makalah mkdk mutu pelkes
DESCRIPTION
MKDKTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Bidang kesehatan yang paling terpengaruh oleh dampak globalisasi, yakni antara lain
bidang perumahsakitan, tenaga kesehatan, industri farmasi, alat kesehatan dan asuransi
kesehatan.
Di bidang rumah sakit misalnya, manajemen pelayanan kesehatan belum efisien.
Mutunya masih relatif rendah. Disinilah justru letak keunggulan rumah sakit swasta asing
yang telah terbiasa bekerja dengan sistem manajemen profesional. Kehadiran rumah sakit
swasta asing akan menguntungkan kelompok konsumen tertentu karena mempunyai lebih
banyak pilihan pelayanan kesehatan yang kian bermutu, namun rumah sakit swasta nasional
akan tersaingi dan kesenjangan pelayanan kesehatan antara kelompok yang mampu dan yang
kurang mampu akan menjadi lebih lebar.
Oleh karena itu upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan adalah langkah terpenting
untuk meningkatkan daya saing usaha Indonesia di sektor kesehatan. Hal ini tidak ringan
karena peningkatan mutu tersebut bukan hanya untuk rumah sakit saja tetapi berlaku untuk
semua tingkatan pelayanan kesehatan mulai dari Puskesmas Pembantu dan Puskesmas, baik
di fasilitas pemerintahan maupun swasta.
Peningkatan kualitas pelayanan adalah salah satu isu yang sangat krusial dalam
manajemen, baik dalam sektor pemerintah maupun sektor swasta. Hal ini terjadi karena di
satu sisi tuntunan masyarakat terhadap perbaikan kualitas pelayanan dari tahun ke tahun
menjadi semakin besar, sedangkan disisi lain, praktek penyelenggaraan pelayanan tidak
mengalami perbaikan yang berarti.
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Indonesia diamanatkan bahwa Kesehatan
merupakan salah satu aspek dari hak asasi manusia, yaitu sebagaimana yang tercantum dalam
pasal 28 H ayat (1) : “ setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal
dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan”.
Pembangunan Kesehatan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar dapat mewujudkan derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya sebagai perwujudan kesejahteraan umum sebagai yang dimaksud
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Pembangunan Kesehatan tersebut
1
diselenggarakan dengan berdasarkan kepada Sistem Kesehatan Nasional ( SKN ) yaitu suatu
tatanan yang menghimpun berbagai upaya Bangsa Indonesia secara terpadu dan saling
mendukung guna menjamin derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Sebagai pelaku dari
pada penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah masyarakat, pemerintah ( pusat,
provinsi, kabupaten/kota ), badan legeslatif serta badan yudikatif. Dengan demikian dalam
lingkungan pemerintah baik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah harus saling bahu
membahu secara sinergis melaksanakan pembangunan kesehatan yang terencana, terpadu dan
berkesinambungan dalam upaya bersama-sama mencapai derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya.
Keberhasilan pembangunan Kesehatan berperan penting dalam meningkatkan mutu dan
daya saing sumber daya manusia Indonesia. Untuk mencapai keberhasilan dalam
pembangunan bidang kesehatan tersebut diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara
menyeluruh, berjenjang dan terpadu. Dalam hal ini Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis
Dinas Kesehatan merupakan penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan untuk
jenjang pertama di wilayah kerjanya masing-masing. Puskesmas sesuai dengan fungsinya
sebagai pusat pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan
(keluarga serta pusat pelayanan kesehatan dasar ) berkewajiban mengupayakan, menyediakan
dan menyelenggarakan pelayanan yang bermutu dalam memenuhi kebutuhan masyarakat
akan pelayanan kesehatan yang berkwalitas dalam rangka mencapai tujuan pembangunan
kesehatan Nasional yaitu terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap
orang.
Pengertian.
Berbicara masalah mutu pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas, terkandung makna
bahwa Puskesmas berkewajiban menjaga bahkan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
dasar di Puskesmas.
Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang berhubungan
dengan kemampuan untuk memberikan kebutuhan kepuasan. Mutu adalah kesesuaian
terhadap permintaan persyaratan ( Dr. Ridwan Amirrudin, SKM., M.Kes., 2007 ).
Mutu pelayanan kesehatan dasar adalah kesesuaian antara pelayanan kesehatan dasar yang
disediakan / diberikan dengan kebutuhan yang memuaskan pasien atau kesesuaian dengan
ketentuan standar pelayanan.
2
Tujuan Umum dan Khusus
Terselenggaranya pelayanan kesehatan dasar yang bermutu dan memuaskan di
Puskesmas dalam rangka terwujudnya peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya.
2. Manfaat dan Tujuan
Dalam pembuatan Karya Ilmiah ini bertujuan untuk :
Memberikan penjelasan tentang kualitas atau mutu pelayanan kesehatan di Indonesia
Memberikan informasi tentang sejauh mana pelayanan kesehatan di Indonesia
Untuk mengetahui beberapa aspek yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan di Indonesia
BAB II
3
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konsep Dasar Mutu Pelayanan Kesehatan
Banyak pengertian tentang mutu antara lain:
1. Mutu adalah tingkat kesempurnaan dan penampilan sesuatu yang sudah diamati
( Wnston Dictionary, 1956 )
2. Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu progam ( Donabedian,1980 )
3. Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri suatu barang atau jasa yang didalamnya
terkandung pengertian rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna ( DIN
ISO 8402, 1986 )
Jadi , Mutu ( quality ) dapat didefinisikan sebagai keseluruhan karakteristik barang atau
jasa yang menunjukkan kemampuan dalam memuaskan kebutuhan konsumen, baik
kebutuhan yang dinyatakan maupun kebutuhan yang tersirat.
