makalah pendukung 9 -...
TRANSCRIPT
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
181
Makalah Pendukung 9
Perbanyakan Anggrek Phalaenopsis dan Paraphalaenopsis
Spesies dengan Semai Biji Secara In Vitro untuk Tujuan
Koleksi dan Konservasi
Debora Herlina Balai Penelitian Tanaman Hias
Jl. Raya Ciherang Segunung, Pacet Cianjur 43243 PO. Box 8 SDL, Jawa Barat, Indonesia
ABSTRAK. Perbanyakan anggrek Phalaenopsis dan Paraphalaenopsis spesies dengan biji telah
dilakukan dengan tujuan untuk mengoleksi dan mengkonservasi anggrek spesies mempunyai
nilai komersial dan keberadaan di alam aslinya sudah jarang, baik yang berasal dari Indonesia
maupun luar Indonesia. Koleksi yang berupa tanaman induk dikawinkan kemudian buah yang
terbentuk disemai secara in vitro. Media ½ MS atau Knudson C yang ditambah dengan air
kelapa 150 ml/l, air kentang (65 g/l air) dan pepton 1g/l digunakan sebagai media semai biji.
Dari hasil penelitian ini sudah terkoleksi 32 spesies Phalaenopsis dan 3 spesies
Paraphalaenopsis, 25 spesies bunganya diserbukan dan 24 spesies buahnya berhasil dipanen dan
disemai. Kemasakan buah berkisar dari 3 sampai 7 bulan setelah penyerbukan. Tidak semua
spesies yang bunganya berhasil diserbukan membentuk buah maupun biji. P. gigantea, P.
bellina, P. violacea Sumatra, P. modesta, P. manii dan P. venosa biji berkecambah dengan
sangat baik pada media yang digunakan.
Kata kunci: Phalaenopsis, Paraphalaenopsis, Spesies,Perbanyakan, Invitro, Konservasi
ABSTRACT. Debora Herlina (2012) In vitro propagation of Phalaenopsis and
Paraphalaenopsis via seed germination for collection and conservation purpose. Research
on Phalaenopsis and Pharaphalaenopsis species having economic and commercial value both
local and international species through seed germination inconjunction to collect and conserve
them was carried out. The plants were originally collected from Indonesia and other countries
such as Philippines, Germany, Burma, Malaysia and India. Pollination was achieved by self
pollination and intercrossing, and after fruits matured, the seeds were germinated by artificial
propagation in vitro. Half-strength Murashige and Skoog medium and Knudson C containing
150 ml/l coconut water, potato water extract (65 g/l) and pepton 1g/l were used in the study.
Results of the study indicated that 32 Phalaenopsis species and 3 Paraphalaenopsis species
were successfully collected , 25 of them were pollinated, 24 species produced fruits and the
fruits were then germinated in vitro. The fruits derived from the research matured between 3 to
7 months after pollination. P. gigantea, P. bellina, P. violacea Sumatra, P. modesta, P. manii
and P. venosa were successfully germinated under treated medium.
Key words: Phalaenopsis, Paraphalaenopsis, Species,Propagation, In vitro, Conservation
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
182
PENDAHULUAN
Anggrek Phalaenopsis atau anggrek
bulan dikatakan bunga yang paling cantik
di dunia, mempunyai nilai ekonomi yang
penting sebagai tanaman pot maupun
bunga potong (Chen and Chang, 2004).
Phalaenopsis tersebar dari Asia tenggara,
dan sedikit ada di Taiwan, Sikkhim
sampai Australia dan kepulauan Pasifik
(Teob, 1989).
P. gigantea, merupakan spesies
yang digolongkan langka dan masuk
dalam Appendix II dari Convention on
International Trade in Endangerd Apecies
(CITES). Disamping P. gigantea, P.
violacea, P. sumatrana, P. amboinensis,
Paraphalaenopsis denevei, Pp. laycockii.
Pp. serpentilingua termasuk anggrek
yang dilindungi undang-undang No. 7
Tahun 1999 (Dep. Kehutanan Republik
Indonesia). Penyebab kelangkaan
anggrek spesies di Indonesia antara lain
karena eksploitasi yang berlebihan,
akibat diperdagangkannya secara
komersial oleh pemburu anggrek tanpa
memikirkan kelangsungan hidup di alam;
tidak ada penanaman kembali ke habitat
aslinya dari hasil budidaya. Kerusakan
lingkungan akibat api, kerusakan hutan,
illegal logging, eksploitasi hutan yang
berlebihan termasuk penambangan,
pembakaran maupun alih fungsi hutan
untuk pertanian, ladang atau pemukiman
penduduk menyebabkan luas hutan
menyusut. Akibatnya terjadi perubahan
ekosistem yang menyebabkan penurunan
keaneka ragaman hayati yang ada.
