irregular, apabila bentuk kristal tidak teratur.

4) Struktur

Struktur adalah kenampakan batuan secara makro yang meliputi kedudukan lapisan yang jelas/umum dari lapisan batuan. Struktur batuan beku sebagian besar hanya dapat dilihat dilapangan saja, misalnya:

Pillow lava atau lava bantal, yaitu struktur paling khas dari batuan vulkanik bawah laut, membentuk struktur seperti bantal.

Joint struktur, merupakan struktur yang ditandai adanya kekar-kekar yang tersusun secara teratur tegak lurus arah aliran. Sedangkan struktur yang dapat dilihat pada contoh-contoh batuan (hand speciment sample), yaitu:

Masif, yaitu apabila tidak menunjukkan adanya sifat aliran, jejak gas (tidak menunjukkan adanya lubang-lubang) dan tidak menunjukkan adanya fragmen lain yang tertanam dalam tubuh batuan beku.

Vesikuler, yaitu struktur yang berlubang-lubang yang disebabkan oleh keluarnya gas pada waktu pembekuan magma. Lubang-lubang tersebut menunjukkan arah yang teratur.

Skoria, yaitu struktur yang sama dengan struktur vesikuler tetapi lubang-lubangnya besar dan menunjukkan arah yang tidak teratur.

Amigdaloidal, yaitu struktur dimana lubang-lubang gas telah terisi oleh mineral-mineral sekunder, biasanya mineral silikat atau karbonat.

Xenolitis, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya fragmen/pecahan batuan lain yang masuk dalam batuan yang mengintrusi.

Pada umumnya batuan beku tanpa struktur (masif), sedangkan struktur-struktur yang ada pada batuan beku dibentuk oleh kekar (joint) atau rekahan (fracture) dan pembekuan magma, misalnya: columnar joint (kekar tiang), dan sheeting joint (kekar berlembar).

5) Komposisi Mineral

Untuk menentukan komposisi mineral pada batuan beku, cukup dengan mempergunakan indeks warna dari batuan kristal. Atas dasar warna mineral sebagai penyusun batuan beku dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

PETROLOGI Page 4

Page 5: Makalah Petro

Mineral felsik, yaitu mineral yang berwarna terang, terutama terdiri dari mineral kwarsa, feldspar, feldspatoid dan muskovit.

Mineral mafik, yaitu mineral yang berwarna gelap, terutama biotit, piroksen, amphibol dan olivin.

6) Klasifikasi Batuan Bekua) Klasifikasi berdasarkan cara terjadinya

Menurut Rosenbusch (1877-1976) batuan beku dibagi menjadi: Effusive rock, untuk batuan beku yang terbentuk di permukaan. Dike rock, untuk batuan beku yang terbentuk dekat permukaan. Deep seated rock, untuk batuan beku yang jauh di dalam bumi. Oleh W.T. Huang

(1962), jenis batuan ini disebut plutonik, sedang batuan effusive disebut batuan vulkanik.

b) Klasifikasi berdasarkan kandungan SiO2

Menurut (C.L. Hugnes, 1962), yaitu: Batuan beku asam, apabila kandungan SiO2 lebih dari 66%. Contohnya adalah riolit. Batuan beku intermediate, apabila kandungan SiO2 antara 52% - 66%. Contohnya

adalah dasit. Batuan beku basa, apabila kandungan SiO2 antara 45% - 52%. Contohnya adalah

andesit. Batuan beku ultra basa, apabila kandungan SiO2 kurang dari 45%. Contohnya adalah

basalt.

c) Klasifikasi berdasarkan indeks warna

Menurut ( S.J. Shand, 1943), yaitu: Leucoctaris rock, apabila mengandung kurang dari 30% mineral mafik. Mesococtik rock, apabila mengandung 30% - 60% mineral mafik. Melanocractik rock, apabila mengandung lebih dari 60% mineral mafik.

Sedangkan menurut S.J. Ellis (1948) juga membagi batuan beku berdasarkan indeks warnanya sebagai berikut:

Holofelsic, untuk batuan beku dengan indeks warna kurang dari 10%. Felsic, untuk batuan beku dengan indeks warna 10% sampai 40%. Mafelsic, untuk batuan beku dengan indeks warna 40% sampai 70%. Mafik, untuk batuan beku dengan indeks warna lebih dari 70%.

B. Batuan Sedimen

Batuan endapan atau batuan sedimen adalah salah satu dari tiga kelompok utama batuan (bersama dengan batuan beku dan batuan metamorfosis) yang terbentuk melalui tiga cara utama: pelapukan batuan lain (clastic); pengendapan (deposition) karena aktivitas biogenik; dan pengendapan (precipitation) dari larutan. Jenis batuan umum seperti batu kapur, batu pasir, dan lempung, termasuk dalam batuan endapan. Batuan endapan meliputi 75% dari permukaan bumi.

PETROLOGI Page 5

Page 6: Makalah Petro

Batuan sedimen (batuan endapan) adalah batuan yang terjadi akibat pengendapan materi hasil erosi. Sekitar 80% permukaan benua tertutup oleh batuan sedimen. Materi hasil erosi terdiri atas berbagai jenis partikel yaitu ada yang halus, kasar, berat dan ada juga yang ringan. Cara pengangkutannya pun bermacam-macam seperti terdorong (traction), terbawa secara melompat-lompat (saltion), terbawa dalam bentuk suspensi, dan ada pula yang larut (salution).