Beberapa pengertian tentang mutu pelayanan kesehatan:
1. Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap
jasa pemakai pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata- rata
penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi
( Azhrul Aswar,1996 )
2. Mutu pelayanan kesehatan adalah Memenuhi dan melebihi kebutuhan serta harapan
pelanggan melalui peningkatan yang berkelanjutan atas seluruh proses. Pelanggan
meliputi pasien, keluarga, dan lainnya yang datang untuk mendapatkan pelayanan
dokter, karyawan ( Mary R. Zimmerman )
Secara umum pengertian mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan
menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara wajar,
effisien, dan efektif serta diberikan secara aman dan menuaskan secara norma , etika, hukum
dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah , serta
masyarakat konsumen.
4
Selain itu mutu pelayanan kesehatan diartikan berbeda sebagai berikut :
1. Menurut pasien/ masyarakat empati , menghargai, dan tanggap sesuai dengan kebutuhan dan
ramah.
2. Menurut petugas kesehatan adalah bebas melakukan segala sesuatu secara profesional sesuai
dengan ilmu pengetahuan, keterampilan , dan peralatan yang memenuhi standar.
3. Menurut manajer / administrator adalah mendorong manager untuk mengatur staf dan pasien/
masyarakat yang baik.
4. Menurut yayasan atau pemilik adalah menuntut pemilik agar memiliki tenaga profesional
yang bermutu dan cukup.
Untuk mengatasi adanya perbedaan dimensi tentang masalah peayanan kesehatan
seharusnya pedoman yang dipakai adalah hakekat dasar dari diselenggaranya pelayanan
kesehatan tersebut. Yang dimaksud hakekat dasar tersebut adalah memenuhi kebutuhan dan
tuntunan para pemakai jasa pelayanan kesehatan yang apabila berhasil dipenuhi akan
menimbulkan rasa puas ( client satisfaction ) terhadap pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan.
Jadi yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan adalah menunjuk pada ringkat
pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna
kepuasan tersebut, makin baik pula mutu pelayanan kesehatan. Sekalipun pengertian mutu
yang terkait dengan keputusan ini telah diterima secara luas , namun penerapannya tidaklah
semudah yang diperkirakan. Masalah pokok yang ditemukan ialah karena kepuasan tersebut
bersifat subjektif. Tiap orang, tergantung dari kepuasan yang dimiliki, dapat saja memiliki
tingkat kepuasan yang berbeda untuk satu mutu pelayanan kesehatan yang sama. Disamping
itu sering pula ditemukan pelayanan kesehatan yang sekalipun dinilai telah memuaskan
pasien, namun ketika ditinjau dari kode etik serta standar pelayanan profesi, kinerjanya tetap
tidak terpenuhi.
Kesimpulan, Jadi mutu pelayanan kesehatan menunjuk pada tingkat kesempurnaan
pelayanan kesehatan, di mana di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien
sesuai dengan tingkat kepuasan rata- rata penduduk, akan tetapi di pihak lain dalam tatacara
penyelenggaraannya juga sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah
ditetapkan.
B. Menilai Mutu Pelayanan Kesehatan
5
Dalam salah satu tulisannya tentang Quality Assurance in Hospital, Donabedian
mengatakan bahwa pada waktu yang lalu pertanyaan "Bagaimana mutu pelayanan kesehatan
dapat dinilai" tidak dapat diajukan. Hal itu terjadi karena mutu pelayanan kesehatan
disamakan dengan suatu misteri: nyata, dapat dirasakan dan dihargai, tetapi bukan subjek
yang dapat diukur. Bahkan, sebelumnya usaha ke arah itu sering dianggap remeh. Tetapi,
selanjutnya Donabedian mengatakan bahwa sekarang kita berada pada arah yang sebaliknya.
Artinya, penilaian terhadap mutu pelayanan kesehatan semakin menjadi tuntutan berbagai
pihak. Baik dari provider 'pemberi ' pelayanan kesehatan, perusahaan asuransi kesehatan
(pihak ketiga), maupun pihak masyarakat selaku . Selain menjadi tuntutan semua pihak,
ternyata menilai mutu pelayanan kesehatan pun bukan suatu yang mustahil. Sebenarnya,
berbagai topik yang dibicarakan saat ini bukan merupakan hal yang baru, termasuk masalah
mutu pelayanan kesehatan. Bila kita cermati catatan sejarah, kita akan melihat betapa pada
masa lalu tenaga-tenaga kesehatan telah peduli terhadap masalah yang satu ini. Pada 1860,
Florence Nightingale telah meletakkan dasar mutu pelayanan kesehatan dengan
menyeragamkan sistem pengumpulan data statistik rumah sakit dan evaluasinya. Data yang
dikumpulkan oleh Nightingale tersebut menunjukkan angka kematian yang bervariasi antar
rumah sakit. Di Amerika Serikat, saat terjadi perkembangan pelayanan kesehatan yang pesat,
banyak bermunculan pihak pemberi layanan kesehatan dan perusahaan asuransi sebagai
jembatan antara provider dengan konsumen. Oleh karena itu, pada saat itu bermunculanlah
berbagai kepentingan yang tak lepas dari masalah politik, ekonomi, sosial, dan aspek hukum.
Perhatian terhadap mutu pelayanan kesehatan muncul meskipun pada saat itu orang-orang
yang memperhatikan masalah tersebut baru memiliki kemampuan yang terbatas.
Selanjutnya, pada 1955, Komisi Gabungan mulai menekankan tentang arti penting audit
medik. Hasilnya, pada Januari 1981 audit medik ditetapkan sebagai bagian dari Quality
Assessment Standard 'Standar Penilaian Mutu'. Standar ini mengharuskan rumah sakit
memperhatikan seluruh data statistik, medical record, komite antibiotik dalam suatu sistem
audit medik, bersamaan pula dengan pengawasan praktik klinik, laporan insiden, dan lain-
lain.