Sejumlah besar spesies anggrek
asal Kalimantan berpotensi sebagai induk
silang. Di alam seperti tanaman yang
lain, pada anggrek terjadi pula
persilangan alami. 150 tahun terakhir
terdapat lebih dari 110.000 hibrida baru,
yang melibatkan lebih dari 20 spesies dan
9 genera. Persilangan pertama dilakukan
pada tahun 1854 dan sejak 1962
pendaftaran hibrida baru dilakukan oleh
Royal Horticulture Society dan lebih
dari 3.000 hibrida baru bertambah setiap
tahun (www. RHS.org).
Berbagai usaha sudah dilakukan
agar spesies anggrek tidak punah, usaha
tersebut dilakukan oleh para hobiis,
kolektor maupun masyarakat di daerah
setempat dengan pembinaan oleh
pemerintah kabupaten maupun
pengawasan oleh BKSDA.
Konservasi secara in-situ adalah
merupakan cara melindungi tanaman di
habitat asalnya; dalam arti sekaligus
melindungi ekosistemnya tanpa merusak
hutan tempat pohon-pohon hidup tempat
anggrek tumbuh. Cara ini yang terbaik
karena akan terselamatkan pula fauna dan
flora lainnya.
Konservasi ex-situ yaitu
membudidayakan anggrek diluar
habitatnya, hal ini dapat dilakukan di
kebun raya atau tempat-tempat khusus
yang dibuat untuk budidaya yang sesuai
habitatnya. Kesadaran para kolektor
untuk membudidayakan disesuaikan
habitatnya sangat membantu pula
konservasi anggrek (Puspitaningtyas,
1999) .
Perbanyakan anggrek melalui biji
pada anggrek spesies akan menghasilkan
tanaman sesuai dengan induknya
merupakan salah satu cara konservasi
pada anggrek yang langka atau terancam
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
183
keberadaannya (Kauth, 2005; Murdad
et.al.2010; Christenson, 2001). Meskipun
konservasi merupakan tujuan utama
dengan memperbanyak anggrek spesies
melalui kultur in vitro, tujuan sekarang
yaitu melindungi tanaman dari
pengambilan yang berlebihan dari para
pemburu atau kolektor anggrek spesies.
Perbanyakan dengan teknik kultur in
vitro merupakan cara perbanyakan
dengan menggunakan media buatan dan
dilakukan di laboratorium.
Sampai saat ini sangat sedikit para
pembudidaya memperbanyak anggrek
spesies dengan cara kultur in vitro yaitu
memperbanyak dengan menggunakan
biji, kebanyakan para pembudidaya
maupun pedagang masih mengambil
anggrek spesies dari habitat aslinya
kemudian diperdagangkan tanpa
memperbanyak dulu. Hambatan terbesar
pada perbanyakan anggrek spesies yaitu
lambat berkecambah atau tidak
berkecambah, atau hanya berkecambah
sedikit dan proses pembesaran sampai
menjadi planlet membutuhkan waktu
yang lama demikian pula untuk sampai
berbunga membutuhkan 3 – 5 tahun pada
tanaman yang berasal dari biji (Kauth,
2005). Kurangnya pengetahuan dan
minat konsumen maupun industri,
kesulitan cara perbanyakan dan proses
yang panjang untuk sampai tanaman
berbunga menyebabkan pasar anggrek
spesies ini terbatas.
Untuk mengetahui hasil
perbanyakan anggrek spesies asal biji dan
permasalahannya dilakukan observasi
pada sejumlah anggrek Phalaenopsis
spesies dengan menyerbukan baik secara
selfing dan sibling kemudian disemai
secara in vitro.
BAHAN DAN METODA
A. Koleksi anggrek spesies
Phalaenopsis dan Paraphalaenopsis
Phalaenopsis dan Paraphalaenopsis
spesies yang dikoleksi berupa tanaman
induk yang sudah berbunga dan siap
dikawinkan atau belum berbunga yang
berasal dari kolektor, pedagang maupun
pemburu dari hutan. Tanaman induk
dipelihara di Bogor dengan ketinggian
tempat 240 m dpl, dalam rumah plastik
dengan tambahan net dengan kerapatan
65%. Dalam rumah plastik ini diberi
pengabutan halus dari jam 08.00 sampai
jam 16.00. Tanaman dipelihara dengan
pemberian pupuk organik 2x/minggu dan
pengendalian hama dengan menggunakan
Kelthane untuk mite dan Benlate untuk
pengendalian fungi.
