makalah manajemen resiko 2
DESCRIPTION
menjelaskan manajemen resikoTRANSCRIPT
MAKALAH
MANAJEMEN RESIKO PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Audit Organisasi Syariah
Dosen Pengampu: Dyah Rosna Yustanti, SE, Akt., M.Ak
Disusun oleh:
Septi Setioningsih 112221068
Shofi Rifqi Zulfah 112221070
Tri Wahyuni 112221077
JURUSAN AKUNTANSI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2014
0
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di Indonesia, pelaksanaan sistem ekonomi Islam yang sudah
dimulai sejak awal tahun 90 an semakin semarak dengan bertambahnya
jumlah lembaga keuangan islam baik yang bank maupun non bank. Salah
satu lembaga keuangan islam yang non bank adalah Baitul Mal wat
Tamwil (BMT) yang berorientasi pada masyarakat islam bagian bawah
yang sekarang dikenal sebagai koperasi syariah. Kelahiran BMT
merupakan solusi bagi kelompok ekonomi masyarakat bawah yang
membutuhkan dana bagi pengembangan usaha kecil. BMT merupakan
lembaga ekonomi rakyat kecil yang berupaya mengembangkan usaha-
usaha produktif dan investasi dalam rangka meningkatkan kegiatan
ekonomi pengusaha kecil dengan berdasarkan prinsip syariah dan
koperasi.
Dalam Islam, koperasi tergolong sebagai syirkah/syarikah.
Lembaga ini adalah wadah kemitraan, kerjasama, kekeluargaan, dan
kebersamaan usaha yang sehat, baik, dan halal. Dan, lembaga yang seperti
itu sangat dipuji Islam seperti dalam firman Allah, “Dan bekerjasamalah
dalam kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah saling bekerjasama dalam
dosa dan permusuhan.” (Al-Maidah: 2). Juga surat An-Nisa’: 12 dan
Shaad: 24. Bahkan, Nabi saw. tidak sekadar membolehkan, juga memberi
motivasi dengan sabdanya dalam hadits Qudsi, “Aku (Allah) merupakan
pihak ketiga yang menyertai (untuk menolong dan memberkati) kemitraan
antara dua pihak, selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak
lainnya. Jika salah satu pihak telah melakukan pengkhianatan terhadap
mitranya, maka Aku keluar dari kemitraan tersebut.” (Abu Daud dan
Hakim). Beliau juga bersabda, “Allah akan mengabulkan doa bagi dua
orang yang bermitra selama di antara mereka tidak saling mengkhianati.”
(Al-Bukhari).
1
Azas usaha Koperasi Syariah berdasarkan konsep gotong royong,
dan tidak dimonopoli oleh salah seorang pemilik modal. Begitu pula
dalam hal keuntungan yang diperoleh maupun kerugian yang diderita
harus dibagi secara sama dan proporsional.
Kini, koperasi sebagai organisasi ekonomi berbasis orang atau
keanggotaan (membership based association), menjadi substantive power
perekonomian negara-negara maju. Misalnya Denmark, AS, Singapura,
Korea, Jepang, Taiwan, dan Swedia. Meskipun, awalnya hanya
countervailing power (kekuatan pengimbang) kapitalisme swasta di bidang
ekonomi yang didominasi oleh perusahaan berdasarkan modal persahaman
(equity based association), yang sering jadi sapi perah pemilik modal
(share holders) dengan sistem dan mekanisme targeting yang memeras
pengelola.
Spirit membership based association teraktualisasikan dalam ‘tujuh
kebaikan’. Buku-buku modern menyebutnya sebagai social capital (modal
sosial). Di Indonesia semangat ekonomi kerakyatan berbasis modal sosial
mulai menggejala di era Hindia Belanda di abad ke-19, tepatnya sejak
diberlakukan UU Agraria 1870 yang menghapuskan sistem Tanam Paksa
(Cultuur Stelsel). UU itu mendorong munculnya kepemilikan lokal (local
ownership) dan inisiatif rakyat setempat yang mendapatkan porsi ekonomi
yang signifikan.
Bung Hatta dalam buku Membangun Koperasi dan Koperasi
Membangun mengkategorikan social capital ke dalam 7 nilai sebagai spirit
koperasi. Pertama, kebenaran untuk menggerakkan kepercayaan (trust).
Kedua, keadilan dalam usaha bersama. Ketiga, kebaikan dan kejujuran
mencapai perbaikan. Keempat, tanggung jawab dalam individualitas dan
solidaritas. Kelima, paham yang sehat, cerdas, dan tegas. Keenam,
kemauan menolong diri sendiri serta menggerakkan keswasembadaan dan
otoaktiva. Ketujuh, kesetiaan dalam kekeluargaan.