Pada akhir 1986, Komisi Gabungan tersebut meluncurkan proyek baru yang berjudul The
Agenda for Change 'Agenda untuk Perubahan'. Tujuan program tersebut adalah untuk
membangun suatu pengawasan yang berorientasi pada outcome 'hasil' dan evaluasi terhadap
proses yang dapat membantu suatu rumah sakit atau pihak pemberi layanan kesehatan lainnya
dalam meningkatkan mutu pelayanan. Program tersebut didesain untuk meningkatkan
6
kemudahan dalam proses akreditasi dan memberi tekanan pada pentingnya hasil klinis serta
administrasi. Dalam perkembangannya, Komisi Gabungan tersebut mengubah namanya
menjadi Joint Commision on Accreditation of Healthcare Organization 'Komisi Gabungan
untuk Akreditasi Organisasi Pelayanan Kesehatan'. Penambahan nama tersebut merefleksikan
jangkauan yang luas dari pelayanan kesehatan yang unik, yang berbeda dengan organisasi
lainnya. Biasanya, ada 2 pertanyaan mendasar yang muncul sehubungan dengan penilaian
medik. Pertama, apa yang dimaksud dengan mutu medik dan pelayanan kesehatan? Kedua,
bagaimana cara mengukur yang tepat?
Definisi 'mutu' dalam pelayanan kesehatan memang sulit ditunjukkan dengan tepat bila
diharapkan dapat memenuhi semua dimensi. Definisinya akan tergantung dari perspektif
mana kita melihat. Konsumen dapat mengatakan bahwa yang dimaksud dengan 'mutu'
pelayanan kesehatan adalah kemampuan dokter dalam melakukan diagnosis dan pengobatan
yang tepat. Pihak manajemen rumah sakit dapat mengatakan bahwa yang dimaksud dengan
mutu pelayanan kesehatan adalah kemampuan rumah sakit dalam memberikan sejumlah
pelayanan dengan biaya yang cukup rendah. Contoh berikut dapat memberikan gambaran
tentang betapa ada sedikit bias dalam pengartian mutu pelayanan kesehatan.
Seorang pasien datang ke suatu pusat pelayanan kesehatan dengan infeksi saluran
pernapasan atas. Melalui berbagai tes, dokter yang menangani mengetahui bahwa pasien
tersebut mengalami tekanan darah tinggi yang tidak biasa. Dokter tersebut kemudian
memutuskan agar pasien melakukan kunjungan lanjutan untuk memantau hipertensinya.
Namun, pasien tersebut merasa baik-baik saja. Pasien hanya merasa sedikit demam dan
membutuhkan antibiotik. Dokter menjelaskan bahwa antibiotik tidak efektif melawan virus.
Namun, pertemuan ke-2 dan seterusnya tidak pernah terjadi karena pasien kecewa.
Kekecewaan pasien terjadi karena ia merasa tidak berhasil mendapatkan antibiotik.
Sementara itu, dokter tersebut juga frustasi karena pasiennya tidak datang pada kunjungan
berikutnya untuk penanganan hipertensi. Di lain pihak, rumah sakit lebih melihat pada
tingginya angka kegagalan pertemuan lanjutan yang berkaitan dengan penggunaan berbagai
fasilitas rumah sakit.
Menurut Nancy O. Graham, definisi mutu pelayanan kesehatan meliputi masalah teknis,
aspek saintifik, dan art 'seni' dalam memberikan pelayanan. Seni dalam memberikan
pelayanan kesehatan berkaitan dengan cara yang dilakukan dokter dalam melakukan tindakan
medis dan komunikasi terhadap pasien. Lebih lanjut, Graham mengatakan bahwa suatu hal
yang mustahil mendiskusikan arti mutu tanpa melihat pada nilai-nilai yang ada pada tenaga
medis, pasien, dan institusi. Karena, artinya akan sangat tergantung pada nilai-nilai yang ada
7
pada ketiga komponen tersebut. Bukan hal yang mustahil bila artinya akan berubah seiring
dengan perubahan nilai yang ada pada masyarakat, perubahan ilmu pengetahuan, dan sumber
daya yang ada.
Tak pelak lagi bahwa melakukan penilaian terhadap pelayanan kesehatan adalah sesuatu
yang harus dilakukan, termasuk di Indonesia. Audit medik merupakan metode yang
digunakan oleh profesi kedokteran/kesehatan untuk mengevaluasi dan memperbaiki
pelayanan mereka kepada pasien secara sistematik. Idealnya, setiap tenaga medis harus
terbiasa mempertanyakan kepada diri mereka sendiri tentang pelayanan yang mereka berikan
kepada pasien dalam tiga hal. Pertama, adakah tindakan saya yang keliru, dan jika ada di
mana letak kekeliruan tersebut. Kedua, dapatkah kami memberikan pelayanan yang
lebih baik. Ketiga, apa makna kualitas pelayanan bagi pasien. Dr. Agus Purwadianto, SpF,
Ketua IDI wilayah DKI Jakarta, mengatakan bahwa audit medik harus dilakukan pada setiap
level pelayanan kesehatan dari tingkat yang paling bawah, yaitu Puskesmas. Sebagai pusat
kesehatan yang berada pada lini yang paling depan, Puskesmas juga harus menempatkan
dirinya pada jajaran institusi pelayanan kesehatan yang profesional. Namun, masalahnya,
mampukah Puskesmas dalam sistem yang ada saat ini melakukan manajemen yang baik?
Banyak kalangan yang menilai bahwa banyak hal yang harus diperbaiki terlebih dahulu. Dr.
Arend Karel Ponggawa, misalnya. Beliau mengatakan bahwa harus ada kejelasan pada tugas
profesi dokter di Puskesmas. Arend menilai bahwa tugas dokter di Puskesmas saat ini tidak
cocok dengan apa yang seharusnya dilakukan seorang dokter. Karena, dokter jadi lebih
disibukkan oleh tugas manajerial dan jabatannya sebagai pejabat kecamatan. Ketidakjelasan
tugas tersebut jelas akan mempengaruhi kinerja dokter Puskesmas. Beberapa studi tentang hal
ini telah dilakukan dan hasilnya menunjukkan hal yang sama. Tingkat kehadiran dokter yang
rendah, program Puskesmas yang tidak jalan, dll. Meskipun demikian, di lain pihak kita tidak
dapat menutup mata terhadap kinerja dokter Puskesmas yang tinggi di beberapa tempat.