B. Proses penyerbukan
Anggrek terkoleksi yang sudah
berbunga dikawinkan dengan cara selfing
(self pollination) maupun sibling
(intercross). Setiap tanaman induk hanya
2 buah bunga yang dikawinkan.
Penyerbukan dilakukan pada hari kedua
bunga mekar, setelah bunga dalam satu
rachis semua mekar. Selfing yaitu
polinia di transter ke dalam stigma pada
satu bunga dalam satu tanaman atau
dengan cara sibling yaitu polinia
ditransfer ke dalam stigma antar dua
bunga yang berbeda dalam satu tanaman.
Pengamatan dilakukan terhadap
keberhasilan membentuk buah.
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
184
C. Panen buah
Buah yang dihasilkan dipelihara
sampai masak yang berkisar 3 bulan
sampai 7 bulan (tergantung spesies)
setelah penyerbukan dilakukan. Panen
buah dilakukan apabila buah sudah
menunjukkan ke masakan dengan tanda
gerigi buah sudah hampir datar, buah
padat sedikit agak lunak bila dipegang,
bekas petal bunga sedikit kekuningan
atau kadang-kadang bekas petal tadi
terlepas namun belum menguning warna
kulit buahnya. Buah dipotong beserta
tangkai buahnya dengan menggunakan
gunting atau pisau. Pengamatan
dilakukan terhadap umur panen, warna
kulit buah, ukuran buah.
D. Proses semai buah
Buah yang sudah dipanen
disemaikan dalam media ½ MS atau
Knudson C, susunan media tersebut ada
dalam lampiran. Media yang digunakan
tersebut ditambah dengan air kelapa 150
ml/l, air kentang (65 g/l air) dan pepton
1g/l. Cara menyemai buah yaitu diawali
dengan dicuci menggunakan deterjen,
kemudian dibersihkan dengan
menggunakan tissu yang diberi alkohol
70%. Sesudah itu buah disterilkan
dengan cara dibakar pada api bunsen
dengan sebelumnya dicelup dalam
alkohol 96% sebanyak 3 kali. Kemudian
buah dibelah dan biji disemai dalam
media secara kultur in vitro. Pengamatan
dilakukan terhadap kepadatan germinasi
biji dan embrio yang berkecambah,
pengamatan embrio dari biji anggrek
yang telah disemai diamati dibawah
mikroskop dengan perbesaran 10x.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil koleksi spesies Phalaenopsis dan
Paraphalaenopsis
Sejumlah 32 spesies Phalaenopsis
dan 3 spesies Paraphalaenopsis berupa
tanaman induk yang sudah pernah
berbunga dan belum berbunga berhasil
dikoleksi, berasal dari kolektor anggrek,
pedagang dan pemburu anggrek spesies
dari Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Kalimantan dan Sulawesi
juga dari Phillipina, Jerman, Malaysia,
Burma dan India.
Tabel 1. Spesies Phalaenopsis terkoleksi, asal dan status konservasinya (Phalaenopsis species
collected, origin and its conservation status)
No. Nama spesies
(Species name)
Dikoleksi dari
(Origin)
Habitat asli
(Habitat)
Status konservasi
(Conservation Status )
1. P. gigantea J.J. Smith Arie Jatim Kalimantan E (Borneo)
(WCMC, 1995)
2. P. corningiana Rchb. f. Pedagang
Kalimantan
Kalimantan Belum diketahui
(Puspitaningtyas,1999)
3. P. inscriptionensis Fowlie Foresta Jatim Sumatra
4. P. maculata Rchb.f. Ayub Jabar Kalimantan Belum diketahui
(Puspitaningtyas,1997)
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
185
No. Nama spesies
(Species name)
Dikoleksi dari
(Origin)
Habitat asli
(Habitat)
Status konservasi
(Conservation Status )
5. P. lowii Rchb.f. Ayub Jabar Burma
6. P. bellina (Rchb.f.) E. A.
Christ
Pedagang
Kalimantan
Kalimantan
7. P. cornu cervi
(Breda)Blume. Rchb.f.
Pedagang
Kalimantan
Kalimantan E (Jawa)
R (Sumatra)
E (Borneo) (WCMC,
1995)
8. P. celebensis Sw Pedagang Sulawesi Sulawesi
9. P. lindenii Loher Dedek Jatim Philipina
10. P. violacea Sumatra Witte Pedagang
Yogyakarta
Sumatra V (Sumatra)
V (Borneo) (WCMC,
1995)
11. P. florescensis Fowlie Dedek Jatim Flores
12. P. pallen (Lindl.) Rchb.f. HBO Jatim Philipina
13. P. equestris (Schauer)
Rchb.f.
