makalah kolelitiasis
DESCRIPTION
koleliatis dan penanganan nyaTRANSCRIPT
Kolelitasis
Titin Agustin Kapitan
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Terusan Arjuna No.6, Jakarta 11510
Email: [email protected]
Pendahuluan
Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara
Barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi
penelitian batu empedu masih terbatas.1
Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko
penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun
demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik
maka risiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat.1-4
Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut
dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran
empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder. Perjalanan batu saluran
empedu sekunder belum jelas benar, tetapi komplikasi akan lebih sering dan berat
dibandingkan batu empedu asimtomatik. Komplikasi yang terjadi diantaranya dapat
mempengaruhi organ di sekitar empedu.1-11
Pembahasan
A. Anamnesa dan pemeriksaan
1. Anamnesa
Menanyakan identitas dan data umum seperti nama, usia, pekerjaan, agama,
suku
Menanyakan keadaan sosial dan ekonomi, gaya hidup dan kondisi lingkungan
Menanyakan adanya keluhan utama dan penyerta
1
Menanyakan apakah pasien telah melakukan pemeriksaan sebelumnya atau
pengobatan sebelumnya, apa yang dilakukan untuk mengatasi keluahannya
sebelum ke dokter
Menanyakan riwayat penyakit keluarga dan penyakit terdahulu.2
Setengah sampai dua pertiga penderita batu kandung empedu adalah
asimptomatik. Keluhan yang ada mungkin berupa dispepsia yang kadang disertai
intolerans terhadap makanan berlemak.2,3
Pada yang simtomatik, keluhan utama adalah nyeri di daerah epigastrium,
kuadran atas kanan atau prekordium. Rasa nyeri lain adalah kolik bilier yang
mungkin memanjang lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa
jam kemudian. Timbul awal nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada
sepertiga kasus timbul tiba-tiba.2,3
Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak
bahu, disertai mual muntah.2,3
Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri menghilang setelah
makan antasid. Kalau terjadi kolesistitis, keluhan nyeri menetap dan bertambah
pada waktu menarik napas dalam dan sewaktu kandung empedu tersentuh oleh
ujung jari tangan sehingga pasien berhenti menarik napas, yang merupakan tanda
rangsang peritoneum setempat.2
Pada batu duktus koledokus riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut
kanan atas akan disertai dengan tanda sepsis seperti demam dan menggigil bila
terjadi kolangitis. Biasanya terdapat ikterus dan urin bewarna gelap yang hilang
timbul, bebarapa dengan ikterus karena hepatitis juga.2,4-7
Pruritus ditemukan pada ikterus obstruktif yang berkepanjangan dan lebih banyak
ditemukan pada daerah tungkai daripada di badan.2
Pada kolangitis dengan sepsis yang berat dapat terjadi keadaan kegawatan disertai
syok dan gangguan kesadaran.2-7
Sehingga pertanyaan-pertanyaan khusus yang dapat ditanyakan adalah:
- Apakah terdapat nyeri pada perut kanan atas? Berlangsung berapa lama?
Bagaimana nyerinya, sperti apa? Apakah pasien dapat melakukan aktivitas
walaupun nyeri? Apakah nyeri tersebut terus menerus, berulang atau hilang
timbul? Apakah nyeri timbul setelah makanan makanan tertentu seperti
makanan tinggi lemak? Apakah ada tempat nyeri yang lain? Apakah nyerinya
menjalar? Atau nyeri juga dirasakan di tempat lain?
2
- Apakah yang dirasakan pasien setelah makan makanan berlemak? Begah atau
nyeri? Atau gejala dispepsia lainnya. Bagaimana pola menu makanan pasien?
- Apakah pasien memiliki riwayat demam, badan kekuning-kuningan atau urin
dengan warna gelap? Apakah keluhan-keluhan tersebut hilang timbul atau
menetap? Dan sejak kapan keluhan berlangsung?
- Apakah ada keluhan gatal juga?
- Apakah pasien menggunkan pil kontrasepsi? Ataukah pernah mengalami
rawatan di rumah sakit dengan pemberian nutrisi parenteral total
berkepanjangan? Apakah pasien sedang dalam keadaan hamil?2-7
2. Pemeriksaan fisik
Pasien dengan batu empedu tanpa gejala tidak memiliki temuan abnormal
pada pemeriksaan fisik.5
Membedakan kolik empedu tanpa komplikasi dari kolesistitis akut atau
komplikasi lain adalah hal penting. Pada pemeriksaan keduanya sering hadir
dengan gejala yang sama, dan pemerikasaan fisik dapat membantu untuk
membedakan keduanya.
Koledokolitiasis dengan obstruksi dari saluran empedu menghasilkan ikterus kulit
dan scleral yang berkembang selama beberapa jam sampai hari sehingga bilirubin
terakumulasi.5
Batu Kandung Empedu.
Kalau ditemukan kelainan, biasanya berhungan dengan komplikasi seperti
kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrops kandung empedu,
epidema kandung empedu dan pankreatitis.2
Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum di
daerah letak anatomik kandung empedu. Tanda murphy positif, apabila nyeri tekan
bertambah sewaktu penderita menarik napas karena kantung empedu yang
meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik
napas.2-10
Pada kolesistitis akut radang kandung empedu dengan iritasi peritoneal yang
dihasilkan, menyebabkan rasa sakit dengan terlokalisasi (jelas) di kuadran kanan
atas, biasanya dengan berulang dan menetap. Takikardia dan diaforesis dapat hadir
3
sebagai konsekuensi dari rasa sakit. Ini harus diatasi dengan penanganan nyeri
yang tepat.2-10
Adanya demam, takikardi persisten, hipotensi, atau ikterus memerlukan pencarian
untuk komplikasi kolelitiasis, termasuk kolesistitis, kolangitis, pankreatitis, atau
penyebab sistemik lainnya.2-10
Dalam kasus yang parah, kolesistitis akut, kolangitis, atau pankreatitis akut,
suara usus sering mangkir atau hypoactive. Karena kandung empedu tidak
meradang dalam kolik empedu, rasa sakit hebat yang lokal dan viseral; pasien
mengalami pemeriksaan perut dasarnya biasa saja tanpa keluhan berulang atau
menetap. Demam tidak ada.2-10
Batu saluran empedu. Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala atau
tanda fase tenang. Kadang teraba hati agak membesar dan sklera ikterik. Patut
diketahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang 3 mg/dl gejala ikterik tidak jelas.
Apabila sumbatan empedu saluran empedu bertambah berat, baru akan timbul
ikterus klinik.2
Apabila timbul serangan kolingitis yang umumnya disertai dengan obstruksi,
akan ditemukan gejala kilnis yang sesuai dengan ringan beratnya kolangitis
tersebut. Kolangitis akut yang ringan sampai sedang, biasanya kolangitis bakterial
non piogenik yang ditandai dengan trias charchot yaitu demam dan menggigil,
nyeri di daerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa
kolangitis piogenik intrahepatik akan timbul gejala Pentade dan Reynold, berupa
gejala trias charchot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau penurunan
kesadaran sampai koma. Pada trias Charcot nyeri kuadran kanan atas dengan
penyakit kuning dan demam adalah karakteristik primer.2-10
Kalau ditemukan riwayat kolangitis yang hilang timbul, harus dicurigai
kemungkinan hepatolitiasis.2
Pankreatitis akut batu empedu sering ditandai dengan nyeri epigastrium.Pada
kasus yang parah, perdarahan retroperitoneal dapat menghasilkan ekimostasis dari
panggul dan ekimostasis periumbilical (Cullen tanda dan tanda Grey-Turner).5,9
3. Pemeriksaan penunjuang
4
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukan
kelainan laboratorik. Apabila terjadi peradangan akut dapat terjadi leukositosis.
Apabila ada sindroma Mirizzi akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum
akibat penekanan duktus koledokus oleh batu, dinding yang edema di daerah
kantong Hartmann dan penjalara radang ke dinding yang tertekan tersebut. Kadar
bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus
koledokus. Kadar fosfatase alkali serum dan juga kadar amilase serum biasanya
meningkat sedang setiap kali ada serangan akut. Amilase serum dapat meningkat
sedikit (kurang dari 3 kali normal) pada kolesistitis akut dan kolangitis.
Peningkatan amilase yang nyata lebih banyak mendukung pankreatitis akut. 2-5,8
Peningkatan “kimia hati”–AST (Aspartat transaminase) dan ALT (Alanin
transaminase), fosfatase alkali, GGT (Gama Glutamil Transferase), bilirubin total –
dapat meningkat pada penyakit saluran empedu. Walaupun tidak spesifik, hal ini
mengarahkan perhatian kita pada cabang biliar, terutama jika fosfatase alkali, 5
nukleotidase (5-NT) dan GGT meningkat sangat tinggi menandai obstruksi bilier.2-
5,10
Pada pasien dengan komplikasi batu empedu dicurigai, tes darah harus
menyertakan sebuah sel darah lengkap (CBC) menghitung dengan diferensial,
panel fungsi hati, dan amilase dan lipase.5,9
Kolesistitis akut berhubungan dengan leukositosis polymorphonuclear.
