tugas makalah kasus pelanggaran etika bisnis

28
Tugas Makalah Kasus Pelanggaran Etika Bisnis PELANGGARAN HAK PATEN, Pelanggaran Smartphone Apple Terhadap Samsung, Apple VS Samsung Galaxy Disusun Oleh : Kemas Agus Balluthi 01110013 Fakultas Ekonomi Akuntansi UNIVERSITAS NAROTAMA 2012 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang

Upload: dian-sagita-nursepti

Post on 26-Oct-2015

5.469 views

Category:

Documents


37 download

DESCRIPTION

kasus pelanggaran etika bisnis di Indonesia - ETIKA BISNIS

TRANSCRIPT

Tugas Makalah Kasus Pelanggaran Etika Bisnis

 

PELANGGARAN HAK PATEN,

Pelanggaran Smartphone Apple Terhadap Samsung, Apple VS Samsung Galaxy

 

Disusun Oleh :

Kemas Agus Balluthi

01110013

Fakultas Ekonomi

Akuntansi

UNIVERSITAS NAROTAMA

2012

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A. Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang

Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk

melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Disini pula

pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme pasar. Peluang-

peluang yang diberikan pemerintah telah memberi kesempatan pada usaha-usaha tertentu

untuk melakukan penguasaan pangsa pasar secara tidak wajar.

Keadaan tersebut didukung oleh orientasi bisnis yang tidak hanya pada produk, promosi dan

kosumen tetapi lebih menekankan pada persaingan sehingga etika bisnis tidak lagi

diperhatikan dan akhirnya telah menjadi praktek monopoli, persengkongkolan dan

sebagainya. Masalah pelanggaran etika sering muncul antara lain seperti, dalam hal

mendapatkan ide usaha, memperoleh modal, melaksanakan proses produksi, pemasaran

produk, pembayaran pajak, pembagian keuntungan, penetapan mutu, penentuan harga,

pembajakan tenaga professional, blow-up proposal proyek, penguasaan pangsa pasar

dalam satu tangan, persengkokolan, mengumumkan propektis yang tidak benar, penekanan

upah buruh dibawah standar, insider traiding dan sebagainya. Biasanya faktor keuntungan

merupakan hal yang mendorong terjadinya perilaku tidak etis dalam berbisnis.

 

 

BAB II

 2.1 Landasan Teori

Etika bisnis merupakan pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam ekonomi atau bisnis

dan semua pihak yang terkait dengan para kompetitor untuk menghindari penyimpangan-

penyimpangan ilmu ekonomi dan mencapai tujuan atau mendapatkan profit, sehingga kita

harus menguasai sudut pandang ekonomi, hukum, dan etika atau moral agar dapat

mencapai target yang dimaksud. Moralitas berarti aspek baik atau buruk, terpuji atau tercela,

dan karenanya diperbolehkan atau tidak, dari perilaku manusia. Moralitas selalu berkaitan

dengan apa yang dilakukan manusia, dan kegiatan ekonomis merupakan suatu bidang

perilaku yang sangat penting. Tetapi belum pernah etika bisnis mendapat begitu banyak

perhatian seperti sekarang.

Perlu diketahui tentang pendekatan diskritif etika dan moral yang meneliti dan membahas

secara ilmiah, kritis, rasional atas sikap dan perilaku pembisnis sebagai manusia yang

bermoral manusiawi. Pendekatan ini menganalisa fakta-fakta keputusan bisnis dan patokan

bermoral serta mampu menggambarkan pengambilan sikap moral dan menyusun kode etik

atau kitab UU berdasarkan keyakinan moral. Oleh sebab itu didefenisikan secara kritis istilah

etika seperti keadilan, baik, yang utama atau prioritas, tanggung jawab, kerahasiaan

perusahaan, kejujuran dan lain-lain, maka bisnis juga mempunyai kode etik dan moral.

Dalam berbisnis kita juga harus mengetahui tentang deontologi karena deontologi

didasarkan prinsip-prinsip pengelolaan ilmu ekonomi yang berproses pada kewajiban-

kewajiban yang harus dipenuhi sebelum pengambilan keputusan bisnis dan didasarkan

pada aturan-aturan moral atau etika yang mengatur proses yang berakhir pada keputusan

bisnis. Jadi deontologi menilai baik buruknya aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang

mendahului keputusan bisnisnya, serta menguji apakah prinsip-prinsip sudah dijalankan

serta merupakan kewajiban bagi pelaku atau yang terlibat didalam proses pengambilan

keputusan dan pelaksanaan bisnis tersebut..

Perilaku tidak etis dalam kegiatan bisnis sering juga terjadi karena peluang-peluang yang

diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang kemudian disahkan dan disalah

gunakan dalam penerapannya dan kemudian dipakai sebagai dasar untuk melakukan

perbuatan-perbuatan yang melanggar etika bisnis.

2.2 Contoh Kasus

Seperti yang kita ketahui bahwa Samsung, Android dan Apple saling berselisih, diberbagai

belahan Dunia saling tuduh menuduh tentang hak paten dan seakan tak berkesudahaan.

Perang Hak paten antara perusahaan Tehnology terbesar ini ada artikelnya ada pada laman

situs Bussinesweek yang amat panjang, tetapi menarik untuk di baca. Pada atikel

BussinesWeek itu memaparkan perang paten antara Apple dan berbagai produsen yang

memproduksi produk-produk Android dan juga artikel itu memberikan rincian bagaimana

Apple terlibat dalam litigasi paten dengan sejumlah pembuat smartphone Android, termasuk

Samsung, Motorola dan HTC.

“Dalam perang paten telepon pintar (smartphone), banyak hal yang dipertaruhkan.