HBO Jatim Philipina
14. P. fuscata Rchb.f. HBO Jatim Malaysia
15. P. amboinensis J.J. Smith Pedagang Sulawesi Sulawesi R (Sulawesi)
(Puspitaningtyas,1999)
16. P. venosa P. S. Shim &
Fowlie
Pedagang Sulawesi Sulawesi
17. P. sumatrana Korth &
Rchb.f.
Pedagang
Kalimantan
Sumatra R (Sumatra)
(Puspitaningtyas,1999)
18. P. fimbriata J. J. Smith Pedagang Jatim Jawa Timur I (Sumatra)
(Puspitaningtyas,1997)
19. P. pulcherima’ Red
Splash’
HBO Jatim
20. P. cornu cervi (Braem)
E.A. Christ f. alba
Hans Jabar Jerman
21. P. equestris (Schauer)
Rchb.f. f. flava
Hans Jabar Jerman
22. P. bastianii Gruss &
Rollke
Hans Jabar Philipina
23. P. pulchra Rchb.f. Hans Jabar Philipina
24. P. fasciata Rchb.f. Hans Jabar Philipina
25. P. lueddemanniana
Rchb.f.
Hans Jabar Philipina
26. P. amboinensis ‘Ambon’
J.J.Smith
Hans Jabar Ambon
27. P. viridis J. J. Smith Hans Jabar Sumatra
28. P. mariae Burbidge Hans Jabar Philipina
29. P. mannii Rchb.f. Hans Jabar India
30. P. modesta J. J. Smith Hans Jabar Kalimantan
31. P. schilleriana Rchb.f. Jabar Philipina
32. P. hieroglyphica Rchb.f. Hans Jabar Philipina
Keterangan: E= endanger (rawan), V= vunerable (genting), R=rare (jarang), I= indeterminate
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
186
Tabel 2. Spesies Paraphalaenopsis terkoleksi dan asalnya (Pharaphalaenopsis species
collected and its origin)
No. Nama spesies
(Species name)
Dikoleksi dari
(Origin)
Habitat asli
(Habitat)
1. Pp. labukensis Shim Arie Jatim Kalimantan
2. Pp. serpentilingua J. J. Smith Pedagang Kalimantan Kalimantan
3. Pp. laycockii M. R. Hand Sunarto Jatim Kalimantan
Dari hasil pengumpulan tanaman
yang sudah terkoleksi, sudah berhasil
didapatkan 32 spesies Phalaenopsis baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari
luar Indonesia. Sebagian data mengenai
kelangkaan anggrek Phalaenopsis di
dunia bisa didapatkan dari
WCMC,namun demikian untuk spesies
yang lain data keberadaannya belum
diketahui dengan jelas. Dari data
Indonesian Plant Diversity semua spesies
Phalaenopsis dikategorikan dalam
Appendix II yang berarti tidak terancam
punah keberadaannya namun
perdagangannya dikendalikan dalam
undang-undang (www.cites.org). Namun
menurut Puspitaningtyas (konsultasi
pribadi) spesies-spesies Phalaenopsis
sekarang ini keberadaannya di Indonesia
sudah dalam kondisi genting karena sulit
didapatkan di daerah asalnya diakibatkan
eksploitasi yang berlebihan. Empat
spesies Phalaenopsis yang tergolong
dilindungi Undang- undang yaitu P.
gigantea, P. violacea, P. sumatrana, P.
amboinensis, juga telah terkoleksi dan
sudah dapat diperbanyak dengan
menggunakan biji. Demikian pula 3 dari
4 spesies Paraphalaenopsis yang
tergolong langka yaitu Pp. laycockii. Pp.
serpentilingua dan Pp. labukensis sudah
terkoleksi (Dep. Kehutanan RI, 1999).
Pp. denevei sampai sat ini sudah sulit
didapatkan di habitat asalnya yaitu
Kalimantan karena sudah banyak dibawa
keluar daerahnya (Siregar, 2009
komunikasi pribadi), kalaupun bisa
didapatkan di kolektor harga sudah
sangat mahal. Demikian pula P. javanica
yang berasal dari Garut Jawa Barat
(Sweet, 1980), P. amabilis ’Pleihari’
yang berasal dari Pleihari Kalimantan
(Ardiansyah, 2011) di daerah asalnya
sudah tidak bisa didapatkan lagi karena
diburu oleh kolektor.
