makalah k-3 boris
DESCRIPTION
adaTRANSCRIPT
MAKALAHK3 & HUKUM KETENAGAKERJAAN
Gabungan Pengusaha di Perusahaan Jasa Pelayaran
DI SUSUN OLEH :
BORIS DE PALMA SITORUS21090110110024
PRODRAM STUDI S1 TEKNIK PERKAPALANFAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG
2012BAB I
PENDAHULUAN
Negara Indonesia sebagai negara kepulauan dalam rangka mencapai tujuan
cita-citanya seperti yang ditetapkan dalam konsep wawasan nusantara memerlukan
sarana transportasi yang mantap. Salah satu sarana transportasi yang memegang
peranan penting adalah angkutan laut.
Perhimpunan ataupun kumpulan pengusaha-pengusaha sangat penting karena
dapat menghimpun pendapat-pendapat para pengusaha khususnya di bidang
pelayaran karena dapat meningkatkan solidaritas dan dapat
Pengusaha di bidang jasa pelayaran sangat membutuhkan perhimpunan karena
bidang pelayaran merupakan bidang yang sangat kompleks karena mencakup banyak
hal. Bidang pelayaran juga membutuhkan campur tangan banyak pihak instansi
terkait seperti bea cukai, pemasaran, perizinan dan juga bidang keamanan yang harus
saling berhubungan untuk dapat berjalan dengan baik.
1
BAB II
RUMUSAN MASALAH
A. Kegiatan Gabungan Pengusaha Jasa Pelayaran
Pada umumnya, gabungan pengusaha di bidang jasa pelayaran mempunyai
VISI sebagai infrastruktur pembangunan, perekonomian, alat pemersatu kesatuan dan
persatuan bangsa & negara, dan MISI adalah turut memperdayakan pelayaran niaga
nasional. serta fungsi adalah mempersatukan. melindungi dan memperjuangkan
kepentingan anggota dan mengarahkan kemampuan usaha untuk mencapai tujuan
bersama, menjadi tuan di negeri sendiri. Melalui perjuangan yang panjang sejak
didirikan, perhimpunan seperti ini telah dipercaya untuk meningkatkan pelayaran
nasional baik di Indonesia dan atau pada perdagangan antar negara.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari sekitar 17.504 pulau
dengan panjang garis pantai kurang lebih 81.000 km. Di sepanjang garis pantai ini
terdapat wilayah pesisir yang relatif sempit tetapi memiliki potensi sumber daya alam
hayati dan non-hayati; sumber daya buatan; serta jasa lingkungan yang sangat penting
bagi kehidupan masyarakat. Potensi-potensi tersebut perlu dikelola secara terpadu
agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Wilayah pesisir secara ekologis
merupakan daerah pertemuan antara ekosistem darat dan laut. Ke arah darat meliputi
bagian tanah, baik yang kering maupun yang terendam air laut, dan masih
dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik laut seperti pasang surut, ombak dan gelombang
serta perembesan air laut. Yang ke arah laut mencakup bagian perairan laut yang
dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air
tawar dari sungai maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti
penggundulan hutan, pembuangan limbah, perluasan permukiman serta intensifikasi
pertanian
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi laut
yang sangat besar. Namun, selama ini potensi laut tersebut belum termanfaatkan
2
dengan baik dalam meningkatkan kesejahteraan bangsa pada umumnya, dan
pemasukan devisa negara khususnya. Bahkan, sebagian besar hasil pemanfaatan laut
selama ini justru “lari” atau “tercuri” ke luar negeri oleh para nelayan asing yang
memiliki perlengkapan modern dan beroperasi hingga perairan Indonesia secara
ilegal. Dalam konteks inilah upaya pemanfaatan laut Indonesia secara maksimal tidak
saja tepat tetapi juga merupakan suatu keharusan. Pertanyaan yang timbul kemudian
adalah pemanfaatan laut yang bagaimana? Seharusnya adalah pemanfaatan laut yang
dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya pada masyarakat secara lestari. Dalam
konteks inilah kerjasama dalam pengelolaan potensi sumberdaya tersebut sangat
diperlukan, karena yang diinginkan bukan saja peningkatan hasil pemanfaatan laut,
tetapi juga pemerataan hasil pemanfaatan yang dinikmati seluas-luasnya oleh
masyarakat.
