makalah kelompok a6 blok 1 modul 2

27

Click here to load reader

Upload: notageek

Post on 01-Dec-2015

123 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

a6 Blok 1 Modul 2

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Kelompok a6 Blok 1 Modul 2

Pendahuluan

Dokter adalah profesi mulia yang mendapat kepercayaan dan kehormatan dari pasien.

Oleh karena itu harus menjunjung tinggi perilaku mulia, yaitu jujur, empati, kasih sayang,

peka nilai, mau mendengar aktif, memberi tanggapan positif, tidak menghakimi, sabar,

ikhlas, tidak emosional, terbuka, kompeten, berpengetahuan luas tentang kedokteran dan

kesehatan, namun tetap sadar bahwa setiap orang mempunyai keterbatasan.

Keterampilan berkomunikasi dokter – pasien dalam praktik sehari-hari menjadi satu

kompetensi yang wajib dimiliki dokter. Komunikasi dokter-pasien merupakan komunikasi

dua arah dengan tujuan kesembuhan, dilandasi kesetaraan dan empati, ada kesepakatan tak

tertulis bahwa pasien mempercayakan dirinya kepada dokter yang mengobatinya dan dokter

wajib simpan rahasia jabatan. Sebagai dokter kita wajib berempati, mau dan mampu

merasakan perasaan, pikiran, sikap dan perilaku pasien, tanpa melibatkan emosi diri.

Dengan demikian komunikasi dokter – pasien bukanlah hal yang mudah, terutama

saat berhadapan dengan pasien yang bermasalah mulai dari yang sederhana hingga yang

rumit dan kompleks. Untuk mengatasi masalah tersebut, seorang dokter di tuntut untuk

senantiaasa melakukan komunikasi yang efektif dan berempati, agar dapat membawa

kesejahteraan dalam masyarakat dan ada hubungan timbal balik yang baik antara dokter-

pasien.

1

Page 2: Makalah Kelompok a6 Blok 1 Modul 2

Pembahasan

Komunikasi dan empati diperlukan dalam pelayanan kesehatan sehari-hari yang

dilakukan dokter demi kepentingan pasien. Dokter perlu mengkomunikasikan pentingnya

berperilaku sehat melalui anjuran yang ia berikan pada pasien. Komunikasi yang baik serta

empati yang tepat akan mendorong pasien untuk berubah menuju perilaku yang lebih sehat

untuk kedepannya. Hal sebaliknya akan terjadi apabila komunikasi yang disampaikan terjadi

tanpa adanya empati. Dalam keadaan ini, informasi mungkin akan tersampaikan kepada si

penerima pesan namun apakah informasi itu dapat diterima atau tidak menjadi permasalahan

yang akan dihadapi. Tanpa adanya empati, orang lain mungkin akan merasa tidak dihargai

dan kemudian yang terjadi selanjutnya adalah mengabaikan informasi yang diterima.

Penolakan ini tentu saja membuat informasi yang diterima menjadi kurang efektif dan

berimbas pada keengganan mengikuti anjuran yang telah diberikan.

Pada suatu kasus, ada pasien yang berumur 35 tahun yang datang berobat ke

puskesmas dengan keluhan batuk berdarah. Batuk seperti ini pernah dialaminya 2 tahun lalu.

Pasien tersebut berobat dengan sakitnya dan kemudian menghentikan minum obat karena

bosan minum obat yg dianjurkan dokter selama kurang lebih 6 bulan. Pasien tersebut masih

merokok dengan menghabiskan 20 batang rokok setiap harinya. Kondisi ini tentu saja

mengundang banyak tanya mengapa pasien tersebut tidak mau mengikuti anjuran dokter yang

jelas-jelas ingin mengobati sakit yang sedang ia derita. Faktor-faktor yang menyebabkan

terjadinya hal tersebut dapat berasal dari diri pasien (internal) maupun diluar pasien

(eksternal) itu sendiri. Faktor tersebut adalah sebagai berikut, komunikasi, empati,

kepribadian, tingkah laku, status pendidikan, status ekonomi, dukungan keluarga, usia dan

ketergantungan akan sesuatu.

Komunikasi

Komunikasi berasal dari bahasa Latin Communis yang berarti umum (common) atau

bersama. Apabila kita berkomunikasi, sebenarnya kita sedang berusaha menumbuhkan suatu

kebersamaan (commonness) dengan lawan bicara, kita berusaha berbagi informasi, ide, dan

sikap.1 Didalam komunikasi ada 2 pihak yaitu pengirim pesan dan penerima pesan yang

peranannya saling bergantian, di sebut komunikasi dua arah. Komunikasi satu arah adalah di

2

Page 3: Makalah Kelompok a6 Blok 1 Modul 2

mana dalam komunikasi tersebut tidak terdapat pergantian peranan.2 Dalam berkomunikasi

yang baik ialah komunikasi dua arah yaitu pengirim pesan dan penerima pesan yang

perannya saling bergantian dan efektif. Efektif yang dimaksud ialah dapat menjadi pendengar

yang aktif, menggunakan bahasa penerimaan dan merupaan komunikasi dewasa dan dewasa.

