makalah industri

Upload: bernard-sinarta

Post on 09-Jan-2016

58 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Makalah

TRANSCRIPT

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    PERANCANGAN TONGKAT SEBAGAI ALAT BANTU JALAN

    BAGI LANSIA

    (Studi Kasus UPTD Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta)

    Skripsi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

    AHMAD TAUFIQ NUGROHO

    I 1306019

    JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET

    SURAKARTA 2011

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    I-1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan

    masalah yang diangkat, tujuan dan manfaat dari tugas akhir yang dilakukan.

    Berikutnya diuraikan mengenai batasan masalah, asumsi yang digunakan dalam

    permasalahan dan sistematika penulisan untuk menyelesaikan penelitian.

    1.1 LATAR BELAKANG

    Proses penuaan membawa berbagai konsekuensi berupa masalah fisik,

    mental, maupun sosial sehingga seorang lansia akan mengalami keterbatasan.

    Seorang lansia cenderung mengalami tingkat ketergantungan yang tinggi karena

    secara alamiah kemampuan fisiologis organ lansia telah mengalami penurunan

    fungsi, seperti gerakan otot yang semakin kaku, gerakan tangan yang gemetaran,

    kontrol keseimbangan semakin labil. Selain mengalami penurunan kemampuan

    fisiologis, seorang lansia juga mengalami penurunan kemampuan kognitif yang

    ditandai dengan terjadi penurunan daya ingat (demensia) dan juga tidak mudah

    menerima ide atau hal yang baru (Nurmianto, 1995).

    UPTD Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta adalah salah satu lembaga

    sosial yang memberikan pelayanan terhadap para lansia di kota Surakarta. Tempat

    ini memiliki kegiatan-kegiatan untuk mengisi waktu para penghuni panti. Salah

    satu kegiatan yang dilakukan sendiri oleh beberapa penghuni panti adalah

    aktivitas jalan. Aktivitas jalan ini juga dilakukan oleh lansia pengguna alat bantu

    jalan seperti pengguna tongkat untuk melakukan kegiatan sehari-harinya di

    lingkungan panti misalnya pergi ke kamar mandi, ke toilet maupun pergi ke

    mushola. Pengguna tongkat tersebut salah satunya adalah para lansia yang berusia

    75 tahun sampai dengan 85 tahun yang mengalami penurunan fungsi organ tubuh

    dan menyebabkan lansia tersebut tidak bisa berjalan secara normal.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    I-2

    Penggunaan alat bantu jalan berupa tongkat yang sudah ada sebelumnya

    sangat rentan terhadap adanya keluhan yang timbul seperti saat berjalan lansia

    sering merasa kurang nyaman dalam menggunakan tongkat yang sudah ada

    sebelumnya. Tongkat yang ada sebelumnya pada umumnya dirancang seadanya

    dan belum sesuai dengan kebutuhan lansia. Hal tersebut ditunjukkan dari tongkat

    yang sudah ada sebelumnya hanya terbuat dari bahan kayu, memiliki diameter

    yang kecil yaitu hanya berdiameter 1,5 cm, serta tongkat tersebut hanya memiliki

    panjang 50 cm dan tidak dapat diatur ketinggiannya sesuai kebutuhan lansia. Hal

    ini dapat dilihat dari adanya keluhan lansia dalam menggunakan tongkat yang

    sudah ada tersebut.

    Berdasarkan wawancara terhadap lansia yang menggunakan tongkat yang

    ada sebelumnya saat melakukan aktivitas jalan, didapatkan hasil sebanyak 25

    responden (100 %) mengeluhkan rasa sakit dibagian lower back atau punggung

    hal ini dikarenakan tongkat yang sudah ada hanya memiliki panjang 50 cm dan

    tidak dapat diatur ketinggiannya sesuai kebutuhan lansia, sebanyak 16 responden

    (64%) mengeluhkan nyeri dibagian lengan atas dan lengan bawah hal ini

    dikarenakan diameter tongkat yang kecil yaitu hanya berdiameter 1,5 cm

    menyebabkan kondisi tubuh lansia tidak stabil, dan sebanyak 7 responden (28%)

    mengeluhkan nyeri pada telapak tangan hal ini disebabkan karena tongkat tersebut

    hanya terbuat dari bahan kayu dan memiliki permukaan genggaman tangan yang

    keras.

    Berdasarkan keluhan yang dialami oleh lansia saat melakukan aktivitas

    jalan khususnya aktivitas jalan yang dilakukan oleh lansia pengguna alat bantu

    tongkat dalam melakukan kegiatan sehari-harinya di lingkungan panti, maka perlu

    dilakukan perancangan alat bantu jalan yang lebih baik bagi lansia yaitu

    perancangan alat bantu tongkat yang baru dan disesuaikan dengan anthropometri

    ukuran tubuh lansia tersebut yang akan memberikan kemudahan bagi para lansia

    dengan segala keterbatasan yang dimilikinya.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    I-3

    1.2 PERUMUSAN MASALAH

    Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan

    pokok permasalahan dari penelitian ini yaitu bagaimana merancang alat bantu

    tongkat bagi lansia di UPTD Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta.

    1.3 TUJUAN PENELITIAN

    Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini, yaitu menghasilkan

    rancangan alat bantu tongkat bagi lansia di UPTD Panti Wredha Dharma Bhakti

    Surakarta.

    1.4 MANFAAT PENELITIAN

    Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu memberikan usulan

    rancangan alat bantu tongkat yang nyaman bagi lansia di UPTD Panti Wredha

    Dharma Bhakti Surakarta.

    1.5 BATASAN MASALAH

    Agar penelitan ini tidak terlalu luas topik pembahasannya maka

    diperlukan adanya pembatasan masalah, adapun batasan masalah dari penelitian

    ini adalah penelitian dilakukan terhadap lansia yang berusia 75 tahun sampai

    dengan 85 tahun pengguna alat bantu jalan yang berupa tongkat.

    1.6 ASUMSI-ASUMSI

    Asumsi penelitian diperlukan untuk menyederhanakan permasalahan yang

    diteliti. Adapun asumsi yang digunakan sebagai berikut:

    1. Tongkat hasil rancangan digunakan pada medan permukaan yang rata.

    2. Selang kepercayaan yang digunakan 95 %

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    I-4

    1.7 SISTEMATIKA PENULISAN

    Penulisan penelitian dalam laporan tugas akhir ini mengikuti uraian yang

    diberikan pada setiap bab yang berurutan untuk mempermudah pembahasannya.

    Dari pokok-pokok permasalahan dapat dibagi menjadi enam bab seperti

    dijelaskan, di bawah ini.

    BAB I : PENDAHULUAN

    Bab ini berisikan pendahuluan yang meliputi latar belakang,

    perumusan masalah, tujuan penelitian, pembatasan masalah dan

    sistematika penulisan.

    BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

    Berisi mengenai landasan teori yang mendukung dan terkait langsung

    dengan penelitian yang akan dilakukan dari buku, jurnal penelitian,

    sumber literatur lain, dan studi terhadap penelitian terdahulu.

    BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

    Berisi tentang uraian langkah-langkah penelitian yang dilakukan,

    selain juga merupakan gambaran kerangka berpikir penulis dalam

    melakukan penelitian dari awal sampai penelitian selesai.

    BAB IV : PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

    Berisi tentang data-data/informasi yang diperlukan dalam

    menganalisis permasalahan yang ada serta pengolahan data dengan

    menggunakan metode yang telah ditentukan.

    BAB V : ANALISIS

    Analisis berisi penjelasan dari output yang didapatkan pada tahapan

    pengumpulan dan pengolahan data.

    BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN

    Berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari pengolahan data dan

    analisis yang telah dilakukan serta rekomendasi yang diberikan untuk

    perbaikan.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    II-1

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    Bab ini membahas mengenai konsep dan teori yang digunakan dalam

    penelitian, sebagai landasan dan dasar pemikiran untuk membahas serta

    menganalisa permasalahan yang ada.

