makalah konseling di rs

24
Makalah Konsultasi di Pelayanan Kesehatan Konsultasi Gizi di Rumah Sakit Tipe A, B Dan C Disusun Oleh : Fitri Rahmawati Jamilatul Amaliah Mala Kurniahati Nurillah Isnaeni Yusuf D IV Gizi / Semester VI

Upload: jason-waters

Post on 13-Apr-2016

54 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Klinik

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Konseling Di Rs

Makalah Konsultasi di Pelayanan Kesehatan

Konsultasi Gizi di Rumah Sakit Tipe A, B Dan C

Disusun Oleh :

Fitri Rahmawati

Jamilatul Amaliah

Mala Kurniahati

Nurillah Isnaeni Yusuf

D IV Gizi / Semester VI

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II

2014

Page 2: Makalah Konseling Di Rs

1. Definisi Rumah SakitMenurut Undang-undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah

sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna (pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif,

dan rehabilitatif) yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat

2. Tugas dan Fungsi Rumah SakitRumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi

promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan

pendekatan pemeliharaan,

peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit

(kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh,

terpadu dan berkesinambungan (Siregar dan Amalia, 2004).

Rumah sakit mempunyai beberapa fungsi untuk menjalankan tugas dalam memberikan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Fungsi rumah sakit antara lain

a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan

standar pelayanan rumah sakit

b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan

yang paripurna;

c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka

peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan

d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang

kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan

etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

3. Klasifikasi Rumah Sakit3.1 Klasifikasi Rumah Sakit Secara Umum

Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009 tentang jenis dan

klasifikasi rumah sakit, rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan

pengelolaannya.

Kategori rumah sakit berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan adalah sebagai

berikut:

Page 3: Makalah Konseling Di Rs

a. rumah sakit umum, yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada

semua bidang dan jenis penyakit.

b. rumah sakit khusus, yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada

satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan

umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya.

Kategori rumah sakit berdasarkan pengelolaannya terdiri atas:

a. rumah sakit publik (umum) adalah rumah sakit yang dapat dikelola oleh pemerintah,

pemerintah daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba.

b. rumah sakit privat (khusus) adalah rumah sakit yang dapat dikelola oleh badan

hukum dengan tujuan profit yang berbentuk perseroan terbatas atau persero.

Klasifikasi rumah sakit umum terdiri atas:

a. rumah sakit umum kelas A

Perizinan rumah sakit umum kelas A diberikan oleh menteri setelah mendapatkan

rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada pemerintah

daerah Provinsi.

b. rumah sakit umum kelas BPerizinan rumah sakit umum kelas B diberikan oleh

pemerintah daerah Provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari pejabat yang

berwenang di bidang kesehatan pada pemerintah daerah Kabupaten/Kota.

c. rumah sakit umum kelas C

Perizinan rumah sakit umum kelas C diberikan oleh pemerintah daerah

Kabupaten/Kota setelah mendapat rekomendasi dari pejabat yang berwenang di

bidang kesehatan pada pemerintah daerah Kabupaten/Kota.

3.2 Klasifikasi Rumah Sakit Umum PemerintahRumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan menjadi rumah sakit

kelas A, B, dan C Klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur pelayanan, ketenagaan,

fisik dan peralatan (Siregar dan Amalia, 2004).

a. rumah sakit umum kelas A, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan

kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik luas. Rumah

sakit tipe A adalah RS yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis

dan subspesialis luas oleh pemerintah ditetapkan sebagai rujukan tertinggi (Top

Referral Hospital) atau disebut pula sebagai rumah sakit pusat.

Page 4: Makalah Konseling Di Rs

b. rumah sakit umum kelas B, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas

dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya sebelas spesialistik dan

subspesialistik terbatas. Rumah sakit tipe B adalah RS yang mampu memberikan

pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis terbatas.Rumah sakit ini didirikan

disetiap Ibukota propinsi yabg menampung pelayanan rujukan di rumah sakit

kabupaten.