1) Jenis-Jenis Batuan Sedimen

Jenis batuan yang telah mengalami proses pelapukan yang dipindahkan oleh air sungai, gletser, serta angin yang kemudian diendapkan ke tempat lain dinamakan dengan batuan sedimen. Di bumi, batuan sedimen telah banyak tersebar luas. Ketebalannya antara beberapa centimeter hingga beberapa kilometer. Pada ukuran butirnya pun ditemukan dari permukaan yang sangat halus sampai sangat kasar. Batuan sedimen sangat berbeda dengan batuan beku. Hal ini disebabkan karena batuan sedimen hanya merupakan tutupan kecil pada kerak bumi. Batuan sedimen itu sendiri terbagi menjadi beberapa jenis yaitu sebagai berikut:

Berdasarkan tenaga pembawanya, antara lain: Batuan sedimen aquatic, yaitu batuan sedimen yang komponen pembentuknya

terbawa oleh air sungai Batuan sedimen marine, yaitu batuan sedimen yang komponen pembentuknya

terbawa oleh air laut Batuan sedimen glacial, yaitu batuan sedimen yang komponen pembentuknya terbawa

oleh gletser Batuan sedimen aeris, yaitu batuan sedimen yang komponen pembentuknya terbawa

oleh udara yang berhembus (angin)Berdasarkan proses pengendapannya, antara lain:

Batuan sedimen klasik, contoh: tanah pasir, batu pasir, tanah liat, konglomerat. Batuan sedimen organic, contoh: batu bara (coal), batu kapur (lime stone). Batuan sedimen an-organik/kimiawi, contoh: batu pasir dan tanah liat. Berdasarkan tempat pengendapannya, antara lain: Batuan sedimen limnik, yaitu batuan sedimen yang mengendap di rawa Batuan sedimen fluvial, yaitu batuan sedimen yang mengendap di sungai Batuan sedimen marine, yaitu batuan sedimen yang mengendap di laut Batuan sedimen teistrik, yaitu batuan sedimen yang mengendap di darat

Berdasarkan proses transportasinya, antara lain: Batuan sedimen klasik, yaitu batuan sedimen yang terbentuk dari batuan lain yang

hancur, kemudian berpindah tempat dan kemudian mengalami proses sedimentasi. Batuan sedimen non klasik, yaitu batuan sedimen yang tidak mengalami perpindahan

tempat. Batuan jenis ini terbentuk melalui proses kimiawi dan organis.

Dari sekian banyak jenis batuan sedimen di atas, berikut adalah beberapa contoh jenis batuan sedimen yang paling umum dijumpai di kehidupan sehari – hari kita:

Batu konglomerat

PETROLOGI Page 6

Page 7: Makalah Petro

Batu breksi Batu pasir Batu gamping Batu shale Batu kapur

Masing-masing jenis batuan sedimen memiliki sifat yang berbeda. Keberadaan batuan sedimen tertentu juga bisa menunjukkan kondisi suatu lahan seperti status gunung berapi atau kondisi patahan lempeng bumi. Penjelasan lebih lanjut mengenai hal tersebut dapat dipelajari di jurusan ilmu geologi.

2) Proses Pembentukan Batuan Sedimen

Batuan yang berasal dari hasil rombakan berbagai jenis batuan adalah batuan sedimen. Batuan sedimen ini terbentuk dengan proses pertama tentunya adalah pecahnya atau terabrasinya batuan sumber yang kemudian hasil pecahannya tertransportasi dan mengendap di suatu area tertentu. Proses-proses tersebut telah lazim disebut sebagai proses-proses sedimentasi. Proses sedimentasi pada batuan sedimen klastik terdiri dari 2 proses, yakni proses sedimentasi secara mekanik dan proses sedimentasi secara kimiawi.

1. Proses Sedimentasi Mekanik

Proses sedimentasi secara mekanik merupakan proses dimana butir-butir sedimen tertransportasi hingga diendapkan di suatu tempat. Proses ini dipengaruhi oleh banyak hal dari luar. Transportasi butir-butir sedimen dapat dipengaruhi oleh air, gravitasi, angin, dan es. Dalam cairan, terdapat dua macam aliran, yakni laminar (yang tidak menghasilkan transportasi butir-butir sedimen) dan turbulent (yang menghasilkan transportasi dan pengendapan butir-butir sedimen). Arus turbulen ini membuat partikel atau butiran-butiran sedimen mengendap secara suspensi, sehingga butiran-butiran yang diendapkan merupakan butiran sedimen berbutir halus (pasir hingga lempung). Proses sedimentasi yang dipengaruhi oleh gravitasi dibagi menjadi  4, yakni yang dipengaruhi oleh arus turbidit, grain flows, aliran sedimen cair, dan debris flows.

a. Arus turbiditi dipengaruhi oleh aliran air dan juga gravitasi. Ciri utama pengendpan oleh arus ini adalah butiran lebih kasar akan berada di bagian bawah pengendapan dan semakin halus ke bagian atas pengendapan.

b. Grain flows biasanya terjadi saat sedimen yang memiliki kemas dan sorting yang sangat baik jatuh pada slope di bawah gravitasi. Biasanya sedimennya membentuk reverse grading.

c. Liquified sediment flows merupakan hasil dari proses liquefaction.d. Debris flows, volume sedimen melebihi volume ar, dan menyebabka aliran

dengan viskositas tinggi. Dengan sedikit turbulens, sorting dari partikel mengecil dan akhirnya menghasilkan endapan dengan sorting buruk.

2.         Proses Sedimentasi Kimiawi

Proses sedimentasi secara kimiawi terjadi saat pori-pori yang berisi fluida menembus atau mengisi pori-pori batuan. Hal ini juga berhubungan dnegan reaksi mineral pada batuan tersebut terhadap cairan yang masuk tersebut. Berikut ini merupakan beberapa proses kimiawi dari diagenesis batuan sedimen klastik:

a. Dissolution (pelarutan), mineral melarut dan membentuk porositas sekunder.