    2.1 Gambaran Umum Panti Whreda Dharma Bakti Surakarta

    Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta merupakan badan milik pemerintah

    dalam bidang sosial yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial bagi

    para lanjut usia atau lansia yang terlantar. Upaya peningkatan kesejahteraan

    tersebut berupa penyediaan fasilitas hunian yang layak serta terpenuhinya

    kebutuhan hidup untuk lansia seperti makan, minum dan lain sebagainya.

    Terjaminnya kualitas hidup lansia oleh pemerintah ini mengacu pada UUD 45

    Pasal 34 yang berbunyi : Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh

    negara, sebagai dasar dalam pengabdian negara kepada masyarakat. Panti

    Wredha Dharma Bakti Surakarta beralamatkan di jalan Dr. Rajiman No. 620,

    Surakarta.

    2.1.1 Visi dan Misi

    Adapun visi dan misi panti wredha ini adalah :

    a. Visi

    Memberikan kesejahteraan pada lanjut usia terlantar

    b. Misi

    Menciptakan para lansia terlantar agar hidup sejahtera, aman, dan

    tenteram.

    Mempersiapkan untuk kebahagiaan hidup bagi lanjut usia terlantar baik

    lahir maupun batin

    2.1.2 Tugas Pokok

    a. Menyelenggarakan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan urusan rumah

    tangga Panti Wredha

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    II-2

    b. Merumuskan kebijakan teknis penyelenggaraan Panti Wredha Dharma Bakti

    Surakarta sesuai dengan kebijaksanaan.

    c. Melaksanakan motivasi dan observasi kepada calon klien.

    d. Melayani, membina dan merawat untuk memperoleh rasa aman.

    e. Menyelenggarakan urusan tata usaha Panti Wredha Dharma Bakti

    f. Menggali sumber dana dari masyarakat

    g. Melaksanakan tata tertib administrasi serta membuat laporan berkala

    2.1.3 Data Panti

    a. Kapasitas panti dapat menampung 85 orang

    b. Pegawai 8 orang dan tenaga 5 orang

    c. Luas tanah panti + 3.500 meter persegi

    d. Luas tanah makam khusus panti + 2.600 meter persegi, yang teletak di

    wilayah Desa Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo

    e. Sarana panti : asrama warga sebanyak 38 ruangan, aula 1 buah, kantor 1 buah,

    masjid 1 buah, dan rumah dinas

    f. Perlengkapan asrama terdiri dari kelengkapan tempat tidur klien, penerangan

    listrik, air minum PDAM, alat masak dengan kompor gas

    g. Asrama dikelompokan menjadi 7 kelompok dan masing-masing dibimbing

    oleh petugas panti

    h. Sumber dana dari Pemerintah Kota Surakarta dan donator masyarakat

    2.1.4 Gambaran aktivitas di Panti Whreda

    Salah satu aktivitas yang ada di UPTD Panti Whreda Dharma Bakti

    Surakarta untuk mengisi kegiatan para lansia ialah aktivitas fisik. Adapun

    aktivitas fisik yang disarankan untuk seorang lansia adalah yang memiliki beban

    ringan atau sedang, waktu relatif lama dan tidak bersifat kompetitif. Aktivitas

    tersebut antara lain jalan kaki, senam ringan, beribadah ke mushola serta

    melakukan aktivitas pekerjaan rumah tangga sehari-hari seperti mencuci baju,

    mencuci piring dan membersihkan tempat tidur. Aktivitas tersebut jika dilakukan

    secara rutin dapat menghambat laju perubahan degeneratif pada orang berusia

    lanjut. Adanya fasilitas yang nyaman, aman dan memiliki kemudahan akses yang

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    II-3

    tinggi diperlukan sebagai pencegahan terjadinya kecelakaan pada lansia selama

    beraktivitas. Fasilitas ini harus dapat menunjang semua keterbatasan kaum lansia

    sehingga mereka dapat beraktivitas seperti biasa tanpa khawatir akan mengalami

    masalah selama beraktivitas. Keterbatasan kemampuan gerak menjadi

    pertimbangan dalam perancangan fasilitas untuk lansia (Tarwaka dkk, 2004).

    2.2 Lanjut Usia

    2.2.1 Proses Penuaan

    Usia lanjut adalah proses alami yang tidak dapat dihindarkan. Proses

    menjadi tua disebabkan oleh faktor biologik yang terdiri dari 3 fase yaitu fase

    progresif, fase stabil, dan fase regresif. Dalam fase regresif mekanisme lebih ke

    arah kemunduran yang dimulai dalam sel yang merupakan komponen terkecil dari

    tubuh manusia. Sel-sel menjadi aus karena lama berfungsi sehingga

    mengakibatkan kemunduran yang dominan dibandingkan terjadinya pemulihan.

    Di dalam struktur anatomik proses menjadi tua terlihat sebagai kemunduran di

    dalam sel. Proses ini berlangsung secara alamiah, terus menerus, dan

    berkesinambungan, yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis,

    fisiologis, dan biokemis pada jaringan tubuh dan akhirnya akan mempengaruhi

    fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan (Madyana, 1991).

    Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan meliputi hereditas

    (keturunan), nutrisi (makanan), status kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan,

    dan stres. Menjadi tua juga ditandai oleh kemunduran-kemunduran biologis yang

    terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik antara lain:

    Kulit mulai mengendur dan pada wajah timbul keriput serta garis-garis

    yang menetap.

    Rambut mulai beruban dan menjadi putih.

    Gigi mulai ompong.

    Penglihatan dan pendengaran berkurang.

    Mudah lelah.

    Gerakan menjadi lamban dan kurang lincah.

    Kerampingan tubuh menghilang, terjadi timbunan lemak terutama di

    bagian perut dan pinggul.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    II-4

    Selain kemunduran biologis menjadi tua juga ditandai oleh kemunduran

    kemampuan-kemampuan kognitif antara lain:

    Sering lupa, ingatan tidak berfungsi baik.

    Ingatan kepada hal-hal di masa muda lebih baik daripada kepada hal-hal

    yang baru terjadi.

    Orientasi umum dan persepsi terhadap waktu dan ruang/tempat juga

    mundur, erat hubungannya dengan daya ingat yang sudah mundur dan

    juga pandangan biasanya sudah menyempit.

    Meskipun telah mempunyai banyak pengalaman, skor yang dicapai dalam

    tes-tes intelegensi menjadi lebih rendah.

    Tidak mudah menerima hal-hal atau ide-ide baru.

    2.2.2 Penurunan Kemampuan Fisik

    Kemampuan fisik seseorang dicapai pada saat usianya antara 25-30 tahun,

    dan kapasitas fisiologis akan menurun 1% per tahunnya setelah kondisi

    puncaknya terlampaui. Proses penuaan ditandai dengan tubuh yang mulai

    melemah, gerakan tubuh makin lamban dan kurang bertenaga, keseimbangan

    tubuh semakin berkurang, dan makin menurunnya waktu reaksi (Santoso, 2004).

    Pulat (1992) menyatakan bahwa pada usia 60 tahun kapasitas fisik seseorang akan

    menurun 25% yang ditandai dengan penurunan kekuatan otot, sedang kemampuan

    sensoris dan motorisnya menurun sebesar 60%.

    2.2.3 Penurunan Sistem Saraf

    Liliana (2007) menyatakan bahwa perubahan sistem saraf pada lansia

    ditandai dengan keadaan sebagai berikut:

    1. Matinya sel di dalam otak secara kontinyu mulai seseorang berumur 50 tahun.

    Hal ini akan mengakibatkan berkurangnya pasokan darah ke otak.

    2. Berkurangnya kecepatan konduksi saraf. Hal ini disebabkan oleh penurunan

    kemampuan saraf dalam menyampaikan impuls dari dan ke otak.

    Akibat lain yang perlu mendapat perhatian adalah penurunan kepekaan

    panca indera seperti:

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    II-5

    1. Berkurangnya keseimbangan tubuh, diupayakan dengan mengurangi lintasan

    yang membutuhkan keseimbangan tinggi seperti titian, blind-step juga

    tangga.