c. rumah sakit umum kelas C, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas

dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.Rumah sakit tipe C adalah RS

yang mapu memberikan pelayanan kedokeran spesialis terbatas.Rumah sakit ini

didirikan disetiap Ibukota Kabupaten (Regency hospital) yang menampung

pelayanan rujukan dari puskesmas

4. Pelaksanaan pelayanan gizi di Rumah sakitSesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1333/Menkes/SK/XII/1999, maka

pelayanan gizi Rumah Sakit (PGRS) adalah salah satu dari 20 pelayanan wajib RS. PGRS

adalah kegiatan pelayanan gizi di Rumah Sakit untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat,

baik rawat inap maupun rawat jalan, untuk kepentingan metabolisme tubuh, dalam rangka

upaya preventif, kuratif , rehabilitatif maupun promotif. Instalasi gizi merupakan organ

fungsional dalam jajaran direktorat penunjang dan pendidikan dengan kegiatan pokok yang

meliputi penyelenggaraan makanan, asuhan gizi rawat inap, asuhan gizi rawat jalan dan

penelitian pengembangan gizi terapan (Aritonang, 2009).

Ruang lingkup kegiatan manajemen asuhan gizi meliputi sub instalasi Pelayanan Gizi Ruang

Rawat (PGRR) dan Subinstalasi pendidikan, penyuluhan, Konsultasi dan Rujukan Gizi

(PPKR). Sedangkan peran ahli gizi dalam penyelenggaraan makanan sangat diperlukan

antara lain dalam penentuan kecukupan gizi, perencanaan menu, hingga menentukan

indikator mutu. Selain itu, juga melakukan pengawasan kualitas dan kuantitas makanan

sesuai mutu dan spesifikasi, serta menganalisis harga makanan (Aritonang, 2009).

Proses pelayanan gizi rawat inap dan rawat jalan terdiri atas empat tahap, yaitu : 1)

Assesment atau pengkajian gizi; 2) Perencanaan pelayanan gizi dengan menetapkan tujuan

dan strategi; 3) Implementasi pelayanan gizi sesuai rencana; 4) Monitoring dan evaluasi

pelayanan gizi (Almatsier, 2004).

Page 5: Makalah Konseling Di Rs

Pelayanan gizi di rumah sakit menduduki tempat yang sama penting dengan pelayanan lain

seperti pelayanan pengobatan, perawatan medis dan sebagainya yang diberikan untuk

penyembuhan penyakit. Bentuk pelayanan gizi rumah sakit akan bergantung pada tipe

rumah sakit, macam pelayanan spesialistis yang diberikan di rumah sakit tersebut (Moehji,

2003).

Pelaksanaan terapi gizi medis harus komprehensif, proporsional dan dinamis mengikuti

perkembangan kondisi klinis pasien. Dalam hal ini diperlukan kerjasama yang baik antara

dokter, nutrisionis/dietisen, perawat dan tenaga kesehatan lain yang terkait dengan

pelaksanaan tim asuhan gizi di rumah sakit/puskesmas (Depkes RI, 2003).

Pelayanan gizi yang lengkap (yang) umumnya diselenggarakan di rumah sakit tipe A, tipe B

dan beberapa rumah sakit tipe C terdiri dari :

1. Penyediaan, pengelolaan dan penyaluran makanan bagi penderita, baik makanan

biasa maupun makanan diet

2. Pelayanan gizi di ruang perawatan, terutama untuk melayani pasien yang memerlukan

makanan khusus atau diet khusus

3. Pelayanan konsultasi gizi, baik bagi penderita rawat jalan maupun penderita rawat

tinggal

4. Berbagai kegiatan penelitian untuk mengembangkan teknologi penyembuhan penyakit

melalui pengaturan makanan dan aspek-aspek lain dari pelayanan gizi; dan

5. Pendidikan bagi tenaga paramedis terutama yang bertugas di ruang perawatan

bertalian dengan kegiatan pelayanan gizi di ruang perawatan (Moehji, 2003).

Dalam aplikasinya, para ahli gizi bisa menerapkan beberapa model pelayanan gizi, yang bisa

diaplikasikan di rumah sakit maupun masyarakat, namun tidak semua model pelayanan

tersebut sudah standar. Minimal ada 3 model yang dipakai atau dikembangkan di institusi

pelayan kesehatan yaitu sebagai berikut :

1. Model yang sebenarnya tidak dianjurkan dimana setiap profesi (Dokter, perawat, Ahli

gizi/Dietisen) menangani pasiennya masing-masing tanpa ada hubungan dan koordinasi

antar profesi. Ahli gizi menyiapkan makanan pasien sesuai pemahamannya tanpa ada

informasi mengenai keadaan pasien yang akurat dari dokter, perawat, maupun profesi

lain yang terkait.