PETROLOGI Page 7

Page 8: Makalah Petro

b. Cementation (sementasi), pengendpan mineral yang merupakan semen dari batuan, semen tersebut diendapkan pada saat proses primer maupun sekunder.

c. Authigenesis, munulnya mineral baru yang tumbuh pada pori-pori batuand. Recrystallization, perubahan struktur kristal, namun kompsisi mineralnya tetap

sama. Mineral yang biasa terkristalisasi adalah kalsit.e. Replacement, melarutnya satu mineral yang kemudian terdapat mineral lain

yang terbentuk dan menggantikan mineral tersebutf. Compaction (kompaksi)g. Bioturbation (bioturbasi), proses sedimentasi oleh hewan (makhluk hidup)

Dalam proses sedimentasi itu sendiri terdapat yang disebut dengan diagenesis. Diagenesis memiliki tahapan-tahapan sebagai berikut:

a) EoldiagenesisTahap ini merupakan tahap awal dari pengendapan sedimen. Dimana terjadi pembebanan, yang menyebabkan adanya kompaksi pada tiap lapisan sedimennya. Pada tahap ini proses kompaksi mendominasi

b) Mesodiagenesis = earlydiagenesisc) Latelydiagenesis

Tahap mesogenesis ini terjadi setelah melewati tahap eoldiagenesis. Pada tahap ini, kompaksi yang sangat kuat disertai dnegan proses burial, menyebabkan kenaikan suhu dan tekanan yang memicu terjadinya dissolution. Pada tahap ini proses yang mendominasi adalah proses dissolution (pelarutan). Sampai dengan proses ini, dikategorikan sebagai earlydiagenesis. Apabila setelah proses pelarutan, masih terjadi burial, maka akan terjadi sementasi di sekitar butiran-butiran sedimen. (inilah yang disebut dnegan latelydigenesis). Apabila kompaksi terus berlanjut, hingga pada suhu 150 derajat celcius. Proses diagenesis akan berhenti dan digantikan menjadi proses metamorfisme.

d) TelodiagenesisSedangkan jika setelah tahapan mesodiagenesis terjadi pengangkatan, dalam proses pengangkatan ini, keberadaan berbagai jenis air (air meteorik, air tanah, dll) mempengaruhi susunan komposisi kimia batuan, sehingga memungkinkan terjadinya authigenesis (pengisian mineral baru).

3) KekompakanProses pemadatan dan pengompakan, dari bahan lepas (endapan) hingga menjadi

batuan sedimen disebut diagenesa. Proses diagenesa itu dapat terjadi pada suhu dan tekanan atmosferik sampai dengan suhu 300oC dan tekanan 1 – 2 kilobar, berlangsung mulai sedimen mengalami penguburan, hingga terangkat dan tersingkap kembali di permukaan. Berdasarkan hal tersebut, ada 3 macam diagenesa, yaitu :

1. Diagenesa eogenik, yaitu diagenesa awal pada sedimen di bawah muka air.2. Diagenesa mesogenik, yaitu diagenesa pada waktu sedimen mengalami penguburan

semakin dalam.3. Diagenesa telogenik, yaitu diagenesis pada saat batuan sedimen tersingkap kembali di

permukaan oleh karena pengangkatan dan erosi.

Dengan adanya berbagai macam diagenesa maka derajat kekompakan batuan sedimen juga sangat bervariasi, yakni :

Bahan lepas (loose materials, masih berupa endapan atau sedimen)

PETROLOGI Page 8

Page 9: Makalah Petro

Padu (indurated), pada tingkat ini konsolidasi material terjadi pada kondisi kering, tetapi akan terurai bila dimasukkan ke dalam air.

Agak kompak (padat), pada tingkat ini masih ada butiran/fragmen yang dapat dilepas dengan tangan atau kuku.

Kompak (keras), butiran tidak dapat dilepas dengan tangan/kuku. Sangat kompak (sangat keras, biasanya sudah mengalami rekristalisasi).

4) Kebundaran

Berdasarkan kebundaran atau keruncingan butir sedimen maka Pettijohn, dan kawan-kawan (1987) membagi kategori kebundaran menjadi enam tingkatan ditunjukkan dengan pembulatan rendah dan tinggi. Keenam kategori kebundaran tersebut yaitu:

Sangat meruncing (sangat menyudut) (very angular)

Meruncing (menyudut) (angular)

Meruncing (menyudut) tanggung (subangular)

Membundar (membulat) tanggung (subrounded)

Membundar (membulat (rounded)

Sangat membundar (membulat) (well-rounded).

Kategori kebundaran dan keruncingan butiran sedimen (Pettijohn, dkk., 1987).

5) Ukuran Butir

Butir lanau dan lempung tidak dapat diamati dan diukur secara megaskopik. Ukuran butir lanau dapat diketahui jika material itu diraba dengan tangan masih terasa ada butir seperti pasir tetapi sangat halus. Ukuran butir lempung akan terasa sangat halus dan lembut di tangan, tidak terasa ada gesekan butiran seperti pada lanau, dan bila diberi air akan terasa sangat licin.

PETROLOGI Page 9

Page 10: Makalah Petro

Skala ukuran butir sedimen (disederhanakan).

Ukuran butir (mm) Nama Butiran Nama batuan

Æ > 256 Boulder / block (bongkah) Breksi

64 – 256 Cobble (kerakal)(bentuk / kebundaran butiran meruncing)

4 – 64 Pebble Konglomerat

2 – 4 Granule (kerikil)(bentuk / kebundaran butiran membulat)

1/16 – 2 Sandstone (pasir) Batupasir

1/16 – 1/256 Silt (lanau) Batulanau

Æ < 1/256 Clay (lempung) Batulempung

6. Porositas

Porositas adalah tingkatan banyaknya lubang (porous) rongga atau pori-pori di dalam batuan. Batuan dikatakan mempunyai porositas tinggi apabila pada batuan itu banyak dijumpai lubang (vesicles) atau pori-pori. Sebaliknya, batuan dikatakan mempunyai porositas rendah apabila kenampakannya kompak, padat atau tersemen dengan baik sehingga sedikit sekali atau bahkan tidak mempunyai pori-pori. Permeabilitas adalah tingkatan kemampuan batuanmeluluskan air (zat cair).