Namun, sepertiga dari pasien dengan kolesistitis leukositosis mungkin tidak
terwujud.2,3
Pada kasus yang parah, peningkatan ringan enzim hati dapat disebabkan oleh luka
peradangan hati yang berdekatan.1-11
Pasien dengan karakteristik primer dan pankreatitis memiliki nilai uji
laboratorium yang abnormal. Yang penting, nilai laboratorium abnormal tunggal
tidak mengkonfirmasi diagnosis koledokolitiasis, kolangitis, atau pankreatitis,
melainkan seperangkat penelitian laboratorium mengarah ke diagnosis yang benar.5
Koledokolitiasis dengan saluran empedu akut umum (CBD) obstruksi awalnya
menghasilkan peningkatan akut di tingkat transaminase hati (alanin dan aspartate
aminotransferases), diikuti dalam beberapa jam dengan kadar bilirubin
meningkat. Semakin tinggi tingkat bilirubin, semakin besar nilai prediktif untuk
obstruksi CBD. batu CBD hadir pada sekitar 60% dari pasien dengan tingkat
bilirubin serum lebih dari 3 mg / dL.2,3,5,9
5
Jika obstruksi berlanjut, penurunan progresif di tingkat transaminase dengan
meningkatnya alkali fosfatase dan kadar bilirubin dapat dicatat selama beberapa
hari. Prothrombin time mungkin meningkat pada pasien dengan obstruksi CBD
berkepanjangan. Akibat sekunder adalah deplesi vitamin K (penyerapan yang
bergantung pada empedu) karena obstruksi penuh. Pada duktus pankreas karena
batu di ampula Vateri bisa disertai dengan peningkatan dalam serum lipase dan
amilase tingkat.5
Pengujian berulang berguna dalam mengevaluasi pasien dengan komplikasi
batu empedu. Peningkatan tingkat bilirubin dan enzim hati mungkin menunjukkan
bagian spontan dari sebuah batu menghalangi. Sebaliknya, kenaikan tingkat
bilirubin dan transaminase dengan leukositosis dalam menghadapi terapi antibiotik
dapat menunjukkan peningkatan gejala dengan kebutuhan untuk intervensi
mendesak. hasil kultur darah positif.5
Radiografi
Sebelum dikembangkannya pencitraan mutakhir seperti ultrasound (US), sejumlah pasien dengan penyakit batu empedu sering salah didiagnosis sebagai gastritis atau hepatitis berulang seperti juga didapatkan sebanyak 60% pada penelitian di Jakarta yang mencakup 74 pasien dengan batu saluran empedu.1
Dewasa ini US merupakan pencitraan pilihan pertama untuk mendiagnosis batu kandung empedu dengan sensitivitas tinggi melebihi 95% sedangkan untuk deteksi batu saluran empedu sensitivitasnya relatif rendah berkisar antara 18-74%.1
Pada satu studi di Jakarta yang melibatkan 325 pasien dengan dugaan penyakit bilier, nilai diagnostik ultrasound dalam mendiagnosis batu saluran empedu telah dibandingkan dengan endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) sebagai acuan metode standar kolangiografi direk. Secara keseluruhan akurasi ultrasound untuk batu saluran empedu adalah sebesar 77%.1
ERCP sangat bermanfaat dalam mendeteksi batu saluran empedu dengan sensitivitas 90%, spesifisitas 98%, dan akurasi 96%, tetapi prosedur ini invasif dan dapat menimbulkan komplikasi pankreatitis dan kolangitis yang dapat berakibat fatal.1-5,9-11
Pigmen Hitam atau campuran batu empedu mungkin mengandung kalsium
yang cukup untuk tampil radiopak di film biasa. Temuan udara dalam saluran
empedu pada film-film polos mungkin menunjukkan perkembangan fistula
koledokoenterik atau gejala primer dengan organisme pembentuk gas. Pengapuran
6
di dinding kandung empedu (disebut kantong empedu porselen) menandakan
kolesistitis kronis parah.5
Peran utama film polos dalam mengevaluasi pasien dengan penyakit batu empedu
yang diduga adalah untuk menyingkirkan penyebab lain dari sakit perut akut.1-5
Ultrasonografi
Ultrasonografi adalah prosedur pilihan pada kantong empedu yang dicurigai
atau penyakit empedu, melainkan tes yang paling sensitif, spesifik, noninvasive,
dan murah untuk mendeteksi batu empedu. Selain itu, sederhana, cepat, dan aman
pada kehamilan, dan tidak mengekspos pasien terhadap radiasi yang berbahaya
atau kontras intravena. Keuntungan tambahan adalah bahwa hal itu dapat
dilakukan oleh praktisi terampil di samping tempat tidur. American College of
Radiology (ACR) dalam Surat nyeri kuadran kanan atas Kriteria Kelayakan, yang
diterbitkan pada tahun 2010, mendukung kesimpulan ini.2-5,10,11
Sensitivitas adalah variabel dan tergantung pada kemampuan operator, tetapi
pada umumnya, sangat sensitif dan spesifik untuk batu empedu lebih besar dari 2
mm. Hal ini kurang jadi untuk mikrolithiasis atau lumpur empedu.2,5
USG sangat berguna untuk mendiagnosis kolesistitis akut tanpa komplikasi.
Fitur sonografi dari kolesistitis akut termasuk penebalan dinding kandung empedu
(> 5 mm), cairan pericholecystic, distensi kandung empedu (> 5 cm), dan tanda
Murphy sonografi. Kehadiran beberapa kriteria diagnostik yang meningkatkan
akurasi. Batu empedu muncul sebagai fokus echogenic dalam kantong empedu.
Mereka bergerak bebas dengan perubahan posisi dan melemparkan sebuah
bayangan akustik. (Lihat gambar di bawah). 2-5,10,11
Gambar 1 Kolesistitis dengan batu kecil di leher kandung empedu pada USG.5
Ultrasonografi juga sangat membantu dalam kasus-kasus yang dicurigai
kolesistitis akut untuk mengeluarkan abses hati dan proses parenkim hati lainnya.
Ketika kantong empedu benar-benar penuh dengan batu empedu, batu mungkin
tidak terlihat pada USG. Namun, jarak dekat garis Echogenic ganda (salah satu
7
dari dinding kandung empedu dan satu dari batu) dengan bayangan akustik
mungkin jelas. 2-5,10,11
Duktus biliarliaris komunis (CBD). Batu yang tidak terlihat sering pada
ultrasonografi transabdominal (sensitivitas, 15-40%). Deteksi batu CBD ini
terhambat oleh adanya gas dalam refleksi, duodenum mungkin dan bias berkas
suara dengan lengkungan saluran, dan lokasi saluran luar titik fokus optimal
transduser. 2-5,10,11
Di sisi lain, dilatasi dari CBD pada gambar ultrasonografi merupakan
indikator tidak langsung dari obstruksi CBD. CBD dilatasi diidentifikasi secara
akurat, dengan akurasi hingga 90%. Namun, temuan ini mungkin tidak ada jika
halangan adalah onset baru-baru ini. Kegunaan temuan ultrasonografi sebagai
prediktor batu CBD adalah di terbaik 15-20%.2-5,10,11
USG Endoskopi
USG Endoskopi (EUS) juga merupakan teknik yang akurat dan relatif
noninvasif untuk mengidentifikasi batu di saluran empedu distal umum.Sensitivitas
dan spesifisitas deteksi batu CBD dilaporkan dalam kisaran 85-100%.2-5,10,11
Laparoskopi USG
Laparoskopi USG telah menunjukkan beberapa janji sebagai metode utama
untuk pencitraan saluran empedu selama kolesistektomi laparoskopi. Yao dkk
mampu mengevaluasi saluran empedu dengan USG laparoskopi selama
kolesistektomi laparoskopi di 112 dari 115 pasien (97,4%) dengan
kolelitiasis.2,5,10,11
Pada pasien yang sebelum operasi dikategorikan sebagai memiliki probabilitas
rendah batu saluran empedu, angka kejadian batu ditemukan menjadi 7%, dalam
orang-orang yang sebelum operasi dinilai memiliki probabilitas menengah dari
batu tersebut, angka kejadian adalah 36,4%; dan pada mereka yang dinilai dengan
probabilitas tertinggi batu saluran empedu, angka kejadian adalah 78,9%.2-5,10,11
Para peneliti menyarankan bahwa meningkatkan pengalaman dengan USG
laparoskopi, metode ini bisa menjadi rutin untuk mengevaluasi saluran empedu
selama kolesistektomi laparoskopi. Selain itu, Yao dkk disarankan evaluasi pra
operasi agresif wajib saluran empedu umum pada mereka yang diduga memiliki
resiko tinggi atau menengah koledokolitiasis memiliki. 2-5,10,11
Computed Tomography
8
Computed tomography (CT) scanning lebih mahal dan kurang sensitif
dibandingkan ultrasonografi untuk mendeteksi batu kandung empedu. CT scan
sering digunakan dalam hasil pemeriksaan nyeri perut, karena menyediakan
gambar yang sangat baik dari semua jeroan perut. CT scan lebih unggul daripada
ultrasonografi untuk demonstrasi batu empedu pada saluran empedu distal umum.
Batu empedu sering ditemukan secara kebetulan pada CT. Temuan pada CT untuk
kolesistitis akut mirip dengan yang ditemukan di sonogram. Meskipun tidak studi
awal pilihan dalam kolik empedu, CT dapat digunakan dalam tantangan diagnostik
atau untuk lebih ciri komplikasi penyakit kandung empedu. CT sangat berguna
untuk mendeteksi batu intrahepatik atau primary piogenik berulang. 2-5,10,11
Magnetic Resonance Imaging
Magnetic Resonance Imaging (MRI) dengan Kolangiopankreatografi
resonansi magnetik (MRCP) telah muncul sebagai studi imaging yang sangat baik
untuk identifikasi noninvasif batu empedu di mana saja di saluran empedu,
termasuk saluran empedu (lihat gambar di bawah). Karena biaya dan kebutuhan
peralatan canggih dan perangkat lunak, biasanya dicadangkan untuk kasus-kasus di
mana koledokolitiasis dicurigai. The 2010 ACR pedoman merekomendasikan MRI
sebagai studi pencitraan sekunder jika gambar USG tidak mengakibatkan diagnosis
jelas kolesistitis akut atau batu empedu. 1-5,10,11
Gambar 2 Gambaran MRI, sludge di kantong empedu.5
Skintigrafi
Technetium-99m asam hepatoiminodiacetic (HIDA) skintigrafi kadang-
kadang berguna dalam diagnosis diferensial nyeri perut akut. Skintigrafi
memberikan sedikit informasi tentang non-obstructing kolelitiasis dan tidak dapat
mendeteksi patologis lain, tetapi sangat akurat untuk diagnosis penyumbatan
saluran kistik. 2-5,10,11
HIDA biasanya diambil oleh hati dan dikeluarkan ke empedu, di mana ia
mengisi kantong empedu dan dapat dideteksi dengan kamera gamma.Kegagalan
9
HIDA untuk mengisi kantong empedu, sementara mengalir bebas ke dalam
duodenum, merupakan indikasi penyumbatan saluran kistik atau duktus sistikus.
Sebuah kantong empedu nonvisualizing pada HIDA scan pada pasien dengan nyeri
perut mendukung diagnosis kolesistitis akut. Hasil positif palsu didapatkan pada
pasien tanpa pausa atau puasa berkepanjangan dan kolesistitis kronik. 2-5,10,11
Endoskopi Kolangiopankreatografi
Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografy (ERCP) merupakan
pencitraan radiografi dari saluran-saluran empedu. Dalam prosedur ini, endoskop
dilewatkan ke dalam duodenum dan papilla Vateri melalui kanulasi. Radiopak cair
kontras disuntikkan ke dalam saluran empedu, memberikan kontras yang sangat
baik pada gambar radiografi. Batu di empedu muncul mengisi cacat pada saluran
yang buram. Saat ini, ERCP biasanya dilakukan bersamaan dengan sfingterotomi
retrograde endoskopi dan ekstraksi batu empedu. Indikasi utama dari ERCP adalah
pada ikterus obstruktif misalnya karena batu empedu.1-5,10,11
Percutaneous Transhepatic kolangiografi (PTC)
Kolangiografi transhepatic perkutan (PTC) mungkin merupakan modalitas
pilihan pada pasien yang ERCP sulit (misalnya, mereka dengan operasi lambung
sebelumnya atau distal menghalangi batu CBD), dalam tidak adanya endoscopist
berpengalaman, dan pada pasien dengan penyakit batu luas intrahepatik dan
cholangiohepatitis. Sebuah jarum panjang dimasukan percutaneously dan
transhepatic mencapai saluran intrahepatik, dan kolangiografi dilakukan. Sebuah
kateter dapat ditempatkan di saluran empedu atas dengan sebuah kawat pemandu.