    2. Penurunan sensitifitas alat perasa pada kulit, diupayakan untuk menggunakan

    peralatan kamar mandi yang relatif aman bagi lansia seperti pemanas air dan

    termostat.

    3. Terjadi buta parsial, melemahnya kecepatan focusing pada mata lansia dan

    makin buramnya lensa yang ditandai dengan lensa mata makin berwarna

    putih. Hal ini akan mempersulit lansia membedakan warna hijau, biru dan

    violet. Keadaan ini berakibat pada gerakan lansia yang semakin lamban dan

    terbatas sehingga diperlukan alat bantu untuk memudahkan dalam bergerak

    seperti pegangan tangan (Ginting, 2010).

    Gambar 2.1 Berkurangnya Keseimbangan pada Lansia

    Sumber : Tarwaka, 2004 2.2.4 Penurunan Kekuatan Otot

    Penurunan kekuatan otot tubuh pada lansia meliputi, penurunan kekuatan

    otot tangan sebesar 16%-40%. Variasi ini tergantung pada tingkat kesegaran

    jasmani seeorang. Penurunan kekuatan genggam tangan menurun sebesar 50%,

    dan kekuatan otot lengan menurun sebesar 50% (Ergonomi, 2007).

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    II-6

    Gambar 2.2 Penurunan kekuatan otot menyebakan lansia tidak bisa bergerak dengan mandiri

    Sumber : Tarwaka, 2004 2.2.5 Penurunan Koordinasi Gerak Anggota Tubuh

    Makin berkurangnya kemampuan koordinasi tubuh akan mempersulit

    lansia dalam melakukan koordinasi pekerjaan yang berisi informasi yang

    kompleks (Sutalaksana, 1979). Terdapat penurunan kestabilan baik berdiri

    maupun duduk setelah midlife. Perubahan pada tulang, otot,dan jaringan saraf

    juga terjadi pada orang tua. Degenerasi proses pada tulang rawan (cartilage) dan

    otot menyebabkan penurunan mobilitas dan meningkatnya resiko cedera. 50%

    Kekuatan hilang pada umur 65 tahun, tetapi kekuatan tangan hanya turun 16%.

    Waktu reksi sekurangkurangnya turun 20% pada umur 60 tahun dibandingkan

    pada umur 20 tahun (Wignjosoebroto, 1995). Lansia membutuhkan tempat tinggal

    dan beraktivitas yang lebih aman dan nyaman untuk bergerak, dan latihan untuk

    dapat menyesuaikan diri terhadap hambatan koordinasi yang dimilikinya.

    2.3 Pengertian Ergonomi

    Ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu ergon yang berarti kerja dan

    nomos yang berarti hukum alam. Ergonomi dapat didefinisikan sebagai studi

    tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara

    anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/perancangan

    (Nurmianto, 2004). Ergonomi ialah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk

    memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan

    manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan

    bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan

    melalui pekerjaan itu, dengan efektif, aman dan nyaman (Mital, 2008).

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    II-7

    Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi adalah (Madyana, 1991) :

    a. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan

    cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan

    mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.

    b. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak

    sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan

    meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif

    maupun setelah tidak produktif.

    c. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek

    teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang

    dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi

    Suatu pengertian yang lebih komprehensif tentang ergonomi pada pusat

    perhatian ergonomi adalah terletak pada manusia dalam rancangan desain kerja

    ataupun perancangan alat kerja. Berbagai fasilitas dan lingkungan yang dipakai

    manusia dalam berbagai aspek kehidupannya. Tujuannya adalah merancang

    benda-benda fasilitas dan lingkungan tersebut, sehingga efektivitas fungsionalnya

    meningkat dan segi-segi kemanusiaan seperti kesehatan, keamanan, dan

    kepuasann dapat terpelihara. Terlihat disini bahwa ergonomi memiliki 2 aspek

    sebagai contohnya yaitu efektivitas sistem manusia didalamya dan sifat

    memperlakukan manusia secara manusia. Mencapai tujuan-tujuan tersebut,

    pendekatan ergonomi merupakan penerapan pengetahuan-pengetahuan terpilih

    tentang manusia secara sistematis dalam perancangan sisten-sistem manusia

    benda, manusia-fasilitas dan manusia lingkungan. Dengan lain perkataan

    ergonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari manusia dalam berinterksi

    dengan obyek-obyek fisik dalam berbagai kegiatan sehari-hari (Panero dan

    Zelnik, 1979).

    Di pandang dari sistem, maka sistem yang lebih baik hanya dapat

    bekerja bila sistem tersebut terdiri dari, yaitu :

    a. Elemen sistem yang telah dirancang sesuai dengan apa yang

    dibutuhkan.

    b. Elemen sistem yang saling berinterksi secara terpadu dalam usaha

    menuju tujuan bersama.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    II-8

    Sebagai contoh, sejumlah elemen mesin dirancang baik, belum tentu

    menghasilkan suatu mesin yang baik pula, bila mana sebelumnya tidak

    dirancang untuk berinteraksi antara satu sama tainnya. Demikian manusia

    sebagai operator dalam manusia mesin. Bila pekerja tidak berfungsi secara

    efektif hal ini akan mempengaruhi sistem secara keseluruhan (Pulat, 1992).

    2.4 Anthropometri dalam Ergonomi

    Aspek-aspek ergonomi dalam suatu proses rancang bangun fasilitas kerja

    adalah merupakan suatu faktor penting dalam menunjang peningkatan pelayanan

    jasa produksi. Perlunya memperhatikan faktor ergonomi dalam proses rancang

    bangun fasilitas pada dekade sekarang ini adalah merupakan sesuatu yang tidak

    dapat ditunda lagi. Hal tersebut tidak akan terlepas dari pembahasan mengenai

    ukuran anthropometri tubuh manusia maupun penerapan data-data antrhropometri

    manusia.

    2.4.1 Pengertian Anthropometri

    Istilah anthropometri berasal dari kata anthro yang berarti manusia dan

    metri yang berarti ukuran. Anthropometri adalah studi tentang dimensi tubuh

    manusia (Santoso, 2004). Anthropometri merupakan suatu ilmu yang secara

    khusus mempelajari tentang pengukuran tubuh manusia guna merumuskan

    perbedaan-perbedaan ukuran pada tiap individu ataupun kelompok dan lain

    sebagainya (Panero dan Zelnik, 1979). Data anthropometri yang ada dibedakan

    menjadi dua kategori, antara lain (Santoso, 2004):

    a. Dimensi struktural (statis)

    Dimensi struktural ini mencakup pengukuran dimensi tubuh pada posisi

    tetap dan standar. Dimensi tubuh yang diukur dengan posisi tetap meliputi berat

    badan, tinggi tubuh dalam posisi berdiri, maupun duduk, ukuran kepala, tinggi

    atau panjang lutut berdiri maupun duduk, panjang lengan dan sebagainya.

    b. Dimensi fungsional (dinamis)

    Dimensi fungsional mencakup pengukuran dimensi tubuh pada berbagai

    posisi atau sikap. Hal pokok yang ditekankan pada pengukuran dimensi

    fungsional tubuh ini adalah mendapatkan ukuran tubuh yang berkaitan dengan

    gerakan-gerakan nyata yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan

    tertentu.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    II-9

    Data anthropometri dapat diaplikasikan dalam beberapa hal, antara lain

    (Wignjosoebroto, 1995):

    a. Perancangan areal kerja

    b. Perancangan peralatan kerja seperti mesin, perkakas dan sebagainya

    c. Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi/meja komputer,

    dan lain-lain

    d. Perancangan lingkungan kerja fisik

    Perbedaan antara satu populasi dengan populasi yang lain adalah

    dikarenakan oleh faktor-faktor sebagai berikut (Nurmianto, 2004):

    a. Keacakan/random

    Walaupun telah terdapat dalam satu kelompok populasi yang sudah jelas

    sama jenis kelamin, suku/bangsa, kelompok usia dan pekerjaannya, namun masih

    akan ada perbedaan yang cukup signifikan antara berbagai macam masyarakat.