Perusahaan terkait tak akan ragu mengeluarkan uang banyak demi menjadi pemenang,”

kata pengacara dari Latham & Watkins, Max Grant, dikutip dari Bloomberg, Jumat, 24

Agustus 2012. Menurut dia, ketika persoalan hak cipta sudah sampai di meja hijau, maka

perusahaan tidak lagi memikirkan bagaimana mereka harus menghemat pengeluaran

keuangan.

Sebagai gambaran, Grant mengatakan, pengacara Apple diketahui memperoleh komisi US$

1.200 atau sekitar Rp 11,3 juta per jamnya untuk meyakinkan hakim dan juri bahwa

Samsung Electronics Co telah menyontek atau mencuri desain smartphone Apple.

Perusahaan yang dipimpin Tim Cook itu juga sudah menghabiskan total US$ 2 juta atau

sekitar Rp 18,9 miliar hanya untuk menghadirkan saksi ahli.

Meski kelihatan besar, uang untuk pengacara dan saksi ahli tersebut sebenarnya tergolong

kecil dan masih masuk akal di “kantong” Apple ataupun Google. Sebagai contoh, biaya US$

32 juta yang dikeluarkan Apple dalam perang paten melawan Motorola Mobility setara

dengan hasil penjualan Apple iPhone selama enam jam.

Keduanya diminta menghentikan penjualan produk tertentu. 10 produk Samsung, termasuk

Galaxy SII, tak boleh dijual lagi; 4 produk Apple, termasuk iPad 2 dan iPhone 4, juga

demikian. Oleh pengadilan Korea, Samsung diminta membayar denda 25 juta Won,

sedangkan Apple dikenakan denda sejumlah 40 juta Won atau setara US$ 35.400

 

 

 BAB III

 3.1  Kesimpulan

Upaya hukum pihak Apple pada bulan Februari lalu sempat mengalami kemunduran saat

hakim Koh menolak permintaan Apple untuk melarang penjualan perangkat Samsung di

Amerika Serikat. Menurut Koh, paten desain Apple terlalu luas dan bahkan beberapa di

antaranya memiliki kemiripan dengan konsep yang ada di serial Knight Rider tahun 1994.

Atas putusan tersebut Apple melakukan upaya banding dan menyewa sebuah firma hukum

terkenal di Los Angeles untuk meningkatkan upaya perang paten yang sedang berlangsung.

Keduanya diminta menghentikan penjualan produk tertentu. 10 produk Samsung, termasuk

Galaxy SII, tak boleh dijual lagi; 4 produk Apple, termasuk iPad 2 dan iPhone 4, juga

demikian. Oleh pengadilan Korea, Samsung diminta membayar denda 25 juta Won,

sedangkan Apple dikenakan denda sejumlah 40 juta Won atau setara US$ 35.400

3.2 Saran

Pelanggaran yang dilakukan kedua perusahaan technology terbesar ini tentu akan

membawa dampak yang buruk bagi perkembangan ekonomi, bukan hanya pada ekonomi

tetapi juga bagaimana pendapat masyarakat yang melihat dan menilai kedua perusahaan

technology ini secara moral dan melanggar hukum dengan saling bersaing dengan cara

yang tidak sehat. Kedua kompetitor ini harusnya professional dalam menjalankan bisnis,

bukan hanya untuk mencari keuntungan dari segi ekonomi, tetapi harus juga menjaga etika

dan moralnya dimasyarakat yang menjadi konsumen kedua perusahaan tersebut serta

harus mematuhi peraturan-peraturan yang dibuat.

 

Sumber :

http://www.BussinesWeek.com

http://bestseoeasy.blogspot.com/2012/08/apple-vs-samsung-apple-akhirnya.html

Contoh Makalah Kasus Etika Bisnis

1.       Kasus         :           Persaingan Iklan Kartu XL dan Kartu As

Perang provider celullar paling seru saat ini adalah antara XL dan Telkomsel. Berkali-kali

kita dapat melihat iklan-iklan kartu XL dan kartu as/simpati (Telkomsel) saling menjatuhkan

dengan cara saling memurahkan tarif sendiri. Kini perang 2 kartu yang sudah ternama ini

kian meruncing dan langsung tak tanggung-tanggung menyindir satu sama lain secara

vulgar. Bintang iklan yang jadi kontroversi itu adalah SULE, pelawak yang sekarang sedang

naik daun. Awalnya Sule adalah bintang iklan XL. Di XL, Sule bermain satu frame dengan

bintang cilik Baim dan Putri Titian.

Di situ, si Baim disuruh om sule untuk ngomong, “om sule ganteng”, tapi dengan

kepolosan dan kejujuran (yang tentu saja sudah direkayasa oleh sutradara ) si baim

ngomong, “om sule jelek..”. Setelah itu, sule kemudian membujuk baim untuk ngomong

lagi, “om sule ganteng” tapi kali ini si baim dikasih es krim sama sule. Tapi tetap saja si baim

ngomong, “om sule jelek”. XL membuat sebuah slogan,“sejujur baim, sejujur XL”. Iklan ini

dibalas oleh TELKOMSEL dengan meluncurkan iklan kartu AS. Awalnya, bintang iklannya

bukan sule, tapi di iklan tersebut sudah membalas iklan XL tersebut dengan kata-katanya

yang kurang lebih berbunyi seperti ini, “makanya, jangan mau diboongin anak

kecil..!!!” Nggak cukup di situ,  kartu AS meluncurkan iklan baru dengan bintang sule. Di

iklan tersebut, sule menyatakan kepada pers bahwa dia sudah tobat. Sule sekarang

memakai kartu AS yang katanya murahnya dari awal, jujur. Sule juga berkata bahwa dia

kapok diboongin anak kecil sambil tertawa dengan nada mengejek. Perang iklan antar

operator sebenarnya sudah lama terjadi. Namun pada perang iklan yang satu ini, tergolong

parah. Biasanya, tidak ada bintang iklan yang pindah ke produk kompetitor selama jangka

waktu kurang dari 6 bulan. Namun pada kasus ini, saat penayangan iklan XL masih diputar

di Televisi, sudah ada iklan lain yang “menjatuhkan” iklan lain dengan menggunakan bintang

iklan yang sama.

