makalah netralitas sains
TRANSCRIPT
Netralitas Sains
Filsafat Ilmu Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di zaman globalisasi ini, manusia pada hakikatnya hanya ditopang oleh
kemajuan ilmu pengetahuan, informasi dan teknologi. Perkembangan peradaban yang
terus tumbuh dan berkembang sedemikian pesat dengan disadari maupun tidak telah
menghadirkan sebuah kerumitan dan kompleksitas kehidupan yang beraneka ragam
pula.
Perkembangan zaman yang kian cepat itu telah melahirkan bias kehidupan
masyarakat yang begitu dinamis. Pada hierarki inilah sesungguhnya sebuah eksistensi
sebuah ilmu pengetahuan patut dipertanyakan.
Memang pada dasarnya ilmu pengetahuan itu mempunyai manfaat yang amat
besar bagi manusia karena dengan berpengetahuan manusia akan menjadi lebih
mengerti. Pengetahuan yang diperoleh sedemikian itu pada umumnya telah
memberikan jaminan akan kepastian yang lebih besar.
Dalam proses perjalanannya, perkembangan ilmu pengetahuan akan selalu
berbanding lurus dengan perkembangan zaman. Artinya, semakin berkembang zaman
akan semakin berkembang pula ilmu pengetahuan.
Akan tetapi, pada kenyataan yang lain, perkembangan ilmu pengetahuan pada
era modern ini justru menjadi sebuah dilema tersendiri. Apakah perkembangan ilmu
pengetahuan yang tercipta pada hakikatnya akan membawa kepada peradaban dunia
yang lebih sejahtera dan damai atau dengan perkembangan ilmu pengetahuan itu
justru menjadi sesuatu yang bisa merusak peradaban yang telah terbangun?
Dalam kajian ilmu filsafat bunyi pertanyaan tadi akan menjadi, “Netralkah
sebuah Ilmu Pengetahuan itu?”
Netralitas Sains
Filsafat Ilmu Page 2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis dapat merumuskan masalah
sebagai berikut.
1. Bagaimana pandangan ilmu filsafat terhadap sains?
2. Bagaimana kenetralan sebuah sains dalam perkembangan peradaban?
3. Bagaimana sikap para ilmuwan dalam hubungannya dengan temuan dan
peradaban?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan tujuan
untuk:
1. mengetahui bagaimana pandangan ilmu filsafat terhadap sains;
2. mengetahui bagaimana kenetralan sebuah sains dalam perkembangan peradaban;
dan
3. mengetahui bagaimana sikap para ilmuwan dalam hubungan temuan mereka dan
peradaban.
D. Kegunaan Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara
teoriris maupun secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai penambah
pengetahuan mengenai netralitas sains. Secara praktis makalah ini diharapkan
bermanfaat bagi:
1. penulis, sebagai wahana penambah pengetahuan dan konsep keilmuan khususnya
tentang netralitas sains;
2. pembaca/guru, sebagai media informasi tentang netralitas sains baik secara teoritis
maupun secara praktis.
Netralitas Sains
Filsafat Ilmu Page 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pandangan Ilmu Filsafat Terhadap Sains
1. Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang
secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan cabang
pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu.
Filsafat ilmu merupakan telaahan secara filsafat yang ingin menjawab
beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu seperti:
a. Objek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari objek
tersebut? Bagaimana hubungan antar objek tadi dengan daya tangkap
manusia (seperti berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan
pengetahuan?
b. Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang
berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan
agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang disebut
kebenaran itu sendiri/ apa kreterianya? Cara/teknik/ sarana apa yang
membantu kita dalam mendapatkan ilmu pengetahuan yang berupa ilmu?
c. Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana
kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaiadah moral moral.
Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan
moral? Bagaimana kaitan antara teknik procedural yang merupakan
operasionalisasi metode ilmiah dengan norma – norma moral/professional?
Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok pertanyaan yang
pertama disebut landasan ontologis ; kelompok yang kedua adalah epistemologis ; dan
kelompok ketiga adalah aksiologis.