Pendengar yang baik ialah aktif mendengar masalah pasien, memberi kesempatan untuk

dapat menyelesaikan masalahnya sendiri dan untuk dapat menerima masalah yang tidak bisa

diubah, membantu pasien mengungkapkan perasaan-perasaannya, memahami perasaan-

perasaan pasien, membuka telinga dan menjaga lidah. Bahasa penerimaan perlu

dikomunikasikan dan diperlihatkan dalam bentuk pesan verbal seperti mengundang untuk

berbicara lebih banyak sehingga ia merasa diterima dihargai sebagai pribadi, dan dalam

bentuk pesan non verbal dengan isyarat, sikap, ekspresi wajah, dan gerak-gerik lain yang

mendukung pesan verbal. Ini dapat menjadi komunikasi yang merangsang pertumbuhan dan

perubahan yang membangun karena pasien merasa tertolong, lebih baik terdorong untuk

berbicara dan mengurangi rasa takut/terancam.3 Komunikasi kepada pasien dapat dilakukan

melalui isyarat, ekspresi wajah, bahasa tubuh serta nada suara.4 Menurut lexicographer (ahli

kamus bahasa), komunikasi adalah upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai

kebersamaan. Jika dua orang berkomunikasi maka pemahaman yang sama terhadap pesan

yang saling dipertukarkan adalah tujuan yang diinginkan oleh keduanya. Sedangkan menurut

Hovland, Janis & Kelley (1961), komunikasi adalah suatu proses dimana seseorang

(komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan

mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya.5

Komunikasi harus memenuhi unsur REACH, terdiri dari respect yaitu saling

menghargai, emphaty yaitu ada empati, audible yaitu jelas mudah dimengerti, clarity yaitu

jelas mudah dimengerti dan humble yaitu rendah hati dan manusiawi. Manfaat komunikasi

efektif dokter-pasien di antaranya, meningkatkan kepuasan pasien dalam menerima

pelayanan medis dari dokter atau institusi pelayanan medis, meningkatkan kepercayaan

pasien kepada dokter yang merupakan dasar hubungan dokter-pasien yang baik,

meningkatkan keberhasilan diagnosis terapi dan tindakan medis, meningkatkan kepercayaan

diri dan ketegaran pada pasien fase terminal dalam menghadapi penyakitnya, mengurangi

malpraktik.2 Dalam membuat diagnosis dan menentukan prognosis suatu penyakit, kita harus

melihat per individu dengan segala aspek dalam dirinya. Komunikasi membantu pasien

bekerja sama dengan dokternya dalam proses penyembuhan.6

3

Page 4: Makalah Kelompok a6 Blok 1 Modul 2

Komunikasi terapeutis adalah orang lain merasa tertolong dan lebih baik, terdorong

untuk berbicara, mengekspresikan perasaan-perasaan, memiliki harga diri, mengurangi rasa

takut/terancam, sehingga merangsang pertumbuhan dan perubahan yang membangun. Faktor

yang mempengaruhi komunikasi adalah citra diri bagaimana dokter dengan pasien melihat

dirinya sendiri, citra pihak lain bagaimana dokter melihat pasien dan sebaliknya, lingkungan

fisik ruang praktek, kondisi fisik, mental, emosional dan bahasa tubuh gerak gerik, ekspresi

wajah. 7

Dengan demikian siapapun kita berkomunikasi dengan maksud – tujuan tertentu,

interpersonal atau dalam kelompok, baik dengan ibu, ayah, suami/isteri, anak, nenek, guru

/dosen, sahabat, teman, atasan, maupun bawahan, perlu penyesuaian bersikap agar

komunikasi menjadi lebih efektif.8 Selain cara berkomunikasi yang benar, juga dibutuhkan

kompetensi ilmu pengetahuan medis sebagai isi komunikasi. Cara berkomunikasi dengan

empati adalah alat atau kegiatan untuk terlaksananya komunikasi efektif. Komunikasi efektif

tersebut dapat meningkatkan kepatuhan pasien dan taraf kepuasan pasien. Pengetahuan

menangani orang sakit adalah bekal seorang dokter dalam praktik kesehatan individu dan

kesehatan masyarakat sehingga terhindar dari pelanggaran etika dan disiplin. Komunikasi

dengan empati merupakan jiwa dalam profesionalisme kedokteran.9

Dalam skenario ini, dokter telah berusaha untuk mengkomunikasikan pengetahuan

yang dia miliki kepada pasien dengan cara menganjurkan sang pasien untuk minum obat. Hal

ini tentu saja berhubungan dengan tujuan utama sang pasien dating ke dokter. Sang dokter

telah mengajurkan sang pasien untuk meminum obat secara teratur agar penyakitnya

berangsur membaik namun pasien tidak mengikutinya sehingga pasien datang lagi ke dokter

dengan keluhan yang sama.

Empati

Empati sebagaimana dikemukakan kali pertama pada 1909 berasal dari bahasa latin

em dan pathos yang artinya masuk kedalam, menjadi atau menyatu. Lima puluh tahun

kemudian hal tersebut dibahas pada ilmu psikososial dan psikoanalitik, bagaimana seseorang

dapat merasakan dirinya sebagai orang lain dengan tetap obyektif tanpa menyertakan emosi

diri. Sebagai dokter kita wajib berempati, mau dan mampu merasakan perasaan, pikiran,

sikap dan perilaku pasien, tanpa melibatkan emosi diri. Bayangkan apabila kita yang menjadi

4

Page 5: Makalah Kelompok a6 Blok 1 Modul 2

pasien, merasakan fisik, pikiran, dan emosi tidak sehat, keinginan diperlakukan dengan kasih

sayang dan empati, pandangan, dan harapan terhadap kesembuhan.9 Empati juga dikatakann

adalah kemampuan untuk menghayati perasaan orang lain, tanpa perlu ikut larut di dalamnya.