2. Model pelayanan gizi yang kurang lebih serupa dengan model pertama, tetapi bentuk

pelayanan dilakukan oleh tim yang dikenal dengan Nutrition Support Team (NST), yang

terdiri dari dokter, perawat, pharmacist (ahli obat-obatan) dan dietetion/ahli gizi. Pada

Page 6: Makalah Konseling Di Rs

model kedua ini juga belum ada koordinasi antara masing-masing profesi dalam satu

pelayanan bagi pasien, namun mereka telah menerapkan pelayanan terstandar yang

dikerjakan dalam satu tim. Salah satu kelemahan dari model kedua ini adalah

banyaknya profesi yang harus terlibat dalam satu pelayanan pasien. Pelayanan

semacam ini umumnya diterapkan di rumah sakit yang memiliki sumberdaya manusia

cukup banyak. Model ini juga sudah menerapkan proses asuhan gizi secara tim, yang

dikenal dengan istilah Nutritional Care Process (NCP).

3. Model yang banyak direkomendasikan, dimana aplikasi pelayanan gizi dilaksanakan

dalam satu tim, dengan melibatkan dokter, perawat dan dietisen/ahli gizi. Keterlibatan

masing-masing profesi dalam pelayanan ini benar-benar maksimal dan terjadi koordinasi

antar profesi, sehingga dalam memutuskan bentuk pelayanan yang akan diberikan

kepada pasien memiliki tujuan yang sama

Dari model ketiga tersebut muncul pola kerjasama atau kolaborasi antara tenaga gizi, dokter

dan perawat dalam suatu teamwork yang seharusnya diterapkan bagi pasien. Ciri kerjasama

antar kelompok kerja ini dalam menyelesaikan masalah klien adalah: koordinasi, saling

berbagi, kompromi, interrelasi, saling ketergantungan atau interdependensi serta

kebersamaan. Dengan demikian, diantara semua profesi harus mempunyai satu kesatuan

komitmen dan kemampuan serta tanggung jawab dalam merespon masalah

kesehatan.Perkembangan profesi gizi membutuhkan upaya penataan system pendidikan

sehingga menghasilkan professional gizi yang mampu meningkatkan hubungan kemitraan

antara dokter, perawat dan tenaga gizi dalam pengabdian kepada masyarakat dibidang

kesehatan (Bakri, 2010).

Upaya kemitraan profesi di rumah sakit bisa dihimpun salah satunya dengan

memperbanyak kajian kasus yang melibatkan tim asuhan gizi secara rutin seperti morning

report, morning meeting, visite bersama/ visite besar maupun bentuk kegiatan yang lain.

5. Pelayanan gizi rawat inap dan rawat jalan1. Pasien Rawat Inap

Pada tahap penapisan dan pengkajian berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, antropometri,

laboratorium dan pemeriksaan lainnya, dokter akan menetapkan apakah pasien

memerlukan terapi diet atau tidak (Depkes, 2006a).

Page 7: Makalah Konseling Di Rs

Pada tahap implementasi/intervensi :

a. Bila tidak memerlukan terapi diet :

1. Pasien dipesankan makanan biasa ke tempat pengolahan makanan.

2. Dari tempat pengolahan makanan di distribusikan ke ruang perawatan. Di ruang

perawatan makanan disajikan ke pasien.

3. Selama dirawat, pasien yang berminat mendapatkan penyuluhan mengenai gizi

umum tentang makanan seimbang untuk mempertahankan dan meningkatkan

kesehatan dan lingkungannya.

4. Pasien diamati dan dievaluasi secara fisik, antropometri, laboratorium dan lain-lain.

Pengamatan juga dilakukan untuk menilai nafsu makan dan asupan makanannya.

Hasil penilaian tersebut membuka kemungkinan bahwa ia memerlukan

penyesuaian diet atau tidak.

5. Bila tidak, tetap memperoleh makanan biasa sampai diperbolehkan pulang.

6. Bila memerlukan terapi diet, prosesnya sama dengan bila ia semula memerlukan

terapi diit (Depkes, 2006a).

b. Bila memerlukan terapi diet :

1. Bagi pasien yang direncanakan dengan makanan khusus/diet, yang sesuai dengan

keadaan fisik, psikis, penyakit, kebiasaan makan dan nafsu makan.

2. Selama dirawat pasien memperoleh penyuluhan atau konseling gizi agar diperoleh

penyesuain paham tentang dietnya, pasien dapat menerima serta menjalankan

diet.