2. Ilmu dan Moral
Benarkah bahwa makin credas, maka makin pandai kita menemukan
kebenaran. Makin benar maka makin baik pula perbuatan kita? Apakah manusia yang
Netralitas Sains
Filsafat Ilmu Page 4
mempunyai penalaran tinggi, lalu makin berbudi, sebab moral mereka dilandasi
analisis yang hakiki, ataukah malah sebaliknya; makin cerdas makin pandai kita
berdusta.
Profesor Ace Partadiredja dalam pidato pngukuhan Beliau selaku Guru Besar
Ilmu ekonomi UGM pernah memberi himbauan: “Merupakan kenyataan yang tidak
bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berutang kepada ilmu dan teknologi.
Berkat kemajuan dalam bidang ini maka pemenuhan kebutuhan manusia bisa
dilakukan secara lebih cepat dan lebih mudah di samping penciptaan berbagai
kemudahan dalam bidang-bidang seperti pengangkutan, pemukiman, pendidikan dan
komunikasi. Namun dalam kenyataannya apakah ilmu selulu merupakan berkah,
terbebas dari kutukan yang membawa malapetaka dan kesengsaraan”.
Kita ambil contoh tragedi WTC. Jauh sebelum tragedi WTC dan kasus yang
menewaskan ratusan jiwa, sejak semula dalam tahap-tahap pertama pertumbuhannya
ilmu sudah dikaitkan dengan tujuan perang. Ilmu bukan saja digunakan untuk
menguasai alam melainkan juga untuk memerangi sesame manusia dan menguasai
manusia.
Pada pihak yang lain, perkembangan ilmu sering melupakan faktor manusia,
dimana bukan lagi teknologi yang berkembang seiring dengan perkembangan dan
kebutuhan manusia. Namun justru sebaliknya, manusialah yang akhirnya harus
menyesuaikan diri dengan teknologi.
Teknologi tidak lagi berfungsi sebagi sarana yang memberikan kemudahan
bagi kehidupan manusia melainkan teknologi juga berada untuk tujuan eksistensinya
sendiri.
Sesuatu yang kadang-kadang harus dibayar mahal oleh manusia yang
kehilangan sebagian arti dari kemanusiannya. Manusia sering dihadapkan dengan
situasi yang tidak bersifat manusiawi, terpenjara dalam kisi-kisi teknologi yang
merampas kebahagiaan dan kemanusiaannya.
Dewasa ini ilmu bahkan sudah berada di ambang kemajuan yang
memengaruhi reproduksi dan penciptaan manusia - manusia itu sendiri. Jadi, ilmu
Netralitas Sains
Filsafat Ilmu Page 5
bukan saja menimbulkan gejala dehumanisasi namun bahkan kemungkinan mengubah
hakikat kemanusiaan itu sendiri. Atau dengan perkataan lain, ilmu bukan lagi
merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, namun juga
menciptakan tujuan hidup itu sendiri.
Menghadapi kenyataan seperti ini, ilmu yang pada hakikatnya mempelajari
alam sebagiamana adanya mulai mempertanyakan hal-hal yang bersifat seharusnya,
seperti:
a. Untuk apa sebenarnya ilmu harus dipergunakan?
b. Dimana batas wewenang penjelajahan keilmuan?
c. Ke arah mana perkembangan keilmuan harus diarahkan?
Untuk menjawab pertanyaan ini maka ilmuawan berpaling kepada hakikat
moral.
Sebenarnya sejak saat pertumbuhan ilmu sudah terkait dengan masalah-
masalah moral namun dalam perspektif yang berbeda. Ketika Copernicus (1473-1543)
mengajukan teorinya tentang kesemestaan alam dan menemukan bahwa “bumi yang
berputar mengelilingi matahari” dan bukan sebaliknya seperti apa yang dinyatakan
dalam ajaran agama, maka timbullah interaksi antara ilmu dan moral.
Pertentangan ilmu dan moral yang diwakili oleh ajaran agama pada waktu itu
di akhiri dengan diputuskan oleh pengadilan agama waktu itu bahwa Galileo harus
mencabut pernyataannya.
