makalah pemilu 2014

22
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemilihan umum telah dianggap menjadi ukuran demokrasi karena rakyat dapat berpartisipasi menentukan sikapnya terhadap pemerintahan dan negaranya. Pemilihan umum adalah suatu hal yang penting dalam kehidupan kenegaraan. Pemilu adalah pengejewantahan sistem demokrasi, melalui pemilihan umum rakyat memilih wakilnya untuk duduk dalam parlemen, dan dalam struktur pemerintahan. Ada negara yang menyelenggarakan pemilihan umum hanya apabila memilih wakil rakyat duduk dalam parlemen, akan tetapi adapula negara yang juga menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih para pejabat tinggi negara. Pemilihan umum di Indonesia menganut asas "LUBER" yang merupakan singkatan dari "Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia". Asal "Luber" sudah ada sejak zaman Orde Baru. Langsung berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan. Umum berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara. Bebas berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun, kemudian Rahasia berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri. 1

Upload: fida-thoyyibah

Post on 06-Dec-2015

206 views

Category:

Documents


41 download

DESCRIPTION

makalah pemilu

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANA. LATAR BELAKANGPemilihan umum telah dianggap menjadi ukuran demokrasi karena rakyat dapat berpartisipasi menentukan sikapnya terhadap pemerintahan dan negaranya. Pemilihan umum adalah suatu hal yang penting dalam kehidupan kenegaraan. Pemilu adalah pengejewantahan sistem demokrasi, melalui pemilihan umum rakyat memilih wakilnya untuk duduk dalam parlemen, dan dalam struktur pemerintahan. Ada negara yang menyelenggarakan pemilihan umum hanya apabila memilih wakil rakyat duduk dalam parlemen, akan tetapi adapula negara yang juga menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih para pejabat tinggi negara.Pemilihan umum di Indonesia menganut asas "LUBER" yang merupakan singkatan dari "Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia". Asal "Luber" sudah ada sejak zaman Orde Baru. Langsung berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan. Umum berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara. Bebas berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun, kemudian Rahasia berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri.Kemudian di era reformasi berkembang pula asas "Jurdil" yang merupakan singkatan dari "Jujur dan Adil". Asas jujur mengandung arti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Asas adil adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu.Umumnya yang berperan dalam pemilu dan menjadi peserta pemilu adalah partai-partai politik. Partai politik yang menyalurkan aspirasi rakyat dan mengajukan calon-calon untuk dipilih oleh rakyat melalui pemilihan itu. Berdasarkan hal di atas maka penulis tertarik untuk membuat makalah mengenai Analisis Pemilihan Umun 2014 di Indonesia.B. RUMUSAN MASALAH1. Apakah makna pemilu?2. Kapankah pemilu presiden 2014 dilaksanakan dan partai apa sajakah yang menjadi peserta dalam pemilu 2014?3. Apakah yang melatarbelakangi RUU pemilihan pilkada paska pilpres?4. Apa kekurangan dan kelebihan pemilihan umum secara langsung dan tidak langsung ?C. TUJUAN PERMASALAHAN Tujuan dari mengangkat materi ini tentang Pemilu 2014 di Indonesia yaitu:1. Mengetahui makna pemilu.2. Mengetahui waktu dilaksanakannya pemilu presiden dan partai peserta pemilu.3. Mengetahui latar belakang RUU pilkada paska pilpres.4. Mengatahui kekurangan dan kelebihan pemilu secara langsung dan tidak langsung.

