makalah pendidikan pancasila

19
MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA KONFLIK SARA Disusun oleh : Agnesia Brilianti Kananlua (128114129) Vicky Wijoyo (128114131) Stephanie (128114145) Siti Sisca Audya (128114151) Edward Christian (128114156) Sona Karisnata Inriano (128114167) FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

Upload: sona-karisnata-inriano

Post on 10-Aug-2015

370 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

Konflik Sara

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

KONFLIK SARA

Disusun oleh :

Agnesia Brilianti Kananlua (128114129)

Vicky Wijoyo (128114131)

Stephanie (128114145)

Siti Sisca Audya (128114151)

Edward Christian (128114156)

Sona Karisnata Inriano (128114167)

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2012

Page 2: MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang plural. Pluralisme dalam bangsa

Indonesia terlihat dari budaya, suku, bahasa, agama, dan golongan yang beraneka ragam.

Pluralisme ini sebenarnya menjadi suatu kebanggaan bagi bangsa Indonesia di mata

dunia. Tetapi di lain sisi, kemajemukan (pluralisme) ini menjadi suatu pemicu konflik

antarwarga masyarakat.

Dewasa ini, kehidupan masyarakat Indonesia di beberapa daerah mulai tidak

kondusif. Hal ini disebabkan terjadinya beberapa konflik antarwarga daerah tertentu.

Konflik SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan) marak terjadi di Indonesia.

Konflik ini didasarkan oleh sentimen identitas yang menyangkut agama, suku, golongan,

bahasa, dan ras. Sungguh sangat memprihatinkan bahwa di zaman yang sudah modern

seperti ini, masyarakat Indonesia tidka dapat terbuka terhadap suatu perbedaan.

Masyarakat masih terjebak dalam pola pikir primitif yang mana menganggap

kepunyaannya adalah yang paling baik.

Suatu perbedaan itu sudah selayaknya dipandang sebagai suatu anugerah. Dengan

adanya perbedaan masyarakat dapat saling mengisi dan melengkapi. Seharusnya

masyarakat dapat membandingkan dan mengambil nilai positif dari setiap perbedaan

yang ada. Sifat-sifat positif tersebut kemudian dapat pula diterapkan di dalam kehidupan

masing-masing golongan. Sehingga masyarakat Indonesia dapat berkembang.

Keprihatinan ini yang melatarbelakangi penulis untuk mengangkat Konflik SARA

sebagai judul makalah ini. Sebagai generasi muda, kitaseharusnya dapat meredam

konflik SARA yang sering terjadi tersebut. Banyak cara yang dapat dilakukan generasi

muda untuk dapat mengubah pikiran masyarakat yang primitif terhadap pluralisme

menjadi pola pikir yang terbuka terhadapat pluralisme.

Page 3: MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, pemulis mengangkat

beberapa permasalahan yang akan di bahas dalam makalah ini. Adapun masalah yang

akan dibahas adalah sebagai berikut:

1. Apa penyebab terjadinya konflik SARA?

2. Bagaimana hubungan nilai-nilai Pancasila dengan konflik tersebut?

3. Apa saja tindakan konkret yang dapat dilakukan generasi muda untuk mengatasi

konflik tersebut?

I.3. Tujuan

Adapun tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan makalah ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apa saja penyebab terjadinya konflik SARA.

2. Untuk mengetahui bagaimana hubungan nilai-nilai Pancasila dengan konflik

tersebut.

3. Untuk mengetahui apa saja tindakan konkret yang dapat dilakukan generasi

muda untuk mengatasi konflik tersebut.

Page 4: MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

BAB II

PEMBAHASAN

II.1. Faktor Penyebab Konflik SARA

Kemajemukan bangsa Indonesia merupakan suatu hal yang patut dibanggakan

di mata dunia. Indonesia memiliki harta yang paling berharga yang tidak dapat dimiliki

oleh bangsa-bangsa lain, yaitu kemajemukan. Kemajemukan di Indonesia meliputi

agama, ras, suku, budaya, dan adat istiadat. Apabila dilihat dengan kacamata positif, hal

ini merupakan suatu anugerah yang sangat besar yang patut disyukuri. Kemajemukan

yang seharusnya mempersatukan bangsa Indonesia, dapat saja menjadi pemicu dari

munculnya suatu perpecahan antar warga masyarakat. Hal ini disebabkan karena pola

pikir masyarakat yang masih primitif mengenai golongannya masing-masing. Sifat

mengagung-agungkan golongan masing-masing menjadi salah satu faktor utama

terjadinya suatu konflik.

Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang

atau lebih dimana satu pihak berusaha menghancurkan pihak lainnya atau membuatnya

tidak berdaya.Konflik ini bisa disebabkan oleh perbedaan antar individu atau

kelompok, di antaranya adalah perbedaan latar belakang seperti agama, suku, atau ras.

Faktor-faktor terjadinya konflik antara lain:

1. Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan

2. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk karakter yangberbeda

3. Perbedaan kepentingan antar individu atau kelompok

4. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam suatu masyarakat

Konflik bukanlah sesuatu yang mudah untuk dihindari dalam suatu kehidupan

bermasyarakat. Konflik kepentingan yang kita angkat dalam kelompok ini adalah

konflik mengenai SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan). SARA adalah

berbagai pandangan dan tindakan yang didasarkan pada sentimen identitas yang

menyangkut keturunan, kebangsaan, agama atau kesukuan. Setiap tindakan yang

melibatkan kekerasan, diskriminasi dan pelecehan yang didasarkan pada identitas diri

dan golongan dapat digolongkan sebagai SARA. SARA dapat digolongkan menjadi 3

golongan yaitu :

1. Individual : merupakan tindakan SARA yang dilakukan oleh individu maupun

kelompok. Termasuk di dalamnya tindakan maupun pernyataan yang bersifat

Page 5: MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

menyerang, mengintimidasi, menghina, atau melecehkan identitas diri maupun

golongan.

2. Institusional : merupakan tindakan SARA yang dilakukan oleh suatu

institusi, termasuk negara, yang telah membuat suatu peraturan ataupun kebijakan

yang secara langsung maupun tidak langsung, daisengaja maupun tidak,

merupakan suatu peraturan diskriminatif dalam struktur organisasi maupun

kebijakannya.

3. Kultural : merupakan penyebaran mitos, tradisi, dan ide-ide

diskriminatif melalui struktur budaya masyarakat.

Di Indonesia, akhir-akhir ini sering terjadi konflik yang berkaitan dengan SARA

(Suku, Agama, Ras, Antar Golongan). SARA merupakan pandangan atau tindakan

yang didasarkan pada sentimen identitas masyarakat yang meliputi suatu suku, agama,

ras, budaya, keturunan, dan golongan. Konflik mengenai SARA selalu diwarnai dengan

aksi kekerasan, pengucilan, diskriminasi, serta pelecehan antar golongan. Pemicu dari

konflik ini sendiri adalah adanya salah satu pihak yang mudah tersinggu karena merasa

dilecehkan nama golongannya oleh kelompok lain. Masyarakat yang terlibat konflik

SARA merupakan masyarakat yang masih terjebak dalam pola pikir yang masih

primitif terhadap perbedaan. Artinya, masyarakat ini tidak mau atau menolak adanya

perbedaan. Mereka merasa golongan mereka adalah yang paling bagus dan paling

utama.

Konflik-konflik SARA mungkin memanglah sudah menjadi konsumsi umum

dan tidak jarang lagi kita temui di Indonesia. Perselisihan antar agama yang sudah

menjadi fenomena umum. Diskriminasi antar ras dalam suatu institusi atau

kepengurusan dari yang sederhana sampai di tingkat DPR. Konflik dan perang antar

suku, atau bahkan intern suatu suku atau golongan. Semua masalah ini berakar dari

keegoisan masing-masing golongan atau kelompok yang tidak mau mengalah dan

senantiasa bersaing satu sama lain. Nampaknya juga tidak ada suatu tindakan yang

berarti yang mampu menyadarkan masyarakat kita dan menghentikan rentetan konflik

ini.