Namun, agaknya kita perlu mengajukan pertanyaan, "Apakah Kepala Puskesmas
harus seorang dokter?" Bukankah pada kenyataannya bila keadaan terus dibiarkan akan
memberikan dampak buruk baik bagi dokter, pemerintah, dan masyarakat. Karena, pada
kenyataannya, banyak dokter yang mengeluhkan masalah ini. Salah satunya adalah Dr. Fitri,
dokter muda yang baru menyelesaikan tugas PTT-nya di Kabupaten Banjarnegara. Fitri
mengusulkan agar dokter Puskesmas tidak usah memegang jabatan struktural di Puskesmas,
tetapi cukup tugas fungsional saja sebagai tenaga medis. Karena, menurut Fitri, waktu yang
hanya 3 tahun di Puskesmas terlalu singkat untuk program Puskesmas dan masyarakat
sekitar. "Tugas struktural tersebut sangat menghambat kerja dokter, karena akhirnya dokter
8
disibukkan dengan tugas-tugas tetek bengek yang merepotkan, dan melalaikan tugas
utamanya," ujar Fitri.
Permasalahan dokter Puskesmas baru sekelumit dari sekian banyak peliknya
permasalahan manajerial kesehatan di Indonesia. Masih banyak masalah lain yang harus
diperbaiki. Paradigma ekonomi yang masih mendominasi sebagian besar institusi pelayanan
kesehatan, kesiapan sumber daya kesehatan menjalankan manajerialnya, ditambah lagi
dengan situasi krisis ekonomi yang masih menghantam kita. Namun, bila kita tidak mau
beranjak dan berbenah diri, tentu kita akan semakin tenggelam dalam keterpurukan.
Kuncinya sebenarnya adalah pada diri kita, maukah kita melakukan perbaikan?
C. Persepsi Mutu Pelayanan Kesehatan
Menurut pasien / masyarakat
Pasien/ masyarakat melihat layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan
kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakan dan diselenggarakan dengan cara
yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap serta mampu menyembuhkan keluhan serta
mencegah berkembangnya atau meluasnya penyakit.
Pandangan pasien ini sangat penting karena pasien yang merasa puas akan mematuhi
pengobatan dan mau datang berobat kembali
Menurut pemberi pelayanan
Pemberi layanan kesehatan mengaitkan layanan kesehatan yang bermutu dengan
ketersediaan peralatan , prosedur kerja atau protokol, kebebasan profesi dalam setiap
melakukan layanan kesehatan sesuai dewngan teknologi kesehatan mutakhir, dan bagaimana
keluaran atau layanan kesehatan tersebut.
Sebagai profesi layanan kesehatan membutuhklan dan mengharapkan adanya dukungan
teknis, administrasi, dan layananan pendukung lainnya yang efektif serta efisien dalam
menyelenggarakan layanan kesehatan yang bernutu tinggi.
Menurut penyambung dana / Asuransi
Penyandang dana / asuransi mengangap bahwa layanan kesehatan yang bermutu sebagai
suatu layanan kesehatan yang efisien dan efektif. Pasien deharapkan dapat disembuhkan
dalam waktu yang sesingkat mungkin sehingga biaya layanan kesehatan dapat menjadi
9
efisien. Selanjutnya , upaya promosi kesehatan pencegahan penyakit akan digalakkan agar
pengguna layanan kesehatan semakin berkurang.
Menurut Pemilik Saran Layanan Kesehatan
Pemilik sarana layanan kesehatan berpandangan bahwa layanan kesehatan yang bermutu
merupakan layanan kesehatan yang menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya
operasional dan pemeliharaan, tetapi dengan tarif layanan kesehatan yang masih terjangkau
oleh pasien atau masyarakat , yaitu padatingkat biaya ketika belum terdapat keluhan pasien
masyarakat.
Menurut Administrator Kesehatan / Pemerintah
Administrator layanan kesehatan tidak langsung memberikan layanan kesehatan , tetapi
ikut bertanggung jawab dalam masalah mutu layanan kesehatan. Kebutuhan akan supervisi,
kebutuhan keuangan dan logistik akan memberikan suatu tantangan dan terkadang
administator layanan kesehatan kurang memperhatikan prioritas sehingga timbul persoalan
dalam layanan kesehatan. Pemusatan perhatian terhadap beberapa dimensi nutu layanan
kesehataan tertntu akan membantu administator layanan kesehatan dalam menyusun prioritas
dan dalam menyediakan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan pasien , sserta pemberi
layanan kesehatan.
Menurut ikatan profesi
Keberhasilan penerapan pendekatan jaminan mutupelayanan kesehata akan menimbulkan
kepuasan pasien. Dengan demikian, tugas pelayanan kesehatan selama ini dianggap suatu
beban yang berat dan ada kalanya disertai dengan keluhan / kritikan pasien dan/ masyarakat
akan berubah menjadi suatu kepuasan kerja. Jaminan mutu pelayanan kesehatan akan
menghindarkan terjadinya malpraktik sehingga dokter dapat terhindar dari tuntunan pasien.
D. Hubungan Antara Kepuasan , Harapan Dan Persepsi Pasien Terhadap Pelayanan
Kesehatan Yang Diterima
Kepuasan terhadap pelayanan kesehatan akan dinyatakan melalui hal- hal sebagai berikut:
Komunikasi dari mulut ke mulut
Informasi yang diperoleh dari asien atau masyarakat yang memperoleh pelayanan yang
mmuaskan ataupun tidak, akan menjadi informasi yang dapat digunakan untuk sebagai
referensi untuk menggunakan atau memilih jasa pelayanan kesehatan tersebut.
Kebutuhan pribadi
10
Pasien atau masyarakat selalu membutuhkan pelayanan kesehatan yang tersedia sebagai
kebutuhan pribadi yang tersedia pada waktu dan tempat sesuai dengan kebutuhan. Pasien atau
masyarakat mengharapkanadanya kemudahan dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang
baik dalam keadaan biasa ataupun gawat darurat.