BAB IIPEMBAHASANA. MAKNA PEMILUPengertian Pemilu yang paling esensial bagi suatu kehidupan politik yang demokratis adalah sebagai institusi pergantian dan perebutan kekuasaan yang dilakukan dengan regulasi, norma, dan etika sehingga sirkulasi elite politik dapat dilakukan secara damai dan beradab.Selain mempesona, kekuasaan mempunyai daya rusak yang dahsyat. Kekuatan daya rusak kekuasaan melampaui nilai-nilai yang terkandung dalam ikatan-ikatan etnis, ras, ikatan persaudaraan, agama dan lainnya. Transformasi dan kompetisi merebutkan kekuasaan tanpa disertai norma, aturan, dan etika; nilai-nilai dalam ikatan-ikatan itu seakan tidak berdaya menjinakan kekuasaan. Daya rusak kekuasaan telah lama diungkap dalam suatu adagium ilmu politik, power tends to corrupt, absolute power tends to corrupt absoluteny.Kerangka hukum perlu didukung niat politik yang sehat sehingga regulasi bukan sekedar hasil kompromi politik oportunistik dari partai-partai besar untuk menjaga kepentingannya. Bila hal itu yang terjadi, dikhwatirkan hasil pemilu akan memperkuat oligarki politik. Karena itu, partisipasi masyarakat amat diperlukan. Bahkan, tekanan publik perlu dilakukan agar kerangka hukum yang merupakan aturan permainan benar-benar menjadi sarana menghasilkan pemilu yang demokratis. Untuk itu, perlu diberikan beberapa catatan mengenai perkembangan konsensus politik dari peraturan kepentingan di parlemen serta saran mengenai regulasi penyelenggaraan pemilu yang akan datang. Pertama, diperlukan penyelenggaraan pemilu yang benar-benar independen. Parsyaratan ini amat penting bagi terselenggaranya pemilu yang adil dan jujur. Harapan itu tampaknya memperlihatkan tanda-tanda akan menjadi kenyataan setelah pansus pemilu menyetujui bahwa kondisi pemilihan umum (KPU) benar-benar menjadi lembaga independen dan berwewenang penuh dalam menyelenggarakan pemilu. Sekretariat KPU yang semula mempunyai dua atasan: untuk urusan operasional bertanggung jawab kepada KPU, telah disatukan dalam struktur yang tidak lagi bersifat dualistik. Struktur yang sama diterapkan pula ditingkat propinsi serta kabupaten dan kota. Kedua, kesepakatan mengenai sistem proporsional terbuka, kesepakatan partai-partai menerima sistem pemilu proporsional terbuka adalah suatu kemajuan. Sejak semula, sebenarnya argumen kontra terhadap sistem proporsional terbuka dengan menyatakan sistem ini terlalu rumit gugur dengan sendirinya. Begitu suatu masyarakat atau bangsa sepakat memilih sistem demokrasi, saat itu harus menyadari bahwa mewujudkan tatanan politik yang demokratis itu selain rumit, diperlukan kesabaran melakukan pendidikan politik bagi rakyat. Sebab, partai politik bukan saja instrumen untuk melakukan perburuan kekuasaan, tetapi juga institusi yang mempunyai tugas melakukan pendidikan dan sosialisasi politik kepada masyarakat. Ketiga, pengawasan terhadap penyelenggaraan pemilu supaya kebih efektif dari pemilu 2004. Caranya antara lain, agar pengawas pemilu selain terdiri dari aparat penegak hukum dan KPU, juga melibatkan unsur-unsur masyarakat. Selain itu, perlu semacam koordinasi diantara lembaga pemantau dan pengawas pemilu sehingga tidak tumpang tindih. Pengawasan dilakukan terhadap seluruh tahapan kegiatan pemilu. Tugas lembaga pengawas adalah menampung, menindak lanjuti, membuat penyilidikan dan memberi saksi terhadap pelanggaran pemilu. Keempat, Money politics mencegas habis-habisan permainan uang dalam pemilu mendatang amat penting sekali. Upaya itu amat perlu dilakukan mengingat money politics dewasa ini telah merebak luas dan mendalam dalam kehidupan pilih memilih pemimpin mulai dari elite politik sampai dibeberapa organisasi sosial dan kemahasiswaan. Karena itu, kontrol terhadap dana kampanye harus lebih ketat. Misalnya, Batasan sumbangan berupa uang, mengonversikan utang dan sumbangan barang dalam bentuk perhitungan rupiah, dilarang memperoleh bantuan dari sumber asing dan APBN/APBD lebih-lebih sumber ilegal dan tentu saja hukuman pidana yang tegas dan setimpal bagi para pelanggarannya. Kelima, pendidikan politik perlu segera dilakukan baik oleh organisasi masyarakat dan partai politik. Bagaimanapun, pemilihan mendatang mengandung unsur-unsur baru serta detail-detail yang sangat perlu diketahui oleh masyarakat.B. JADWAL PELAKSANAAN PEMILU PRESIDEN 2014 DAN DAFTAR PESERTA PARTAI PEMILU 2014Pemilu Presiden 2014 dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2014 yang akan memilih Presiden dan Wakil Presiden.Pemilu 2014 akan memakai e-voting dengan harapan menerapkan sebuah sistem baru dalam pemilihan umum. Keutamaan dari penggunaan sistem e-voting adalah Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) yang sudah mulai dipersiapkan sejak tahun 2012 secara nasional.Dan pada tanggal 20 Oktober 2014 akan dilaksanakan pelantikan presiden baru yakni pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang telah memenangkan pemilu presiden 2014.Sebanyak 15 partai politik telah dinyatakan lolos verifikasi dan berhak mengikuti Pemilihan Umum 2014. Sebanyak duabelas partai politik adalah peserta pemilu nasional dan tiga lainnya adalah partai politik lokal di Daerah Istimewa Aceh Nanggroe Darussalam.Di bawah ini adalah daftar partai politik peserta Pemilihan Umum 2014:

