makalah isbd edit

Upload: winda-kompas

Post on 06-Mar-2016

15 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

ISBD

TRANSCRIPT

MAKALAH ISBD

PERANAN PEMERINTAH MENGATASI PERMASALAHAN KRISIS SOSIAL BUDAYA DI INDONESIA PADA KASUS PROSTITUSI ONLINE

KELOMPOK 3

Oleh :Kiky Nur Wulandari121810301005Anni Fiqrotus Zakkiyah 121810301013Wiwit Puji Lestari 121810301052 Winda Intan Novalia 121810301062Ahmad Budianto 121810301063

PROGRAM STUDI KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS JEMBER2015DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPULiDAFTAR ISIiiKATA PENGANTARiiiBAB 1. PENDAHULUAN11.1 Latar Belakang11.2 Rumusan Masalah21.3 Tujuan2BAB 2. PEMBAHASAN32.1 Prostutusi32.2Perkembangan Prostitusi di Indonesia42.2.1 Perkembangan prostitusi masa kolonial Belanda42.2.2 Perkembangan Prostitusi Masa Jepang62.2.3 Perkembangan Prostitusi Pasca Kemerdekaan72.3 Kegiatan Prostitusi Online di Indonesia82.4 Peranan Pemerintah Indonesia dalam Mengatasi Kegiatan Prostitusi Online9BAB 3. PENUTUP13DAFTAR PUSTAKA14

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah Ilmu Dasar Sosial Budaya ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai kasus penyimpangan sosial yang sedang terjadi di masyarakat. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Jember, September 2015

iv

Penyusun2

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPerkembangan IPTEK khususnya teknologi informasi dan komunikasi membawa dampak yang besar terhadap kehidupan manusia saat ini. Perkembangan ini mengakibatkan segala jenis informasi dapat diketahui secara cepat. Namun perkembangan teknologi tersebut, tak selamanya membawa dampak baik. Kecanggih teknologi tersebut sering di salah gunakan oleh beberapa pihak, salah satunya para pelaku prostitusi dalam menjalankan pekerjaanya dengan menawarkan dirinya melalui media online yang lebih praktis.Prostitusi atau pelacuran merupakan gejala kemasyarakatan dimana wanita atau laki-laki menjual diri mereka dan melakukan perbuatan seksual sebagai pekerjaan mereka, hal ini terjadi karena tuntukan akan kebutuhan hidup yang meningkat dan lemahnya ekonomi yang terjadi dalam Negara ini. Sedangkan prostitusi online sendiri merupakan salah satu bentuk prostitusi dimana para pelaku prostitusi melakukan kegiatan tersebut melalui media sosial maupun internet. Para germo atau gigolo menawarkan diri mereka melalui media sosial (website) kepada para lelaki hidung belang atau perempuan-perempuan yang kekuragan kasih sayang. Penutupan lokalisasi-lokalisasi di beberapa daerah seperti di Surabaya, Dolly dianggap masih menyisakan masalah, penutupan tersebut justru menggiring terbentuknya kegitan prostitusi lainnya. Kegiatan prostitusi lain yang menjadi jalan lain untuk mencukupi kehidupan mereka yaitu dengan tetap melakukan kegiatan prostitusi namun secara online. Selain itu gaya hidup yang semakin tinggi membuat buat mereka melakukan segala cara untuk memperoleh uang untuk pemenuhan kehidupan mereka. Kasus prostitusi online ini sangat marak di lingkungan masyarakat, bahkan sampai ke lingkungan mahasiswa dan siswa SMA. Beberapa kasus mulai bermunculan seperti penawaran yang dilakukan oleh seorang pelaku didaerah putat jaya Surabaya melalui media online (facebook). Selain itu juga ada kasus yang menyangkut prostitusi online yang dilakukan oleh Keyko atau Yunita yang merupakan mucikari dengan 1.865 PSK dan kasus lainya yaitu kasus prostitusi online yang dilakukan Robby Abas sebagai mucikari dengan beberapa artis sebagai penjaja sek. Polisi saat ini bekerja keras dalam mengungkap kasus semacam itu (prostitusi online). Kasus prostitusi online ini sangat sulit di ungkap jika dibandingkan dengan prostitusi secara umum, karena prostitusi online ini dalam pelaksaannya akan sulit dilacak karena menggunakan media sosial sehingga saat ini dimungkinkan masih banyak kasus lain yang hampir sama dengan contoh kedua kasus diatas. Oleh karena itu, kelompok kami mengangkat topik tentang maraknya prostitusi online dikalangan artis dan masyarakat sebagai topik dalam diskusi yang bertemakan Peranan Pemerintah Mengatasi Permasalahan atau Krisis Sosial Budaya di Indonesia.