3. Makanan khusus dipesankan ke tempat pengolahan makanan (dapur). Dari tempat

pengolahan makanan diet didistribusikan ke ruang perawatan. Di ruang perawatan

makanan khusus disajikan ke pasien.

4. Pasien diamati dan dievaluasi secara fisik, antropometri, laboratorium, dan lain-lain.

Pengamatan juga dilakukan untuk menilai nafsu makan dan asupan makanannya.

Hasil penilainan tersebut membuka kemungkinan apakah ia memerlukan

penyesuaian diit atau tidak.

5. Bila penyesuaian diit ini berupa perubahan makanan biasa, proses selanjutnya

sama dengan butir a.

6. Bila penyesuaian diet ini berupa perubahan diet khusus, proses selanjutnya lihat

pada butir b.

7. Bila pasien ternyata tidak memerlukan penyesuaian diet, maka saat akan pulang

pasien memperoleh penyuluhan/konseling gizi tenteng penerapan diet di rumah.

Page 8: Makalah Konseling Di Rs

8. Bila memerlukan tindak lanjut, pasien diminta mengikuti proses pelayanan gizi

rawat jalan.

9. Bila tidak, kegaitan pelayanan gizi berakhir, dan pasien dapat dirunjuk ke

puskesmas atau institusi kesehatan lainnya untuk pembinaan selanjutnya (Depkes,

2006a).

2. Pasien Rawat Jalan

Dari hasil pemeriksaan fisik, antropometri, laboratorium dan pemeriksaan dokter lainnya,

kemudian dokter menentukan apakah pasien perlu terapi diet.

a. Bila tidak memerlukan terapi diet, pasien hanya akan mendapat penyuluhan gizi

umum dan makanan sehat untuk diri dan keluarganya, dalam upaya

mempertahankan dan meningkatkan keadaan kesehatan dirinya dan lingkungannya.

b. Bila memerlukan terapi diet, pasien akan dikirim ke klinik gizi untuk memperoleh

penyuluhan/konseling tentang diet/terapi yang ditetapkan dokter. Proses selanjutnya

mengikuti prosedur dari klinik tersebut (Depkes, 2006a).

6. konseling giziKonseling adalah suatu proses komunikasi 2 arah antara konselor dan klien (pasien) untuk

membantu pasien mengenali dan mengatasi masalah gizi (Latief, 2001). Konselor adalah

tenaga kesehatan yang mempunyai latar belakang pendidikan gizi atau pendidikan

kesehatan lainnya dan klien adalah sasaran dari proses konseling (Latief, 2001).

Adapun tujuan konseling yaitu agar pasien mampu mengatur makanan-makanan yang

akan dikonsumsinya sehari-hari di rumah ketika sudah pulang dari rumah sakit.

Page 9: Makalah Konseling Di Rs

Langkah 6.MONITORING

Ulangi, dan tanyakan kembali apakah kesimpulan dari konseling dapat dipahami oleh klienPada kunjungan berikutnya lihat proses dan dampak

Langkah 5.MEMPEROLEH KOMITMEN

Komitmen untuk melaksanakan perlakuan diet khusus, membuat rencana yang realistis dan dapat diterapkanMenjelaskan tujuan, prinsip diet dan ukuran porsi makan

Langkah 1.MEMBANGUN DASAR-DASAR KONSELING

Salam, perkenalkan diri, mengenal klien, membangun hubungan, jelaskan tujuan

Langkah 2.MENGGALI PERMASALAHAN

Mengumpulkan data-data untuk dasar diagnose dari semua aspek dengan metode ASSESSMENT

INTERVENSI

Langkah 4.MEMILIH RENCANA

Bekerjasama dengan klien untuk melihat alternative dalam memilih upaya diet dan perubahan perilaku

yang dapat diimplementasikan

Langkah 3.MEMILIH SOLUSI

Memilih alternative solusi, menggali alternative penyebab masalah gizi dengan menegakkan DIAGNOSA

6.1 Alur Konseling Gizi

6.2 langkah langkah konseling gizi

Page 10: Makalah Konseling Di Rs

1. MEMBANGUN DASAR-DASAR KONSELING

Pada umumnya klien dating ke pelayanan konseling gizi karena membutuhkan

dukungan gizi untuk upaya penyembuhan penyakitnya. Gunakan keterampilan

komunikasi, sambutlah klien dengan baik dan ramah, berdiri serta berikan salam

kepada klien. Persilahkan klien untuk duduk dan buat klien merasa nyaman. Beri

waktu klien untuk duduk dan buat klien merasa nyaman. Beri waktu klien untuk

menceritakan identitas dirinya, catat bila belum ada dalam status (nama, umur,

alamat, pekerjaan, dll) serta jangan lupa perkenalkan nama anda sebagai konselor.