B. Industri Jasa Pelayaran (Shipping Industri)
Dengan hadirnya otonomi daerah tahun 1999, Indonesia telah mengalami
perubahan yang amat besar dalam sistem hukumnya. Pengelolaan pesisir dan
sumberdaya alam lainnya telah berganti dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah,
dan bidang legislatif dianggap memiliki peran lebih besar dalam menyusun dan
mengawasi peraturan perundang-undangan. Pengelolaan sumberdaya pesisir juga
mendapat perhatian lebih besar sejalan dengan dibentuknya Departemen Kelautan
dan Perikanan (DKP). Sejalan dengan era otonomi, sejak tahun 2001 Pemda
mempunyai kewenangan yang jelas dalam mengelola sumberdaya pesisir dan pulau-
pulau kecil secara bertanggungjawab sesuai Pasal 10 UU No. 22/99. Namun kapasitas
Pemda untuk mengelola potensi sumberdaya tersebut masih relatif terbatas,
khususnya pembangunan kelautan non-perikanan. Disisi lain sumberdaya kelautan
tersebut dimanfaatkan berbagai pihak secara tidak bertanggung jawab (intruders)
seperti destructive fishing, pencurian ikan di laut, serta reklamasi pantai yang kurang
memperhatikan kelestarian lingkungan.
Pada saat ini terdapat kecenderungan bahwa pelaksanaan otonomi daerah
merupakan replikasi dari pendekatan sektor yang cenderung untuk mengeksploitasi
3
sumberdayanya. Undang-undang yang ada dan peraturan daerah lebih berorientasi
pada eksploitasi sumberdaya pesisir tanpa memperhatikan kelestarian sumberdaya
dan regulasi lain sehingga menimbulkan kerusakan fisik. Sementara kesadaran nilai
strategis dari pengelolaan wilayah pesisir secara berkelanjutan, terpadu, dan berbasis
masyarakat relatif kurang. Selain itu, hak masyarakat adat/lokal dalam pengelolaan
sumbedaya laut seperti sasi, seke, panglima laot juga masih kurang dihargai sehingga
ruang untuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya pesisir pun masih
terbatas.
Berbagai persoalan yang masih menggantung dalam pelaksanaan otonomi daerah
tersebut perlu direspon dan disikapi secara arif dan bijaksana. Untuk pelaksanaan
otonomi daerah di masa mendatang haruslah yang mampu meningkatkan pelayanan
publik, kesejahteraan warga dan mendorong kondisi dunia usaha yang kondusif bagi
pengembangan ekonomi lokal/daerah. Berkaitan dengan hal tersebut, maka beberapa
hal yang masih perlu disempurnakan antara lain:
1. Adanya keikhlasan pusat agar daerah memperoleh hak-haknya untuk mengolah dan
mengelola sumberdaya di daerahnya secara optimal. Sebelum Peraturan
Pemerintah dikeluarkan, hendaknya pemerintah pusat mendengarkan aspirasi
daerah dan mengakomodasikannya dalam subtansi PP tersebut.
2. Untuk mencegah disincentives , pemda perlu mengembangkan strategi efisiensi
dalam segala bidang (yang menjadi tolok ukur bukanlah besarnya dana, tapi
seberapa optimal pelayanan diberikan kepada masyarakat sesuai dengan skala
prioritas pembangunan daerahnya)
3. Untuk menopang pelaksanaan otonomi daerah, perlu dikembangkan ekonomi lokal
yang kuat dan secara sistemik akan mensinergikan potensi sumberdaya lokal
dengan basis kemitraan lintas aktor-aktor pembangunan (stakeholders). Dengan
cara demikian, pertumbuhan ekonomi akan lebih merata antar kawasan dan pusat-
pusat pertumbuhan ekonomi.
4
4. Memperbaiki fundamental ekonomi nasional dengan memberi kesempatan yang
lebih luas kepada Usaha kecil-mikro (UKM) agar lebih berkembang melalui
kebijakan ekonomi yang tidak diskriminatif.
5. Memanfaatkan dan mengelola SDA secara proporsional dan arif, agar kekayaan
(resources endowment) tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal dan lestari
(green economic paradigm)
6. Mendorong agregasi permintaan masyarakat (public demand) terhadap layanan
publik dengan mendorong partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pembuatan
dan pengawasan dari kebijakan pembangunan (ekonomi) daerahnya.