1. Partai Nasional Demokrat (Partai Nasdem) 2. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 3. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 4. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) 5. Partai Golongan Karya (Partai Golkar) 6. Partai Gerakan Indonesia Raya (Partai Gerindra) 7. Partai Demokrat 8. Partai Amanat Nasional (PAN) 9. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 10. Partai Hati Nurani Rakyat (Partai Hanura) 14. Partai Bulan Bintang (PBB) 15. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Anggota Koalisi Merah Putih terdiri atas Partai Golkar, Partai Gerindra, PAN, PKS, PPP, Demokrat,dan PBB yang nonparlemen. Anggota Koalisi Indonesia Hebat terdiri atas Partai PKB,PDI-P, Partai Hanura, Partai Nasdem, dan PKPI.C. LATAR BELAKANG RUU PILKADA PASKA PILPRESIndonesia telah berhasil menyelenggarakan Pemilu Presiden (Pilpres) pada tanggal 9 Juli 2014, yang diikuti 2 pasangan Calon Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo-Hatta Rajasa, KPU bahkan telah menetapkan perolehan suara dengan kemenangan pasangan Calon Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla dengan perolehan suara 70.997.833 (53,15 persen) dan perolehan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa: 62.576.444 (46,85 persen).Sejak awal pada masa kampanye dan pada masa penghitungan suara pada Pemilu Presiden tersebut, Koalisi Pendukung pasangan calon telah melakukan banyak manuver untuk menyangkal kemenangan Joko Widodo yang sering disebut Jokowi tersebut. Kita kemudian akrab dengan istilah bocor, non islam, non pribumi, keturunan PKI, kita juga akrab dengan hasil quick count yang direkayasa, lahirnya lembaga-lembaga quick count yang tidak kredibel, tuduhan Pilpres curang, kita disuguhi dengan tontonan gugatan hasil Pilpres di MK, bahkan dilanjutkan dengan gugatan ke PTUN dan ke Mabes Polri, namun tidak satupun institusi tersebut mengabulkan gugatan Koalisi pendukung Prabowo.Tidak berhenti sampai disitu, Partai Politik yang bergabung dalam Koalisi Merah Putih tiba-tiba memberikan kejutan kepada rakyat Indonesia pada awal September 2014. Semua parpol Koalisi Merah Putih, yakni Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Amanat Nasional, malah mendorong agar kepala daerah dipilih oleh DPRD. PKS yang awalnya setuju dengan Pilkada Langsung oleh rakyat tiba-tiba berbalik arah, bergabung dengan Koalisi Merah Putih mendukung Pilkada melalui DPRD. Berbalik arahnya PKS ini dicurigai banyak pihak sebagai dampak dari kekalahan pasangan Capres yang didukung oleh partai-partai tersebut dalam Pilpres. Menariknya, SBY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat telah memberikan sinyal bahwa partainya mendukung Pilkada Langsung, meskipun hal tersebut bertolak belakang dengan pernyataan Menteri Dalam Negerinya, Gamawan Fauzi yang mendukung Pilkada melalui DPRD, Demokrat sedang bermain?.Situasi tersebut telah menggelitik kesadaran politik rakyat yang sedang bertumbuh paska lahirnya pemimpin seperti Jokowi sebagai sebuah ide tentang perubahan, kesadaran politik rakyat yang menganggap Jokowi adalah ide perubahan bukan saja telah melahirkan gerakan relawan, suatu gerakan fenomenal yang belum dikenal sebelumnya dalam perkembangan politik di Indonesia. Ide tentang Jokowi dengan segala prestasi dan citranya sebagai rakyat kecil telah menumbuhkan antusiasme rakyat untuk terlibat dalam politik melalui Pemilu dengan mengenyampingkan dan cenderung mengabaikan trend money politik yang marak terjadi pada Pemilihan Calon Legislatif April 2014. Jokowi bahkan didukung secara materi oleh rakyat yang peduli, tercatat sebanyak 58.532 orang mengirimkan dana ke rekening Jokowi yang konon jumlahnya mencapai lebih dari 109 Miliar Rupiah.Fenomena politik tersebut membuat sebagian orang curiga bahwa manuver-manuver yang dilakukan oleh Koalisi pendukung Prabowo adalah sebagai suatu bentuk penyangkalan terhadap kemenangan Jokowi, yang juga berarti equivalent dengan menyangkal pilihan rakyat. Mendukung Pilkada melalui DPRD adalah suatu bentuk kepongahan politik yang ingin dipusatkan kepada sekelompok orang tanpa melibatkan posisi rakyat sebagai penetunya, hal tersebut bukan saja sebagai tindakan yang memundurkan pilar demokrasi yang telah berhasil dibangun, namun juga membuat rakyat tidak memiliki kesempatan untuk memilih Jokowi-Jokowi lain yang benar-benar berpihak, bekerja, dan terbiasa mendengar keluh kesah rakyatnya secara langsung. Kita harus menyadari, Jokowi menjadi walikota Solo pada tahun 2005 adalah hasil dari Pemilihan Langsung oleh rakyat.Keinginan untuk mengembalikan Pilkada melalui DPRD dianggap sebagai suatu taktik untuk menguasai jabatan Kepala Daerah oleh Partai pendukung Capres yang kalah. Sebagaimana kita ketahui, partai pendukung Pilkada melalui DPRD ini memiliki anggota DPRD mayoritas di 33 Propinsi, taktik ini patut dicurigai dilakukan sebagai upaya untuk menghambat program Presiden terpilih, dan untuk selanjutnya dapat dengan mudah memenangkan Pilpres yang akan diselenggarakan pada tahun 2019. Keinginan Pemerintah yang mengembalikan Pilkada melalui DPRD telah disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, yang bahkan dengan tegas menyatakan bahwa apa yang disampaikan oleh SBY adalah mewakili suara partai (Demokrat) bukan mewakili Pemerintah. Ironisnya, para bupati dan wali kota yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) telah mengeluarkan pernyataan menolak tegas pilkada oleh DPRD.Rakyat yang telah merasakan bagaimana