1.2 Rumusan MasalahAdapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu: 1.2.1 Bagaimana proses penyebaran prostitusi yang terjadi di Indonesia?1.2.2 Bagaimana kegiatan prostitusi online yang terjadi di Indonesia? 1.2.3 Bagaimana peranan pemerintah Indonesia dalam mengatasi kegiatan prostitusi online?

1.3 TujuanAdapun tujuan dari makalah ini yaitu :1.3.1 Mengetahui proses penyebaran prostitusi yang terjadi di Indonesia.1.3.2 Mengetahui kegiatan prostitusi online yang terjadi di Indonesia.1.3.3 Mengetahui peranan pemerintah Indonesia dalam megatasi kegiatan prostitusi online.

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 ProstutusiProstitusi merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat yang harus dihentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencegahan dan perbaikannya. Pelacuran berasal dari bahasa Latin yaitu pro-stituere atau pro-stauree yang berarti membiarkan diri berbuat zinah, melakukan persundalan (penjualan diri), percabulan, dan pergendakan. Ditinjau dari sudut psycopathologic (Psikopatologi merupakan cabang ilmu psikologi yang berkepentingan untuk menyelidiki beberapa penyakit atau gangguan mental dan juga gejala-gejala abnormal lainnya), prostitusi adalah suatu kelakuan yang menyimpang dari norma-norma susila, dalam arti kata tidak sesuai dengan norma-norma susila. (Sitepu, 2004). Pelacuran atau prostitusi merupakan masalah sosial yang berpengaruh terhadap perkembangan moral. Disebut sebagai masalah sosial karena kegiatan prostitusi ini berhubungan dengan nilai-nilai sosial dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kegiatan prostitusi merupakan kegiatan yang sangat menyimpang dari norma norma yang tertanam dalam kehidupan budaya ketimuran. Mengapa prostitusi dikatakan sebagai masalah sosial karena kegiatan prostitusi ini berkaitan dengan gejala-gejala yang menggangu ketentraman di dalam masyarakat. Prostitusi selalu ada pada semua negara berbudaya, sejak zaman purba sampai sekarang dan senantiasa menjadi masalah sosial atau menjadi objek urusan hukum. Selain perkembangan teknologi, industri dan kebudayaan, turut berkembang pula pelacuran (prostitusi) dalam berbagai tingkatan yang dilakukan secara individu maupun terorganisasi. Profesi sebagai pelacur dijalani dengan rasa tidak berdaya untuk merambah kemungkinan hidup yang lebih baik. Profesi pelacur dilakukan oleh mereka dari berbagai latar belakang yang berbeda, tanpa menghiraukan akibat-akibat yang ditimbulkannya. Beberapa akibat yang ditimbulkan dari sebuah kegiatan prostitusi adalah timbulnya penyakit kelamin dan kulit, terjangkit virus HIV AIDS, merusak nama baik keluarga, memiliki kesempatan besar dekat dengan dunia narkotika dan kriminalitas dan rusaknya moral susila, hukum serta agama. Selain terdapat akibat akibat yang merugikan adapula permasalahan yang berpengaruh pada dirinya (pelaku prostitusi) :1. Merasa tersisih dari kehidupan sosial (dissosiasi). Seseorang menjadi pelacur pasti merasa tersisih dari pergaulan sosial karena profesi pelacur bukanlah pekerjaan yang halal.2. Terjadinya perubahan dalam pandangan hidup. Mereka tidak lagi memilki pandangan hidup dan masa depan yang baik.3. Perubahan terhadap penilaian moralnya. Seorang pelacur tidak pernah berpikir mana yang baik dan mana yang buruk, yang penting bagi mereka dalah bagaimana caranya mendapatkan uang dan dapat hidup mewah (Sitepu, 2004).2.2 Perkembangan Prostitusi di Indonesia2.2.1 Perkembangan