Permeable (lulus air), jika batuan tersebut dapat meluluskan air, yaitu :

a. Bahan lepas, atau terkompakkan lemah, biasanya berbutir pasir atau lebih kasar.

b. Batuan dengan porositas tinggi, lubang-lubangnya saling berhubungan.c. Batuan mempunyai pemilahan baik, kemas tertutup, dan ukuran butir pasir

atau lebih kasar.d.  Batuan yang pecah-pecah atau mempunyai banyak retakan / rekahan.

Impermeable (tidak lulus air), jika batuan itu tidak mampu meluluskan air, yaitu :

a. Batuan berporositas tinggi, tetapi lubang-lubangnya tidak saling berhubungan.b. Batuan mempunyai pemilahan buruk, kemas terbuka, ukuran butir lanau –

lempung. Material lanau dan lempung itu yang menutup pori-pori antar butir.c. Batuan bertekstur non klastika atau kristalin, masif, kompak dan tidak ada

rekahan.

PETROLOGI Page 10

Page 11: Makalah Petro

Secara praktis megaskopis, suatu batuan mempunyai tingkat kelulusan tinggi apabila di permukaannya diteteskan air maka air itu segera habis meresap ke dalam batuan. Sebaliknya, batuan mempunyai kelulusan rendah atau bahkan tidak lulus air bila di permukaannya diteteskan air maka air itu tidak segera meresap ke dalam batuan atau tetap di permukaan batuan.

7. Struktur Sedimen

a) Struktur di dalam batuan (features within strata) :

1) Struktur perlapisan (planar atau stratifikasi). Jika tebal perlapisan < 1 cm disebut struktur laminasi.

2) Struktur perlapisan silang-siur (cross bedding / cross lamination.3) Struktur perlapisan pilihan (graded bedding)

a. Normal, jika butiran besar di bawah dan ke atas semakin halus.b. Terbalik (inverse), jika butiran halus di bawah dan ke atas semakin kasar.

b) Struktur permukaan (surface features) 1) Ripples (gelembur gelombang atau current ripple marks)2) Cetakan kaki binatang (footprints of various walking animals.3) Cetakan jejak binatang melata (tracks and trails of crowling animals)4)  Rekahan lumpur (mud cracks, polygonal cracks)5) Gumuk pasir (dunes, antidunes)

c) Struktur erosi (erosional sedimentary structures)1) Alur/galur (flute marks, groove marks,linear ridges)2)  Impact marks (bekas tertimpa butiran fragmen batuan atau fosil)3) Saluran dan cekungan gerusan (channels and scours)4) Cekungan gerusan dan pengisian (scours & fills)

8. Penamaan Batuan

Penaman batuan sedimen secara deskriptif, tergantung pada data pemerian (data deskriptif) yang meliputi warna, tekstur, struktur dan komposisi. Pembagian batuan sedimen silisiklastika umumnya berdasar ukuran butir, ditambah dengan bentuk butir, struktur dan komposisi  yaitu :

1) Rudit (f > 2 mm), termasuk breksi (fragmen meruncing), konglomerat (fragmen membulat). Apabila komposisi fragmen batuan secara megaskopik dapat diamati, maka penamaaan tambahan dapat diberikan berdasarkan komposisi utama fragmen batuan tersebut. Misalnya breksi andesit, breksi batuapung, konglomerat kuarsa.

2)  Arenit, adalah batuan sedimen berbutir pasir (batupasir). Penamaan batupasir ini dapat ditambahkan berdasar kenampakan struktur sedimen (contoh batupasir berlapis, batupasir silangsiur), atau komposisi penyusun utamanya, misal batupasir kuarsa.

PETROLOGI Page 11

Page 12: Makalah Petro

3) Lutit, terdiri dari batulempung, batulanau, dan serpih. Batulempung berbutir lempung, batulanau tersusun oleh mineral/fragmen batuan berbutir lanau. Serpih adalah batulempung atau batulanau berstruktur laminasi.

Tabel Penamaan batuan sedimen klastika secara megaskopis (Huang, 1965).

Tekstur/Struktur Komposisi mineral/fragmen

Nama batuan Ciri-ciri khas

Rudit

(2 – 256 mm)

Komposisi sejenis atau campuran, terutama dengan rijang, kuarsa, granit, kuarsit, batugamping dll.

Konglomerat Fragmen umumnya bulat atau agak membulat

Breksi Fragmen umumnya runcing, dan menyudut

Fanglomerat Kipas aluvial yang mengalami pembatuan

Pecahan batuan bercapur dengan semen

Tillit Umumnya tidak terpisah. Fragmen batuan terdapat bekas goresan

Arenit

(1/16 – 2 mm)

Terutama kuarsa 25%, felspar kalium atau plagioklas 10-25%.

Pecahan batuan: basal, riolit, batusabak dll.

Mineral mika, serisit, klorit, bijih besi.

Arenit atau

batupasir kuarsa

Pemilahan baik dan bersih

Arkose Pemilahan jelek, warna abu-abu kemerahan

Batupasir felspatik Lebih dewasa dari arkose antara

PETROLOGI Page 12

Page 13: Makalah Petro

Graywacke

Subgraywacke

graywacke dan arenit

Lutit

(1/16 – 1/256 mm)

Umumnya mineral lempung, kuarsa, opal, kalsedon, klorit dan bijih besi.