Koagulopati belum dikoreksi merupakan kontraindikasi untuk PTC, dan ukuran
normal dari saluran intrahepatik membuat prosedur yang sulit. Antibiotik
profilaksis dianjurkan untuk mengurangi risiko efek samping terinfeksi.2-5,10,11
Endoscopic Ultrasonography (EUS)
EUS adalah suatu metode pemeriksaan dengan memakai instrumen gastroskop
dengan echoprobe di ujung skop yang dapat terus berputar. Dibandingkan dengan
ultrasound transabdominal, EUS akan memberikan gambaran pencitraan yang jauh
lebih jelas sebab echoprobe-nya ditaruh di dekat organ yang diperiksa. 1-5,10,11
Peran EUS untuk mendiagnosis batu saluran empedu pertama kali dilaporkan
tahun 1992. Hasil penelitian ini dan studi berikutnya memperlihatkan bahwa EUS
10
mempunyai akurasi yang sama dibandingkan ERCP dalam mendiagnosis dan
menyingkirkan koledokolitiasis.1
Pada satu studi, sensitivitas EUS dalam mendeteksi batu saluran empedu
adalah sebesar 97% dibandingkan dengan ultrsound yang hanya sebesar 25%, dan
CT 75%. Selanjutnya EUS mempunyai nilai prediktif negatif sebesar 97%
dibandingkan dengan sebesar 56% untuk US dan sebesar 75% untuk CT. Dalam
studi ini EUS juga lebih sensitif dibandingkan dengan US dan CT dalam
mendiagnosis batu saluran empedu bila saluran tidak melebar. Selanjutnya EUS
lebih sensitif dibandingkan US transabdominal atau CT untuk batu dengan
diameter kurang dari 1 cm. Beberapa studi memperlihatkan EUS dan ERCP tidak
menunjukan perbedaan dalam hal nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai prediktif
negatif maupun positif. Secara keseluruhan, akurasi EUS dan ERCP untuk batu
saluran empedu juga tidak memperlihatkan perbedaan bermakna.1
Walaupun demikian, angka kejadian komplikasi ERCP lebih tinggi bermakna
dibandingkan dengan EUS. Kesulitan pemeriksaan EUS dapat terjadi bila ada
striktur pada saluran cerna bagian atas atau pasca reseksi gaster. Sayangnya teknik
pencitraan ini belum banyak diikuti oleh praktisi kedokteran di Indonesia sebab hal
ini berhubungan dengan masalah latihan, pengalaman, dan tersedia instrumen
EUS.1
B. Diagnosis
1. Working diagnosis
Berdasarkan manifestasi klinik dimana nyeri pada kuadran kanan atas yang
bertambah parah saat dipicu dengan makan makanan berlemak. Dengan nyeri yang
dialami kurang dari 12 jam, dapat berlangsung berminggu-minggu dengan hilang
timbul dapat diabaikan woking diagnosis yang diambil adalah kolilitiasis.1-11
2. Differantial diagnosis
- Kolisistitis akut. Merupakan suatu komplikasi dari kolilitiasis dimana batu
empedu pada kandung empedu menyebabkan peradangan. Gejala klinik antara
keduanya mirip dan nyaris sama karena keadaan kolisistitis akut adalah
komplikasi dari kolilitiasis. Perbedaannya adalah biasanya pada peradangan
timbul demam dan nyeri pada kolisistitis umunya sangat berkesimambungan
dan nyeri berat lebih dari 12 jam. Sehingga berbeda dengan kolisistitia yang
11
umunya nyerinya dapat diabaikan, dapat menghilang sendiri dan tidak
berlangsung selama > 12 jam.2-10
- Kolangitis. Salah satu komplikasi dan dapat menjadi gejala klinis juga pada
kolilitiasis. Kolangitis dapat terjadi bila batu empedu pada saluran empadu
menyebabkan peradangan dan dapat menimbulkan juga nyeri kolik. Karena
adanya peradangan maka biasanya gejala yang umum muncul adalah adanya
demam yang tidak muncul pada kolilitiasis, selain itu terdapat pula ikterus
obstruktif, menggigil dan nyeri perut pada tempat yang sama dengan
kolilitiasis.2-10
- Pankreatitis akut. Salah satu dari komplikasi kolilitiasis dan juga dapat
menjadi manifestasi klinis dari kolilitiasis. Gambaran klinis keduanya hampir
sama yaitu nyeri pada abdomen bagian atas yang menjalar ke punggung,
pireksia dan takikardia. Tempat nyeri yang hampir sama. Selain itu adanya
keluhan yan setelah makan pun hampir sama, selain karena letak kedua organ
yang berdekatan. Dapat dibedakan dengan menetapnya demam dan peningkatan
nyata dari amilase dan lipase serum ada atau urin pada pasien dengan
pankreatitis akut. 2-10
- Ulkus peptikum dan gastritis. Ulkus peptikum dan gastritis dapat
menstimulasi kolik, tetapi sering menghilang dengan makan atau antasida.
Persamaan antara kolelitiasis dan ulkus peptikum dan gastritis adalah nyeri
kolik yang memiliki predileksi yang hampir sama pada kuadran kanan atas
sehingga sering dikeliru mendiagnosis. Terutama pada batu empedu tanpa gejala
lain selain nyeri dan keluhan yang sama timbul setelah makan. 2-10
C. Epidemiologi dan faktor resiko
Prevalensi kolelitiasis dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk etnis, jenis
kelamin, komorbiditas, dan genetika.5
Prevalensi batu empedu lebih rendah dari kejadian sebenarnya , karena sekitar 90%
tetap asimtomatik. Batu terjadi pada 7% pria dan 15% wanita berusia 18-65 tahun.
Penderita wanita lebih banyak dengan perbandingan 3 : 1 pada usia < 40 tahun, yang
menjadi seimbang pada manula.8
Amerika Serikat statistik
12
Di Amerika Serikat, sekitar 20 juta orang (10-20% dari orang dewasa) memiliki
batu empedu. Setiap tahun 1-3% dari orang mengembangkan batu empedu dan sekitar
1-3% orang menjadi gejala. Setiap tahun, di Amerika Serikat, sekitar 500.000 orang
mengalami gejala atau komplikasi dari batu empedu yang membutuhkan
kolesistektomi.5
Penyakit batu empedu bertanggung jawab untuk sekitar 10.000 kematian per tahun
di Amerika Serikat. Sekitar 7000 kematian disebabkan komplikasi batu empedu akut,
seperti pankreatitis akut. Tentang 2000-3000 kematian disebabkan oleh kanker
kantong empedu (80% dari yang terjadi dalam pengaturan penyakit batu empedu
dengan kolesistitis kronis). Meskipun operasi batu empedu relatif aman, kolesistektomi
merupakan prosedur yang sangat umum, dan hasilnya jarang yang komplikasi dalam
beberapa ratus kematian setiap tahun. Koledokolitiasis mempersulit 10-15% dari kasus
kolelitiasis.5
Internasional statistik
Prevalensi kolelitiasis kolesterol dalam budaya Barat lain adalah mirip dengan
yang di Amerika Serikat, tetapi tampaknya menjadi sedikit lebih rendah di Asia dan
Afrika. Sebuah studi epidemiologi Swedia menemukan bahwa kejadian batu empedu
adalah 1,39 per 100 orang tahun. Dalam sebuah studi yang dipilih secara acak orang
berusia 35-85 tahun di populasi umum yang telah disaring sebelumnya dengan
ultrasonografi dan menemukan tidak memiliki kandung empedu batu, Halldestam et al
ulang 503 subyek penelitian setelah interval minimal 5 tahun. Pada pemeriksaan
ulang, 8,3% (42/503) telah batu empedu dikembangkan. Batu empedu pembangunan
terkait dengan panjang tindak lanjut dan-density lipoprotein rendah (LDL) tingkat
kolesterol, dan berbanding terbalik dengan konsumsi alkohol.5
Dalam sebuah penelitian Italia, 20% wanita memiliki batu, dan 14% laki-laki
batu. Dalam studi Denmark, batu empedu prevalensi pada orang berusia 30 tahun
adalah 1,8% untuk pria dan 4,8% untuk perempuan; batu empedu prevalensi pada
orang usia 60 tahun adalah 12,9% untuk pria dan 22,4% untuk perempuan. Tingkat
kejadian koledokolitiasis lebih tinggi internasional daripada di Amerika Serikat,
terutama karena masalah tambahan saluran primer batu empedu umum disebabkan
oleh infestasi parasit dengan lumbricoides Ascaris dan sinensis Clonorchis.5
Ras, seks, dan demografi yang berkaitan dengan usia
13
Prevalensi batu empedu tertinggi dalam berkulit wajar orang keturunan Eropa utara
dan di populasi Hispanik dan populasi penduduk asli Amerika.5,10
Prevalensi batu empedu rendah di Asia dan Afrika Amerika, namun Amerika
Afrika dengan penyakit sel sabit memiliki batu empedu awal dalam hidup sekunder
untuk hemolisis terkait. Resiko seumur hidup berkembangnya batu empedu pada putih
adalah 50% untuk wanita dan 30% untuk laki-laki.5
Wanita lebih mungkin mengembangkan batu empedu kolesterol daripada pria,
terutama selama tahun-tahun reproduksi mereka, ketika kejadian batu empedu pada
wanita adalah 2 sampai 3 kali yang pada pria. Perbedaannya tampaknya disebabkan
terutama estrogen, yang meningkatkan sekresi kolesterol empedu. Pigment batu
empedu mempengaruhi laki-laki dan perempuan sama-sama.1-5,10
Risiko mengembangkan batu empedu meningkat dengan usia. Batu empedu jarang
terjadi pada anak-anak. Anak-anak dengan batu empedu lebih cenderung memiliki
kelainan bawaan, kelainan empedu dan penyakit, atau batu pigmen hemolitik.5
Mulai saat pubertas, konsentrasi kolesterol dalam empedu meningkat. Setelah usia
15 tahun, prevalensi batu empedu di AS meningkat perempuan sekitar 1% per tahun,
pada laki-laki, tingkat kurang, sekitar 0,5% per tahun. Batu empedu terus terbentuk
sepanjang hidup orang dewasa, dan prevalensi paling besar pada usia lanjut. Kejadian
pada wanita jatuh dengan menopause, tetapi batu formasi baru pada pria dan wanita
terus dengan laju sekitar 0,4% per tahun sampai akhir hidup. Antara individu-individu
menjalani kolesistektomi untuk kolelitiasis bergejala, 8-15% dari pasien yang lebih
muda dari 60 tahun memiliki batu saluran empedu umum, dibandingkan dengan 15-
60% dari pasien yang lebih tua dari 60 tahun.5
Sedikit bukti menunjukkan bahwa komposisi diet mempengaruhi riwayat alami
penyakit batu empedu pada manusia. Pasien obesitas yang melakukan program agresif
penurunan berat badan atau menjalani operasi bariatrik beresiko untuk
mengembangkan batu empedu, profilaksis jangka pendek dengan asam
ursodeoxycholic harus dipertimbangkan. Olahraga teratur dapat mengurangi frekuensi
kolesistektomi.5
D. Etiologi
Kolesterol batu empedu, batu empedu pigmen hitam, dan batu empedu pigmen coklat
memiliki patogenesis yang berbeda dan faktor risiko yang berbeda.5
14
Kolesterol batu empeduKolesterol batu empedu berhubungan dengan jenis kelamin perempuan, Eropa atau
keturunan asli Amerika, dan bertambahnya usia. Faktor risiko lain termasuk:1-11
Kegemukan