P. gigantea P. violacea Sumatra P. amboinensis P. sumatrana
Gambar 1. P. gigantea, P. violacea, P. sumatrana dan P. amboinensis
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
187
Pp. laycockii Pp. serpentilingua Pp. labukensis Pp. denevei
Gambar 2. Pp. laycockii. Pp. serpentilingua , Pp. labukensis dan Pp. denevei
Proses penyerbukan
Anggrek terkoleksi yang sudah
berbunga dikawinkan dengan cara selfing
maupun sibling. Pada anggrek
Phalaenopsis maupun Paraphalaenopsis
ini penyerbukan dilakukan dengan
bantuan manusia karena tanpa bantuan
sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri.
Jika terjadi pembuahan pada anggrek
tanpa bantuan manusia, kebanyakan
penyerbukan terjadi karena bantuan
tawon terutama pada spesies yang
bunganya beraroma wangi pada siang
hari (Christenson, 2001) . Penyerbukan
dilakukan pada hari kedua bunga mekar,
setelah bunga dalam satu rachis semua
kuntum bunga mekar.
Dalam satu tanaman maksimal
diserbukkan 2 bunga, jika penyerbukan
berhasil maka dalam 2 hari bunga
menjadi layu namun tidak gugur,
kemudian petal berubah warna dari
warna petal asal berubah menjadi warna
hijau dan bakal buah membengkak.
Pembengkakan bakal buah berlanjut dan
ukuran buah menjadi makin besar.
Sampai buah siap dipanen, petal bunga
yang menjadi hijau tetap menempel pada
bagian ujung buah atau ada pula petal
mengering dan terlepas dari ujung buah.
Tidak semua spesies Phalaenopsis
maupun Paraphalaenopsis selalu berhasil
diserbukkan dan membentuk buah. Dari
hasil penyerbukan 25 spesies
Phalaenopsis dan 2 spesies
Paraphalaenopsis, beberapa spesies tidak
berhasil membentuk buah (yaitu P.
pantherina, P. equestris, P. equestris
flava) atau prosentase terbentuk buah
sangat kecil yaitu pada P. celebensis
(Tabel 3). Menurut Puspaningtyas et al.,
2006 dikatakan fertilitas berbagai jenis
anggrek terutama jenis anggrek asal
Indonesia tidak banyak diketahui.
Keberhasilan biji bernas lebih ditentukan
faktor keberhasilan penyerbukan.
Kesehatan tanaman turut mempengaruhi
perkembangan biji. Pada anggrek
Paraphalaenopsis serpentilingua
keberhasilan membentuk buah tertinggi
terjadi pada penyerbukan outcrossing
(yaitu polinia di transfer ke dalam stigma
antar dua bunga yang berbeda dan berasal
dari dua individu tanaman) dibanding
selfing maupun intercross.
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
188
Tabel 3. Keberhasilan membentuk buah pada 25 spesies Phalaenopsis dan 2 spesies
Paraphalaenopsis (Table 3. Fruit formation on 25 Phalaenopsis species and 2
Paraphalaenopsis species)
No. Nama spesies
(Species name)
Cara penyerbukan
(Pollination method)
Keberhasilan
membentuk buah
(Fruit formation)
1. P. gigantea Selfing +
2. P. pantherina Selfing _
3. P. bellina selfing
sibling
+
+
4. P. cornu cervi Selfing +
5. P. celebensis Selfing
Sibling
_
_
6. P. lindenii Selfing +
7. P. violacea Sumatra selfing
sibling
+
+
8. P. florecensis Selfing +
9. P. equestris Selfing _
11. P. amboinensis selfing
sibling
+
+
12. P. venosa selfing
sibling
+
+
13. P. sumatrana Selfing +
14. P. schilleriana Selfing +
15. P. pulcherrima’ Red
Splash’
Selfing +
16. P. cornu cervi f. alba Selfing +
17. P. equestris f. flava selfing
sibling
_
_
18. P. bastianii ‘Philipine’ Sibling +
19. P. pulchra Selfing +
20. P. fasciata Selfing +
21. P. lueddemanniana Selfing +
22. P. amboinensis ‘ Ambon’ Selfing +
23. P. viridis Selfing +
24. P. manii Sibling +
25. P. mariae Selfing +
26. Pp. labukensis selfing
sibling
+
27. Pp. serpentilingua selfing
sibling
+
Keterangan: + adalah terbentuk buah; _ tidak terbentuk buah (+ fruit set; _ no fruit set)
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
189
Panen buah
Panen buah dilakukan apabila buah
sudah menunjukkan ke masakan dengan
tanda gerigi buah sudah hampir datar,
buah padat sedikit agak lunak bila
dipegang, bekas petal bunga sedikit
kekuningan atau kadang-kadang bekas
petal tadi terlepas. Umur buah masak
berbeda- beda tergantung spesiesnya dan
lokasi tempat tumbuhnya. . Hasil
pengamatan pada P. bellina ternyata
buah akan lebih cepat masak bila
tanaman ditanam di Pontianak
dibandingkan di Bogor atau di Malang,
makin panas suhu udara di lokasi
pertumbuhan tanaman buah akan lebih
cepat masak. Buah P. bellina akan masak
3-4 bulan bila ditanam di Pontianak,
sedangkan di Bogor (240 m dpl) akan
masak setelah buah berumur 5-6 bulan
dan di Cipanas (1100 mdpl) akan masak
lebih dari 6 bulan. Buah yang berukuran
kecil yaitu dengan panjang kisaran 7 cm
atau kurang umumnya berumur panen
lebih pendek dibanding buah yang
berukuran besar dengan panjang berkisar
14 cm. Umur panen buah yang berukuran
kecil berkisar 3,5 – 4 bulan sedangkan
buah berukuran besar 5 – 7 bulan (Tabel
4).