prostitusi masa kolonial BelandaPraktik-praktik prostitusi sudah ada sejak masa awal penjajahan Belanda, Pada masa penjajahan belanda, seperti data-data yang dihimpun Arsip Nasional Republik Indonesia, bentuk industri seks yang terorganisasi berkembang pesat. Hal tersebut terlihat dengan adanya sistem perbudakan tradisional dan perseliran yang dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Eropa. Perkembangan prostitusi di Jakarta mulai dari penjajahan Belanda (masa kekuasaan J.P. Coen) telah berkembang sistem pergundikan di Batavia, yang nantinya menjadi salah satu cikal bakal perkembangan prostitusi di Jakarta. Jakarta memiliki sejarah pelacuran yang panjang. Menurut Ridwan Saidi, tempat konsentrasi prostitusi pertamadi Jakarta adalah di kawasan Macao Po, yaitu berupa rumah-rumah tingkat yang berada di depan stasiun Beos (sekarang stasiun Jakarta Kota). Disebut demikian karena para pelacurnya berasal dari Macao yang didatangkan oleh germo Portugis dan Cina untuk menghibur para tentara Belanda di sekitar Binnenstadt (sekitar kota Inten di terminal angkutan umum Jakarta Kota sekarang). Tempat tersebut juga menjadi tempat persinggahan orang kaya Cina untuk mencari hiburan (Lamijo, 2015). Seiring perkembangan ekonomi dan fisik kota Jakarta, serta peran dan posisi Jakarta sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda, maka tempat pelacuran juga mengalami perkembangan dan bergeser (tidak terkonsentrasi pada satu tempat). Kompleks pelacuran kemudian menyebar ke seluruh Jakarta. Faktor kurangnya jumlah perempuan dibandingkan dengan pria selama periode 1860-1930, merupakan alasan logis meningkatnya permintaan jasa prostitusi, sehingga praktek-praktek prostitusi berkembang semakin pesat di masa kolonial Belanda. Selain itu, kondisi perekonomian yang stagnan dan cenderung memburuk pada tahun1930an ketika krisis ekonomi turut pula mempengaruhi seorang perempuan dalam menentukan keputusan untuk terjun ke dunia prostitusi. Depresi ekonomi yang mulai terasa pada pertengahan tahun 1920an diantaranya disebabkan oleh jatuhnya harga komoditi internasional seperti gula dan kopi, sehingga berdampak pada menurunnya aktivitas ekspor dan impor yang pada akhirnya juga berpengaruh pada berkurangnya kesempatan kerja. Sebenarnya, kerugian yang diderita oleh Jakarta tidak separah yang dialami oleh Surabaya, karena Jakarta tidak terlalu terlibat dengan industri gula. Meskipun krisis ekonomi masih melanda, namun perkembangan industri di Jakarta meningkat. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah pabrik yang beroperasi di Jakarta. Meningkatnya perkembangan industri hanya dapat menyerap 19%, dimana 13% dari tenaga yang terserap merupakan pribumi. Tenaga kerja selebihnya yang tidak terserap di pabrik/industri bekerja dibidang transportasi (kapal, trem, dan kereta api)10. Walaupun demikian,jumlah tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan dengan lapanganpekerjaan yang ada dan menurunnya jumlah impor barang-barang dari luarnegeri mengakibatkan pengangguran semakin meningkat. Dari kondisi itulah kemudian muncul suatu gejala menarik yang dapat dilihat di sektor informal yang berkembang cukup menyolok pada masa itu, yaitu meluasnya penjajajasa, khususnya jasa layanan seksual. Dengan demikian, kita dapat berasumsi bahwa prostitusi yang berkembang di Jakarta pada dasawarsa 1930an ini lebih didominasi oleh faktor kesulitan ekonomi akibat terjadinya krisis ekonomi (Lamijo, 2015).