Sumber            :           http://www.beritaunik.net/unik-aneh/sule-xl-vs-sule-as.html

1.     Teori dan Pembahasan

Etika bisnis merupakan pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam ekonomi atau bisnis

dan semua pihak yang terkait dengan eksistensi korporasi termasuk dengan para kompetitor

untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan ilmu ekonomi dan mencapai tujuan atau

mendapatkan profit, sehingga kita harus menguasai sudut pandang ekonomi, hukum, dan

etika atau moral agar dapat mencapai target yang dimaksud. Moralitas berarti aspek baik

atau buruk, terpuji atau tercela, dan karenanya diperbolehkan atau tidak, dari perilaku

manusia. Moralitas selalu berkaitan dengan apa yang dilakukan manusia, dan kegiatan

ekonomis merupakan suatu bidang perilaku yang sangat penting. Tetapi belum pernah etika

bisnis mendapat begitu banyak perhatian seperti sekarang.

Perlu diketahui tentang pendekatan diskritif etika dan moral yang meneliti dan membahas

secara ilmiah, kritis, rasional atas sikap dan perilaku pebisnis sebagai manusia yang

bermoral manusiawi. Pendekatan ini menganalisa fakta-fakta keputusan bisnis dan patokan

bermoral serta mampu menggambarkan pengambilan sikap moral dan menyusun kode etik

atau kitab UU berdasarkan keyakinan moral. Oleh sebab itu didefenisikan secara kritis istilah

etika seperti keadilan, baik, yang utama atau prioritas, tanggung jawab, kerahasiaan

perusahaan, kejujuran dan lain-lain, maka bisnis juga mempunyai kode etik dan

moral. Dalam berbisnis kita juga harus mengetahui tentang deontologi karena deontologi

didasarkan prinsip-prinsip pengelolaan ilmu ekonomi yang berproses pada kewajiban-

kewajiban yang harus dipenuhi sebelum pengambilan keputusan bisnis dan didasarkan

pada aturan-aturan moral atau etika yang mengatur proses yang berakhir pada keputusan

bisnis. Jadi deontologi menilai baik buruknya aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang

mendahului keputusan bisnisnya, serta menguji apakah prinsip-prinsip sudah dijalankan

serta merupakan kewajiban bagi pelaku atau yang terlibat didalam proses pengambilan

keputusan dan pelaksanaan bisnis tersebut. Dalam kasus diatas dapat kita nilai bagaimana

kedua perusahaan telah melanggar prinsip-prinsip dan aturan-aturan moral, sehingga kedua

perusahaan bersaing dengan tidak sehat dengan cara saling membalas dan menjelek-

jelekkan iklan yang seharusnya tidak perlu dilakukan untuk menguasai pasaran

dimasyarakat.

Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk

melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Disini pula

pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme pasar. Peluang-

peluang yang diberikan pemerintah telah memberi kesempatan pada usaha-usaha tertentu

untuk melakukan penguasaan pangsa pasar secara tidak wajar. Keadaan tersebut didukung

oleh orientasi bisnis yang tidak hanya pada produk, promosi dan kosumen tetapi lebih

menekankan pada persaingan sehingga etika bisnis tidak lagi diperhatikan dan akhirnya

telah menjadi praktek monopoli, persengkongkolan dan sebagainya. Pelanggaran etika

bisnis dan persaingan tidak sehat dalam upaya penguasaan pasar terasa marak ditayangan

iklan di televisi. Dengan lahirnya UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diharapkan dapat mengurangi terjadinya pelanggaran

etika bisnis. Masalah pelanggaran etika sering muncul antara lain seperti, dalam hal

mendapatkan ide usaha, memperoleh modal, melaksanakan proses produksi, pemasaran

produk, pembayaran pajak, pembagian keuntungan, penetapan mutu, penentuan harga,

pembajakan tenaga professional, blow-up proposal proyek, penguasaan pangsa pasar

dalam satu tangan, persengkokolan, mengumumkan propektis yang tidak benar, penekanan

upah buruh dibawah standar, insider traiding dan sebagainya. Biasanya faktor keuntungan

merupakan hal yang mendorong terjadinya perilaku tidak etis dalam berbisnis. Dapat kita

lihat contohnya pada kasus di atas dimana kedua perusahaan provider saling bersaing

untuk menguasai dan memonopoli pasar. Perilaku tidak etis dalam kegiatan bisnis sering

juga terjadi karena peluang-peluang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan

yang kemudian disahkan dan disalah gunakan dalam penerapannya dan kemudian dipakai

sebagai dasar untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar etika bisnis.

Beberapa peraturan perundang-undangan yang menghimpun pengaturan dan peraturan

tentang dunia iklan di Indonesia yang bersifat mengikat antara lain adalah peraturan yang

diatur oleh Undang-Undang, antara lain, UU N o. 40 tahun 1999 tentang Pers , UU N o. 24

tahun 1997 tentang Penyiaran,             UU N o. 7 tahun 1996 , PP N o. 69 tahun 1999 .