Selain karena kepentingan pribadi, konflik SARA juga disebabkan oleh adanya

kesenjangan ekonomi. Kesenjangan ekonomi ini yang menyebabkan kecemburuan

sosial terhadap suatu golongan. Kecemburuan sosial itu diperparah dengan adanya

tindakan anarkis dari masing-masing pihak. Misalnya saja dapat dilihat dari kasus

Page 6: MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

konflik kecemburuan sosial antara pribumi dengan keturunan Tiong Hua. Masyarakat

Tiong Hua dianggap sebagai pendatang, namun mereka terlihat lebih sukses

dibandingkan dengan pribumi. Maka muculah sentimen negatif pada pribumi terhadap

masyarakat Tiong Hua. Masyarakat pribumi lebih cenderung mudah tersinggung

dengan perlakuan masyarakat Tiong Hua. Masyarakat pribumi mudah untuk memprotes

atau melakukan tindakan yang anarkis untuk membela golonganya. Begitu juga dengan

masyarakat Tiong Hua yang akan terus membela kepentingan golongannya.

Stigmatisasi merupakan salah satu hal yang berkaitan erat dengan konflik

SARA. Stigmatisasi ini yang terkadang menjadi pemicu adanya konflik tersebut.

Stigmatisasi merupakan suatu anggapan negatif terhadap suatu golongan. Di sini

berarti, suatu golongan memiliki anggapan yang negatif terhadap golongan lain.

Bahkan saat golongan yang menjadi objek stigmatisasi melakukan perbuatan baik,

misalnya membantu, golongan yang melakukan stigmatisasi akan merasa mudah

tersinggng. Stigmatisasi ini juga tidak lepas dari adanya etnosentisme. Etnosentisme

merupakan suatu anggapan bahwa golongannya merupakan yang paling hebat dan

utama. Apabila setiap golongan hidup dalam stigmatisasi dan etnosentisme maka

konflik SARA dipastikan akan terus terjadi, mengingat Indonesia memiliki banyak

suku dan golongan. Contohnya saja peristiwa sampit yang terjadi di Kalimantan antara

suku Dayak dan suku Madura.

Selain itu, konflik SARA juga dapat terjadi karena kebijakan-kebijakan

pemerintah yang hanya menguntungkan satu golongan saja. Misalnya saja undang-

undang mengenai penodaan agama. Undang-undang ini menimbulkan banyak

pertentangan karena ada pasal-pasal yang dapat diinterpretasikan dalam segala hal yang

menguntungkan penganut agama yang sedang berkuasa. Hal ini memicu terjadinya

konflik atas dasar ketidakadilan. Penganut agama lain tentu merasa dirugikan dengan

adanya kebijakan ini. Sehingga muncul anggapan negatif terhadap penganut agama

yang diuntungkan serta timbul suatu kebencian di antara mereka. Sehingga konflik

SARA dapat saja mudah terjadi.

Page 7: MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

II.2. Konflik SARA dan Hubungannya dengan Pancasila

Era globalisasi yang sedang melanda masyarakat dunia, cenderung melebur

semua identitas menjadi satu, yaitu tatanan dunia baru.Masyarakat Indonesia ditantang

untuk makin memperkokoh jati dirinya.Bangsa Indonesia pun dihadapkan pada

problem krisis identitas, atau upaya pengaburan (eliminasi) identitas. Hal ini didukung

dengan fakta sering dijumpai masyarakat Indonesia yang dari segi perilaku sama sekali

tidak menampakkan identitas mereka sebagai masyarakat Indonesia. Padahal bangsa ini

mempunyai identitas yang jelas, yang berbeda dengan kapitalis dan fundamentalis,

yaitu Pancasila. Krisis identitas yang mulai tergerus itulah yang menyebabkan

banyaknya perbedaan diantara golongan dan berdampak timbulnya konflik ataupun

permusuhan.

“Bangsa Indonesia krisis identitas. Pluralisme yang menjadi alasan berdirinya

NKRI (Negara KesatuanRepublik Indonesia), terancam,” ucap Gus Dur. Beliau

kemudian menjelaskan sejarah Indonesia yang sejak abad ke-18 telah menunjukkan

kultur bangsa dan semangat yang berkobar. Meskipun demikian bangsa Indonesia pada

tataran selanjutnya masih banyak terjadi konflik yang berbau SARA, seperti konflik

yang terjadi antara Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan Ahmadiyah.

Konflik tersebut menjadi konflik yang struktural, artinya konflik tersebut

berlanjut dan dengan adanya tindakan nyata dari kedua belah pihak untuk saling

memenangkan argumen mereka. Menurut MUI, pemerintah kurang tegas dalam

menangani masalah tersebut sehingga menimbulkan masalah baru yang bersifat

struktural dan berkelanjutan.