    b. Jenis kelamin

    Ada perbedaan signifikan antara dimensi tubuh pria dan wanita. Untuk

    kebanyakan dimensi pria dan wanita ada perbedaan signifikan di antara mean dan

    nilai perbedaan ini tidak dapat diabaikan. Pria dianggap lebih panjang dimensi

    segmen badannya daripada wanita sehingga data anthropometri untuk kedua jenis

    kelamin tersebut selalu disajikan secara terpisah.

    c. Suku bangsa

    Variasi di antara beberapa kelompok suku bangsa telah menjadi hal yang

    tidak kalah pentingnya karena meningkatnya jumlah angka migrasi dari satu

    negara ke negara lain. Suatu contoh sederhana bahwa yaitu dengan meningkatnya

    jumlah penduduk yang migrasi dari negara Vietnam ke Australia, untuk mengisi

    jumlah satuan angkatan kerja, maka akan mempengaruhi anthropometri secara

    nasional.

    d. Usia, digolongkan atas berbagai kelompok usia yaitu:

    Balita

    Anak-anak

    Remaja

    Dewasa

    Lanjut usia

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    II-10

    Hal ini jelas berpengaruh terutama jika desain diaplikasikan untuk

    anthropometri anak-anak. Anthropometrinya cenderung terus meningkat sampai

    batas usia dewasa. Namun setelah menginjak usia dewasa, tinggi badan manusia

    mempunyai kecenderungan menurun yang disebabkan oleh berkurangnya

    elastisitas tulang belakang (intervertebral discs) dan berkurangnya dinamika

    gerakan tangan dan kaki.

    e. Jenis pekerjaan

    Beberapa jenis pekerjaan tertentu menuntut adanya persyaratan dalam

    seleksi karyawannya, misalnya: buruh dermaga/pelabuhan harus mempunyai

    postur tubuh yang relatif lebih besar dibandingkan dengan karyawan perkantoran

    pada umumnya. Apalagi jika dibandingkan dengan jenis pekerjaan militer.

    f. Pakaian

    Hal ini juga merupakan sumber keragaman karena disebabkan oleh

    bervariasinya iklim/musim yang berbeda dari satu tempat ke tempat yang lainnya

    terutama untuk daerah dengan empat musim. Misalnya pada waktu musim dingin

    manusia akan memakai pakaian yang relatif lebih tebal dan ukuran yang relatif

    lebih besar. Ataupun untuk para pekerja di pertambangan, pengeboran lepas

    pantai, pengecoran logam. Bahkan para penerbang dan astronaut pun harus

    mempunyai pakaian khusus.

    g. Faktor kehamilan pada wanita

    Faktor ini sudah jelas mempunyai pengaruh perbedaan yang berarti kalau

    dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil, terutama yang berkaitan dengan

    analisis perancangan produk dan analisis perancangan kerja.

    h. Cacat tubuh secara fisik

    Suatu perkembangan yang menggembirakan pada dekade terakhir yaitu

    dengan diberikannya skala prioritas pada rancang bangun fasilitas akomodasi

    untuk para penderita cacat tubuh secara fisik sehingga mereka dapat ikut serta

    merasakan kesamaan dalam penggunaan jasa dari hasil ilmu ergonomi di dalam

    pelayanan untuk masyarakat. Masalah yang sering timbul misalnya: keterbatasan

    jarak jangkauan, dibutuhkan ruang kaki (knee space) untuk desain meja kerja,

    lorong/jalur khusus untuk kursi roda, ruang khusus di dalam lavatory, jalur khusus

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    II-11

    untuk keluar masuk perkantoran, kampus, hotel, restoran, supermarket dan lain-

    lain.

    2.4.2 Dimensi Anthropometri

    Data anthropometri dapat dimanfaatkan untuk menetapkan dimensi ukuran

    produk yang akan dirancang dan disesuaikan dengan dimensi tubuh manusia yang

    akan menggunakannya. Pengukuran dimensi struktur tubuh yang biasa diambil

    dalam perancangan produk maupun fasilitas dapat dilihat pada gambar 2.4 di

    bawah ini.

    Gambar 2.3 Anthropometri Untuk Perancangan Produk atau Fasilitas Sumber: Wignjosoebroto, 1995

    Keterangan gambar 2.1 di atas, yaitu:

    1 : Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai sampai dengan ujung

    kepala).

    2 : Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak.

    3 : Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak.

    4 : Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus).

    5 : Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak (dalam

    gambar tidak ditunjukkan).

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    II-12

    6 : Tinggi tubuh dalam posisi duduk (di ukur dari alas tempat duduk pantat

    sampai dengan kepala).

    7 : Tinggi mata dalam posisi duduk.

    8 : Tinggi bahu dalam posisi duduk.

    9 : Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus).

    10 : Tebal atau lebar paha.

    11 : Panjang paha yang di ukur dari pantat sampai dengan. ujung lutut.

    12 : Panjang paha yang di ukur dari pantat sampai dengan bagian belakang dari

    lutut betis.

    13 : Tinggi lutut yang bisa di ukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk.

    14 : Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang di ukur dari lantai sampai dengan

    paha.

    15 : Lebar dari bahu (bisa di ukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk).

    16 : Lebar pinggul ataupun pantat.

    17 : Lebar dari dada dalam keadaan membusung (tidak tampak ditunjukkan

    dalam gambar).

    18 : Lebar perut.

    19 : Panjang siku yang di ukur dari siku sampai dengan ujung jari-jari dalam

    posisi siku tegak lurus.

    20 : Lebar kepala.

    21 : Panjang tangan di ukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari.

    22 : Lebar telapak tangan.

    23 : Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar kesamping kiri kanan

    (tidak ditunjukkan dalam gambar).

    24 : Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak.

    25 : Tinggi jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak.

    26 : Jarak jangkauan tangan yang terjulur kedepan di ukur dari bahu sampai

    dengan ujung jari tangan.

    Selanjutnya untuk memperjelas mengenai data anthropometri yang tepat

    diaplikasikan dalam berbagai rancangan produk ataupun fasilitas kerja, diperlukan

    pengambilan ukuran dimensi anggota tubuh. Penjelasan mengenai pengukuran

    dimensi anthropometri tubuh yang diperlukan dalam perancangan dijelaskan

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    II-13

    pada tabel 2.1.

    Tabel 2.1 Pengukuran dimensi tubuh

    Data Anthropometri Keterangan Cara Pengukuran

    Tinggi siku berdiri (tsb)

    Ukur jarak vertikal mulai dari telapak kaki sampai siku. Subjek berdiri tegak dengan siku direntangkan kedepan

    Panjang telapak tangan (ptt)

    Ukur panjang tangan diukur dari pergelangan tangan sampai dengan ujung jari tengah

    Diameter lingkar genggam

    (dlg)

    Ukur diameter telapak tangan pada saat posisi menggenggam

    Sumber: Panero dan Zelnik, 1979

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    II-14

    2.4.3 Aplikasi Distribusi Normal Dalam Anthropometri

    Penerapan data anthropometri, distribusi yang umum digunakan adalah

    distribusi normal (Nurmianto, 2004). Dalam statistik, distribusi normal dapat

    diformulasikan berdasarkan nilai rata-rata (x) dan standar deviasi () dari data yang ada. Nilai rata-rata dan standar deviasi yang ada dapat ditentukan percentile

    sesuai tabel probabilitas distribusi normal.

    Adanya berbagai variasi yang cukup luas pada ukuran tubuh manusia

    secara perorangan, maka besar nilai rata-rata menjadi tidak begitu penting bagi

    perancang. Hal yang justru harus diperhatikan adalah rentang nilai yang ada.

    Secara statistik sudah diketahui bahwa data pengukuran tubuh manusia pada

    berbagai populasi akan terdistribusi dalam grafik sedemikian rupa sehingga data-

    data yang bernilai kurang lebih sama akan terkumpul di bagian tengah grafik,

    sedangkan data-data dengan nilai penyimpangan ekstrim akan terletak di ujung-

    ujung grafik. Merancang untuk kepentingan keseluruhan populasi sekaligus

    merupakan hal yang tidak praktis. Berdasarkan uraian tersebut, maka kebanyakan

    data anthropometri disajikan dalam bentuk percentile.