Formula nilai yang dikemukakan Hatta ini parallel dengan apa
yang diungkapkan oleh Kagawa, bapak koperasi Jepang dalam buku
2
Brotherhood Economics, bahwa koperasi merupakan kemitraan ekonomi
yang memacu kesejahteraan sosial bersama dan penghindaran dari isapan
kekuatan-kekeuatan yang meraih kedudukan istimewa dalam ekonomi.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan manajemen?
2. Apakah yang dimaksud dengan resiko?
3. Apakah yang dimaksud manajemen resiko?
4. Apakah manajemen resiko pada lembaga keuangan syariah?
C. Tujuan
1. Untuk dapat mengetahui maksud dari manajemen.
2. Untuk dapat mengetahui maksud dari resiko.
3. Untuk dapat memahami maksud dari manajemen resiko.
4. Untuk dapat memahami manajemen resiko bagi lembaga keuangan
syariah.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Manajemen
Dalam literatur manajemen secara umum terdapat tiga istilah, yaitu:
1. Manajemen sebagai suatu proses. Bahwa manajemen adalah fungsi untuk
mencapai sesuatu melalui kegiatan yang dilakukan bersama dan mengawasi
kegiatan individu-individu untuk mencapai tujuan yang sama dalam suatu
organisasi.
2. Manajemen sebagai kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas
manajemen. Jadi segenap orang yang melakukan aktivitas manajemen dalam
suatu organisasi tertentu disebut manajemen.
3. Manajemen sebagai suatu seni dan sebagai suatu ilmu pengetahuan.
Menurut G.R Terry manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja yang
melibatkan bimbingan atau pengarahan kelompok orang kearah tujuan
organisasional atau maksud yang nyata. Sehingga, Secara umum pengertian
manajemen ialah proses untuk memperoleh tujuan organisasi melalui upaya
bersama dengan sejumlah orang atau juga sumber milik si organisasi.
B. Definisi Risiko
Risiko bukanlah kata yang asing lagi untuk telinga kita. Dimanapun
kapanpun kita akan menghadapi risiko dibalik sesuatu yang kita usahakan. Risiko
bisa didefinisikan dengan banyak cara, Hanafi mendefinisikannya sebagai
kejadian yang merugikan. Definisi lain untuk analisis investasi adalah
kemungkinan hasil yang diperoleh menyimpang dari yang diharapkan. Risiko
inipun mempunyai jenis yang beragam.
Risiko muncul karena ada kondisi ketidakpastian. Misalnya hari ini bisa
hujan bisa juga tidak hujan, begitupun dengan investasi, dia bisa mendatangkan
keuntungan dan juga kerugian. Untuk mengatasi hal tersebut kita harus memenej
risiko sehingga akibat dari risiko tidak fatal. Kita harus bisa berada pada posisi
paling bagus di dalam risiko yang paling merugikan.
4
Contoh lain di dalam lembaga keuangan yaitu ketika komite pembiayaan
akan memutuskan untuk menyetujui atau menolak proposal pengajuan
pembiayaan calon debitur. Tiap keputusan dari dua pilihan tersebut memiliki
konsekuensi masing-masing. Menolak proposal pengajuan bisa mengakibatkan
risiko hilangnya debitur sekaligus calon nasabah potensial. Sementara, menyetujui
proposal juga bukan berarti terjaminnya keselamatan sampai akhir masa
pembiayaan. Bisa saja debitur yang diputuskan untuk dibiayai, belakangan baru
ketahuan, bukanlah termasuk debitur idaman yang bisa membayar cicilan
murabahah dan istishna’ atau mengirimkan komoditas salam dengan tepat waktu.
Hanafi mengelompokkan risiko menjadi 2 tipe
1. Risiko murni (pure risk) adalah risiko dimana kemungkinan kerugian
ada, tetapi kemungkinan keuntungan tidak ada. Contoh risiko ini
adalah risiko kecelakaan, kebakaran, dan semacamnya.
2. Risiko spekulatif adalah risiko dimana kita mengharapkan terjadinya
kerugian dan juga keuntungan. Misalnya dalam kegiatan bisnis, kita
mengharapkan keuntungan, meskipun ada potensi kerugian.
Bentuk-bentuk risiko menurut Imam Wahyudi dkk (2013) risiko dapat
diklasifikasikan berdasarkan penyebab terjadinya dan dampak yang
ditimbulkannya. Berdasarkan penyebab terjadinya, risiko dibagi menjadi 2
1. Risiko non bisnis, risiko ini muncul dari berbagai faktor yang tidak
terkait dengan bisnis yang dijalankan, namun dampaknya akan
memengaruhi bisnis seperti kebakaran, banjir, polusi, gempa bumi, dls.
2. Risiko bisnis, risiko ini muncul karena proses bisnis yang dilakukan
bank seperti kesalahan saat membuat perencanaan, kurangnya infomasi
saat pengambilan keputusan, atau kurang optimalnya pengelolaan
asset bank. Macam risiko bisnis antara lain risiko keuangan dan risiko
non keuangan.