Jika dihubungkan dengan prinsip moral dan ajaran nilai-nilai Pancasila yang ada

dianut oleh masyarakat Indonesia, konflik SARA ini jelas sangat bertenangan dengan

prinsip dasar yang dijunjung tinggi oleh bangsa kita ini. Konfik SARA yang

berhubungan dengan agama dan menentang suatu agama atau kepercayaan lain telah

melawan prinsip Ketuhanan yang dijunjung jelas di sila pertama. Suatu konflik jelas

telah menyingkirkan nilai Kemanusiaan yang ada di sila kedua (Kemanusiaan yang adil

dan beradab). Suatu konflik antar golongan juga berdampingan dengan timbulnya suatu

perpecahan yang bertentangan dengan sila ketiga (Persatuan Indonesia). Belum lagi

Page 8: MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

dampak dari konflik SARA yang bisa mengakibatkan suatu pihak yang merasa

dirugikan juga bertentangan dengan prinsip keadilan di sila kelima.

Pada dasarnya, agama merupakan pondasi hidup setiap manusia, tanpa adanya

agama manusia tidak bisa berpikir secara naluri dan tidak bisa membedakan mana yang

benar dan mana yang salah. Indonesia merupakan negara yang meyakini keberadaan

agama. Sebagai bukti, ada 6 keyakinan yang terdapat di Indonesia dan masing-masing

keyakinan mempunyai dasar atau pun pedoman sesuai dengan keyakinannya.

Pancasila khusus nya Sila ke-1 berbunyi “Ketuhanan Yang MahaEsa”, sudah

jelas dan tidak diragukan lagi, setiap manusia pasti mempunyai Tuhan dan percaya

bahwa Tuhan itu ada. Keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat yang berbeda

kepercayaan merupakan wujud nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dalam

bentuk keharmonisan, kebersamaan, ketentraman, dan sebagainya. Perbedaan

keyakinan yang terdapat di dalam masyarakat itu merupakan multikulturalisme bangsa

Indonesia. Namun, tidak jarang hal tersebut justru mendorong berbagai keributan atau

pun kerusuhan. Substansi kerusuhan tersebut sangat sempit dan kecil, tapi bisa juga

menjadi kerusuhan berskala besardansulituntukmenemukanjalantengahnya, dan bahkan

bisa membawa nama masing-masing kelompok tersebut dalam ranah konflik yang

bersifat SARA (Suku, Agama, Ras, danAntarGolongan).

Krisis agama yang bersifat kerusuhan tersebut tidak hanya terdapat pada

masyarakat yang berbedakeyakinan, bahkan tak jarang dari mereka yang mempunyai

keyakinan dan tujuan yang sama justru malah mengalami konflik internal. Hal tersebut

dikarenakan rendah nya jiwa nasionalisme bangsa, yaitu jiwa yang mengikat kita pada

satu rasa dan satu tujuan. Modal sosial terbentuk karena trust (kepercayaan) masyarakat

terhadap apa yang mereka dengar dan lihat. Pancasila berperan penting dalam segala

hal, begitu pula dalam keagamaan.

Fundamentalismeseperti yang telahdikemukakanoleh Karen Armstrong,

merupakansalahsatufenomena yang sangatmengejutkanpadaabad ke-

20.Begitumengerikanekspresidarifundamentalismeini, peristiwa paling

menghebohkandunia yang terjadipadaSeptember 2001

silamyaitupenghancurangedung World Trade Center (WTC) di New York,

AmerikaSerikat, kejadiantersebutdihubungkandenganfundamentalisme. Sementara di

Page 9: MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

Indonesia terjadiperistiwabombunuhdiri di berbagaitempatsepertiBom Bali I, Bom

Bali II, BomKedutaanBesar Australia di Jakarta, dan lain sebagainya. Motif

dariperistiwaitutidakjauhdarifundamentalisme agama yaitumenghalalkansegalacara

demi mencapaitujuandengandilandasifanatisme agama yang berlebihan.