7. Mendorong desentralisasi pembangunan daerah dan mendayagunakan
kelembagaan di daerah untuk memiliki wewenang dan kemandirian dalam
membuat produk hukum pembangunan di daerahnya.
8. Untuk memperkuat basis keuangan daerah, Pemda tidak harus selalu dan melulu
menambah jenis pungutan, karena tidak sepantansnya dilakukan. Karena
kemandirian ekonomi daerah tidaklah secara otomatis dapat melegitimasi Pemda
(dan DPRD) untuk membuat aturan yang pada akhirnya justru menambah beban
masyarakat.
9. Dalam era otonomi daerah ini, birokrat Pemda harus mampu bertindak layaknya
seorang entreprenuer dan pemerintah daerah sebagai institusi harus juga mampu
bertindak layaknya sebagai enterprise.
Era otonomi daerah telah mendorong pemerintah daerah / kabupaten untuk menggali
potensi ekonomi secara optimal untuk membiayai kegiatan pembangunan daerah.
Namun harus diwaspadai agar kebijakan pemanfaatan potensi sumberdaya pesisir dan
laut tetap bersandar pada kepantingan publik dan kelestarian lingkungan. Dua hal
yang terlihat kontradiktif ini harus dapat disinergikan secara terpadu. Berkaitan
dengan hal tersebut, maka prinsip pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut secara
terpadu dapat difokuskan pada empat aspek yaitu:
5
• Keterpaduan antara berbagai sektor dan swasta yang berasosiasi.
• Keterpaduan antara berbagai level pemerintahan, mulai dari pusat,
kabupaten/kota, kecamatan dan desa.
• Integrasi antara pemanfaatan ekosistem darat dan laut.
• Integrasi antara sain/teknologi dan manajemen.
Prinsip pengelolaan yang terpadu ini dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa
pemanfaatan sumberdaya pesisir pada saat ini tidak boleh mengorbankan kebutuhan
sumberdaya pesisir bagi generasi yang akan datang. Prinsip ini bisa lebih efektif
dilaksanakan bila pengelolaannya bersifat demokratis, trasparan dan
didesentralisasikan ke level pemerintahan yang rendah yang melibatkan masyarakat
pesisir setempat.
C. Potensi dan Manfaat Gabungan Pengusaha Industri Pelayaran
Terdapat beberapa potensi dan manfaat diantaranya usaha pokok pelayaran,
usaha keagenan, usaha lainnya. Usaha pokok pelayaran merupakan usaha
pengangkutan barang, khususnya barang dagangan dari pelabuhan pemuatan untuk
disampaikan ke pelabuhan tujuan dengan kapal dimana pengusaha mungkin akan
mengoperasikan kapalnya sendiri atau mencharter kapal atau kerja sama dengan
pihak ketiga, bahkan mungkin mencarterkan kapalnya untuk dioperasian pihak ketiga.
Usaha keagenan yang dilakukan oleh perusahaan pelayaran adalah mengageni
perusahaan pelayaran asing atau principal dengan memberikan jasa dalam pengurusan
segala sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan kapal, muatan, container dan
freight dari principal. Sementara usaha lainnya adalah kegiatan di luar usaha tersebut
diatas, tetapi menunjang usaha pelayaran baik dalam bentuk fisik maupun dalam
bentuk keuntungan yang diperoleh.
6
BAB III
PEMBAHASAN
1.) Kegiatan Pengusaha Pelayaran
Terdapat beberapa jenis kegiatan pengusahaan pelayaran, diantaranya usaha
pokok pelayaran, usaha keagenan, usaha lainnya. Usaha pokok pelayaran merupakan
usaha pengangkutan barang, khususnya barang dagangan dari pelabuhan pemuatan
untuk disampaikan ke pelabuhan tujuan dengan kapal dimana pengusaha mungkin
akan mengoperasikan kapalnya sendiri atau mencharter kapal atau kerja sama dengan
pihak ketiga, bahkan mungkin mencarterkan kapalnya untuk dioperasian pihak ketiga.