Sedangkan berdasarkan dampaknya risiko dibagi menjadi 2
1. Risiko Unik/ risiko non sistematis (unsystematic risk)/risiko non
sistemis (unsystemic risk), yaitu risiko yang dampaknya hanya
5
ditanggung oleh proyek atau bank atau institusi tertentu, risiko ini
terisolasi dan tidak merembet pada proyek atau institusi lain.
2. Risiko pasar, risiko ini dampaknya menyebabkan terjadinya efek
domino yakni menyeret proyek atau institusi atau sektor atau bahkan
Negara lain untuk terkena dampak risiko tersebut atau berdampak pada
keseluruhan pasar atau sistem yang ada. Risiko ini muncul sebagai
akibat adanya faktor risiko bersama dipasar dan terjadinya hubungan
inter dependensi antar unit atau institusi atau sektor ekonomi.
C. Manajemen Risiko
Di dalam beberapa situasi risiko bisa mengakibatkan kehancuran suatu
organisasi. Karena itulah risiko sangat penting untuk dikelola. Manajemen risiko
bertujuan untuk mengelola risiko sehingga organisasi bisa bertahan, atau
barangkali mengoptimalkan risiko. Perusahaan seringkali sengaja mengambil
risiko tertentu, karena melihat potensi keuntungan dibalik risiko tersebut. jadi
antara risiko dan keuntungan dalam dunia bisnis adalah berbanding lurus.
Manajemen risiko organisasi adalah suatu sistem pengelolaan risiko yang
dihadapi oleh organisasi secara komperhensif untuk tujuan meninkatkan nilai
perusahaan. Definisi lain oleh Warburg dalam Hanafi manajemen risiko adalah
seperangkat kebijakan, prosedur yang lengkap yang dipunyai organisasi, untuk
mengelola, memonitor, dan mengendalikan eksposur organisasi terhadap risiko.
Manajemen risiko dilakukan melalui proses
1. Identifikasi risiko
Ada beberapa teknik untuk mengidentifikasi risiko antara lain dengan
menelusuri sumber risiko sampai terjadinya peristiwa yang tidak
diinginkan.
2. Evaluasi dan pengukuran risiko
Tujuan evaluasi risiko adalah untuk memahami karakteristik risiko
dengan lebih baik. Jika kita memperoleh pemahaman yang lebih baik,
maka risikok akan lebih mudah dikendalikan.
3. Pengelolaan risiko
6
Risiko bisa dikelola dengan berbagai cara, seperti penghindaran,
ditahan, diverifikasi atau ditransfer ke pihak lain.
Penghindaran adalah cara yang paling mudah dan paling aman untuk
menelola risiko. Tetapi cara ini tidak optimal, sebagai contoh jika kita
ingin memperoleh keuntungan dari bisnis, maka mau tidak mau kita
harus keluar dan menghadapi risiko tersebut.
Ditahan adalah cara yang dalam beberapa situasi akan lebih baik dari
pada kita menhadapi risiko sendiri. Cara diverifikasi berbarti menyebar
eksposur yang kita miliki sehingga tidak terkonsentrasi pada satu atau
dua eksposur saja. Transfer risiko salah satunya adalah dengan
membeli asuransi,
D. Risiko Lembaga Keungan Syariah
Salah satu fungsi dasar lembaga keuangan adalah untuk mengelola
risiko yang muncul dalam transaksi keuangan secara efektif. Untuk
menawarkan layanan keuangan dengan biaya yang rendah, lembaga
keuangan konvensional telah mengembangkan berbagai enis kontrak,
proses, instrument, dan lembaga untuk memitigasi risiko. Namun
demikian masa depan dari industry keuangan syariah akan sangat
bergantung pada kemampuan lembaga-lembaga tersebut dalam
mengelola risiko yang muncul dari operasionalnya.
Secara teoritis ekonom muslim bahwa risiko pada sisi liabilitas,
bank syariah hanya memiliki dana investasi (investment deposit).
Sedangkan pada sisi asset dana investasi ini selanjutnya akan
disalurkan melalui kontrak bagi hasil.
Risko yang dihadapi oleh bank dapat dikelompokkan menjadi dua
jenis, yaitu risiko finansial dan risiko nonfinansial. Risiko finansial
selanjutnya dibedakan menjaadi 2, yaitu:
1. Risiko pasar adalah risiko yang melekat pada instrument dan
asset yang diperdagangkan di pasar. Risiko pasar bisa muncul
dari sumber-sumber mikro maupun makro. Risi psar sistematik
7
merupakan hasil dari keseluruhan perubahan harga dan
kebijakan dalam perekonomian. Sedangkan risiko pasar
nonsistemik muncul ketika harga asset atau instrument yang
spesifik mengalami perubahan akibat suatu peristiwa yang
mempengaruhi instrument atau asset.