Kehamilan
Kandung empedu stasis
Obat
Keturunan
Sindrom metabolik obesitas truncal, resistensi insulin, diabetes mellitus tipe II,
hipertensi, dan hiperlipidemia berhubungan dengan peningkatan sekresi kolesterol hati
dan merupakan faktor risiko utama untuk pengembangan batu empedu kolesterol.1-11
Kolesterol batu empedu lebih sering terjadi pada wanita yang mengalami
kehamilan multipel. Sebuah faktor utama adalah dianggap tingkat progesteron tinggi
kehamilan. Progesteron mengurangi kontraktilitas kandung empedu, menyebabkan
retensi yang berkepanjangan dan konsentrasi yang lebih besar dari empedu di kandung
empedu.5,10
Penyebab lain stasis empedu berhubungan dengan meningkatnya risiko batu
empedu termasuk cedera tulang tinggi tulang belakang, puasa berkepanjangan dengan
nutrisi parenteral total, dan penurunan berat badan yang cepat terkait dengan kalori
parah dan pembatasan lemak (misalnya, diet, operasi by pass lambung). Lebih dari
sepertiga pasien mengembangkan batu empedu setelah operasi bariatrik. Berat badan
lebih besar dari 25% merupakan prediktor terbaik untuk pembentukan batu
empedu. berat badan yang cepat memobilisasi toko kolesterol jaringan dan
meningkatkan saturasi empedu.2-5,10
Obesitas, diet tinggi lemak, dan hipertrigliseridemia yang berkaitan erat dengan
pembentukan batu empedu. kacang Diosgenin kaya, khususnya yang berkaitan dengan
diet Amerika Selatan, meningkatkan kolesterol sekresi dan pembentukan batu
empedu.5
Estrogen diberikan untuk kontrasepsi atau untuk pengobatan kanker prostat
meningkatkan risiko batu empedu kolesterol. Clofibrate dan obat hipolipidemik fibrate
meningkatkan eliminasi hati kolesterol melalui sekresi empedu dan tampaknya
meningkatkan risiko batu empedu kolesterol. analog Somatostatin tampaknya
predisposisi batu empedu oleh penurunan mengosongkan kandung empedu.5,9
15
Sekitar 25% dari kecenderungan untuk batu empedu kolesterol tampaknya turun-
temurun, sebagaimana dinilai dari penelitian terhadap kembar identik dan
fraternal. Setidaknya selusin gen dapat menyebabkan risiko. Sebuah sindrom langka
kolelitiasis terkait fosfolipid rendah terjadi pada individu dengan defisiensi turun-
temurun dari protein transportasi empedu yang diperlukan untuk sekresi lesitin.1-11
Pigmen hitam batu empedu
Batu empedu pigmen hitam terjadi tidak proporsional pada individu dengan omset
heme tinggi. Dalam kebanyakan kasus, bagaimanapun, tidak ada faktor risiko yang
dapat diidentifikasi.1-11
Gangguan hemolisis berhubungan dengan batu empedu pigmen termasuk anemia
sel sabit , spherocytosis turun temurun , dan beta-thalassemia . Pada sirosis , hipertensi
portal menyebabkan splenomegali. Ini pada gilirannya, menyebabkan penyerapan sel
darah merah, mengarah ke peningkatan sederhana di omset hemoglobin. Sekitar
setengah dari semua pasien sirosis memiliki batu empedu pigmen.2-5,10
Prasyarat untuk pembentukan batu empedu pigmen coklat termasuk kolonisasi
empedu dengan bakteri dan stasis intraductal. Di Amerika Serikat, kombinasi ini
paling sering ditemui pada pasien dengan penyempitan empedu pascaoperasi atau kista
choledochal .5
Dalam hepatolithiasis, kondisi yang dihadapi terutama di sawah wilayah Asia
Timur, pembentukan intraductal batu pigmen coklat menyertai beberapa penyempitan
seluruh saluran empedu intrahepatic dan extrahepatic. Kondisi ini menyebabkan
kolelitiasis primer berulang dan predisposes untuk sirosis bilier dan
cholangiocarcinoma. 2-5,10
Hal lain yang berpengaruh
Diabetes mellitus berhubungan dengan peningkatan risiko batu empedu, meskipun
mekanismenya tidak jelas, satu kali gejala, pasien dengan diabetes rawan komplikasi
lebih parah.1-11
Penyakit Crohn , reseksi ileum, atau penyakit lain dari penurunan reabsorpsi garam
empedu ileum dan meningkatkan risiko pembentukan batu empedu.5,9
Bakteri atau infeksi parasit dari organisme yang mengandung B-
glucuronidase, enzim yang deconjugates glukuronat bilirubin, meningkatkan risiko
16
untuk batu pigmen.1-11
Sirosis membawa risiko multifaktorial utama untuk pembentukan batu empedu dan
penyakit kandung empedu. Mengurangi sintesis hati dan transportasi garam empedu,
hyperestrogenemia, gangguan kontraksi kandung empedu, dan meningkatkan stasis
bilier, antara faktor-faktor lain, berkontribusi terhadap pembentukan batu empedu
(biasanya batu pigmen) pada sirosis.5
Penyakit lain atau menyatakan bahwa predisposisi pembentukan batu empedu
termasuk luka bakar, penggunaan nutrisi parenteral total, kelumpuhan, perawatan ICU,
dan trauma besar. Hal ini disebabkan, pada umumnya, untuk stimulasi enteral
penurunan kantong empedu dengan stasis empedu resultan dan pembentukan batu.2-5,10
Batu saluran empedu
Batu saluran empedu promer disebabkan oleh kondisi yang menyebabkan stasis
empedu dan bactibilia kronis. Sampai dengan 90% dari pasien dengan pigmen coklat
CBD batu memiliki hasil kultur empedu positif untuk bakteri. 2-5,10
Dalam populasi Barat, stasis bilier adalah sekunder untuk faktor-faktor seperti
disfungsi sfingter Oddi, striktur bilier jinak, primary sclerosing, dan dilatasi kistik dari
saluran-saluran empedu. stasis empedu mendorong pertumbuhan bakteri, yang
menghasilkan fosfolipase, sehingga melepaskan asam lemak dari fosfolipid empedu.5
Epitel saluran dan / atau bakteri (misalnya Escherichia coli) menghasilkan beta-
glucuronidase dalam jumlah yang cukup untuk deconjugate diglucuronide
bilirubin. Kehadiran asam lemak bebas, deconjugated bilirubin, dan asam empedu
mengarah pada pembentukan partikel bilirubinate kalsium larut. Dengan hilangnya
asam empedu, kolesterol menjadi tidak larut, sehingga dalam pembentukan lumpur
empedu. Lumpur ini juga mengandung musin dan bakteri, yang membantu lebih lanjut
dalam pembentukan batu.5
Dalam populasi Asia, infestasi dengan lumbricoides Ascaris dan sinensis
Clonorchis dapat mempromosikan stasis oleh salah menghalangi saluran empedu atau
dengan merusak dinding saluran, sehingga dalam pembentukan striktur. Bactibilia juga
umum dalam hal ini, mungkin sekunder untuk bakteriemia portal episodik. Beberapa
penulis telah menyarankan bahwa batu terbentuk karena bactibilia sendirian dan
bahwa kehadiran parasit 'hanya kebetulan.5
17
E. Patogenesis
Banyak faktor yang berperan pada patogenesis batu empedu dan terdapat
perbedaan antara patogenesis batu kolesterol dan batu pigmen. Perlu dipahami
fisiologi produksi dan aliran empedu terlebih dahulu sebelum membahas patogenesis
batu empedu reseptor.1-11
Fisiologi produksi dan aliran empedu
Cairan empedu diproduksi oleh hepar sebanyak 500-600 mL setiap hari yang
kemudian dialirkan ke dalam kandung empedu dan disimpan di sana. Cairan empedu
hepar bersifat isotonik dan mengandung elektrolit yang memiliki komposisi serupa
dengan komposisi elektrolit plasma. Namun komposisi elektrolit cairan empedu yang
berada di dalam kandung empedu berbeda dengan empedu hepar karena banyak anion
inorganik (klorida dan bikarbonat) dan air di reabsorbsi melalui epitel kandung
empedu, sehingga konsentrasi cairan empedu meningkat dari 3-4 g/dL menjadi 10-15
g/dL di kandung empedu.10
Bahan utama yang terkandung dalam cairan empedu adalah asam empedu (80%),
fosfolipid dan kolesterol yang tidak teridentifikasi (4%). Lesitin adalah fosfolipid
utama yang terdapat dalam cairan empedu, meskipun ditemukan pula lisolesitn dan
fosfatidil etanolamin di usus dan tidak ikut serta dalam siklus enterohepatik.10
Sebaliknya asam empedu masuk ke dalam siklus entero hepatik kecuali asam
litokolat. Beberapa asam empedu yang utama adalah asam kolat (cholat acid) dan
(chenodeoxycholic acid).10
Asam ini terkonjungasi dengan glisin dan taurin, dan di lumen kolon diubah oleh
bakteri menjadi asam empedu sekunder ( asam deoksilat dan asam litokolat). Asam
litokolat hampir tidak ditemukan dalam cairan empedu, karena asam ini tidak masuk
dalam siklus entero-hepatik. Asam empedu adalah molekul menyerupai deterjen, dapat
melarutkan subtansi-substansi yang pada dasarnya tidak dapat larut dalam air seperti
kolesterol. Pada konsentrasi dua milimolar molekul empedu akan beragregasi
membentuk agregat yang disebut misel (micelle). Kelarutan kolesterol dalam cairan
empedu tergantung pada konsentrasi kolesterol itu sendiri dan perbandingan antara
asam empedu dan lesitin. Perbandingan yang normal akan melarutkan kolesterol,
sedangkan perbandingan yang tidak normal menyebabkan presipitasi kristal-kristal
kolesterol dalam cairan empedu. Hal ini salah satu faktor awalnya terbentuk batu
kolesterol. Tubuh manusia menghemat asam empedu dengan efisien melalui siklus
enterohepatik.10
18
Asam empedu, baik yang tidak terkonjungasi maupun yang terkonjungasi,
diabsorpsi secara pasif di sepanjang lumen usus, namun transpor aktif memegang
peranan lebih penting pada konservasi asam empedu. Transpor akif ini terutama
terjadi di ileum distal. Asam empedu yang terabsopsi memasuki aliran portal dan
diambil kembali oleh hepatosit, kemudian di rekonjungasi dan direskresi. Dalam
keadaan normal, asam empedu mengalami siklus enterohepatik sebanyak lima sampai
sepuluh kali dalam sehari. Absorpsi asam empedu melalui lumen usus sangat efisien,
sehingga asam empedu yang terbuang dalam feses hanya sekitar 0,3-0,6 gram tiap
harinya, dan jumlah tersebut akan diganti oleh sintesis de novo asam empedu di
hepar. Asam empedu kembali ke hati melalui siklus enterohepatik akan menghambat
sintesis de novo tersebut, dan interupsi sirkulasi enterohepatik sebaliknya akan
meningkatkan sintesis asam empedu.10
Dalam keadaan berpuasa, tekanan sfingter oddi meningkat sehingga menghambat
aliran empedu dari duktus koledokus ke duodenum. Hal ini mencegah refluks isi
duodenum ke duktus koledokus dan juga menfasilitasi pengisian kandung empedu.