Menurut Mweetwa, Welbaum and
Tay, 2008, tidak cukup informasi yang
menyatakan fase yang tepat untuk buah
siap dipanen dan berkecambah dengan
baik. Hasil penelitian pada buah
Phalaenopsis amabilis yang dipanen
pada kondisi buah masih hijau yaitu 120
hari setelah polinasi menunjukkan
persentasi perkecambahan yang tertinggi
dibanding buah yang dipanen 140 hari
setelah polinasi dan biji sudah mulai
browning. Biji yang browning ini
ternyata dorman dan akan berkecambah
dengan perlakuan suhu rendah.
Tabel 4. Waktu panen, Warna buah dan Ukuran buah pada 23 spesies Phalaenopsis dan 2
spesies Paraphalaenopsis (Table 4. Fruit harvest, Fruit color, Fruit size on 23
Phalaenopsis and 2 Paraphalaenopsis species)
No. Nama spesies
(Species name)
Waktu panen
buah (bulan,
hari)
(Fruit harvest
time) (month,
day)
Warna buah
(Fruit color)
Ukuran buah maksimal
(Maximum fruit size)
Panjang
(Length)
(cm)
Diameter
(Diameter)
(cm)
1. P. gigantea 5 bln Hijau abu-abu 10 1,3
2. P. corningiana 5 bln Hijau 9 0,9
3. P. bellina 5 bln Hijau tua 13 1,3
4. P. cornu cervi 4 bln – 2 hr Hijau muda 4 0,6
5. P. lindenii 3 bln-10 hr Hijau muda 5 0,9
6. P. violacea Sumatra 5 bln Hijau tua 13 1,3
7. P. florecensis 4 bln Hijau keabuan 10,7 1,3
8. P. equestris 3 bln Hijau
kemerahan
3,2 0,5
9. P. amboinensis 6 bln Hijau tua 12, 5 1,2
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
190
No. Nama spesies
(Species name)
Waktu panen
buah (bulan,
hari)
(Fruit harvest
time) (month,
day)
Warna buah
(Fruit color)
Ukuran buah maksimal
(Maximum fruit size)
Panjang
(Length)
(cm)
Diameter
(Diameter)
(cm)
10. P. venosa 4 bln + 14 hr Hijau tua 10 1,2
11. P. venosa kuning 4 bln + 2 hr Hijau tua 10 1,2
11. P. pulcherrima’ Red
Splash’