usaha politisi dan penguasa untuk mendekati rakyat saat mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah pada Pilkada langsung tentu tidak ingin kembali pada masa Orde Baru, dimana rakyat hanya sebagai penonton tanpa memiliki peran dalam memilih Kepala Daerahnya. Rakyat menemukan bargaining politiknya pada Pilkada Langsung, bagi calon Kepala Daerah yang memiliki sedikit prestasi, maka upaya untuk melakukan money politik sering dilakukan, trend tersebut bukanlah kebiasaan rakyat, namun dihasilkan oleh situasi dimana calon kepala daerah memiliki prestasi yang minim untuk dijadikan sebagai justifikasi memilihnya. Namun bagi calon yang memiliki banyak prestasi kerakyatan dan memiliki latar belakang kedekatan dengan rakyat, pada Pilkada Langsung dapat dengan mudah menjadi Kepala Daerah selama dia di dukung oleh Partai, itulah bargaining politik rakyat. Namun kita sering dihadapkan pada situasi dimana Partai Politik malah mendukung calon yang memiliki banyak kekayaan harta dibandingkan mencalonkan pemimpin yang memiliki keberpihakan kepada rakyat.Sistem demokrasi telah menjadikan semua masyarakat setara, rakyat yang berasal dari berbagai golongan, kelas ekonomi, berbeda latar belakang pendidikan, memiliki hak suara yang sama, setiap orang yang telah memenuhi syarat untuk memilih sesuai dengan Undang-Undang Pemilu memiliki satu suara. Untuk mempertahankan bargaining politik rakyat tersebut dan menolak kepongahan orang-orang yang saat ini berpolitik, setiap rakyat yang menolak bangkitnya kebiasaan politik Orde Baru harus bersatu padu melakukan aksi-aksi massa untuk menekan DPR agar menolak menetapkan RUU Pilkada melalui DPRD.Akhirnya, selain melakukan aksi-aksi massa sebagai bentuk parlemen jalanan untuk mendesak pemerintah menolak usul Pilkada melalui DPRD, kita berharap banyak pada manuver politik Partai Demokrat, Demokrat memiliki 145 kursi di DPR periode 2009-2014, sehingga rencana Pilkada melalu DPRD yang diusung koalisi Merah Putih dapat dibatalkan jika Demokrat benar-benar melakukan pengaruh politiknya yang kebetulan Ketua Umumnya juga menjabat sebagai Presiden yang masih bertugas sebelum Jokowi dilantik pada pertengahan Oktober 2014. Saatnya SBY menunjukkan kapasitasnya sebagai seorang Presiden yang menghargai hak politik rakyatnya, mendengarkan suara rakyatnya, semoga kepongahan politik Pilkada melalui DPRD bukanlah menjadi warisan pemerintahannya.Polemik mengenai RUU Pilkada memang semakin ramai dibicarakan saat ini. Sebagaimana pengumuman yang telah dikonfirmasi oleh DPR bahwa mereka menjadwalkan pengesahan RUU Pilkada pada 25 September 2014, rakyat akan menantikan bagaimana nantinya keputusan dari majelis tertinggi untuk memilih apakah pilkada dipilih melalui DPR atau melalui rakyat?Tentunya bukan sebuah hal yang mengejutkan jika pembahasan RUU ini mengundang perhatian, setelah salah satu pasalnya mengubah mekanisme pemilihan kepala daerah, dari pemilihan langsung menjadi pemilihan oleh DPRD. Ini jelas-jelas memutuskan hak rakyat untuk memilih sendiri siapa kepala daerahnya.Untuk itu tentu tidak ada salahnya bagi DPR melakukan beberapa perbaikan dan perubahan atas UU Pilkada tersebut agar dapat menjadi lebih efektif, lebih maksimal dan lebih bermanfaat bagi kepentingan banyak orang. Pandangan seperti ini sudah pasti akan dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat. Pada kenyataanya yang terjadi saat ini di masyarakat adalah pembahasan RUU Pilkada yang sedang berlangsung di DPR. Tentu saja Pilkada-pilkada yang telah kita lakukan selama kurang lebih 9 tahun memang membutuhkan Evaluasi dan sudah pasti juga membutuhkan banyak perbaikan.Tapi kemudian yang menjadi masalah adalah Konstelasi Politik pasca Pilpres 2014 kemarin ternyata menimbulkan paradigma yang berbeda pada anggota legislative yang ada. Ada kesan kuat ataupun diduga ada kecenderungan dari kelompok-kelompok tertentu untuk mencoba mengambil keuntungan dari pembahasan RUU ini demi kepentingan partainya maupun kepentingan kelompoknya. Belum lagi hal tersebut juga ditambah dengan masalah Peredaran uang palsu (upal) pada perhelatan Pemilihan umum merupakan hal lama yang selalu terjadi dan terus berulang. Termasuk pada Pemilu 2014 ini, peredaran Upal diyakini bakal tetap ada di berbagai daerah di Indonesia. Ini malah semakin menambah masalah yang sudah ada.Dikarenakan kondisinya yang sudah seperti itu sebaiknya mari kita kesampingkan dulu tentang adanya dugaan bahwa RUU tersebut akan dimanipulasi oleh kelompok tertentu. Kita coba saja dulu mengevaluasinya dari sudut pandang kita tentang apa kekurangan dan kelebihan dari Pilkada Langsung. Begitu juga dengan Pilkada yang dilakukan lewat DPR, apa saja kelebihan dan kekurangannya. Dengan mengetahui kelebihan dan kekurangan dari 2 opsi tersebut. Kita bisa mengevaluasi mana yang terbaik untuk dilakukan.Guna mendapatkan solusi untuk polemik tersebut, pembahasan RUU pun telah dilakukan sebelumnya. Pembahasan RUU ini sebenarnya sudah dimulai bulan Mei lalu dan sudah ada pandangan dari beberapa Fraksi untuk RUU ini. Sayangnya pembahaan RUU tertunda hingga awal September ini. Dan begitu dimulai kembali pembahasannya, ternyata sikap-sikap berbagai Fraksi yang ada banyak yang berbalik 180 derajat. Dan mayoritas menginginkan Pilkada seperti 10 20 tahun yang lalu dimana Kepala Daerah dipilih oleh DPRD/DPRD Tingkat II. Inilah yang akhirnya menimbulkan Pro dan Kontra di masyarakat. Masyarakat mempertanyakan unsur keadilan dalam Pilkada yang dipilih oleh DPRD.

D. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PEMILU SECARA LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNGMenurut analisa saya sendiri inilah keuntungan & kelemahan Pilkada dilaksanakan secara tak langsung atau Kepala Daerah dipilih melalui DPRD : Kelebihan pilkada tidak langsung1. Tidak ada kerusuhan & kebencian antar pendukung kandididat Kepala Daerah2. Tidak ada politik uang untuk menyuap rakyat3. Tidak ada kebencian & persaingan antar Tim Sukses4. Tidak ada bakar bakaran ban dijalanan oleh mahasiswa & pendukung salah satu calon Kepala Daerah5. Tidak ada pembakaran kantor KPUD, pelemparan tomat & telur, serta perusakan pagar KPUD oleh massa calon Kepala Daerah yang kalah atau merasa dicurangi6. Tidak ada demonstrasi anarkis dari massa calon Kepala Daerah yang kalahAtau merasa dicurangi7. Tidak banyak fasilitas umum yang digunakan dan tidak ada perusakan fasilitas umum lainnya8. Tidak banyak menghabiskan anggaran daerah (APBD) untuk biaya penyelenggaraan Pilkada9. Tidak ada gugat menggugat di MK Kekurangan pilkada tidak langsungSedangkan KEKURANGANNYA adalah anggota DPRD bisa disuap oleh para calon Kepala daerah untuk memenangkan dirinya.