Kolesistokinin yang dilepaskan oleh mukosa duodenum sebagai respon terhadap
asupan lemak dan asam amino sebaliknya menfasilitasi pengosongan kandung
empedu.10
Kolesistokinin menyebabkan kontraksi kandung empedu dan relaksasi sfingter
oddi, sehingga cairan empedu dapat mengalir ke duodenum.10
Batu kolesterol
Tiga faktor utama menentukan terbentuknya batu kolesterol : supersaturasi
kolesterol, nukleasi kristal kolesterol monohidrat, dan disfungsi kandung empedu. 1-11
Supersaturasi kolesterol
Kolesterol disekresi dalam bentuk unilamellar phospholipid vesicels. Pada cairan
empedu normal, vesikel ini larut dalam misel yang permukaan luarnya bersifat
hidrofilik. Bagian dalam misel bersifat hidrofobik, dan kolesterol di inkorporasikan
pada interior misel tersebut. Bila cairan empedu jenuh dengan kolesterol atau bila
konsentrasi asam empedu rendah, kelebihan kolesterol tidak dapat ditranpor oleh
misel, sehingga vesikel-vesikle kolesterol tertinggal dan cenderung beragregasi
membentuk kristal.10
19
Supersaturasi kolesterol dapat terjadi karena sekresi kolesterol bilier yang
berlebihan, dan atau karena hiposekresi asam empedu. Faktor sekresi hipersekresi
kolesterol biliar adalah obesitas (umumnya berhubungan dengan hiperlipoproteinemia
yang meningkatkan sintesis kolesterol), kadar estrogen (meningkatkan reseptor
lipoprotein B dan E sehingga uptake kolesterol oleh hepar juga meningkat) dan
progesteron (menghambat konversi kolesterol menjadi kolestrol ester) yang tinggi,
kehilangan berat badan dalam waktu cepat (mobilisasi kolesterol jaringan) dan defek
genetik. 10
Dikatakan bahwa konsentrasi kolesterol empedu tidak berkorelasi dengan
konsentrasi kolesterol plasma. Namun banyak penelitian yang mengimplikasikan
adanya hubungan antara kadar kolesterol plasma dengan kolesterol empedu. Salah satu
penelitian tersebut menyatakan adanya hubungan bermakna antara sindrom metabolik
(peningkatan kadar kolesterol darah adalah komponennya) dan terbentuknya batu
empedu. Mahshab klasik menyatakan bahwa batu koleterol umumnya terdapat pada
perempuan (female), gemuk (fatty) yang dalam masa subur (fertile) yang berusia di
atas 40 tahun (forty). 1-11
Tampaknya faktor fatty dari konsep ini relevan sampai saat ini sehubungan dengan
meningkatnya prevalensi obesitas dan sindrom metabolik dengan resiko terbentuknya
batu kolesterol. Dalam sbuah penelitian di Spanyol, dinyatakan bahwa resistensi
insulin meningkatkan resiko terbentuknya batu empedu. Hal ini karena kondisi
tersebut membantu terbentuknya cairan empedu yang jenuh akan kolesterol.5,10
Sebuah studi prospektif mengatakan bahwa obesitas abdiminal, lingkar pinggang
dan resio antara lingkar pinggang dan panggul memprediksi resiko timbulnya batu
empedu terlepas dari indeks masa. Masih berhubungan dengan obesitas,
hiperleptimenimia dan hipoadiponektinemia tampaknya terlibat dalam patogenesis
batu kolesterol, namun hubungan kausalnya masih perlu diselidiki. Supersaturasi
kolesterol bukan satu-satunya faktor yang berperan dalam patogenesis batu kolesterol,
karena supersaturasi kolesterol sering sekali ditemukan daam kandung-kandung
empedu tanpa batu kolesterol.10
Nukleasi kolesterol
20
Terbentuknya inti kristal kolesterol monohidrat penting dalam terbentuknya batu
kolesterol. Dikatakan bahwa nukleasi kristal kolesterol lebih berperan daripada
supersaturasi kolesterol dalam pembentukan batu kolesterol. Vesikel kolesterol yang
mempunyai rasio kolesterolfosfolipid yang tinggi beragreasi dan membentuk kristal
dengan cepat. Vesikel ini terdapat dalam kandung empedu. Vesikel kolesterol dalam
cairan empedu hepar lebih stabil dan tahan terhadap nukleasi karena perbandingan
kolesterol dan fosfolipid yang rendah.1-11
Berbagai penelitian dalam dekade terakhir berhasil mengidentifikasi protein yang
berperan dalam nukleasi kolesterol, antara lain musin, α 1-acid glycoprotein,α 1-
antichymotrypsin, dan fosfolipase C. Protein tersebut kadarnya meninggi secara
signifikan pada kandung empedu dengan batu dibandingkan kandung empedu dengan
supersaturasi kolesterol tanpa batu empedu. Musin adalah protein pronukleasi yang
sejauh ini paling banyak diteliti. Protein ini mempercepat kristalisasi kolesterol dengan
membentuk vesikel kolesterol multiamelar yang mempunyai kecenderungan lebih
besar untuk mengkristal.10
Disfungsi kandung empedu
Disfungsi mencakup perubahan pada epitel mukosa kandung empedu dan
dismotilitas kandung empedu. Kedua hal ini tampaknya saling berhubungan. Kontraksi
kandung empedu yang tidak baik menyebabkan stasis empedu. Statis empedu ini
adalah faktor resiko terbentuknya batu empedu karena musin akan terakumulasi
seiring dengan lamanya cairan empedu tertampung dalam kandung empedu. Musin
tersebut akan semakin kental dan viskositas yang tinggi akan mengganggu
pengosongan kandung empedu.1-11
Probabilitas terbentuknya kristal akan meningkat dengan adanya stasis empedu,
hidrolisis bilirubin terkonjungasi dalam kandung empedu akan menghasilkan bilirubin
tak terkonjungasi yang dapat mengendapkan kalsium. Perubahan pada mukosa
kandung empedu diketahui mempengaruhi fungsi kandung empedu. Kandung empedu
dengan batu kolesterol memiliki kontraktilitas yang terganggu, kandungan kolesterol
membran yang meningkat dan rasio koleterol-fosfolipid yang tinggi bila dibandingkan
dengan kandung empedu dengan batu pigmen. Sebuah studi memgatakan bahwa ada
disfungsi reseptor kolesistokinin pada membran sel mukosa kandung empedu dengan
batu kolesterol. Ikatan hormon tersebut pada reseptonya hanya sekitar 60%, sedangkan
21
kandung empedu dengan batu pigmen, ikatan tersebut mencapai 100%. Hal tersebut
tampaknya disebabkan difusi dan inkorporasi kolesterol dari cairan empedu yang
jenuh kolesterol ke membran sel sehingga kandungan kolesterol sel mukosa kandung
empedu meningkat dan mengacaukan fungsinya secara keseluruhan.1-11
Beberapa keadaan yang berhubungan dengan hipomitilitas kandung empedu antara
lain nutrisi parenteral total yang berkepanjangan, cedera medula spinalis, kehamilan,
penggunakan kontrasepsi oral, diabetes melitus. Dan pengobatan dengan oktreotid.10
Lumpur bilier (biliary sludge)
Lumpur bilier adalah suatu suspensi yang terbentuk dari presipitat kalsium
bilirubinat, kristal-kristal kolesterol dan mukus. Adanya lumpur bilier menandakan dua
abnormalitas yakni keseimbangan sekresi dan eliminasi musin yang terganggu dan
adanya nukleasi bahan terlarut dalam cairan empedu. 2,10
Lumpur bilier seperti hal dengan batu kolesterol, sering dijumpai pada kondisi
yang menyebabkan hipomitilitas kandung empedu maupun supersaturasi kolesterol,
seperti kehamilan dan nutrisi parenteral total yang berkepanjangan. Lumpur bilier jelas
merupakan prekursor batu koleterol, namun tidak pada semua kasus lumpur bilier
berevolusi menjadi batu kolesterol.2,10
Batu pigmen
Dimanakan batu pigmen karena batu jenis ini mengandung kalsium bilirubinat
dalam jumlah yang bermakna dan mengandung <50% kolesterol. Terdapat dua macam
batu pigmen yang dikenal, yaitu batu pigmen hitam dan batu pigmen coklat.1-11
Batu pigmen hitam tersusun oleh kalsium bilirubinat (80%), kalsium karbonat,
kalsium fosfat, glikoprotein musin dan sedikit kolesterol. Faktor resiko terbentuknya
batu pigmen hitam antara lain hemolisis, sirosis hepatis, dan usia tua. Terbentuknya
batu pigmen ini didasarkan pada konsep pengendapan bilirubin. Bilirubin
terkonjungasi mempunyai kelarutan yang tinggi, sehingga garam kalsium-bilirubin
mono/diglukuronida mudah larut dalam cairan empedu. Sebaliknya, bilirubin yang
tidak-terkonjungasi tidak larut dan dapat kita simpulkan bahwa bilirubin jenis inilah
yang mengendap pada batu pigmen. Bilirubin tidak terkonjungasi sebenarnya terdapat
dalam jumlah yang sangat kecil dalam cairan empedu (1%).1-11
22
Oleh sebab itu, tampaknya kandung empedu sendiri memiliki mekanisme-
mekanisme yang meningkatkan solubilitas bilirubin tidak terkonjungasi tersebut.
Kelainan hemolitik menghasilkan bilirubin tak terkonjungasi dalam jumlah besar, hal
ini tentunya lebih kondusif terhadap pembentukan batu pigmen hitam.1-11
Batu pigmen coklat berbeda dari betu pigmen hitam. Bila batu pigmen hitam
hampir selalu terbentuk di kandung empedu, batu pigmen coklat dapat terbentuk di
saluran empedu, bahkan setelah kolesistektomi. Seperti batu pigmen hitam, insiden
batu pigmen coklat juga meningkat pada usia tua, dan sedikit lebih tinggi pada
perempuan daripada laki-laki.1-11
Faktor predisposisi lainnya adalah infeksi dan kelainan anatomis saluran empedu,
seperti penyakit Caroli yang cenderung mengakibatkan stasis aliran empedu. Kelainan
hemolitik bukan merupakan faktor predisposisi batu pigmen coklat. Batu pigmen
coklat dan hitam sama-sama mengandung garam kalsium dan bilirubin tidak
terkonjungasi, tapi batu pigmen coklat hanya sedikit sekali mengandung kalsium
karbonat maupun fosfat. Yang menarik dari batu pigmen coklat ialah komposisi asam
lemak bebasnya yang cukup besar, terutama palmitat dan stearat.1-11
Adanya asam lemak tersebut dalam batu pigmen coklat menyokong hipotesis
bahwa batu pigmen coklat terbentuk karena infeksi dan statis, karena fosfolipase
bakteri umumnya menghasilkan asam palmitat dan stearat dari pemecahan lesitin.1-11
Perjalanan penyakit batu empedu
Batu di kandung empedu umumnya tidak menunjukan simtom (silent gall stone)
kecuali bila batu tersebut migrasi ke leher kandung empedu atau ke dalam duktus
koledokus. Diperkirakan 60-80% dari batu empedu adalah asimtomatik. Waktu yang
diperlukan untuk timbulnya batu empedu bervariasi. Pada pasien dengan nutrisi total
perenteral atau pada orang gemuk dengan penurunan berat badan yang cepat,
intervalnya dapat dalam hitungan minggu.1-11
Gambar 3 Perjalanan penyakit kandung empedu.
23
Pada suku Indian Pima, progresi dari empedu yang supersaturasi dengan kolesterol
sampai pembentukan batu empedu adalah 5-10 tahun. Bila batu empedu telah
terbentuk, faktor resiko untuk timbulnya simtom tidak diketahui, namun jumlahnya
relatif kecil. Sebaliknya sekali timbul simtom resiko untuk berlanjutnya masalah relatif
tinggi yakni 58-72%. Lebih dari 90% komplikasi seperti kolesistitis, kolangitis, dan
pankreatitis didahului oleh serangan nyeri. Komplikasi paling sering adalah gangren
dan perforasi kandung empedu yang terjadi pada 40% kasus kolesistitis akut.1-5,10
Migrasi batu ke dalam leher kandung empedu akan menyebabkan obstruksi dari
duktus sistikus yang akan mengakibatkan iritasi kimiawi dari mukosa kandungan
empedu oleh cairan empedu yang tertinggal, diikuti oleh invasi bakteri. Hal ini akan
mengakibatkan kolesistitis akut atau kronik. Kolesistitis akut akan perlahan-lahan
menyembuh atau berkembang menjadi gangren akut dan perforasi dari kandung
empedu atau empiema. Bila terjadi perforasi kandung empedu akibatnya tergantung
pada hubungan anatomi dengan struktur di dekatnya. Batu tersebut dapat terlokalisasi
dan membentuk abses, dapat pula berupa perforasi bebas dengan peritonitis atau dapat
berhubungan dengan organ berongga dan timbul fistula.1-11
Suatu perforasi lokal dengan tumpahan yang dibatasi dan tertutup rapat oleh
omentum dan melekat dengan organ yang di sebelahnya merupakan bentuk perforasi
yang paling sering ditemukan, terbentuklah abses periokolesistik. Bila serangan akut
mereda secara spontan, perubahan-perubahan inflamasi yang kronik menetap dengan
berikutnya diikuti eksaserbasi akut. Kolesistitis kronik dapat tenang, tetapi biasanya
terdapat simtom dispepsia. Batu empedu dapat bermigrasi dari kandung empedu yang
meradang secara akut atau kronik ke organ di dekatnya. Batu dapat juga keluar melalui
24
tinja atau tersangkut di saluran makanan dan menyebabkan ileus batu empedu,
biasanya batu tersebut berdiameter >2,5 cm dan tersangkut di valvula menyebabkan
obstruksi duktus koledikus dangan ikterus intermitten, kolangistis atau pankreatitis
akut bilier bila menyumbat papula vateri, terutama batu-batu kecil (mikrolitiasis).1-11
Kolangitis yang terjadi dapat naik ke hati dan meninmbulkan abses. Bila kandung
empedu perforasi ke usus halus di dekatnya, serangan kolesistitis akut seringkali
mereda karena dekompresi organ yang meradang.1-11
F. Manifestasi klinik
Pasien dengan batu empedu dapat dibagi menjadi tiga kelompok : pasien dengan
batu asimtomatik, pasien dengan batu empedu simtomatik dan pasien dengan
komplikasi batu empedu (kolesistitis akut, ikterus, kolangitis, dan pankreatitis).1-11
Sebagian besar (80%) pasien dengan batu empedu tanpa gejala baik waktu
diagnosis maupun selama pemantauan. Studi perjalanan penyakit dari 1307 pasien
dengan batu empedu selama 20 tahun memperlihatkan bahwa sebanyak 50% pasien
tetap asimtomatik, 30% mengalami kolik bilier, dan 20% mendapat komplikasi.1
Batu kandung empedu dapat tanpa gejala dan terdiagnosis secara kebetulan dengan
ultrasonografi selama pemeriksaan kesehatan berkala atau lainnya. Batu-batu tersebut
umumnya dibiarkan saja. Pada pengamatan selanjutnya pasien ini, hanya sebagian
kecil alan menunjukan simtom. Pada suatu penelitian, hanya sekitar 10% dari batu
empedu yang asimtomatik akan timbul gejala dalam 5 tahun dan hanya 5% yang
memerlukan tindakan bedah. Hanya kurang lebih pada setengah pasien dengan batu
empedu simtomatik dilakukan kolesistektomi dalam kurun waktu 6 tahun sesudah di
diagnosis.5
Pasien batu empedu nampaknya dapat mentolerir simtomnya selama periode waktu
yang cukup lama dan lebih memilih tanpa kolesistektomi. Umumnya gejala yang
timbul tidak dalam bentuk emergensi. Koleisistektomi profilaktif dan dengan alasan
untuk mencegah kanker kandung empedu tidak boleh dilakukan karena resikonya kecil
dan kurang dari pada resiko kolesistektomi.1-5,10
Gambar 4 Penyakit batu empedu, gelaja, tipe batu dan penyebabnya.9
25
Gejala batu empedu yang dapat dipercaya adalah kolik bilier. Keluhan ini
didefinisikan sebagai nyeri di perut atas berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang
dari 12 jam. Biasanya lokasi nyeri di perut atas atau epigastrium tetapi bisa juga di kiri
dan prekordial.1-11
Kebanyakan batu di kandung empedu (hampir 80%) asimtomatik dan ditemukan
secara tidak sengaja oleh pemeriksaan untuk alasan lain. Kolik bilier adalah simtom
yang paling spesifik dan keluhan utama pada 70-80% pasien yang simtomatik. Gejala
yang timbul adalah akibat obstruksi atau inflamasi karena batu tersebut migrasi ke
leher kandung empedu dan menyumbat duktus sistikus atau ke duktus koledokus.
Kolik ini dirasakan di kuaran kanan atas atau epigastrium yang dapat menjalar ke
punggung bagian kanan atau bahu kanan.1-11
Nyeri ini bersifat episodik dan dapat dicetuskan oleh makan makanan berlemak
atau oleh makan besar. Nyeri dapat juga timbul tanpa suatu pencetus dan sering timbul
malam hari. Terkadang nyeri dapat dirasakan di daerah substernal atau prekordial
sehingga salah diinterpretasikan sebagai iskemia miokard. Kadang-kadang nyeri dapat
dirasakan di kuadran kiri atas dari abdomen. Nyeri timbul karena spasme di sekitar
duktus sistikus yang tersumbat; nyeri pada kolesistitis akut disebabkan oleh
peradangan dinding kandung empedu. Kolik bilier dimulai secara tiba-tiba dan
26
intensitasnya meningkat tajam dalam interval 15 menit ke suatu plateau yang menetap
selama 3 sampai 5 jam. Nyeri batu bersifat bertahan/menetap dan tidak bergelombang,
sehingga istilah kolik bilier kurang tepat. Nyeri mereda lebih perlahan-lahan. Pada
suatu episode nyeri yang lebih dari 5 jam perlu dicurigai adanya kolesistitis. Episode
nyeri bilier sering disertai dengan mual dan muntah-muntah, pasien biasannya gelisah
dan tidak bisa mendapatkan posisi yang nyaman dapat berlangsung mingguan, bulanan
atau tahunan. Kolik bilier harus dapat dibedakan dengan dispepsia yang non spesifik.
Hal ini dikarenakan keluhan flatulens, pirosis, erofagia, rasa tidak nyaman di perut
yang samar-samar, dan intoleransi terhadap makanan berlemak merupakan keluhan
yang umumnya ditemukan pada banyak pasien selain kolelitiasis. Kemampuan untuk
membedakan kolik bilier yang sesungguhnya dari simtom-simtom abdomen yang non
spesifik secara bermakna berpengaruh pada keberhasilan menangani penyakit kandung
empedu. Sebagai contoh, kolisistektomi yang dilakukan pada kolik bilier yang yang de
pasien dengan dispepsia non spesifik dan kolilitiasis. Peningkatan kadar bilirubin
serum dan atau alkali fosfatase mencurigakan suatu batu duktus koledokus. Demam
atau menggigil dengan nyeri bilier biasanya menunjukan suatu penyulit seperti
kolesistitis, penkreatitis atau kolangitis. 1-5,10
G. Penatalaksanaan dan terapi
I. Medika mentosa
Pengobatan Batu empedu asimtomatik
Penanganan profilaktik untuk batu empedu asimtomatik tidak dianjurkan. Sebagian
besar pasien dengan batu asimtomatik tidak akan mengalami keluhan dan jumlah,
besar dan komposisi batu tidak berhubungan dengan timbulnya keluhan selama
pemantauan. Kalaupun nanti timbul keluhan umumnya ringan sehingga penanganan
dapat elektif. Hanya sebagian kecil yang akan mengalami simtom akut kolesistitis
akut, kolangitis, pankreatitis dan karsinoma kantong empedu.1-11
Bedah pengobatan batu empedu tanpa gejala tanpa penyakit medis menyulitkan
tidak disarankan. Risiko komplikasi yang timbul dari intervensi lebih tinggi daripada
risiko penyakit gejala. Sekitar 25% dari pasien dengan batu empedu tanpa gejala
gejala dalam waktu 10 tahun.5,10
Orang dengan diabetes dan wanita yang sedang hamil harus dilakukan tindak lanjut
untuk menentukan apakah mereka menunjukkan gejala atau mengembangkan
komplikasi.2-5,10
27
Namun, kolesistektomi batu empedu asimtomatik dapat diindikasikan pada pasien
berikut:2-5
Pasien dengan batu empedu besar lebih besar dari 2 cm
Pasien dengan nonfunctional atau kalsifikasi (porselen) kandung empedu diamati
pada studi pencitraan dan yang berisiko tinggi karsinoma kandung empedu
Pasien dengan cedera tulang belakang atau neuropati sensori mempengaruhi perut
Pasien dengan anemia sel sabit dalam siapa perbedaan antara krisis menyakitkan dan
kolesistitis mungkin sulit.5
Pasien dengan faktor risiko komplikasi dari batu empedu ditawarkan
kolesistektomi elektif, bahkan jika mereka memiliki batu empedu tanpa
gejala. Kelompok-kelompok ini termasuk orang dengan ketentuan sebagai berikut dan
demografi antara lain sirosis, portal hipertensi, anak-anak, pasien calon transplantasi
dan diabetes dengan gejala minor. Pasien dengan kandung empedu kalsifikasi atau
porselin harus mempertimbangkan kolesistektomi elektif karena mungkin
meningkatkan risiko karsinoma (25%).5
Pengobatan Pasien dengan Gejala Batu empeduPada pasien dengan batu empedu simtomatik, membahas pilihan untuk intervensi
bedah dan pembedahan; dokter darurat harus merujuk pasien ke operator utama
perawatan dan konsultan bedah untuk pasien rawat jalan tindak lanjut.2,5,10
a. Terapi non bedah- Dua asam empedu, asam kenodeoksikolat (AKDK) dan asam ursodeoksikolat
(AUDK) telah digunakan untuk pelarutan batu empedu. Kedua asam empedu ini
menekan sintesis kolesterol di hati dengan menghambat hindroksil metil glutarin
CoA (HMG-CoA) reduktase dan meningkatkan aktivitas dari 7a-dehidrogenase
sehingga meningkatkan sintesis asam empedu. AUDK juga menurunkan
absobsi/resopsi kolesterol di usus dan memperpanjang waktu nukleasi dari
empedu. Asam emepdu pilihan untuk pelarutan batu empedu adalah AUDK
karena efek samping diare dan rambut rontok serta angka keberhasilan yang lebih
rendah dari AKDK. Dosis AUDK 8-12 mg/kg BB/hari dengan efikasi secara
keseluruhan sekitar 6-12 bulan. Calon ideal untuk terapi disolusi ini adalah: batu
kolesterol non kalsifikasi yang terapung di dalam kandung empedu, diameter ≤ 5
mm. Telah disingkirkan kemungkinan batu pigmen atau batu yang telah
mengalami kalsifikasi, batu dengan diameter lebih dari 1,5 cm jarang dapat larut,
28
dan kandung empedu masih berfungsi dengan pemeriksaan kolesistografi oral
dengan duktus sistikus masih paten pada pemeriksaan sken hepatobilier.2-5,10
- Terapi pelarutan secara kontak
Bahan pelarut (solven) yang dapat melarutkan batu kolesterol dapat dimasukan
langsung ke kandung empedu secara perkutan dengan dituntun ultrasonografi.