Hal yang aneh dalam kasus ini mengapa satu orang muncul dalam dua penampilan iklan

yang merupakan satu produk sejenis yang saling bersaing, dalam waktu yang hampir

bersamaan. Ada sebagian yang bilang, apa yang dilakukan oleh Sule tidak etis dalam dunia

periklanan. Mereka menyoroti peran Sule yang dengan cepat berpindah kepada pelaku iklan

lain yang merupakan kompetitornya. Bila kita kaitkan dengan teori hak yang sangat dekat

dengan politik demokrasi, oleh sebab itu setiap manusia tidak boleh dikorbankan demi

tujuan lain selain hak asasinya dan hak seseorang melakukan kewajibannya. Sejauh yang

diketahui, pada prinsipnya, sebuah tayangan iklan di televisi (khususnya) harus patuh pada

aturan-aturan perundang-undangan yang bersifat mengikat serta taat dan tunduk pada tata

krama iklan yang sifatnya memang tidak mengikat. Siaran iklan adalah siaran informasi yang

bersifat komersial dan layanan masyarakat tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan

yang dapat dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga

penyiaran yang bersangkutan. Siaran iklan niaga dilarang yang melanggar (Pasal 46 ayat

(3) UU Penyiaran), yaitu :

a. promosi yang dihubungkan dengan ajaran suatu agama, ideologi, pribadi dan/atau

kelompok, yang menyinggung perasaan dan/atau merendahkan martabat agama

lain, ideologi lain, pribadi lain, atau kelompok lain

b. promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif;

c. promosi rokok yang memperagakan wujud rokok;

d. hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai agama;

dan/atau

e. eksploitasi anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun.

   Selain taat dan patuh pada aturan perundang-undangan di atas, pelaku iklan juga diminta

menghormati tata krama yang diatur dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI). Didalam EPI

juga diberikan beberapa prinsip tentang keterlibatan anak-anak di bawah umur, apalagi

Balita. Berikut adalah prinsip-prinsipnya, yaitu :

·      Anak-anak tidak boleh digunakan untuk mengiklankan produk yang tidak layak

dikonsumsi oleh anak-anak, tanpa didampingi orang dewasa.  

·      Iklan tidak boleh memperlihatkan anak-anak dalam adegan-adegan yang berbahaya,

menyesatkan atau tidak pantas dilakukan oleh anak-anak. 

·      Iklan tidak boleh menampilkan anak-anak sebagai penganjur bagi penggunaan suatu

produk yang bukan untuk anak-anak.

·      Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang mengeksploitasi daya rengek anak-anak

dengan maksud memaksa para orang tua untuk mengabulkan permintaan anak-anak

mereka akan produk terkait.

2.     Kesimpulan

Dalam kasus ini, persoalan bukan pada bintang iklan (Sule) yang menjadi pemeran utama

pada iklan kartu AS dan kartu XL yang saling menyindir satu sama lain, karena hak

seseorang untuk melakukan kewajibannya dan manusia tidak boleh dikorbankan demi

tujuan lain selain hak asasinya. Dimana yang dimaksud adalah Sule yang mempunyai

haknya sebagai manusia. Sejauh yang diketahui Sule tidak melakukan pelanggaran kode

etika pariwara Indonesia (EPI).

Dalam etika pariwara Indonesia juga diberikan tentang keterlibatan anak-anak dibawah

umur, tetapi kedua provider ini tetap menggunakan anak-anak sebagai bintang iklan, bukan

hanya itu tetapi iklan yang ditampilkan juga tidak boleh mengajarkan anak-anak tentang hal-

hal yang menyesatkan dan tidak pantas dilakukan anak-anak, seperti yang dilakukan

provider XL dan AS yang mengajarkan bintang iklannya untuk merendahkan pesaing dalam

bisnisnya. Hal yang dilakukan kedua kompetitor ini tentu telah melanggar prinsip-prinsip EPI

dan harusnya telah disadari oleh kedua kompetitor ini, dan harus segera menghentikan

persaingan tidak sehat ini.

Kedua kompetitor provider ini melanggar prinsip-prinsip dan aturan-aturan kode etik dan

moral untuk mencapai tujuannya untuk mendapatkan keuntungan lebih dan menguasai

pasaran dimasyarakat yang diberi kebebasan luas untuk melakukan kegiatan dan

mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi serta telah diberi kesempatan pada

usaha-usaha tertentu untuk melakukan penguasaan pangsa pasar secara tidak wajar.

Keadaan tersebut didukung oleh orientasi bisnis yang tidak hanya pada produk, promosi dan

kosumen tetapi lebih menekankan pada persaingan sehingga etika bisnis tidak lagi

diperhatikan dan akhirnya telah menjadi praktek monopoli. Padahal telah dibuat undang-

undang yang mengatur tentang persaingan bisnis, yaitu UU No.5 tahun 1999 tentang

Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, tetapi kedua kompetitor

ini mengabaikan Undang-Undang yang telah dibuat. Perilaku tidak etis dalam kegiatan

bisnis kedua kompetitor provider ini sering juga terjadi karena peluang-peluang yang

diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang kemudian disahkan dan disalah

gunakan dalam pelaksanaannya dan kemudian dipakai sebagai dasar untuk melakukan

perbuatan-perbuatan yang melanggar etika bisnis dalam menjalankan bisnisnya.