Kelebihan Pilkada Langsung oleh rakyat.Ada sebagian orang yang pro dengan pilkada langsung. Pada kenyataanya, pilkada-pilkada yang telah dilakukan selama 9 tahun bisa dikatakan mempunyai sisi positif antara lain :1.Kepala Daerah Terpilih diyakini telah merepresentasikan atau merupakan keterwakilan dari rakyat mayoritas.2.Kepala Daerah Terpilih mempunyai legitimasi tinggi karena dihasilkan oleh proses Demokrasi yang melibatkan rakyat sehingga lebih berkualitas dari sebelumnya.3.Sebagai Catatan pinggir, Pilkada langsung telah menghasilkan pemimpin seperti Walikota Surabaya, Walikota Bandung, Walikota Solo dan Gubernur Jateng.4.Akan tetapi harus dicatat juga bahwa banyak Kepala Daerah Terpilih malah melakukan Korupsi. Bahkan disebut-sebut sekitar 60% dari Kepala Daerah yang ada. Kekurangan pilkada langsungMeskipun dinilai pro rakyat, bukan berarti tidak ada kelemahannya. Berdasarkan pengalaman 9 tahun terakhir Pilkada-pilkada langsung ternyata menimbulkan beberapa dampak yaitu :1.Biaya yang dikeluarkan Pemerinta Cukup Besar. Pilkada-pilkada terdiri dari Pilgub 33 Propinsi dan 495 Kabupaten/ Kota. Biaya pelaksanaan Pilkada-pilkada dikeluarkan untuk semua kebutuhan KPU seperti Gaji, Peralatan, Inventaris, Logistik dan lainnya.2.Sering terjadi konflik horizontal selama dilaksanakannya Pilkada-pilkada di daerah. Bahkan sering terjadi Anarkistis dan Pengrusakan fasilitas publik.3.Konflik itu juga sering menimbulkan ketegangan di masyarakat untuk waktu yang lama, bahkan mungkin ada juga dendam.4.Sering terjadi Partisipasi yang rendah dari masyarakat untuk mengikuti Pilkada. Mungkin bosan dengan begitu banyaknya Pemilu.5.Sering terjadi Jor-joran dalam biaya kampanye oleh calon-calon Kepala daerah disertai terjadinya money politit.6.Calon yang akhirnya menang setelah menjadi Pemimpin sering korupsi untuk mengembalikan modal.

