makalah pelanggaran pemilu di indonesia polfair

22
Konsep dan Potret Pelanggaran Pemilu di Indonesia Aris Setiawan, Umar A Aziz, dkk (UGM) Latar Belakang Penyelenggaraan Pemilu adalah sebuah token of membership bagi tiap negara yang ingin dikatakan negara demokrasi. 1 Tidak ada Pemilu, tidak ada demokrasi. Namun sayangnya, Pemilu di berbagai negara marak sekali terjadi pelanggaran, baik itu di negara demokrasi maupun, lebih-lebih negara otoriter. Pemilu kerap dilakukan hanya sebagai suatu penyelenggaraan prosedural. Tidak terkecuali di Indonesia, pemilu di negara demokrasi terbesar ketiga ini masih sangat marak akan praktik pelanggaran pemilu. Setelah lama bosan menjalankan Pemilu prosedural selama Orde Baru 2 , Pemilu di Indonesia ternyata belum dapat menampilkan penyelenggaraan Pemilu yang bebas dari pelanggaran. Hal ini tentunya tidak dapat kita biarkan begitu saja. Dengan maraknya pelanggaran, tentu tidak akan terlaksana Pemilu yang luber jurdil. Sebab itulah kita merasa penting untuk membahas secara mendalam mengenai pelanggaran pemilu. Kita juga akan membahas tentang jenis-jenis pelanggaran pemilu yang telah di klasifikasikan dalam UU Nomor 8 tahun 1 AG Karim, dalam Sigit Pamungkas. 2009. Perihal Pemilu. Yogyakarta: Lab JIP UGM 2 Pemilu prosedural jelas adalah pemilu yang tidak demokratis, sangat penuh dengan penyimpangan. Bahkan dilakukan terang-terangan 1

Upload: umar-abdul-aziz

Post on 29-Dec-2015

233 views

Category:

Documents


34 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Pelanggaran Pemilu Di Indonesia Polfair

Konsep dan Potret Pelanggaran Pemilu di Indonesia

Aris Setiawan, Umar A Aziz, dkk (UGM)

Latar Belakang

Penyelenggaraan Pemilu adalah sebuah token of membership bagi tiap negara

yang ingin dikatakan negara demokrasi.1 Tidak ada Pemilu, tidak ada demokrasi.

Namun sayangnya, Pemilu di berbagai negara marak sekali terjadi pelanggaran, baik itu

di negara demokrasi maupun, lebih-lebih negara otoriter. Pemilu kerap dilakukan hanya

sebagai suatu penyelenggaraan prosedural. Tidak terkecuali di Indonesia, pemilu di

negara demokrasi terbesar ketiga ini masih sangat marak akan praktik pelanggaran

pemilu. Setelah lama bosan menjalankan Pemilu prosedural selama Orde Baru2, Pemilu

di Indonesia ternyata belum dapat menampilkan penyelenggaraan Pemilu yang bebas

dari pelanggaran.

Hal ini tentunya tidak dapat kita biarkan begitu saja. Dengan maraknya

pelanggaran, tentu tidak akan terlaksana Pemilu yang luber jurdil. Sebab itulah kita

merasa penting untuk membahas secara mendalam mengenai pelanggaran pemilu. Kita

juga akan membahas tentang jenis-jenis pelanggaran pemilu yang telah di klasifikasikan

dalam UU Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilu, yaitu pelanggaran administratif, tindak

pidana pemilu, kode etik penyelenggara pemilu, dan sengketa hasil pemilu,. Kita juga

akan melihat bagaimanakah dinamika pelanggaran Pemilu mulai 1999, 2004, dan 2009.

Kemudian dari tiga bahasan diatas kita akan melihat kecenderungandan pola-pola

pelanggaran yang terjadi pada Pemilu. Hal tersebut dilakukan agar nantinya kita dapat

memberikan berbagai masukan agar pelanggaran dalam Pemilu ini dapat direduksi.

Jenis-jenis Pelanggaran dalam Pemilu

Pelanggaran pemilu kiranya dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu pelanggaran

administratif, tindak pidana pemilu, kode etik penyelenggara pemilu, sengketa pemilu.

Adapun penjelasan dari masing-masing pelanggaran Pemilu adalah sebagai berikut.