Dalam kasus ini, kedua provider menyadari mereka telah melanggar peraturan-peraturan

dan prinsip-prinsip dalam Perundang-undangan. Dimana dalam salah satu prinsip etika yang

diatur di dalam EPI, terdapat sebuah prinsip bahwa “Iklan tidak boleh merendahkan produk

pesaing secara langsung maupun tidak langsung.” Sebagaimana banyak diketahui, iklan-

iklan antar produk kartu seluler di Indonesia selama ini kerap saling sindir dan merendahkan

produk kompetitornya untuk menjadi provider yang terbaik di Indonesia. Pelanggaran yang

dilakukan kedua provider ini tentu akan membawa dampak yang buruk bagi perkembangan

ekonomi, bukan hanya pada ekonomi tetapi juga bagaimana pendapat masyarakat yang

melihat dan menilai kedua provider ini secara moral dan melanggar hukum dengan saling

bersaing dengan cara yang tidak sehat. Kedua kompetitor ini harusnya professional dalam

menjalankan bisnis, bukan hanya untuk mencari keuntungan dari segi ekonomi, tetapi harus

juga menjaga etika dan moralnya dimasyarakat yang menjadi konsumen kedua perusahaan

tersebut serta harus mematuhi peraturan-peraturan yang dibuat.

http://rndyst07.blogspot.com/2011/11/contoh-makalah-kasus-etika-bisnis.html

CONTOH KASUS ETIKA BISNIS INDOMIE DI TAIWAN

LATAR BELAKANG

Akhir-akhir ini makin banyak dibicarakan perlunya pengaturan tentang perilaku bisnis

terutama menjelang mekanisme pasar bebas. Dalam mekanisme pasar bebas diberi

kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri

dalam pembangunan ekonomi. Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk

berkembang mengikuti mekanisme pasar.

Dalam persaingan antar perusahaan terutama perusahaan besar dalam memperoleh

keuntungan sering kali terjadi pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar peraturan

yang berlaku. Apalagi persaingan yang akan dibahas adalah persaingan produk impor dari

Indonesia yang ada di Taiwan. Karena harga yang lebih murah serta kualitas yang tidak

kalah dari produk-produk lainnya.

PERMASALAH

Kasus Indomie yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut

mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat

yang terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid

(asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat

kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik

semua jenis produk Indomie dari peredaran.  Di Hongkong, dua supermarket terkenal juga

untuk sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie.

Kasus Indomie kini mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera

memanggil Kepala BPOM Kustantinah. "Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan

masalah terkait produk Indomie itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis ini," kata Ketua Komisi

IX DPR, Ribka Tjiptaning, di  Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (12/10/2010). Komisi

IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini bisa terjadai, apalagi pihak

negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan adanya zat berbahaya yang terkandung

di dalam produk Indomie.

A Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung di

dalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat) adalah

bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan tahan lama. Zat

berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam pemakaian untuk produk

kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal 0,15%.

Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia

dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung

nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan tersebut. tetapi kadar

kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut

Kustantinah.

Tetapi bila kadar nipagin melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg

per kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan lain

kecuali daging, ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan

muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker.

Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision,

produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu,

gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec.

Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan

karena standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.

LANDASAN TEORI

Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah.

Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan,

institusi, dan perilaku bisnis (Velasquez, 2005).

Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain

adalah:

1.Pengendalian diri

2.Pengembangan tanggung jawab social (social responsibility)

3.Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya

perkembangan informasi dan teknologi

4.Menciptakan persaingan yang sehat

5.Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”

6.Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)

7. Mampu menyatakan yang benar itu benar

8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan

pengusaha ke bawah

9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama

10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah

disepakati

11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hokum positif yang

berupa peraturan perundang-undangan.

PEMBAHASAN MASALAH

Indofood merupakan salah satu perusahaan global asal indonesia yang produk-produknya

banyak di ekspor ke negara-negara lain. Salah satunya adalah produk mi instan Indomie. Di

Taiwan sendiri, persaingan bisnis mi instant sangatlah ketat, disamping produk-produk mi

instant dari negara lain, produk mi instant asal Taiwan pun banyak membanjiri pasar dalam

negeri Taiwan.

Harga yang ditwarkan oleh Indomie sekitar Rp1500, tidak jauh berbeda dari harga indomie

di Indonesia, sedangkan mi instan asal Taiwan dijual dengan harga mencapai Rp 5000 per

bungkusnya. Disamping harga yang murah, indomie juga memiliki beberapa keunggulan

dibandingkan dengan produk mi instan asal Taiwan, yaitu memiliki berbagai varian rasa

yang ditawarkan kepada konsumen. Dan juga banyak TKI/W asal Indonesia yang menjadi

konsumen favorit dari produk Indomie selain karena harganya yang murah juga mereka

sudah familiar dengan produk Indomie.

Tentu saja hal itu menjadi batu sandungan bagi produk mi instan asal Taiwan, produk

mereka menjadi kurang diminati karena harganya yang mahal. Sehingga disinyalir pihak

perindustrian Taiwan mengklain telah melakukan penelitian terhadap produk Indomie, dan

menyatakan bahwa produk tersebut tidak layak konsumsi karena mengandung beberapa

bahan kimia yang dapat membahayakan bagi kesehatan.

Hal tersebut sontak dibantah oleh pihak PT. Indofood selaku produsen Indomie. Mereka

menyatakan bahwa produk mereka telah lolos uji laboratorium dengan hasil yang dapat

dipertanggungjawabkan dan menyatakan bahwa produk indomie telah diterima dengan baik

oleh konsumen Indonesia selama berpuluh-puluh tahun lamanya. Dengan melalui tahap-

tahap serangkaian tes baik itu badan kesehatan nasional maupun internasional yang sudah

memiliki standarisasi tersendiri terhadap penggunaan bahan kimia dalam makanan, indomie

dinyatakan lulus uji kelayakan untuk dikonsumsi.