Ciptakan hubungan yang positif, berdasarkan rasa percaya, keterbukaan dan

kejujuran berekspresi, konselor harus menunjukkan dirinya dapat dipercaya dan

kompeten dalam memberikan konseling gizi. Setelah tercipta hubungan baik antara

konselor dan klien, maka konselor harus menjelaskan tujuan dari konseling gizi yang

akan diberikan.

2. MENGGALI PERMASALAHAN

Tujuan kegiatan ini adalah untuk mendapatkan informasi atau data yang lengkap

dan sesuai dalam upaya mengidentifikasi masalah gizi yang terkait dengan masalah

asupan energy dan zat gizi atau factor lain yang dapat menimbulkan masalah gizi.

Data yang harus dikumpulkan untuk kemudian dikaji meliputi:

A. Pengumpulan dan pengkajian data antropometri

1. Indeks Massa Tubuh (IMT)

2. Lipatan triseps

3. Lingkar lengan atas (LiLA)

4. Lingkar otot lengan atas (LOLA)

5. Rasio pinggang atau pinggul

6. Lingkar perut

B. Pengumpulan dan pengkajian data biokimia

Meliputi hasil pemeriksaan laboratorium yang berhubungan dengan keadaan gizi.

C. Pengumpulan dan pengkajian data klinis dan fisik

Meliputi kondisi kesehatan gigi dan mulut, penampilan fisik secara umum

misalnya kurus, gemuk, tubuh pendek dan lain lain.

D. Riwayat makan

Mengkaji kebiasaan makan klien secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif

digunakan Formulir Food Frequency (FFQ) dari hasilnya dapat diketahui

seberapa sering seseorang mengkonsumsi bahan makanan. Secara kuantitatif

Page 11: Makalah Konseling Di Rs

digunakan Formulir Food Recall dari hasilnya dapat diketahui berapa besar

pencapaian asupan energy dan zat gizi seseorang terhadap angka kebutuhan

atau kecukupan energy dan zat gizi.

E. Riwayat personal

Meliputi ada tidaknya alergi pada makanan, ada tidaknya pantangan pada

makanan, keadaan social ekonomi dan pola aktivitas klien, riwayat penyakit klien

dan riwayat penyakit keluarga yang berkaitan dengan penyakit klien serta

masalah psikologis yang berkaitan dengan masalah gizi klien.

3. MEMILIH SOLUSI DENGAN MENEGAKAN DIAGNOSIS

Merupakan proses identifikasi serta pemberian nama masalah, menentukan

penyebab dan factor resiko yang mendukung, catatan tentang gejala dan tanda

serta dokumentasi diagnosis gizi. Ada 3 bagian diagnosis gizi, yaitu:

1. Masalah/problem (Pemberian nama/label diagnosis gizi): Pemberian nama/label

diagnosis gizi menggambarkan adanya perubahan status gizi klien.

2. Etiologi (Penyebab/factor yang berkontribusi): Faktor-faktor yang berperan dalam

timbulnya masalah gizi.

3. Gejala dan tanda atau disebut dengan istilah Signs/symptom merupakan

penjelasan karakteristik yang akan dikenali sepanjang tahap penilaian.

4. INTERVENSI MEMILIH RENCANA

Seorang konselor harus melakukan bersama-sama klien dengan menggunakan

keterampilan komunikasi dan konseling. Keberhasilan tidak akan tercapai apabila

konselor membuat keputusan sendiri dalam menetapkan perubahan perilaku makan

yang selanjutnya memaksa klien melakukan perilaku tersebut. Beberapa hal yang

harus dipertimbangkan:

1. Identifikasi strategi pemecahan masalah dilakukan dengan mempertimbangkan

ide-ide dari klien. Dimulai dengan melakukan perhittungan kebutuhan energy dan

zat gizi serta menetapkan preskripsi diet.

2. Sampaikan alternative pemecahan, bantu klien untuk menentukan masalah yang

dipilih dengan melihat factor yang mendukung dan menghambat.