1 AG Karim, dalam Sigit Pamungkas. 2009. Perihal Pemilu. Yogyakarta: Lab JIP UGM

2 Pemilu prosedural jelas adalah pemilu yang tidak demokratis, sangat penuh dengan penyimpangan. Bahkan dilakukan terang-terangan

1

Page 2: Makalah Pelanggaran Pemilu Di Indonesia Polfair

Pelanggaran Administratif

Definisi perbuatan yang termasuk dalam pelanggaran administratif ialah

Pelanggaran administrasi Pemilu adalah pelanggaran yang meliputi tata cara,

prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu

dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar tindak pidana Pemilu dan

pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu. Sebagai contoh dari pelanggaran

administratif ialah tidak bisa memenuhi syarat-syarat untuk menjadi peserta pemilu,

tidak menyertakan keterwakilan perempuan 30%, melakukan kampanye di tempat

ibadah maupun di tempat pendidikan, dan sebagainya.

Dalam konteks ini, yang bisa melakukan pelanggaran administratif ialah

kontestan dan penyelenggara pemilu termasuk KPU. Jika terjadi pelanggaran

administratif oleh KPU, maka diselesaikan oleh badan kehormatan KPU. Adapun jika

pelanggaran yang dilakukan oleh kontestan, maka akan dilaporkan oleh bawaslu kepada

KPU. Bawaslu memiliki peran untuk melaporkan pelanggaran yang telah terjadi.

Adapun mekanisme pelaporan di dalam bawaslu, bawaslu menerima laporan dari

masyarakat. Laporan yang diterima harus di selidiki lebih lanjut dalam kurun waktu 3

hari setelah laporan adanya pelanggaran itu diterima. Namun apabila dirasa informasi

belum memadai, maka bawaslu akan meminta informasi tambahan dengan

memperpanjang waktu selama 5 hari. Kemudian bawaslu menentukan apakah laporan

tersebut benar atau tidak. Jika terbukti suatu pelanggaran administratif terjadi, maka

akan di laporkan bawaslu kepada KPU. Namun jika laporan tersebut masuk dalam

pelanggaran pidana, maka bawaslu meneruskannya kepada kepolisian RI.

Tindak Pidana Pemilu

Terdapat batasan yang jelas, dimana tidak semua tindak pidana yang terjadi pada

masa pemilu atau yang berkaitan dengan penyelenggaran pemilu dinyatakan sebagai

tindak pidana pemilu. Beberapa tindak pidana pemilu merupakan tindak pidana yang

sebelumnya telah diatur terlebih dahulu dalam KUHP seperti memalsukan surat,

netralitasn PNS, menhina agama, suku dan ras, dan tindakan lain yang dilakukan oleh

masyarakat pada umumnya atau oleh peserta pemilu dan/atau oleh penyelenggara

2

Page 3: Makalah Pelanggaran Pemilu Di Indonesia Polfair

pemilu3. Singkatnya, tindak pidana pemilu dipandang sebagai suatu tindak terlarang

yang dilakukan oleh orang-perorangan, badan, atau lembaga tertentu yang sifatnya

serius dan harus diselesaikan di pengadilan untuk melindungi proses demokrasi melalui

pemilu4.

Proses penyelesaian tindak pidana pemilu dilakukan oleh aparat penegak hukum

yang ada yakni kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Kepolisian bertugas dan

berwenang melakukan penyidikan terhadap laporan atau temuan tindak pidana pemilu

yang diterima dari pengawas pemilu dan masyarakat serta menyampaikan berkas

perkara kepada penuntut umum sesuai waktu yang ditentukan. Penuntut umum bertugas

dan berwenang melimpahkan berkas perkara ke pengadilan sesuai waktu yang

ditentukan. Lebih lanjut perkara akan diselesaikan oleh Peradilan Umum, yaitu

pengadilan negeri di tingkat pertama dan pengadilan tinggi di tingkat banding dan

terakhir. Pengadilan negeri dan pengadilan tinggi memeriksa, mengadili dan memutus

perkara tindak pidana pemilu berdasarkan pada KUHAP ditambah dengan beberapa

ketentuan khusus dalam UU Pemilu. Pemeriksaan dilakukan oleh hakim khusus yang

ditetapkan berdasar Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI5.

Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu

Menurut UU no. 8 tahun 2012 tentang Pemilu, pelanggaran kode etik

penyelenggara pemilu adalah pelanggaran terhadap etika penyelenggara Pemilu yang

berpedomankan sumpah dan/atau janji sebelum menjalankan tugas sebagai

penyelenggara Pemilu. Masih dalam UU Pemilu, penyelesaian pelanggaran kode etik

penyelenggara pemilu berada di tangan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu

(DKPP). DKPP ada lembaga ad hoc baru menggantikan DK KPU yang bertugas pada

masa Pemilu 2009.

