makalah (kedudukan hadis sebagai sumber ajaran islam)pdf
TRANSCRIPT
HADITS SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Hadits
Oleh:
==================================
Solehudin Hikmatiar (1210703032)
Ikhsan Purnama Santika (1127030039)
Lits Nurhasanittaqwim (1127030048)
Rechan Zahrotun Nur (1127030056)
Siti Nurlaela (1127030065)
Nunur Rofi’ah (1127030075)
==================================
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2013
Pendahuluan
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Tuhan semesta alam (The Lord of the world and
The Creator of insan) Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah melimpahkan karunianya
kepada kita semua, sehingga kita masih diberi kesempatan untuk memperbanyak ibadah kita.
Shalawat dan Salam semoga selalu tercurahkan keharibaan Nabi Muhammad Saw.
Seluruh umat Islam telah sepakat bahwa Hadis Rasul merupakan sumber dan dasar
hukum Islam al-Quran, dan umat Islam diwajibkan mengikuti hadis sebagaimana diwajibkan
mengikuti al-Quran. Karena tanpa keduanya orang islam tidak mungkin dapat memahami
islam secara mendalam. Seorang mujahid dan seorang alim tidak diperbolehkan hanya
mengambil dari salah satu dari keduanya.
Banyak ayat al Quran dan Hadis yang memberikan pengertian bahwa hadis itu
merupakan sumber hukum Islam selain al Quran yang wajib diikuti, baik dalam bentuk
perintah maupun larangannya. Di bawah ini merupakan paparan tentang kedudukan hadis
sebagai sumber hukum Islam dengan melihat beberapa dalil, baik naqli maupun aqli.
I. Dasar- dasar Kehujjaan Hadist
Seluruh umat Islam sepakat bahwa hadist Rasul merupakan sumber dan dasar-dasar hukum
Islam setelah Al-Qur'an. Umat Islam diwajibkan mengikuti hadist sebagaimana diwajibkan
mengikuti AL-Qur'an.
Hadist Nabi merupakan penafsiran Al-Qur'an dalam praktek sekaligus sebagai penerapan
ajaran Islam secara faktual dan ideal. Sandarannya berupa ucapan, perbuatan, taqrir dan hal
ihwal menjadi thariqah hubungan hirarkis antara Al-Qur'an dan Hadist.
Aturan hidup manusia dalam pelaksanaan kehidupannya tidak terlepas dari Al-Qur'an
dan Hadist sunnah yang telah dituangkan lewat ayat-ayatnya.di dalam ayat-ayat itu terperinci
tentang persoalan hidup manusia. Mulai dari keimanan, ibadah, muamalah, akhlak dan
hukum.
Umat Islam telah mengakui bahwa Hadist Nabi saw itu dipakai sebagai pedoman hidup
yang utama setelah Al-Qur'an.ajaran-ajaran islam yang tidak ditegaskan hukumnya, tidak
dirinci menurut petunjuk dalil yang masih utuh, tidak diterangkan cara pengamalannya dan
tidak dikhususkan menurut petunjuk ayat yang masih mutlak dalam al-Qur'an, maka
hendaknya dicarikan penyelesaian dengan merujuk dalam as-Sunnah/Hadist.
Seandainya cara penyelesaian ini mengalami kegagalan, disebabkan karena ketentuan
hukum dan cara pengamalannya itu benar-benar terjadi di masa Nabi saw. Maka ini
memerlukan ijtihad untuk menghindari kekosongan (kevakuman) hukum dan kebekuan
beramal, maka baru dialihkan untuk mencari pedoman yang lain yang dibenarkan oleh
syariat, baik berupa ijtihad yang menyangkut peperangan maupun kelompok yang terwujud
dalam bentuk ijma ulama atau pedoman lainnya, sepanjang tidak bertentangan dengan syariat
agama.
Kenyataan sejarah menunjukkan bahwa Nabi saw menyatakan kegembiraan atas baiat
Mua'dz bin Jabal, seorang sahabat yang diangkat menjadi duta penuh untuk negeri Yaman,
bahwa ia akan berpedoman kepada Al-Qur'an dan al-hadist/sunnah, dan akhirnya ijtihad
sendiri. Sebagaimana Hadist Nabi saw yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim
Banyak ayat Al-Qur'an dan hadist yang memberikan pengertian bahwa hadist itu merupakan
sumber hukum Islam selain Al-qur'an yang wajib diikuti baik dalam bentuk perintah maupun
larangannya. Adapun yang mendasari perintah wajib itu adalah sebagai berikut :
1. Dalil Al-qur'an
Ayat Al-Qur'an menerangkan tentang kewajiban menerima segala yang disampaikan
oleh Rasul kepada umatnya agar dijadikan pedoman hidup.
Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan
kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik
(mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal
yang gaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-
rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya; dan jika kamu
beriman dan bertakwa, maka bagimu pahala yang besar.