Langkah-langkah dalam melakukan intervensi gizi meliputi:

A. Perhitungan kebutuhan energy dan zat gizi

1. Perhitungan kebutuhan energy

2. Perhitungan kebutuhan protein

3. Perhitungan kebutuhan lemak

Page 12: Makalah Konseling Di Rs

4. Perhitungan kebutuhan karbohidrat

5. Perhitungan kebutuhan vitamin dan mineral

6. Perhitungan kebutuhan cairan

B. Preskripsi diet

C. Melakukan konseling gizi

5. MEMPEROLEH KOMITMEN

Konseling tidak akan berhasil tanpa adanya kesediaan dan komitmen dari klien.

Berikan dukungan dan bangun rasa percaya diri klien dalam membuat keputusan,

untuk melakukan perubahan diet sesuai dengan anjuran yang disepakati bersama.

Yakinkan klien dapat melakukan diet tersebut dan buat kesepakatan untuk

melakukan kunjungan ulang.

6. MONITORING DAN EVALUASI

Langkah ini dilakukan untuk mengetahui respon klien terhadap intervensi dan

tingkat keberhasilannya. Sebagian besar pertanyaan pada saat tahap pengkajian

dapat digunakan lagi pada tahap ini. Komponen monitoring dan evaluasi gizi ada

empat langkah kegiatan yaitu:

1. Monitoring perkembangan

Mengecek pemahaman dan ketaatan diet pasien

Menentukan apakah intevensi dilaksanakan sesuai dengan

rencana/preskripsi diet

Menentukan apakah status pasien tetap atau berubah

Mengidentifikasi hasil lain baik yang positif ataupun negative

Mengumpulkan informasi yang menunjukkan alas an tidak adanya

perkembangan dari kondisi pasien

2. Mengukur hasil

Kegiatan ini mengarahkan kita memilih indicator sesuai dengan tanda/gejala,

tujuan intervensi, dan diagnosis medis.

3. Evaluasi hasil

Merupakan kegiatan membandingkan hasil antara data terbaru dengan data

sebelumnya. Melalui kegiatan ini dapat diketahuo keberhasilan bahkan

kegagalan dari intervensi gizi yang dilakukan. Tahap evaluasi hasil konseling

gizi:

Page 13: Makalah Konseling Di Rs

Evaluasi proses: untuk melihat tingkat partisipasi klien, kesesuaian isi

materi dan metode yang dipilih, waktu yang digunakan, sehingga tujuan

konseling tercapai

Evaluasi dampak: untuk melihat keberhasilan konselor dalam pelaksaan

konseling. Gali informasi dari klien masalah atau hambatan apa yang

menghambat klien untuk mematuhi anjuran gizi yang disarankan konselor

4. Dokumentasi monitoring dan evaluasi

Pendokumentasian ini harus relevan, tepat, terjadwal dan akurat termasuk

mendokumentasikan konsidi pasien saat ini dan hasil yang diharapkan, dan

dapat mengukur hasil dan kualiatas perkembangan pasien.

7. Pencatatan dan pelaporan

Pencatatan dilakukan pada setiap langkah kegiatan konseling, sedangkan

pelaporang dilakukan berkala sesuai dengan waktu dan kebutuhan yang diperlukan.

6.3 Materi konseling di RS Konseling Gizi pada Diet Rendah Energi

Konseling Gizi pada Diet Rendah Garam

Konseling Gizi pada Diet Tinggi Energi Protein

Konseling Gizi pada Diet Dislipidemia

Konseling Gizi pada Diet Rendah purin

Konseling Gizi pada Diet Rendah Protein

Konseling Gizi pada Diet Penyakit Ginjal Kronis dengan Hemodialisis

Konseling Gizi pada Diet Nefrotik Sindrom

Konseling Gizi pada Diet Penyakit Jantung Koroner

Konseling Gizi pada Diet Gastroesdophageal Reflux Disease (GERD)

Konseling Gizi pada Diet Gastritis (DISPEPSIA)

Konseling Gizi pada Diet Diabetes Melitus

Konseling Gizi pada Diet Sirosis Hati

Konseling Gizi pada Diet Hepatitis

Konseling Gizi pada Diet Osteoporosis

Konseling Gizi pada Diet Penyakit Kanker

Konseling Gizi pada Diet Hyperemesia Gravidarum

7. Sarana, Peralatan dan Perlengkapan konseling gizi di rumah sakit

Page 14: Makalah Konseling Di Rs

1) Bangunan Ruang Konseling Gizi

1) Tipe A dan B minimal 3 x 4 m²

2) Tipe C minimal 2 x 2,5 m²

2) Sarana

1) Peralatan Kantor :

a. Meja + kursi konseling gizi, bangku ruang tunggu, telepon,

b. komputer + printer, dan sebagainya.