Dalam bahasa Yunani adalah Pathos yang mengacu pada perasaan . Hal ini berarti bahwa

anda memahami bagaimana perasaan orang.10 Empati merupakan ciri-ciri prima kemahiran

berkomunikasi. Individu yang mempunyai empati yang tinggi membolehkannya mudah

bergaul dengan orang lain. Atau bisa pula diambil dari kesimpulan empati merupakan

perasaan ingin mengenali dan memahami sesuatu walaupun ia berbeda daripada yang pernah

dialami tanpa memandang rendah ataupun berasa benci terhadap sesuatu.11 Empati

kemampuan secara intelektual dan emosional untuk merasakan emosi, perasaan, dan reaksi

yang dialami orang lain dan secara efektif mengomunikasikan pengertian tersebut pada

individu tersebut.12 Satu cara efektif untuk menyampaikan penghargaan mendalam terhadap

klien adalah dengan berusaha memberi tanggapan-tanggapan empatik dan tetap menjunjung

tinggi martabat pasien.13 Cara efektif lainnya dalam berempati adalah dengan

mengembangkan sikap ramah dan bersahabat.14

Untuk melakukan empati perlu mengenali dahulu apa obyek atau peristiwa tersebut,

selanjutnya ditetapkan bagaimana perasaan emosional itu secara bermakna mempengaruhi

cara ia memahami orang lain. Perbedaan dengan simpati berarti feeling into feeling sorry

yang didalamnya terdapat emotional contagion atau penularan emosi, dan bila empati berarti

feeling with tidak ikut terlarut secara emosional.3 Empati terhadap kondisi pasien akan

memampukan dokter untuk memahami pasiennya dari sudut pandang pasien sehingga dokter

mengerti apa yang dirasakan pasiennya tetapi tidak larut dalam perasaan pasien atau

menyetujui pandangan pasien. Berempati berarti tidak bersikap menghakimi, baik dalam arti

kata menyalahkan, membenarkan, menyetujui atau tidak menyetujui perbuatan seseorang.15

Dokter hanya berusaha untuk membantu menolong pasien dan menjalin komunikasi

terapeutis agar pasien dapat merasa lebih dihargai. Kita meneguhkan harga diri seseorang dan

membiarkan ia mengetahui bahwa kita ingin mengerti dirinya dengan memasuki dunia

pengalaman dan perasaan-perasaannya.13

Tingkat atau level empati dalam komunikasi, level 0 adalah dokter menolak sudut

pandang pasien, level 1 adalah dokter mengenal secara sambil lalu, level 2 adalah dokter

mengenal sudut pandang pasien secara implisit, level 3 adalah dokter menghargai pendapat

pasien, level 4 adalah dokter mengkonfirmasi kepada pasien, dan level 5 adalah dokter

berbagi perasaan dan pengalaman. Seorang dokter haruslah memiliki sikap empati. Terdapat

5

Page 6: Makalah Kelompok a6 Blok 1 Modul 2

4 kemampuan untuk berempati yaitu empati dalam hal psikis pasien, empati dalam hal

penderitaan pasien, empati dalam hal kondisi sosial ekonomi pasien, empati dalam hal adat

istiadat budaya masyarakat termasuk religi (keagaman). Terdapat 2 metode empati yaitu

simulasi keyakinan, keinginan, ciri-ciri dan konteks karakter orang lain dan simulasi

langsung perasaan emosional. Pada Empati, Simpati dan Antipati yaitu pada empati, kita

tidak ikut terlarut dengan perasaan pasien, tetapi dapat mengindentifikasi perasaan dan

pikirannya, pada simpati, kita ikut terlarut dan mempunyai perasaan yang sama dengan

pasien; penularan emosi (emotional contagion), pada antipati, kita mempunyai perasaan yang

tidak sama dengan pasien bahkan menolak perasaan pasien. Terdapat 3 upaya dan

kemampuan dalam empati yaitu kemampuan kognitif dengan mengerti kebutuhan pasien,

kemampuan afektif dengan peka akan perasaan pasien dan kemampuan perilaku dengan

memperlihatkan / menyampaikan empati kepada pasien.2

Dari skenario, kita dapat melihat bagaimana pasien berobat untuk sakitnya tersebut

dan stop minum obat yang di rencanakan dokter akan berlangsung minimal 6 bulan. Sebagai

seorang dokter, sebaiknya tidak hanya menyuruh pasien untuk meminum obatnya saja, tetapi

juga wajib menjelaskan sedetail mungkin tentang dampak dan akibat kalau tidak meminum

obat, dan itu di lakukan dengan cara berkomunikasi yang efektif. Selain komunikasi, seorang

dokter juga harus berempati kepada pasien, dengan adanya empati maka pasien akan merasa

di terima dan lebih dihargai. Empati tidak hanya sekedar basa-basi kepada pasien melainkan

seorang dokter hendaknya mendengar aktif, respon pada kebutuhan dan kepentingan pasien,

usaha memberikan pertolongan pada pasien dan empati itu harus dimulai dari diri sendiri.

Kepribadian

Kepribadian merupakan sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang yang

membedakannya dengan orang lain. kepribadian sebagai suatu organisasi (berbagai aspek

psikis dan fisik) yang merupakan suatu struktur dan sekaligus proses.16 Menurut Phares,

kepribadian merupakan pola khas dari fikiran, perasaan, dan tingkah laku yang membedakan

orang satu dengan yang lain dan tidak berubah lintas waktu dan situasi. Kepribadian paling

sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh seseorang.