a. Risiko suku bunga adalah eksposur kondisi keuangan bank
terhadap perubahan suku bunga. Risiko suku bunga bisa
muncul dari berbagai sumber. Risiko penentuan harga
ulang muncul karena perbedaan waktu jatuh tempo dan
repricing asset , liabillitas dan item-item dalam off-
balanace sheet
b. Risiko kredit adalah risiko kegagalan nasabah untuk
memenuhi kewajibannya secara penuh dan tepat waktu
sesuai dengan kesepakatan. Risiko kredit dapat muncul
dalam banking book dan trading book bank. Dalam banking
book risiko kredit terjadi pada saat nasabah gagal
memenuhi kewajiban untuk mambayar utangnya secara
penuh pada waktu yang telah disepakati. Akibat dari risiko
kredit ini, terdapat ketidakpastian pada laba bersih dan
nilai pasar dari ekuitas uang muncul dari keterlambatan
atau tidak terbayarnya pokok pinjaman beserta bunganya.
Adapun risiko kredit pada trading book, juga muncul akibat
ketidakmampuan atau ketidakmauan nasabah untuk
memenuhi kewajiban yang tertuang dalam kontrak. Hal ini
bisa memicu risiko pembayaran, yaitu ketika satu pihak
bersepakat untuk membayar atau mengirimkan asset
sebelum asset atau dana cash tersebut ia terima, sehingga
mengakibatkan risiko kerugian. Pentingnya menghitung
kemungkinan kerugian untuk memperkecil kerugian kredit
yang meliputi perhitungan dan usaha. Dalam bank syariah
perhitungan kemungkinan kerugian relative lebih kompleks
8
dan heterogen. Bank syariah mengadopsi pendekatan
berbasis rating internal (IRB Approach), hal ini mendprong
bank syariah untuk melakukan pengembangan sistem
dengan tujuan bertahap untuk memenuhi kriteria IRB
Approach. Adapun teknik mitigasi resiko kredit dalam bank
syariah, yaitu:
Pencandangan atas kerugian kredit
Jaminan
On Balance Sheet Netting
Garansi
Deratif Kredit dan sekuritas
Memitigasi resiko kontrak
Rating internal
RAROC
Model komputerisasi
2. Risiko likuiditas muncul akibat ketidakcukupan likuiditas
untuk memenuhi kebutuhan opersional telah mereduksi
kemampuan bank untuk memenuhi liabilitasnya pada saat jatuh
tempo. Risiko ini juga dapat muncul akibat sulitnya bank
mendapatkan dana cash pada biaya wajar, baik melalui
pinjaman atau menjual asset. Salah satu aspek dalam
manajemen asset liabilitas di dalam bisnis perbankan adalah
untuk meminimalkan risiko likuiditas. Beberapa alasan bank
syariah dihadapkan pada resiko likuiditas:
Terdapat larangan fiqh bagi bank syariah untuk
melakukan sekuitisasi asetnya, yang umunya berupa
utang.
Dengan lambatnya pengembangan instrument
keuangan, bank syariah tidak akan mampu
mendapatkan dana dari pasar secara cepat.
9
Bank syariah memerlukan fasilitas Lender of Last
Resort (LLR) sebagai fasilitas untuk menyediakan
likuiditas dalam kondisi darurat.
Dengan tidak adanya persoalan likuiditas pada saat ini,
bank syariah belum memiliki sistem manajemen
likuiditas secara formal.
Risiko nonfinansial
1. Risiko operasional adalah konsep yang tidak terdefinisikan
dengan jelas, risiko ini bisa muncul akibat kesalahan atau
kecelakaan yang bersifat manusiawi ataupun teknis. Ini
merupakan risiko kerugian yang secara langsung maupun tidak
langsung dihasilkan oleh ketidakcukupan atau kegagalan proses
internal, faktor manusia, ketidakcukupan atau kegagalan proses
internal, faktor manusia, teknologi atau akibat faktor-faktor
internal.
2. Risiko hukum berhubungan dengan risiko tidak terlaksananya
kontrak. Risiko hukum terkait dengan masalah undang-undang,
legislasi, dan regulasi yang dapat memengaruhi pemenuhan
kontrak atau transaksi. Risiko hukum bisa datang dari faktor
eksternal (regulasi yang memengaruhi aktivitas bisnis tertentu)
ataupun faktor internal yaitu terkait dengan manajemen atau
pegawai bank (seperti penyelewengan, pelanggaran hukum dan
regulasi. Risiko hukum bisa juga dikategorikan sebagai bagian
dari risiko opersional.
Risiko pada bank islam bersifat unik dan relative lebih beragam
ketimbang bank konvensional. Hal tersebut karena bank islam tidak hanya
dihadapkan pada risiko-risiko tradisional seperti risikko kredit, risiko
pasar, risiko likuiditas, dan risiko operasional, tapi juga risiko-risiko yang
muncul karena keunikan karakteristik bisnis dan akadnya. Risiko-risiko
unik itu diantaranya adalah risiko kepatuhan syariah, risiko pembiayaan,
risiko imbal hasil, risiko investasi, dan sebagainya.