Batulanau Antara batupasir dan serpih

Serpih

Batulumpur

Batulempung

Mudah membelah, tidak plastis, bila dipanasi menjadi plastis

Untuk batuan karbonat bertekstur klastika :

1.    Kalsirudit, adalah breksi atau konglomerat dengan fragmen batugamping.

2.    Kalkarenit, adalah batupasir yang tersusun oleh mineral karbonat.

3.    Kalsilutit, adalah batugamping klastis berbutir halus (lanau – lempung).

Untuk batugamping bertekstur non klastika, cukup diberi nama batugamping non klastika. Apabila di dalam batugamping banyak mengandung fosil maka dapat disebut batugamping berfosil. Sedangkan batuan karbonat yang sudah tersusun oleh kristal kalsit atau dolomit disebut batugamping kristalin. Napal adalah terminologi untuk batuan sedimen berbutir lanau dan lempung, tersusun oleh bahan silisiklastika dan karbonat.

Untuk batuan klastika gunungapi, tata namanya mengikuti batuan piroklastika yang telah dijelaskan pada acara analisis batuan beku, yaitu terdiri dari tuf (halus dan kasar), batulapili, breksi gunungapi dan aglomerat (Gambar 3.8). Dalam beberapa hal, secara megaskopik, warna yang sangat khas dapat ditambahkan untuk penamaan batuan, contoh tuf hijau, batupasir merah, batulempung hitam dsb.

Penamaan batuan sedimen non klastika secara megaskopis (Huang, 1965).

Tekstur/Struktur Komposisi mineral/fragmen

Nama batuan Ciri-ciri khas

Rapat, afanitik, berbutir kasar, kristalin, porus, oolit dan mosaik

Terutama kalsit Batugamping Breaksi dengan HCl, mengandung organik, bioklastika,

Terutama dolomit Dolomit Tidak segera bereaksi dengan

PETROLOGI Page 13

Page 14: Makalah Petro

HCl, jarang mengandung fosil, berbutir sedang

Berbutir halus Kristal halus dengan mikroorganisme

Kapur Putih – abu-abu terang, sangat rapuh, mengandung fosil

Karbonat dan lempung

Napal Abu-abu terang, rapuh, pecahan konkoidal

Rapat dan berlapis Campuran silika, opal dan kalsedon dll.

Rijang Warna beragam, keras, kilap non logam, konkoidal

Terutama gips

Anhidrit

Terutama malit

Gips Evaporit, tidak sendiri melainkan berasosiasi dengan mineral/batuan lain.

Dijumpai kristal yang mengelompok

Masif atau berlapis Mineral fosfat dan fragmen tulang

Fosforit Diperlukan penentuan kadar P2O3

Amorf, berlapis, tebal

Humus, tumbuhan Batubara, lignit Warna coklat, pecahan prismatik

9. Genesis

Berdasar data pemerian batuan sedimen tersebut di atas, maka secara genesa dapat diinterpretasikan mengenai :

1) Asal-usul atau sumber batuan sedimen (provenance).2) Energi pengangkut (angin, air, es, longsoran, letusan gunungapi atau kombinasi di

antaranya), jaraknya dengan sumber dan proses transportasinya.3) Lingkungan pengendapan, di darat kering, darat berair tawar (danau, sungai), di

pantai atau di laut (dangkal atau dalam).4) Diagenesa dan lain-lain.

C. BATUAN METAMORF

PETROLOGI Page 14

Page 15: Makalah Petro

1. Analisis Batuan Metamorf

Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur serta struktur sebagai akibat adanya perubahan temperatur (di atas proses diagenesa dan di bawah titik lebur; 200-350oC < T < 650-800oC) dan tekanan yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm) disebut batuan metamorf. Proses metamorfisme tersebut terjadi di dalam bumi pada kedalaman lebih kurang 3 km – 20 km. Winkler (1989) menyatakan bahwasannya proses-proses metamorfisme itu mengubah mineral-mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau respons terhadap kondisi fisika dan kimia di dalam kerak bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa.

2. Pembentukan Batuan Metamorf

Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika, biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya, batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses metamorfisme.

Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif. Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa dan metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan konstituen lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200°C – 350°C yang tergantung pada pH dan kandungan potasium dari material-material disekitarnya. Mineral-mineral lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme adalah laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing terbentuk pada temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara umum terjadi kira-kira pada 150°C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan, temperatur di sekitarnya 150°C disertai oleh tekanan lithostatik kira-kira 500 bar.

Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi temperatur pelelehan sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan lithostatik dan tekanan uap. Satu kisaran dari 650°C – 800°C menutup sebagian besar kondisi tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh kejadian

PETROLOGI Page 15

Page 16: Makalah Petro

dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini menunjukkan kombinasi dari kenampakan tekstur, beberapa darinya muncul menjadi batuan beku dan batuan metamorf yang lain.

Berdasarkan tingkat malihannya, batuan metamorf dibagi menjadi dua yaitu (1) metamorfisme tingkat rendah (low-grade metamorphism) dan (2) metamorfisme tingkat tinggi (high-grade metamorphism) (Gambar 3.9). Pada batuan metamorf tingkat rendah jejak kenampakan batuan asal masih bisa diamati dan penamaannya menggunakan awalan meta (-sedimen, -beku), sedangkan pada batuan metamorf tingkat tinggi jejak batuan asal sudah tidak nampak, malihan tertinggi membentuk migmatit (batuan yang sebagian bertekstur malihan dan sebagian lagi bertekstur beku atau igneous).

Gambar: memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme tingkat rendah – medium dan tingkat tinggi (O’Dunn dan Sill, 1986).