Jadi kepribadian merupakan seluruh pola emosi dan perilaku yang menetap, dan bersifat khas

pada seseorang dalam caranya mengadakan hubungan, caranya berpikir tentang lingkungan

6

Page 7: Makalah Kelompok a6 Blok 1 Modul 2

dan dirinya sendiri. Karakteristik yang umumnya melekat dalam diri seorang individu

adalah malu, agresif, patuh, malas, ambisius, setia, dan takut. Karakteristik-karakteristik

tersebut jika ditunjukkan dalam berbagai situasi, disebut sifat-sifat kepribadian.17 Kepribadian

atau watak adalah pikiran,perasaan dan perbuatan seseorang dikumpulkan dalam kesadaran

tentang diri manusia sendiri. Ini biasanya dipengaruhi dari beberapa hal yaitu dari

pengalamannya sejak dia kecil,pendidikan yang dia terima, atau faktor genetik yang didapat

dari orangtuanya. Berpikir itu adalah kemampuan manusia untuk mencari arti bagi realitas

yang muncul di hadapan kesadarannya dalam pengalaman dan pengertian.18 Kepribadian

menurut Murray adalah fungsi yang menata atau mengarahkan dalam diri individu. Tugas-

tugasnya meliputi mengintegrasikan konflik-konflik dan rintangan-rintangan yang dihadapi

individu, memuaskan kebutuhan-kebutuhan individu dan menyusun rencana-rencana untuk

mencapai tujuan-tujuan di masa mendatang.19

Kepribadian merupakan seluruh pola emosi dan perilaku yang menetap dan bersifat

khas pada seseorang dalam caranya berpikir tentang lingkungan dan dirinya sendiri. Contoh

definisi kepribadian menurut Pervin, seluruh karakteristik seseorang atau sifat umum banyak

orang yang mengakibatkan pola yang menetap dalam merespon suatu situasi. Tempramen

atau tabiat dan watak atau karakter juga masuk ke dalam kepribadian. Tempramen adalah

bawaan sejak lahir yang sukar diubah biasanya dipengaruhi fisiologik tubuh, lain hal dengan

watak, keseluruhan keadaan dan cara bertindak terhadap suatu rangsangan terus berkembang

di kehidupan seseorang dipengaruhi oleh eksogen seperti lingkungan, pengalaman, dan

pendidikan. Dan kecerdasan emosional juga termasuk, kecerdasan emosional merupakan

gabungan dari semua kemampuan emosional dan kemampuan social untuk menghadapi

seluruh aspek kehidupannya. Komponen kecerdasan emosional antara lain kesadaran diri,

mengelola emosi, motivasi diri, empati, hubungan social.2 Kepribadian dapat dikatakan

bersumber dari bentukan-bentukan yang di terima seseorang dari lingkungan keluarga pada

masa kecil, dan juga bawaan sejak lahir. Jadi, kepribadian itu sebetulnya campuran dari hal-

hal yang bersifat psikologis, kejiwaan dan juga fisik.20

Hubungan dengan skenario, dilihat bahwa pasien tidak mengikuti anjuran dokter, hal

tersebut tentunya berhubungan erat dengan kepribadian pasien, yakni sudah merupakan

temperamen (tabiat) pasien yang sudah merupakan bawaan sejak lahir, dan sukar di ubah.

Watak adalah keseluruhan keadaan dan cara bertindak terhadap suatu rangsangan dan watak

ini terus berkembang dalam masa kehidupan seseorang. Kemungkinan besar pasien tersebut

7

Page 8: Makalah Kelompok a6 Blok 1 Modul 2

memiliki watak yang kurang bagus sehingga tidak mau mengikuti anjuran dokter, yang

sebenarnya itu baik untuk dirinya. Dan kecerdasan emosional meliputi kesadaran diri,

mengelola emosi, motivasi diri, empati dan hubungan social. Berdasarkan skenario saya

menyimpulkan bahwa pasien tersebut belum memenuhi komponen kecerdasan emosional.

Secara garis besar ia belum memiliki kesadaran dan motivasi diri untuk berubah.

Tingkah laku

Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi

oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan genetika.21 Maka bisa dikatakan

juga, manusia itu biopsikososial tidak hanya berkembang biologis dan psikologisnya saja

tetapi sosialnya pun berkembang.22 Dan mengikuti teori psikoanalisis dari Freud mengenai

tingkah laku itu didasari kepribadian, dan kepribadian tersebut berprinsip dari id (keinginan

dari dalam), ego (hubungan dengan kenyataan) dan super ego (norma-norma yang berlaku).23

Perilaku sehat adalah kondisi ketika individu dengan kondisi kesehatan yang stabil berupaya

aktif mencari cara untuk mengubah kebiasaan pribadi yang sehat dan atau lingkungan guna

beralih ke tingkat kesehatan yang lebi tinggi.24

Perilaku sehat adalah sifat pribadi seperti kepercayaan, motif, nilai, persepsi dan

elemen kognitif lainnya. Lima Perilaku Sehat ialah pencegahan, perlindungan, perilaku

sebelum sakit, perilaku saat sakit dan kondisi sosial. Perilaku sehat dibutuhkan oleh setiap

orang bukan hanya pasien, bahkan dokter pun perlu memiliki perilaku sehat. Dan itu adalah

kewajiban setiap orang, namun melaksanakan perilaku sehat tidaklah mudah terutama bagi

seseorang yang “Malas”. Berikut adalah Tingkatan Perubahan Perilaku yaitu prekontemplasi

adalah belum ada niat perubahan perilaku, kontemplasi yaitu sudah sadar tapi belum siap

untuk berkomitmen untuk bertindak, persiapan yaitu sudah ada niat tapi masih gagal,

tindakan yaitu sudah berhasil dan memberlakukan perilaku sehat dan pemeliharaan yaitu

berusaha untuk mempertahankan perilaku sehat yang telah dilakukan.2 Dalam berinteraksi

dengan orang lain, ada 4 macam interaksi yang dapat di analisis antara lain stuktural analisis

yaitu analisa kepribadian seseorang, perasaan yang terkait dengan pengalaman masa lalu,

menentukan penampilan mana yang sedang memperlihatkan diri, kedua adalah transaksional

analisis yaitu menentukan ego yang dominan yang sedang berlangsung ( orang tua, dewasa,

anak ) pada setiap individu yang berinteraksi, menganalisa apa yang di lakukan dan di