Pengalaman Masa lalu
Pasien atau masyarakat yang pernah mendapatkan pelayanan kesehatan yang memuaskan
akan kembali ke pelayanan kesehatan yang terdaulu untuk memperoleh layanan kesehatan
yang memuaskan sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan pengalaman yang lalu.
Komunikasi eksternal
Sosialisasi yang luas dari sistem pelayanan kesehatan mengenai fasilitas, sumber daya
manusia, serta kelebihan – kelebihan yang dimiliki suatu konstitusi pelayanan kesehatan akan
mempengaruhi pemakaian jasa pelayanan oleh masyarakat atau pasien.
E. Dimensi Mutu Yang Digunakan Untuk Mengevaluasi Mutu Yang Digunakan
Mutu suatu organisasi pemberi pelayanan yang sulit diukur dan lebih bersifat subjektif
sehingga aspek mutu menggunakan beberapa dimensi/ karakteristik sbb:
Communication, yaitu komunikasi atau hubungan antara penerima dengan pemberi jasa.
Credibility adalah kepercayaan pihak penerima jasa terhadap pemberi jasa.
Security, yaitu keamanan terhadap jasa yang ditawarkan
Knowing the Custoer, yaitu pengertian dari pihak pemberi jasa pada penerima jasa atau
pemahaman atau pemberi jasa terhadap kebutuhan dengan harapan pemakai jasa
Tangible, yaitu bahwa dalam memberikan pelayana terhadap pelanggan harus diukur atau
dibuat standarnya
Realibility, yaitu konsistensi kerja pemberi jasa dan kemampuan pemberi jasa
Responsiveness, yaitu tanggapan pemberi jasa terhadap kebutuhan dan penerima jasa
Competence, yaitu kemampuan atau keterampilan pemberi jasa yang dibutuhkan setiap orang
dalam perusahaan untuk memberikan jasanya kepada penerima jasa
Access, yaitu kemudahan pemberi jasa untuk duhubungi oleh pihak pelanggan
Courtessy, yaitu kesopanan, aspek perhatian, kesamaan dalam hubungan personal
11
F. Manfaat Program Jaminan Mutu
Jaminan mutu pelayanan kesehatan atau Quality Assurance in Healthcare merupakan
salah satu pendekatan atau upaya yang sangat mendasar dalam memberikan pelayanan
terhadap pasien. Kita sebagai profesional pelayanan kesehatan baik sebagai perorangan
ataupun kelompok harus selalu berupaya memberikan pelayanan kesehatn yang terbaik
mutunya kepada semua pasien.
Pendekatan jaminan mutu pelayanan kesehatan tersebut baik yang menyangkut
organisasi, perencanaan ataupun penyelenggaraan pelayanan kesehatan itu sendiri telah
menjadi suatu kiat manajemen yang sistematis serta terus menerus dievaluasi dan
disempurnakan. Bidan berperan penting dalam penerapan mutu manajemen pelayanan
kesehatan baik secara langsung ataupun tidak langsung saat penyelenggaraan pelayanan
kesehatan kepada pasien.
Adanya perubahan sosial budaya masyarakat dan perkembangan pengetahuan dan
teknologi, peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dan perkembangan
informasi yang begitu cepat , serta diikuti oleh tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan
yang baik , mengharuskan sarana pelayanan kesehatan untuk mengembangkan diri secara
terus- menerus seiring dengan perkembangan yang ada pada masyarakat tersebut.
G. Muramnya Mutu Pelayanan Kesehatan Di Indonesia
Pelayanan kesehatan yang baik merupakan kebutuhan bagi setiap orang. Semua orang
ingin merasa dihargai, ingin dilayani, ingin mendapatkan kedudukan yang sama di mata
masyarakat. Kebutuhan ini adalah wujud dari level kedua Teori Maslow. Akan tetapi sering
terdapat dikotomi dalam upaya pelayanan kesehatan di Indonesia. Sudah begitu banyak kasus
yang menggambarkan betapa suramnya wajah pelayanan kesehatan di negeri ini. Seolah-olah
pelayanan kesehatan yang baik hanya diperuntukkan bagi mereka yang memiliki dompet
tebal. Sementara orang-orang kurang mampu tidak mendapatkan perawatan kesehatan yang
adil dan proporsional. Orang-orang miskin sepertinya tidak boleh sakit.
Tidak dapat dimengerti apa yang membuat adanya jurang pemisah antara si kaya dan si
miskin dalam domain pelayanan kesehatan. Dokter yang ada di berbagai rumah sakit sering
menunjukkan jati dirinya kepada pasien secara implisit. Bahwa menempuh pendidikan
kedokteran itu tidaklah murah. Oleh sebab itu sebagai buah dari mahalnya pendidikan yang
harus ditempuh, masyarakat harus membayar arti hidup sehat itu dengan nominal yang luar
biasa.
12
Pelayanan kesehatan sepertinya sering tidak sebanding dengan mahalnya biaya yang
dikeluarkan. Rumah sakit terkadang tidak melayani pasien dengan baik dan ramah. Dokter
terkadang melakukan diagnosis yang cenderung asal-asalan.Suramnya wajah pelayanan
kesehatan di Indonesia haruslah menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk memperbaiki
kondisi tersebut. Bukan hanya peranan dokter ataupun Menteri Kesehatan dalam perwujudan
hidup sehat melainkan partisipasi semua masyarakat
Memilih berobat ke luar negeri tidak bisa dianggap sebagai sebuah tindakan
mengkhianati bangsa. Karena kenyataannya rumah sakit-rumah sakit yang ada di Indonesia
tidak memiliki fasilitas yang cukup lengkap untuk memberikan kredit jaminan kesehatan
lebih baik pada pasiennya. Namun ada pihak-pihak tertentu yang melakukan perawatan ke
luar negeri karena ketidakpercayaannya terhadap kapasitas dokter-dokter dan rumah sakit
yang ada di negeri ini.