Solusi yang dipakai adalah MTBE (metil terbutil etan) dan akan melarutkan batu
kolesterol dalam 1-3 hari. Efek samping meliputi komplikasi penempatan kateter,
efek samping dari MTBE yang mengalir ke duodenum/ anemia hemolitik,
duodenitis hemoragik dan pneumoni aspirasi. Cara ini dipakai pada batu
kolesterol kecil tanpa kalsifikasi; kontraindikasi adalah baru pigmen atau batu
yang telah mengalami kalsifikasi, sirosis hati dengan hipertensi portal dan
koagulopati. Saat ini terapi ini sudah ditinggalkan.10
- ESWL (Ectracorporeal Shock Wave Lithotripsy)
Metode ini mengkombinasikan dua cara yakni terapi oral asam empedu dan
fragmentasi batu empedu. Dengan ESWL, gelombang kejut dengan amplitudo
tinggi yang dihasilkan oleh elektrohidrolik eksternal atau alat listrik piezo yang
diarahkan pada batu kandung empedu di bawah tuntunan ultrasonografi. Tujuan
ESWL agar menghasilkan fragmen-fragmen kecil (< 3mm) yang dapat melalui
duktus sistikus dan duktus koledokus sehingga dapat dibuang ke duodenum.
Fragmen yang tersisa di kandung empedu dilarutkan oleh AUDK. AUDK
diberikan beberapa minggu sebelum dan bersama dengan ESWL, dilanjutkan
selama beberapa bulan sampai batu tidak tampak lagi.1-5,10
Kriteria pemilihan pasien untuk ESWL adalah sama dengan kriteria untuk terapi
oral asam empedu. Hasil terbaik didapat bila batu-batunya tunggal dan kecil. Efek
samping ESWL adalah pasca prosedur seperti kolik bilier, pankreatitis dan cedara
transien dari paru atau ginjal kanan. Walaupun ESWL ini jelas bermanfaat pada
beberapa pasien, mahalnya harga unit litotripsor, terbatasnya pasien yang
memenuhi syarat, potensi kambuh, masih diperlukannya terapi medis sesudahnya,
dan perkembangan laparoskopi telah membatasi antusias penggunaan ESWL.1-5,10
Pasien dengan batu empedu multipel memiliki angka kekambuhan lebih tinggi
daripada yang dengan batu soliter. Angka kekambuhan jangka panjang dengan
ESWL juga tinggi yakni 15% pada tahun pertama, dan 60% pada tahun ke 5,5.
Salah satu tantangan utama dari terapi non bedah untuk batu empedu adalah
pencegahan kekambuhan. Belum sepenuhnya disetujui apakah dosis rendah
29
jangka panjang dari AUDK dapat memberikan perlindungan terhadap
kekambuhan. 1-5,10
b. Bedah
Kolesistektomi
Penghapusan kandung empedu (kolesistektomi) umumnya diindikasikan pada
pasien yang memiliki gejala mengalami atau komplikasi dari batu empedu, kecuali
usia pasien dan kesehatan umum membuat risiko operasi mahal. Dalam beberapa
kasus empiema kandung empedu, drainase sementara nanah dari kandung empedu
(cholecystostomy) mungkin lebih disukai untuk memungkinkan stabilisasi dan
untuk memungkinkan kemudian kolesistektomi dalam keadaan elektif.1-5,10
Pada pasien dengan batu kandung empedu yang diduga bersamaan batu saluran
empedu umum, dokter bedah dapat melakukan kolangiografi intraoperatif pada
saat kolesistektomi. Saluran empedu umum dapat dieksplorasi menggunakan
sebuah choledochoscope. Jika batu saluran umum ditemukan, mereka biasanya
dapat diekstraksi intraoperatively. Atau, ahli bedah dapat membuat fistula antara
saluran empedu dan distal duodenum berdekatan (choledochoduodenostomy), yang
memungkinkan batu untuk lulus tanpa membahayakan ke dalam usus. 1-5,10
Setelah kolesistektomi, sekitar 5-10% pasien mengembangkan diare kronis.Hal
ini biasanya dihubungkan dengan garam empedu. Frekuensi sirkulasi enterohepatic
garam empedu meningkat setelah kandung empedu diangkat, sehingga garam
empedu lebih mencapai usus besar. Dalam usus besar, garam empedu merangsang
sekresi mukosa garam dan air. 1-5,10
Diare post-kolesistektomi biasanya ringan dan dapat dikelola dengan
menggunakan sesekali agen antidiare over-the-counter, seperti loperamide.diare
lebih sering dapat diobati dengan administrasi sehari-hari dari resin mengikat asam
empedu. 1-5,10
Setelah kolesistektomi, beberapa individu mengalami sakit berulang menyerupai
kolik empedu. Sindrom post-kolesistektomi Istilah terkadang digunakan untuk
kondisi ini. 1-5,10
Banyak pasien dengan sindrom fungsional post-kolesistektomi Jangka waktu
rasa sakit-panjang yang awalnya misdiagnosed sebagai asal empedu. Persisten
gejala berikut kolesistektomi tidak mengejutkan. Diagnostik dan terapeutik upaya
harus diarahkan pada penyebab sebenarnya. 1-5,10
30
Beberapa individu dengan sindrom post-kolesistektomi memiliki gangguan
motilitas yang mendasari sphincter Oddi, disebut tardive empedu, di mana sfingter
gagal untuk bersantai biasanya berikut konsumsi makan. Diagnosis dapat didirikan
di pusat-pusat khusus oleh manometry empedu endoskopi.Dalam kasus mapan
tardive empedu, sfingterotomi retrograd endoskopik biasanya efektif dalam
mengurangi gejala. 1-5,10
Kolesistostomi
Pada pasien yang sakit kritis dengan empiema kandung empedu dan sepsis,
kolesistektomi bisa berbahaya. Dalam hal ini, ahli bedah dapat memilih untuk
melakukan cholecystostomy, prosedur minimal yang melibatkan penempatan
tabung drainase di kantong empedu. Hal ini biasanya menghasilkan perbaikan
klinis. Setelah pasien stabil, kolesistektomi pasti dapat dilakukan dalam keadaan
elektif. Kolesistostomi juga dapat dilakukan dalam beberapa kasus oleh ahli
radiologi invasif bawah panduan CT-scan. Pendekatan ini menghilangkan
kebutuhan untuk anestesi dan sangat menarik pada pasien yang secara klinis tidak
stabil.5
Endoskopi sfingterotomi
Jika operasi pengangkatan batu saluran empedu umum tidak segera layak,
sfingterotomi retrograd endoskopik dapat digunakan. Dalam prosedur ini,
endoscopist yang cannulates saluran empedu melalui papilla Vateri.Menggunakan
sphincterotome elektrokauter, endoscopist membuat sayatan berukuran kurang
lebih 1 cm melalui sfingter dari Oddi dan bagian intraduodenal dari saluran
empedu, menciptakan mempunyai lubang batu dapat diekstraksi. 1-5,10
ERCP terapiutik dengan melakukan sfingtertomi endoskopik untuk
mengeluarkan batu saluran empedu tanpa operasi pertama kali dilakukan tahun
1974. Sejak itu teknik ini telah berkembang pesat dan menjadi standar baku terapi
non-operatif untuk batu saluran empedu. 1-5,10
Selanjutnya batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat
atau balon-ekstraksi melalui muara yang sudah besar tersebut menuju lumen
duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja atau dikeluarkan melalui
mulut bersama skopnya. 1-5,10
31
Pada awalnya sfingterotomi endoskopi hanya diperuntukan pada pasien berusia
lanjut yang mempunyai batu saluran empedu residif atau tertinggal pasca
kolesistektomi atau mereka yang mempunyai resiko tinggi untuk mengalami
komplikasi operasi saluran empedu. 1-5,10
Pada kebanyakan senter besar ekstrasi batu dapat dicapai pada 80-90% dengan
komplikasi dini sebesar 7-10% dan mortilitas 1-2%. Komplikasi penting dari
sfingterotomi dan ekstraksi batu meliputi pankreatitis akut, perdarahan dan
perforasi.1
Keberhasilan sfingterotomi yang begitu mengesankan ini dan kehendak pasien
yang kuat telah mendorong banyak senter untuk memperluas indikasi sfingterotomi
endoskopi terhadap orang dewasa muda dan bahkan pasien kandung empedu utuh
dengan masalah klinis batu saluran empedu. 1-5,10
Di Indonesia sendiri khususnya di Jakarta, sfingterotomi endoskopik telah mulai
dikerjakan pada tahun 1983, tapi berkembangnya belum merata ke semua senter
karena ERCP teraputik ini membutuhkan ketampilan khusus dan jumlah pasien
yang adekuat serta alat fluroskopi yang memadai untuk mendapatkan hasil foto
yang baik.1
Pada suatu penelitian di Jakarta pada tahun 1991 keberhasilan ekstraksi batu
saluran empedu dengan teknik non-operatif ini didapatkan pada 123 (85%) dari
142 kasus dengan komplikasi 10%.1
Sfingterotomi Retrograde Endoskopi ini sangat berguna pada pasien yang sakit
kritis disebabkan oleh efek dari batu empedu di ampula Vateri. Indikasi lain untuk
prosedur ini adalah sebagai berikut: 1-5,10
Penghapusan batu saluran empedu umum secara tidak sengaja ditinggalkan selama
kolesistektomi sebelumnya
Kliring preoperative batu dari saluran empedu umum untuk menghilangkan
kebutuhan untuk eksplorasi saluran empedu intraoperatif umum, terutama dalam
situasi di mana keahlian dokter bedah laparoskopi dalam eksplorasi saluran
empedu terbatas atau risiko anestesi pasien tinggi
Mencegah kambuhnya batu empedu pankreatitis akut atau komplikasi lainnya
choledocholithiasis pada pasien yang terlalu sakit saat ini untuk menjalani
kolesistektomi elektif atau yang jangka panjang prognosis buruk. 1-5,10
Gambar 5 Alogaritma pasien dengan batu empedu.10
32
II. Non mediaka mentosa
Hal-hal yang dapat dilakukan adalah menghindari atau kurangi makanan dengan
kandungan lemak tinggi yang dapat memicu nyeri kolik atau menimbulkan rasa tidak
nyaman. Seimbangkan menu sehingga tidak terjadi konsumsi berlebihan pada lemak