8

Page 9: Makalah Kelompok a6 Blok 1 Modul 2

katakana seseorang kepada oarng lain, menyelidiki hubungan antar pribadi, ketiga adalah

game analisis / analisis permainan yaitu menganalisis apa yang tersembunyi dari interaksi

yang di lakukan, menganalisis apa yang di hasilkan dari interaksi dan yang terakhir adalah

script analisis yaitu menganalisa drama / kejadian dalam kehidupannya yang terlihat dalam

semua interaksi yang di lakukan, kehidupan punya drama kehidupan ( peran dipelajari,

dikhayalkan, di lakukan), mirip naskah theater (karakter,dialog,acting,adegan,tema).2

Dalam kedokteran,  perilaku seseorang dan keluarganya dipelajari untuk

mengidentifikasi faktor penyebab, pencetus atau yang memperberat timbulnya masalah

kesehatan. Intervensi terhadap perilaku seringkali dilakukan dalam rangka penatalaksanaan

yang holistik dan komprehensif.25 Dalam menangani pasien di lapangan, akan dijumpai pasien

dengan perilaku berbeda satu sama lain. Ada yang mencerminkan perilaku sehat dan ada pula

yang sebaliknya. Setiap orang memiliki perilaku yang berbeda-beda satu sama lain. Dengan

kemampuan interpersonal yang baik seseorang akan mampu menilai dan memahami

bagaimana dirinya. Pemantauan diri adalah kemampuan seseorang untuk menyesuaikan

perilakunya dengan faktor situasional eksternal. Individu dengan tingkat pemantauan diri

yang tinggi menunjukkan kemampuan.26 Menurut Solita, perilaku kesehatan merupakan

segala bentuk pengalaman dan interaksi  individu dengan  lingkungannya, khususnya yang

menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan

dengan kesehatan.27

Hubungan dengan skenario, perilaku seorang dokter dapat berpengaruh besar pada

pasien.menurut hasil penelitian pada beberapa rumah sakit yang menggunakan para stafnya

sebagai subjek, disimpulkan bahwa dokter yang berperilaku lebih sopan dan santun akan

membuat pasien lebih sehat dan cepat pulih. Dari skenario, perilaku dokter tersebut dapat kita

lihat melalui analisa transaksional. Dalam analisa transaksional kita dapat menganalisis

tentang komunikasi yang terjadi, ini yang di sebut dengan transaksional analisis. Oleh karena

itu kita dapat mengetahui interaksi antara dokter-pasien adalah O-K. ketika pasien di

sarankan dokter untuk minum obat, tetapi pasien tidak mengikuti anjuran dokter, dia stop

minum obat karna bosan, dan masih saja merokok 20 batang sehari. Sebagai seorang dokter

hendaknya ia dapat menempatkan diri pada oknum tertentu sehingga komunikasi di antara

dokter –pasien dapat berjalan lancar.

9

Page 10: Makalah Kelompok a6 Blok 1 Modul 2

Status pendidikan

Pasal 19 dalam KODEKI, setiap dokter hendaklah senantiasa mengikuti

perkembangan ilmu pengetahuan dan tetap setia pada cita-citanya yang luhur. Sebagai

seorang dokter hendaknya semakin tinggi pendidikan dan pengetahuan, diwajibkan

mengobati pasien dengan metode terbaru dan sudah dipatenkan.28 Status pendidikan

merupakan salah satu faktor yang mendukung kesadaran untuk menjaga kesehatan bagi

perokok. Pengetahuan masyarakat mengenai risiko merokok bagi kesehatan tampaknya hanya

sebagian saja, terutama di negara-negara berpendapatan menengah dan rendah karena

informasi mengenai bahaya ini sangat terbatas. Di Cina, sebagai contoh, 61% perokok yang

disurvai pada tahun 1996 percaya bahwa rokok “tidak atau sedikit sekali merugikan

mereka.”29 Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang, maka semakin mudah mereka

mengerti apa yang dinasihatkan dokter kepadanya. Bila pendidikan seorang pasien

rendah,maka pasien juga akan sulit menerima pesan atau nasihat yang diberikan dokter.”The

brighter you are the more you have to learn”.30

Semakin tinggi tingkat pendidikan pasien, maka semakin baik penerimaan informasi

tentang pengobatan penyakitnya sehingga akan semakin teratur proses pengobatan dan

penyembuhan. Oleh karena itu, seorang dokter sebaiknya memberikan penekanan pada pesan

atau informasi yang berkaitan dengan pengobatan penyakit pasien. Orang yang berpendidikan

tinggi mungkin telah well information tentang penyakitnya, begitu pun sebaliknya.

Pengetahuan tentang kesehatan mencakup apa yang diketahui oleh seseorang terhadap cara-

cara memelihara kesehatan, seperti pengetahuan tentang penyakit menular, pengetahuan

tentang faktor-faktor yang terkait. dan atau memengaruhi kesehatan, pengetahuan tentang

fasilitas  pelayanan  kesehatan, dan pengetahuan untuk menghindari kecelakaan.[4] Edukasi

tentang dunia kesehatan juga perlu diberikan untuk kemajuan kesehatan masyarakat.