BAB IIIPENUTUPA. KESIMPULANPemilu adalah institusi pergantian dan perebutan kekuasaan yang dilakukan dengan regulasi, norma, dan etika sehingga sirkulasi elite politik dapat dilakukan secara damai dan beradab.Kebiasaan melakukan pergantian kekuasaan dan sirkulasi elite penguasa yang reguler, aman dan beradab hanya dapat dilakukan melalui serangkaian pemilu yang jujur dan adil..Pemilu Presiden 2014 dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2014 yang akan memilih Presiden dan Wakil Presiden, dan pada tanggal 20 Oktober 2014 akan dilaksanakan pelantikan presiden baru yakni pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang telah memenangkan pemilu presiden 2014. Sebanyak 15 partai politik telah dinyatakan lolos verifikasi dan berhak mengikuti Pemilihan Umum 2014.Polemik mengenai RUU Pilkada paska pilpres memang semakin ramai dibicarakan saat ini. Sebagaimana pengumuman yang telah dikonfirmasi oleh DPR bahwa mereka menjadwalkan pengesahan RUU Pilkada pada 25 September 2014, rakyat akan menantikan bagaimana nantinya keputusan dari majelis tertinggi untuk memilih apakah pilkada dipilih melalui DPR atau melalui rakyat. Dan mengenai pemilu secara langsung maupun tidak langsung itu juga mempunyai kelebihan dan kekurangan tersendiri. B. SARAN. Pendidikan politik harus lebih di sosialisakan karena, untuk saat ini masyarakat masih memikirkan keterpopoleran calon dari pada kemampuannya. Disini mahasiswa pun harus selalu membantu mengawasi dan memberikan pendidikan politik tersebut. Dan pemerintah pun seharusnya mempertimbangkan tentang kondisi rakyat nya untuk memutuskan tentang RUU pilkada yang gencar dibicarakan masyarakat saat ini. Sebaiknya keputusan yang diambil benar-benar mengacu untuk kesejahteraan rakyat semata. DAFTAR PUSTAKASuteng,Bambang,dkk.2006.Pendidikan Kewarganegaraan.Jakarta : Erlangga.Sutoyo.2004.Pengantar Pendidikan Kewarganegaraan.Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.http://politik.kompasiana.com/2014/09/27/kelebihan-dan-kekurangan-pilkada-tak-langsung-681515.htmlhttp://politik.suarasurabaya.net/news/2014/140349-Kelebihan-dan-Kekurangan-Pilkada-Langsung-Maupun-Tak-Langsung

12