Ayat ini, Allah memisahkan antara orang-orang mukmin dengan orang-orang
munafik, memperbaiki keadaan orang-orang mukmin dan memperkuat iman
mereka.Oleh karena itulah, orang mukmin dituntut agar tetap beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya. Pada ayat lain Allah SWT berfirman "Hai orang-orang yang beriman,
taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling daripada-Nya,
sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya). Pada ayat ini Allah memerintahkan
kaum muslimin agar mereka tetap beriman kepada Allah dan Rasul. Pada akhir
ayat,Allah mengancam orang-orang yang mengingkari seruan-Nya.
2. Dalil Hadist
Dalam salah satu pesan Rasulullah saw. Berkenaan dengan keharusan menjadikan
hadis sebagai pedoman hidup setelah Alqur'an. Beliau bersabda : "Aku tinggalkan dua
pusaka untukmu sekalian yang kalian tidak akan tersesat selagi kamu berpegang
teguh kepada kedunya yaitu berupa kitab Allah dan sunah Rasul-Nya. (HR. Malik)
Kebenaran Alqur'an dan Hadist sebagai pedoman hidup sudah teruji. Ia
merupakan sumber hukum Islam.Antara satu dengan yang lainnya tidak dapat
dipisahkan.Keduanya merupakan suatu kesatuan, yaitu Alqur'an sebagai sumber
pertama yang memuat ajaran-ajaran bersifat umum dan global.Oleh karena itulah
kehadiran hadist sebagai sumber ajaran kedua tampil untuk menjelaskan keumuman
isi Alqur'an " keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami
turunkan kepadamu Al Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa
yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.
Allah menurunkan Alqur'an sebagai petunjuk bagi manusia. Melalui Alquran ini,
Muhammad saw diprintahkan untuk menjelaskan kandungan dan cara-cara
melaksanakan ajarannya kepada manusia melalui hadist-hadistnya. Oleh karena itu, fungsi
hadis adalah sebagai penjelas terhadap Alquran.
II. Kedudukan Hadits Sebagai Sumber Ajaran Islam
Seluruh umat Islam telah sepakat bahwa hadis merupakan salah satu sumber ajaran
Islam menempati kedudukan setelah Al-Qur’an. Bagi umat Islam merupakan keharusan
untuk mengikuti hadis sama halnya dengan mengikuti Al-Qur’an baik berupa perintah
maupun larangan. Sebab Al-Qur’an dan hadis merupakan sumber syari’at yang saling terkait.
Seorang muslim tidak mungkin dapat memahami syari’at kecuali dengan merujuk kepada
keduanya sekaligus dan seorang mujtahid tidak mungkin mengabaikan salah satunya.
Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-Nisa’[4]:59.
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri
di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya”.
Ayat ini dapat dipahami bahwa keberadaan sunnah sebagai wahyu Allah mempunyai
kedudukan yang sederajat dengan Al-Qur’an, yang wajib diamalkan sebagaimana kewajiban
mengamalkan Al-Qur’an. Sementara itu kalau ditinjau dari segi kekuatan di dalam penentuan
hukum, otoritas Al-Qur’an lebih tinggi satu tingkat daripada otoritas sunnah, karena Al-
Qur’an mempunyai kualitas “qath’iy” baik secara global maupun terperinci. Sedangkan
sunnah berkulitas “qath’iy” secara global dan tidak secara terperinci. Disis lain karena Nabi
saw. Sebagai manusia yang tunduk di bawah perintah dan hukum-hukum Al-Qur’an, Nabi
saw. Tak lebih hanya penyampai Al-Qur’an kepada manusia.
Lebih lanjut dijelaskan oleh Asy Syathiby (dalam Al Muwafaqat 4: 7-8)
menerangkan bahwa rutbah (kedudukan) As Sunnah di bawah rutbah Al-Qur’an sebagai
sumber ajaran agama dengan alasan sebagai berikut:
a) Al Qur’an diterima dengan jalan yang yakin (maqthu’bihi), sedangkan As Sunnahditerima dengan jalan dhan (madhnun bihi). Keyakinan kita kepdada sunnah hanyalahsecara global saja; bukan secara detail. Al-Qur’an global dan detailnya diterimadengan cara meyakinkan.
b) As Sunnah adakala, menerangkan (membayankan) sesuatu yang diijmalkan(diringkaskan uraiannya) oleh Al-Qur’an, adakala mensyarahkan Al-Qur’an, danadakala mendatangkan yang belum didatangkan Al-Qur’an.
Maka jika As Sunnah itu bersifat penerang (bayan), atau syarah, tentulah keadaannya
(statusnya) tidak sama dengan dengan derajat pokok (yang diberikan penjelasannya)
Nash yang bersifat pokok, dipandang asas. Nash yang bersifat syarah, dipandang
cabang.
Jika bersifat mendatangkan yang didatangkan Al-Qur’an, tiadalah diterima, kalau
berlawanan dengan apa yang ada di dalam Al-Qur’an. Diterimanya, kalau yang
didatangkan itu, tak ada dalam Al-Qur’an.