Bagaimana dampak yang mungkin timbul dari kebiasaan tidak hidup sehat perlu dijelaskan

kepada mereka. Memberi wawasan yang lebih luas mengenai beberapa penyakit beserta

penyebabnya dan bagaimana dampaknya di kemudian hari. Dalam memberi pengetahuan,

juga harus memperhatikan penggunaan kata-kata, kesesuaian dengan tingkat pemahaman

pendengar agar maksud yang ingin disampaikan dapat dipahami oleh pendengar. Pemberian

pengetahuan dapat membantu masyarakat secara umum, dan pasien secara khusus untuk

mengambil tindakan yang tepat untuk pengobatan yang akan dijalaninya. Tingkat pendidikan

dan pengetahuan seorang pasien memiliki andil yang sangat signifikan terhadap dirinya untuk

menjadi teratur atau tidak teratur terhadap pengobatannya.

10

Page 11: Makalah Kelompok a6 Blok 1 Modul 2

Status ekonomi

Berdasarkan sejarah, dengan meningkatnya pendapatan para penduduk jumlah orang

yang merokok juga meningkat. Dalam beberapa dekade awal terjadinya wabah merokok di

negara berpendapatan tinggi, perokok cenderung lebih banyak terdiri dari orang kaya

daripada orang miskin. Tetapi dalam tiga atau empat dekade terakhir, pola ini menjadi

terbalik, sekurang-kurangnya di antara para pria, dimana data untuk itu tersedia secara luas.29

Status ekonomi kemungkinan besar merupakan pembentuk gaya hidup keluarga. Pendapatan

keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak karena orang tua dapat

menyediakan semua kebutuhan anak baik primer maupun sekunder.31 Proses pengobatan dan

pemulihan kesehatan pasien dipengaruhi oleh seberapa besar biaya yang harus dikeluarkan.

Tak jarang suatu pengobatan berhenti begitu saja hanya karena masalah biaya. Setiap pasien

memiliki kemampuan financial yang berbeda-beda dan kebutuhan yang berbeda pula. Proses

penyembuhan pasien dengan status ekonomi rendah biasanya terhambat pada biaya yang

harus dibayarkan demi kesembuhan. Obat-obatan tertentu memiliki harga yang cukup mahal

buat mereka apalagi jika untuk dikonsumsi dalam jangka waktu panjang. Status ekonomi

memengaruhi kemampuan pembiayaan dalam bidang kesehatan karena masih terfokus pada

kebutuhan pokok.32

Pasien yang datang kepada dokter adalah pasien yang biasanya menghabiskan 20

batang rokok per hari. Ada kemungkinan, pasien tidak mengikuti anjuran dokter karena

faktor biaya pengobatan yang mahal. Seharusnya seorang dokter bisa menjelaskan presentase

kerugian yang dihadapi pasien yang terus merokok lebih tinggi dibandingkan pasien

menjalani pengobatan. Karena biaya total biaya yang dikeluarkan pasien untuk merokok lebih

besar dibandingkan dia menjalani pengobatan. Terlepas dari status ekonomi yang disandang

oleh pasien, dokter harus mengkomunikasikan bahaya merokok. Pasien ini memiliki

kebiasaan merokok yang tergolong parah karena jumlah rokok yang dihabiskan perhari

sangat banyak. Dokter seharusnya segera mengajak pasien mengurangi frekuensi

merokoknya kemudian perlahan-lahan menghentikan kebiasaan merokoknya. Apabila kondisi

ini terus berlangsung maka bahaya buruk siap mengintai sang pasien tersebut. Kepatuhan

minum obat juga harus ditekankan agar penyakit pasien segera terobati demi kesehatan

pasien itu sendiri.

11

Page 12: Makalah Kelompok a6 Blok 1 Modul 2

Dukungan keluarga

Faktor lain yang memberi pengaruh cukup besar  adalah lingkungan  di mana

seseorang tumbuh dan dibesarkan; norma dalam keluarga, teman, dan kelompok sosial; dan

pengaruh-pengaruh lain yang seorang manusia dapat alami. Faktor lingkungan ini memiliki

peran dalam membentuk kepribadian seseorang.16 Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri

dari sejumlah individu, memiliki hubungan antar individu, terdapat ikatan, kewajiban,

tanggung jawab di antara individu tersebut.33 Fungsi keluarga pada esensi perasaan dilihat

dari bagaimana keluarga secara instuitif merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota

yang lain dalam berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga sehingga

saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga.34

Mengacu pada teori Skiner terhadap perilaku seseorang karena stimulus yang ditimbulkan

terhadap suatu organisme akan memunculkan respon. Begitu pula dengan adanya dukungan

moral atau materil keluarga atau lingkungan terhadap penyakit yang diderita pasien yang

merupakan stimulus yaitu suatu rangsangan, akan menimbulkan respon terhadap dirinya.

Berbanding lurus, bila dukungannya positif maka respon akan positif membantu kesembuhan

penyakit pasien, bila negatif maka respon pasien pun akan negatif dan memperhambat

kesembuhan.23

Dukungan keluarga sangat dibutuhkan oleh pasien perokok tersebut untuk

menghentikan kebiasaan merokoknya dan mengikuti anjuran minum obat. Dukungan

keluarga akan memberikan energi dan kekuatan yang tidak terhingga dalam membantu sang

pasien sadar akan bahaya merokok dan pentingnya minum obat. Dengan dukungan keluarga

yang positif, akan merubah kebiasaan buruk pasien menjadi lebih baik.