Dari fakta tersebut, disinyalir penarikan produk Indomie dari pasar dalam negeri Taiwan

disinyalir karena persaingan bisnis semata, yang mereka anggap merugikan produsen lokal.

Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa tidak sedari dulu produk indomie dibahas oleh

pemerintah Taiwan, atau pemerintah melarang produk Indomie masuk pasar Taiwan?.

Melainkan mengklaim produk Indomie berbahaya untuk dikonsumsi pada saat produk

tersebut sudah menjadi produk yang diminati di Taiwan. Dari kasus tersebut dapat dilihat

bahwa ada persainag bisnis yang telah melanggar etika dalam berbisnis.

KESIMPULAN

Dari kasus indomie di Taiwan dapat dilihat sebagai contoh kasus dalam etika bisnis. Dimana

terjadi kasus yang merugikan pihak perindustrian Taiwan yang produknya kalah bersaing

dengan produk dari negara lain, salah satunya adalah Indomie yang berasal dari Indonesia.

Taiwan berusaha menghentikan pergerakan produk Indomie di Taiwan, tetapi dengan cara

yang berdampak buruk bagi perdagangan Global.

SARAN

Saran bagi pihak perindustrian Taiwan agar tidah serta merta menyatakan bahwa produk

indomie berbahaya untuk dikonsumsi, apabila ingin melindungi produsen dalam negeri,

pemerintah bisa membuat perjanjian dan kesepakatan yang lebih ketat sebelum proses

ekspor-impor dilakukan. Karena kasus tersebut berdampak besar bagi produk Indomie yang

telah dikenal oleh masyarakat Indonesia maupun warga negara lain yang negaranya

memperdagangkan Indomie asal Indonesia.

PELANGGARAN ETIKA BISNIS PT. LAPINDO BRANTAS

BAB I

PEDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banjir Lumpur Panas Sidoarjo atau Lumpur Lapindo, merupakan peristiwa menyemburnya

lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc di Dusun Balongnongo Desa

Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sejak 29 Mei 2006.

Lokasi semburan lumpur ini berada di Porong, yakni kecamatan di bagian selatan

Kabupaten Sidoarjo, sekitar 12 km sebelah selatan kota Sidoarjo. Kecamatan ini berbatasan

dengan Kecamatan Gempol (kabupaten Pasuruan) di sebelah selatan.

Lokasi pusat semburan hanya berjarak 150 meter dari sumur Banjar Panji-1 (BJP-1), yang

merupakan sumur eksplorasi gas milik Lapindo Brantas Inc sebagai operator blok Brantas.

Lokasi semburan lumpur tersebut merupakan kawasan pemukiman dan di sekitarnya

merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur. Tak jauh dari lokasi semburan

terdapat jalan tol Surabaya-Gempol, jalan raya Surabaya-Malang dan Surabaya-Pasuruan-

Banyuwangi (jalur pantura timur), serta jalur kereta api lintas timur Surabaya-Malang dan

Surabaya-Banyuwangi, Indonesia.

1.2 Penyebab Terjadinya Bencana Menurut Para Ahli

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ilmuwan dari berbagai negara

menyimpulkan bahwa luapan lumpur adalah akibat dari proses pengeboran eksplorasi gas

yang dilakukan PT. Lapindo Brantas.

Tim yang dipimpin oleh Richard Davies dari Universitas Durham, Inggris, itu menyatakan,

data yang dirilis Lapindo yang menjadi dasar bukti baru timnya bahwa pengeboran

menyebabkan luapan lumpur.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Isi Teori

“Kami menemukan laporan harian salah satu titik pengeboran yang menyatakan Lapindo

sempat memompakan kembali lumpur galiannya untuk menghentikan luapan lumpur. Upaya

itu menunjukkan beberapa keberhasilan dan membuat luapan lumpur melambat,” ujar

Davies. Dari data tersebut Davies dan timnya menemukan bukti baru.

“Fakta bahwa luapan lumpur melambat menjadi bukti bahwa lubang pengeboran memang

terhubung dengan sumber luapan lumpur,” ungkap Davies.

hal ini diperkuat oleh ungkapan anggota tim asal Universitas Curtin, Australia, Mark Tingay,

yang menyatakan bahwa luapan lumpur diakibatkan oleh gempa bumi adalah tidak masuk

akal.

“Gempa bumi yang mereka (pihak Lapindo) klaim sebagai penyebab utama luapan lumpur

hanya memiliki dampak sepele. Alasannya, gempa bumi terjadi di Yogyakarta dua hari

sebelum lumpur meluap, dan jauh dari lokasi luapan lumpur, yakni sekitar 250 km di sebelah

barat daya titik luapan,” ujar Tingay.

Dan melalui serangkaian konferensi internasional yang diselenggarakan oleh pihak yang

netral, diperoleh hasil akhir bahwa kesalahan operasi Lapindo dianggap para ahli sebagai

penyebab semburan Lumpur panas di Sidoarjo.

Akan tetapi pihak Lapindo dan beberapa geolog menganggap bahwa semburan Lumpur

diakibatkan oleh gempa bumi Yogyakarta yang terjadi dua hari sebelum Lumpur menyembur

pada tanggal 29 Mei 2006.