    Presentil menunjukkan jumlah bagian per seratus orang dari suatu populasi

    yang memiliki ukuran tubuh tertentu (atau yang lebih kecil) atau nilai yang

    menunjukkan persentase tertentu dari orang yang memiliki ukuran pada atau di

    bawah nilai tersebut. Sebagai contoh bila dikatakan presentil pertama dari suatu

    data pengukuran tinggi badan, maka pengertiannya adalah bahwa 99% dari

    populasi memiliki data pengukuran yang bernilai lebih besar dari 1% dari populasi

    yang tadi disebutkan. Contoh lainnya : bila dikatakan presentil ke-95 dari suatu

    pengukuran data tinggi badan berarti bahwa hanya 5% data merupakan data tinggi

    badan yang bernilai lebih besar dari suatu populasi dan 95% populasi merupakan

    data tinggi badan yang bernilai sama atau lebih rendah pada populasi tersebut. The

    Anthropometric Source Book yang diterbitkan oleh Badan Administrasi Nasional

    Aeronotika dan penerbangan Luar Angkasa Amerika Serikat (NASA)

    merumuskan pengertian presentil yaitu definisi presentil sebenarnya sederhananya

    saja. Untuk suatu kelompok data apapun. Misalnya data berat badan pilot,

    presentil pertama menunjukkan data sejumlah pilot yang berat badannya lebih

    besar daripada 1% data para pilot yang disebutkan paling kecil berat badannya,

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    II-15

    dan dilain pihak merupakan data berat badan dari setiap pilot yang kurang berat

    badannya dari 99% pilot dengan berat badan yang terbesar. Dapat juga dikatakan

    bahwa presentil kedua merupakan data yang bernilai lebih besar daripada 2% pilot

    yang paling ringan, dan lebih kecil dari 98% pilot-pilot terberat. Jadi, berapapun

    besaran nilai k dari 1 hingga 99 maka presentil ke-k tersebut merupakan nilai yang

    lebih besar dari k% berat badan terkecil dan kurang dari yang terbesar (100k)%.

    Presentil 50 yang merupakan nilai dari suatu rata-rata, merupakan nilai yang

    membagi data menjadi dua bagian, yaitu yang berisi data bernilai terkecil dan

    terbesar masing-masing sebesar 50% dari keseluruhan nilai tersebut.

    Persentil ke-50 memberi gambaran yang mendekati nilai rata-rata ukuran

    dari suatu kelompok tertentu. Suatu kesalahan yang serius pada penerapan suatu

    data adalah dengan mengasumsikan bahwa setiap ukuran pada persentil ke-50

    mewakili pengukuran manusia rata-rata pada umumnya, sehingga sering

    digunakan sebagai pedoman perancangan. Kesalahpahaman yang terjadi dangan

    asumsi tersebut mengaburkan pengertian atas makna 50% dari kelompok.

    Sebenarnya tidak ada yang dapat disebut manusia rata-rata.

    Ada dua hal penting yang harus selalu diingat bila menggunakan presentil.

    Pertama, suatu persentil anthropometrik dari tiap individu hanya berlaku untuk

    satu data dimensi tubuh saja. Hal dapat merupakan data tinggi badan atau data

    tinggi duduk. Kedua, tidak dapat dikatakan seseorang memiliki persentil yang

    sama, ke-95 atau ke-90 atau ke-5, untuk keseluruhan dimensi tubuhnya. Hal ini

    hanya merupakan gambaran dari suatu makhluk dalam khayalan, karena

    seseorang dengan presentil ke-50 untuk data tinggi badannya, dapat saja memiliki

    persentil ke-40 untuk data tinggi lututnya, atau persentil ke-60 untuk data panjang

    lengannya seperti ilustrasi pada gambar 2.5

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    II-16

    Gambar 2.4 Ilustrasi Persentil Sumber: Wignjosoebroto, 1995

    Pemakaian nilai-nilai percentile yang umum diaplikasikan dalam

    perhitungan data anthropometri dijelaskan pada gambar 2.6 dan dalam tabel 2.2 di

    bawah ini.

    Gambar 2.5 Distribusi normal dengan data anthropometri

    Sumber : Nurmianto, 2004

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    II-17

    Tabel 2.2 Jenis persentil dan cara perhitungan dalam distribusi normal

    Sumber : Nurmianto, 2004

    2.4.4 Aplikasi Data Anthropometri dalam Perancangan

    Penggunaan data anthropometri dalam penentuan ukuran produk harus

    mempertimbangkan prinsip-prinsip di bawah ini agar produk yang dirancang bisa

    sesuai dengan ukuran tubuh pengguna (Wignjosoebroto, 1995) yaitu :

    a. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran ekstrim

    Rancangan produk dibuat agar bisa memenuhi 2 sasaran produk yaitu :

    Sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi

    ekstrim.

    Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain

    (mayoritas dari populasi yang ada)

    Agar dapat memenuhi sasaran pokok tersebut maka ukuran diaplikasikan

    yaitu

    Dimensi minimum yang harus ditetapkan dari suatu rancangan produk

    umumnya didasarkan pada nilai percentile terbesar misalnya 90-th, 95-

    th, atau 99-th percentile.

    Dimensi maksimum yang harus ditetapkan diambil berdasarkan

    percentile terkecil misalnya 1-th, 5-th, atau 10-th percentile

    Persentil Perhitungan

    1-St

    2,5-th

    5-th

    10-th

    50-th

    x - 2,325 . s

    x - 1,96 . s

    x - 1,645 . s

    x - 1,28 . s

    x

    90-th

    95-th

    97,5-th

    99-th

    x + 1,28 . s

    x + 1,645 . s

    x + 1,96 . s

    x + 2,325 . s

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    II-18

    b. Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan diantara rentang

    ukuran tertentu (adjustable).

    Produk dirancang dengan ukuran yang dapat diubah-ubah sehingga cukup

    fleksible untuk dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai

    macam ukuran tubuh. Mendapatkan rancangan yang fleksibel semacam ini

    maka data anthropometri yang umum diaplikasikan adalah dalam rentang

    nilai 5-th, 50-th, dan 95-th.

    c. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata

    Produk dirancang berdasarkan pada ukuran rata-rata tubuh manusia atau

    dalam rentang 50-th percentile.

    Berkaitan dengan aplikasi data anthropometri yang diperlukan dalam

    proses perancangan produk ataupun fasilitas kerja, beberapa rekomendasi yang

    bisa diberikan sesuai dengan langkah-langkah, sebagai berikut:

    a. Pertama kali terlebih dahulu harus ditetapkan anggota tubuh yang mana

    yang nantinya difungsikan untuk mengoperasikan rancangan tersebut,

    b. Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan tersebut,

    dalam hal ini juga perlu diperhatikan apakah harus menggunakan data

    structural body dimension ataukah functional body dimension,

    c. Selanjutnya tentukan populasi terbesar yang harus diantisipasi,

    diakomodasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan produk

    tersebut,

    d. Tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti semisal apakah rancangan

    rancangan tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim, rentang ukuran

    yang fleksibel atau ukuran rata-rata,

    e. Pilih persentil populasi yang harus diikuti; ke-5, ke-50, ke-95 atau nilai

    persentil yang lain yang dikehendaki,

    f. Setiap dimensi tubuh yang diidentifikasikan selanjutnya pilih atau tetapkan

    nilai ukurannya dari tabel data anthropometri yang sesuai. Aplikasikan

    data tersebut dan tambahkan faktor kelonggaran (allowance) bila

    diperlukan seperti halnya tambahan ukuran akibat faktor tebalnya pakaian

    yang harus dikenakan oleh operator, pemakaian sarung tangan (gloves),

    dan lain-lain.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    II-19

    2.4.5 Identifikasi kebutuhan

    Tahap ini merupakan jembatan penghubung antara pengguna sebagai

    target pasar dengan perusahaan pengembangan produk. Proses identifikasi

    kebutuhan pelanggan merupakan bagian yang integral dalam proses

    pengembangan produkl dan merupakan tahapan yang mempunyai hubungan

    paling erat dengan proses penurunan konsep, seleksi konsep, benchmark dengan

    pesaing dan menetapkan spesifikasi produk (Mital, 2008). Identifikasi kebutuhan

    pelanggan terdiri dari tahap-tahap sebagai berikut:

    a. Pengumpulan data awal

    Pengumpulan data awal berhubungan dengan konsumen dan pengalaman

    penggunaan dari produk yang dikembangkan ini. Terdapat dua metode dalam

    pengumpulan data mentah yang banyak digunakan adalah wawancara, dan

    observasi produk saat digunakan (Mital, 2008).