Usia

Usia dalam psikologi perkembangan menurut teori Erikson dibagi menjadi 10 tahap. Yaitu

masa bayi usia 0-24bulan, masa balita usia 2-3tahun, masa awal sekolah usia 4-6tahun, masa

anak tengah usia 6-12tahun, masa awal remaja usia 12-18tahun, masa remaja usia 18-

24tahun, masa dewasa awal usia 24-34tahun, masa dewasa tengah usia 34-60tahun, masa

dewasa akhir usia 60-75, dan masa sangat tua usia 75-meninggal.35 Pasien terdiri dari orang-

orang dengan tingkatan usia tertentu dan memiliki sikap serta ciri yang berbeda. Terdapat

perkembangan afektif tersendiri dari rentang usia setiap pasien. Terdapat pula perbedaan

kebutuhan dalam perbedaan usia. Dengan semakin menuanya usia, banyak hal yang

12

Page 13: Makalah Kelompok a6 Blok 1 Modul 2

bergejolak di pikiran yang harus dipertimbangkan untuk menjalani pengobatan. Usia kanak-

kanak, remaja, dewasa, orang tua memiliki kebutuhan yang berbeda dan cara pandang yang

berbeda pula dalam penyembuhan dirinya. Orang dengan usia yang lebih mapan dan telah

memiliki keluarga misalnya, akan berpikir apa pengaruh tindakan yang diambilnya terhadap

keluarganya, bagaimana keberlangsungan hidup keluarganya ke depan. Sedangkan pada usia

kanak-kanak belum ada pemikiran seperti itu. Dalam kasus, usia pasien 35 tahun tetapi

tingkah lakunya seperti anak-anak yang tidak mengikuti anjuran dokter karena bosan.

Sebaiknya dokter dapat menempatkan dirinya dan menunjukkan empatinya kepada pasien.

Ketergantungan / kebiasaan

Mengacu pada teori Skiner terhadap perilaku seseorang karena stimulus yang

ditimbulkan terhadap suatu organisme akan memunculkan respon. Begitu pula dengan

adanya dukungan moral atau materil keluarga atau lingkungan terhadap penyakit yang

diderita pasien yang merupakan stimulus yaitu suatu rangsangan, akan menimbulkan respon

terhadap dirinya. Berbanding lurus, bila dukungannya positif maka respon akan positif

membantu kesembuhan penyakit pasien, bila negatif maka respon pasien pun akan negatif

dan memperhambat kesembuhan.23 Esensi dari ketergantungan dapat pula dinamakan

kecanduan. Kecanduan juga bisa dipandang sebagai keterlibatan terus-menerus dengan

sebuah zat atau aktivitas meskipun hal-hal tersebut mengakibatkan konsekuensi negatif.

Kenikmatan dan kepuasanlah yang pada awalnya dicari, namun perlu keterlibatan selama

beberapa waktu dengan zat atau aktivitas itu agar seseorang merasa normal.36

Pasien yang masih ketergantungan dengan rokok meskipun sudah mengalami dampak

buruk dari merokok dapat disebabkan karena kandungan nikotin yang ada pada rokok atau

karena memang telah menjadi kebiasaan hidupnya yang tidak bisa ia ubah dalam waktu

singkat. Namun, sekarang telah ada obat yang dapat membantu pasien mengatasi masalah

ketergantungannya pada rokok dan dalam waktu yang singkat pula pasien akan berbalik dari

kebiasaannya tersebut, tetapi budget yang dikeluarkan untuk obat tersebut juga tidak sedikit.

Olehnya itu dokter berusaha memberi pengobatan sesuai dengan kemampuan financial pasien

juga meskipun efek dari obat yang diberikan juga berbeda. Ketergantungan pada rokok

mungkin dapat diubah melalui kesadaran akan diri sendiri sebab perubahan itu dimulai dari

diri kita sendiri, apakah kita mau berubah atau tidak.

13

Page 14: Makalah Kelompok a6 Blok 1 Modul 2

PenutupEfisiensi terapi yang diberikan oleh dokter selain tergantung pada pengetahuan dan

keterampilannya, juga pada kemampuan menjalin kerja sama dengan pasien. Beberapa

penelitian menyebutkan bahwa pasien akan sembuh lebih cepat dan lebih sedikit terjadi

komplikasi bila hubungan antara dokter dan pasien terjalin baik. Dokter harus mampu

membangun suatu komunikasi yang efektif terhadap pasiennya sehingga dapat mengenali

berbagai faktor kemungkinan yang memengaruhi kodisi pasien saat itu. Faktor kemungkinan

yang berasal dari luar diri pasien maupun yang berasal dari dalam diri pasien itu sendiri.

Seorang dokter akan mampu menggali informasi sebanyak mungkin tentang pasiennya

dengan cara menciptakan suasana yang kondusif bagi pasien sehingga pasien dapat

mengungkapkan berbagai perasaan yang bergejolak dalam dirinya serta ekspresi-ekspresi

yang lain. Dokter dapat menganalisa beberapa faktor kemungkinan yang memengaruhi cara

pandang pasien, termasuk menganalisa bagaimana cara dokter itu sendiri berkomunikasi dan

berempati kepada pasiennya sehingga pasien menyimpang dari petunjuk dokter. Pada

dasarnya berbagai faktor yang telah dibahas pada bab sebelumnya saling berkaitan satu sama

lain dalam menentukan sikap pasien yang tidak mengikuti anjuran dokter.