3 bln Hijau
kemerahan
3 O,4
12. P.
bastiani’Philipine’
6 bln + 12 hr Hijau muda 4,7 1
13. P. pulchra 4 bln + 12 hr Hijau muda 4 0,7
14. P. fasciata hijau 5 0,8
15. P.lueddemanniana
‘Quezon’
hijau 7.6 0,8
16. P. ambonensis
‘Ambon’
6 bln + 3 hr Hijau muda 12,2 1,2
17. P. viridis 4 bln+20 hr Hijau keabuan 9,6 0,7
18. P. manii 4 bln + 19 hr Hijau sangat
muda
7 0.8
19. P. javanica 5 bln hijau 7,5 0,8
20. P. amabilis 3 bln + 20 hr hijau
21. P. celebensis 4 bln – 3 hr merah 5.0 0,5
22. P. violacea ‘ Blue’ 5 bln + 19 hr hijau
23. P. schilleriana 5 bln merah 10,5 0,8
24. Pp. labukensis 4 bln Hijau gelap
kemerahan
9 0,9
25. Pp. serpentilingua 4 bln Hijau gelap
kemerahan
9 0,9
Proses semai buah
Buah yang diperkirakan telah
masak disemai secara kultur in vitro
dengan menggunakan media ½ MS atau
70% Knudson C (susunan ada pada
lampiran 1). Dari sejumlah buah spesies
Phalaenopsis dan Paraphalaenopsis yang
disemai tidak semua buah berkecambah
dengan baik. Ada buah yang
berkecambah padat, ada yang sedikit, ada
yang pada awalnya browning baru
setelah lebih dari 8 bulan berkecambah
sedikit dan ada yang tidak berkecambah
(Tabel 5).
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
191
Tabel 5. Germinasi biji pada 21 spesies Phalaenopsis dan 2 spesies Paraphalaenopsis (Table 5.
Seed germination on 21 Phalaenopsis and 2 Paraphalaenopsis species)
No. Nama spesies
(Species name)
Germinasi (Germination)
Padat
(Solid)
Sedikit
(less )
Browning
(Browning)
Tidak
berkecambah
(No
germination)
1. P. gigantea x
2. P. amabilis ’
Plehari’
x
3. P. cornu cervi x
4. P. bellina x x x
5. P. lindenii x
6. P. violacea
‘Sumatra’
x
7. P. violacea ‘blue’ x
8. P. viloacea ‘alba’ x
9. P. florecensis x
10. P. amboinensis x
11. P. venosa x
12. P. venosa kuning x
13. P. sumatrana x
14. P. pulcherrima’ Red
Splash’
x
15. P. amboinensis
‘Ambon’
x
16. P. viridis x
17. P. corningiana x x
18. P. javanica x
19. P. manii x
20. P. bastiani x
21. P. fasciata x
22. Pp. labukensis x
23. Pp. serpentilingua x
A. B. C.
Gambar 3. A. Biji yang berkecambah sedikit,B. Biji yang berkecambah sedang ,C. Biji yang
berkecambah dalam jumlah banyak. (A. Seed less germinated, B. Seed germinated
more, C. Seed fully germinated)
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
192
Dari hasil pengamatan buah yang
browning dan lambat berkecambah
ternyata pada buah tersebut, biji telah
lepas dari testanya dan sudah berwarna
kecoklatan yang berarti buah lewat
masak, sehingga biji mengalami
dormansi sesuai dengan hasil penelitian
Mweetwa, Welbaum and Tay, 2008.
Sedangkan buah P. violacea Sumatra
yang berkecambah padat yaitu yang
dipanen pada kondisi buah hijau yang
berumur 5 bulan setelah polinasi. Pada
spesies ini bila dipanen pada umur 6
bulan setelah polinasi yaitu biji sudah
berwarna kecoklatan dan lepas dari
testanya juga akan berkecambah sedikit
dan lambat.
Dari hasil pengamatan buah yang
disemai pada umur 1 bulan dan diamati
dibawah mikroskop, nampak bila hasil
semaian berwarna putih jernih atau hanya
terdiri dari serabut-serabut putih ternyata
pada butiran-butiran biji yang jernih tidak
nampak calon embrio yang akan
berkecambah atau bahkan tidak ada
embrionya, yang berarti biji tidak bernas
(Puspaningtyas et.al., 2006). Sedangkan
bila semaian nampak kehijauan maka
pengamatan dibawah mikroskop ada
butiran-butiran biji dengan setiap butiran
ada calon embrio yang tumbuh.
Pengamatan pada 4 spesies Phalaenopsis
yaitu P. mariae, P. viridis, P. celebensis,
P. schilleriana dan 2 spesies
Paraphalaenopsis labukensis dan Pp.
serpentilingua didapat bahwa hanya P.
viridis yang menampakan butiran biji
yang ada calon embrionya berwarna
hijau, yang lainnya semua butiran
berwarna putih bening tanpa calon
embrio.
KESIMPULAN
1. Telah berhasil dikoleksi sebanyak 32
spesies Phalaenopsis dengan
variannya dan 3 spesies
Paraphalaenopsis sebagai tanaman
induk dan sebagian besar telah
diperbanyak dengan menggunakan biji
secara in vitro.
2. Tidak semua spesies berhasil
diserbukan dan membentuk buah,
tidak semua buah menghasilkan biji
dan bisa berkecambah. P. gigantea, P.
violacea Sumatra, P. venosa dan P.
hieroglyphica berkecambah dengan
sangat baik dan protocorm yang
dihasilkan padat.