    Metode yang paling dianjurkan adalah wawancara, karena wawancara

    relatif lebih berbiaya rendah dan dengan wawancara tim pengembang produk

    dapat merasakan lingkungan penggunaan produk tersebut (Mital, 2008).

    Pada metode wawancara ini telah terdapat suatu pedoman mengenai

    jumlah wawancara yang harus dilakukan, 10 wawancara dirasa kurang sedangkan

    50 buah wawancara akan menjadi terlalu banyak. Wawancara dapat diadakan

    secara berurutan, dan dihentikan bila tidak ada lagi kebutuhan konsumen yang

    baru yang terungkap oleh wawancara tambahan (Mital, 2008).

    Pertanyaan-pertanyaan yang biasa digunakan dalam wawancara ini adalah

    meliputi kapan dan mengapa menggunakan produk ini, beri contoh penggunaan

    produk, apa yang anda sukai dari produk yang ada saat ini, hal apa saja yang

    dipertimbangkan saat membeli produk, dan perbaikan apa yang diharapkan

    terhadap produk (Mital, 2008).

    b. Intepretasi data mentah menjadi kebutuhan konsumen

    Kebutuhan konsumen diekspresikan sebagai pernyataan tertulis dan

    merupakan hasil intepretasi kebutuhan yang berupa data mentah yang diperoleh

    dari konsumen. Berikut ini pedoman dalam mengintepretasikan data awal yaitu

    ekspresikan kebutuhan sebagai apa yang harus dilakukan ? atau bagaimana

    melakukannya ?, ekspresikan kebutuhan sama spesifiknya seperti data mentah,

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    II-20

    gunakan pernyataan positif bukan negatif, ekspresikan kebutuhan sebagai atribut

    dari produk, dan hindari kata harus atau sebaiknya (Mital, 2008).

    c. Pengorganisasian kebutuhan menjadi hierarki

    Hasil dari pengorganisasian ini menghasilkan daftar yang berisi satu set

    kebutuhan-kebutuhan primer yang masing-masing tergolong lebih lanjut

    membentuk kebutuhan-kebutuhan sekundernya (Mital, 2008).

    d. Menetapkan kepentingan relatif setiap kebutuhan

    Terdapat dua pendekatan dasar dari tahapan ini yaitu pengadaan pada

    konsensus dari anggota tim berdasarkan pada pengalaman mereka saat bersama

    konsumen dan pengadaan pada hasil penilaian tingkat kepentingan dengan survey

    lebih lanjut pada konsumen (Mital, 2008).

    2.4.6 Penetapan Spesifikasi Produk

    Spesifikasi produk untuk menjelaskan tentang hal-hal yang harus dilakukan

    oleh sebuah perusahaan. Beberapa perusahaan menggunakan istilah kebutuhan

    produk atau karakteristik engineering untuk hal ini. Target spesifikasi dibuat

    setelah kebutuhan pelanggan diidentifikasi tetapi sebelum konsep dikembangkan.

    Hasil dari spesifikasi produk adalah matrik kebutuhan. Matrik tersebut

    menjelaskan tentang keinginan konsumen dan karakteristik engineering yang ada

    untuk memenuhi keinginan tersebut (Ulrich, 2001).

    2.4.7 Penyusunan Konsep Produk

    Proses penyusunan konsep dimulai dari serangkaian kenutuhan pelanggan

    dan diakhiri dengan terciptanya beberapa konsep produk sebagai pilihan akhir

    (Ulrich, 2001). Tahapan dari penyusunan konsep adalah :

    a. Memperjelas Masalah

    Penjelasan masalah mencakup pembangunan pengertian secara general dan

    kemudian memecah menjadi sub masalah. Pemecahan ini disebut sebagai

    dekomposisi masalah. Salah satu pendekatan dalam dekomposisi masalah adalah

    berdasarkan kebutuhan utama pelanggan. Pendekatan ini berguna untuk produk

    yang masalah utamanya adalah bentuk, bukan pada prinsip kerja atau

    teknologinya (Ulrich, 2001).

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    II-21

    b. Pencarian eksternal (Benchmarking)

    Pencarian eksternal bertujuan untuk menemukan penyelesaian bagi masalah

    dan submasalah yang telah diidentifikasi pada tahap penjelasan masalah.

    Pencarian eksternal untuk pemecahan masalah ini adalah pengumpulan informasi.

    Lima cara untuk mengumpulkan informasi dari sumber eksternal sebagai berikut

    wawancara konsumen utama, konsultasi dengan ahli, pencarian literatur, dan

    perbandingan kompetitif (Ulrich, 2001).

    c. Pencarian Internal

    Pencarian internal dilakukan oleh pengembang. Pencarian internal

    merupakan pencarian atau pemunculan ide-ide baru mengenai alternatif

    komponen produk (Ulrich, 2001).

    d. Menggali Secara Sistematis.

    Teknik yang digunakan pada langkah ini adalah pohon klasifikasi konsep.

    Pohon klasifikasi konsep digunakan untuk memisahkan keseluruhan penyelesaian

    yang mungkin menjadi beberapa kelas berbeda sehingga akan memudahkan

    perbandingan dan pemangkasan. Sebagai hasil dari pencarian eksternal dan

    internal, terdapat puluhan atau ratusan penyelesaian konsep untuk

    subpermasalahan-subpermasalahan. Pemeriksaan secara sistematis ini bertujuan

    untuk mengarahkan kemungkinan dengan mengelompokkan dan menyatukan

    fragmen-fragmen solusi tersebut. Terdapat dua alat spesifik yang dapat membantu

    tahapan ini yaitu the concept classification tree dan the concept combination

    table. Alat ini membantu kita menemukan keseluruhan dari variasi produk dengan

    mengkombinasikan bagian alternatif-alternatif yang ada (Ulrich, 2001).

    2.4.8 Pemilihan Konsep Produk

    Pemilihan konsep produk adalah proses evaluasi dengan kriteria VoC dan

    kriteria lainnya, membandingkan kelebihan dan kekurangan relatif dari masing-

    masing konsep, dan memilih satu atau lebih konsep untuk penelitian atau

    pengembangan lebih lanjut (Ulrich, 2001).

    Sebuah perancangan yang sukses adalah yang menjalani pemilihan konsep

    yang terstruktur (Ulrich, 2001). Sebuah metode terstruktur yang banyak

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    II-22

    digunakan memiliki dua buah tahapan proses yaitu penyaringan konsep dan

    penilaian konsep yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

    a. Penyaringan konsep (concept screening)

    Penyaringan konsep menggunakan sebuah konsep referensi untuk

    mengevaluasi berbagai macam konsep berdasarkan kriteria pemilihan.

    Penyaringan konsep menggunakan sebuah sistem perbandingan kasar untuk

    memperkecil jumlah konsep yang dipertimbangkan lebih lanjut. Penyaringan

    konsep ini berdasarkan sebuah metode yang dibangun oleh Sturt Pugh pada tahun

    1980-an dan disebut sebagai metode Pugh (Ulrich, 2001).