Pengadilan inkuisisi Galileo ini selama kurang lebih dua setengah abad
memengaruhi perkembangan berpikir di Eropa yang pada dasarnya mencerminkan
pertarungan antara ilmu yang terbebas dari nilai-nilai di luar bidang keilmuan dan
ajaran-ajaran diluar bidang keilmuan yang ingin menjadikannya nilai-nilainya sebagi
penafsiran metafisik keilmuan.
Dalam kurun waktu ini para ilmuwan berjuang untuk menegakkan ilmu yang
berdasarkan penafsiran alam sebagaimana adanya dengan semboyan Ilmu yang Bebas
Nilai.
Netralitas Sains
Filsafat Ilmu Page 6
B. Ilmu yang Bebas Nilai
Wacana masalah netralisasi ilmu memang masih dalam perdebatan di
kalangan masyarakat. Tetapi pada hakikatnya ilmu itu mempunyai nilai Netral ( nol ),
dengan ilmu itu netral maka perkembangan ilmu pengetahuan bisa berkembang.
Sehingga tidak tercampuri dengan suatu hal yang dapat menjadikan ilmu atau itu
sendiri menjadi terhambat dalam perkembangannya.
Sedangkan netral itu sendiri memiliki berbagai pandangan. Yang pertama
dalam pandangan Ontologi, yakni masalah atau hakikat netral itu sendiri, yang
mempunyai ruang lingkup tentang baik buruknya ilmu yang telah ada.
Kemudian dalam pandangan Epistimologi yaitu masalah bagaimana
mendapatkan ilmu itu. Dan untuk mendapatkanya apakah sesuai atau malah
menyimpang dari metode ilmiah. Sebagai contoh, ketika seorang ahli jantung ingin
meneliti tentang jantung manusia. Ada suatu kendala apabila dokter ini meneliti
jantung selain jantung manusia seperti jantung simpanse misalnya, tentu hasilnya
berbeda apabila dokter itu menggunakan jantung manusia itu. Tetapi masalahnya ada
beberapa yang tidak menyetujui hal ini, dikarenakan telah keluar dari rasa
kemanusiaan. Padahal tujuan awalnya agar data yang diperoleh valid dan lengkap,
tetapi mereka salah memandang hal tersebut.
Sedangkan yang terakhir adalah netarisasi dalam pandangan Aksiologi, ini
menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu itu sendiri. Seperti suatu hal yang sangat
disesalkan oleh Albert Einsten, karena penemuannya tentang nuklir. Ternyata
manusia sebagai pengkonsumsi dari hasil temuan ilmu itu telah menyimpang atau
menyalahi aturan yang ada.
Padahal Einsten meneliti nuklir bukan karena dia ingin menggunakannya
sebagai bom atau perusak, tetapi sebaliknya yaitu untuk kemaslahatan manusia
sendiri. Tetapi manusia sendirilah yang telah salah menggunakan hasil pikiran
Einstein itu.
Bandingkan atau lawan dari netral yaitu sains terikat, yakni sains yang terikat
pada nilai. Bagi mereka yang berpandangan sains itu terikat nilai maka dalam
Netralitas Sains
Filsafat Ilmu Page 7
penelitiannya terhadap ilmu pengetahuan akan dibatasi oleh nilai-nilai yang berlaku
dalam peradaban. Di samping itu juga mereka mesti selektif terhadap objek penelitian
sekaligus menggunakan hasil penelitian.
C. Fenomena Kekinian atas Netralitas Ilmu
Contoh temudah yang bisa kita ambil adalah fenomena handphone. Misalnya
dalam lingkungan yang lebih kecil, dalam ruang lingkup pelajar.
Tentunya, zaman sekarang anak-anak yang menggunakan handphone atau
telephone genggam di kalangan remaja. Bahkan, anak usia 5 tahun pun sudah
menggunakan handphone bermerek mahal. Sampai usia yang sudah tua pun masih ada
yang menggunakan handphone,walaupun tidak begitu banyak yang kita temukan.
