makalah-kuljar

19
MAKALAH KULTUR JARINGAN TUMBUHAN Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kultur Jaringan Tumbuhan Kultur Kalus Disusun oleh: Tiffany Hanik Lestari 140410120042 Noviyanti Soleha 140410120059 PROGRAM STUDI SARJANA BIOLOGI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Upload: noviyanti-soleha

Post on 21-Dec-2015

224 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Fisiologi Tumbuhan

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH-kuljar

MAKALAH

KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kultur Jaringan Tumbuhan

Kultur Kalus

Disusun oleh:

Tiffany Hanik Lestari 140410120042

Noviyanti Soleha 140410120059

PROGRAM STUDI SARJANA BIOLOGI

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2015

Page 2: MAKALAH-kuljar

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan

karunia-Nya kami dapat menyusun Makalah Kultur Kalus ini, tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan

hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan dan hambatan itu

bisa teratasi. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada

makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran diperlukan untuk memperbaiki dan

membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk

penyempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan

manfaat bagi kita semua.

Jatinangor, 13 April 2015

Penulis

Page 3: MAKALAH-kuljar

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................

BAB II ISI.......................................................................................................................

BAB III KESIMPULAN................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................

Page 4: MAKALAH-kuljar

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan penggunaan bahan alam sebagai obat menyebabkan kebutuhan bahan

untuk obat yang berasal dari tumbuhan semakin bertambah dari waktu ke waktu.

Kebutuhan senyawa obat semakin tinggi, sementara lahan dan plasma nutfah semakin

menyusut, oleh karena itu diperlukan alternatif pemecahan. Teknik kultur jaringan

tumbuhan atau kultur in vitro dapat dijadikan sebagai alternatif pemecahan masalah

bagi perbanyakan bibit dan perolehan metabolit sekunder dari tanaman ini. Teknik ini

dapat menghasilkan metabolit sekunder dalam jaringan tanaman dan juga dalam sel-

sel yang dipelihara pada media buatan secara aseptik (Fitriani, 2003).

Metabolit sekunder bisa diperoleh melalui kultur kalus. Metabolit yang

dihasilkan dari kalus sering kali kadarnya lebih tinggi dari pada metabolit yang

diambil langsung dari tanamannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk

meningkatkan pertumbuhan kalus adalah dengan menambahkan zat ke dalam media.

Media kultur jaringan tumbuhan berisi garam-garam mineral, hormon, vitamin,

sumber karbon, dan asam amino.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Apa tujuan dilakukannya kultur kalus

Page 5: MAKALAH-kuljar

2. Bagaimana tata cara sterilisasi kultur kalus

3. Bagaimana tata cara penanaman atau perbanyakan (kultur) kalus

4. Apa saja kendala yang dihadapi selama melakukan kultur kalus

1.3 Tujuan

Tujuannya dibuat makalah ini adalah untuk menambah wawasan pembaca

mengenai teknik kultur jaringan tumbuhan, khusunya kultur kalus. Informasi yang

ingin penulis sampaikan adalah mengenai tujuan dilakukannya kultur kalus, prosedur

sterilisasi dan penanaman kultur kalus serta hal-hal yang menghambat dalam kultur

kalus tersebut. Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat memperkaya informasi

pembaca dan prinsipnya dapat digunakan atau diterapkan ke dalam aplikasi yang

nyata.

Page 6: MAKALAH-kuljar

BAB II

ISI

Kalus merupakan kumpulan sel-sel amorf yang terjadi dari sel-sel jaringan yang

membelah secara terus-menerus (Sudarto, 1988 dalam Ariningsih, dkk, 2003). Kalus

merupakan sumber bahan tanam yang sangat penting dalam meregenerasi tanaman

yang baru. Penggunaan kalus akan sangat menguntungkan karena pembentukan kalus

dapat diinisiasi dari jaringan manapun dari tanaman. Pembengkakan eksplan yang

terjadi adalah sebagai respon dari tanaman yang mengakibatkan sebagian besar

karbohidrat dan protein yang ada akan terakumulasi pada jaringan yang luka tersebut.