Dan beriukut diuraikan dalil-dalil yang menjelaskan kedudukan hadis sebagai sumber
ajaran Islam:
a. Al-Qur’an
Banyak ayat al-Qur’an yang menerangkan tentang kewajiban untuk tetap
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Iman kepada Rasul sebagai utusan Allah
SWT merupakan satu keharusan dan sekaligus kebutuhan individu. Dengan
demikian Allah akan memperkokoh dan memperbaiki keadaan mereka. Hal ini
sebagaimana dijelaskan dalam surat Ali Imron 17 dan An Nisa’ 36.
Selain Allah memerintahkan umat Islam agar percaya kepada Rasul SAW,
juga menyerukan agar mentaati segala bentuk perundang-undangan dan peraturan
yang di bawahnya. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Ali Imron[3]: 32.
Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".
Disamping banyak ayat yang menyebutkan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya
secara bersama-sama, banyak ayat yang memerintahkan untuk mentaati Rasul yang
berarti juga sama dengan ketaatan kepada Allah sebagaiman Firman Allah dalm Q.S. An-
Nisa’ [4]: 80.
“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah”.
Dalam firman-Nya Q.S. Al Hasyr [59]: 7“Apa yang diberikan Rasul kepadamu,
Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah”.
Berdasarkan kenyataan ini, maka sebenarnya Allah juga menyebutkan secara eksplisit didalam Al-Qur’an kewajiban mengamalkan sunnah yang menunjukkan bahwa hadisdijadikan sebagai salah satu sumber ajaran Islam.
b. Hadis Nabi SAW
Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW berkenaan dengan keharusan menjadikanhadis sebagai pedoman hidup, disamping Al-Qur’an sebagai pedoman utamanya,beliau bersabda:
ـكتم بھما كـتاب هللا و سـنة نبیھ تركـت فـیكم أمرین ل )رواه مالك(ن تضلوا ما تمس
“Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, yang kalian tidak akan tersesatselagi kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu berupa kitab Allah dan SunnahRasul-Nya”. (HR. Malik)
Dalam hadis lain beliau bersabda:
واعلیھا... كوا بھاوعض ین تمس اشدین المـھدیـ رواه ابو داود و ابن ... (فعلـیكم بسنتي و سنة الخلفاء الر)ماجھ
“Wajib bagi sekalian berpegangan teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafa ar-Rasyidin (khalifah yang mendapat petunjuk), berpegang teguhlah kamu sekaliandengannya.” (HR. Abu Daud dan Ibn Majah)
Hadis-hadis tersebut diatas menunjukkan kepada kita bahwa berpegang teguhkepada hadis/menjadikan hadis sebagai pegangan dan pedoman hidup itu adalahwajib, sebagaimana wajibnya berpegang teguh kepada Al-Qur’an.
c. Kesepakatan Ulama (Ijma’)
Umat Islam telah sepakat menjadikan hadis sebagai salah satu dasar hukumberamal; karena telah sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah. Bahkankesepakatan umat Islam dalam mempercayai, menerima, dan mengamalkan segalaketentuan terkandung di dalam hadis ternyata sudah sejak masa Rasulullah hidup.Sepeninggal beliau, semenjak masa Khulafa’ al-Rasyidin hingga masa-masaselanjutnya, tidak ada yang mengingkarinya. Banyak diantara mereka yang tidakhanya memahami dan mengamalkannya, akan tetapi bahkan menghafal,memelihara, dan menyebarluaskan kepada generasi-generasi selanjutnya.
d. Sesuai dengan Petunjuk Akal
Kerasulan Nabi Muhammad SAW telah diakui dan dibenarkan oleh umat
Islam. Di dalam mengemban misinya itu, kadang-kadang beliau hanya sekedar
menyampaikan apa yang diterima dari Allah SWT, baik isi maupun formulasinya
dan kadang kala atas inisiatif sendiri dengan bimbingan ilham dari Tuhan. Namun,
tidak jarang beliau membawakan hasil ijtihad semata-mata mengenai suatu
masalah yang tidak ditunjuk oleh wahyu dan juga tidak dibimbing oleh ilham.
Hasil ijtihad beliau ini tetap berlaku sampai nas menasakhnya.
Bila kerasulan Muhammad SAW telah diakui dan dibenarkan, maka sudah
selayaknya segala peraturan dan perunda-undangan serta inisiatif beliau, baik
yang beliau ciptakan atas bimbingan ilham atau hasil ijtihad semata, ditempatkan
sebagai sumber hukum dan pedoman hidup. Disamping itu, secara logika
kepercayaan kepada Muhammad SAW sebagai Rasul mengharuskan umatnya
mentaati dan mengamalkan segala ketentuan yang beliau sampaikan.