Pembentukan batuan metamorf selain didasarkan pada tingkat malihannya juga didasarkan pada penyebabnya. Berdasarkan penyebabnya batuan metamorf dibagi menjadi tiga yaitu (1) Metamorfisme kontak/ termal, pengaruh T dominan; (2) Metamorfisme dinamo/ kataklastik/dislokasi/kinematik, pengaruh P dominan; dan (3) Metamorfisme regional, terpengaruh P & T, serta daerah luas. Metamorfisme kontak terjadi pada zona kontak atau sentuhan langsung dengan tubuh magma (intrusi) dengan lebar antara 2 – 3 km (Gambar 3.10). Metamorfisme dislokasi terjadi pada daerah sesar besar/ utama yaitu pada lokasi dimana masa batuan tersebut mengalami penggerusan. Sedangkan metamorfisme regional terjadi pada kulit bumi bagian dalam dan lebih intensif bilamana diikuti juga oleh orogenesa (Gambar 3.11). penyebaran tubuh batuan metamorf ini luas sekali mencapai ribuan kilometer.

PETROLOGI Page 16

Page 17: Makalah Petro

Gambar 3.10 memperlihatkan kontak aureole disekitar intrusi batuan beku (Gillen, 1982).

 

Gambar 3.11 penampang yang memperlihatkan lokasi batuan metamorf (Gillen, 1982).

3. Pengenalan Batuan Metamorf

Pengenalan batuan metamorf dapat dilakukan melalui kenampakan-kenampakan yang jelas pada singkapan dari batuan metamorf yang merupakan akibat dari tekanan-tekanan yang

PETROLOGI Page 17

Page 18: Makalah Petro

tidak sama. Batuan-batuan tersebut mungkin mengalami aliran plastis, peretakan dan pembutiran atau rekristalisasi. Beberapa tekstur dan struktur di dalam batuan metamorf mungkin diturunkan dari batuan pre-metamorfik (seperti: cross bedding), tetapi kebanyakan hal ini terhapus selama metamorfisme. Penerapan dari tekanan yang tidak sama, khususnya jika disertai oleh pembentukan mineral baru, sering menyebabkan kenampakan penjajaran dari tekstur dan struktur. Jika planar disebut foliasi. Seandainya struktur planar tersebut disusun oleh lapisan-lapisan yang menyebar atau melensa dari mineral-mineral yang berbeda tekstur, misal: lapisan yang kaya akan mineral granular (seperti: felspar dan kuarsa) berselang-seling dengan lapisan-lapisan kaya mineral-mineral tabular atau prismatik (seperti: feromagnesium), tekstur tersebut menunjukkan sebagaigneis. Seandainya foliasi tersebut disebabkan oleh penyusunan yang sejajar dari mineral-mineral pipih berbutir sedang-kasar (umumnya mika atau klorit) disebut skistosity. Pecahan batuan ini biasanya sejajar dengan skistosity menghasilkan belahan batuan yang berkembang kurang baik.

Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan lain yaitu didasarkan pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya. Namun untuk batuan metamorf ini mempunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu pertama-tama dilakukan tinjauan apakah termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran mineral) atau non foliasi (tanpa penjajaran mineral) (Tabel 3.12). Pada metamorfisme tingkat tinggi akan berkembang struktur migmatit (Gambar 3.12). Setelah penentuan struktur diketahui, maka penamaan batuan metamorf baik yang berstruktur foliasi maupun berstruktur non foliasi dapat dilakukan. Misal: struktur skistose nama batuannya sekis; gneisik untuk genis; slatycleavage untuk slate/ sabak. Sedangkan non foliasi, misal: struktur hornfelsik nama batuannya hornfels; liniasi untuk asbes.

Variasi yang luas dari tekstur, struktur dan komposisi dalam batuan metamorf, membuatnya sulit untuk mendaftar satu atau lebih dari beberapa kenampakkan yang diduga hasil dari proses metamorfisme. Oleh sebab itu hal terbaik untuk mempertimbangkan secara menerus seperti kemungkinan banyaknya perbedaan kenampakan-kenampakan yang ada.

Table 3.12 Diagram alir untuk identifikasi batuan metamorf secara umum (Gillen, 1982).

PETROLOGI Page 18

Page 19: Makalah Petro

Gambar 3.12 Berbagai struktur pada migmatit dengan leukosom (warna terang) (Compton, 1985).

4. Struktur Batuan Metamorf

Secara umum struktur yang dijumpai di dalam batuan metamorf dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu struktur foliasi dan struktur non foliasi. Struktur foliasi ditunjukkan oleh adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf, sedang struktur non foliasi tidak memperlihatkan adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf.

a) Struktur Foliasia. Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral pipih

(biotit, muskovit, felspar) lebih banyak dibanding mineral butiran.b. Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral granular,

jumlah mineral granular relatif lebih banyak dibanding mineral pipih.c. Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan kesejajaran

mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung).d. Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage, hanya mineral dan

kesejajarannya sudah mulai agak kasar.

PETROLOGI Page 19

Page 20: Makalah Petro

2) Struktur Non Foliasia. Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-butiran mineral

relatif seragam.b. Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya penghancuran

terhadap batuan asal.c. Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya orientasi

mineral yang berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya halus.d. Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan

permukaan yang berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar dibanding struktur milonitik, malah mendekati tipe struktur filit.

c. Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan asal berbentuk lensa yang tertanam pada masa dasar milonit.

d. Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri dari butir-butir felspar dalam masa dasar yang lebih halus.

e. Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya mempunyai ukuran beragam.

f. Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang berbentuk jarus atau fibrous.