10
Berdasarkan PBI Nomor 13/23/PBI/2011 tentang penerapan
Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Terdapat 10 risiko yang dihadapi bank islam, yaitu: risiko kredit, risiko
likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko reputasi, risiko strategis,
risiko kepatuhan, risiko imbal hasil, dan risiko investasi. Delapan risiko
pertama merupakan risiko yang umum dihadapi oleh bank konvensional.
Dan 2 risiko terahir merupakan risiko yang khusus dihadapai oleh bank
islam. Berikut risiko yang dihadapi bank islam di Indonesia:
1. Risiko kredit, risiko yang muncul akibat kegagalan nasabah
atau pihak lain dalam memenuhi liabilitas kepada bank islam
sesuai kontrak. Risiko kredit yang dihadapi oleh bank islam
sangat terkait dengan bentuk akad bentuk pembiayaannya. Pada
akad murabahah atau istishna’, risiko kredit terjadi pada saat
bank islam menyerahkan asset kepada debitur tetapi tidak
menerima pembayaran tepat pada waktunya.
2. Risiko pasar, risiko pasar muncul akibat adanya pergerakan
harga pasar dari portofolio asset yang dimiliki oleh bank dan
dapat merugikan bank. Risiko ini hanya muncul jika bank
memegang asset, namun tidak untuk dimiliki atau dipengang
hingga jatuh tempo, melainkan untuk dijual kembali.
Lazimnya, cakupan risiko pasar meliputi risiko nilai tukar,
risiko komoditas, dan risiko ekuitas. Mengingat keunikan bank
islam dalam praktiknya, risiko pasar yang dihadapi bank islam
berbeda dari pada risiko pasar pada umumnya. Risiko ini sering
muncul pada saat pembiayaan, misalnya risiko mark-up pada
akad pembiayaan. Risiko pada akad salam akibat perubahan
harga komoditas selama periode waktu antara penyerahan dan
penjualan komoditas.
3. Risiko likuiditas, risiko ini muncul sebagai konsekuensi logis
dari ketidaksamaan waktu jatuh tempo antara sumber
pendanaan bank, yakni DPK dan akad pembiayaan bank
11
kepada debitur. Apalagi jika pembiayaan bank mengalami
gagal bayar.
4. Risiko operasional, risiko operasional melekat pada setiap
aktivitas bank.
5. Risiko hukum, risiko ini muncul akibat tuntutan hukum/
kelembagaan aspek yuridish. Risiko ini timbul karena adanya
tuntutan secara hukum dan ketiadaan peraturan perundang-
undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan, seperti
tidak dipenuhinya syarat syah kontrak atau pengikatan agunan
yang tidak sempurna.
6. Risiko reputasi, risiko reputasi terjadi akibat menurunnya
tingkat kepercayaan pemangku kepentingan (stacke holder)
yang bersumber dari persepsi negative terhadap bank.
Pemangku kepentingan bank meliputi: nasabah, debitur,
investor, regulator, dan masyarakat umum, meskipun belum
menjadi nasabah bank. Hal-hal yang sangat berpengaruh pada
reputasi bank adalah manajemen, pelayanan, ketaatan pada
aturan, kompetensi, dan sebagainya. Risiko ini timbul, antara
lain, karena adanya pemberitaan media dan atau rumor
menengenai bank yang bersifat negative serta adanya strategi
komunikasi bank yang kurang efektif.
7. Risiko strategis, risiko ini terjadi akibat ketidaktepatan dalam
pengambilan dan atau pelaksanaan suatu keputusan strategis
serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan
bisnis. Risiko ini timbul, antara lain, karena bank menetapkan
strategi yang kurang sejalan dengan visi dan misi bank,
melakukan analisis lingkungan strategis yang tidak
komprehensif, dan atau terdapat ketidaksesuaian rencana
strategis antara level strategis. Selain itu, risiko strategis dapat
juga muncul karena kegagalan bank dalam mengantisipasi
perubahan lingkungan bisnis, seperti perubahan teknologi,
12
perubahan kondisi ekonomi makro, dinamika kompetisi
dipasar, dan perubahan kebijakan otoritas terkait.
8. Risiko kepatuhan, risiko ini muncul akibat bank tidak
mematuhi dan atau tidak melaksanakan peraturan perundang-
undangan, ketentuan yang berlaku, dan prinsip syariah. Selain
harus memenuhi semua regulasi dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, sebagaimana pada bank konvensional,
bank islam diharuskan memenuhi prinsip-prinsip syariah dalam
aktivitas bisninsya.