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa hadis merupakan salah satu
sumber hukum dan sumber ajaran Islam yang menduduki urutan kedua setelah Al-
Qur’an. Sedangkan bila diliahat dari segi kehujjahannya, hadis melahirkan
hukumzhanny, kecuali hadis yang mutawatir.
III. Fungsi Hadis Terhadap Al-Qur’an
Sebagai sumber ajaran kedua setelah Al-Qur’an, hadis tampil untuk
menjelaskan (bayan) keumuman isi al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan firman Allah
Q.S. Al-Nahl[16]: 44.
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”
Allah SWT menurunkan al-Qur’an bagi umat manusia, agar al-Qur’an ini
dapat dipahami oleh manusia, maka Rasul SAW diperintahkan untuk menjelaskan
kandungan dan cara-cara melaksanakan ajarannya kepada mereka melalui hadis-
hadisnya.
Oleh karena itu, fungsi hadis Rasul SAW sebagai penjelas (bayan) al-Qur’an
itu bermacam-macam. Imam Malik bin Anas menyebut lima macam fungsi,
yaitubayan al-taqrir, bayan al-tafsir, bayan al-tafshil, bayan al-ba’ts, bayan al-
tasyri’. Imam Syafi’i menyebutkan lima fungsi, yaitu bayan al-tafshil, bayan at-
takhshish, bayan al-ta’yin, bayan al-tasyri’, dan bayanal-isyarah. Imam Ahmad bin
Hanbal menyebutkan empat fungsi, yaitu bayan al-ta’kid, bayan al-tafsir, bayan al-
tasyri’, dan bayan al-takhshish. Untuk lebih jelas berikut akan diuraikan beberapa hal
mengenai fungsi hadis terhadap Al-Qur’an.
1. Bayan at-Taqrir
Bayan al-taqrir disebut juga dengan bayan al-ta’kid dan bayan al-itsbat. Yang
dimaksud dengan bayan ini, ialah menetapkan dan memperkuat apa yang telah
diterangkan di dalam al-Qur’an. Fungsi hadis dalam hal ini hanya memperkokoh
isi kandungan al-Qur’an. Suatu contoh hadis yang diriwayatkan Muslim dari Ibnu
Umar, yang berbunyi sebagai berikut:
)رواه مسلم(فإذا رأیـتم الھالل فصوموا وإذا رأیـتموه فأفطروا
“Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabilamelihat (ru’yah) itu maka berbukalah.” (HR. Muslim)
Hadis ini datang men-taqrir ayat al-Qur’an di bawah ini:
“Maka barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah iaberpuasa...” (QS. Al-Baqoroh [2]: 185)
Abu Hamadah menyebut bayan taqrir atau bayan ta’kid ini dengan istilahbayanal-muwafiq li al-nas al-kitab. Hal ini dikarenakan munculnya hadis-hadis itusealur (sesuai) dengan nas al-Qur’an.
2. Bayan at-Tafsir
Yang dimaksud bayan at-tafsir adalah penjelasan hadith terhadap ayat-ayat yangmemerlukan perincian atau penjelasan lebih lanjut, seperti pada ayat-ayatmujmal, mutlaq, dan ‘aam. Maka fungsi hadith dalam hal ini memberikanperincian (tafshil) dan penafsiran terhadap ayat-ayat yang masih mutlak danmemberikantakhsis terhadap ayat-ayat yang masih umum.
a. Merinci ayat-ayat yang mujmal (ayat yang ringkas atau singkat, global)Sebagai contoh hadis berikut:
)رواه البخارى(صلوا كما رایتموني أصلي
“Sholatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat.” (HR. Bukhari)
Hadis ini menjelaskan bagaimana mendirikan shalat. Sebab dalam al-Qur’antidak menjelaskan secara rinci. Salah satu ayat yang memerintahkan shalatadalah:
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orangyang ruku'.” (QS. Al-Baqoroh[2]: 43)
b. Men-taqyid ayat-ayat yang mutlaq
Kata mutlaq artinya kata yang menunjukkan pada hakekat kata itu sendiri apaadanya, dengan tanpa memandang kepada jumlah maupun sifatnya. Men-taqyiddan mutlaq artinya membatasi ayat-ayat mutlaq denngan sifat, keadaan,atau syarat-syarat tertentu. Sebagai contoh hadis Rasul SAW berikut:
)رواه مسلم(التقطع ید السارق ا في ربع دینار فصاعدا
“Tangan pencuri tidak boleh dipotong, melainkan pada (pencurian senilai)seperempat dinar atau lebih.” (HR. Muslim)
Hadith di atas men-taqyid ayat al-Qur’an berikut:
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangankeduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagaisiksaan dari Allah.” (QS. Al Maidah [5]: 38)
c. Men-takhsis ayat yang ‘am
Kata ‘am ialah kata yang menunjukkan atau memiliki makna, dalam jumlahyang banyak. Sedangkan takhsis atau khash, ialah kata yang menunjukkan artikhusus, tertentu atau tunggal. Yang dimaksud men-takhsis yang ‘am ialahmembatasi keumuman ayat Al-Qur’an sehingga tidak berlaku pada bagian-bagian tertentu. Mengingat fungsinya ini, maka ulama berbeda pendapatapabilamukhasis-nya dengan hadith ahad. Menurut Syafi’i dan Ahmad binHambal, keumuman ayat bisa ditakhsish oleh hadith ahad yang menunjukkankepada sesuatu yang khash, sedang menurut ulama Hanafiahsebalikanya.[9] Sebagai contoh:
الیرث القتل من المقتول شیأ
“Pembunuh tidak berhak menerima harta warisan.” (HR. Ahmad)
Hadith tersebut men-takhsis keumuman firman Allah surat an-Nisa’ ayat 44berikut:
“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua oranganak perempuan...”