Saat ini, handphone pun dilengkapi dengan teknologi-teknologi yang sangat
canggih. Kecanggihan itu pun bisa digunakan untuk anak yang berusia sekolah dasar.
Sebagai sebuah hasil limu pengetahuan handphone hadir dengan dua sisi yang
berlawan. Maksudnya, ada dua dampak yang bisa di timbulkan oleh handphone, yaitu:
1. Dampak positif menggunakan handphone bagi pelajar, yaitu :
a. mempermudah komunikasi, seperti ketika orang tua menjemput anaknya ketika
pulang sekolah atau selesai melakukan kegiatan di sekolah;
b. menambah pengetahuan tentang perkembangan teknologi, karena bagaimanapun
teknologi sudah merambat sampai ke pelosok-pelosok desa. Memperluas jaringan
persahabatan, seperti mendapat banyak kenalan dimana-mana sampai di luar
negeri.
2. Dampak negatif menggunakan handphone bagi pelajar, yaitu :
a. mengganggu perkembangan anak. Dengan canggihnya fitur-fitur yang tersedia di
handphone seperti, kamera, permainan, akan mengganggu siswa dalam menerima
pelajaran di sekolah. Tidak jarang mereka disibukan dengan menerima panggilan,
sms,miscall dari teman. Lebih parah lagi ada yang menggunakan handphone untuk
mencontek dalam ulangan atau ujian sekolah. Bermain handphone saat guru
menjelaskan pelajaran dan sebagainya.
Netralitas Sains
Filsafat Ilmu Page 8
Kalau hal tersebut dibiarkan, maka generasi yang kita harapkan akan menjadi
budak teknologi. Selain berbagai kontroversi di seputar dampak negatif
penggunaanya, penggunan handphone juga berakibat buruk terhadap kesehatan, ada
baiknya siswa lebih berhati-hati dan bijaksana dalam menggunakan atau memilih
handphone, khususnya bagi pelajar anak-anak. Jika memang tidak terlalu diperlukan,
sebaiknya anak-anak jangan dulu diberi kesempatan menggunakan handphone secara
permanen. Rawan terhadap tindak kejahatan. Pelajar merupakan salah satu target
utama dari penjahat. Apalagi handphone merupakan perangkat yang mudah dijual,
sehingga anak-anak yang menenteng handphone “ high end “ bisa di kuntit maling
yang mengincar handphonenya. Sangat berpotensi mempengaruhi sikap dan perilaku
siswa. Jika tidak ada kontrol dari guru dan orang tua. Handphone bisa digunakan
untuk menyebarkan gambar-gambar yang mengandung unsur pornografi.
Hal lain, dengan mempunyai handphone maka pengeluaran kita akan
bertambah, apalagi kalau handphone nya hanya digunakan untuk hal-hal yang tidak
bermanfaat maka hanya akan menjadi pemborosan saja. Menciptakan lingkungan
pergaulan sosial yang tidak sehat. Ada keluarga yang tidak mampu, tetapi karena
pergaulan dimana teman-temanya sudah dibelikan handphone sehingga mereka
merengek-rengek kepada orang tuanya padahal orang tuanya tidak mampu.
Secara berangsur kehadiran handphone akan membentuk sifat hedonisme pada
anak. Ketika keluar gadget terbaru yang lebih canggih, mereka pun merengek-rengek
meminta kepada orang tua, padahal mereka sebenarnya belum memahami benar
manfaat setiap fitur-fitur baru secara menyeluruh.
Anak kita akan sulit diawasi, khususnya ketika masa-masa pubertas, disaat
sudah muncul rasa ketertarikan dengan teman pria atau wanita, maka handphone
menjadi sarana bagi mereka untuk berkomunikasi, tetapi komunikasi yang tidak baik.
Hal ini akan mengganggu aktifitas yang seharusnya mereka lakukan, separti: shalat,
makan, belajar, bahkan tidur karena keasikan smsan dengan teman lawan jenisnya.
Efek sampingan jari yang kebanyakan memencet tombol ketika smsan akan
mengganggu syaraf-syaraf tertentu.