5. Tekstur Batuan Metamorf

Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme secara tipikal penamaanya mengikuti kata-kata yang mempunyai akhiran -blastik. Contohnya, batuan metamorf yang berkomposisi kristal-kristal berukuran seragam disebut dengan granoblastik. Secara umum satu atau lebih mineral yang hadir berbeda lebih besar dari rata-rata; kristal yang lebih besar tersebut dinamakanporphiroblast. Porphiroblast, dalam pemeriksaan sekilas, mungkin membingungkan dengan fenokris (pada batuan beku), tetapi biasanya mereka dapat dibedakan dari sifat mineraloginya dan foliasi alami yang umum dari matrik. Pengujian mikroskopik porphiroblast sering menampakkan butiran-butiran dari material matrik, dalam hal ini disebut poikiloblast. Poikiloblast biasanya dianggap terbentuk oleh pertumbuhan kristal yang lebih besar disekeliling sisa-sisa mineral terdahulu, tetapi kemungkinan poikiloblast dapat diakibatkan dengan cara pertumbuhan sederhana pada laju yang lebih cepat daripada mineral-mineral matriknya, dan yang melingkupinya. Termasuk material yang menunjukkan (karena bentuknya, orientasi atau penyebarannya) arah kenampakkan mula-mula dalam batuan (seperti skistosity atau perlapisan asal); dalam hal ini porphiroblast atau poikiloblast dikatakan mempunyai tekstur helicitik. Kadangkala batuan metamorf terdiri dari kumpulan butiran-butiran yang berbentuk melensa atau elipsoida; bentuk dari kumpulan-kumpulan ini disebut augen (German untuk “mata”), dan umumnya hasil dari kataklastik (penghancuran, pembutiran, dan rotasi). Sisa kumpulan ini dihasilkan dalam butiran matrik. Istilah umum untuk agregat adalah porphyroklast.

a) Tekstur Kristaloblastik

PETROLOGI Page 20

Page 21: Makalah Petro

Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal sudah tidak kelihatan lagi atau memperlihatkan kenampakan yang sama sekali baru. Dalam penamaannya menggunakan akhiran kata –blastik. Berbagai kenampakan tekstur batuan metamorf dapat dilihat pada Gambar 3.13.

a. Tekstur Porfiroblastik: sama dengan tekstur porfiritik (batuan beku), hanya kristal besarnya disebut porfiroblast.

b. Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan butir-butir mineral seragam.

c. Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan susunan mineral saling sejajar dan berarah dengan bentuk mineral pipih.

d. Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan adanya mineral-mineral prismatik yang sejajar dan terarah.

e. Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan mineral-mineral berbentuk euhedral.

f. Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik, namun mineralnya berbentuk anhedral.

 

b) Tekstur Palimpset

Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa dari batuan asal masih bisa diamati. Dalam penamaannya menggunakan awalan kata –blasto.

a. Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan batuan asal yang porfiritik.

b. Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang ukuran butirnya lebih besar dari pasir.

c. Tekstur Blastopsamit: sama dengan tekstur blastopsefit, hanya ukuran butirnya sama dengan pasir.

d. Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang ukuran butirnya lempung.

6. Komposisi Batuan Metamorf

Pertumbuhan dari mineral-mineral baru atau rekristalisasi dari mineral yang ada sebelumnya sebagai akibat perubahan tekanan dan atau temperatur menghasilkan pembentukan kristal lain yang baik, sedang atau perkembangan sisi muka yang jelek; kristal ini dinamakan idioblastik, hypidioblastik, atau xenoblastik. Secara umum batuan metamorf disusun oleh mineral-mineral tertentu (Tabel 3.13), namun secara khusus mineral penyusun batuan metamorf dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) mineral stress dan (2) mineral anti stress. Mineral stress adalah mineral yang stabil dalam kondisi tekanan, dapat berbentuk pipih/tabular, prismatik dan tumbuh tegak lurus terhadap arah gaya/stress meliputi: mika, tremolit-aktinolit, hornblende, serpentin, silimanit, kianit, seolit, glaukopan, klorit, epidot,

PETROLOGI Page 21

Page 22: Makalah Petro

staurolit dan antolit. Sedang mineral anti stress adalah mineral yang terbentuk dalam kondisi tekanan, biasanya berbentuk equidimensional, meliputi: kuarsa, felspar, garnet, kalsit dan kordierit.

Gambar 3.13 Tekstur batuan metamorf (Compton, 1985).

A. Tekstur Granoblastik, sebagian menunjukkan tekstur mosaik; B. Tekstur Granoblatik berbutir iregular, dengan poikiloblast di kiri atas; C. Tekstur Skistose dengan porpiroblast euhedral; D. Skistosity dengan domain granoblastik lentikuler; E. Tekstur Semiskistose dengan meta batupasir di dalam matrik mika halus; F. Tekstur Semiskistose dengan klorit dan aktinolit di dalam masa dasar blastoporfiritik metabasal; G. Granit milonit di dalam proto milonit; H. Ortomilonit di dalam ultramilonit; I. Tekstur Granoblastik di dalam blastomilonit.

PETROLOGI Page 22

Page 23: Makalah Petro

Tabel 3.13 Ciri-ciri fisik mineral-mineral penyusun batuan metamorf (Gillen, 1982)

Setelah kita menentukan batuan asal mula metamorf, kita harus menamakan batuan tersebut. Sayangnya prosedur penamaan batuan metamorf tidak sistematik seperti pada batuan beku dan sedimen. Nama-nama batuan metamorf terutama didasarkan pada kenampakan tekstur dan struktur (Tabel 3.14). Nama yang umum sering dimodifikasi oleh awalan yang menunjukkan kenampakan nyata atau aspek penting dari tekstur (contoh gneis augen), satu atau lebih mineral yang ada (contoh skis klorit), atau nama dari batuan beku yang mempunyai komposisi sama (contoh gneis granit). Beberapa nama batuan yang didasarkan pada dominasi mineral (contoh metakuarsit) atau berhubungan dengan facies metamorfik yang dipunyai batuan (contoh granulit).