3. Waktu masak buah berbeda-beda
tergantung spesies, berkisar 3-7 bulan
SARAN
1. Masih perlu dilakukan penelitian
mengenai media yang sesuai untuk
beberapa spesies yang sulit, lambat
berkecambah atau pertumbuhan biji
maupun protocorm yang lambat
perkembangannya.
2. Masih perlu dilengkapi koleksi spesies
Phalaenopsis yang bernilai komersial
maupun Paraphalaenopsis denevii
yang belum dimiliki.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penghargaan dan ucapan terima
kasih disampaikan kepada Nina Marlina
yang telah membantu pelaksanaan
penelitian ini.
Prosiding Seminar Nasional Anggrek 2012
193
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, E. 2011. Cinta anggrek spesies
Indonesia. http://
Indonesianorchids.wordpress.com
Christenson, E. A. 2001. Phalaenopsis. A
Monograph. Timber Press. Potrland,
Oregon. 330 p.
Chen, J.T. and W.C. Chang, 2004. Induction
of Repetitive Embryogenesis from
Seed-Derived Protocorms of
Phalaenopsis amabilis var. Formosa
Shimadzu. In Vitro Cell. Dev. Biol.
Plant 40: 290-293.
Dep. Kehutanan Republik Indonesia (1999).
Anggrek yang Dilindungi Undang-
Undang, Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia, No. 7 Tahun
1999, Tanggal 27 Januari 1999.
Kauth, P. 2005. In Vitro Seed Germination
and Seedling Development of
Calopogon tuberosus And Sacoila
lanceolata var. lanceolata: Two
Florida Native Terrestrial Orchid. A
thesis. University of Florida.
Murdad, R., M. Abd. Latip, Z. Abdul Aziz
and R. Ripin, 2010. Effects of carbon
source and potato homogenate on in
vitro growth and development of
Sabah’s Endangerd orchid:
Phalaenopsis gigantea. AsPac J. Mal.
Biol.Biotechnol Vol. 18(1): 199-202.
Mweetwa, A. M., G. E. Welbaum and D.
Tay, 2008. Effects of development,
temperature, and calcium hypochlorite
treatment on in vitro germinability of
Phalaenopsis seeds . Scientia
Horticulturae, Vol. 117 : 257-262
Puspaningtyas, D. M. 1997. Phalaenopsis
javanica J.J.Smith. Eksplorasi (3)2, p.
5.
-------------------------. 1999. Koleksi Jenis-
jenis anggrek Phalaenopsis di Kebun
Raya Bogor. Prosiding Seminar
Nasional Konservasi Flora Nusantara.
UPT BP Kebun Raya-LIPI, hal. 180-
186
Puspaningtyas, D. M., Sofi Mursidawati,
Suprih Wijayanti. 2006. Studi fertilitas
anggrek Paraphalaenopsis
serpentilingua (J.J.Sm.) A.D. Hawkes.
Biodiversitas 7(3), hal.237-247.
Sweet, H. R. 1980. The Genus Phalaenopsis.
Day Printing Corp., Pomona,
California. P 78-79.
Teob, E. S. , 1989. Orchids of Asia.
Singapore: Times books International;
1989:125-134.
www.RHS.org
www.cites.org
Lampiran 1. Susunan media MS dan Knudson C MS Knudson C MS Knudson C
(mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l)
Macro CoCL2 6H2O 0.025
NH4NO3 1650.00 500.00 Al3.6H2O 0.054
(NH4)2 SO4 500.00 FeCl3.6H2O 1.00
KNO3 1900.00 NiCl2.6H2O 0.025
Ca (NO3)2 4H2O 241.30 Fe chelate
Mg SO4 180.54 122.15 FeNaEDTA 36.70 30.00
Ca Cl2 332.02 Vitamin
Na HPO4 H2O Myo inositol 100.00
KH2PO4 170.00 250.00 Thiamine HCl 1.00
KCl 250.00 Nicotinic acid 0.50
Ca3(PO4)2 Pyridoxine HCl 0.50
Micro Glycine 2.00
H3BO3 6.20 6.20 Air kelapa (cc/l) 100 100
KI 0.83 0.015 Carbon Source
MnSO4. H2O 16.90 0.08 Sucrose (g/l) 20 20
ZnSO4. 7H2O 8.60 1.00 Gelling agent
Na2MoO4 2H2O 0.25 Agar (g/l) 7 7
CuSO4 5H2O 0.025 0.03 pH 5.8 5.8