Dalam peraturan bersama Bawaslu, KPU dan DKPP no. 11 tahun 2012 tentang

peraturan bersama kode etik disebutkan ada kode etik yang harus ditaati oleh

penyelenggara pemilu. Diantaranya adalah jujur, keterbukaan, profesionalitas dan

3 Lihat http://kpu.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/informasi/berita/detailberita/64 , Dikakses pada tanggal 16 Desember 2013, pukul 21:32 WIB

4Lihat Subakti, Ramlan, dkk. 2011. Penanganan Pelangaran Pemilu. Jakarta: Kemitraan Partership

5Ibid

3

Page 4: Makalah Pelanggaran Pemilu Di Indonesia Polfair

akuntabilitas. Penyelenggara pemilu juga berkewajiban untuk bertindak netral dan tidak

memihak, tidak mempengaruhi pemilih, menjamin kesempatan yang sama bagi setiap

pemilih dan tidak menerima hadiah dalam bentuk apapun dari peserta pemilu. Artinya

pelanggaran kode etik terjadi ketika penyelenggara pemilu melanggar hal-hal yang telah

disebutkan sebelumnya.

Sengketa Hasil Pemilu6

Sengketa hasil pemilu Sengketa Pemilu adalah sengketa yang terjadi

antarpeserta Pemilu dan sengketa Peserta Pemilu dengan penyelenggara Pemilu

sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU

Kabupaten/Kota. Bawaslu bertugas melakukan penyelesaian sengketa Pemilu dengan

menerima laporan dan mempertemukan pihak-pihak yang bersengketa untuk

mencapai kesepakatan melalui musyawarah dan mufakat.

Sengketa Pemilu dapat dibedakan menjadi dua yaitu sengketa tata usaha negara

pemilu dan sengeketa hasil pemilu. Sengketa tata usaha negara Pemilu adalah sengketa

yang timbul dalam bidang tata usaha negara Pemilu antara peserta dengan

penyelenggara, ataupun penyelenggara dengan penyelenggara lain yang berbeda

tingkatan maupun wilayah kepengurusan. Penyelesaian sengketa ini adalah di

pengadilan tata usaha negara. Namun apabila pihak yang bersengketa ada yang merasa

keberatan, dapat mengajukan banding ke Mahkamah Agung untuk mendapatkan

putusan pengadilan tingkat akhir.

Adapula sengketa hasil Pemilu adalah Perselisihan hasil Pemilu adalah

perselisihan antara KPU dan Peserta Pemilu mengenai penetapan perolehan suara atau

penetapan perolehan kursi dari pelaksanaan Pemilu. Hal ini menjadi kebijakan

Mahkamah Konstitusi yang bertugas menyelesaikan sengketa hasil pemilu sebagai

lembaga yang berwenang mengadili di tingkat pertama dan terakhir berdasar. MK

selanjutnya memeriksa dan menjatuhkan putusan paling lambat 30 hari setelahnya.

Putusan MK ini bersifat final dan tidak dapat diganggu gugat7.

Potret Pelanggaran Pemilu 1999-2009

6 Ketentuan-ketentuan pada sengketa ini diolah dari beberapa pasal UU no 8 2012 BAB XII

7 Lihat Yulianto, dan Junaidi, Veri. 2009. Pelanggaran Pemilu dan Penyelesaiannya. Jakarta: KRHN

4

Page 5: Makalah Pelanggaran Pemilu Di Indonesia Polfair

Pelanggaran Pemilu 1999

Pemilu tahun 1999 merupakan pemilu pertama pada masa reformasi yang

dirancang berdasarkan prinsip-prinsip pemilu yang demokratis baik dari badan

pengawasnya, proses pelaksanaannya ataupun peserta dan pemilih dalam pemilu. Badan

penyelenggara dan pengawas pemilu dibebaskan untuk bekerja tanpa pengaruh

langsung pemerintah. Selain itu, peserta pemilu juga bebas melakukan persuasi terhadap

pemilih dan pemilih bebas untuk menentukan pilihannya.

Berdasar pada laporan Panwaslu Pusat, dikatakan jika kurang lebih terdapat

4.290 pelanggaran dalam pemilu tahun 1999. Hasil tersebut lebih sedikit jika

dibandingkan dengan laporan dari pemantauan dan pemberitahuan media massa.

Pelanggaran-pelanggaran dalam pemilu tersebut meliputi pelanggaran administratif,

pelanggaran tata cara, pelanggaran pidana, money politics, dan netralitas

birokrasi/pejabat pemerintah.8 Pelanggaran administratif sendiri merupakan pelanggaran

terhadap ketentuan Undang-Undang Pemilu yang bukan merupakan ketentuan pidana

pemilu dan terhadap ketentuan lain yang diatur dalam peraturan KPU.9 Pelanggaran

administratif tersebut biasanya berhubungan dengan penggunaan hak pilih, tentang

kampanye pemilu seperti tempat pemasangan atribut kampanye, dsb.