atau kekurangan lemak. Jika memiliki faktor resiko sebaikanya lebih waspada dan
melakukan kontrol ke dokter. Jika ditemukan batu empedu secara tidak sengaja maka
kontrol pola makan dan pola hidup orang tersebut harus dijaga, dan harus
mengantipasi kemunginan terjadinya komplikasi. Apabila terjadi nyeri atau gejala lain
seperti muncul kekuningan pada mata atau gatal-gatal jangan ragu untuk menemui
dokter atau layanan kesehatan terdekat.5,10
H. Komplikasi
Komplikasi batu kandung empedu
Kolesistitis akut terjadi ketika batu empedu masuk dan mendesak dalam duktus
sistikus menyebabkan kandung empedu menjadi melebar dan semakin
meradang.Pasien mengalami rasa sakit dari kolik empedu, namun, bukannya selesai
secara spontan, rasa sakit terus berlanjut dan memburuk.1-11
Pertumbuhan berlebih dari kolonisasi bakteri dalam kandung empedu sering
terjadi, dan, dalam kasus yang parah,sehingga terjadi akumulasi nanah dalam kandung
empedu, yang disebut empiema kandung empedu. Dinding kandung empedu dapat
menjadi nekrotik, mengakibatkan perforasi dan abses perikolesistik. Kolesistitis akut
dianggap memerlukan bedah darutat walaupun rasa sakit dan peradangan mungkin
mereda dengan tindakan konservatif, seperti hidrasi dan antibiotik.1-11
Pada keadaan kronis batu empedu dapat menyebabkan fibrosis progresif dari
dinding kandung empedu dan hilangnya fungsi kandung empedu, disebut kolesistitis
33
kronis. Patogenesis komplikasi ini tidak sepenuhnya dipahami. Serangan berulang dari
kolesistitis akut mungkin memainkan peran. Kemungkinan iskemia lokal dapat
dihasilkan oleh tekanan batu dinding kandung empedu.Kantong empedu kronis
fibrosis dapat menjadi menyusut.1-11
Adenocarcinoma empedu adalah kanker umum yang biasanya berkembang dalam
penyakit batu empedu dan kolesistitis kronis. Kanker empedu umumnya menyerang
hati berdekatan dan saluran empedu umum, menimbulkan penyakit kuning. Prognosis
buruk kecuali kanker terlokalisir di empedu, di mana kolesistektomi kasus mungkin
kuratif.1-11
Kadang-kadang, sebuah batu besar mungkin mengikis dinding kandung empedu
sehingga menjadi viskus dengan organ yang berdekatan (biasanya duodenum),
menghasilkan fistula kolesistoenterik. Batu itu, jika cukup besar, dapat menghambat
usus kecil, biasanya pada tingkat ileum, fenomena disebut ileus batu empedu.1-11
Komplikasi batu di saluran empedu
Batu empedu pada awalnya disimpan dalam kantong empedu oleh katup duktus
kistik. Setelah episode serangan batu empedu di saluran kistik, katup ini dapat menjadi
seprti hilang dan batu bisa masuk ke dalam saluran empedu umum. Pasien dengan batu
empedu yang telah lolos satu batu, batu lainnya cenderung untuk lolos lebih banyak
beberapa bulan berikutnya. 1-11
Batu di saluran empedu tidak menunjukkan gejala, tetapi, lebih umum, mereka
menimbulkan dampak pada bagian distal di ampula Vateri. Hal ini dapat menghasilkan
kolik empedu bisa dibedakan dari yang disebabkan oleh batu duktus kistik.Karena
impaksi yang umum batu saluran empedu hambatan aliran empedu dari hati ke usus
meningkat, tekanan dalam saluran empedu intrahepatik, menyebabkan enzim hati
meningkat dan penyakit kuning. Overgrowth bakteri dalam empedu stagnan selain
sebuah batu menghalangi saluran umum menghasilkan peradangan bernanah cabang
hati dan empedu, disebut gangguan primer yang masuk dalam karakteristik Charcot
yaitu demam, sakit kuning, dan nyeri kuadran kanan atas. Pasien dengan cepat dapat
berkembang mengalami shok septik kecuali obstruksi duktus di atasi. 1-11
Sebuah batu berdampak pada ampula Vateri dapat menghambat saluran pankreas,
yang mengarah ke dalam situ aktivasi protease pankreas dan memicu serangan
pankreatitis akut. Nyeri pankreas berbeda dari rasa sakit empedu. Rasa sakit ini
terletak di daerah epigastrium dan midabdominal dan tajam, parah, terus menerus, dan
memancarkan ke belakang. Mual dan muntah sering hadir, dan episode sebelumnya
34
yang sama dilaporkan oleh sekitar 15% penderita. Impaksi batu di saluran empedu
distal umum sering lega spontan dalam waktu beberapa jam untuk hari oleh bagian
dari batu ke dalam usus. 1-11
Gambar 6 Tempat predileksi batu empedu.9
Komplikasi lainnya. Peradangan dari kolelitiasis kronis dapat menyebabkan fusi
kandung empedu ke cabang empedu extrahepatic, menyebabkan sindrom Mirizzi.
Atau, fistula ke dalam saluran usus dapat membentuk dan menyebabkan ileus batu
empedu. 1-11
I. Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain berhubungan dengan makanan yang
dikonsumsi dan faktor-faktor resiko yang memicu terjadinya kolelitiaisis. Hal-hal yang
dapat dilakukan antara lain melakukan kontrol kesehatan berkala. Orang dengan faktor
resiko harap lebih memperhatikan faktor-faktor lainnya yang dapat memicu terjadinya
kolilitiasis. Pada orang yang tidak sengaja ditemukan batu empedu karena komposisi
terbesar batu empedu adalah kolesterol, sebaiknya menghindari makanan berkolesterol
tinggi yang pada umumnya berasal dari lemak hewani. Namun harus diperhatikan
pula, apabila batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun
telah dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani
pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu
tidak menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan
pembatasan makanan.Seimbangkan menu makanan dan pola hidup yang sehat.
Pamantauan pasien yang mendapatkan nutrisi parenteral total dalam waktu lama
35
penting dilakukan. Pada orang yang melakukan diet pastikan menu yang dikonsumsi
seimbang dan tidak menurunkan berat badan dalam waktu yang cepat.5
J. Prognosis
Kurang dari separuh pasien dengan batu empedu menimbulkan gejala. Tingkat
kematian untuk kolesistektomi elektif adalah 0,5% dengan kurang dari 10 morbiditas
%. Tingkat kematian untuk kolesistektomi muncul adalah 3-5% dengan morbiditas 30-
50%. Setelah kolesistektomi, batu bisa muncul kembali di saluran empedu. Sekitar 10-
15% pasien memiliki koledokolitiasis terkait. Prognosis pada pasien dengan
koledokolitiasis tergantung pada keberadaan dan beratnya komplikasi. Dari semua
pasien yang menolak operasi atau tidak layak untuk menjalani operasi, 45% tetap
asimtomatik dari koledokolitiasis, sedangkan 55% mengalami berbagai tingkat
komplikasi. Umumnya dengan penanganan yang baik, kondisi pasien yang tidak
terlalu buruk, komplikasi yang tidak berat dan fasilitas serta tindakan yang tepat pasien
dapat sembuh.5
Penutup
Pada sebagian besar kasus kolelitiasis tidak disertai dengan gejala yang membawa
keluhan berarti pada pasien. Sedangkan pada kasus dengan simtom biasanya
cenderung dapat menimbulkan komplikasi lebih parah, sehingga pemantauan sedapat
mungkin harus dilakukan rutin. Untuk mendiagnosis pasti keadaan yang timbulkan
oleh batu empedu dan komplikasinya tidak dapat hanya dilakukan dengan
pemerikaaan fisik, namun dengan bantuan dari USG keadaan dan komplikasi dari
batu empedu dapat ditanggulangi dan dicegah secara tepat, sehingga dapat
mengurangi resiko kekambuhan atau keparahan yang dapat lebih merugikan pasien.
Prognosis tergantung pada tingkat keparahan dan komplikasi serta kondisi pasien,
namun dengan semakin berkembangnya teknologi dan bidang pengetahuan
kedokteran angka harapan kesembuhan bagi pasien menjadi lebih baik, dengan
penanganan yang baik dan tepat.
Daftar pustaka
1. Perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. Buku ajar ilmu penyakit
dalam jilid I. Edisi IV. Jakarta: Departemen penyakit dalam UI;2008.
36
2. Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
ECG;2001.
3. Sachar, David B. Buku saku gastroenterologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2002.
4. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Harrison prinsip-prinsip ilmu
penyakit dalam volume 4. Edisi 13. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG;2000.
5. The Medscape Journal of Medicine. Kolelitiasis. 8 Juni 2011. Diunduh dari
medscape.com, 16 Juni 2011.
6. Robbins, Contran, Kumar. Buku saku dasar patologi penyakit. Edisi 5. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran ECG;2004.
7. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture notes kedokteran klinis. Edisi 6. Jakarta:
Erlangga Medical Series;2005.
8. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga Medical Series;2003.
9. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Edisi 3. Jakarta: Erlangga Medical
Series;2007.
10. Nurman A. Batu empedu. Dalam: Sulaiman HA, Akbar HN, Lesmana LA, Noer HMS, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit hati. Edisi 1. Jakarta: Jayabadi; 2007.h.161-77.
11. Underwood JCE. Patologi umum dan sistematik volume 2. Edisi 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran ECG;2002.
37