Metamorfisme regional dari batulumpur melibatkan perubahan keduanya baik tekanan dan temperatur secara awal menghasilkan rekristalisasi dan modifikasi dari mineral lempung yang ada. Ukuran butiran secara mikroskopik tetap, tetapi arah yang baru dari orientasi mungkin dapat berkembang sebagai hasil dari gaya stres. Resultan batuan berbutir halus yang mempunyai belahan batuan yang baik sekali dinamakan slate. Bilamana metamorfisme berlanjut sering menghasilkan orientasi dari mineral-mineral pipih pada batuan dan penambahan ukuran butir dari klorit dan mika. Hasil dari batuan yang berbutir halus ini dinamakan phylit, sama seperti slate tetapi mempunyai kilap sutera pada belahan permukaannya. Pengujian dengan menggunakan lensa tangan secara teliti kadangkala memperlihatkan pecahan porpiroblast yang kecil licin mencerminkan permukaan belahannya. Pada tingkat metamorfisme yang lebih tinggi, kristal tampak tanpa lensa. Disini biasanya kita menjumpai mineral-mineral yang pipih dan memanjang yang terorientasi kuat membentuk skistosity yang menyolok. Batuan ini dinamakan skis, masih bisa dibelah menjadi lembaran-lembaran. Umumnya berkembang porpiroblast; hal ini sering dapat diidentikkan dengan sifat khas mineral metamorfik seperti garnet, staurolit, atau kordierit. Masih pada metamorfisme tingkat tinggi disini skistosity menjadi kurang jelas; batuan terdiri dari kumpulan butiran sedang sampai kasar dari tekstur dan mineralogi yang berbeda menunjukkan tekstur gnessik dan batuannya dinamakan gneis. Kumpulan yang terdiri dari lapisan yang relatif kaya kuarsa

PETROLOGI Page 23

Page 24: Makalah Petro

dan feldspar, kemungkinan kumpulan tersebut terdiri dari mineral yang mengandung feromagnesium (mika, piroksin, dan ampibol). Komposisi mineralogi sering sama dengan batuan beku, tetapi tekstur gnessik biasanya menunjukkan asal metamorfisme; dalam kumpulan yang cukup orientasi sering ada. Penambahan metamorfisme dapat mengubah gneis menjadi migmatit. Dalam kasus ini, kumpulan berwarna terang menyerupai batuan beku tertentu, dan perlapisan kaya feromagnesium mempunyai aspek metamorfik tertentu.

Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada komposisi mineral, seperti:Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit atau dolomit; secara tipikal bertekstur granoblastik.Kuarsit adalah batuan metamorfik bertekstur granobastik dengan komposisi utama adalah kuarsa, dibentuk oleh rekristalisasi dari batupasir atau chert/rijang. Secara umum jenis batuan metamorfik yang lain adalah sebagai berikut:

Amphibolit: Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi utamanya adalah ampibol (biasanya hornblende) dan plagioklas.

Eclogit: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah piroksin klino ompasit tanpa plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya alumina) dan garnet kaya pyrop. Eclogit mempunyai komposisi kimia seperti basal, tetapi mengandung fase yang lebih berat. Beberapa eclogit berasal dari batuan beku.

Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama kuarsa, felspar, sedikit garnet dan piroksin) mempunyai tekstur granoblastik. Perkembangan struktur gnessiknya lemah mungkin terdiri dari lensa-lensa datar kuarsa dan/atau felspar.

Hornfels: Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri dari butiran-butiran yang equidimensional dalam orientasi acak. Beberapa porphiroblast atau sisa fenokris mungkin ada. Butiran-butiran kasar yang sama disebut granofels.

Milonit: Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan oleh pembutiran atau aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan mungkin menjadi protomilonit, milonit, atau ultramilomit, tergantung atas jumlah dari fragmen yang tersisa. Bilamana batuan mempunyai skistosity dengan kilap permukaan sutera, rekristralisasi mika, batuannya disebut philonit.

Serpentinit: Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari mineral-mineral dari kelompok serpentin. Mineral asesori meliputi klorit, talk, dan karbonat. Serpentinit dihasilkan dari alterasi mineral silikat feromagnesium yang terlebih dahulu ada, seperti olivin dan piroksen.

Skarn: Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal dari mineral kapur-silikat seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn terjadi karena perubahan komposisi batuan penutup (country rock) pada kontak batuan beku.

PETROLOGI Page 24

Page 25: Makalah Petro

Tabel 3.14 Klasifikasi Batuan Metamorf (O’Dunn dan Sill, 1986).

PETROLOGI Page 25

Page 26: Makalah Petro

D. KESIMPULAN UMUMDari praktikum yang telah di lakukan di dapatkan kesimpulan umum yaitu

sebagai berikut :

1) Tekstur dan struktur yang dimiliki batuan sedimen menggambarkan proses atau

ganesa terbentuknya batuan sedimen.

2) Pada batuan sedimen klastik, ukuran butir mempengaruhi penamaan batuan.

3) Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis batuan

yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa proses

kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai batuan intrusif (plutonik) maupun di

atas permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik).4) Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen maupun

batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur serta struktur sebagai akibat adanya perubahan temperatur (di atas proses diagenesa dan di bawah titik lebur; 200-350oC < T < 650-800oC) dan tekanan yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm) disebut batuan metamorf. Proses metamorfisme tersebut terjadi di dalam bumi pada kedalaman lebih kurang 3 km – 20 km. Winkler (1989) menyatakan bahwasannya proses-proses metamorfisme itu mengubah mineral-mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau respons terhadap kondisi fisika dan kimia di dalam kerak bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa.

5) Dalam melakukan praktikum materi yang disampaikan asisten sudah sangat-sangat

lengkap sehingga pemahaman tentang batuan ini sudah bertambah.

PETROLOGI Page 26