Pada pemilu 1999, Panwaslu Pusat melaporkan jika kasus-kasus yang mampu

diselesaikan oleh lembaga tersebut hanya yang bersifat administratif dan tata cara

penyelenggaraan pemilu. Sedangkan kasus-kasus yang sifatnya pidana pemilu seperti

money politics belum dapat diselesaikan dengan baik. Buktinya yaitu sampai Panwaslu

1999 dibubarkan dan adanya indikasi money politics sangat kuat bahkan menjadi

perbincangan politi. Namun tidak satu kasus pun yang diproses sampai ke pengadilan.

Selain itu, dari 270 kasus yang ditindaklanjuti sampai ke kepolisian, hanya 26 kasus

yang berhasil diproses sampai pengadilan.

Jenis-jenis penyimpangan Pemilu sendiri dikategorikan secara berbeda sesuai

dengan institusi yang menyelesaikannya. Menurut Panwaslu 1999, kategori tersebut

dibagi menjadi 4, yang pertama yaitu pelanggaran administratif dan tata cara

8 Panitia Pengawas Pemilihan Umum Tahun 1999 Tingkat Pusat, Pengawasan Pemilihan Umum 1999:Pertanggungjawaban Panitia Pengawas Pemilihan Umum Tahun 1999 Tingkat Pusat, Jakarta: Gramedia,1999

9 Pasal 28 UU No.10/2008

5

Page 6: Makalah Pelanggaran Pemilu Di Indonesia Polfair

penyelenggaraan pemilu akan ditegakkan oleh Panwaslu. Kedua, pelanggaran terhadap

ketentuan pidana pemilu baik yang dilakukan oleh perorangan atau badan hukum yang

bukan partai politik akan ditegakkan oleh polisi. Ketiga yaitu pelanggaran yang

dilakukan oleh partai politik terhadap ketentuan pidana pemilu akan ditegakkan oleh

Mahkamah Agung. Sedangkan keempat yaitu yang berhubungan dengan netralitas PNS

akan ditegakkan oleh pemerintah.

Tabel Penyimpangan Pemilu 1999 dan Penanganannya

Jenis Penyimpangan Diselesaikan

Panitia Pengawas

Dilimpahkan

ke Kepolisian

Dilimpahkan

ke Pengadilan

Jumlah

Administratif 1.394 3 1 1.398

Tata Cara 1.785 12 1.797

Pidana Pemilu 347 236 24 707

“Money Politics” 122 18 140

Netralitas Birokrasi/Pejabat 234 1 1 236

Jumlah 3.992 270 26 4.290

Sumber: Pertanggungjawaban Panitia Pengawas Pemilu Tahun 1999 Tingkat Pusat,November 1999.

Berdasarkan uraian kategorisasi tersebut maka muncul kategori baru yaitu

money politics. Pelanggaran yang jelas terlihat yaitu pada pelaggaran administratif dan

tata cara penyelenggaraan pemilu. Pelanggaran tersebut seharusnya diselesaikan sendiri

oleh Panwaslu tetapi justru dilimpahkan ke kepolisisan bahkan sampai di pengadilan.

Pada UU No.3 tahun 1999 pasal 26 juga telah dijelaskan jika Panwaslu 1999

mempunyai salah satu tugas yaitu untuk menyelesaikan sengketa. Namun Panwaslu

1999 sama sekali tidak melaporkan adanya kasus sengketa dalam pelaksanaan pemilu

1999 tersebut. Walaupun setelah diteliti memang tidak ada kasus sengketa karena kasus-

kasus pelanggaran yang muncul kebanyakan masuk dalam pelanggaran adminstrasi dan

tata cara. Misalnya, saat kampanye pemilu 1999 terjadi banyak kasus perebutan tempat

atau lokasi kampanye untuk para peserta pemilu. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh

banyaknya peserta yang tidak mengetahui lokasi kampanye yang sudah ditetapkan oleh

panitia pemilu. Oleh karena hal tersebut maka kasus tersebut digolongkan sebagai

pelanggaran adminsitratif dan tata cara, bukan kasus sengketa.

6

Page 7: Makalah Pelanggaran Pemilu Di Indonesia Polfair

Masalah lain yang juga muncul pada pemilu 1999 yaitu pada UU No.3 tahun

1999 yang mana tidak adanya ketentuan tentang pengaturan mekanisme keberatan dari

peserta pemilu atas hasil pemilu baik yang diumumkan oleh penyelenggara pemilu

ataupun KPU. Undang-undang tersebut menganggap jika hasil pemilu sudah sangat

benar sehingga tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Ketentuan tersebut

menunjukkan jika masih ada pengaruh Orde Baru yaitu LPU sebagai lembaga yang

menentukan segalanya dalam undang-undang tersebut. Hal itu menyebabkan pemilu

1999 hampir gagal karena banyaknya anggota KPU dari partai politik yang tidak

bersedia menandatangani hasil perolehan suara secara nasional karena alasan banyaknya

pelanggaran dan kecurangan.