3. Bayan at-tasyri’
Yang dimaksud bayan al-tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al-Qur’an hanya terdapat pokok-pokoknya(ashl) saja. Bayan ini oleh Abbas Mutawalli Hammadah dengan “zaa’id ‘ala al-kitab al-kariim” (tambahan terhadap nash al-Qur’an).
Hadis Rasulullah SAW yang termasuk ke dalam kelompok ini, diantaranya hadistentang penetapan haramnya mengumpulkan dua wanita bersaudara (antara isteridengan bibinya), hukum syuf’ah, hukum merajam pezina wanita yang masihperawan, dan hukum tentang hak waris bagi seorang anak. Suatu contoh, hadistentang zakat fitrah, sebagai berikut:
علیھ وسلم فرض صلى هللا زكاة الفطر من رمضان على الناس صاعا من تمر أو صاعا من أن رسول هللاشعیر على كل حر أو عبد ذكر أو أنثى من المسلمین
“Bahwasanya Rasul SAW telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam padabulan ramadhan satu sukat (sha’) kurma atau gandum untuk setiap orang, baikmerdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan Muslim.”(HR. Muslim)
Ibnu al- Qayyim berkata, bahwa hadis-hadis Rasul SAW yang berupa tambahanterhadap al-Qur’an, merupakan kewajiban atau aturan yang harus ditaati, tidakboleh menolak atau mengingkarinya, dan ini bukanlah sikap (Rasul SAW)mendahului al-Qur’an melainkan semata-mata karena perintah-Nya.
4. Bayan al-Nasakh
Pada bayan jenis keempat ini, terjadi perbedaan pendapat yang sangat tajam. Adayang mengakui dan menerima fungsi hadis sebagai nasikh terhadap sebagianhukum Al-Qur’an dan ada yang juga yang menolaknya. Kata nasakh secara bahasaberarti ibthal (membatalkan), izalah(menghilangkan), tahwil (memindahkan),dan taghyir (mengubah). Para ulama mengartikan bayan al-nasakh ini banyak yangmelalui pendekatan bahasa, sehingga di antara mereka terjadi perbedaan pendapatdalam menta’rifnya. Menurut ulama mutaqoddimin, bahwa terjadinya nasakh inikarena adanya dalil syara’ yang mengubah suatu hukum (ketentuan) meskipunjelas, karena telah berakhir masa keberlakuannya serta tidak bisa diamalkan lagi,dan syar’i (pembuat sayari’at) menurunkan ayat tersebut tidak diberlakukan untukselama-lamanya (temporal).
Diantara para ulama yang membolehkan adanya nasakh hadith terhadap al-Qur’anjuga berbeda pendapat dalam macam hadith yang dapat dipakai untuk me-nasakh-nya. Dalam hal ini mereka terbagi menjadi tiga kelompok.
Pertama, yang membolehkan me-nasakh al-Qur’an dengan segala hadith,meskipun dengan hadith Ahad. Pendapat ini diantaranya dikemukakan oleh paraulama mutaqaddimin dan Ibn Hazm serta sebagian para pengikut Zahiriyah.
Kedua, yang membolehkan me-nasakh dengan syarat bahwa hadith tersebut harusmutawatir. Pendapat ini diantaranya dipegang oleh Mu’tazilah.
Ketiga, ulama yang membolehkan me-nasakh dengan Hadith masyhur, tanpa harusdengan hadith mutawatir. Pendapat ini dipegang diantaranya oleh ulamaHanafiyah.
Salah satu contoh yang bisa diajukan oleh para ulama ialah sabda Rasul SAW dariAbu Umamah al-Bahili, yang berbunyi:
)رواه أحمد واألربعة االالنسائ(إن هللا قد اعطى كل ذي حق حقھ فال وصیة لوارث
“Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada tiap-tiap orang hak(masing-masing), maka tidak ada wasiat bagi ahli waris.” (HR. Ahmad dan al arba’ah,kecuali An-Nasaai’i)
Hadis di atas dinilai Hasan oleh Ahmad dan At-Tirmidzi. Hadith ini menurutmereka menasakh isi Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 180, yang berbunyi:
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda)maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dankarib kerabatnya secara ma'ruf....”