9. Risiko imbal hasil, risiko ini terjadi akibat perubahan tingkat
imbal hasil yang dibayarkan bank kepada nasabah dan
memengaruhi perilaku nasabah. Risiko ini muncul sebagai
akibat terjadinya perubahan tingkat imbal hasil yang diterima
bank dari penyaluran dana ke debitur. Ketika menaruh dananya
di bank, nasabah memiliki ekspektasi imbal hasil yang ingin
didapat. Bagi nasabah rasional, terjadinya perubahan ekspektasi
imbal hasil akan memengaruhi perilakunya. Perubahan
ekspektasi ini dapat disebabkan oleh faktor internal, seperti
menurunnya nilai asset bank, turunnya pendapatan bagi hasil
bank dari debitur, dan gagal bayarnya debitur, dan faktor
eksternal, seperti naiknya imbal hasil yang ditawarkan bank
lain. Perubahan ekpekstasi tingkat imbal hasil tersebut dapat
memicu pemindahan dana ke bank lain.
10. Risiko investasi, risiko ini muncul akibat bank ikut
menanggung kerugian usaha debitur yang dibiayai dalam
pembiayaan berbasis bagi hasil. Berdasarkan fatwa DSN MUI,
perhitungan bagi hasil tidak hanya didasarkan atas jumlah
pendapatan atau penjualan yang diperoleh debitur, namun telah
dikurangi dengan biaya pokonya. Risiko investasi ini makin
besar jika basis bagi hasilnya berdasarkan atas laba operasi atau
laba neto usaha debitur. Bahkan, jika sampai usaha debitur
13
bangkrut, bank dapat kehilangan pokok pembiayaan yang
diberikan kepada debitur.
Manajemen Risiko
Manajemen risiko adalah tentang bagaimana bank secara aktif memilih
jenis dan tingkat risiko yang sesuai dengan kegiatan usaha bank tersebut. Dalam
manajemen risiko, tercermin tingkat keberanan sebuah bank dalam mengambil
risiko untuk mendapatkan keuntungan. Konsekuensi keberanian bank dalam
mengambil risiko ini tidak hanya menjadi tanggung jawab devisi manajemen
risiko, melainkan menjadi tugas dan tanggung jawab bersama semua elemen
dalam bank. Menurut IFSB manajemen risiko adalah proses dalam mengeksekusi
semua elemen manajemen risiko yang terdiri dari identifikasi, mitigasi,
pemantauan, pelaporan dan pegendalian risiko. Diantara syarat keberhasilan
manajemen risiko ini adalah adanya implementasikebijakan, limit, prosedur,yang
sesuai, dan manajemen sistem informasi yang efektif dalam pelaporan risiko.
Ihwan abidin bisri menguraikan konsep dasar proses dan sistem
manajemen risiko, yaitu:
1. Membangun lingkungan manajemen risiko yang tepat serta kebijakan
prosedur yang sehat.
Pada tahap ini keseluruhan tujuan berhubungan dengan keseluruhan
tujuan dan strategi bank terhadap risiko dan kebijakan-kebijakan
manajemen terhadapnya. Dewan direksi harus bertanggung jawab
untuk menjelaskan keseluruhan tujuan,kebijakan, dan strategi
manajemen risiko dalam sebuah lembaga keuangan. Dewan direksi
harus meyakinkan bahwa pihak manajemen mengambil langkah-
langkah yang tepat untuk mengidentifikasi, mengukur, memonitor, dan
mengontrol risiko-risiko ini. Manajemen juga harus menetapkan
prosedur dan kebijakan yang akan dipakai yang melliputi review
manajemen risiko, batas toleransi risiko yang tepat, sistem pengukuran
risiko yang memadai, sistem pelaporan yang komperhensif, dan sistem
kontrol internal yang efektif.
2. Menciptakan proses pengukuran, mitigasi, dan monitoring yang tepat.
14
Langkah yang diambil untuk tujuan pengukuran dan monitoring adalah
pembuatan standar bagi pengkatagorian dan review risiko, penilaian
serta konsisten dan rating eksposur risiko. Tindakan yang perlu
diambil adalah meniptakan standar menginventaris risiko berdasarkan
asset, serta membuat laporan manajemen risiko dan laporan audit
secara berkala.
3. Kontrol internal yang cukup.
Bank harus mempunyai kontrol internal untuk memastikan bahwa
semua kebijakan telah terlaksana. Sebuah sistem kontrol internal yang
efektif mencakup proses identifikasi dan evaluasi berbagai jenis risiko
yang cukup dan terdapat sistem informasi yang memadai untuk
mendukungnya.
Proses manajemen risiko Bank Islam menurut Imam Wayudi
(2013) dengan melakukan tahap penentuan konteks. Pada tahap ini semua
hal terkait dengan rincian manajemen risiko dijelaskan dan didefinisikan.