Adanya pelukaan pada suatu jaringan tanaman dapat menginduksi perubahan proses

metabolism terutama terhadap adanya patogen yang berhubungan dengan sintesa

protein (Thanh dan Thrinh, 1990 dalam Marlin, dkk, 2012). Kalus ini akan terbentuk

pada media yang mengandung konsentrasi auksin dan sitokinin dalam kondisi

seimbang (Abidin, 1994 dalam Ariningsih, dkk, 2003). Kultur kalus merupakan

induksi dan pertumbuhan aspetik kalus secara in vitro yang bertujuan untuk

mendapatkan tanaman yang “baru” (diperbaiki sifatnya) atau untuk mendapatkan

produk sekunder tanaman. Teknik kultur kalus telah digunakan untuk berbagai

tujuan, antara lain:

a) menghasilkan varian genetik yang berguna,

b) penyaringan sel-sel secara in vitro bagi tipe-tipe yang memiliki karakter

berguna, dan

c) memproduksi produk kimia yang berguna.

Pertumbuhan tumbuhan hasil kultur jaringan dipengaruhi oleh faktor internal

dan eksternal. Faktor internal antara lain ketersediaan air dalam jaringan, kandungan

cadangan makanan, umur tanaman, hormon endongen, serta jenis tanaman yang

Page 7: MAKALAH-kuljar

distek. Sedangkan faktor eksternal antara lain media perakaran, kelembaban, suhu,

dan cahaya (Kramer dan Kozlowski, 1960 dalam Puspitasari, 2000).

Teknik kultur jaringan memiliki banyak keuntungan antara lain tidak tergantung

pada faktor lingkungan, sistem produksinya dapat diatur sehingga kualitas dan

produksinya lebih konsisten untuk memenuhi kebutuhan pasar serta dapat

mengurangi penggunaan lahan (Wiendi dkk. dalam Sitinjak, 2000). Meskipun teknik

kultur jaringan mempunyai keuntungan yang besar, namun masih mempunyai

kekurangan, yaitu produksi metabolit sekunder yang masih rendah pada beberapa

kultur tumbuhan. Untuk mengatasinya perlu dilakukan teknik elisitasi (Buitalaar dan

Tramper dalam Sitinjak, 2000). Elisitasi menurut Barz et al. dalam Sitinjak (2000)

merupakan teknik untuk merangsang pembentukan fitoaleksin dan meningkatkan

produksi metabolit sekunder yang terakumulasi akibat cekaman. Substansi yang dapat

dijadikan sebagai elisitor dapat berupa zat pengatur tumbuh (ZPT) dan komponen

abiotik seperti cahaya, temperatur, prekursor, dan kondisi nutrien pada medium.

Media yang umum digunakan dalam kultur kalus adalah media dasar Murashige

dan Skoog (1962 dalam Marlin, dkk, 2012) yang terdiri dari komponen hara makro,

hara mikro, myoinositol dan asam amino. Masing-masing komponen media di

larutkan dan diencerkan sesuai dengan kepekatan hara yang

dibutuhkan.Mediaditambahkan sukrosa dan auksin 2,4-D sesuai dengan perlakuan

yang diberikan. Selanjutnya media ditetapkan pada pH 5.7 sebelum proses sterilisasi

dengan autoclave. Media dipadatkan dengan penambahan agar powder 7 g.L-1.

Media dipanaskan pada hotplate and magnetic stirrer, samapi mendidih. Selanjutnya

media dituangkan pada botol kultur, masing-masing 20 ml setiap botol dan ditutup

langsung dengan menggunakan plastik. Sterilisasi media dilakukan dengan

menggunakan autoclave pada suhu 121oC, tekanan 15 psi selama 20 menit. Selain

medium MS, pada proses pengkulturan juga dibutuhkan ZPT, seperti auksin,

sitokinin, giberelin, dan asam absisat.