Keawajiban melakukan wasiat kepada kaum kerabat dekat berdasarkan surat al-Baqarah ayat 180 di atas, di-nasakh hukumnya oleh Hadith yang menjelaskanbahwa kepada ahli waris tidak boleh dilakukan wasiat.
Menurut Prof. Dr. Muhaimin mengatakan Fungsi Sunnah terhadap Al-Qur'an
sebagai berikut :
1. Menetapkan dan memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh aL-Qur'an.
Maka kedua-duanya sama-sama menjadi sumber hukum, misalnya dalam al-qur'an
disebutkan mengharamkan bersaksi palsu : "Maka jauhilah olehmu berhala-hala yang
najis itu dan jauhilah perkataan- perkataan dusta .(Qs. Al-Hajj: 30).
2. Memberikan perincian dan penafsiran ayat-ayat AL-Qur'an yang masih
mujmal/Global(bayan al-mujmal),memberikan batasan terhadap hal-hal yang masih
belum terbatas di dalam Al-Qur'an (Taqyiq al-mutlaq) memberikan kekhususan
(Takhsish)ayat-ayat Al-Qur'an yang bersifat umum (takhshish al-a'mm), dan
memberikan penjelasan terhadap hal-hal yang masih rumit di dalam Al-Qur'an
(tawdih al-musykil).
IV. Kemandirian Sunnah dalam Menetapkan Hukum
Imam syafi`i berpendapat mengenai kedudukan sunnah: pertama, yang
diturunkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur`an sebagai sesuatu nash, maka Rasulullah
SAW melaksanakannya sebagaiman isi nash tersebut; kedua, yang diturunkan Allah
SWT didalam Al-Qur`an secara keseluruhan, maka Rasulullah SAW menjelaskan
maksud sebenarnya yang terkandung dalam firman Allah tersebut; ketiga; sesuatu
yang dilakukan sendiri oleh Rasulullah SAW tentang hal-hal yang tidak terdapat
nashnya dalam Al-Qur`an.
Untuk kategori yang disebutkan pertama dan kedua, para ulama sepakat untuk
menerimanya, namun mereka berselisih untuk kategori yang ketiga, yaitu yang
menyangkut kemandirian sunnah dalam menetapkan hukum yang tidak terdapat
dalam nash Al-Qur’an. Sehingga para ulama yang menanggapi masalah ini menjadi
dua kelompok. Pertama, ulama menyetujui semua fungsi hadis seperti yang sudah
disampaikan Imam Syafi’i. Kedua, ulama yang tidak menyetujui adanya kewenangan
hadis dalam menetapkan suatu hukum yang tidak ada nash Al-Qur’an.
Untuk kelompok yang kedua berpendapat bahwa sunnah pada dasarnya
berfungsi sebagai penjelas (mubayyin) terhadap Al-Qur’an. Hal ini sebagaimana
firman Allah SWT dalam Q.S. al-Nahl[16]: 44 sebagaima yang telah disampaikan
pada pembahasan fungsi hadis terhadap Al-Qur’an.
Sementara itu, untuk kelompok yang pertama berpandangan bahwa sunnah
mempunyai kewenangan di dalam menetapkan suatu hukum, meskipun tidak ada
nashnya dalam Al-Qur’an berargumentasi untuk mentaati dan mengikuti Rasulullah
SAW sebagaimana yang telah diperintahkan Allah dalam beberapa firman-Nya.
Seperti dalam QS. Al-Nisa’[4]: 80 Allah berfirman; “Barang siapa yang mentaati
Rasul, maka sesungguhnya ia telah mentaati Allah.”
Disisi lain ada yang mengatakan : Al-Qur’an telah menunjuk kepada setiap
apa yang disebutkan dalam Hadis, baik secara global maupun terperinci. Tapi perlu
diingat bahwa Rasulullah SAW sama sekali tidak menetapkan satu sunnah pun yang
tidak terkait dengan pokoknya yang terdapat dalam al-Qur’an. Dalam Al-Qur’an
Allah memerintahkan ketaatan kepad Rasulullah SAW dan mengingatkan orang yang
menyalahinya. Dalam hal ini, tidak dibedakan antara apa yang diterangkan Nabi dari
Al-Qur’an dan apa yang beliau perintahkan dalam sunnah beliau sebagai sesuatu yang
berdiri sendiri. Allah berfirman dalam QS. An-Nur: 63; “Maka hendaklah orang-
orang yang menyalahi perintahnya takut akan tertimpa cobaan atau terkena adzab
yang pedih”. Melalui firman Allah tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Allah
menerima kekhususan kepada Nabi SAW sebagai sesuatu yang harus ditaati dan
tidak boleh didurhakai. Sesuatu itu adalah sunnahnya yang beliau bawa dan tidak
terdapat dalam al-Qur’an.