Fenomena yang disebut sebagai fundamentalisme agama tersebut memang tidak

dapat dilepaskan dari situasi sosial, politik, dan ekonomi

masyarakatkita.Kegagalanpemerintahmengatasikemiskinandanmasalah-

masalahekonomiselalumembuatmasyarakattergodauntukmelakukankekerasandalammen

yalurkanaspirasinya. Di sampingitu,

ketidaktegasanaparatjugaturutmemberiandilbagikelangsunganhiduporganisasi yang

identikdengankekerasandalammengemukakanpendapatnya.Sehinggadapatdikatakanbah

waselamatidakadaperubahandarikondisisosial, politik,

danekonomimasyarakatdanselamaaparattidaktegasdalammenindakkejadian-

kejadiansepertiitu, hal-halitutetapakanterusberlangsung.

Contoh konflik SARA lainnya ialah perang salib. PerangSalib (1069-1291)

merupakanperangantarumat Kristen Eropadenganumat Islam yang memperebutkan

Yerussalem atau Palestina. Perang Salib berlangsung hinggatujuh kali (PerangSalib VII

tahun 1270-1291) status Yerusalem atau Palestinatidakberubah, yaitutetapdikuasaiumat

Islam. Bahkan kedudukan bangsa Barat atau Kristen di SyiradanPalestinahilang.

II.3. Solusi

Konflikberlatar SARA (suku, agama, ras,

danantargolongan)seringsekalimerebutnyawa-

nyawatidakbersalahsebagaikambinghitamdaripelampiasan ego merekamasing-

masing.Perbedaanaliran yang

menjadifaktorpemicumembuatinsidenberdarahtersebutmenjadiisunasional.Semua media

cetakdanelektroniktertarikuntukmenyajikannyasebagaiberitautamaselamabeberapahari.

Beragamkomentardanaksisimpatik

punmengalirdarisegenapkomponenbangsamulaidaripresidensampaimasyarakatbiasa.Na

mun, yang diharapkandisinitidakhanyasekedaraksisimpatik yang

terucapbelakasaja.Perbuatanatautindakansekecilapapun yang

Page 10: MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

mendukunguntukterciptanyapersatuandankesatuan yang kokohmerupakantindakan yang

berharga.

Sebenarnya konflik berbau SARA ini tidak harus terjadi dan bisa ditanggulangi

dengan jalan kesadaran dan keterbukaan antar golongan sehingga bersedia

mengesampingkan egonya masing-masing demi kebaikan dan kerukunan antar

golongan. Prinsip keterbukaan ini memang klise dan telah sangat sering digembor-

gemborkan namun memang inilah prinsip dasar yang masih perlu dipertahankan.

Sebagai generasi muda, sudahlah menjadi kewajiban bagi kita untuk merubah “tradisi”

dan cara pandang kolot dari masyarakat negri kita yang masih saja mengkotak-

kotakkan masyarakatnya yang multikultur ini.

Banyakpihak yang menyayangkanataumengutukperistiwatersebut, tetapi yang

paling positifadalahresponscepatmasyarakatlainuntukikutbertanggungjawabataskonflik

yang terjadikarenakesadaranmerekasebagaibagiandaribangsa Indonesia.

Meskipunberasaldarisuku, agama, maupunras yang

berbeda,kelompokmasyarakatiniberusahauntukmenyatukanperbedaanmerekamenjadise

buahharmoni yang membangkitkan rasa persatuandankesatuan yang kokoh,

sehinggadiharapkanmasyarakat yang

sedangbertikaitersebutdapatmelihatdarisudutpandang lain

mengenaimasalahperbedaantersebut. Padatitikini,

semualapisanmasyarakatdiharapkandapatberperanaktifdalam proses recovery yang

sedangberlangsung, agar masalahpertikaian yang disebabkanolehkonflik SARA

dapatsegeraterselesaikandantidakberkepanjangan.

Proses recovery iniharusdilaksanakandenganbaikagar dapatterciptakehidupan

yang harmonis di masadepan.Namun, bukanberartidenganadanya proses recovery

pascakonflikmakakonflik SARA yang seringterjadi di Indonesia dapatdianggapremeh.

Supaya proses recovery tersebuttidakmenjadirutinitaspascakonflik,

perluketerlibatansemuaelemenbangsa,

baikstructuralmaupunculturaldalamproyekrekonsiliasidanrekonstruksi yang

komprehensif.