H. Permasalahan yang Mempengaruhi Pelayanan Medis Rumah Sakit
Lingkungan politik, ekonomi dan sosial yang serba tidak menentu sebagai dampak
berkepanjangan dari krisis multidimensional di negara ini, mengakibatkan organisasi milik
pemerintah maupun swasta sulit menentu arah perkembangan di masa mendatang. Bahkan
untuk beberapa di antara organisasi tersebut yang menjadi masalah bukannya perkembangan,
tetapi bagaimana organisasinya bisa tetap hidup di tengah berbagai tantangan mulai dari
desentralisasi sampai globalisasi dan liberalisasi perdagangan. Demikian pula hal yang terjadi
pada banyak fasilitas pelayanan medik milik pemerintah maupun swasta.
Kenyataan yang kini dihadapi di negara ini berikut dengan aneka ragam
permasalahannya, menurut organisasi untuk beradaptasi terhadap berbagai perubahan
lingkungan yang perlu diakomodasikan demi kelangsungan hidup organisasi, maupun
perkembangan selanjutnya.
Permasalahan pokok yang dihadapi oleh Sistem Pelayanan Medik, antara lain adalah:
a. Ada kesenjangan antara kebutuhan dan permintaan terhadap pelayanan rumah sakit.
Dibandingkan negara-negara tetangga, jumlah tempat tidur rumah sakit di Indonesia
relatif masih rendah, yaitu 60 tempat tidur RS per 100.000 penduduk, atau ke-8 paling
rendah di dunia dalam rasio tempat tidur dibandingkan jumlah penduduk. Angka ini
di Indonesia hampir relatif tak berubah sejak 10 tahun terakhir. Sebenarnya
kebutuhan riil akan pelayanan kesehatan di Indonesia sangat besar. Ini tercermin dari
derajat kesehatan yang relatif lebih rendah dibandingkan negara-negara tetangga.
13
Angaka kematian ibu masih sekitar 390 per 100.000 kelahiran hidup. Walaupun
pasokan tempat tudur rumah sakit masih sangat rendah, ternyata pemakaian tempat
tidur juga masih rendah. Bed Occupancy Rate (BOR) hanya sekitar 55-57 persen
selama 10 tahun terakhir. Rata-rata tiap hari dari 100.000 penduduk hanya 30 orang
yang sedang dirawat di rumah sakit. Data di atas menunjukkan bahwa kebutuhan yang
tinggi ini tak diiringi dengan permintaan yang tinggi.
b. Menurunnya hari-hari rawat sebesar 12,3 persen pada ruang rawat kelas III RSU
pemerintah untuk pasien miskin selama dekade terakhir, ini menunjukkan tingkat
kepercayaan masyarakat yang menurun di samping ketidakjangkauan pembiayaan,
padahal setiap tahunnya total hari rawat meningkat 1 persen.
c. Jenjang rujukan antara Puskesmas dengan semua kelas RSU tidak berjalan secara
hierarkis sesuai kebutuhan. Begitu pula rujukan antara RSU kelas A, B, C, dan D
tidak berjalan secara efektif dan efisien. Pemerataan mendapatkan pelayanan medik
yang bermutu, efisien dan berkesinambungan belum dirasakan oleh masyarakat luas.
d. Hampir 50 persen dari masyarakat yang mempunyai keluhan sakit sama sekali tidak
memanfaatkan fasilitas pelayanan formal. Sebagian besar dari mereka melakukan
pengobatan sendiri, sedangkan sisanya berobat ke dukun atau bahkan sama sekali
tidak berobat.
e. Adanya perbedaan pemahaman antara pejabat/instansi di pusat dan daerah tentang
hakekat otonomi daerah di bidang kesehatan. Masalah ini sangat berkaitan erat
dengan masalah sosialisasi dan kebutuhan tindak lanjut dari peraturan perundang-
undangan yang baru.
f. Konflik kepentingan antara pusat dan daerah adalah keberaneka ragaman dan
kelokalan. Sementara pengalaman masa lalu lebih didominasi oleh wajah tunggal
dalam segala bidang dengan pola penyeragaman dan terpusat. Keanekaragaman dan
kelokalan itu dapat terlihat dari:
o Peraturan daerah
o Sumber daya daerah
Kemungkinan akan semakin melebarnya jurang kesenjangan di bidang kesehatan (pelayanan
medis) karena adanya perbedaan antara daerah yang kaya dan daerah yang miskin dilihat dari
pendapatan daerah, juga antara daerah yang memiliki (concern) secara politis tinggi dengan
yang perhatiannya rendah.
14
g. RS pendidikan beban ganda pendidikan dan pelayanan, kepemimpinan ganda
Depdikbud-Depkes, karena masalah RS pendidikan menjadi beban RS karena
mahasiswa menjadi beban pembiayaan RS (subsidi pendidikan masih tinggi).
h. Pemerintah belum mampu menjamin pengadaan darah yang aman dan memadai.
i. RS masih terlalu besar mensubsidi PT Askes dengan tarif ditetapkan oleh Askes
dengan adanya SKB 2 menteri. Jadi perlu ditinjau kembali kerjasama Askes dengan
RS/Puskesmas.
Dari permasalahan di atas dapat ditentukan 11 pokok isu strategis, yaitu:
Rendahnya pemanfaatan fasilitas medik oleh masyarakat karena masih rendahnya
keterjangkauan secara biaya, geografis dan pengetahuan;
Adanya kesenjangan anatara kebutuhan dan permintaan terhadap pelayanan medik yang
tersedia;
Kesenjangan pelayanan medik antara daerah;
Kerjasama lintas sektor, lintas program dan lintas unit dalam pembangunan kesehatan masih
belum optimal;
Mekanisme pasar yang tidak terkendali di kota/kabupaten sebagai dampak negatif globalisasi
dan perubahan yang cepat dari masyarakat;
Desentralisasi manajemen pelayanan kesehatan masih lebih banyak ditentukan oleh
suprasistem di luar Depkes;
Ditjen Pelayanan Medik belum memiliki konsep desentralisasi;
Mutu SDM yang kurang profesional;
Reformasi sistem pelayanan medik yang berazaz demokrasi, akuntabilitas dan transparansi
belum tercapai;
Kurangnya pemberdayaan masyarakat dalam sistem pelayanan medik;
Sistem rujukan pelayanan medik yang belum berjalan secara efektif dan efisien.