Usaha keagenan yang dilakukan oleh perusahaan pelayaran adalah mengageni
perusahaan pelayaran asing atau principal dengan memberikan jasa dalam pengurusan
segala sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan kapal, muatan, container dan
freight dari principal. Sementara usaha lainnya adalah kegiatan di luar usaha tersebut
diatas, tetapi menunjang usaha pelayaran baik dalam bentuk fisik maupun dalam
bentuk keuntungan yang diperoleh.
2.) Industri jasa pelayaran (Shipping Industri)
Industri jasa pelayaran merupakan usaha industri jasa transportasi laut
ataushipping industri yang memberikan manfaat yang sangat besar bagi perpindahan
suatu barang, baik memberikan manfaat secara place utility yaitu barang yang disatu
tempat kurang bermanfaat dipindahkan ke tempat yang manfaatnya lebih besar,
maupun memberikan manfaat time utility yaitu barang dari satu tempat yang saat
tertentu sudah diproduksi dan berlebihan dipindahkan ketempat yang pada waktu
yang sama belum diproduksi. Jenis-jenis jasa pelayaran yang saat ini berlaku terbagi
atas: Berdasarkan Bidang Kegiatannya Dilihat dari bidang kegiatannya, bidang
kegiatan pelayaran terbagi atas 2 (dua) jenis, yaitu Pelayaran Niaga (shipping
business, commercial shipping,merchant marine) dan pelayaran non niaga. Pelayaran
niaga yaitu usaha pengangkutan barang (khususnya barang dagangan) atau
penumpang, melalui laut, baik yang dilakukan antar pelabuhan-pelabuhan dalam
wilayan sendiri maupun antar negara. Sedangkan Pelayaran Non Niaga adalah
7
kegiatan pelayaran yang bertujuan bukan untuk kegiatan perdagangan, yang meliputi
pelayaran angkatan perang, dinas pos, dinas perambuan, penjaga pantai, hidrografi
dan sebagainya. Berdasarkan Trayek yang Dilayari Sedangkan kegiatan pelayaran
dilihat dari trayek yang dilayari terbagi atas kegiatan pelayaran nasional dan kegiatan
pelayaran internasional. Dalam kegiatan pelayaran nasional, kegiatan pelayaran
berlangsung dalam batas-batas wilayah teritorial suatu negara atau sering disebut
pelayaran interinsulair. Sementara itu, dalam pelayaran internasional kegiatan
pelayaran itu berlangsung dalam perairan internasional yang menghubungkan dua
negara atau lebih, pelayaran internasional dalam dunia shipping dikenal dengan
sebutan Pelayaran Samudera atau Ocean Going shipping atau Intern OceanShipping.
Pada pelayaran internasional timbul masalah hubungan hukum internasional dan
timbullah berbagai konvensi internasional yang mengatur aspek-aspek pelayaran,
baik yang berkaitan dengan masalah teknis, hukum positif, maupun yang berkenaan
dengan penyelenggaraan atau pengusahaan pelayaran. Bagi Indonesia perusahaan
pelayaran nasional mempunyai prospek yang sangat cerah mengingat volume ekspor
dan impor meningkat terus setiap tahun.
3.) Potensi dan manfaat Pelayaran Niaga
Bagi dunia perdagangan pada umumnya, khususnya perdagangan
internasional, pelayaran niaga memegang peranan yang sangat penting dan hampir
semua barang ekspor dan impor diangkut dengan kapal laut. Demikian juga
pengangkutan barang dalam volume besar dari satu daerah ke daerah yang lain dalam
satu Negara, lebih banyak menggunakan jasa fasilitass angkutan laut. Hal ini
disebabkan oleh beberapa alasan sebagai berikut :
a. Unit capacity kapal jauh lebih besar untuk pengangkutan dalam jumlah besar
sekaligus.
b. Biaya bongkar muatnya lebih efisien dibandingkan melalui darat.
c. Biaya angkut per unit lebih murah karena pengangkutannya dalam jumlah banyak.
8
4.) Pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan Pelayaran
Timbul karena adanya kebutuhan untuk mengangkut barang barang niaga
yang dihasilkan di suatu tempat dan akan dijual di tempat lain sehingga timbullah
semboyan The Flag Follow The Trade (bendera atau kapal mengikuti perdagangan).