Serupa dengan hal ini apa yang diperintahkan Allah kepada orang-orang
mukmin, agar mengembalikan pertikaian kepada Allah dan Rasulnya: Jika kalian
berlainan tentang sesuatu, maka kembalikan kepada Allah (al-Qur’an dan Rasul
(Sunnahnya), jika kalian memang benar-benar beriman kepada Allah dan Hari
Kemudian (An-Nisa’:59). Mengembalikan kepada Allah artinya kembali kepada al-
Qur’an. Sedangkan kembali kepada Rasul, tidak lain artinya kecuali kembali kepada
sunnah, sesudah beliau wafat.
Tak seorang pun di antara ahli ilmu menentang bahwa mengamalkan apa yang
dibawa oleh sunnah juga berarti mengamalkan al-Qur’an. Karena, al-Qur’anlah yang
menunjukkan kewajiban mengamalkan sunnah. Karena al-Qur’anlah yang
menunjukkan kewajiban mengamalkan sunnah. Juga karena al-Qur’an lebih umum
dan Hadis lebih khusus. Yang lebih umum dengan sifat menyeluruhnya haruslah
meliputi yang lebih khusus. Kesesuaian apa pun yang ada di antara al-Qur’an dan
Hadis pada pokok-pokonya tidaklah menghalangi sedikitpun kemandirian Hadis
menetapkan hukum-hukumnya atau penjelasannya, sampai pun dari pokok-pokok
tersebut. Sebab, Allah menjadikan Rasul-Nya sebagai imam, sunnahnya sebagai
penuntun, dan petunjuk kenabiannya sebagai teladan yang baik bagi orang yang
mengharap pahala Allah dan keselamatan pada Hari Kemudian.
Sejak dulu para ulama sudah mengatakan, dan mereka benar bahwa: “Al-
Qur’an menyisipkan satu tempat bagi sunnah. Dan sebaliknya, sunnah juga
menyisihkan satu tempat buat al-Qur’an.” Hal ini tidaklah aneh setelah kita menyimak
firman Allah: Barang siapa menaati Rasul, maka sesungguhnya ia telah mentaati
Allah. (An-Nisa’:80).
V. Perbandingan Hadits Nabawi,Hadits Qudsi dan Al-Qur’an
Hadis Qudsi ialah hadis yang Rasulullah sandarkan kepada Allah SWT.
Menurut kebanyakan ulama`, sebagaimana pendapat Abul Baqa` Al `Ukbari dalam
kulliatnya halaman 288 yang artinya sebagai berikut: “Sesungguhnya Al Qur`an itu
adalah wahyu yang lafadh dan ma`nanya daripada Allah disampaikan dengan wahyu
yang terang. Adapun hadis Qudsi, maka ialah yang lafadhnya dari Rasulullah SAW.
Dan ma`nanya daripada Allah disampaikan dengan jalan ilham atau mimpi.
Disebut hadith, karena redaksinya disusun dari Nabi SAW sendiri, dan
disebut qudsi karena Hadith ini suci dan bersih (Ath-thaharah wa al-tanzih) dan
datangnya dari zat yang Maha Suci yaitu Allah Rabb al-‘Alamin. Sehingga ada yang
menyebut Hadith Ilahiyah atau Rabbiyah.
1. Perbandingan antara Hadis Qudsi dengan Hadis Nabawi
Hadis Nabawi maupun Hadis Qudsi memiliki kesamaan, yaitu pada dasarnyakeduanya bersumber dari wahyu Allah SWT. Hal ini, sebagaimana dijelaskan dalamfirman-Nya surat an-Nazm ayat 3 dan 4 yang berbunyi:
“(3) Dan Tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya (4)ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).”
Selain itu redaksi keduanya baik hadits nabawi maupun hadith qudsi disusun olehNabi SAW. Jadi yang tertulis itu semata-mata dari ungkapan atau kata-kata Nabisendiri.
Adapun yang membedakan antara Hadis Nabawi dan Hadis
Qudsi adalah;pertama, dari sudut sandarannya hadith nabawi disandarkan kepadaNabi SAW, sedangkan hadis qudsi disandarkan kepada Nabi SAW dan kepada AllahSAW. Dengan demikian maka dalam mengidentifikasinya, pada hadis qudsi terdapatkataa-kata seperti:
فیما یرویھ عن ربھ. م . قال رسول هللا ص
“Rasul SAW telah bersabda, sebagaimana yang diterima dari Tuhan-Nya.”
Atau kata-kata:
قال هللا عزوجل. م . قال رسول هللا ص
“Rasul SAW telah bersabda, Allah SWT berfirman.”
Kedua, dari sudut nisbahnya hadith nabawi dinisbahkan kepada Nabi SAW baikredaksi maupun maknanya. Sedangakan hadith qudsi maknanya dinisbahkan kepadaAllah SAW dan redaksinya kepada Nabi.
Ketiga, dari sudut kuantitasnya jumlah hadis qudsi jauh lebih sedikit daripada hadisnabawi.