Tahap penentuan konteks ini bertujuan untuk memperoleh gambaran
menyeluruh atas parameter dasar, ruang lingkup, dan kerangka kerja
manajemen risiko , mengidentifikasi lingkungan penerapan manajemen
risiko, mengetahui dan menetapkan para pemangku kepentingan utama,
dan menetapkan kriteria untuk menganilisis dan mengevaluasi risiko.
1) Proses Manajemen Risiko Kredit.
Dewan direksi harus menguraikan keseluruhan strategi manajemen
risiko kredit dengan menunjukkan kemauan bank untuk menyalurkan
pembiayaan di berbagai pembiayaan dan berbagai sektor usaha, lokasi
geografis, jangka waktu, dan tingkat profitabilitas tertentu. Sejalan
dengan hal itu juga harus memahami tujuan dari kualitas kredit,
pendapatan, pertumbuhan, dan hubungan timbal balik antara risiko
dengan tingkat return dari aktivitas yang dijalankan. Dan yang
terpenting manajemen risiko kredit tersebut harus dikomunikasikan
pada seluruh bagian perusahaan.
15
Senior manajemen bank bertanggung jawab untuk melaksanakan
strategi manajemen risiko kredit yang telah ditetapkan oleh dewan
direksi, yaitu dengan mengembangkan prosedur-prosedur tertulis yang
merefleksikan keseluruhan strategi serta meyakinkan pelaksanaannya.
Prosedur yang dibuat harus memuat kebijakan-kebijakan untuk
mengidentifikasi, mengukur, memonitor, dan mengontrol risiko kredit.
Perhatian juga harus diberikan pada asperk diversifikasi fortofolio
dengan menetapkan batas minimum pemberian kredit pada satu
kawasan, dan produk-produk individu. Bank dapat menggunakan
pengujian dalam menetapkan limit dan memonitoring dengan
memperimbangkan siklus usaha, suku bunga yang berlaku dan
perubahan-perubahan yang terjadi di pasar. Bagi bank yang
menyalurkan kredit berskala internasional, juga perlu menilai risiko
Negara dima na ia berhubungan.
Bank harus beroperasi pada kriteria penyaluran kredit yang sehat dan
teridentifikasi dengan jelas. Hal ini diperlukan untuk menilai risiko riil
dari nasabah atau peminjam dalam rangka memperkecil
penyalahgunaan fasilitas kredit. Bank memerlukan informasi tentang
berbagai faktor yang berhubungan dengan nasabah yang akan
diberikan kredit, diantaranya adalah tujuan fasilitas kredit dan sumber
pengembalian, profil risiko nasabah dan sensitivitasnya terhadap
kondisi ekonomi dan perubahan pasar, reputasi, dan kapasitas nasabah
untuk mengembalikan pinjaman, dan kemampuan nasabah untuk
memberikan jaminan.
Pemberian kredit selalu terkait dengan dua hal yaitu menerima risiko
dan pemberian kredit. Kredit harus dinilai sehingga dapat
merefleksikan risiko nasabah dan dapat ditentukan biaya atasnya.
Terkait dengan kredit yang potensial.
2) Manajemen risiko suku bunga
Risiko suku bunga pada produk-produk baru harus dijelaskan melalui
analisis waktu jatuh tempo, masa repricing dan pengembalian suatu
16
instrument. Sistem pengukuran ini harus mampu memanfaatkan
konsep keuangan dan teknik manajemen risiko yang diterima secara
umum untuk menilai seluruh risiko suku bunga yang melekat pada
asset, liabilitas, dan posisi-posisi dalam off-balancesheet. Diantara
teknik-teknik yang dapat dipergunakan untuk mengukur risiko suku
bunga adalah GAP Analysit, duration GAP, dan GAP simulation. Bank
harus menetapkan sekenario ‘terburuk’ dan meyakinkan bahwa
rencana kontingensi telah tersedia untuk menanggulangi situasi ini.
3) Manajemen risiko likuiditas
Bisnis perbankan berhubungan dengan dana seseorang yang sewaktu-
waktu dapat ditarik sehingga manajemen likuiditas merupakan hal
yang sangat penting bagi bank. Senior manajemen harus memastikan
bahwa risiko likuiditas telah terkelola secara efektif dengan
menentukan serangkaian prosedur dan kebijakan. Esensi dari masalah
manajemen likuiditas muncul dari adanya kenyataan bahwa terdapat
hubungan timbale balik antara likuiditas dan profitabilitas, dan adanya
mismatch antara permintaan dan penawaran asset-aset yang likuid.