Sementara sebagian ahli menganggap bahwa hal itu tidak mungkin karena jarak yang terlalu

jauh dan skala gempa yang terlalu kecil. Mereka, melalui berbagai penerbitan di jurnal ilmiah

yang sangat kredibel, justru menganggap dan menemukan fakta bahwa penyebab

semburan adalah kesalahan operasi yang dilakukan oleh Lapindo. Lapindo telah lalai

memasang casing, dan gagal menutup lubang sumur ketika terjadi loss dan kick, sehingga

Lumpur akhirnya menyembur. (Ketika Lapindo mengebor lapisan bumi dari kedalaman 3580

kaki sampai ke 9297 kaki, mereka “belum” memasang casing 9-5/8 inchi)

Puluhan ahli datang dari seluruh penjuru dunia membahas enam makalah tentang masalah

Lapindo yang dipaparkan oleh para presenter, baik dari pihak Lapindo maupun para pakar

independen. Dan karena para ahli yang berada di pihak Lapindo tetap berkeras dengan

pendirian mereka, untuk memperoleh kepastian pendapat dari para ahli dunia tersebut

dengan cara voting, menggunakan metoda langsung angkat tangan. Hasilnya, tidak

diragukan lagi bahwa sebagian besar peserta yang hadir berpendapat bahwa penyebab

semburan adalah karena pengeboran yang disebabkan oleh Lapindo.

Hasil konferensi ini mestinya cukup untuk meyakinkan publik, pemerintah, dan penegak

hukum di Indonesia bahwa Lapindo merupakan pihak yang harus bertanggung jawab dalam

Bencana ini.

Kesimpulan ini juga diharapkan bisa segera menghentikan berbagai upaya Lapindo untuk

menghindar dari kewajiban, serta segera memenuhi hak dari korban Lumpur.

2.2 Dampak Semburan Lumpur Lapindo

Semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat sekitar maupun

bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Luapan lumpur terjadi pertama kali pada 2006

hingga kini telah memaksa sekitar 60 ribu orang mengungsi. Tidak hanya itu, masih banyak

dampak lain yang timbul akibat bencana ini, diantaranya adalah :

• Lumpur menggenangi 16 desa di tiga kecamatan. Semula hanya menggenangi empat

desa dengan ketinggian sekitar 6 meter, yang membuat dievakuasinya warga setempat

untuk diungsikan serta rusaknya areal pertanian. Luapan lumpur ini juga menggenangi

sarana pendidikan dan Markas Koramil Porong. Hingga bulan Ahustus 2006, luapan lumpur

ini telah menggenangi sejumlah desa/kelurahan di Kecamatan Porong, Jabon, dan

Tanggulangin, dengan total warga yang dievakuasi sebanyak lebih dari 8.200 jiwa dan tak

25.000 jiwa mengungsi. Karena tak kurang 10.426 unit rumah terendam lumpur dan 77 unit

rumah ibadah terendam lumpur.

• Lahan dan ternak yang tercatat terkena dampak lumpur hingga Agustus 2006 antara lain:

lahan tebu seluas 25,61 ha di Renokenongo, Jatirejo dan Kedungcangkring; lahan padi

seluas 172,39 ha di Siring, Renokenongo, Jatirejo, Kedungbendo, Sentul, Besuki Jabon dan

Pejarakan Jabon; serta 1.605 ekor unggas, 30 ekor kambing, 2 sapi dan 7 ekor kijang.

• Sekitar 30 pabrik yang tergenang terpaksa menghentikan aktivitas produksi dan

merumahkan ribuan tenaga kerja. Tercatat 1.873 orang tenaga kerja yang terkena dampak

lumpur ini.

• Empat kantor pemerintah juga tak berfungsi dan para pegawai juga terancam tak bekerja.

• Tidak berfungsinya sarana pendidikan (SD, SMP), Markas Koramil Porong, serta rusaknya

sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan telepon)

• Rumah/tempat tinggal yang rusak akibat diterjang lumpur dan rusak sebanyak 1.683 unit.

Rinciannya: Tempat tinggal 1.810 (Siring 142, Jatirejo 480, Renokenongo 428,

Kedungbendo 590, Besuki 170), sekolah 18 (7 sekolah negeri), kantor 2 (Kantor Koramil dan

Kelurahan Jatirejo), pabrik 15, masjid dan musala 15 unit.

• Kerusakan lingkungan terhadap wilayah yang tergenangi, termasuk areal persawahan

• Pihak Lapindo melalui Imam P. Agustino, Gene-ral Manager PT Lapindo Brantas,

mengaku telah menyisihkan US$ 70 juta (sekitar Rp 665 miliar) untuk dana darurat

penanggulangan lumpur.

• Akibat amblesnya permukaan tanah di sekitar semburan lumpur, pipa air milik PDAM

Surabaya patah.

• Meledaknya pipa gas milik Pertamina akibat penurunan tanah karena tekanan lumpur dan

sekitar 2,5 kilometer pipa gas terendam.

• Ditutupnya ruas jalan tol Surabaya-Gempol hingga waktu yang tidak ditentukan, dan

mengakibatkan kemacetan di jalur-jalur alternatif, yaitu melalui Sidoarjo-Mojosari-Porong

dan jalur Waru-tol-Porong. Penutupan ruas jalan tol ini juga menyebabkan terganggunya

jalur transportasi Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi serta kota-kota lain di bagian

timur pulau Jawa. Ini berakibat pula terhadap aktivitas produksi di kawasan Ngoro

(Mojokerto) dan Pasuruan yang selama ini merupakan salah satu kawasan industri utama di

Jawa Timur.

• Tak kurang 600 hektar lahan terendam.

• Sebuah SUTET milik PT PLN dan seluruh jaringan telepon dan listrik di empat desa serta

satu jembatan di Jalan Raya Porong tak dapat difungsikan.

• Berubahnya suhu udara yang semakin panas, yang bercampur bau lumpur.

• Mayoritas warga sekitar lumpur kini begitu akrab dengan sesak nafas dan batuk. Sekalipun

belum ada korban meninggal akibat ISPA, namun batuk ‘jamaah’ yang diidap warga sulit

untuk disebut wajar.