Handphone juga akan membuat syaraf-syaraf di otak kita,sedikit demi sedikit
akan terputus. Saat kita tidur malam,usahakan handphone jangan di letakan disamping
Netralitas Sains
Filsafat Ilmu Page 9
telinga kita atau di bawah bantal. Itu karena radiasi-radiasi saat handphone menyala
akan membuat syaraf-syaraf di otak kita terganggu. Itulah contoh-contoh dari semua
dampak yang telah kita ketahui.
D. Sikap Ilmuwan
Dihadapkan dengan masalah moral dalam menghadapi ekses ilmu dan
teknologi yang bersifat merusak ini, para ilmuwan terbagi dalam dua golongan
pendapat.
1. Golongan pertama
Golongan pertama menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral
terhadap nilai-nilai baik itu secara ontologis maupun aksiologis.
Dalam hal ini tugas ilmuwan adalah menemukan pengetahuan dan terserah
kepada orang lain untuk mempergunakannya. Apakah dipergunakan untuk tujuan
yang buruk atau pengetahuan itu ditujukan kepada kebaikan.
Golongan ini ingin melanjutkan tradisi kenetralan ilmu secara total seperti
pada waktu era Galileo.
2. Golongan kedua
Golongan kedua sebaliknya, mereka berpendapat bahwa netralitas ilmu
terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam
penggunaanya bahkan pemilihan objek penelitian, kegiatan keilmuan harus
berlandaskan asas-asas moral.
Golongan kedua ini mendasarkan pendapatnya pada beberapa hal sebagai
berikut.
a. Ilmu secara faktual telah dipergunakan secara destruktif oleh manusia yang
dibuktikan dengan adanya dua perang dunia yang mempergunakan teknologi-
teknologi keilmuan.
Netralitas Sains
Filsafat Ilmu Page 10
b. Ilmu telah berkembang dengan pesat dan makin esoteric sehingga kaum
ilmuwan lebih mengetahui ekses-ekses yang mungkin terjadi bila terjadi
penyalahgunaan.
c. Ilmu telah berkembang sedemikian rupa dimana terdapat kemungkinan bahwa
ilmu dapat mengubah manusia dan kemanusiaan yang paling hakiki seperti
pada kasus genetika revolusi genetika dan teknik perubahan social (social
engineering).
Berdasarkan ketiga hal ini maka golongan kedua berpendapat bahwa ilmu
secara moral harus ditujukan untuk kebaikan manusia tanpa merendahkan
martabat atau mengubah hakikat kemanusiaan.
Terlepas dari pendapat dua golongan diatas, kita sebagai manusia
seyogyanya dapat kembali menghayati salah satu pendapat Darwin yang
mengatakan: “ tahap tertinggi dalam kebudayaan manusia adalah ketika kita
menyadari bahwa kita seyogyanya mengontrol pikiran kita”. Sehingga kita dapat
bersikap arif dalam mengarahkan kenetralan ilmu atau sains tersebut.
Netralitas Sains
Filsafat Ilmu Page 11
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Pada hakikatnya ilmu itu mempunyai nilai Netral ( nol ), dengan ilmu itu
netral maka perkembangan ilmu pengetahuan bisa berkembang. Sehingga tidak
tercampuri dengan suatu hal yang dapat menjadikan ilmu atau ilmu itu sendiri
menjadi terhambat dalam perkembangannya.
Dalam menghadapi eksistensi ilmu dan teknologi ini, para ilmuwan terbagi
dalam dua golongan pendapat. Golongan pertama menginginkan bahwa ilmu harus
bersifat netral terhadap nilai-nilai baik itu secara ontologis maupun aksiologis. Dalam
hal ini tugas ilmuwan adalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain
untuk mempergunakannya. Apakah dipergunakan untuk tujuan yang buruk atau
pengetahuan itu ditujukan kepada kebaikan.
Golongan kedua sebaliknya, mereka berpendapat bahwa netralitas ilmu
terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam
penggunaanya bahkan pemilihan objek penelitian, kegiatan keilmuan harus
berlandaskan asas-asas moral.