Misalnya, posisi likuiditas bank memberikan perioritas pada
pengalokasian dana. Dengan asumsi bahwa opportunity cost dari dana-
dana yang likuid adalah tetap, maka setela memiliki likuiditas yang
cukup, bank harus melakukan investasi yang dapat mendatangkan
keuntungan. Keputusan mengenai kebutuhan likuiditas bank harus
dianalisis secara terus menerus untuk menghindari adanya kelebihan
dan kekurangan likuiditas. Unsure terpenting dalam risiko likuiditas
adalah untuk menghitung kebutuhan likuiditas bank. Arus kas bersih
(net cash flow), baik defisit maupun surplus, merupakan indikator
penting dari krisis dan kelebihan likuiditas dalam rentang waktu
tertentu. Setelah mengidentifikasi kebutuhan likuiditas, serangkaian
scenario terburuk dapat dianalisis untuk menghitung kemungkinan
kerugian bank dan buruknya kondisi perekonomian secara luas.
Respos yang memungkinkan atas krisis ini meliputi kecepatan proses
17
likuidasi asset dan sumber-sumber dana yang dapat dipakai bank pada
saat krisis. Fungsi audit internal juga harus mereview proses
manajemen likuiditas secara berkala, untuk mengidentifikasi masalah
dan kelemahan dalam mengambil langkah-;angkah yang tepat.
4) Manajemen risiko operasional
Risiko operasional bisa muncul akibat kegagalan faktor manusia,
proses, dan teknologi, manajemen atas risiko ini lebih kompleks lagi.
Risiko operasional memang cukup kompleks sehingga sangat sulit
untuk mengukurnya. Sebagian besar teknik pengukuran risiko
operasional yang ada masih sangat sederhana dan bersifat
eksperimental. Namun demikian, bank dapat mengumpulkan informasi
tentang berbagai jenis dari laporan dan rencana yang dipublikasikan
dalam lembaga (seperti laporan audit, laporan pengawasan, laporan
manajemen, rencana bisnis, rencana operasional, tingkat error, dan
lain-lain). Sementara terdapat berbagai sumber risiko ooperasional,
yang perlu dikelola melalui berbagai cara. Terutama risiko yang
muncul akibat faktor manusia perlu dikelola, dimonitor, dan dikontrol
secara efektif, yaitu melalui pembuatan prosedur operasi yang
memadai.
18
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Menurut G.R Terry manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja
yang melibatkan bimbingan atau pengarahan kelompok orang kearah tujuan
organisasional atau maksud yang nyata. Sehingga, Secara umum pengertian
manajemen ialah proses untuk memperoleh tujuan organisasi melalui upaya
bersama dengan sejumlah orang atau juga sumber milik si organisasi.
Hanafi mengelompokkan risiko menjadi 2 tipe yaitu Risiko murni (pure
risk) contoh risiko ini adalah risiko kecelakaan, kebakaran, dan semacamnya. Juga
Risiko spekulatif misalnya dalam kegiatan bisnis, kita mengharapkan keuntungan,
meskipun ada potensi kerugian.
Bentuk-bentuk risiko menurut Imam Wahyudi dkk (2013) risiko dapat
diklasifikasikan berdasarkan penyebab terjadinya dan dampak yang
ditimbulkannya. Berdasarkan penyebab terjadinya, risiko dibagi menjadi 2 yaitu
Risiko non bisnis dan Risiko bisnis.
Sedangkan berdasarkan dampaknya risiko dibagi menjadi 2 yaitu Risiko
Unik/ risiko non sistematis (unsystematic risk)/risiko non sistemis (unsystemic
risk dan Risiko pasar.
Manajemen risiko organisasi adalah suatu sistem pengelolaan risiko yang
dihadapi oleh organisasi secara komperhensif untuk tujuan meninkatkan nilai
perusahaan. Definisi lain oleh Warburg dalam Hanafi manajemen risiko adalah
seperangkat kebijakan, prosedur yang lengkap yang dipunyai organisasi, untuk
mengelola, memonitor, dan mengendalikan eksposur organisasi terhadap risiko
Berdasarkan PBI Nomor 13/23/PBI/2011 tentang penerapan Manajemen
Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Terdapat 10 risiko
yang dihadapi bank islam, yaitu: risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko
operasional, risiko hukum, risiko reputasi, risiko strategis, risiko kepatuhan, risiko
imbal hasil, dan risiko investasi. Delapan risiko pertama merupakan risiko yang
umum dihadapi oleh bank konvensional. Dan 2 risiko terahir merupakan risiko
yang khusus dihadapai oleh bank islam.
19
Daftar Pustaka
Hanafi, M. Mamduh, 2006, Manajemen Risiko,edisi 2, (Yogyakarta: Unit
Penerbit Dan Percetakan).
Khan, Tariqullah dan Habib Ahmed, 2008, Manajemen Risiko Lembaga
Keuangan Syariah, (Jakarta: PT Bumi Aksara).
http://abufitriambardi.blogspot.com/2010/09/menerapkan-managemen-resiko-
pada.html
http://rafse.wordpress.com/2014/06/23/manajemen-risiko-pada-koperasi-
syariah-bmt/ F R I D A Y , A U G U S T 3 1 , 2 0 0 7
20