Pelanggaran Pemilu 2004

Pada pemilu 2004, hasil kerja Panwaslu dalam mengawasi pemilu legislatif

terlihat lebih baik dari pemilu sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari laporan berikut:

Tabel Pelanggaran Administratif Pemilu Legislatif 2004 dan Penanganannya

No Tahanan Temuan/Laporan

Diterima

Diteruskan

ke KPU

Ditangani

KPU

1. Pendaftaran Pemilih (P4B) 0 0 0

2. Verifikasi Calon Peserta Pemilu 314 235 67

3. Penetapan Daerah Pemilihan dan

Jumlah Kursi

0 0 0

4. Verifikasi Calon Legislatif 683 621 147

5. Kampanye 5965 5382 2230

6. Pemungutan Penghitungan Suara 1597 1391 378

7. Penetapan Hasil Pemilu 4 2 NA

8. Penetapan Perolehan Kursi dan Calon

Terpilih

383 382 0

9. Pengucapan Sumpah/Janji 0 0 0

Jumlah 8946 8013 2822

Sumber: Laporan Pengawasan Pemilu Anggota DPR,DPD dan DPRD 2004

7

Page 8: Makalah Pelanggaran Pemilu Di Indonesia Polfair

Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat jika banyak kasus pelanggaran

administrasi yang diteruskan ke penyelenggara pemilu sebagai pemberi sanksi

administrasi tetapi sebagian besar kasus tersebut tidak dapat diselesaikan dengan baik.

Buktinya yaitu dari 8.013 kasus pelanggaran hanya 2.822 kasus yang dapat diselesaikan

oleh KPU/KPUD. Kemungkinan kasus yang telah diselesaikan oleh KPU/KPUD

sebenarnya lebih banyak. Tetapi karena pada saat itu tidak ada mekanisme dan prosedur

baku dalam pemyelesaian kasus pelanggaran administrasi, maka jumlahnya tidak dapat

ditetapkan secara pasti. Selain itu, karena tidak adanya mekanisme dan prosedur

tersebut maka menyebabkan KPU/KPUD juga kurang serius dalam menyelesaikan

pelanggaran-pelanggaran yang direkomendasikan oleh pengawas pemilu.

Jika kasus pelanggaran administratif diteruskan ke KPU/KPUD, maka kasus

akan diteruskan kepada pihak kepolisian. Terdapat 1022 vonis yang terdiri dari 905

vonis terdakwa bersalah dan 117 vonis terdakwa bebas. Hal tersebut menunjukkan

adanya peningkatan dibandingkan dengan pemilu 1999 yang hanya mencatat 4 vonis.

Laporan Pengawasan Pemilu Anggota DPR,DPD dan DPRD 2004

No Tahapan Pemilu

Pelanggaran Pidana

Laporan

Diterima

Ke

Penyidi

k

Ke

Kejaksaan

Ke

Pengadilan

Vonis

PN

1. Pendaftaran Pemilih(P4B) 0 0 0 0 0

2. Verifikasi Calon Peserta Pemilu 170 84 62 54 52

3. Penetapan daerah Pemilihan dan

Jumlah Kursi

0 0 0 0 0

4. Verifikasi Calon Legislatif 1186 995 587 537 516

5. Kampanye 1203 924 382 293 297

6. Pemungutan Penghitungan

Suara

594 410 222 181 157

7. Penetapan Hasil Pemilu 0 0 0 0 0

8. Penetapan Perolehan Kursi dan

Calon Terpilih

0 0 0 0 0

9. Pengucapan Sumpah/Janji 0 0 0 0 0

8

Page 9: Makalah Pelanggaran Pemilu Di Indonesia Polfair

Jumlah 3153 2413 1253 1065 1022

Walaupun begitu, tetap saja penanganan pelanggaran pidana pemilu pada pemilu

Legislatif 2004 belum memuaskan. Dari 2413 yang diteruskan ke penyidik kepolisian,

hanya 1253 kasus yang dilimpahkan ke kejaksaan. Hal tersebut menunjukkan jika

tingkat efektifitas dari kepolisian hanya 51%. Sedangkan dari 1253 yang dilimpahkan

polisi ke kajksaan, hanya 1065 kasus yang dibawa ke persidangan. Hal tersebut

menunjukkan jika tingkat efektifitas dalam penanganan kasus tersebut dari polisi ke

jaksa sebesar 85%. Dari sebagian besar kasus yang disidangkan, ternyata sebesar 88,5%

dinyatakan bersalah oleh hakim.