2.2.2 Perkembangan Prostitusi Masa JepangSelama Jepang menduduki Indonesia, secara fisik dapat dikatakan bahwa Jakarta sama sekali tidak mengalami perkembangan, artinya pada saat jepang masih menduduki Indonesia kehidupan masyarakat Indonesia tidak berkembang namun makin merosot, seperti pada bidang ekonomi masyarakat yang miskin semakin miskin dan banyak kelaparan karena perlakuan yang tidak benar dari pihak jepang sendiri. Hal ini yang menyebabkan prostitusi dan komersialisasi seks terus berkembang selama pendudukan Jepang. Pada masa pendudukan Jepang inilah disinyalir terjadi eksploitasi dan kekerasan seksual terhadap perempuan dan juga ada jaringan perdagangan perempuan untuk dijadikan pelacur. Indikasi ini terkait dengan banyaknya perempuan yang tertipu atau dipaksa memasuki dunia prostitusi. Bangsa Jepang menawarkan pendidikan dan kehidupan yang lebih baik di Tokyo atau kota- kota Indonesia lainnya kepada sejumlah perempuan. Banyak perempuan yang tertarik dengan tawaran itu dan dibawa dan ditampung ke daerah-daerah sekitar pelabuhan Semarang, Surabaya dan Jakarta (Tanjung Priok). Kenyataanya mereka dipaksa melayani hasrat seks para serdadu dan perwira Jepang serta dilarang meninggalkan rumah bordil. Para perempuan yang telah tertipu oleh model perekrutan dengan janji akan mendapatkan kerja, ditawari sekolah, atau akan mendapatkan penghasilan yang tinggi tersebut baru akan sadar setelah mereka ditempatkan di rumah-rumah bordil Jepang. Rumah bordil Jepang benar-benar diawasi secara khusus untuk orang Jepang, baik militer maupun sipil. Hal lain yang menarik dari rumah bordil Jepang adalah adanya sistem penggantian nama, dari nama Indonesia ke nama Jepang. Semua orang yang direkrut Jepang akan langsung diberi nama Jepang dan tidak boleh lupa menggunakannya.Perekrutan para perempuan untuk dijadikan budak seks tentara Jepang itu terus berlanjut hingga menjelang berakhirnya kekuasaan Jepang diIndonesia, sehingga tidak mengherankan bila terdapat begitu banyak perempuan Indonesia yang menjadi korban nafsu birahi tentara Jepang (Lamijo, 2015).2.2.3 Perkembangan Prostitusi Pasca KemerdekaanSetelah Indonesia merdeka, aktivitas dan perkembangan prostitusi terus tumbuh dengan subur.Alasan ekonomi merupakan kondisi yang patut diperhatikan di sini sebab pada masa-masa awal Indonesia merdeka kondisiperekonomian bangsa Indonesia memang masih memprihatinkan.Kondisi politik dan perekonomian yang belum stabil sejak masa kemerdekaan berpengaruh besar dalam pembangunan Indonesia. Walau demikian, Jakarta sebagai ibukota negara tentu saja memiliki prioritas utama dalam perbaikansegala sektor sejak masa kemerdekaan.Terkait dengan prostitusi ini, maka pada tahun 1950an sampai 1960an terdapat banyak tempat prostitusi yang tumbuh subur di Jakarta, seperti diJalan Halimun, antara Kali Malang (dekat markas CPM Guntur) hingga Bendungan Banjir Kanal.Pesatnya perkembangan Jakarta yang diiringi dengan meningkatnya kebutuhan akan tenaga kerja untuk berbagai pembangunan dan proyek di Jakarta, berdampak pula pada peningkatan arus urbanisasi, sehingga padagilirannya memicu muncul dan berkembangnya pemukiman kumuh dikawasan Senen, di sepanjang rel kereta api berjejer gubuk-gubuk liar, danbahkan gerbong kereta api yang sudah tidak terpakai menjadi tempathunian liar. Di malam hari kawasan sekitar stasiun kereta api Senenmenjelma menjadi pasar seks. Tidak mengherankan jika pada pertengahantahun 1950an pelacuran kelas bawah terjadi di gerbong-gerbong kereta apiatau di rumah-rumah dari kotak kardus di sekitar stasiun Senen. Konsumendan penawar jasa seks bergerombol di sekitar tanah gundukan.Berbeda dengan kasus prostitusi di Surabaya yang telah menyediakanlokalisasi khusus sejak abad XIXbahkan telah diperkuat dengan peraturandaerah (kotapraja Surabaya), maka di Jakarta tidak ada lokalisasi secarakhusus yang tersedia, setidaknya tahun-tahun akhir 1960an. Lokalisasisecara resmi di Jakarta pertama kali diadakan tahun 1970an, yaitu di KramatTunggak yang terletak dekat pelabuhan Tanjung Priok. Kramat Tunggakditetapkan sebagai lokalisasi prostitusi dengan SK Gubernur Ali Sadikin, yaituSK Gubernur KDKI No.Ca.7/1/54/1972; SK Walikota Jakarta Utara No.64/SKPTS/JU/1972, dan SK Walikota Jakarta Utara No.104/SK PTS/SD.SosJu/1973.Sebelum Kramat Tunggak dijadikan lokalisasi, pada tahun 1969tercatat ada 1.668 pelacur dan 348 orang germo di Jakarta.Pada saatKramat Tunggak diresmikan sebagai lokalisasi, tercatat ada 300 pelacur dan76 orang germo (Lamijo, 2015).Perkembangan prostitusi mulai masa kolonial Belanda, Jepang sampai pasca kemerdekaan berdasarkan data yang sudah dijelaskan sebelumnya.Menurut pendapat kelompok kami, perkembangan prostitusi ini menjadi semakin meluas karena semakin banyak permintaan mengenai prostitusi dilingkungan masyarakat.Masih adanya peminat (konsumen) yang membuat penyedia jasa (pelacur) semakin ingin menyediakan layanan prostitusi.Selain itu, germo atau mucikari mengkoordinir keberadaan para pelacur di lokalisasi.Sebagai contoh pada masa kolonial Belanda, germo Portugis dan Cina menghibur para tentara Belanda di sekitar Binnenstadt (sekitar kota Inten di terminal angkutan umum Jakarta Kota sekarang) dan tempat tersebut juga menjadi tempat persinggahan orang kaya Cina untuk mencari hiburan.Alasan secara umum banyak perempuan yang ikut masuk dalam prostitusi pada masa kolonial Belanda, Jepang dan paska kemerdekaan yaitu akibat tingkat ekonomi keluarga yang rendah, banyak perempuan yang ingin mendapatkan pendapatan saat krisis ekonomi terutama pada tahun 1930-an, dan banyak perempuan yang tertipu akan bujuk rayu mengenai pendidikan tinggi serta kehidupan yang lebih layak yaitu pada era masa kolonial Jepang.Namun, penyebab yang paling umum membuat perempuan masuk ke dunia prostitusi yaitu tingkat ekonomi yang rendah dengan kebutuhan yang besar.