Umumnya auksin meningkatkan pemanjangan sel, pembelahan sel, dan

pembentukan akar adventif, dalam medium kultur auksin dibutuhkan untuk

meningkatkan embryogenesis somatic pada kultur suspense sel. Konsentrasi auksin

Page 8: MAKALAH-kuljar

yang tinggi akan merangsang pembentukan kalus dan menekan morfogenesis (George

dan Sherrington, 1984). Pada metode kultur jaringan penggunaan auksin dan sitokinin

sudah banyak digunakan. Menurut Gunawan (1987 dalam Dewi, 2008) bahwa jika

konsentrasi auksin lebih besar daripada sitokinin maka kalus akan tumbuh, dan bila

konsentrasi sitokinin lebih besar dibandingkan auksin maka tunas akan tumbuh.

Sumber karbon merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk

menentukan keberhasilan kultur jaringan selain kombinasi zat tumbuh (ZPT). Sumber

karbon berfungsi sebagai sumber energi yang dibutuhkan oleh sel untuk dapat

melakukan pertumbuhan (Kimball, 1994). Glukosa dan fruktosa sebagai hasil

hidrolisis sukrosa dapat merangsang pertumbuhan beberapa jaringan. Konsentrasi

sukrosa berpengaruh terhadap pertumbuhan kalus (Srilestari, 2005).

Pemberian sukrosa dalam media akan menjadi sumber energi dan sumber

karbon bagi sel-sel eksplan untuk dapat tumbuh. Peningkatan konsentrasi sukrosa

yang diberikan akan menyebabkan eksplan memperoleh sumber energy dan sumber

karbon yang lebih banyak, sehingga akan dapat mempercepat pertumbuhan eksplan.

Sumber energi yang semakin banyak mengakibatkan pembelahan sel yang lebih cepat

sehingga pertumbuhan kalus akan lebih cepat. Sukrosa juga dapat menjaga tekanan

osmotik media. Pada media yang mengandung sukrosa lebih banyak akan

mengakibatkan gradient konsentrasi yang lebih tinggi antara media dengan sel

eksplan. Media dengan gradien konsentrasi yang lebih tinggi ini akan mengakibatkan

gerakan difusi lebih cepat ke dalam sel yang mempunyai konsentrasi yang lebih

rendah (Salisbury & Ross, 1995).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sudarmaji (2000 dalam Dewi, 2008)

mengenai penentuan konsentrasi yang tepat pada pertumbuhan kalus kapas

menunjukkan bahwa pemebrian BAP dengan konsentrasi 2 mg/l pada kalus dari

kapas varietas Coker 500 menghasilkan pertumbuhan yang lebih cepat dan kuantitas

kalus yang paling baik. BAP pada konsentrasi 3 mg/l menghasilkan bobot akhir kalus

paling tinggi (1,65 g). Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Pudji Rahardjo dan

Gatut-Suprijadji ( 2001) mengenai Pengaruh Panjang Sayatan dan Konsentrasi NAA

Terhadap Perakaran Setek Daun Bermata Tunas Kopi Robusta menunjukkan bahwa

Page 9: MAKALAH-kuljar

panjang sayatan 3 cm dan 4 cm menyebabkan persentase setek berakar mencapai

90%, jumlah akar rata-rata 1,9-2,0, panjang akar mencapai 8,7-9,6 cm, panjang tunas

1,3-2,4 cm dan berat kering tunas 14,15-14,94 mg. Pemberian zat tumbuh NAA

dengan konsentrasi 1.000 ppm, 1.500 ppm, dan 2.000 ppm tidak mampu

meningkatkan persentase setek berakar, jumlah akar, panjang akar, dan panjang

tunas.

Pembentukan kalus terjadi karena adanya pelukaan yang diberikan pada

eksplan, sehingga sel-sel pada eksplan akan memperbaiki sel-sel yang rusak tersebut.