Oleh karena itu dalam suatu pengiriman atau pengapalan barang dengan kapal laut
terdapat 3 (tiga) pihak yang saling berhubungan hukum satu sama lain ;
Pengirim Barang (Shipper), yaitu orang atau badan hukum yang mempunyai muatan
kapal untuk dikirim dari suatu pelabuhan tertentu (pelabuhan pemuatan) untuk
diangkut ke pelabuhan tujuan.
Pengangkut barang (carrier), yaitu perusahaan pelayaran yang melaksanakan
pengangkutan barang dari pelabuhan muat untuk diangkut/disampaikan ke pelabuhan
tujuan dengan. kapal
Penerima barang (consignee), yaitu orang atau badan hukum kepada siapa barang
kiriman ditujukan. Hak dan kewajiban ketiga pihak dalam pengapalan diatur oleh
perundang-undangan nasional/peraturan pemerintah dan beberapa konvensi
internasional yang telah dibentuk guna mengatur masalah pelayaran, baik segi teknis-
nautis pelayaran maupun segi niaganya.
Disamping ketiga pihak tersebut, masih terdapat pihak-pihak yang tidak saling
berhubungan hukum/tidak diatur oleh undang-undang namun memiliki peranan yang
yang sangat penting dalam dunia pelayaran, yaitu :
Ekspeditur (perusahaan ekspedisi muatan kapal laut, forwader, dan lain-lain),
adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha mengurus dokumen-dokumen dan
formalitas yang diperlukan untuk mengirim/ mengeluarkan barang ke/dari kapal atau
ke/dari gudang/lapangan penumpukan container di pelabuhan. Ekspeditur menjadi
9
wakil dari pengirim/penerima barang muatan kapal laut. Untuk muatan ekspor, tugas
dan kewajiban ekspeditur dianggap selesai bila barangbarang sudah dimuat ke atas
kapal dan Bill of Lading (B/L) sudah diambil untuk diserahkan kepada orang yang
memberi kuasa untuk mengurus pemuatan kepada Bank Devisa. Untuk muatan
impor, dimulai dengan pembuatan dokumen-dokumen impor (invoerpass, dan lain-
lain) sampai pembayaran dan biaya-biaya yang berkenaan dengan pengeluaran barang
dari gudang pabean untuk selanjutnya diserahkan kepada prinsipal di daerah bebas (di
luar daerah pengawasan bea dan cukai).
Perusahaan Pergudangan (warehousing) yaitu usaha penyimpanan barang di
dalam gudang pelabuhan, menunggu pemuatan ke atas kapal atau pengeluaran dari
gudang. Perusahaan Bongkar Muat (Stevedoring) yaitu usaha pemuatan atau
pembongkaran barang-barang muatan kapal. Sering kali perusahaan stevedoring
bekerja sama dengan perusahaan angkutan pelabuhan melalui tongkang. Hal ini
sering dilakukan apabila waktu menunggu giliran penambatan terlalu lama atau
fasilitas tambat kapal terlalu sedikit.
Lembaga Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwader) adalah perusahaan
yang mengkoordinir angkutan multimoda sehingga terselenggara angkutan secara
terpadu sejak dari door shipper sampai dengan door consignee.
5.) Pola pembinaan yang dilaksanakan Pemerintah di bidang perkapalan dan
pelayaran Berdasarkan Undang-Undang Nomor: 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran,
kegiatan pembinaan Pemerintah di bidang perkapalan dan pelayaran, memuat 4
(empat) unsur utama yakni angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan
keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Pengaturan untuk bidang angkutan di perairan memuat prinsip pelaksanaan asas
cabotage dengan cara pemberdayaan angkutan laut nasional yang memberikan iklim
kondusif guna memajukan industri angkutan di perairan, antara lain adanya
kemudahan di bidang perpajakan, dan permodalan dalam pengadaan kapal serta
10
adanya kontrak jangka panjang untuk angkutan; Dalam rangka pemberdayaan industri
angkutan laut nasional, diatur pula mengenai hipotek kapal. Pengaturaan ini
merupakan salah satu upaya untuk meyakinkan kreditor bahwa kapal Indonesia dapat
dijadikan bagunan berdasarkan peraturan perundangundangan, sehingga diharapkan
perusahaan angkutan laut nasional akan mudah memperoleh dana untuk
pengembangan armadanya.