    Penyaringan konsep melewati lima buah langkah pengerjaan, yaitu :

    1. Mempersiapkan matriks pemilihan

    Untuk mempersiapkan matriks, dipilih media yang tepat untuk

    menuangkan konsep-konsep yang akan dibahas. Kemudian matriks diisi dengan

    inputnya yaitu konsep-konsep dan kriterianya. Konsep-konsep yang akan dibahas

    akan sangat baik bila digambarkan dengan deskripsi tertulis dan juga

    penggambaran secara grafis (Ulrich, 2001).

    Kriteria-kriteria ini dipilih berdasarkan VoC (Voice of Customer). Kriteria

    pemilihan sebaiknya dipilih karena mampu membedakan konsep satu dengan

    yang lainnya. Setelah dipertimbangkan dengan teliti, kemudian dipilih sebuah

    konsep yang menjadi referensi perbandingan membangun konsep-konsep solusi.

    Pencarian internal ini dapat dilakukan oleh individu maupun tim. Terdapat dua

    buah acuan yang berguna untuk melakukan pencarian internal baik untuk individu

    maupun tim yaitu menunda keputusan, mengembangkan banyak ide (Ulrich,

    2001).

    2. Menghitung nilai dari konsep

    Nilai-nilai yaitu lebih baik (+), sama (0), atau lebih buruk (-)

    diletakkan pada setiap sel pada matriks yang menunjukkan bagaimana

    perbandingan setiap konsep dengan konsep referensi terhadap setiap kriteria.

    Proses ini disarankan untuk menilai setiap konsep terhadap satu kriteria sebelum

    melangkah pada kriteria selanjutnya. Bagaimanapun, bila yang terjadi adalah

    jumlah konsep yang banyak, maka yang dilakukan adalah sebaliknya yaitu

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    II-23

    menilai konsep satu konsep pada setiap kriteria, baru melangkah ke konsep

    selanjutnya (Ulrich, 2001).

    3. Memberi rangking pada tiap konsep

    Setelah menilai semua konsep yang ada, kemudian dijumlahkan nilai lebih

    baik, sama, dan lebih buruk. Kemudian nilai total pada setiap konsep dapat

    diperoleh dengan mengurangi jumlah nilai lebih baik dengan nilai lebih

    buruk. Setelah penjumlahan selesai, langkah selanjutnya adalah memberi

    rangking pada setiap konsep secara urut. Terlihat jelas, konsep-konsep dengan

    banyak nilai positif dan sedikit nilai negatif akan memiliki ranking yang lebih

    tinggi (Ulrich, 2001).

    4. Menyatukan dan memperbaiki konsep

    Setelah setiap konsep telah dinilai dan diranking, sebaiknya diperiksa

    apakah setiap konsep masuk akal dan kemudian mempertimbangkan

    kemungkinan adanya konsep-konsep yang dapat disatukan dan diperbaiki (Ulrich,

    2001).

    5. Memilih satu atau lebih konsep

    Setelah puas dengan pengertian tentang setiap konsep dan kualitasnya,

    maka langkah selanjutnya adalah memilih konsep mana yang akan dilanjutkan

    pada penyaringan dan analisis lebih jauh (Ulrich, 2001).

    2.5 Tahap Pengujian Konsep

    Pada tahap pengujian konsep ini, pengembang produk meminta respons

    dari pengguna potensial terhadap target pasar yang dituju mengenai uraian dan

    gambaran konsep produk. Pengujian konsep berhubungan erat dengan seleksi

    konsep, dimana kedua aktivitas ini bertujuan untuk menyempitkan jumlah konsep

    yang akan dikembangkan lebih lanjut (Ulrich, 2001).

    Berikut ini adalah tahapan dalam proses pengujian konsep:

    a. Mendefinisikan Maksud Pengujian Konsep

    Pengembang produk secara eksplisit menuliskan pertanyaan-pertanyaan yang

    ingin dijawab melalui pengujian ini (Ulrich, 2001).

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    II-24

    b. Memilih Populasi Survey

    Hal yang mendasari pengujian konsep adalah populasi pelanggan potensial

    yang disurvei mencerminkan target pasar dari sebuah produk, karena itu

    pengembang harus memilih populasi survei yang mencerminkan target pasar

    yang sebenarnya (Ulrich, 2001).

    c. Memilih Format Survey

    Format survei berikut ini biasa digunakan dalam pengujian konsep: interaksi

    langsung, telepon, lewat surat (pos), E-mail dan internet (Ulrich, 2001).

    d. Mengkomunikasikan konsep

    Pilihan format survei sangat berkaitan dengan bagaimana konsep akan

    dikomunikasikan. Konsep dapat dikomunikasikan dalam bentuk salah satu

    dari cara-cara berikut ini: uraian verbal, sketsa, foto dan gambar, storyboard,

    video, simulasi, multimedia interaktif, model fisik, dan prototipe yang

    dioperasikan (Ulrich, 2001).

    2.6 Mekanika Konstruksi

    2.6.1 Statika

    Statika adalah ilmu yang mempelajari tentang statik dari suatu beban

    terhadap gaya-gaya dan beban yang mungkin ada pada bahan tersebut, atau juga

    dapat dikatakan sebagai perubahan terhadap panjang benda awal karena gaya atau

    beban (Mott L, 2009).

    Terdapat 3 jenis tumpuan dalam ilmu statika untuk menentukan jenis

    perletakan yang digunakan dalam menahan beban yag ada dalam struktur, beban

    yang ditahan oleh perletakan masing-masing adalah:

    a. Tumpuan rol

    Yaitu tumpuan yang dapat meneruskan gaya desak yang tegak lurus

    bidang peletakannya.

    Gambar 2.6 Tumpuan rol Sumber : Mott L, 2009

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    II-25

    b. Tumpuan sendi

    Tumpuan yang dapat meneruskan gaya tarik dan desak tetapi arahnya

    selalu menurut sumbu batang sehingga batang tumpuan hanya memiliki

    satu gaya.

    Gambar 2.7 Tumpuan sendi Sumber : Mott L, 2009

    c. Tumpuan jepitan

    Jepitan adalah tumpuan yang dapat menberuskan segala gaya dan momen

    sehingga dapat mendukung H, V dan M yang berati mempunyai tiga gaya.

    Dari kesetimbangan kita memenuhi bahwa agar susunan gaya dalam

    keadaan setimbang haruslah dipenuhi tiga syarat yaitu FHorisontal = 0, FVertikal = 0, M= 0

    Gambar 2.8 Tumpuan sendi Sumber : Mott L, 2009

    2.6.2 Gaya

    Suatu konstruksi bertugas mendukung gaya-gaya luar yang bekerja

    padanya yang kita sebut sebagai beban. Konstruksi harus ditumpu dan diletakkan

    pada peletakan-peletakan tertentu agar dapat memenuhi tugasnya yaitu menjaga

    keadaan konstruksi yang seimbang. Suatu konstruksi dikatakan seimbang bila

    resultan gaya yang bekerja pada konstruksi tersebut sama dengan nol atau dengan

    kata lain Fx = 0, Fy = 0, Fz = 0, M = 0 (Popov, 1991). Gaya adalah sesuatu yang menyebabkan suatu benda dari keadaan diam

    menjadi bergerak atau sebaliknya (Popov, 1991). Dalam ilmu statika berlaku

    hukum (Aksi = Reaksi), gaya dalam statika kemudian dikenal dibedakan menjadi :

    a. Gaya Luar

    Gaya luar adalah gaya yang diakibatkan oleh beban yang berasal dari luar

    sistem yang pada umumnya menciptakan kestabilan konstruksi (Popov,

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    II-26

    1991). Sedangkan beban adalah beratnya beban atau barang yang

    didukung oleh suatu konstruksi atau bangunan beban dan dapat dibedakan

    menjadi beberapa macam yaitu :

    Beban mati yaitu beban yang sudah tidak bisa dipindah-pindah, seperti

    dining, penutup lantai dll.

    Beban sementara yaitu beban yang masih bisa dipindah-pindahkan,

    ataupun beban yang dapat berjalan seperti beban orang, mobil

    (kendaraan), kereta dll.