Pada awalnya terjadi pembentangan dinding sel dan penyerapan air, sehingga sel

akan membengkak selanjutnya terjadi pembelahan sel. Sel dapat melakukan aktivitas

metabolik tersebut membutuhkan energi. Sukrosa yang ditambahkan dalam media,

akan menjadi sumber energi sel-sel eksplan, sehingga sel dapat mengalami

pembentangan dan pembelahan selanjutnya akan membentuk kalus (Sitorus, dkk,

2011).

Kultur kalus merupakan budidaya secara heterotrof. Sel tidak dapat melakukan

fotosintesis untuk menghasilkan karbon seperti halnya tanaman autotrof, sehingga

sumber karbon harus diperoleh dalam bentuk karbohidrat yang ditambahkan dari luar.

Gula merupakan sumber karbon sebagai pengganti karbon yang biasanya diperoleh

tanaman dari atmosfer dalam bentuk CO2 untuk bahan fotosintesis. Jika tidak ada

sukrosa, maka aktivitas dan pertumbuhan kalus tidak dapat berlangsung dan pada

akhirnya sel-sel tersebut akan mati, karena tidak ada sumber energi. Hal tersebut

membuktikan bahwa sukrosa merupakan komponen penting yang harus tersedia

dalam media kultur jaringan tumbuhan (Sitorus, dkk, 2011).

Pembentukan akar pada tumbuhan kultur jaringan merupakan suatu peristiwa

regenerasi yang berfungsi untuk mengganti suatu dari tanaman yang telah terganggu

atau hilang. Menurut Wareing and Philips (1986 dalam Ismail, dkk, 2008) regenerasi

dapat terjadi dengan dediferiansi, yaitu proses perkembangan balik sel-sel pada

daerah yang berbatasan dengan permukaan potongan eksplan sehingga sel-sel yang

telah terdiferensiasi kembali bersifat meristematik. Peristiwa tersebut menunjukkan

diferensiasi dari berbagai sel tumbuhan tidak menyebabkan sel-sel tersebut

Page 10: MAKALAH-kuljar

kehilangan potensi genetik, sel-sel tersebut tetap mempunyai sifat totipotensi, yaitu

kemampuan sel tumbuh dan untuk membentuk tumbuhan baru yang lengkap jika

ditumbuhkan pada kondisi yang sesuai (George & Debergh, 2008 dalam Ismail, dkk,

2008).

Pembentukan akar pada stek pucuk merupakan suatu peristiwa regenerasi yang

berfungsi untuk mengganti suatu dari tanaman yang telah terganggu atau hilang.

Menurut Wareing and Philips (1986 dalam Ismail, dkk, 2008) regenerasi dapat terjadi

dengan dediferiansi, yaitu proses perkembangan balik sel-sel pada daerah yang

berbatasan dengan permukaan potongan stek sehingga sel-sel yang telah

terdiferensiasi kembali bersifat meristematik. Peristiwa tersebut menunjukkan

diferensiasi dari berbagai sel tumbuhan tidak menyebabkan sel-sel tersebut

kehilangan potensi genetik, sel-sel tersebut tetap mempunyai sifat totipotensi, yaitu

kemampuan sel tumbuh dan untuk membentuk tumbuhan baru yang lengkap jika

ditumbuhkan pada kondisi yang sesuai (George & Debergh, 2008 dalam Ismail, dkk,

2008). Setelah sel-sel spesifik mengalami dediferensiasi, terjadi pembentukan bakal

akar dari sel-sel tertentu dekat berkas vaskuler atau jaringan vaskuler yang telah

menjadi meristematik dengan dediferensiasi. Selanjutnya bakal akar ini berkembang

menjadi primordia akar yang terorganisasi. Primordia akar mengalami pertumbuhan

dan muncul keluar melalui jaringan batang lain, serta terjadi pembentukan hubungan

vaskuler antara primordia akar dan jaringan vaskuler dari stek itu sendiri (Hartman et

al., 1990 dalam Ismail, dkk, 2008).