Tabel Sengketa Pemilu Legislatif 2004 dan Penyelesaiannya

No Tahapan Diterima Musyawarah Alternatif Keputusan

1. Pendaftaran Pemilih (P4B) 0 0 0 0

2. Verifikasi Calon Peserta Pemilu 45 21 4 3

3. Penetapan Daerah Pemilihan dan

Jumlah Kursi

0 0 0 0

4. Verifikasi Calon Legislatif 147 90 8 26

5. Kampanye 305 210 18 17

6. Pemungutan dan Penghitungan Suara 139 58 2 14

7. Penetapan Hasil Pemilu 0 0 0 0

8. Penetapan Perolehan Kursi & Calon

Terpilih

8 1 1 1

9. Pengucapan Sumpah/Janji 0 0 0 0

Jumlah 644 380 33 61

Sumber: Hidayat, Nur, dkk. 2006. Evaluasi Pengawasan Pemilu 2004. Jakarta: Perludem

Berdasarkan tabel tersebut maka dapat dilihat jika kasus sengketa yang terjadi

pada pemilu Legislatif 2004 lebih kecil daripada yang diperkirakan sebelumnya. Kasus-

kasus tersebut umumnya muncul pada saat Tahap Pencalonan dan Penetapan Anggota

DPR dan DPRD baik Provinsi ataupun Kabupaten/Kota. Kasusnya yaitu banyaknya

calon yang merasa tidak puas dengan penentuan nomor urut yang diputuskan oleh partai

politiknya. Jika mengacu dengan undang-undang, sebenarnya kasus tersebut tidak

termasuk ke dalam sengketa pemilu karena ketidakpuasan bukanlah suatu kasus yang

9

Page 10: Makalah Pelanggaran Pemilu Di Indonesia Polfair

mempunyai dasar hukum dan apapun keputusan partai telah dibuat sesuai dengan

aturan.

Selain pada tahap yang sudah disebutkan di atas, tahap kampanye juga menjadi

salah satu tahap di mana terjadi banyak sengketa antar peserta pemilu. Kasus sengketa

yang biasa terjadi yaitu tentang perebutan tempat untuk pemasangan atribut parpol dan

tempat untuk kampanye rapat umum. Untuk menanggapi kasus-kasus tersebut biasanya

Panwaslu 2004 lebih sering bertindak sebagai mediator sehingga pihak-pihak yang

bersangkutanlah yang akan membuat keputusan sendiri. Seperti yang sudah dijelaskan

sebelumya, jika sebenarnya kasus perebutan lokasi kampanye bukan termasuk kasus

sengketa. Hal tersebut hanya didasari kurangnya informasi terhadap jadwal penggunaan

lokasi kampanye atau memang ada salah satu pihak yang sengaja menggunakan tempat

calon lain yang jika hal tersebut dipaksakan barulah menjadi pelanggaran.

Pada pemilu 2004, hal tersebut menimbulkan ketegangan tersendiri antara

Pengawas Pemilu dengan KPU. KPU merasa jika keputusannya sudah sangat benar dan

tidak dapat diganggu gugat, sedangkan Pengawas Pemilu merasa mempunyai hak untuk

menyelesaikan sengketa dan melakukan koreksi terhadap keputusan KPU. Ketegangan

tersebut juga bersumber dari UU No.12 Tahun 2003 yang menyebutkan jika tidak ada

ruang untuk melakukan koreksi terhadap keputusan KPU/KPUD.

Hal tersebut berbeda dengan kasus perselisihan dari hasil pemilu yang mana

memang Mahkamah Konstitusi (MK) yang mempunyai wewenang untuk

menyelesaikannya. Namun karena kasus perselisihan tersebut sangat banyak (258 kasus

teregistrasi) seperti ketidakpuasan peserta pemilu terhadap hasil pemilu sedangkan

waktunya penyelesaiannya sangat terbatas yaitu 14 hari, maka membuat MK keliru

dalam memproses pengujian gugatan tersebut. Contohnya yaitu kasus perselisihan suara

di Bondowoso, Jawa Timur yang mencuat karena ternyata MK salah dalam penentuan

obyek sengketa.

Berdasarkan uraian-uraian di atas maka dapat disimpulkan jika pada Pemilu

Legislatif 2004 sudah dapat berjalan dengan tertib, lancar,dan damai.10 Rakyat dapat

mengikuti proses pemilu dengan baik tanpa terjadi kekerasan walaupun persaingan

10 Sepuluh besar perolehan suara anggota DPR berdasarkan hasil pemilu Legislatif 2004 adalah Partai Golkar (128), PDIP (109), PPP (58), Partai Demokrat (55), PAN (53), PKB (52), PKS (45), PBR (14), PDS (13), dan PBB (11). Selain itu pemilu Legislatif 2004 telah menghasilkan empat anggota DPD dari setiap provinsi.