• Pencemaran air di kawasan sekitar bencana yang menyebabkan air menjadi tidak layak

lagi dikonsumsi. Akibatnya warga terpaksa membeli air bersih dari sumber mata air Prigen

yang dijual perusahaan pengangkut air dengan harga Rp. 1500 per curigen (25 liter).

• Pengangguran massal yang mengancam masa depan warga.

• Sejumlah warga merelakan anaknya tidak sekolah akibat sulitnya mendapatkan pekerjaan

baru. Tingkat pendidikan rendah menjadi penghalang selanjutnya. Sayangnya disituasi rumit

ini warga tak disiapkan pekerjaan oleh Lapindo Berantas, dan nyaris di campakkan

pemerintahan yang berkuasa.

Sementara itu dalam metrotvnews.com (Sabtu, 13 Februari 2010) menyebutkan bahwa

pihak Lapindo membantah kegiatan pengeboran yang dilakukannya merupakan penyebab

luapan lumpur yang tak kunjung berhenti itu. Menurut Lapindo, gempa bumilah yang

menjadi penyebab luapan lumpur. Lapindo bahkan menyatakan bahwa hasil penelitian yang

dilakukan oleh ilmuwan tidak memiliki dasar yang kuat.

“Mereka (peneliti) tidak memiliki data yang lengkap. Tidak ada hubungan antara luapan

lumpur dengan Lapindo,” ujar Wakil Direktur Utama PT. Lapindo, Yuniwati Teryana.

Sikap Lapindo tersebut kemudian didukung keputusan Mahkamah Agung pada tahun 2009

yang membebaskan Lapindo dari segala tuntutan karena dianggap bertanggung jawab

terhadap luapan lumpur. Kepolisian pun kini telah menghentikan penyelidikan atas kasus

tersebut.

BAB III

PENUTUP

3.1 Ulasan Dari Sisi Etika Bisnis

Dari Uraian kasus diatas diketahui bahwa kelalaian yang dilakukan PT. Lapindo Brantas

merupakan penyabab utama meluapnya lumpur panas di Sidoarjo, akan tetapi pihak

Lapindo malah berdalih dan enggan untuk bertanggung jawab.

Jika dilihat dari sisi etika bisnis, apa yang dilakukan oleh PT. Lapindo Berantas jelas telah

melanggar etika dalam berbisnis. Dimana PT. Lapindo Brantas telah melakukan eksploitasi

yang berlebihan dan melakukan kelalaian hingga menyebabkan terjadinya bencana besar

yang mengakibatkan kerusakan parah pada lingkungan dan sosial.

Eksploitasi besar-besaran yang dilakukan PT. Lapindo membuktikan bahwa PT. Lapindo

rela menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan. Dan keengganan PT.

Lapindo untuk bertanggung jawab membuktikan bahwa PT. Lapindo lebih memilih untuk

melindungi aset-aset mereka daripada melakukan penyelamat dan perbaikan atas

kerusakan lingkungan dan sosial yang mereka timbulkan.

Padahal baru-baru ini beberapa akademisi dan praktisi bisnis melihat adanya hubungan

sinergis antara etika dan laba. Menurut mereka, justru di era kompetisi yang ketat ini,

reputasi baik merupakan sebuah competitive advantage yang sulit ditiru.

Doug Lennick dan Fred Kiel, dalam bukunya yang berjudul Moral Intelligence, berargumen

bahwa perusahaan-perusahaan yang memiliki pemimpin yang menerapkan standar etika

dan moral yang tinggi terbukti lebih sukses dalam jangka panjang.

Hal yang sama juga dikemukakan miliuner Jon M. Huntsman, 2005 dalam bukunya yang

berjudul Winners Never Cheat. Dimana ia mengatakan bahwa kunci utama kesuksesan

adalah reputasinya sebagai pengusaha yang memegang teguh integritas dan kepercayaan

pihak lain.

Tidak hanya itu, dalam sebuah studi selama dua tahun yang dilakukan The Performance

Group, sebuah konsorsium yang terdiri dari Volvo, Unilever, Monsanto, Imperial Chemical,

Industries, Deutsche Bank, Electrolux, dan Gerling, menemukan bahwa pengembangan

produk yang ramah lingkungan dan peningkatan environmental compliance bisa menaikkan

EPS (earning per share) perusahaan, mendongkrak profitability, dan menjamin kemudahan

dalam mendapatkan kontrak atau persetujuan investasi.

Di tahun 1999, jurnal Business and Society Review menulis bahwa 300 perusahaan besar

yang terbukti melakukan komitmen dengan publik yang berlandaskan pada kode etik akan

meningkatkan market value added hingga dua atau tiga kali lebih besar daripada

perusahaan lain yang tidak melakukan hal serupa. Bukti lain, seperti riset yang dilakukan

oleh DePaul University di tahun 1997 menemukan bahwa perusahaan yang merumuskan

komitmen korporat mereka dalam menjalankan prinsip-prinsip etika memiliki kinerja finansial

(berdasar penjualan tahunan/revenue) yang lebih bagus dari perusahaan lain yang tidak

melakukan hal serupa.

Hal ini membuktikan bahwa etika berbisnis yang dipegang oleh suatu perusahaan akan

sangat mempengaruhi kelangsungan suatu perusahaan. Dan segala macam bentuk

pengabaian etika dalam berbisnis akan mengancam keamanan dan kelangsungan

perusahaan itu sendiri, lingkungan sekitar, alam, dan sosial.

http://prastaeltanin.blogspot.com/2012/01/pelanggaran-etika-bisnis-pt-lapindo.html