Disinilah peran seorang dokter dalam membantu pasien dengan pendekatan yang

holistik/utuh. Dengan memahami faktor-faktor yang memengaruhi pasien, dokter dapat

meningkatkan kualitas pelayanannya dengan lebih berempati kepada pasien dan

mengembangkan pola komunikasi yang sesuai dengan keinginan pasien sehingga pasien akan

patuh dengan petunjuk dokter dan mampu melaksanakannya meskipun dalam jangka waktu

lama. Faktor tersebut adalah sebagai berikut, komunikasi, empati, kepribadian, tingkah laku,

status pendidikan, status ekonomi, dukungan keluarga, usia dan ketergantungan akan sesuatu.

Pasien akan lebih termotivasi untuk sembuh dan menaruh rasa percaya kepada dokter.

Hubungan pasien dokter dikatakan mendekati sempurna apabila dokter berpengetahuan luas,

baik hati, serta sungguh-sungguh merawat pasien dan memberikan petunjuk tentang

pengobatan dengan bersikap hormat, dapat dipercaya, dan menyenangkan pasiennya.

14

Page 15: Makalah Kelompok a6 Blok 1 Modul 2

Daftar Pustaka1. Mulyana D. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung, Indonesia: PT Remaja

Rosdakarya, 2007.

2. Andri, Hidayat D, Ingkiriwang E, Asnawi E, Hidajat HK. Bahan Kuliah: Komunikasi dan

Empati. Jakarta: Ukrida, 2011.

3. Nah YS, Hidayat D, Hudyono J. Buku Panduan Keterampilan Klinik. Ed. semester 1.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Ukrida, 2011.

4. Soekardi E, Soetjiningsih, Kandera IW. Modul Komunikasi Pasien-Dokter: Suatu

Pendekatan Holistik. Jakarta, Indonesia: EGC, 2007.

5. Zubair, Agustina. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta, 2006.

6. Elfky I. Terapi Komunikasi Efektif. Jakarta, Indonesia: Mizan Publika, 2000.

7. Maulana, Heri DJ. Promosi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007.

8. Rafdinal. Hospital Development Program Training: Excellent Customer Service.

Disampaikan sebagai ceramah di Departemen IK Kulit dan Kelamin, RSCM, Jakarta,

November 2008.

9. Boediardja, Siti Aisah. Komunikasi dengan Empati, Informasi dan Edukasi: Citra

Profesionalisme Kedokteran. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009.

10. Covey SR. Melampaui Efektivitas Menggapai Keagungan. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama, 2005.

11. Yusof, Ab Aziz. Keinsanan Dalam Pengurusan. Kuala Lumpur: Utusan Publications and

Distributors Sdn Bhd, 2007.

12. Hartanto, Huriawati, dkk. Kamus Ringkas Kedokterean Stedman Untuk Profesi

Kesehatan. Ed. 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2005.

13. Yeo A. Konseling: Suatu Pendekatan Pemecahan-Masalah. Jakarta, Indonesia: Gunung

Mulia, 2007.

14. Sumartono. Komunikasi Kasih Sayang. Jakarta, Indonesia: Elex Media Komputindo,

2004.

15. Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung, Indonesia: PT Remaja

Rosdakarya, 2007.

16. Robbins, Stephen P, Judge, Timothy A. Perilaku Organisasi. Jakarta, Indonesia: Salemba

Empat, 2008.

17. Buss AH. Personality as a Traits: American Psychologist. USA, 1989.

18. Theo Huijbers T. Manusia Merenungkan Dirinya. Yogyakarta: Kanisius, 1986.

15

Page 16: Makalah Kelompok a6 Blok 1 Modul 2

19. Hall CS, Lindzey G. Psikologi Kepribadian 2 Teori-Teori Holistik (Organismik-

Fenomenologis). Ed. ke-12. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2006.

20. Pratama Vembri O. Akal-akalan di Dunia Kesehatan: Panduan Menjadi Pasien yang

Cerdas dan Tidak Tertipu oleh Petugas Medis. Jogyakarta: Octopus, 2011.

21. Diunduh http://id.wikipedia.org/wiki/Tingkah_laku

22. King LA. Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiatif. Jakarta: Penerbit Salemba

Humanika, 2010.

23. Notoatmodjo S. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010.

24. Kadar, Kuswini Semarwati, dkk. Diagnosis Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis.

Ed.9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2002.

25. Albarracín, Dolores, Johnson BT, Zanna MP. The Handbook of Attitude. h.74-8.

Routledge, 2005.

26. Snyder M. The Psychology of Self-Monitoring. h.530-55. USA: Psychology Bulletin,

2000.

27. David G. Handbook of Health Behavior Research: Relevance for Professionals and Issues

for the Future. Page. 89-90. Springer. 1997.

28. Wiradharma D. Etika profesi medis. Ed. ke-3. Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti,

2005.

29. The World Bank. Curbing the Epidemic: Governments and the Economics of Tobacco

Control. Washington D.C: Clearance Center, Inc. 1999.

30. Linardakis NM. Behavioral Science. Ed.5. USA: Michaelis Medical Publishing corp,

1995.

31. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta, Indonesia: EGC, 2004.

32. Kusbiyantoro. Perbandingan Efektifitas Kader Kesehatan dan Tokoh Masyarakat sebagai

Pengawas Minum Obat terhadap Keteraturan Minum Obat dan Konversi Dahak Penderita

TB Paru di Kabupaten Kebumen. Tesis. Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada.

2002.

33. Diunduh dari: Situs Warta Warga Universitas Guna Darma: Keluarga.

34.  Clayton RR. The Family, Mariage and Social Change. h.58. 2003.

35. Newman BM, Newman PR. Development Through Life: A Psychosocial Approach. Ed.

10. USA: Wadsworth Cengage Learning, 2009.

36. Morrissey J, Jenm, Keogh B. Psychiatric Mental Health Nursing. Dekker. h.289. 2008.

16