10

Page 11: Makalah Pelanggaran Pemilu Di Indonesia Polfair

politik yang terjadi sangat ketat. Jika pada pemilu 1999 pelanggaran banyak dilakukan

oleh lembaga pengawas, maka pada pemilu 2004 ini pelanggaran yang terjadi lebih

banyak dilakukan oleh calon peserta pemilu.

Pelanggaran Pemilu Tahun 2009

Pemilu pada tahun 2009 diatur pada UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan

Umum Anggota DPR, DPD, DPR dan UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan

Umum Presiden dan Wakil Presiden. Pelaksanaan pemilu pada tahun ini juga tidak

luput dari banyak pelanggaran. Pelanggaran yang terjadi, baik yang bersifat

administrasi, pidana pemilu, serta sengketa hasil pemilu sangat mencederai kualitas

pemilu pada tahun tersebut.

Berikut merupakan jumlah pelanggaran pemilu legislatif tahun 2009 menurut

Badan Pengawas Pemilu:

Rekapitulasi Pelanggaran Pemilu dalam Setiap Tahapan

Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 200911

No. Tahapan PemiluPelanggaran Pemilu

JumlahAdministrasi Pidana

1. Pemutakhiran Data Pemilih dan Penyusunan Daftar Pemilih

391 26 417

2.Pendaftaran dan Penetapan Peserta Pemilu Anggota DPR, DPD, dan

DPRD110 13 123

3. Penetapan Jumlah Kursi dan Penetapan Daerah Pemilihan

- - -

4. Pencalonan Anggota DPR, DPD, dan DPRD

493 38 531

5. Masa Kampanye 12.322 4.626 16.948

6. Masa Tenang 340 193 533

7. Pemungutan dan Penghitungan Suara

1.618 1.091 2.709

8. Penetapan Hasil Pemilu 67 32 99

Jumlah 15.341 6.019 21.360

Banyaknya kasus pelanggaran tersebut mencerminkan betapa buruknya kualitas

pemilu tahun 2009, sangat terlampau jauh berbeda dibandingkan dengan pemilu-pemilu

11 Laporan Bawaslu Tahun 2009

11

Page 12: Makalah Pelanggaran Pemilu Di Indonesia Polfair

sebelumnya. Sedangkan dalam pemilu presiden Bawaslu mencatat selama pelaksanaan

kampanye capres dan cawapres terjadi 128 kasus pelanggaran, yaitu pelanggaran

administrasi sebanyak 71 kasus, pelanggaran pidana pemilu 49 kasus, dan lainnya 8

kasus.12

Dari data rekapitulasi pelanggaran pemilu legislaif tadi, dapat dilihat bahwa

pelanggaran terbanyak terjadi pada saat masa kampanye, ini berarti aktor yang paling

banyak melakukan pelanggaran pemilu tahun 2009 adalah partai politik. Namun tidak

hanya partai politik, rendahnya kualitas pemilu tahun 2009 juga disebabkan oleh

beberapa pihak, diantaranya KPU, Badan Pengawas Pemilu, dan pemerintah dengan

peranannya masing-masing. KPU sebagai penyelenggara dianggap kurang memiliki

independensi dan integritas, terlihat dari keputusan dan penetapan KPU yang sering

berubah-ubah, misalnya dalam penetapan daftar pemilih, jadwal kampanye dan

deklarasi pemilu, pemasangan spanduk sosialisasi pemilu presiden, dan lain sebagainya.

Hasil kerja Badan Pengawas Pemilu tidak menghasilkan efek jera secara

maksimal. Hasil laporan lembaga ini juga sering kali mentah akibat lemahnya

pengawalan terhadap tindak pelanggaran tersebut melalui pendekatan hukum yang

terpadu. Sehingga dalam pelaporan kasus Bawaslu hanya ibarat tukang pos, akibatnya

penyelenggaraan pemilu masih jauh dari harapan dan peserta pemilu cenderung

meremehkan institusi pengawasan ini. Peran pemerintah dalam pengawasan dan

dukungan dalam aspek anggaran dan birokrasi juga belum sempurna.