2) Peralatan Konseling:

Lemari peraga,food model dan contoh makanan segar, formulir-formulir (konsumsi

makanan, pola makan, asupan zat gizi, konseling gizi, pencatatan dan pelaporan),

leaflet diet, daftar bahan makanan penukar, standar diet, papan display, poster-

poster, software konseling, lembar balik, buku-buku pedoman tatalaksana program

(ASI, Gizi Buruk, Xeroftalmia, Diabetes Mellitus, dll).

3) Peralatan Antropometri

Untuk mendapatkan data antropometri pasien, diperlukan peralatan antara lain : Standar

antropometri, alat ukur tinggi dan berat badan dewasa, alat ukur panjang badan

bayi/anak, timbangan bayi, alat ukur skinfold tickness caliper, alat ukur Lingkar Lengan

Atas (LiLA), alat ukur Lingkar Kepala (LK), alat ukur Tinggi Lutut, dan formulir skrining.

(Alat ini harus ditera secara berkala oleh badan meteorologi).

8. Profesionalisme Ahli Gizi (Bakri, 2010)

Profesi gizi dan dietetik, disamping profesi kesehatan lain, dalam sejarahnya merupakan

cabang dari profesi kedokteran. Dimasa yang akan datang, profesi gizi dituntut untuk mampu

menunjukkan profesionalisme yang lebih tinggi bila ingin ditempatkan sejajar dengan profesi

lain.

Profesi gizi, sebagai profesi kesehatan terdiri dari para anggotanya yang memiliki ciri-ciri

sebagai berikut:

1. Mengembangkan pelayanan yang unik kepada masyarakat

2. Anggota-anggotanya dipersiapkan melalui suatu program pendidikan

3. Memiliki serangkaian pengetahuan ilmiah

4. Anggota-anggotanya menjalankan tugas profesinya sesuai kode etik yang berlaku

5. Anggota-anggotanya bebas mengambil keputusan dalam menjalankan profesinya

Page 15: Makalah Konseling Di Rs

6. Anggota-anggotanya wajar menerima imbalan jasa atas pelayanan yang diberikan

7. Memiliki suatu organisasi profesi yang senantiasa meningkatkan kualitas pelayanan

yang diberikan kepada masyarakat oleh para anggota.

8. Pekerjaan tersebut adalah sumber utama seumur hidup

9. Berorientasi pada pelayanan dan kebutuhan objektif

10. Otonomi dalam melakukan tindakan

11. Melakukan ikatan profesi dan lisensi jalur karir

12. Mempunyai kekuatan dan status dalam pengetahuan spesifik

13. Altruism (memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi)

Ahli gizi dan ahli madya gizi, sebagai pekerja profesional harus memiliki persyaratan seperti

berikut :

1. Memberikan pelayanan kepada masyarakat yang bersifat khusus atau spesialis

2. Melalui jenjang pendidikan yang menyiapkan tenaga professional

3. Keberadaannya diakui dan diperlukan oleh masyarakat

4. Mempunyai kewenangan yang disyahkan atau diberikan oleh pemerintah

5. Mempunyai peran dan fungsi yang jelas dan terukur

6. Memiliki organisasi profesi sebagai wadah

7. Memiliki etika ahli gizi

8. Memiliki standar praktek

9. Memiliki standar pendidikan yang mendasarinya dan mengembangkan profesi sesuai

dengan pelayanan

10. Memiliki standar berkelanjutan sebagai wahana pengembangan kompetensi

Pada era globalisasi saat ini, pasar kerja membutuhkan tenaga yang mampu bekerja secara

profesional, yang menguasai kemampuan teknik (Technical competencies) dan kemampuan

dalam bertingkah laku yang baik (behavioral competencies). Pada rumah sakit dibutuhkan

tenaga kerja yang memiliki kriteria sebagai berikut :

a. Mempunyai wawasan multidimensi

b. Memiliki kemampuan untuk menggunakan sarana teknologi mutakhir (computer,

internet)