2. Perbandingan antara Hadis qudsi dengan al-Qur’an
Hadis qudsi dengan Al-Qur’an keduanya memiliki persamaan bahwa sama-
sama bersumber atau datang dari Allah SWT. Maka dalam periwayatkan atau
penyampaian keduanya sama-sama memakai ungkapan, seperti قال هللا عزوجل .
Adapaun perbedaan antara Hadis Qudsi dengan al-Qur’an; pertama, al-Qur’an
merupakan Mu’jizat terbesar bagi Nabi Muhammad SAW, sedangkan hadithqudsi
bukan.
Kedua, al-Qur’an redaksi dan maknanyalangsung dari Allah SWT sedangkan
hadith qudsi bukan.
Ketiga, dalam salat al-Qur’an merupakan bacaan yang diwajibkan sehingga
tidak sah salat seorang kecuali dengan bacaan al-Qur’an. Hal ini tidak berlaku pada
hadis qudsi.
Keempat, menolak al-Qur’an merupakan perbuatan kufur, berbeda dengan
penolakan hadis qudsi.
Kelima, al-Qur’an diturunkan melalui perantaraan malaikat Jibril sedangkan
hadis qudsi diberikan langsung baik melalui ilham maupun mimpi.
Keenam, perlakuan atau sikap seseorang terhadap al-Qur’an diatur oleh
beberapa aturan, seperti keharusan bersuci dari hadats ketika memegang dan
membacanya, serta tidak boleh menyalin ke dalam bahasa lain tanpa dituliskan
aslinya. Hal ini tidak berlaku pad hadis qudsi.
Berikut contoh hadis qudsi:
ارھا قال هللا . م . قل رسول هللا ص رواه ابو (تعال إن بیوتي في األرض الماسجد وان زوري فیھاعم
)نعیم
“Rasul SAW bersabda, “Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya rumah-Ku di
bumi, adalah masjid-masjid dan sesungguhnya para pengunjung-Ku adalah orang –
orang yang memakmurkannya.” (HR. Abu Nu’aim)
Adapun yang bisa digunakan sebagai sandaran hukum dari Nabi SAW adalah
segala sesuatu yang keluar dari beliau ketika sesudah Nabi menjadi Rasul.
Sebagaimana Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa khabar-khabar yang mengenai Nabi
terdapat dalam kitab-kitab tafsir, kitab-kitab sirah, kitab-kitab maghazi dan kitab-kitab
hadis. Namun demikian dikatakan kitab hadis, ialah kitab-kitab yang menyebutkan
apa yang Nabi kerjakan sesudah menerima Risalah. Hal-hal yang terjadi sebelum
Risalah bukanlah disebut untuk menjadi syariat. Yang menjadi syariat hanyalah yang
nabi kerjakan sesudah Risalah.
Kesimpulan
Hadis merupakan salah satu sumber hukum dan sumber ajaran Islam yang menduduki
urutan kedua setelah Al-Qur’an. Sedangkan bila diliahat dari segi kehujjahannya, hadis
melahirkan hukum zhanny, kecuali hadis yang mutawatir. Fungsi hadis terhadap Al-Qur’an
adalah sebagai bayan al-taqrir (penjelasan memperkuat apa yang telah ditetapkan dalam Al-
Qur’an; sebagai bayan al-Tafsir(menjelaskan dan menafsirkan ayat-ayat yang terdapat dalam
al-Qur’an); sebagaibayan al-tasyri’ (mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak
didapati dalam al-Qur’an hanya terdapat pokok-pokoknya (ashl) saja); sebagai bayan al-
Nasakh (menghapus, menghilangkan, dan mengganti ketentuan yang teradapat dalam Al-
Qur’an).
Hadis sebagai sumber ajaran terutama dalam kemandiriannya untuk menentukan
hukum yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an para ulama’ mengalami perbedaan pendapat, ada
yang menyetujui dan dilain pihak tidak menerima kemandirian tersebut. Al Qur`an itu adalah
wahyu yang lafadh dan ma`nanya daripada Allah disampaikan dengan wahyu yang terang.
Adapun hadis Qudsi, maka ialah yang lafadhnya dari Rasulullah SAW. Sedangkan Hadis
Nabawi ma’na dan lafadhnya dari Rasulullah SAW baik dengan ilham dari Allah maupun
ijtihadnya yang muncul setelah kenabian. Sunnah Nabi yang dapat dijadikan sumber ajaran
agama adalah adalah segala yang Nabi SAW kerjakan ketika sesudah menerima Risalah atau
diutus menjadi Rasul.
Daftar Pustaka
[1] http://muhsinf4.blogspot.com/2012/04/kedudukan-hadits-sebagai-sumber-ajaran.html.
jam 11.50, hari selasa.
[2] http://kak-farih.blogspot.com/2011/10/hadits-sebagai-sumber-ajaran-islam.html. jam 12.09, hari
selasa.
[3] http://mashurimas.blogspot.com/2011/01/hadist-sebagai-sumber-ajaran-islam.html. jam 12.05,
hari selasa.