2. Pengaturan untuk bidang kepelabuhanan memuat ketentuan mengenai penghapusan
monopoli dalam penyelenggaraan pelabuhan, pemisahan antara fungsi regulator dan
operator serta memberikan peran serta pemerintah daerah dan swasta secara
proposional di dalam penyelenggaraan kepelabuhanan.
3. Pengaturan untuk bidang keselamatan dan keamanan pelayaran memuat ketentuan
yang mengantisipasi kemajuan teknologi dengan mengacu pada konvensi
internasional yang cenderung menggunakan peralatan mutakhir pada sarana dan
prasarana keselamatan pelayaran, di samping mengakomodasi ketentuan mengenai
sistem keamanan pelayaran yang termuat dalam International Ship and Port Facility
Security ( ISPS ) Code.
4. Pengaturan untuk bidang perlindungan lingkungan maritim memuat ketentuan
mengenai pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan laut yang
bersumber dari pengoperasian kapal dan sarana sejenisnya dengan
mengakomodasikan ketentuan internasional terkait seperti “International Convention
for the Prevention of Pollution from Ships”. Selain hal tersebut di atas, yang juga
diatur oleh Pemerintah adalah pembentukan institusi di bidang penjagaan laut dan
pantai (Sea and Coast Guard) yang Kebijakan Pemerintah di Bidang Perkapalan dan
dibentuk dan bertanggung jawab kepada Presiden dan secara teknis operasional
dilaksanakan oleh Menteri. Penjaga laut dan pantai memiliki fungsi komando dalam
penegakan aturan di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran, dan fungsi
koordinasi di bidang penegakan hukum di luar keselamatan pelayaran. Penjagaan laut
dan pantai tersebut merupakan pemberdayaan Badan Koordinasi Keamanan Laut dan
perkuatan Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai. Diharapkan dengan pengaturan ini
penegakan aturan di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran dapat dilaksanakan
11
secara terpadu dan terkoordinasi dengan baik sehingga tidak terjadi tumpang tindih
kewenangan penegakan hukum di laut yang dapat mengurangi citra Indonesia dalam
pergaulan antarbangsa. Terhadap Badan Usaha Milik Negara yang selama ini telah
menyelenggarakan kegiatan pengusahaan pelabuhan tetap dapat menyelenggarakan
kegiatan yang sama dengan mendapatkan pelimpahan kewenangan Pemerintah,
dalam upaya meningkatkan peran Badan Usaha Milik Negara guna mendukung
pertumbuhan ekonomi.
12
PENUTUP
Dalam pelaksanaan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut yang ditujukan
untuk memberdayakan sosial ekonomi masyarakat maka masyarakat seharusnya
memiliki kekuatan besar untuk mengatur dirinya sendiri dalam pengelolaan
sumberdaya pesisir dan laut di era otonomi ini. Proses peralihan kewenangan dari
pemerintah ke masyarakat harus dapat diwujudkan. Namun ada beberapa hal yang
masih menjadi tanggung jawab pemerintah seperti soal kebijakan fiskal sumberdaya,
pembangunan sarana dan prasarana, penyusunan tata ruang pesisir, serta perangkat
hukum pengelolaan sumberdaya. Meski hal tersebut menjadi bagian dari kewenangan
pemerintah, namuntidak berarti masyarakat tidak memiliki kontribusi dan partisipasi
dalam setiap formulasi kebijakan. Dengan adanya kontribusi dan partisipasi
masyarakat maka kebijakan yang diformulasikan tersebut akan lebih menyentuh
persoalan yang sebenarnya dan tidak merugikan kepentingan publik.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Abraham Panumbangan (mahasiswa Teknik Kelautan).Industri Pelayaran.
www.kr.co.id edisi Jum’at, 15 Juli 2005
2. Hasan Shadily, dkk.1973. Ensiklopedi Umum . Jakarta: Yayasan Dana Buku
Franklin Jakarta.
3. M. Ma’ruf (Mentri Dalam Negeri).Optimisme dalam bidang perairan.
www.kompas.com edisi selasa, 22 Februari 2005
4. Redaksi Kompas. APBN-P 2005 Bantu Rp 464,9 Miliar . www.kompas.com
edisi Rabu, 30 Maret 2005
5. Suardi Abubakar, dkk. 2000. Teknik Perkapalan.Jakarta: Yudhistira.
14