Pada tumbuhan berkayu, perakaran akan tumbuh dari dalam batang, berasal dari

floem sekunder yang muda atau jaringan pembuluh, kambium dan empulur. Dalam

perkembangannya, primordia akar berkembang sehingga muncul di permukaan

batang. Pembentukan kalus biasanya terjadi apabila stek berada pada kondisi yang

menguntungkan. Kalus itu terbentuk dari sel-sel yang berada pada daerah kambium

vaskuler (Abidin, 1984 dalam Ismail, dkk, 2008).

Pertumbuhan eksplan selama periode kultur memerlukan waktu yang relatif

lebih lama dalam membentuk kalus. Pada beberapa bagian eksplan biasanya

menunjukkan gejala pencoklatan (browning). Pencoklatan ini terjadi karena adanya

Page 11: MAKALAH-kuljar

sintesis senyawa fenolik. Vickery and Vickery (1980 dalam Marlin, dkk, 2012)

menyatakan bahwa sintesis senyawa fenolik dipacu oleh cekaman atau gangguan

pada sel tanaman. Inisiasi pembentukan kalus tanaman dapat dilakukan dari semua

bagian tanaman. Tetapi setiap bagian tersebut memiliki kecepatan pertumbuhan dan

respon yang berbeda. Selain itu, penggunaan ZPT dalam konsentrasi yang tepat juga

sangat menentukan proses pembentukan dan perkembangan kalus in vitro.

Terbentuknya kalus disebabkan adanya rangsang luka (Fowler, 1983 dalam

Marlin, dkk, 2012). Rangsang tersebut menyebabkan kesetimbangan pada dinding sel

berubah arah, sebagian protoplas mengalir ke luar sehingga mulai terbentuk kalus.

Pada beberapa perlakuan dominasi warna kecoklatan menutupi permukaan kalus. Hal

ini dapat terjadi sebagai akibat dari tingginya kandungan senyawa fenolik yang

terbentuk serta menutupi permukaan kalus. Nisa dan Rodinah (2005 dalam Marlin,

dkk, 2012) juga mendapatkan beberapa eksplan yang mati akibat pencoklatan

(browning). Pencoklatan salah satunya disebabkan oleh sintesis metabolit sekunder

(senyawa fenolik). Adanya sintesis senyawa fenolik yang menutupi permukaan kalus

ini dapat menghambat pertumbuhan kalus. Bahkan, pada kultur yang lebih lanjut

dapat menyebabkan kematian eksplan. Selain itu, pada permukaan kalus juga

cenderung keras dan terdapat jaringan yang menebal. Di samping itu, pertumbuhan

kalus yang terjadi memang belum mencapai tingkat yang maksimal (Marlin, dkk,

2012).

Page 12: MAKALAH-kuljar

BAB IV

PENUTUP

Page 13: MAKALAH-kuljar

DAFTAR PUSTAKA

Ariningsih, I; Solichatun; dan Endang A. 2003. Pertumbuhan Kalus dan Produksi

Antrakuinon Mengkudu (Morinda citrifolia L.) pada Media Murashige-

Skoog (MS) dengan Penambahan Ion Ca2+ dan Cu2+. Jurnal Biofarmasi 1

(2): 39-43

Dewi, I. R. A. 2008. Peranan dan Fungsi Fitohormon Bagi Pertumbuhan Tanaman.

Bandung: Fakultas Pertanian Unpad

Marlin, Yulian, dan Hermansyah. 2012. Inisiasi Kalus Embrionik pada Kultur

Jantung Pisang ‘Curup’ dengan Pemberian Sukrosa, BAP, dan 2,4-D.

Jurnal Agrivigor 11(2): 275-283

Ismail, B; Toni H; dan Asri I. P. 2008. Pengaruh Umur Tanaman Induk dan Letak

Tunas terhadap Pertumbuhan Akar Stek Pucuk Jati. Jurnal Wana Benih

Vol. 9 No. 2

Sitorus, E. N.; Endah D. H.; dan Nintya S. 2011. Induksi Kalus Binahong (Basella

rubra L.) Secara In Vitro pada Media Murashige & Skoog Dengan

Konsentrasi Sukrosa yang Berbeda. Jurnal BIOMA Vol. 13, No. 1