2.3 Kegiatan Prostitusi Online di IndonesiaMeskipun berdasarkan norma dan budaya Indonesia, praktek prostitusi dianggap sebagai suatu perilaku yang tercela, tetapi pada kenyataannya terdapat beberapa daerah tertentu yang sudah biasamenerima realita bahwa warganya berprofesi sebagai pekerja seks, bahkan terdapat pelacur yang didukung keluarga atau suaminya untuk mencari uang dengan cara ini (Santoso, 1996). Contohnya, lokalisasi-lokalisasi terselubung yang berada di daerah perkotaan di Indonesia tidak dilegalkan, tetapi keberadaannya tetap ada di tengah-tengah lingkungan masyarakat. Pemerintah selama ini berusaha menyelesaikan masalah ini dengan pandangan bahwa prostitusi adalah suatu penyakit, sehingga cara menyelesaikannya adalah dengan rehabilitasi untuk para pekerja seks milik kementrian sosial, ataupun dengan melakukan razia. Tetapi Indonesia bukan satu-satunya negara yang mempraktekkan hal ini. Semakin berkembangnya teknologi, inovasi-inovasi yang dilakukan para pegiat industri seksual juga terus berkembang. Terdapat dua kasus prostitusi online yang akhir-akhir ini memberikan ruang publik pemahaman bagaimana posisi pasar prostitusi online di Indonesia: 1. Kasus yang pertama yaitu terbongkarnya bisnis prostitusi online yang memanfaatkan beberapa jenis media sosial sekaligus sebagai penunjang, yakni situs web, Facebook, twitter dan We Chat (Kompas, 2015). 2. Kasus yang kedua adalah prostitusi online yang melibatkan artis dengan biaya short time yang sangat tinggi. Dari berbagai media online, seorang artis berinisial AA ditangkap jajaran kepolisian dari Polres Metro Jakarta selatan karena terlibat kasus prostitusi online. AA yang disebut seorang artis diduga telah melakukan praktik prostitusi tersebut melalui BlackberryMessenger(kompas, 2015). Seiring dengan semakin berkembangnya pembicaraan publiktentang kasus prostitusi artis AA, nama Amel Alvi yang selalu dikaitkan dengan inisial tersebut semakin terkenal, selain itu karier Amel Alvi sebagai Disc Jockie (DJ) diklub-klub malam juga semakin bersinar(skanaa, 2015).2.4 Peranan Pemerintah Indonesia dalam Mengatasi Kegiatan Prostitusi OnlinePemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi telah mengubah perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi informasi saaat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberi kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hokum.Dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 28 F UUD 1945 berbunyi Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Ketentuan konstitusional ini sangat jelas mendukung kebebasan setiap orang untuk berkomunikasi lewat media apa pun, termasuk lewat media elektronik (internet). Namun tetap pada batasannya sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 Pasal 28 J Ayat (1) : Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dan Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945 : Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah salah satu wujud tanggung jawab Negara untuk mengatur kegiatan di bidang Teknologi Informasi (Soekanto, 1980).Pasal 27 ayat (1) UU ITE, berunyi. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Hal tersebut juga selaras dengan pasal 23 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa:(1) Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya.(2) Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan negara. dan pasal 73 Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia. yang menyatakan bahwa:Hak dan kebebasan yang diatur dalam Undang-undang ini hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan undang-undang, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsaSehingga tidak salah jika dalam UU ITE terdapat adanya ketentuan tentang Konten (content regulation) yang bersifat melawan hukum, yang pada hakekatnya adalah pembatasan terhadap kebebasan berekspresi, berinformasi dan berkomunikasi dalam rangka melindungi HAM orang lain termasuk didalamnya pelanggaran kesusilaan yang diatur dalam pasal 27 ayat 1 Undang-Undang ITE.Di Indonesia pemerintah tidak secara tegas melarang adanya praktek-praktek pelacuran. Ketidak tegasan sikap pemerintah ini dapat dilihat pada Pasal l2 , yang bunyinya adalah sebagai berikut : Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah.Dan pasal 506 yang berbunyi barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai pelacur, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).Yang dilarang dalam KUHP adalah mengeksploitir seksualitas orang lainbaik sebagai pencaharian ataupun kebiasaan (pasal 296 KUHP) atau menarik keuntungan dari pelayanan seks (komersial) seorang perempuan dengan praktek germo (pasal 506 KUHP). Pasal-pasal tersebut dalam KUHP hanya melarang mereka yang membantu dan menyediakan pelayanan seks secara illegal, artinya larangan hanya diberikan untuk mucikari atau germo, sedangkan pelacurnya sendiri sama sekali tidak ada pasal yang mengaturnya. Kegiatan seperti itupun tidak dikelompokkan sebagai tindakan kriminal.Meskipun demikian hukum pidana tetap merupakan dasar dari peraturan-peraturan dalam industri seks di Indonesia. Karena larangan pemberikan pelayanan seksual khususnya terhadap praktek-praktek pelacuran tidak ada dalam hukum negara, maka peraturan dalam industri seks ini cenderung didasarkan pada peraturan-peraturan yang dikeluarkan pemerintah daerah, baik pada tingkat propinsi, kabupaten dan kecamatan, dengan mempertimbangkan reaksi, aksi dan tekanan berbagai organisasi masyarakat yang bersifat mendukung dan menentang pelacuran tersebut.

BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan Menurut kelompok kami dengan adanya aturan atau hukum-hukum tentang jual-beli seks (prostitusi) online yang dikeluarkan oleh pemerintah dapat membantu menanggulangi maraknya prostitusi itu sendiri. Prostitusi online terjadi karena lokalisasi prostitusi yang dilakukan pemerintah sehingga para germo memanfaatkan jejaring sosial sebagai alat untuk melakukan prostitusi. Selain memberikan hukuman pemerintah seharusnya memberikan rehabilitasi kepada pelaku (pelacur). Sehingga dengan begitu para pelaku (pelacur atau germo) jera dengan hukuman yang diterima dan dapat kembali ke masyarakat setelah mengikuti rehabilitasi. Pemerintah hendaklah lebih tanggap dalam menangani permasalah ini, dengan menangkap pelaku-pelaku penjual seks baik online maupun langsung sehingga membuat moral bangsa ini menjadi lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Kompas. (2015). Dikutip dari: http://megapolitan.kompas.com/read/2015/05/09/14281951/Seorang.Artis.dan.Mucikari.Ditangkap.di.Hotel.Mewah.di.Jakarta.Selatan?utm_source=bola&utm_medium=bp-kompas&utm_campaign=related& [6 September 2015].Santoso, Topo. 1996. Masalah Prostitusi.JurnalHukumdanPembangunan,no.4 tahunXXVI.Sanaa. (2015).Dikutipdari:http://www.skanaa.com/en/news/detail/ini-bukti-foto-amel-alvi-semakin-terkenal-dan-dipuji-sejak-kasus-prostitusi-artis/slidegossip [6 September2015]. Soekanto, soerjono. 1980. pokok-pokok sosiologi hokum. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Sitepu, Abdi. 2004. Dampak Lokalisasi Prostitusi Terhadap Perilaku Remaja di Sekitarnya. PKM- September 2004.