c. Mampu beradaptasi dengan lingkungan

Page 16: Makalah Konseling Di Rs

d. Kemampuan membangun kerjasama dalam tim

e. Ketahanan fisik dan kepribadian yang matang

f. Mempunyai kemampuan wirausaha (Enterpreneurship)

g. Memiliki ketrampilan negosiasi yang baik

h. Terampil dalam mengambil keputusan yang tepat

Namun, pada kenyataannya, para lulusan tenaga profesi kesehatan yang ada saat ini belum

memuaskan masyarakat. Ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya :

a. Pada umumnya para lulusan tersebut belum siap pakai secara teori dan praktek

b. Rasa percaya diri yang dimiliki masih rendah

c. Gagap teknologi

d. Semangat juang rendah

e. Kualitas lulusan tidak terstandar

f. Kemampuan komunikasi rendah

g. Sikap kerja lamban dan kurang antusias

h. Kurang mandiri

i. Kerjasama tim lemah

9. Kode Etik Ahli Gizi (Depkes RI, 2008)Salah satu ciri yang menandai suatu profesi adalah mempunyai kode etik yang jelas bagi

para anggotanya. Profesi gizi juga memiliki kode etik PERSAGI yang terdiri dari 7 Bab,

yaitu :

Bab I. Prinsip-prinsip umum ( 9 point)

Bab II. Kewajiban terhadap klien ( 5 point)

Bab III. Kewajiban terhadap masyarakat ( 2 point)

Bab IV. Kewajiban terhadap teman seprofesi dan mitra kerja ( 3 point)

Bab V. Kewajiban terhadap profesi dan diri sendiri ( 9 point)

Bab VI. Penetapan pelanggaran ( 4 point)

Bab VII. Kekuatan kode etik ( 2 point)

Untuk memudahkan para ahli gizi dalam memahami tentang kode etik profesi gizi, dapat

ditarik tentang essensi yang terkandung dari masing-masing kewajiban yang ada, dengan

menggunakan kata kunci sebagai berikut :

Page 17: Makalah Konseling Di Rs

1. Kewajiban terhadap Klien :

Ahli gizi, sepanjang waktu menjalankan profesinya, senantiasa berusaha untuk :

a. Memeihara dan meningkatkan status gizi klien, baik dalam lingkup institusi

pendidikan gizi maupun dalam masyarakat umum

b. Menjaga kerahasiaan klien/masyarakat

c. Menghormati, menghargai, tidak mendiskriminasikan

d. Memberikan pelayanan gizi yang prima

e. Memberikan informasi yang tepat, jelas, dan apabila tidak mampu, senantiasa

berkonsultasi.

2. Kewajiban terhadap Masyarakat :

a. Ahli gizi, sepanjang waktu menjalani profesinya, senantiasa berusaha untuk :

b. Melindungi masyarakat dari informasi yang keliru, dan mengarahkan kepada

kebenaran

c. Melakukan pengawasan pangan dan gizi

3. Kewajiban terhadap Teman Seprofesi dan Mitra Kerja :

Ahli gizi, sepanjang waktu menjalani profesinya, senantiasa berusaha untuk :

a. Bekerjasama dengan berbagai disiplin ilmu sebagai mitra kerja

b. Memelihara hubungan persahabatan yang harmonis

c. Loyal dan taat azaz

4. Kewajiban terhadap Profesi dan Diri Sendiri :

Ahli gizi, sepanjang waktu menjalani profesinya, senantiasa berusaha untuk :

a. Melindungi dan menjunjung tinggi ketentuan profesi

b. Mengikuti perkembangan IPTEK terkini

c. Percaya diri, menerima pendapat orang lain yang memang benar

d. Mengetahui keterbatasan diri sendiri

e. Mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi

f. Tidak memuji diri sendiri

g. Memelihara kesehatan dan gizinya

h. Bekerja untuk masyarakat umum

i. Benar-benar melaksanakan tugas pelayanan gizi

Daftar Pustaka

http://jgizi.blogspot.com/2012/06/normal-0-false-false-false.html 1 Maret 2014 12.05 pm

Page 18: Makalah Konseling Di Rs

http://massaidi.blogspot.com/2011/01/jenis-jenis-rumah-sakit.html 1 Maret 2014 12.02

pm

Cornelia dkk, 2011. Penuntun Konseling Gizi. Abadi. Jakarta

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20291/4/chapter%20II.pdf

http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id/file_digital/

zumrotin%20khasanah.pdf