Dapat ditarik garis besar bahwa pelaksanaan pemilu tahun 2009 jauh dari

harapan karena banyaknya pelanggaran yang terjadi. Bahkan beberapa kalangan

berpendapat bahwa pemilu legislatif tahun 2009 adalah pemilu yang terburuk dari

pemilu sebelumnya setelah reformasi. Aktor-aktor yang berkaitan dengan pemilu

tersebut juga belum bekerja secara maksimal, akibatnya banyak pelanggaran-

pelanggaran terjadi, dan penanganan pelanggaran tersebut belum dapat diselesaikan

dengan tuntas.

Kesimpulan

12http://nasional.kompas.com/read/2009/07/05/18124443/ ditemukan.128.pelanggaran.dalam.kampanye.pilpres Diakses pada tanggal 17 Desember 2013, pukul 15:56 WIB

12

Page 13: Makalah Pelanggaran Pemilu Di Indonesia Polfair

Pemaparan diatas kiranya telah memberikan kita banyak hal. Kini kita dapat

tidak sekadar mengetahui, namun juga memahami bahwa pelanggaran pemilu itu

terbagi menjadi tiga jenis, yaitu pelanggaran administratif, tindak pidana, kode etik, dan

yang nantinya berimbas pada sengketa hasil pemilu. Pemahaman pada jenis pelanggaran

ini akan membuat kita lebih peka dan kritis apabila nantinya kita melihat ada

pelanggaran pemilu, siapa yang “bermain” disana, dan kemana kita harus

melaporkannya. Sebab berbeda jenis pelanggaran, berbeda pula mekanise pelaporan dan

penyelesaiannya.

Pemaparan dan penjelasan mengenai pelanggaran pemilu di tahun 1999, 2004,

2009 dapat kita ambil banyak pelajaran. Ditemukan fakta bahwa semakin lama semakin

banyak jumlah pelanggaran pemilu yang ditemukan dan di proses lebih lanjut. Hal ini

dapat berartikan semakin baik dan pekanyanya lembaga-lembaga pengawas, lembaga

peradilan, dan masyarakat dalam memantau dan menemukan pelanggaran Pemilu.

Namun disisi lain ini juga dapat berarti fatal bahwa aktor-aktor yang terlibat dalam

Pemilu sudah semakin mudah menemukan modus dan celah pelanggaran baru dengan

intensitas pelanggaran yang selalu meningkat. Tentu saja ini menjadi PR bagi kita

semua, terutama aktor-aktor yang terlibat dalam Pemilu, mulai dari penyelenggara,

pengawas, pengadil, peserta, hingga masyarakat, untuk bekerja dan berpartisipasi sesuai

dengan ruang lingkupnya masing-masing, untuk menwujudkan terlaksananya Pemilu

yang luber jurdil.

Daftar Pustaka

13

Page 14: Makalah Pelanggaran Pemilu Di Indonesia Polfair

BukuPamungkas, Sigit. 2009. Perihal Pemilu. Yogyakarta: Lab JIP UGMSubakti, Ramlan, dkk. 2011. Penanganan Pelangaran Pemilu. Jakarta:

Kemitraan Partership

Yulianto, dan Junaidi, Veri. 2009. Pelanggaran Pemilu dan Penyelesaiannya. Jakarta: KRHN

Topo Santoso, dkk. 2006. Penegakan Hukum Pemilu. Jakarta: Tim Peneliti Perludem.

Hidayat, Nur, dkk. 2006. Evaluasi Pengawasan Pemilu 2004. Jakarta: Perludem

Naskah PerundanganUndang-Undang No.10 Tahun 2008Undang-Undang no. 8 tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif

Makalah/LaporanBanwaslu. 2010. Rencana Strategis Bawaslu RI 2010-2014

Website

http://kpu.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/informasi/berita/detailberita/64

http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2013/bn874-2013.htm

http://www.researchgate.net/publication/42354312_Wewenang_Mahkamah_Konstitusi_Dalam_Menyelesaikan_Sengketa_Hasil_Pemilu_Legislatif_(Suatu_Tinjauan_Yuridis)

http://nasional.kompas.com/read/2009/07/05/18124443/ditemukan.128.pelanggaran.dalam.kampanye.pilpres Diakses pada tanggal 17 Desember 2013, pukul 15:56 WIB

http://kpudbrebes.wordpress.com/2010/04/01/pelanggaran-kode-etik-pemilu-dan-solusinya/ Diakses pada tanggal 16 Desember 2013, pukul 19:09 WIB

http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=11273&coid=3&caid=31&gid=2. Dikakses pada tanggal 16 Desember 2013, pukul 21:32 WIB

http://kpud-banjarkota.go.id/1/8-kilas-berita/246-dkpp-putuskan-117-kasus-pelanggaran-kode-etik-penyelenggara-pemilu-hingga-tahun-2013.html, diakses tanggal pada tanggal 16 Desember 2013, pukul 18:45 WIB

14