Kesebelas isu strategis tersebut berkaitan dengan mutu, efisiensi, keadilan dan
pemerataan pelayanan medik.
I. Reorientasi Konsep Pelayanan Rumah Sakit
Berbeda dengan paradigma lama yang berorientasi pada aspek negatif penyakit (angka
kesakitan, angka kematian, angka kecacatan), paradigma baru pengembangan pelayanan
15
rumah sakit memasuki millenium III berorientasi pada nilai positif kesehatan yang bertujuan
meningkatkan kualitas hidup seoptimal mungkin, pengurangan penderita fisik dan kejiwaan
serta peningkatan martabat dan kemampuan untuk mandiri, sekalipun mengidap penyakit
kronis dan fatal.
Kesehatan dipandang sebagai sumber daya yang memberikan kemampuan pada individu,
kelompok, dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan mengelola bahkan merubah pola
hidup, kebiasaan dan lingkungan. Hal ini sesuai dengan arah pembangunan kesehatan kita
yang meninggalkan paradigma lama menuju paradigma sehat, dalam rangka menuju
Indonesia Sehat 2010.
Mengembangkan RS menjadi suatu "Institusi Sehat" menghasilkan:
RS yang semula adalah "wahana penyembuhan" perlu berubah menjadi "wahana
pemeliharaan kesehatan" bagi seluruh anggota atau "kekuatan keluarga".
RS harus mampu berubah bentuk dan sistem pelayanannya sesuai dengan tuntutan
kliennya yang tidak lagi harus orang atau penduduk sakit, tetapi adalah manusia atau
penduduk sehat yang ingin tetap sehat.
Karena sifatnya pemeliharaan, maka RS bukan lagi hanya menjadi "rumahnya orang yang
sedang sakit akan tetapi juga menjadi suatu "tempat pemeliharaan kesehatan yang
menyenangkan" juga meliputi orang sehat. Implikasi yang paling penting dari dampak
reformasi ini adalah dihasilkannya reorientasi pelayanan rumah sakit serta pemberdayaan
terhadap pasien dan karyawannya.
J. Pelayanan Medis Prima
Departemen Kesehatan pada tahun 1999 mengeluarkan kebijakan mengenai pelayanan
prima untuk mengantisipasi masalah dan tantangan di bidang pelayanan kesehatan. Di bidang
perumahsakitan pelayanan kepada pasien berdasarkan standar keahlian untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginan pasien, sehingga pasien dapat memperoleh kepuasan yang akhirnya
dapat meningkatkan kepercayaan kepada rumah sakit. Melalui pelayanan prima rumah sakit
diharapkan akan menghasilkan keunggulan kompetentif (competentif advantage) melalui
pelayanan yang bermutu, efisien, inovatif dan menghasilkan customer responsiveness.
16
Cara pandang pelayanan prima adalah:
a) Karyawan medik, paramedik, dan karyawan lain merupakan aset terpenting rumah sakit yang
harus diberdayakan. Mutu proses pelayanan kesehatan hanya akan dapat meningkatkan kalau
karyawan mempunyai komitmen dan kompeten dalam pekerjaannya.
b) Efisiensi rumah sakit merupakan prasyarat pelaksanaan yang bertanggung jawab atas misi
sosial yang diemban. Efisiensi dapat dicapai tidak hanya dari upaya manajerial. Efisiensi
proses pelayanan akan mampu meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
c) Inovasi pelayanan medis rumah sakit melalui pemanfaatan teknologi tepat guna yang cost
effective dan strategi diferensiasi pelayanan adalah suatu cara untuk merebut pasar.
Pemanfaatan teknologi tepat guna dan diferensiasi teknologi maju akan menghasilkan
pemberdayaan profesional untuk komitmen pada visi.
d) Kunci sukses pengelolaan rumah sakit sebagai badan usaha terletak pada bagaimana
mengelola sifat self developing, self governing, dan self disciplining dari profesional agar
terjadi pemberdayaan profesional untuk melaksanakan pemberdayaan customer, sehingga
terjadi pelayanan prima.
e) Mutu proses pelayanan rumah sakit akan meningkatkan kepuasan pengguna pelayanan
kesehatan. Nilai-nilai kepuasan pengguna harus diperhatikan dengan baik, sehingga akan
menghasilkan pemberdayaan para pengguna (customer responsiveness). Kepuasan para
pengguna akan memicu kesuksesan dalam keuangan secara berkesinambungan.
f) Kesuksesan dalam bidang ekonomi akan memungkinkan rumah sakit berbuat banyak untuk
mewujudkan berbagai misi, termasuk melindungi orang miskin, menjadi tempat bergantung
hidup anggota organisasi, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas. Lebih lajut,
kesuksesan ekonomi (keuangan) akan meningkatkan mutu proses pelayanan dan komitmen
sumber daya manusia.
Pelayanan kesehatan, memiliki tiga fungsi yang saling berkaitan, saling berpengaruh dan
saling bergantungan, yaitu fungsi sosial (fungsi untuk memenuhi harapan dan kebutuhan
masyarakat pengguna pelayanan kesehatan ), fungsi teknis kesehatan (fungsi untuk
memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat pemberi pelayanan kesehatan) dan fungsi
ekonomi (fungsi untuk memenuhi harapan dan kebutuhan institusi pelayanan kesehatan).
Ketiga fungsi tersebut ditanggung jawab oleh tiga pilar utama pelayanan kesehatan yaitu,
masyarakat (yang dalam prakteknya dilaksanakan bersama antara pemerintah dan
17
masyarakat), tenaga teknis kesehatan (yang dilaksanakan oleh tenaga profesional kesehatan)
dan tenaga adminstrasi/manajemen kesehatan (manajemen/ adminstrator kesehatan).