Langkahkrusial yang harussegeradilakukanadalahmengusuttuntassemuapihak

yang

Page 11: MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

berusahauntukmemecahbelahkesatuanbangsakitadenganmemprovokasipihaktertentume

ngenaiperbedaan yang terjadidalammasyarakat yang seharusnyabukanmerupakanhal

yang negativemelainkanpositifbilakitamaumenelusurinyalebihjauh.

Di sampingitu, pemerintahharuslebihseriusmenjalankan amanah UUD 1945 Pasal

28 dan 29, supayatiapwargabenar-benarmendapatkanhaknyadalammemeluk

agamadanmelaksanakankeyakinanmereka.Pemerintahtidak

bolehraguuntukmengerahkansetiapinstrumen yang dimiliki demi

tegaknyapelaksanaanundang-undangini, termasukBadanIntelijen Negara (BIN).

Secara teoritis hal yang perlu dilakukan untuk mengatasi konflik SARA ini antara

lain:

1. Pencegahan konflik

Langkah ini merupakan perwujudan tindakan-tindakan preventif untuk

mencegah terjadinya suatu perbedaan pendapat atau hal-hal yang dapat menjadi

pemicu terjadinya konflik. Membentuk suatu kehidupan yang saling rukun dan

membantu satu sama lain tanpa memandang perbedaan yang ada merupakan suatu

langkah kecil yang dapat mengawali tahap ini.

2. Penyelesaian konflik

Apabila konflik telah terjadi, maka suatu penyelesaian harus secepat mungkin

dibuat agar tidak terjadi hal-hal lain yang tidak diinginkan. Suatu mediasi dari

petinngi atau pihak yang dipercaya mungkin dibutuhkan, dan yang paling penting

adalah kesiapan hati dari masing-masing pihak untuk menyelesaikan konflik

tersebut.

3. Pengelolaan konflik

Selama terjadi suatu ketegangan antar golongan, baiklah supaya tiap pihak

mampu mengelola emosi nya dan tidak menimbulkan suatu pertikaian yang

mampu merugikan pihak-pihak yang tidak bersalah. Pengelolaan dan kontrol

konflik ini juga membutuhkan suatu keterbukaan antar golongan.

4. Resolusi konflik

Resolusi konflik merupakan upaya untuk menganalisa sebab-sebab terjadinya

konflik dalam upaya membangun suatu hubungan dan pemikiran baru dari tiap-tiap

golongan atau kelompok yang terlibat konflik.

5. Transformasi konflik

Page 12: MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

Adalah suatu upaya mengatasi sumber-sumber konflik dengan mengalihkan

kekuatan negatif dari sumber perbedaan kepada kekuatan positif.

BAB III

PENUTUP

III.1. Kesimpulan

1. Faktor yang menyebabkan konflik SARA di Indonesia, yaitu:

Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan

Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk karakter yangberbeda

Perbedaan kepentingan antar individu atau kelompok

Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam suatu masyarakat

2. Hubungan konflik SARA dengan Pancasila, yaitu konfik SARA yang berhubungan

dengan agama dan menentang suatu agama atau kepercayaan lain telah melawan

prinsip Ketuhanan yang dijunjung jelas di sila pertama. Suatu konflik jelas telah

menyingkirkan nilai Kemanusiaan yang ada di sila kedua (Kemanusiaan yang adil

dan beradab). Suatu konflik antar golongan juga berdampingan dengan timbulnya

suatu perpecahan yang bertentangan dengan sila ketiga (Persatuan Indonesia).

Belum lagi dampak dari konflik SARA yang bisa mengakibatkan suatu pihak yang

merasa dirugikan juga bertentangan dengan prinsip keadilan di sila kelima.

3. Solusi untuk mengatasi konflik SARA yaitu dengan pencegahan konflik,

penyelesaian konflik, pengelolahan konflik, resolusi konflik, dan transformasi

konflik.

III.2. Saran

Agar konflik SARA ini terjadi secara terus-menerus, masyarakat sebaiknya saling

menghargai dan menghormati setiap perbedaan yang ada. Dengan begitu kerukunan

antarwarga dapat tercapai sehingga tidak terjadi konflik SARA yang berkepanjangan.

Page 13: MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA