hasil pemantauan pelanggaran netralitas asn

46

Upload: others

Post on 15-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN
Page 2: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

1Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

Hasil Pemantauan

PELANGGARAN NETRALITAS ASNdalam Pemilu 2019

• L A P O R A N •

Page 3: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

2 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

Penulis:

Sad Dian Utomo

Bejo Untung

Kontributor Penulis:

Henny P

Arman

Koordinator Pemantauan:

Nurjanah (Jakarta)

Pius Widyatmoko (Bandung)

Muhammad Syofi’i (Semarang)

Asiswanto Darsono (Surabaya)

Editor:

Maya Rostanty

Page 4: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

3Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

Daftar Isi

Daftar Isi ................................................................................................................................................................ 3

Daftar Tabel .......................................................................................................................................................... 4

Daftar Grafik ......................................................................................................................................................... 4

Daftar Singkatan/Istilah .................................................................................................................................... 5

BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................................................. 6

1.1. Latar Belakang ................................................................................................................................ 7

1.2. Ruang Lingkup Pemantauan ..................................................................................................... 9

1.3. Metode Pemantauan .................................................................................................................... 12

BAB II. PROSES PEMANTAUAN DAN TEMUAN ...................................................................... 14

2.1. Proses Pemantauan ..................................................................................................................... 15

2.1. Temuan Pemantauan ................................................................................................................... 17

BAB III. ANALISIS TEMUAN ........................................................................................................ 22

3.1. Netralitas ASN dalam Posisinya sebagai Pelayan Publik

serta Perekat dan Pemersatu Bangsa .................................................................................... 23

3.2. Fungsi KASN sebagai Pengawas Norma Dasar, Kode Etik dan Kode Perilaku ASN ... 27

3.3. Penyelesaian Kasus Netralitas ASN oleh KASN .................................................................. 31

BAB IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ............................................................................ 40

4.1. Kesimpulan ..................................................................................................................................... 41

4.2. Rekomendasi ................................................................................................................................ 42

Daftar Pustaka .................................................................................................................................................... 44

Page 5: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

4 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

Daftar Tabel

Daftar Grafik

Tabel 1.1 Ruang Lingkup Pemantauan Netralitas ASN ...................................................................... 10

Tabel 1.2 Metode Pemantauan dan Langkah-langkahnya ................................................................. 12

Tabel 2.1 Bentuk Tindakan Pelanggaran Netralitas ASN ................................................................... 19

Tabel 3.1 Perbandingan Fungsi dan Mekanisme Pengawasan oleh KASN dan KY ..................... 29

Tabel 3.2 Jumlah ASN yang Melanggar Netralitas Berdasarkan Provinsi .................................... 31

Grafik 2.1 Jenis Pelanggaran Netralitas ASN ........................................................................................ 17

Grafik 2.2 Jumlah Pelanggaran Netralitas ASN Berdasarkan Jabatan .......................................... 20

Grafik 2.3 Sebaran Pelanggaran Netralitas ASN Berdasarkan Lokasi ............................................. 21

Grafik 3.1 Jumlah Aduan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pilkada Serentak ......................... 31

Grafik 3.2 Jumlah Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pilkada selama 2015 - 2018 ................... 33

Page 6: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

5Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

Daftar Singkatan/Istilah

ASN Aparatur Sipil Negara

Bawaslu Badan Pengawas Pemilu

BKN Badan Kepegawaian Negara

CSO Civil Society Organization

KASN Komisi Aparatur Sipil Negara

KemenPAN RB Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi

KPPOD Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah

KPU Komisi Pemilihan Umum

KY Komisi Yudisial

LAPOR! Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat

MA Mahkamah Agung

PATTIRO Pusat Telaah dan Informasi Regional

Pemilu Pemilihan Umum

Pileg Pemilihan Anggota Legislatif

Pilkada Pemilihan Kepala Daerah

Pilpres Pemilihan Presiden

PNS Pegawai Negeri Sipil

PPK Pejabat Pembina Kepegawaian

SP4N Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional

Page 7: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

6 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

01PENDAHULUAN

Page 8: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

7Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Dilihat dari jumlah partisipan dalam Pemilihan Umum (Pemilu), Indonesia merupakan negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara, dan nomor tiga di dunia setelah India dan Amerika Serikat.1

Besarnya jumlah pemilih menunjukkan

antusiasme publik dalam menentukan pemimpin

pemerintahan, baik presiden maupun kepala

daerah, serta menentukan wakil-wakilnya dalam

lembaga perwakilan baik di tingkat pusat maupun

daerah. Selain itu, jaminan kebebasan untuk

memilih juga menjadi salah satu faktor tingginya

antusiasme tersebut.

Jaminan kebebasan masyarakat untuk

berpartisipasi dalam Pemilu sendiri telah diatur

dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebagai

konstitusi negara. Hal ini setidaknya dinyatakan

dalam Pasal 28D ayat 3 yang berbunyi, “Setiap

warga negara berhak memperoleh kesempatan

yang sama dalam pemerintahan”, dan Pasal

28E ayat 3 yang berbunyi, “Setiap orang berhak

atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan

mengeluarkan pendapat”.

Jaminan dari konstitusi ini kemudian

dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan

perundang-undangan. Undang-Undang Nomor

39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

pada Bagian Kedelapan: Hak Turut Serta Dalam

Pemerintahan, khususnya Pasal 43 ayat 1

menyatakan, “Setiap warga negara berhak untuk

dipilih dan memilih dalam pemilihan umum

berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan

suara yang langsung, umum, bebas, rahasia,

jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan”. Sedangkan pada ayat 2

dinyatakan, “Setiap warga negara berhak turut

serta dalam pemerintahan dengan langsung

atau dengan perantaraan wakil yang dipilihnya

dengan bebas, menurut cara yang ditentukan

dalam peraturan perundang-undangan”.

Sementara itu, Undang-Undang Nomor

7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU

Pemilu) menjamin hak warga negara untuk

memilih, seperti dinyatakan dalam Pasal 198 ayat

1 dan ayat 2 bahwa, “Warga Negara Indonesia

yang pada hari pemungutan suara sudah genap

berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah

kawin, atau sudah pernah kawin mempunyai

hak memilih. Warga Negara Indonesia dimaksud

didaftar 1 (satu) kali oleh Penyelenggara Pemilu

dalam daftar Pemilih.”.

Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai bagian

dari warga negara Indonesia juga mempunyai hak 1 https://www.hitc.com/en-gb/2017/10/20/the-worlds-7-largest-democracies-where-do-america-and-india-fit/

Page 9: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

8 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

untuk memilih. Namun demikian, berbeda dengan

WNI lainnya, ASN dilarang untuk menunjukkan

preferensi pilihan politiknya di hadapan publik,

sebagai konsekuensi dari asas netralitas dalam

penyelenggaraan kebijakan dan manajemen

ASN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN (UU ASN).

Lebih lanjut, UU ASN mengatur, “Pegawai ASN

harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua

golongan dan partai politik” (Pasal 9 ayat 2).

Netralitas ASN dalam politik praktis merupakan

bagian dari pelaksanaan fungsi ASN sebagai

perekat dan pemersatu bangsa. Dengan demikian,

meskipun ASN memiliki hak pilih, namun harus

tetap menjunjung tinggi netralitas sebagaimana

dimandatkan oleh UU ASN.

Undang-Undang Pemilu secara lebih tegas

mengatur tentang netralitas ASN dalam

penyelenggaraan Pemilu. Dalam Pasal 280 ayat

2 huruf f dinyatakan, “Pelaksana dan/atau tim

kampanye dalam kegiatan Kampanye Pemilu

dilarang mengikutsertakan aparatur sipil negara.”

Kemudian dalam ayat 3 dinyatakan bahwa ASN

dilarang ikut serta sebagai pelaksana dan tim

kampanye Pemilu. ASN yang melanggar Pasal

280 ayat 3 dapat dikenakan sanksi pidana berupa

kurungan paling lama satu tahun dan denda

paling banyak Rp 12 juta (Pasal 494 UU Pemilu).

ASN juga dilarang mengadakan kegiatan yang

mengarah kepada keberpihakan terhadap Peserta

Pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa

kampanye. Larangan itu meliputi pertemuan,

ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang

kepada aparatur sipil negara dalam lingkungan

unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.

(Pasal 283 ayat 1 dan 2).

Merujuk pada UU ASN, Komisi Aparatur

Sipil Negara (KASN) merupakan lembaga yang

diberikan tugas untuk menjaga netralitas ASN

(Pasal 31 ayat 1 huruf a). Adanya pengaturan

tentang tugas khusus ini menunjukkan bahwa

netralitas ASN merupakan hal yang sangat

penting. Netralitas merupakan salah satu faktor

penentu bagi terwujudnya ASN yang memiliki

integritas, profesional dalam penyelenggaraan

pelayanan serta dapat menjalankan peran

sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan

bangsa. Dalam menjalankan tugasnya ini, KASN

telah melakukan sosialisasi melalui berbagai

media sebagai upaya preventif atau pencegahan

untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran

netralitas. Selain upaya preventif, KASN juga

melakukan upaya represif atau penindakan

dengan menyediakan platform pengaduan

secara online melalui kanal pengaduan

www.lapor.kasn.go.id. Platform ini disediakan bagi

publik untuk mengadukan ASN yang melakukan

pelanggaran netralitas. Dengan adanya

platform ini, KASN akan lebih mudah melakukan

pemantauan terhadap pelanggaran, sehingga

dapat dengan cepat melakukan tindakan terhadap

pelanggaran tersebut. Berdasarkan mekanisme

yang diatur dalam UU ASN, setelah mendapatkan

laporan pelanggaran, KASN kemudian melakukan

verifikasi. Jika terbukti, KASN kemudian akan

mengirimkan rekomendasi kepada atasan atau

Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) pada

instansi di mana ASN tersebut bekerja, untuk

diproses penetapan sanksinya (Pasal 32).

Dalam rangka meningkatkan kontribusi

organisasi masyarakat sipil terhadap upaya

penegakan netralitas ASN, PATTIRO, KPPOD dan

jaringan Organisasi Masyarakat Sipil (CSO) di

empat kota, yaitu Jakarta, Bandung, Semarang

dan Surabaya melakukan pemantauan terhadap

netralitas ASN dalam masa Pemilu 2019.

Pemantauan ini diharapkan dapat mendukung

KASN menemukan lebih banyak kasus-kasus

pelanggaran netralitas ASN.

Page 10: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

9Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

Pendahuluan

1.2. Ruang Lingkup Pemantauan

Sebagaimana diuraikan pada bagian Latar

Belakang di atas, pemantauan yang dilakukan

oleh PATTIRO, KPPOD dan jaringan CSO

adalah dalam rangka meningkatkan kontribusi

organisasi masyarakat sipil terhadap upaya

penegakan netralitas ASN dan mendukung

KASN menemukan kasus pelanggaran netralitas.

Merujuk pada UU ASN, tugas pengawasan

ASN yang dilakukan oleh KASN adalah dalam

rangka menegakkan sanksi moral. Dengan

demikian, ruang lingkup pemantauan ini dibatasi

pada pelanggaran netralitas ASN yang hanya

mengandung unsur sanksi moral, bukan sanksi

pidana. Sedangkan pelanggaran netralitas ASN

yang mengandung unsur pidana sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 280 ayat 3 UU Pemilu

menjadi kewenangan Badan Pengawas Pemilu

(Bawaslu), bukan KASN.

Mengacu pada UU Pemilu, pelanggaran

netralitas ASN yang mengandung sanksi moral

adalah pelanggaran sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 283 ayat 1 dan ayat 2. Dalam

pasal tersebut dinyatakan bahwa ASN dilarang

mengadakan kegiatan yang mengarah kepada

keberpihakan terhadap peserta Pemilu sebelum,

selama, dan sesudah masa kampanye. Kegiatan

sebagaimana dimaksud meliputi pertemuan,

ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang

kepada aparatur sipil negara dalam lingkungan

unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.

Kegiatan-kegiatan sebagaimana dimaksud dalam

klausul tersebut kemudian yang menjadi objek

dalam pemantauan ini.

Selain itu, pemantauan ini juga mengacu

pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42

Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan

Kode Etik Pegawai Negeri Sipil. Dalam Pasal 7

PP tersebut dinyatakan, “Dalam pelaksanaan

tugas kedinasan dan kehidupan sehari-hari

setiap Pegawai Negeri Sipil wajib bersikap dan

berpedoman pada etika dalam bernegara,

dalam penyelenggaraan pemerintahan, dalam

berorganisasi, dalam bermasyarakat, serta

terhadap diri sendiri dan sesama Pegawai Negeri

Sipil yang diatur dalalam Peraturan Pemerintah

ini.” Kemudian dalam Pasal 11 huruf c dinyatakan

bahwa etika terhadap diri sendiri salah satunya

adalah menghindari konflik kepentingan pribadi,

kelompok, maupun golongan. Surat Edaran

Menteri PAN RB Nomor B/71/M.SM.00.00/2017

tanggal 27 Desember 2017 yang ditujukan kepada

pimpinan instansi pemerintah tingkat pusat dan

daerah kemudian menguraikan berbagai contoh

jenis pelanggaran terhadap Pasal 11 huruf c PP

tersebut.

Berdasarkan pada berbagai peraturan

perundang-undangan tersebut di atas, ruang

lingkup pemantauan pada laporan ini dibatasi

pada beberapa kegiatan sebagaimana diuraikan

dalam tabel berikut ini.

Page 11: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

10 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

1 ASN memasang Alat Peraga Kampanye (APK) yang mempromosikan dirinya ataupun orang lain sebagai peserta Pemilu (pasangan calon capres cawapres, calon legislatif, DPD, DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kota/Kab, dan Partai Politik).

1. Foto/Video

2. Kliping/link berita

1. ASN memasang APK di rumah dan tempat umum yang menunjukkan promosi terhadap dirinya, paslon dan/ dan partai peserta Pemilu.

2. ASN menyampaikan dukungan terhadap peserta Pemilu dengan lisan/tulisan dalam acara resmi kepemerintahan, lokakarya, upacara (yang terjadi dalam acara yang melibatkan publik).

2 ASN mendeklarasikan dirinya sebagai pendukung peserta Pemilu.

1. Foto/Video.

2. Kliping/link berita.

3. Salinan dokumen deklarasi.

1. Acara formal kepemerintahan dengan mendeklarasikan dukungannya kepada Peserta Pemilu.

2. Mempengaruhi, memaksa bawahan atau pegawai lain untuk memilih salah satu peserta Pemilu.

3 ASN menghadiri deklarasi dukungan terhadap calon peserta Pemilu dan peserta Pemilu dengan atau tanpa menggunakan atribut bakal pasangan calon/atribut partai politik.

1. Foto/Video.

2. Kliping/link berita.

3. Salinan dokumen deklarasi.

ASN menghadiri acara deklarasi dan memberi dukungan kepada peserta Pemilu dengan atau tanpa menggunakan atribut peserta Pemilu.

4 ASN mengunggah, menanggapi (seperti like, komentar, dan sejenisnya) atau menyebarluaskan gambar/foto peserta Pemilu melalui media online maupun media sosial.

1. Foto/Video.

2. Kliping/link berita.

3. Tangkapan layar (screen shot)

1. ASN dengan terang-terangan menyatakan memilih salah satu calon atau partai dengan mengunggah foto di media sosial. ASN me-likes unggahan atau photo Peserta Pemilu.

2. ASN memberi tanggapan terhadap unggahan publik di media sosial, dengan tanggapan yang pro/kontra terhadap Peserta Pemilu.

3. ASN melakukan foto bersama dengan peserta pemilu dan mengunggahnya dengan mengikuti gestur sebagai bentuk keberpihakan.

5 ASN menjadi pembicara/narasumber/ peserta pada kegiatan pertemuan peserta pemilu.

1. Foto/Video

2. Kliping/link berita.

3. Salinan dokumen undangan/ materi presentasi/ notulensi

1. ASN menghadiri kegiatan sebagai narasumber/pembicara di kegiatan/pertemuan peserta pemilu.

2. ASN menghadiri kegiatan sebagai peserta pada acara kampanye, workshop, sosialisasi, dan kegiatan Peserta Pemilu.

NO JENIS PELANGGARAN CONTOH-CONTOH BENTUK PELANGGARAN

ALAT BUKTI

Tabel 1.1Ruang Lingkup Pemantauan Netralitas ASN

Page 12: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

11Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

Pendahuluan

NO JENIS PELANGGARAN CONTOH-CONTOH BENTUK PELANGGARAN

ALAT BUKTI

6 ASN membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

1. Foto/Video

2. Kliping/link berita.

3. Salinan dokumen surat keputusan.

1. ASN mempromosikan atau melakukan depromosi, black campaign peserta pemilu.

2. ASN menyampaikan berita hoax yang merugikan peserta pemilu.

3. ASN memanfaatkan program dan kegiatan dalam kewenangannya yang dapat menguntungkan peserta pemilu.

7 ASN terlibat dalam kampanye untuk mendukung peserta pemilu serta mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan.

1. Foto/Video

2. Kliping/link berita.

ASN terlibat aktif pada kegiatan kampanye peserta pemilu, memberikan orasi, simbol tangan, testimoni atas kelebihan atau kekurangan peserta pemilu.

8 ASN memberikan fasilitas dan/atau dukungan finansial yang terkait dalam kegiatan kampanye kepada Peserta pemilu.

1. Foto/Video

2. Kliping/link berita.

3. Salinan dokumen kuitansi dan sejenisnya.

1. Memberikan sarana mobilitas seperti kendaraan dinas maupun pribadi.

2. Memberikan fasilitas gedung kantor, rumah dinas, rumah jabatan.

3. Memberikan sarana perkantoran dan fasilitas lainnya yang dibiayai oleh APBN/APBD.

9 ASN mengajak atau memobilisasi orang lain untuk mendukung peserta Pemilu.

1. Foto/Video

2. Kliping/link berita.

1. ASN mengajak orang lain (staf, siswa, mahasiswa, guru, dosen) untuk mendukung salah satu peserta pemilu.

2. ASN memfasilitasi/ membiayai orang lain untuk mobilisasi dukungan kepada peserta pemilu.

Tabel 1.1Lanjutan

Page 13: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

12 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

1 Pemantauan Langsung 1. Mencari informasi jadwal kegiatan/kampanye.

2. Datang ke lokasi dan melakukan pengamatan terhadap kegiatan/kampanye.

3. Mengidentifikasi adanya ASN yang datang ke kegiatan/kampanye (baik berseragam maupun tidak).

4. Mengidentifikasi apakah ASN datang dengan menggunakan kendaraan pribadi atau kendaraan dinas.

5. Mendokumentasikan dalam bentuk foto/video.

2 Pemantauan Tidak Langsung

1. Pemantau memiliki akun media sosial (whatsapp, facebook, instagram, twitter, youtube, dll).

2. Melakukan permintaan untuk bergabung dalam grup, meminta pertemanan, dan mengikuti media sosial ASN.

3. Memperhatikan dan menelusuri pemilik akun media sosial yang mengunggah materi terkait dengan kampanye pemilu atau materi yang mengarah pada keberpihakan.

4. Memastikan bahwa pemilik akun yang memuat materi kampaye atau keberpihakan adalah ASN, dengan melihat profil dan foto-foto yang pernah diunggah.

5. Merekam tangkapan layar (screenshot) unggahan yang mengarah kepada pelanggaran netralitas ASN.

a. Pemantauan Melalui Media Sosial

NO METODE PEMANTAUAN LANGKAH-LANGKAH PEMANTAUAN

1.3. Metode Pemantauan

Metode pemantauan ini dilakukan dengan dua

pendekatan, yaitu metode pemantauan langsung

dan pemantauan tidak langsung. Pemantauan

langsung adalah pemantauan terhadap perilaku

ASN dalam aktivitasnya sehari-hari, termasuk

memantau perilaku ASN dalam kampanye-

kampanye terbuka yang diselenggarakan oleh

peserta Pemilu. Sedangkan pemantauan tidak

langsung adalah pemantauan yang dilakukan

melalui media, baik media sosial maupun

pemberitaan media massa.

Metode pemantauan dan langkah-langkah

yang dilakukan oleh pemantau selanjutnya dapat

dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1.2Metode Pemantauan dan Langkah-langkahnya

Page 14: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

13Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

Pendahuluan

Temuan hasil pemantauan kemudian

dilaporkan melalui kanal pengaduan www.lapor.

kasn.go.id dan www.lapor.go.id.

Pemantauan dilakukan oleh PATTIRO bersama

perwakilan organisasi masyarakat sipil di empat

kota, yang seluruhnya berjumlah 80 orang

pemantau. Sebelum melakukan pemantauan,

PATTIRO bersama KASN memberikan

pelatihan kepada para pemantau. Materi yang

disampaikan dalam pelatihan tersebut adalah

norma dasar, kode etik dan kode perilaku ASN,

netralitas ASN sebagai bagian dari kode etik

dan kode perilaku ASN, pentingnya netralitas

ASN dalam pelaksanaan Pemilu, dan cara

melakukan pemantauan berdasarkan instrumen

pemantauan.

Secara umum, proses pemantauan ini

dilakukan dalam dua periode. Periode pertama

dilakukan mulai awal Maret 2019 hingga hari

pelaksanaan pemungutan suara pada tanggal 17

April 2019, dan periode kedua dilakukan setelah

pemungutan suara hingga akhir Mei 2019.

NO METODE PEMANTAUAN LANGKAH-LANGKAH PEMANTAUAN

1. Mencari informasi melalui media cetak dan/atau online

2. Menelusuri berita yang berkaitan dengan kampanye Pemilu.

3. Identifikasi berita yang berkaitan dengan pemilu apakah ada ASN yang terindikasi melanggar.

4. Memastikan bahwa indikasi pelanggaran dilakukan oleh ASN.

5. Mendokumentasikan berita yang berisi tentang pelanggaran netralitas ASN (kliping, link berita, atau screenshot).

b. Pemantauan Melalui Media Massa

Tabel 1.2Lanjutan

Page 15: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

14 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

02PROSES PEMANTAUAN DAN TEMUAN

Liked by lorem ipsum dolor sit amet

Lorem ipsum dolor sit amet

10 10 10

12:0012:00

ASN_PNS

ked by lorem ipsum dolor sit ame

dl it

tLike

um dolor

Page 16: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

15Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

Proses Pemantauan dan Temuan

2.1. Proses Pemantauan

Sebagaimana telah dibahas di Bab I, bahwa sebelum melakukan pemantauan, para pemantau mendapatkan pelatihan terlebih dahulu untuk memahami konsep netralitas ASN dan memahami instrumen pemantauan.

Setelah itu, pemantau langsung melakukan

pengamatan, baik secara langsung maupun tidak

langsung. Pengamatan secara langsung dilakukan

dengan mendatangi langsung kegiatan kampanye

untuk memastikan apakah ada ASN yang aktif

ikut mengkampanyekan kandidat tertentu. Selain

itu, pemantauan secara langsung juga dilakukan

dengan mengamati perilaku ASN di sekitar

tempat tinggal pemantau, untuk memastikan

apakah dalam kesehariannya melakukan upaya

untuk mengajak, membujuk, atau kegiatan lain

yang bersifat kampanye. Jika mendapati ASN

melakukan pelanggaran, pemantau kemudian

mendokumentasikannya melalui foto atau video

sebagai alat bukti.

Sedangkan pemantauan tidak langsung

yang dilakukan melalui media sosial, pemantau

mengidentifikasi ASN yang ada dalam grup

aplikasi percakapan seperti whatsApp (WA).

Pemantau kemudian memantau percakapan yang

dilontarkan oleh ASN ke dalam grup. Pemantau

kemudian mendokumentasikan percakapan

tersebut melalui screenshot terhadap percakapan

ASN yang berisi kampanye. Untuk pemantauan

yang dilakukan di media sosial seperti facebook,

twitter, dan instagram, pemantau mengikuti

postingan ASN. Tidak sulit untuk menemukan

ASN di dalam media sosial tersebut, karena pada

umumnya para pemantau juga berteman dengan

ASN di media sosial. Dengan kata lain, pemantau

sebelumnya telah mengenal ASN yang menjadi

target. Pemantau kemudian mendokumentasikan

screenshot postingan ASN yang bernada

kampanye untuk dilaporkan sebagai pelanggaran.

Untuk pemantauan lewat media massa,

pemantau melakukan pemantauan dengan

membaca berita seputar Pemilu dan akan

mendokumentasikan materi pemberitaannya

(menyimpan link berita untuk media online,

dan kliping untuk media cetak) terhadap berita

tentang pelanggaran netralitas ASN. Hasil

dari seluruh pemantauan tersebut kemudian

diposting ke kanal pengaduan www.lapor.

kasn.go.id sebagai pengaduan ke KASN, dan

ke kanal pengaduan www.lapor.go.id sebagai

pengaduan terkait pelayanan publik, dengan

harapan akan diteruskan ke instansi terkait

tempat ASN tersebut bekerja. Kanal pengaduan

Page 17: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

16 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

yang disebutkan terakhir merupakan platform

pengaduan yang dikelola oleh Kementerian

Pendayagunaan Aparatur Negara sebagai bagian

dari Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan

Publik Nasional (SP4N). Pada setiap laporan yang

diposting di kedua platform tersebut ditandai

dengan tanda pagar (hashtag) #NetralASN.

Untuk memudahkan penelusuran terhadap

laporan yang sudah dikirimkan (disubmit),

PATTIRO berkoordinasi dengan pengelola atau

admin www.lapor.kasn.go.id. Koordinasi ini

untuk memastikan bahwa laporan yang sudah

disubmit dapat diterima dengan baik melalui

sistem platform tersebut. Namun PATTIRO

tidak berkoordinasi dengan admin www.lapor.

go.id untuk pengecekan tindak lanjutnya, karena

memang dari awal pemantauan ini lebih diarahkan

untuk mengadukan netralitas ASN kepada KASN.

Menyikapi laporan yang disampaikan oleh para

pemantau, KASN kemudian menindaklanjutinya

dengan melakukan verifikasi. KASN akan

menindaklanjuti laporan yang didukung dengan

data yang valid yang dapat diverifikasi. KASN

kemudian melakukan verifikasi kepada instansi

tempat KASN bekerja, dan jika ditemukan bukti

yang kuat terjadi pelanggaran, selanjutnya KASN

akan membuat rekomendasi untuk disampaikan

ke PPK untuk penetapan sanksinya. Temuan hasil

pemantauan dan langkah tindak lanjut KASN

akan disampaikan pada bagian selanjutnya.

Salah satu dinamika yang terjadi di

dalam proses pemantauan adalah terjadinya

kebocoran data pelapor kepada ASN terlapor.

Beberapa pemantau di Semarang melaporkan

ASN yang melakukan pelanggaran yang

berpotensi mengandung unsur sanksi pidana

ke Bawaslu Provinsi Jawa Tengah. Salah satu

ASN yang dilaporkan adalah ASN yang berasal

dari Kabupaten Kendal, sehingga Bawaslu

Jawa Tengah kemudian melimpahkan kasus

tersebut ke Bawaslu Kabupaten Kendal. Namun

pihak Bawaslu Kabupaten Kendal kemudian

menginformasikan laporan tersebut ke ASN yang

dilaporkan, dan memberikan informasi tentang

data pelapornya. Mendapat laporan tersebut,

ASN bersangkutan kemudian menegur secara

langsung kepada pelapor. Pelapor kemudian

merasa terintimidasi dengan teguran tersebut

dan terpaksa mencabut laporannya.

Terkait dengan kebocoran data pelapor, hal ini

menjadi kekawatiran para pemantau, terutama

para pemantau yang masih memiliki hubungan

teman dan kekerabatan dengan ASN terlapor.

Mereka khawatir datanya diketahui oleh ASN

terlapor, sehingga akan merusak hubungannya

tersebut. Hal ini yang menyebabkan pemantau

enggan melaporkan hasil temuannya. Mereka

baru mau melaporkan setelah mengetahui bahwa

sistem pengaduan di KASN dan SP4N tidak

mempublikasikan data pelapor. Data pelapor

hanya diketahui oleh admin.

Selain soal kebocoran data pelapor, hal

lain yang mengemuka seiring dengan proses

pemantauan adalah adanya kendala teknis ketika

berusaha masuk ke aplikasi kanal pengaduan

KASN. Pemantau seringkali gagal ketika hendak

melakukan registrasi maupun log-in. Selain

itu, pemantau juga seringkali mendapatkan

laporannya tidak ter-upload ke sistem, sehingga

mengalami kesulitan untuk memantau tindak

lanjutnya. Kendala ini kemudian diatasi dengan

melaporkannya ke admin kanal pengaduan

KASN. Dari laporan tersebut kemudian admin

menindaklanjutinya dengan melakukan

perbaikan.

Page 18: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

17Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

Proses Pemantauan dan Temuan

2.2. Temuan Pemantauan

Selama periode pemantauan, tim pemantau

berhasil menemukan 89 kasus pelanggaran yang

dilakukan oleh ASN terkait dengan netralitas

dalam Pemilu 2019. Paling banyak kasus

ditemukan di media sosial, antara lain facebook,

instagram dan whatsapp, yakni 66 kasus. Bentuk

pelanggaran yang terjadi pada umumnya ASN

mengunggah gambar peserta Pemilu disertai

dengan caption yang bernada dukungan,

memberikan komentar, dan memberikan tanda

like pada postingan orang lain yang memberikan

dukungan kepada peserta Pemilu.

Selain melalui media sosial, ditemukan

juga kasus pelanggaran netralitas ASN secara

langsung. Bentuk pelanggaran yang terjadi

adalah menghadiri deklarasi dukungan terhadap

peserta Pemilu (8 kasus), terlibat dalam

kampanye dan mengadakan kegiatan yang

menunjukkan keberpihakan (8 kasus), mobilisasi

orang lain untuk mendukung peserta Pemilu (4

kasus), menjadi narasumber pada acara yang

diselenggarakan oleh peserta Pemilu (2 kasus),

dan memasang alat peraga kampanye (1 kasus).

Selengkapnya dapat dilihat pada grafik 2.1

berikut.

Mobilisasi Dukungan

Terlibat dalam kampanya

Menjadi peserta pada acarayang diikuti oleh peserta pemilu

Posting dukungan di media sosial

menghadiri deklarasi dukunganpeserta kampanye

Memasang alat peraga kampanye

4

8

8

66

2

1

Grafik 2.1 Jenis Pelanggaran Netralitas ASN

Page 19: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

18 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

Banyaknya ASN yang menggunakan

media sosial untuk memberikan dukungan

kepada peserta Pemilu bukanlah suatu hal

yang mengherankan. Hal ini karena memang

media sosial sudah menjadi media yang lazim

digunakan oleh masyarakat untuk menyampaikan

ekspresinya. Di Indonesia, menurut riset terbaru

yang dirilis oleh We Are Social dan Hootsuite,

terdapat 150 juta pengguna media sosial, atau

sekitar 60 persen dari keseluruhan jumlah

penduduk. Jumlah ini naik 20 juta dibandingkan

dengan riset yang digelar tahun 20182.

Karena itu, tepat kiranya bila Komisi Pemilihan

Umum (KPU) kemudian mengatur kampanye

melalui media sosial. Pengaturan kampanye

melalui media sosial dimuat dalam Peraturan

KPU (PKPU) Nomor 23 Tahun 2018 tentang

Kampanye Pemilihan Umum. Pada Pasal 23 ayat

1 disebutkan bahwa media sosial merupakan

salah satu metode yang dapat digunakan

untuk melakukan kampanye. Pada Pasal 35

dijabarkan aturan lebih rinci metode kampanye

dengan menggunakan media sosial. Akan tetapi,

kampanye yang dimaksudkan dalam PKPU ini

adalah kampanye yang dilakukan oleh Peserta

Pemilu atau pihak yang ditunjuk oleh Peserta

Pemilu yang terdaftar di KPU. Peraturan KPU

ini tidak mengatur tentang penggunaan media

sosial bagi pihak di luar itu, Dengan demikian,

para pengguna media sosial non-peserta Pemilu

yang berkampanye mendukung pilihannya

tidak terikat dengan PKPU tersebut. Wajar jika

kemudian banyak pengguna media sosial yang

merasa leluasa untuk berkampanye, termasuk

para ASN.

Merasa leluasa bukan berarti boleh

dilakukan. Bagi ASN, mengkampanyekan peserta

pemilu melalui media sosial merupakan suatu

pelanggaran. Hal ini dinyatakan secara tegas

dalam Surat Edaran Menteri PAN RB Nomor

B/71/M.SM.00.00/2017 tanggal 27 Desember

2017. Dalam satu klausulnya, SE tersebut

menyatakan bahwa ASN yang mengkampanyekan

peserta Pemilu dalam bentuk mengunggah foto,

visi dan misi serta unggahan lain yang terkait

dengan bentuk dukungan, dikategorikan sebagai

pelanggaran terhadap etika sebagaimana diatur

dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42

Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan

Kode Etik Pegawai Negeri Sipil, Pasal 11 huruf c.

Tindakan tersebut termasuk pelanggaran etika,

karena ASN dianggap tidak dapat menghindari

konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun

golongan.

Namun demikian, dari hasil pemantauan,

banyak juga pelanggaran netralitas ASN

yang dilakukan di dunia nyata. Dari grafik di

atas tampak adanya keterlibatan ASN dalam

kampanye terbuka, menghadiri deklarasi

kandidat, memobilisasi calon pemilih, bahkan ada

yang berani membantu memasang/menyebarkan

APK. Berbagai bentuk tindakan pelanggaan

netralitas ASN di dunia nyata dapat dilihat pada

tabel berikut.

2 https://tekno.kompas.com/read/2019/02/05/11080097/facebook-jadi-medsos-paling-digemari-di-indonesia

Page 20: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

19Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

Proses Pemantauan dan Temuan

Dilihat dari latar belakang jabatannya, ASN

yang paling banyak melakukan pelanggaran

adalah pegawai pada pemerintah daerah, yakni

sebanyak 31 orang. Mereka antara lain terdiri dari

staf, Kepala Bidang, hingga Kepala Dinas. Pada

urutan kedua adalah dosen/dekan/rektor, yaitu

sebanyak 21 orang. Disusul kemudian guru/kepala

sekolah sebanyak 19 orang. Selebihnya adalah

pegawai Kementerian dan Lembaga, pegawai

rumah sakit, Camat/staf kecamatan, Lurah/staf

kelurahan, dan ada juga peneliti. Sebaran jumlah

pelanggaran ASN berdasarkan jabatannya

selengkapnya dapat dilihat pada grafik 2.2.

• ASN yang berprofesi guru dan dosen mengajak peserta didiknya untuk memilih pasangan calon Capres/Cawapres.

• Seorang ASN mengajak non-ASN untuk memilih istrinya yang mencalonkan diri menjadi anggota DPR RI.

• ASN mendampingi istrinya yang menjadi Caleg pada acara pertemuan kader.

• ASN mendatangi acara kampanye Capres-Cawapres dengan menggunakan atribut kampanye.

Mobilisasi dukungan

Menghadiri deklarasi dukungan peserta Pemilu

ASN memasang stiker dan membagi-bagikan kaos berisi materi kampanye calon anggota legislatif.

Secara terang-terangan ASN menghadiri acara deklarasi yang digelar oleh pendukung pasangan Capres dan Cawapres, dan memakai atribut yang berisi gambar pasangan Capres dan Cawapres.

Memasang alat peraga kampanye

Menjadi peserta pada acara yang diikuti oleh peserta Pemilu

Seorang ASN yang bertugas membacakan doa penutup pada acara Dies Natalis universitas Negeri, yang dihadiri oleh Cawapres menyelipkan doa dukungan untuk Cawapres dimaksud.

Terlibat dalam kampanye

JENIS PELANGGARAN BENTUK PELANGGARAN

Tabel 2.1 Bentuk Tindakan Pelanggaran Netralitas ASN

Page 21: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

20 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

Memperhatikan posisi jabatan ASN

yang melakukan pelanggaran sebagaimana

ditampilkan di atas, ada potensi terjadinya

mobilisasi dukungan pada peserta Pemilu

tertentu. Posisi Kepala Dinas misalnya, meskipun

hanya mengunggah dukungannya di media

sosial, tanpa melakukan ajakan secara langsung,

memiliki kemungkinan preferensi politiknya

itu akan diikuti oleh staf di bawahnya. Indikasi

ini tampak pada kasus pelanggaran di Provinsi

Banten. Seorang kepala dinas di Pemerintah

Kota Cilegon yang mendukung salah satu calon

anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Kepala

dinas ini merasa tergerak untuk mendukung

calon tersebut, karena calon yang bersangkutan

merupakan putra sang gubernur. Tak ayal,

unggahan statusnya yang berisi kampanye

kemudian direspon dalam bentuk dukungan oleh

para stafnya. Bahkan banyak kepala dinas dan

para stafnya tersebut kemudian membentuk grup

yang mengkampanyekan calon DPD tersebut di

media sosial whatsapp.

Selain jabatan struktural seperti kepala dinas

sebagaimana tersebut di atas, posisi jabatan

fungsional seperti guru dan dosen juga memiliki

posisi yang sangat strategis. Dalam temuan

kasus di atas, jika jumlah pelanggaran ASN yang

memiliki jabatan guru dan dosen digabung,

jumlahnya cukup banyak, yakni 40 orang. Dari

40 kasus tersebut, selain mengunggah status

bernada kampanye di media sosial, banyak dari

tenaga pendidik yang menunjukkan preferensi

politiknya di depan kelas ketika mengajar. Bahkan

ada yang terang-terangan mengarahkan peserta

didik untuk memilih calon tertentu.

Selain kepala dinas dan tenaga pengajar,

jabatan lain yang berbasis kewilayahan seperti

camat dan lurah juga memiliki potensi untuk

memobilisasi massa, terutama massa di wilayah

kerjanya. Dengan demikian, seorang ASN yang

melakukan pelanggaran terhadap netralitas,

akan memberikan dampak yang relatif besar

bagi terpengaruhnya massa, yang pada

Peneliti

Lurah/Staf Kelurahan

Staf rumah Sakit

Guru/Kepala Sekolah

Dosen/Dekan/Rekan

Pegawai Pemda/OPD

Camat/Staf Kecamatan

Kementerian/Lembaga

1

6

19

6

4

21

31

1

Grafik 2.2Jumlah Pelanggaran Netralitas ASN Berdasarkan Jabatan

Sumber: Data Pemantauan (diolah)

Page 22: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

21Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

Proses Pemantauan dan Temuan

akhirnya memunculkan mobilisasi massa untuk

mendukung calon peserta Pemilu yang menjadi

preferensi ASN bersangkutan.

Meskipun pemantauan ini dilakukan oleh

jaringan CSO di empat kota, namun lokus

pemantauan dilakukan di seluruh wilayah di

Indonesia. Dari seluruh temuan yang dihasilkan,

mayoritas pelanggaran dilakukan oleh ASN di

Jawa Tengah, sebanyak 25 ASN, disusul Jawa

Timur sebanyak 23 orang. Pelanggaran netralitas

ASN juga ditemukan di luar Jawa seperti Aceh,

Tana Toraja, Bukitinggi, dan Mimika. Sebaran

jumlah pelanggaran ASN berdasarkan lokus

dapat dilihat pada grafik 2.3 berikut.

Memperhatikan temuan di atas, tampak bahwa

fenomena pelanggaran ASN terhadap netralitas

dalam Pemilu tidak hanya terjadi di suatu wilayah

tertentu. Meskipun jumlah ASN yang melakukan

pelanggaran terbilang sedikit, namun temuan

ini menunjukkan adanya potensi pelanggaran di

wilayah lain. Tidak tertutup kemungkinan, jika

ditelusuri lebih lanjut, pelanggaran netralitas

ASN terjadi di seluruh wilayah di Indonesia.

Grafik 2.3Sebaran Pelanggaran Netralitas ASN Berdasarkan Lokasi

DKIJakarta

3

JawaBarat

15

JawaTengah

25

JawaTimur

23

Banten

9

Aceh

1

SumateraBarat

1

SulawesiSelatan

1

Lampung

2

Papua

2

SulawesiTengah

7

Sumber: Data Pemantauan (diolah)

Page 23: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

22 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

03ANALISIS TEMUAN

Page 24: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

23Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

Analisis Temuan

Temuan lapangan yang disampaikan pada bab sebelumnya memperlihatkan adanya sekitar 89 kasus ASN yang tidak netral. Jumlah ini mungkin hanya sebagian dari jumlah aktual kasus ketidaknetralan ASN.

Kasus yang diangkat sejatinya menunjukkan

perlunya upaya penegakan kode etik ASN

agar mampu bersikap dan bertindak netral.

Ketidaknetralan ASN ini berdampak pada

pelayanan publik yang merupakan salah satu

fungsi utama dari ASN. Selain itu tidak netralnya

ASN juga akan berdampak pada fungsi ASN

sebagai perekat dan pemersatu bangsa.

3.1. Netralitas ASN dalam Posisinya sebagai Pelayan Publik serta Perekat dan Pemersatu Bangsa

Birokrasi memainkan peranan yang

sangat penting dalam sistem masyarakat dan

pemerintahan modern. Birokrasi menentukan

kualitas pelaksanaan kebijakan publik yang telah

ditetapkan. Selain itu, birokrasi juga merupakan

perwujudan negara dalam penyelenggaraan

pelayanan kepada masyarakat. Penggerak utama

dari birokrasi ini adalah pegawai pemerintah,

pegawai negeri sipil (PNS) atau Aparatur Sipil

Negara (ASN). Selain sebagai pelaksana kebijakan

dan pelayan publik, ASN di Indonesia juga

memiliki fungsi lainnya, yaitu sebagai perekat

dan pemersatu bangsa, sebagaimana dinyatakan

pada Pasal 10 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang

ASN, bahwa ada tiga fungsi ASN yaitu sebagai

pelaksana kebijakan publik, pelayanan publik

serta perekat dan pemersatu bangsa.

Dalam konteks sebagai pelayan publik,

netralitas ASN sangat penting untuk memastikan

bahwa birokrat tidak akan berubah dalam

penyediaan pelayanan publik siapapun yang

menjadi penguasa pemerintahan (Thoha, 2003).

Dengan kata lain, ASN akan terus menjalankan

tugas dan fungsinya untuk memberikan pelayanan

publik secara profesional dan berkualitas,

meskipun terjadi pergeseran kepemimpinan

pemerintahan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,

“netralitas” berarti suatu tidak memihak, netral

atau tidak berpartisipasi atau tidak membantu

salah satu pihak. Pentingnya netralitas birokrat

(ASN) terutama bila bercermin pada situasi

sebelumnya, yaitu pada masa Orde Baru yang

memperlihatkan bahwa PNS dan birokrasi

menjadi bagian dari kelompok politik tertentu,

bahkan menjadi mesin politik yang bertugas

mengumpulkan suara. Rezim Orde Baru

merupakan rezim yang sangat menonjolkan

kekuasaaan negara yang sentralistik. Negara

Page 25: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

24 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

tampil sebagai satu-satunya kekuatan yang tidak

dapat ditandingi oleh kelompok masyarakat

manapun. Negara berhasil mengontrol

masyarakat dengan berbagai kebijakan dan

proses pembentukan tatanan politik. Salah satu

kontrol politik itu dilakukan dengan menjadikan

birokrasi sebagai penopang kekuasaan

pemerintah. Birokrasi dijadikan sebagai mesin

politik pada proses pemilu. Organisasi birokrasi

yaitu Korps Pegawai Negeri Republik Indonesia

(KORPRI) adalah salah satu jalur di dalam Golkar,

yaitu jalur B yang berguna untuk memperkuat

dukungan PNS dalam setiap pemilu. Seluruh

PNS diharuskan menyalurkan aspirasi politiknya

melalui Golkar dengan memberlakukan kebijakan

monoloyalitas. Selain itu, pejabat birokrasi

direkrut menjadi pengurus politik dan dijadikan

bagian dari faksi dalam Golkar di parlemen.

Netralitas birokrasi ini sebetulnya mengacu

pada konsep birokrasi yang dikemukakan oleh

sosiolog terkemuka, Max Weber yang menyatakan

bahwa birokrasi yang dibentuk harus independen

dari kekuatan politik (netral). Netralitas birokrasi

diutamakan untuk melaksanakan kepentingan

negara dan rakyat secara keseluruhan. Sehingga

siapapun kekuatan politik yang memerintah,

birokrasi tetap memberikan pelayanan yang

terbaik kepada masyarakatnya.

Konsep netralitas ASN yang diatur dalam

peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak

menyebabkan hilangnya hak politik ASN untuk

mencalonkan diri sebagai kandidat atau memilih.

Netralitas lebih cenderung untuk membatasi

keterlibatan ASN dalam mensosialisasikan

atau mengkampanyekan kandidat atau politik

tertentu. Namun bila dicermati lebih jauh,

batasan netralitas ASN seperti itu menimbulkan

paradoks. Pada satu sisi menjaga agar ASN netral

dalam politik yang relatif dinamis, sementara

pada saat yang sama ASN juga diberikan hak

pilih. Kedua hal ini berpotensi kontradiktif

dan menimbulkan kerentanan dari ASN untuk

bersikap netral. Karena pada saat pemerintah

memberikan hak pilih kepada ASN, berarti

memberikan jalan bagi ASN untuk bersikap tidak

netral. Jika ASN menggunakan hak pilihnya, maka

sebenarnya ia sedang mendukung satu kandidat

dan mengabaikan kandidat lainnya, yang berarti

ia akan menjadi birokrat partisan (Tamma, 216).

Hal ini disinyalir telah memicu berbagai tindak

pelanggaran kode etik, terutama terkait netralitas

ASN, sehingga memunculkan usulan dari KPPOD

(2018) agar Pemerintah mencabut hak pilih ASN

untuk memastikan ASN dapat bersikap netral

dalam proses pemilihan, terutama pemilihan

umum kepala daerah (Pilkada).

Netralitas ASN juga merupakan upaya untuk

menghindari penyalahgunaan kekuasaan (abuse

of power) terhadap birokrasi. Menurut Kacung

Marijan (2010), terdapat hal yang rawan ketika

birokrasi terlibat dalam politik, terutama dalam

kaitannya dengan pelayanan publik yaitu adanya

kekhawatiran penyalahgunaan sumber keuangan

dan fasilitas publik yang dikuasai birokrasi.

Sebagai lembaga publik, birokrasi memiliki

berbagai fasilitas, termasuk sumber keuangan,

sebagai sarana untuk memberikan pelayanan

publik. Manakala birokrat terlibat dalam politik,

dikhawatirkan adanya penyalahgunaan terhadap

otoritas yang dimilikinya. Misalnya, birokrasi

dapat mengalokasikan dan mendistribusikan

sumber daya yang ada dalam birokrasi kepada

partai politik yang menjadi afiliasi politiknya.

Padahal, sebagai lembaga yang berfungsi

memberikan pelayanan publik, seharusnya

birokrasi memberikan pelayanan kepada ‘semua

orang’ dan bukan kepada ‘sekelompok orang’

tertentu.

Alasan lain pentingnya netralitas ASN

adalah sebagai prakondisi untuk meningkatkan

Page 26: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

25Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

Analisis Temuan

profesionalisme dalam pelayanan publik,

sehingga ASN dapat memberikan pelayanan

yang cepat, transparan, adil dan tidak memihak

kepada salah satu pihak. Ketidaknetralan akan

menjadi faktor penghambat pelayanan yang

adil dan berkualitas, karena ASN akan berusaha

mendahulukan kelompok atau afiliasi politiknya

dalam menyelenggarakan pelayanan, padahal

sebagai pelayanan publik yang harus dilayani

ASN adalah masyarakat secara umum, tanpa

membedakan asal golongan atau partai politik.

Kualitas pelayanan publik di Indonesia sendiri

masih banyak dikeluhkan oleh masyarakat.

Laporan masyarakat yang disampaikan kepada

Ombudsman RI (2018) memperlihatkan bahwa

masih banyak terjadi dugaan maladministrasi

dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Tiga

terbesar adalah penundaan berlarut sebanyak

606 laporan (37,02%), penyimpangan prosedur

sebanyak 340 laporan (20,77%) dan tidak

memberikan pelayanan sebanyak 314 laporan

(19,18%).

Mengacu pada laporan Ombudsman

RI tersebut, adanya laporan mengenai

maladministrasi memperlihatkan bahwa belum

terwujud pelayanan publik yang baik, yaitu

pelayanan yang dapat memberi kepuasan yang

optimal dan terus menerus bagi pelanggan,

yang memenuhi syarat-syarat: a) adanya standar

pelayanan; b) bertujuan memuaskan pelanggan;

dan c) pelayanan sesuai standar yang ada.

Standar pelayanan adalah tolok ukur yang

digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan

pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan

sebagai kewajiban dan janji penyelenggara

kepada masyarakat dalam rangka pelayanan

yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan

terukur. Standar pelayanan juga menjadi ukuran

bagi konsumen atas hak-hak yang diperolehnya.

Netralitas ASN dalam pelayanan publik ini

juga tercermin dari kondisi ideal yang sepatutnya

tercipta (KASN, 2019), yaitu:

1) Tidak melakukan penundaan berlarut

dalam pelayanan publik karena perbedaan/

persamaan suku, agama, ras dan adat

istiadat termasuk pandangan politik atau

alasan lainnya;

2) Tidak membeda-bedakan dalam

memberikan pelayanan publik karena

perbedaan/persamaan suku, agama, ras

dan adat istiadat termasuk pandangan

politik atau alasan lainnya;

3) Tidak menyalahgunakan wewenang dalam

memberikan pelayanan publik karena

perbedaan/persamaan suku, agama, ras

dan adat istiadat termasuk pandangan

politik atau alasan lainnya;

4) Tidak meminta imbalan ketika memberikan

pelayanan publik;

5) Tidak melakukan penyimpangan prosedur

dalam memberikan pelayanan;

6) Bertindak layak/patut dalam memberikan

pelayanan publik karena perbedaan/

persamaan suku, agama, ras dan adat

istiadat termasuk pandangan politik atau

alasan lainnya;

7) Tidak berpihak dalam memberikan

pelayanan publik karena perbedaan/

persamaan suku, agama, ras dan adat

istiadat termasuk pandangan politik atau

alasan lainnya;

8) Tidak memiliki konflik kepentingan dalam

memberikan pelayanan publik karena

perbedaan/persamaan suku, agama, ras

dan adat istiadat termasuk pandangan

politik atau alasan lainnya;

Page 27: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

26 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

9) Tidak melakukan diskriminasi dalam

memberikan pelayanan publik karena

perbedaan/persamaan suku, agama, ras

dan adat istiadat termasuk pandangan

politik atau alasan lainnya;

10) Tidak mempersulit dalam memberikan

pelayanan publik karena perbedaan/

persamaan suku, agama, ras dan adat

istiadat termasuk pandangan politik atau

alasan lainnya;

11) Memberikan pelayanan atas nama instansi

bukan pribadi;

12) Tidak meminta/menerima pungutan di luar

biaya resmi yang berlaku;

13) Tidak menyalahgunakan informasi, jabatan,

dan atau kewenangan yang dimiliki;

14) Tidak membocorkan informasi atau

dokumen yang wajib dirahasiakan dengan

peraturan perundang-undangan;

15) Tidak menyalahgunakan sarana dan

prasarana pelayanan publik.

Selain sebagai penyedia pelayanan publik,

ASN juga berfungsi sebagai perekat dan

pemersatu bangsa. Fungsi ini mulai dijalankan

tepat pada saat seseorang diangkat sebagai ASN.

Sebagaimana dinyatakan pada Pasal 66 ayat

(1) dan (2) UU ASN mengenai sumpah dan janji

ketika diangkat menjadi PNS, bahwa PNS akan

senantiasa setia dan taat sepenuhnya kepada

Pancasila, UUD 1945, negara dan pemerintah.

PNS juga senantiasa menjunjung tinggi

martabat PNS serta senantiasa mengutamakan

kepentingan Negara dari pada kepentingan diri

sendiri, seseorang dan golongan. Dengan sumpah

itu, seorang PNS sudah terikat untuk loyal, setia

dan taat kepada pilar dasar Negara Indonesia

yaitu Pancasila dan UUD 1945, serta kepada

pemerintahan yang sah. Seorang PNS tidak boleh

memiliki pemikiran, pandangan dan melakukan

tindakan yang bertentangan dengan Pancasila

dan UUD 1945. Bagi seorang PNS, Pancasila,

UUD 1945 dan NKRI adalah sesuatu yang final

dan harga mati. Dia siap mengorbankan jiwa dan

raganya untuk mempertahankan keutuhan NKRI.

Ringkasnya, PNS harus berupaya mencegah

terjadinya disintegrasi, yaitu perpecahan suatu

bangsa menjadi bagian-bagian yang saling

terpisah. Dalam konteks inilah, seorang PNS yang

merupakan bagian ASN menjalankan fungsinya

sebagai perekat dan pemersatu bangsa.

Peran ASN sebagai perekat dan pemersatu

bangsa ini, secara implisit terkait dengan

asas dalam penyelenggaraan dan kebijakan

manajemen ASN yaitu asas persatuan dan

kesatuan. Hal ini berarti, seorang PNS atau ASN

dalam menjalankan tugas-tugasnya senantiasa

mengutamakan dan mementingkan persatuan

dan kesatuan bangsa. Kepentingan kelompok,

individu, golongan harus disingkirkan demi

kepentingan yang lebih besar yaitu kepentingan

negara dan bangsa. Ketidaknetralan ASN

berimplikasi pada terjadinya perbedaan

perlakuan (diskriminasi) terhadap masyarakat

yang berbeda asal, golongan dan partai

politiknya yang akan mengakibatkan terjadinya

kecemburuan dan keresahan sosial. Bila hal ini

dibiarkan dan terus berkembang akan memicu

terjadinya konflik antar kelompok masyarakat

dan berpotensi berkembang menjadi disintegrasi

bangsa, terutama dari kelompok yang merasa

terdiskriminasi.

Upaya untuk mencegah terjadinya konflik dan

disintegrasi bangsa ini dapat dilakukan oleh ASN

dalam bentuk antara lain:

a. Bersikap netral dan adil. Netral dalam

artian tidak memihak kepada salah satu

kelompok atau golongan yang ada. Adil,

Page 28: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

27Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

Analisis Temuan

berarti PNS dalam melaksanakan tugasnya

tidak boleh berlaku diskriminatif dan harus

obyektif, jujur, transparan. Dengan bersikap

netral dan adil dalam melaksanakan

tugasanya, PNS akan mampu menciptakan

kondisi yang aman, damai, dan tentram di

lingkungan kerjanya dan masyarakat.

b. Dalam pemilu, seorang ASN yang aktif

dalam partai politik, atau mencalonkan

diri sebagai anggota legislatif (DPR, DPRD

dan DPD), atau mencalonkan diri sebagai

kepala daerah, harus mundur atau berhenti

sementara dari statusnya sebagai ASN.

Tuntutan mundur diperlukan agar yang

bersangkutan tidak menyalahgunakan

wewenang yang dimilikinya untuk

kepentingan dirinya dan partai politiknya.

Kalau PNS sudah terlibat dalam kepentingan

dan tarikan politik praktis, akan sulit bersikap

netral dan obyektif dalam melaksanakan

tugasnya. Situasi ini akan menimbulkan

ketidak percayaan masyarakat terhadap

PNS dan lembaga tempat bernaung.

Sementara itu, ASN yang memiliki

hak pilih, juga tidak memperlihatkan

kecenderungannya terhadap peserta

pemilu, baik melalui ucapan, tindakan

dan simbol-simbol tertentu. Hak pilih ASN

cukup dimanifestasikan dalam bentuk

memilih (mencoblos) peserta pemilu pada

saat pemungutan suara.

3.2. Fungsi KASN sebagai Pengawas Norma Dasar, Kode Etik dan Kode Perilaku ASN

Sebagaimana telah disampaikan di atas,

netralitas ASN merupakan hal yang sangat

penting. Sikap keberpihakan ASN akan

mengganggu fungsinya sebagai ujung tombak

pelayanan publik dan perekat pemersatu

bangsa. Begitu pentingnya, sehingga netralitas

merupakan bagian dari nilai/norma dasar dan

kode etik kode perilaku yang harus dijunjung

tinggi oleh ASN. Hal ini dinyatakan dalam UU

ASN, salah satu nilai/norma dasar yang harus

dijalankan oleh ASN adalah menjalankan tugas

secara profesional dan tidak berpihak (Pasal 4

huruf d). UU ASN juga menyatakan juga bahwa

salah satu dari kode etik kode perilaku adalah

menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan

dalam melaksanakan tugasnya (Pasal 5 ayat 2

huruf h).

KASN, sebagai lembaga yang menjalankan

fungsi mengawasi norma/nilai dasar, kode etik

dan kode perilaku kemudian mendapatkan

tugas khusus untuk menjaga netralitas ASN.

Dalam menjalankan tugas tersebut, KASN

memiliki kewenangan untuk meminta informasi

baik kepada masyarakat maupun ASN untuk

mendapatkan laporan tentang pelanggaran

norma dasar, kode etik dan kode perilaku.

Berdasarkan laporan tersebut, KASN melakukan

pemeriksaan untuk membuktikan benar atau

tidaknya bukti pelanggaran tersebut. KASN

juga berwenang untuk meminta dokumen atau

klarifikasi kepada instansi pemerintah untuk

mendukung proses pembuktian tersebut.

Setelah menemukan bukti pelanggaran, KASN

kemudian menyampaikan hasil pemeriksaan

tersebut kepada PPK untuk ditindaklanjuti.

Tindaklanjut dimaksud adalah pernyataan

tertulis tentang pelanggaran kode etik secara

tertulis sebagaimana diatur dalam PP Nomor 42

Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan

Kode Etik Pegawai Negeri Sipil. Dengan demikian,

meskipun fungsi pengawasan dipegang oleh

KASN, namun kewenangan penetapan sanksi

bagi ASN yang melanggar berada di tangan PPK.

UU ASN tidak mengatur lebih lanjut tentang

Page 29: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

28 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

kewenangan KASN jika laporan pelanggaran

kode etik dan kode perilaku tidak ditindaklanjuti

oleh PPK. Memang UU ASN mengatur bahwa

KASN dapat menyampaikan rekomendasi kepada

Presiden untuk menjatuhkan sanksi kepada

PPK yang tidak menindaklanjuti laporan hasil

pengawasan KASN, namun hanya terbatas

pada laporan pengawasan tentang pelanggaran

terhadap Sistem Merit, bukan pelanggaran

norma dasar, kode etik dan kode perilaku3.

Lembaga kuasi negara yang memiliki fungsi

yang sama dengan KASN adalah Komisi Yudisial

(KY). Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2004

(sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor

18 Tahun 2011) tentang Komisi Yudisial (UU KY),

disebutkan bahwa salah satu kewenangan KY

adalah menjaga dan menegakkan pelaksanaan

kode etik dan/atau pedoman perilaku hakim.

Sebagaimana KASN, dalam menjalankan

kewenangannya tersebut, KY juga dapat

menerima laporan dari masyarakat tentang

pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku

hukum, kemudian melakukan pemeriksaan hingga

membuktikan terjadinya pelanggaran tersebut.

Laporan yang telah dibuktikan sebagai suatu

pelanggaran kemudian dirumuskan dalam bentuk

rekomendasi kepada pimpinan Mahkamah Agung

(MA) untuk menjatuhkan sanksi kepada hakim

yang melakukan pelanggaran. Ini artinya KASN

dan KY sama-sama mengeluarkan rekomendasi

kepada pimpinan yang menjadi obyek

pengawasan, dan menyerahkan sepenuhhnya

penegakkan sanksi kepada pimpinannya

tersebut. Namun demikian ada perbedaan dalam

hal mekanisme penegakan sanksinya. Dalam

hal rekomendasi KASN tidak dilaksanakan oleh

PPK, KASN kemudian melaporkannya kepada

Presiden dan mengusulkan pemberian sanksi

kepada PPK tersebut. Dalam hal ini berbeda

dengan rekomendasi KY yang hanya berhenti

di tingkat pimpinan MA. Hal ini dapat dipahami

karena ASN merupakan bawahan dari Presiden

yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam cabang

pemerintahan ekskutif, dan hakim merupakan

bawahan dari pimpinan MA sebagai pihak yang

memiliki kekuasaan tertinggi dalam cabang

yudikatif. Dengan demikian tidak ada lagi pihak

yang lebih tinggi di atas pimpinan MA.

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa

penetapan sanksi terhadap pelanggaran hakim

bersifat final di pimpinan MA. Karena sifatnya

yang final inilah, wajar jika UU KY juga mengatur

tentang mekanisme verifikasi atau pemeriksaan

bersama antara MA dan KY jika menemukan

suatu laporan pelanggaran yang belum jelas

keterbuktiannya. Mekanisme ini dijalankan

untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam

penegakkan sanksi. Mekanisme ini yang tidak

diatur dalam UU ASN. Dalam UU ASN tidak ada

pengaturan tentang mekanisme verifikasi atau

pembahasan bersama antara KASN dengan PPK,

maupun antara KASN dengan Presiden.

Hal lain yang membedakan antara KASN dan

KY adalah terkait dengan penetapan kode etik

dan kode/perilaku. Jika KY memiliki kewenangan

untuk menetapkan kode etik dan perilaku hakim,

sedangkan KASN tidak memiliki kewenangan

untuk menetapkan kode etik dan kode perilaku

ASN. Kode etik ASN sebagai sebuah profesi

ditetapkan oleh PPK dalam instansinya masing-

masing. Hal ini diatur dalam PP Nomor 42 Tahun

3 Pasal 33 ayat 1 berbunyi: “Berdasarkan hasil pengawasan yang tidak ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3), KASN merekomendasikan kepada Presiden untuk menjatuhkan sanksi terhadap Pejabat Pembina Kepegawaian dan Pejabat yang Berwenang yang melanggar prinsip Sistem Merit dan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Yang dimaksud dengan isi Pasal 32 ayat (3) adalah hasil pengawasan KASN terhadap pengangkatan Jabatan Pimpinan Tinggi dan nilai dasar, kode etik dan kode perilaku ASN.

Page 30: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

29Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

Analisis Temuan

2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode

Etik PNS. Dalam Pasal 13 ayat 1 dinyatakan bahwa

PPK dapat menetapkan kode etik instansinya.

Dari pengaturan ini memungkinan munculnya

banyak versi tentang kode etik ASN, tidak seperti

kode etik dan kode perilaku hakim yang tunggal,

yang ditetapkan oleh KY. Penetapan kode etik

secara terpusat oleh KY ini barangkali yang secara

psikologis mempengaruhi kepatuhan hakim

terhadap KY sebagai pengawas KY. Demikian

juga sebaliknya, karena tidak ada penetapan

kode etik ASN oleh KASN, secara psikologis

mempengaruhi ASN untuk tidak terlalu patuh

kepada KASN.

Perbandingan antara mekanisme pengawasan

KASN dan KY dapat dilihat dalam matriks berikut:

UU Nomor 5 Tahun 2014 • UUD 1945 Pasal 24B ayat 1.

• UU Nomor 22 Tahun 2004 jo UU Nomor18 Tahun 2011

Dasar Hukum

Mengawasi pelaksanaan norma dasar, kode etik dan kode perilaku ASN, serta penerapan Sistem Merit dalam kebijakan dan Manajemen ASN pada Instansi Pemerintah.

• Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan.

• Menjaga dan menegakan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

• Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim bersama-sama dengan Mahkamah Agung.

• Menjaga dan menegakan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim

Fungsi/Wewenang

KASN KY

Tabel 3.1Perbandingan Fungsi dan Mekanisme Pengawasan oleh KASN dan KY

Page 31: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

30 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

KASN KY

• Menerima laporan terhadap pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN.

• Melakukan penelusuran data dan informasi serta memeriksa dokumen terkait pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku.

• Meminta klarifikasi dan/atau dokumen yang diperlukan dari Instansi Pemerintah untuk pemeriksaan laporan atas pelanggaran.

• Memutuskan adanya pelanggaran kode etik dan kode perilaku.

• Menerima laporan masyarakat dan/atau informasi tentang dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim.

• Melakukan verifikasi terhadap laporan; melakukan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran; melakukan pemanggilan dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melakukan pelanggaran; dan melakukan pemanggilan dan meminta keterangan dari saksi.

• Meminta keterangan atau data kepada Badan Peradilan dan/atau Hakim. Jika permintaan tersebut tidak dipenuhi paling lambat 14 hari terhitung mulai tanggal permintaan KY, KY akan meminta keterangan atau data melalui Pimpinan MA. Jika tidak dipenuhi juga, hakim dan/atau badan peradilan dimaksud akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

• Menyimpulkan hasil pemeriksaan.

Mekanisme Pengawasan Kode Etik dan Perilaku

• Laporan hasil pengawasan disampaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dan Pejabat yang Berwenang untuk wajib ditindaklanjuti dengan penetapan secara tertulis sanksi moral.

• KASN merekomendasikan kepada Presiden untuk menjatuhkan sanksi kepada PPK atau Pejabat yang Berwenang jika laporannya tidak ditindaklanjuti. (Tafsir terhadap pasal 33 ayat 1 UU ASN, rekomendasi kepada Presiden hanya yang terkait dengan pelanggaran terhadap prinsip Sistem Merit, bukan pelanggaran kode etik).

• KY mengusulkan kepada MA penjatuhan sanksi terhadap hakim yang telah dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran. MA menjatuhkan sanksi terhadap hakim paling lama 60 hari terhitung sejak tanggal usulan diterima.

• Dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara KY dan MA terkait usulan penjatuhan sanksi, dilakukan pemeriksaan bersama antara KY dan MA terhadap hakim yang bersangkutan. Jika tidak ada kata sepakat antara KY dan MA, maka usulan KY berlaku secara otomatis dan wajib dilaksanakan oleh MA.

Penegakkan Sanksi

Tabel 3.1Lanjutan

Sumber: UU No. 5/2014 dan UU No. 22/2004 jo UU No. 18/2011 (diolah)

Page 32: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

31Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

Kesimpulan dan Rekomendasi

Sumber: Pokja Pengkajian dan Pengembangan Sistem, data per Desember 2018

3.3 Penyelesaian Kasus Netralitas ASN oleh KASN

Berdasarkan UU ASN, selain bersikap

netral, ASN juga dituntut bekerja secara

profesional. Ini artinya, ASN semestinya tidak

mudah terpengaruh atau dipengaruhi oleh

pihak lain. Sikap ini mesti dipertahankan baik

dalam pelaksanaan tugasnya maupun dalam

perilakunya sehari-hari. Namun karena ketatnya

struktur birokrasi, ASN biasanya tak kuasa untuk

menolak perintah atasannya, termasuk perintah

untuk menyukseskan terpilihnya calon peserta

Pemilu. Pada titik inilah, prinsip netralitas dan

profesionalitas berpotensi lepas dari ASN.

Dalam praktiknya, ASN sendiri berada dalam

posisi yang dilematis dan terombang ambing

oleh kepentingan politik. Pegawai ASN diangkat,

ditempatkan, dipindahkan dan diberhentikan

oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yang

berstatus pejabat politik. Kondisi seperti ini

membuat karier ASN sering dikaitkan dengan

kepentingan politik PPK. Sementara itu, ASN

juga harus tetap bersikap netral untuk menjaga

profesionalitasnya dalam menjalankan tugasnya

baik sebagai pelayan publik, pelaksana kebijakan

dan pemegang kekuasaan dan kewenangan

dalam pengelolaan anggaran dan sumber daya

di dalam birokrasi. Hal ini mengakibatkan ASN

rentan dimanfaatkan oleh pejabat politik untuk

dapat tetap mempertahankan/mendapatkan

kewenangan dan kekuasaannya.

Posisi dilematis ASN ini mengakibatkan

terjadinya pelanggaran asas netralitas dalam

jumlah yang relatif tinggi, yang tercermin dari

data pengaduan yang telah dilaporkan ke KASN.

Berikut adalah data pengaduan atas pelanggaran

netralitas ASN pada saat Pilkada.

2015 2016 2017 2018

269

2955

101

52

171

507

0

Daerah yangmelaksanakan Pilkada

Jumlah pengaduanNetralitas

Grafik 3.1Jumlah Aduan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pilkada Serentak

Page 33: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

32 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

Dari grafik di atas, tampak bahwa laporan

pengaduan pelanggaran netralitas ASN dalam

empat tahun terakhir mengalami kenaikan.

Pengaduan tertinggi terjadi pada tahun 2018

sebanyak 507 aduan. Sedangkan bila dilihat dari

daerah lokasi terjadinya pelanggaran netralitas

ASN pada tahun 2018 dapat dilihat pada tabel

berikut.

1 Sulawesi Selatan 301 30.56

2 Sulawesi Tenggara 231 23.45

3 Jawa Barat 54 5.48

4 Maluku Utara 41 4,16

5 Riau 40 4.06

6 Lampung 40 4.06

7 Jawa Teangah 30 3.05

8 Sulawesi Barat 29 2.94

9 Jambi 25 2.54

10 Sumatera Selatan 25 25.4

11 Kalimantan Selatan 21 2.13

12 NTT 20 2.03

13 Sumatera Utara 19 1.93

14 Sulawesi Utara 17 1.73

15 Sumatera Barat 16 1.62

16 NTB 13 1.32

17 Kalimantan Timur 11 1.12

18 Jawa Timur 9 0.91

19 Kalimantan Tengah 8 0.81

20 Gorontalo 7 0.71

21 Kalimantan Barat 7 0.71

22 Maluku 5 0.51

23 Bali 4 0.41

24 Papua 4 0.41

25 Banten 3 0.30

26 Sulawesi Tengah 2 0.20

27 Kalimantan Utara 2 0.20

28 DKI Jakarta 1 0.10

Total 985 100

NO

PROVINSI BANYAKNYA PERSENTASE

Tabel 3.2Jumlah ASN yang Melanggar Netralitas Berdasarkan Provinsi

Sumber: Pokja Pengkajian dan Pengembangan Sistem, diolah dari pokja pengaduan dan penyelidikan - KASN(Desember 2018)

Page 34: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

33Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

Analisis Temuan

Bila diakumulasikan sejak tahun 2015

hingga 2018, maka jumlah pelanggaran netralitas

ASN dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Terkait data pengaduan pelanggaran netralitas

ASN, Laporan Tahunan KASN 2018, menyebutkan

bahwa pada tahun 2018, kasus pelanggaran asas

netralitas yang masuk ke KASN berjumlah 508.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 397 kasus sudah

diselesaikan, dan sisanya 111 masih dalam proses.

Sementara itu, terkait dengan pemilu serentak

yang dilaksanakan pada April 2019, Bawaslu

merilis 1.096 temuan pelanggaran terkait

netralitas ASN. Terkait hal itu, KASN sedang

dalam proses pengumpulan bukti mengenai

pelanggaran netralitas ASN tersebut (tempo.co,

10 Juni 2019. Hingga laporan ini disusun, belum

diperoleh data mengenai kemajuan penyelesaian

pelanggaran netralitas ASN ini oleh KASN.

Dalam menangani laporan pengaduan

pelanggaran netralitas ASN ini, KASN (2019)

menempuh prosedur sebagai berikut:

Grafik 3.2Jumlah Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pilkada selama 2015-2018

2015 2016 2017 2018

54 55

508

29

Sumber: Laporan Tahunan 2018, KASN.

Page 35: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

34 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

Penjelasan Alur Pengaduan Pelanggaran

Netralitas oleh KASN.

a. Pengaduan K/L/D/Masyarakat: Dalam

penerimaan laporan/aduan terkait

dengan pelanggaran netralitas ASN,

salah satu sumber pengaduannya adalah

Kementerian (K), Lembaga (L), Dinas (D)

dan/atau dari masyarakat. Jika melihat

dari pelanggaran netralitas di Tahun 2018

terdapat 4 sumber pengaduan. Jumlah

pengaduan paling banyak bersumber dari

masyarakat jika dibandingkan dengan

Kementerian/Lembaga/Dinas. Masyarakat

yang memberikan laporan pengaduan pun

bervariasi, baik dari individu, LSM, dan

bahkan juga datang dari ASN itu sendiri.

Hal yang menjadi catatan dari tracking

pengaduan yang diterima KASN adalah

partisipasi dari instansi pemerintah

tempat ASN bekerja justru sangat minim.

Dalam beberapa kesempatan diskusi dan

FGD yang dilaksanakan oleh tim Pokja

PPS–KASN didapatkan informasi bahwa

idealnya dalam sistem pengawasan

netralitas ini memiliki whistle blower

system sebagai upaya pengawasan

netralitas secara internal.

Laporan/pengaduan yang diterima KASN

terkait dengan pelanggaran netralitas

ini juga berasal dari kegiatan Monitoring

dan Evaluasi (Monev) yang dilakukan

oleh internal KASN sendiri. Laporan

pelanggaran netralitas ASN yang berasal

dari Monev biasanya bersumber dari

Sistem Pengawasan Netralitas ASN oleh KASN Saat Ini

Pengaduan K/L/D/MasyarakatLaporan diterima

KASNLaporan InvestigasiBawaslu Panwaslu

Analisis KasusPelanggaran

Ada IndikasiPelanggaran

Tidak Ada IndikasiPelanggaran

PenyelidikanKasus

KasusDihentikan

RekomendasiKASN

KasusDihentikan

Tidak TerbuktiMelanggar

TerbuktiMelanggar

Monev KASN

PPK

Grafik 3.3Alur Pengaduan Pelanggaran Netralitas oleh KASN

Sumber: Pokja Pengaduan dan Penyelidikan - KASN, 2018

Page 36: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

35Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

Analisis Temuan

berita baik dari koran, majalah, portal

berita online, sampai kepada informasi

yang datang dari media sosial (berita yang

sedang viral) serta kegiatan evaluasi dari

Tim Monev yang berkoordinasi dengan Tim

Pokja Pengaduan dan Penyelidikan. Selain

itu, sejauh ini KASN juga telah menjalin

kerjasama dalam bentuk MoU dengan

Bawaslu untuk menerima aduan/laporan

pelanggaran khusus tentang Pilkada

serentak. Laporan terkait pelanggaran

netralitas ASN berasal dari masyarakat

secara individu maupun melalui LSM dan

dari Bawaslu Provinsi/Kabupaten/Kota.

Pengaduan dari masyarakat seringkali

langsung, termasuk dalam hal ini aduan

berasal dari ASN itu sendiri.

b. Analisis Kasus: Setelah pelaporan masuk,

kemudian laporan akan diterima oleh

KASN dan dilanjutkan dengan melakukan

verifikasi kasus pelanggaran oleh tim

KASN. Hasil verifikasi akan memperlihatkan

apakah aduan/pelaporan tersebut memiliki

indikasi pelanggaran atau tidak. Jika tidak

memiliki indikasi pelanggaran maka kasus

akan dihentikan, dan jika terdapat indikasi

pelanggaran maka kasus akan dilanjutkan

dengan melakukan investigasi.

c. Penyelidikan Kasus: Setelah proses

verifikasi kasus selesai dan dinyatakan ada

indikasi pelanggaran netralitas ASN, maka

proses selanjutnya adalah investigasi.

Dalam proses investigasi dilakukan

pendalaman kasus berdasarkan laporan

yang masuk, baik dari Kementerian/

Lembaga/Dinas/Masyarakat, termasuk

juga dari Bawaslu dan hasil Monitoring dan

Evaluasi (Monev). Dalam proses investigasi

tersebut akan didapatkan dua hasil, yaitu

laporan yang terbukti melanggar dan

tidak terbukti melanggar. Jika terbukti

melanggar maka akan dilanjutkan dengan

proses pembuatan rekomendasi KASN,

namun jika tidak terbukti melanggar maka

kasus akan dihentikan oleh KASN.

d. Kesimpulan Sementara: Setelah

dilaksanakan proses penyelidikan kasus

oleh Pokja Pengaduan dan Penyelidikan,

kemudian didapatkan kesimpulan sementara.

e. Rekomendasi KASN: Setelah proses

investigasi selesai, maka tim KASN akan

menyusun rekomendasi yang dibuat

berdasarkan hasil investigasi yang ada. Di

dalam rekomendasi menjelaskan tentang

kronologis kejadian, aspek netralitas yang

dilanggar, dan sanksi yang dijatuhkan

berdasarkan peraturan yang berlaku. Setelah

penyusunan rekomendasi selesai, maka

surat rekomendasi tersebut disampaikan

kepada PPK untuk ditindaklanjuti.

Apabila PPK tidak menindaklanjuti

rekomendasi tersebut dalam jangka

waktu tertentu, KASN dapat memberikan

peringatan. Jika peringatan tersebut

diabaikan, masalah tersebut akan dibawa

dalam rapat koordinasi yang dihadiri

oleh pejabat terkait yang berasal dari

Kementerian PAN-RB, Kementerian Dalam

Negeri dan BKN untuk diputuskan tindakan

selanjutnya, apakah akan dilakukan

mediasi atau dilaporkan kepada Presiden,

sesuai ketentuan yang berlaku.

Dari berbagai literatur yang berhasil

dikumpulkan dari KASN, belum tampak ada

data yang memperlihatkan jumlah rekomendasi

yang diterbitkan dalam rangka merespon dan

menyelesaikan laporan pengaduan mengenai

netralitas ASN.

Page 37: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

36 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

Temuan KASN menunjukkan bahwa

dalam momen Pemilihan Kepala Daerah

(Pilkada), seringkali pejabat struktural

memiliki kepentingan untuk mempertahankan

jabatannya4. Oleh karenanya, mereka terlibat

dalam politik praktik memenangkan kandidat

tertentu. Di sinilah kemudian para pejabat itu

memanfaatkan “modal” yang dimilikinya, yakni

pengaruh sebagai pejabat struktural atas para

stafnya. “Modal” ini kemudian dimanfaatkan

dengan cara menginstruksikan bawahannya

untuk memilih kandidat yang didukungnya. Tak

ayal, pada akhirnya ASN di bawahnya kemudian

terlibat aktif dalam mengkampanyekan kandidat

pilihan atasannya tersebut.

Proses semacam ini kemudian akan

mengakibatkan dua kemungkinan. Jika kandidat

yang didukung terpilih, maka para pejabat

struktural tadi akan tetap dipertahankan

jabatannya atau dipromosikan untuk menduduki

jabatan yang lebih tinggi. Namun jika kandidat

yang diusungnya kalah, mereka berisiko

kehilangan jabatannya. Situasi ini tidak dapat

dihindarkan, karena kepala daerah menurut

Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017

tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah

Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). Menurut

UU ASN, PPK antara lain memiliki kewenangan

untuk pengangkatan, pemindahan, dan

pemberhentian ASN. Dengan demikian, dalam

kedudukannya sebagai PPK, kepala daerah

terpilih akan menggunakan kewenangannya

untuk mengangkat atau memberhentikan ASN

sesuai dengan kepentingan politiknya, yang

berdasar pada kewenangannya tersebut.

Sejatinya, kewenangan PPK tidak hanya

sebagaimana disebutkan di atas. PPK juga

memiliki kewenangan untuk menghukum ASN

yang melanggar kode etik. Merujuk pada PP

Nomor 42 Tahun 2004 sebagaimana ditegaskan

oleh SE KemenPAN RB, pelanggaran netralitas

dalam Pemilu dan Pilkada termasuk dalam

pelanggaran kode etik. Dalam kasus pejabat

struktural dan para staf yang melakukan

kampanye untuk mendukung kandidat tertentu

sebagaimana diuraikan di atas, kepala daerah

sebagai PPK hendaknya memberikan sanksi.

Namun hal itu tidak dilakukan. Di sinilah letak

ambiguitas pelaksanaan kewenangan PPK

dalam menghadapi pelanggaran netralitas

ASN. Wajar jika kemudian rekomendasi yang

disampaikan KASN terhadap PPK terkait dengan

pelanggaran netralitas ASN dalam Pilkada tidak

mendapatkan respon positif dari PPK. Akibatnya

pemberian sanksi kepada ASN yang melakukan

pelanggaran menjadi tidak efektif dan tidak

menimbulkan efek jera.

Efektifitas rekomendasi KASN mengenai

pelanggaran netralitas ASN dapat dikatakan

berkaitan dengan peran dari lembaga lainnya,

yaitu Kementerian PAN-RB, Badan Pengawas

Pemilu (Bawaslu), Badan Kepegawaian Negara

(BKN) dan Kementerian Dalam Negeri.

Kementerian PAN-RB telah menerbitkan

Surat Edaran (SE) Menteri PAN-RB Nomor 06/M.

PANRB/11/2016 tentang Pelaksanaan Netralitas

dan Penegakan Disiplin serta Sanksi bagi ASN

pada Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan

Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta

Walikota dan Wakil Walikota Secara Serentak

Tahun 2017, yang menyatakan bahwa:

a) Pelanggaran Netralitas ASN dapat juga

berupa pelanggaran kode etik maupun

pelanggaran disiplin.4 Disampaikan dalam Policy Brief Komisi ASN berjudul “Urgensi Penegakan Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN)”, Desember 2018.

Page 38: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

37Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

Analisis Temuan

b) Sanksi pelanggaran kode etik berupa

sanksi moral, dapat juga dikenakan sanksi

administratif berupa sanksi disiplin.

c) Pengawasan pelanggaran netralitas

diteruskan kepada KASN, kemudian

disampaikan kepada PPK untuk

ditindaklanjuti.

d) Menteri PANRB berwenang memberikan

sanksi pada rekomendasi KASN yang tidak

ditindaklanjuti.

Bawaslu bertugas mengawasi

penyelenggaraan pemilu di seluruh wilayah

NKRI, termasuk didalamnya kepatuhan semua

pihak yang terkait dalam penyelenggaraan

Pilpres, Pileg, maupun Pilkada, termasuk

netralitas ASN, TNI dan Anggota Polri. Bawaslu

Page 39: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

38 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

memiliki kewenangan memberikan rekomendasi

kepada instansi yang berwenang menjatuhkan

sanksi terhadap pihak yang melakukan

pelanggaran.

Terkait pelanggaran netralitas ASN,

pengawasan oleh Bawaslu dilakukan melalui:

a) Menerima pengaduan dari masyarakat

ataupun temuan sendiri tentang dugaan

terjadinya pelanggaran.

b) Melakukan verifikasi dan investigasi

terhadap kasus pelanggaran yang ada.

c) Menyampaikan hasil investigasi kepada

instansi yang berkaitan, dalam hal ini

adalah KASN untuk dapat ditindaklanjuti.

Badan Kepegawaian Negara (BKN) adalah

lembaga non kementerian yang bertugas

melaksanakan tugas pemerintahan di bidang

manajemen kepegawaian negara. Pengawasan

BKN terhadap netralitas ASN tidak dilakukan

secara langsung. Hasil rekomendasi KASN

kepada PPK terkait pelanggaran netralitas yang

dilakukan pegawai ASN disampaikan kepada

BKN sekaligus menjadi masukan bagi BKN dalam

mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan

norma, standar prosedur dan kriteria manajemen

ASN. Apabila PPK tidak melaksanakan

rekomendasi yang sudah ditetapkan oleh KASN

terhadap pelanggaran asas netralitas yang

dilakukan oleh bawahannya, maka BKN dapat

meminta PPK dan Pejabat yang Berwenang (PyB)

untuk segera melaksanakannya. Ketika terjadi

tindakan pembiaran dari PPK atau PyB terhadap

pelanggaran asas netralitas pegawai ASN, maka

BKN dapat melakukan pemblokiran terhadap

data PNS yang melakukan pelanggaran dan

konsekuensinya pegawai tersebut tidak dapat

memproses kenaikan pangkat.

Kementerian Dalam Negeri, dalam kaitannya

dengan pengawasan netralitas ASN, mempunyai

kewenangan melakukan pengawasan terhadap

penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

Oleh sebab itu, Kemendagri dapat memberikan

teguran kepada PPK apabila mengabaikan

rekomendasi yang dikeluarkan oleh KASN.

Bila mengacu pada kondisi dimana

rekomendasi KASN terkait pelanggaran

netralitas ASN banyak yang tidak ditindaklanjuti

oleh PPK, maka dapat dikatakan dukungan dari

lembaga lain tersebut belum optimal. Padahal

bila dicermati lebih jauh, Menteri PAN-RB

dapat memberikan sanksi moral dan sanksi

administratif kepada PPK terutama di K/L

yang tidak menindaklanjuti rekomendasi KASN.

Demikian juga dengan BKN yang dapat meminta

PPK dan Pejabat yang Berwenang (PyB) untuk

segera melaksanakan rekomendasi yang

diberikan oleh KASN. Bila PPK dan PyB tidak

melaksanakannya, BKN dapat mengenakan

sanksi berupa pemblokiran terhadap data

PNS yang melakukan pelanggaran dan

konsekuensinya pegawai tersebut tidak dapat

diproses kenaikan pangkatnya. Sementara itu,

Kemendagri juga dapat memberikan teguran

kepada PPK di Pemerintah Daerah (Provinsi

dan Kabupaten/Kota) yang mengabaikan

rekomendasi dari KASN terkait pelanggaran

netralitas ASN.

Page 40: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

39Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

Analisis Temuan

“Setelah mereka mengetahui laporannya bocor, para pelapor merasa tertekan, dan

menjadi beban. Hal tersebut sangat terlihat ketika meminta ijin akan dilakukan konfirmasi

ke Bawaslu provinsi, pelapor merasa keberatan, karena mungkin saja terjadi kebocoran

lagi”

M. Syofi’i, Koordinator Pemantau dari Semarang

“Banyak sekali teman saya yang ASN tidak mengetahui bahwa posting, komen dan bahkan

sekeder klik like terhadap postingan berbau kampanye itu melanggar kode etik sebagai

ASN. Karena itu sosialisasi mengenai netralitas ASN ini penting. Selain mengajak para

ASN memahami posisinya sebagai abdi negara, juga mengajak masyarakat turut berperan

mengawasi”

Septy Putri, ASN

“Saya masih takut kalau melaporkan. Nanti kalau bocor bagaimana dengan keselamatan

diri sendiri?”

Mila, peserta CFD

“Aksi turun ke jalan ini merupakan salah satu bentuk kontribusi kami untuk memberikan

edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat untuk menjaga netralitas ASN bukan saja dalam

memberikan pelayanan publik tapi sangat penting juga dalam pelaksanaan pemilu. ASN

yang netral dan profesional akan mampu memberikan kualitas pelayanan publik yang

tinggi”

Roki Arnoldus Nggili, pemantau dari CSO

Kata Mereka

Page 41: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

40 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

04KESIMPULAN DANREKOMENDASI

Page 42: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

41Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

Kesimpulan dan Rekomendasi

4.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis temuan pelanggaran

netralitas ASN yang dilakukan, dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1) Aparatur Sipil Negara (ASN) berada

dalam posisi yang dilematis terkait

netralitas dalam politik, terutama

pemilu dan pilkada. Pada satu sisi, ASN

dalam posisi dependen terhadap PPK yang

merupakan pejabat politik, namun pada sisi

lain, ia harus tetap mampu menjalankan

tugasnya termasuk dalam pelayanan publik

tanpa membedakan asal golongan dan

afiliasi politik yang dilayaninya. Dilema ini

diakibatkan oleh posisi unik ASN, yang harus

netral, namun memiliki hak pilih, yang jika

digunakan hak pilihnya, maka sebenarnya

ia sedang mendukung satu kandidat dan

mengabaikan kandidat lainnya. Hal ini

juga mendorong ASN untuk melakukan

pelanggaran terhadap kode etik, terutama

netralitas. Karena itu muncul usulan untuk

mencabut hak pilih ASN, sehingga sama

posisinya seperti anggota TNI dan Polri

yang tidak memiliki hak pilih.

2) Netralitas ASN memiliki posisi strategis,

karena merupakan prakondisi untuk

meningkatkan profesionalisme ASN

dalam pelayanan publik yang cepat,

transparan, adil dan tidak memihak

kepada salah satu pihak. Sementara

kualitas pelayanan publik sendiri masih

banyak dikeluhkan oleh masyarakat, yang

terlihat dari relatif banyaknya laporan

pengaduan maladministrasi dalam

penyelenggaraan pelayanan publik dari

masyarakat kepada Ombudsman RI.

3) Selain sebagai pelaksana kebijakan

publik dan pelayan publik, ASN

juga berfungsi sebagai perekat dan

pemersatu bangsa. Fungsi yang terakhir

ini merupakan manifestasi dari sumpah dan

janji yang diucapkan saat diangkat menjadi

ASN yang dalam menjalankan tugas-

tugasnya senantiasa mengutamakan dan

mementingkan persatuan dan kesatuan

bangsa. Ketidaknetralan ASN berimplikasi

pada terjadinya perbedaan perlakuan

(diskriminasi) yang dapat memicu konflik

dan disintegrasi bangsa.

4) Pengawasan terhadap netralitas ASN

ini dilakukan oleh KASN, yang dalam

menjalankan tugasnya berwenang

untuk meminta informasi baik

kepada masyarakat maupun ASN

untuk mendapatkan laporan tentang

pelanggaran netralitas tersebut.

Berdasarkan laporan itu, KASN melakukan

pemeriksaan untuk membuktikan benar

atau tidaknya laporan pelanggaran

serta meminta dokumen atau klarifikasi

kepada instansi pemerintah dalam untuk

mendukung proses pembuktian tersebut.

Setelah menemukan bukti pelanggaran,

KASN kemudian menyampaikan hasil

Page 43: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

42 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

pemeriksaan tersebut kepada PPK

untuk ditindaklanjuti. Tindaklanjut

dimaksud adalah pernyataan tertulis

tentang pelanggaran kode etik secara

tertulis. Dengan demikian, meski fungsi

pengawasan dipegang oleh KASN, namun

KASN tidak berwenang menetapkan sanksi,

karena kewenangan penetapan sanksi

bagi ASN berada di tangan PPK. Fungsi

pengawasan ASN yang dijalankan KASN

mirip sama dengan fungsi pengawasan

terhadap hakim yang dijalankan Komisi

Yudisial (KY). Perbedaannya adalah pada

mekanisme penegakan sanksinya. Bila

rekomendasi KASN tidak dilaksanakan

oleh PPK, KASN kemudian melaporkannya

kepada Presiden dan mengusulkan

pemberian sanksi kepada PPK dimaksud.

Sementara itu rekomendasi KY hanya

berhenti di tingkat pimpinan MA, karena

penetapan sanksi terhadap pelanggaran

hakim bersifat final di pimpinan MA. Karena

sifatnya yang final inilah, wajar jika UU

KY juga mengatur tentang mekanisme

verifikasi atau pemeriksaan bersama

antara MA dan KY jika menemukan suatu

laporan pelanggaran yang belum jelas

keterbuktiannya. Mekanisme ini dijalankan

untuk menerapkan prinsip kehati-hatian

dalam penegakkan sanksi. Mekanisme ini

yang tidak diatur dalam UU ASN. Dalam

UU ASN tidak ada pengaturan tentang

mekanisme verifikasi atau pembahasan

bersama antara KASN dengan PPK,

maupun antara KASN dengan Presiden.

Keterbatasan kewenangan KASN dan

tidak adanya mekanisme verifikasi atau

pembahasan bersama berkontribusi pada

rendahnya tindaklanjut rekomendasi KASN

oleh PPK.

5) Tidak ditindaklanjutinya rekomendasi

KASN terkait pelanggaran netralitas

ASN oleh PPK juga terkait dengan belum

optimalnya dukungan dari lembaga lain,

terutama dari KemenPAN-RB, BKN dan

Kemendagri.

4.2 Rekomendasi

Berdasarkan hasil temuan dan analisis yang

dilakukan, maka dipandang penting untuk

disampaikan beberapa rekomendasi dalam

rangka meminimalisir pelanggaran netralitas

ASN dan memastikan agar pelanggaran netralitas

ASN dapat ditindaklanjuti secara efektif, yaitu:

1) Penegakan kode etik dan perilaku ASN,

terutama terkait netralitas ASN sangat

menentukan pelaksanaan kebijakan dan

kualitas pelayanan publik, untuk itu harus

dipastikan ASN netral dan tidak berpolitik.

Karena itu mengusulkan agar dalam UU

Pemilu, hak dipilih dan memilih ASN ditinjau

ulang untuk ditiadakan, seperti halnya TNI

dan Polri. Hal ini dikarenakan posisi strategis

ASN yang berpeluang untuk melanggar

netralitas, terutama pada saat pemilu.

2) Memperkuat kewenangan KASN agar

rekomendasi yang diterbitkan dapat

dijalankan secara efektif terutama oleh

PPK. Hal ini dapat dilakukan melalui revisi

UU KASN, terutama pada pasal terkait

kewenangan KASN dan memasukkan

klausus mengenai mekanisme verifikasi

bersama antara KASN dan PPK dan antara

KASN dengan Presiden. Revisi UU ASN ini

juga mencakup mengurangi semaksimal

mungkin pengaruh atau kepentingan politik

dalam birokrasi melalui penghapusan peran

PPK oleh politisi dan menyerahkannya

kepada pejabat karier birokrasi.

Page 44: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

43Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

Kesimpulan dan Rekomendasi

3) Mengoptimalkan dukungan dari KemenPAN-

RB, BKN dan Kementerian Dalam Negeri

untuk memastikan rekomendasi KASN

ditindaklanjuti oleh PPK melalui pendekatan

kolaboratif dengan menerbitkan Surat

Keputusan Bersama yang mewajibkan PPK

menindaklanjuti rekomendasi KASN dan

melaporkan hasilnya melalui mekanisme

dan jangka waktu tertentu.

4) Kementerian PAN RB dan KASN perlu

menyusun panduan dan/atau mekanisme

bagi ASN dalam penggunaan media sosial

terkait dengan kode etik dan kode perilaku

ASN, khususnya netralitas ASN. Panduan

dimaksud mencakup adanya pemantauan

oleh KemenPAN RB dan KASN terhadap

penggunaan media sosial oleh ASN. Hal

ini penting untuk menjaga netralitas ASN,

sekaligus meminimalisir potensi terjadinya

pelanggaran kode etik dan kode perilaku

lainnya seperti penyebaran kabar bohong

(hoax), yang cenderung menyebar melalui

media sosial.

5) Wilayah pemantauan KASN mencakup

seluruh Indonesia, namun kantor

KASN hanya terdapat di DKI Jakarta.

Akibatnya, KASN memiliki keterbatasan

untuk menjangkau dan mengetahui

pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan

ASN yang berlokasi di luar DKI Jakarta.

Karena itu, kerjasama dengan organisasi

masyarakat sipil seperti PATTIRO dan

mitra CSO menjadi penting sebagai bagian

dari dukungan untuk mewujudkan ASN

yang netral dan profesional dan mengatasi

keterbatasan dari KASN itu sendiri. Untuk

itu, dipandang penting bagi KASN untuk

memperluas kerjasama pemantauan ini

dengan pihak lain. Contohnya dengan CSO

lain, organisasi profesi dan media massa.

6) Komisi ASN perlu melakukan kampanye-

kampanye edukatif yang dilakukan

secara masif melalui media sosial dan

media massa mengenai kode etik dan

kode perilaku ASN, karena sebagian besar

masyarakat belum memahami hal ini.

7) Kementerian PAN RB dan KASN

perlu menyusun prosedur dan/atau

mekanisme yang jelas dan rinci mengenai

perlindungan kepada pelapor atas laporan

yang disampaikan mengenai pelanggaran

kode etik dan kode perilaku ASN.

8) Kementerian PAN RB dan KASN perlu

memastikan adanya tindak lanjut

pelaporan dan penegakan sanksi

sesuai dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Displin

PNS dan peraturan lainnya yang terkait

termasuk cuti bagi suami/istri ASN yang

mencalonkan diri sebagai peserta pemilu,

sebagaimana tertuang dalam aturan Surat

Edaran (SE) Menteri PANRB Nomor B/36/M.

SM.00.00/2018.

Page 45: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

44 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019

Miftah Thoha. 2013. Birokrasi Dan Politik Di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Rina Martini. “Netralitas Birokrasi Pada Pilgub Jateng 2013” dalam Jurnal Ilmu Sosial, Vol. 14 No. 1

Februari 2015, hal. 66-78.

Riris Katharina. “Reformasi Manajemen Aparatur Sipil Negara: Evaluasi Peran Pejabat Pembina

Kepegawaian dan Komisi Aparatur Sipil Negara” dalam Spirit Publik Volume 13, Nomor 2, Oktober

2018, Halaman 1-16.

Sukri Tamma. “Paradox of Bureaucracy Neutrality in the Indonesia Regional Election” dalam PALITA:

Journal of Social-Religi Research Oktober 2016, Vol.1, No.2, hal. 95-112.

Lembaga Administrasi Negara. “Nasionalisme”, Modul Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan Golongan

III. Jakarta, 2015.

“Soal Ribuan Pelanggaran Netralitas ASN, Begini Tindaklanjut KASN”. www.tempo.co, 10 Juni 2019

(diunduh pada 2 Agustus 2019 dari www.tempo.co).

Laporan Tahunan Komisi Aparatur Sipil Negara Tahun 2018, KASN, 2019.

Pengawasan Netralitas Aparatur Sipil Negara Edisi 2, KASN, 2019.

Daftar Pustaka

Page 46: Hasil Pemantauan PELANGGARAN NETRALITAS ASN

“Kami mengapresiasi hal yg dilakukan atas pemantauan pelanggaran netralitas ASN yang dilakukan oleh PATTIRO dan CSO. Ini bentuk partisipasi publik dalam pengawasan pemilu. Kami harap tetap bisa bersinergi dengan Bawaslu untuk pemilu ke depan. Pelanggaran netralitas ASN akan lebih tinggi.”

Abhan, S.H., M.H. Ketua BAWASLU

“Terima kasih kepada organisasi PATTIRO, CSO, dan CEGAH yang sudah banyak membantu tugas KASN dengan informasinya, surveinya, dan studinya. Terimakasih juga telah menyelenggarakan kegiatan seperti ini, terutama pemantauan netralitas ASN, dan turut serta dalam mensosialisasikan Lapor KASN.”

DR. Ir. Nuraida Mokhsen, MA. Komisioner Pokja pengkajian & pengembangan sistem, KASN.

“Terima kasih untuk semua pendukung acara ini. Mari kita kampanyekan ASN Netral, ASN perekat pemersatu bangsa. Terima kasih.”

Hardianawati, Direktur Pengawasan dan Pengendalian Bidang Kode Etik, Disiplin, Pemberhentian dan Pensiun PNS, BKN

“Kami dari Kementerian PAN RB menyampaikan apresiasi kepada PATTIRO yang telah turut melakukan pengawasan terhadap netralitas ASN. Ini merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam membantu tugas pemerintah. Melalui kegiatan ini pula, kami sebagai lembaga pengawas netralitas, yaitu Kemen PAN RB, Komisi ASN, Badan Kepegawaian Negara, dan Bawaslu dapat bertemu dan berdiskusi untuk menyamakan persepsi dan merumuskan rekomendasi kebijakan yg efektif untuk mendorong netralitas ASN di masa mendatang.”

Rosdiana, Kepala Bidang Penegakan Disiplin SDM Aparatur, Kementerian PANRB