Tujuan pelayanan kesehatan adalah tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang
memuaskan harapan dan kebutuhan derajat masyarakat (consumer satisfaction), melalui
pelayanan yang efektif oleh pemberi pelayanan yang memuaskan harapan dan kebutuhan
pemberi pelayanan (provider satisfaction), pada institusi pelayanan yang diselenggarakan
secara efisien (institutional satisfaction). Interaksi ketiga pilar utama pelayanan kesehatan
yang serasi, selaras dan seimbang, merupakan paduan dari kepuasan tiga pihak, dan ini
merupakan pelayanan kesehatan yang memuaskan (satisfactory healty care).
Dalam menghadapi persaingan, maka rumah sakit harus meningkatkan program
peningkatan kualitas dan evaluasi secara berkelanjutan. Prinsip-prinsip utama yang melandasi
program peningkatan kualitas dan evaluasi adalah:
1. Customer Focus
o Perhatian rumah sakit difokuskan pada pengguna, baik internal mapun
eksternal.
o Kewajiban dan hak pengguna telah ditetapkan, jelas dikomunikasikan dan
dilaksanakan.
o Umpan balik pengguna, diteliti dan digunakan untuk melakukan perbaikan.
2. Kepemimpinan (Leadership)
o Kepemimpinan harus tampak di lingkungan rumah sakit
o Nilai-nilai rumah sakit tercermin dalam praktek
o Pelayanan rumah sakit terkoordinasi dengan baik
3. Perbaikan Kinerja Rumah Sakit
o Pencapaian misi dan tujuan organisasi harus terukur
o Hasil-hasil yang dicapai digunakan untuk peningkatan kinerja
o Perbaikan yang terus menerus harus menjadi perhatian untuk rumah sakit.
o Kegiatan perbaikan yang berkelanjutan melibatkan setiap orang.
4. Outcome dan Perbaikan-Perbaikan
o Setiap standard memiliki outcome yang diharapkan.
o Outcome yang ditetapkan haurs dapat dipenuhi.
o Ada bukti-bukti perbaikan outcome.
5. Upaya penerapan Best Practice
18
6. Pelayanan medik rumah sakit harus sesuai stadard dan kode etik.
7. Rumah sakit memanfaatkan informasi dari majalah ilmiah, seminar- seminar dan
kerja sama dengan pihak lain untuk meningkatkan kinerja.
8. Tersedia data yang menjelaskan bahwa rumah sakit telah menerapkan pelayanan
medis terbaik (best practice).
Salah satu strategi penting untuk melakukan evaluasi peningkatkan kualitas pelayanan
medik rumah sakit adalah melalui standarisasi dan akreditasi.
Walaupun penilaian outcome pada akreditasi rumah sakit baru dimulai dengan empat
clinical indicators dan baru pada beberapa rumah sakit yang mengakui akreditasi 12
pelayanan, namun diharapkan bagi rumah sakit-rumah sakit yang telah terakreditasi program
akreditasi ini dapat dijadikan landasan untuk mengembangkan program pengendalian mutu
untuk menghasilkan outcome yang baik dari berbagai pelayanan, termasuk pelayanan medis.
Departemen Kesehatan akan terus bekerjasama dengan berbagai stakeholder terkait untuk
mengoptimalisasikan akreditasi RS. Pelaksanaan akreditasi oleh badan akreditasi yang
independent berbasis outcome, difokuskan pada kebutuhan dan harapan customer dan dengan
komponen pelayanan yang menjawab EEQS Equity, Efficiently, Quality and Sustainability),
agar RS dapat bersaing di tingkat regional bahkan internasional.
Untuk mengatasi kesenjangan antara kondisi pelayanan medik di Indonesia dengan
keunggulan rumah sakit swasta asing, rumah sakit-rumah sakit di Indonesia perlu melakukan
aliansi strategi. Aliansi bertujuan untuk memperoleh keunggulan kompetitif, meningkatkan
fleksibilitas untuk mengantisipasi perubahan-perubahan pasar dan teknologi.
Aliansi dalam sistem pelayanan kesehatan digolongankan ke dalam dua jenis:
Aliansi lateral: berbagai jenis organisasi serupa berkumpul bersama mengambil
keuntungan dari sumber daya yang dikumpulkan sehingga dapat meningkatkan
kekuatan dan kemampuan setiap anggota yang pada gilirannya meningkatkan seluruh
jaringan.
Aliansi integratif: organisasi-organisasi pelayanan kesehatan bekerjasama dengan
tujuan utama untuk memperkuat posisi pasar dan meningkatkan keunggulan
kompetitif. Integrasi ke hilir berupa hubungan dengan praktek dokter bersama, home
care (ambulatory) ataupun dengan pengelola asuransi. Integrasi ke hulu dapat berupa
hubungan dengan pabrik farmasi, pembuangan alat-alat kedokteran, sekolah-sekolah
perawat, jaringan laboratorium klinik sampai ke dunia pendidikan kedokteran.
19
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik (public goods)
dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit
tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan
masyarakat tersebut antara lain promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan
lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan
jiwa serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.
b. Saran – saran
Agar selalu menerapkan Asuhan keperawatan dalam memberikan pelayanan kepada
pasien maupun keluarga,sehingga dapat menentukan asuhan keperawatan yang sesuai baik
bagi individu maupun keluarga. Komunikasi dengan pasien maupun keluarga perlu
ditingkatkan terutama mengenai sesuatu yang berhubungan dengan rencana dan tujuan
keperawatan yang akan diberikan, sehingga pasien atau keluarga mengetahui rencana dan
jenis perawatan yang akan diterimanya. Meningkatkan disiplin kepada karyawan yang sesuai
dengan aturan yang berlaku sehingga dapat menumbuhkan kehandalan pelayanan kesehatan
dan akhirnya meningkatkan mutu pelayanan di Puskesmas.
20