    Beban terbagi rata yaitu beban yang secara merata membebani

    struktur. Beban dapat dibedakan menjadi beban segi empat dan beban

    segitiga.

    Beban titik terpusat adalah beban yang membebani pada suatu titik.

    Beban berjalan adalah beban yang bisa berjalan atau dipindah-

    pindahkan baik itu beban mrata, titik, atau kombinasi antar keduanya.

    b. Gaya dalam

    Akibat adanya gaya luar yang bekerja, maka bahan memberikan

    perlawanan sehingga timbul gaya dalam yang menyebabkan terjadinya

    deformasi atau perubahan bentuk. Agar suatu struktur tidak hancur atau

    runtuh maka besarnya gaya akan bergantung pada struktur gaya luar

    (Popov, 1991).

    c. Gaya geser (Shearing Force Diagram)

    Gaya geser merupakan gaya dalam yang terjadi akibat adanya beban yang

    arah garis kerjanya tegak lurus (^ ) pada sumbu batang yang ditinjau

    seperti tampak pada Gambar 2.11.

    Gambar 2.9 Sketsa prinsip statika kesetimbangan Sumber : Popov, 1991

    Gaya bidang lintang ditunjukan dengan SFD (shearing force diagram),

    dimana penentuan tanda pada SFD berupa tanda negatif (-) atau positif (+)

    bergantung dari arah gaya.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    II-27

    Gambar 2.10 Sketsa shearing force diagram

    Sumber : Popov, 1991

    d. Gaya normal (Normal force)

    Gaya normal merupakan gaya dalam yang terjadi akibat adanya beban

    yang arah garis kerjanya searah (// ) sumbu batang yang ditinjau (Popov,

    1991).

    Gambar 2.11 Sketsa normal force Sumber : Popov, 1991

    Agar batang tetap utuh, maka gaya dalam sama dengan gaya luar. Pada

    gambar diatas nampak bahwa tanda (-) negative yaitu batang tertekan,

    sedang bertanda (+) batang tertarik.

    e. Momen

    Momen adalah gaya yang bekerja dikalikan dengan panjang lengan yang

    terjadi akibat adanya beban yang terjadi pada struktur tersebut (Popov,

    1991).

    Gambar 2.12 Sketsa moment bending (+) Sumber : Popov, 1991

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    II-28

    Gambar 2.13 Landasan Sketsa moment bending (-) Sumber : Popov, 1991

    Dalam sebuah perhitugan gaya dalam momen memiliki kesepakatan yang

    senantiasa dipenuhi yaitu pada arah tinjauan, diantaranya:

    Ditinjau dari arah kanan

    Gambar 2.14 Landasan arah kanan Sumber : Popov, 1991

    Ditinjau dari arah kiri

    Gambar 2.15 Landasan arah kiri Sumber : Popov, 1991

    2.6.3 Perhitungan Gaya Pada Rancangan

    a. Perhitungan gaya pada rancangan menggunakan persamaan:

    F = m . a ....................................................persamaan 2.1

    dengan;

    F = gaya (N)

    m = massa (kg)

    a = percepatan gravitasi (9,81 m/s2)

    Bila searah jarum jam (+)

    Bila berlawanan jarum jam (-)

    Bila berlawanan jarum jam (-)

    Bila searah jarum jam (+)

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    II-29

    b. Perhitungan gaya pada pegas menggunakan persamaan:

    Fs = k (Lf Ls). .............................................persamaan 2.2

    dengan;

    Fs = gaya pegas (N)

    k = konstanta pegas (N/mm)

    Lf = panjang bebas pegas (mm)

    Ls = panjang solid pegas (mm)

    2.7 Penelitian Sebelumnya

    Perancangan ulang boncengan anak-anak pada sepeda motor oleh Ivan

    Saputra (2009). Perancangan ulang kursi boncengan anak-anak ini

    mempertimbangkan aspek ketidaksesuaian anthropometri penggunanya yang

    mengakibatkan keluhan pada beberapa bagian tubuh. Metode yang digunakan

    adalah pendekatan anthropometri untuk menentukan dimensi ukuran boncengan

    dan konsep perancangan yang dipakai adalah konsep perancangan Ulrich. Data

    anthropometri yang digunakan adalah lebar bahu, tinggi bahu duduk, tinggi siku

    duduk, panjang siku ke ujung jari, panjang pantat popliteal, tinggi popliteal,

    panjang telapak kaki, tinggi duduk, lebar kepala, panjang telapak kaki, lebar

    telapak kaki, lebar tangan, mulut ke puncak kepala dan tebal telapak kaki. Data

    anthropometri ini berasal dari dimensi anthropometri tubuh anak umur 3-6 tahun

    di TK BA Aisyiyah Wironanggan dan Klewer. Penelitian ini menghasilkan

    rancangan boncengan anak pada sepeda motor dengan penambahan penyangga

    kepala, penyangga kaki dan penyangga tangan.

    Pengembangan Desain Axillary Kruk Menggunakan Pemodelan Dempster

    oleh Margareta Bayu (2008). Pengembangan desain ini dilakukan untuk

    mengetahui besarnya gaya dan tekanan yang terjadi pada ketiak dan pergelangan

    tangan saat berjalan menggunakan axillary kruk. Berdasarkan penyebaran

    kuesioner yang diberikan kepada 20 pengguna axillary kruk yang berada di RS.

    Orthopedi Prof. Dr. Soeharso diperoleh informasi bahwa 20 pengguna axillary

    diantaranya yaitu 60 % mengeluhkan rasa tidak nyaman pada bagian pad axillary

    atau bantalan dari kruk, 75 % pengguna mengeluhkan rasa sakit pada bagian

    pergelangan tangan, dan 30% pengguna mengeluhkan tip yang licin sehingga kruk

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    II-30

    mudah terpeleset jika berjalan di permukaan basah dan miring. Penelitian ini

    menghasilkan desain axillary kruk yang memberikan kenyamanan pada saat

    digunakan tanpa menimbulkan rasa sakit pada bagian pergelangan tangan dan

    pada bagian ketiak.

    Perancangan ulang meja komputer hidesk di SAT UNS oleh Muji Lestari

    (2007). Penelitian ini diawali dengan pengumpulan data keluhan dengan

    kuesioner NBM dan keluhan mengenai kekurangan dari meja komputer

    sebelumnya. Data anthropometri yang digunakan adalah jangkauan tangan ke

    depan, lebar bahu, panjang telapak kaki, tebal paha, tinggi siku duduk, panjang

    telapak tangan, sudut putaran kaki ke belakang dan tinggi mata duduk. Data

    tersebut berasal dari para pengunjung SAT dan data mahasiswa jurusan Teknik

    Industri UNS. Penelitian ini menggunakan pendekatan anthropometri untuk

    menentukan dimensi meja dan pendekatan biomekanik untuk mengevaluasi posisi

    duduk yang baik untuk bekerja. Penelitian ini menghasilkan rancangan meja

    komputer hidesk yang ergonomis untuk mengurangi kelelahan dengan

    mempertimbangkan sudut kemiringan.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    III-1

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    Pada bab ini diuraikan secara sistematis mengenai langkah-langkah yang

    dilakukan dalam penelitian. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam

    penelitian ditunjukan pada gambar. 3.1 sebagai berikut.

    Gambar 3.1 Metodologi penelitian

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    III-2

    Gambar 3.1 Metodologi penelitian (lanjutan)

    Diagram alir penelitian yang digambarkan di atas, setiap tahapannya akan

    dijelaskan secara lebih lengkap dalam sub bagian berikut ini.

    3.1 Tahap Identifikasi Masalah

    Tahap ini diawali dengan studi pustaka, studi lapangan, perumusan masalah,

    penentuan tujuan penelitian dan menentukan manfaat penelitian. Langkah-langkah

    yang ada pada tahap identifikasi masalah tersebut dijelaskan pada sub bab berikut

    ini.

    3.1.1 Studi Pustaka

    Studi pustaka dilakukan untuk mendukung proses identifikasi fasilitas

    kerja yang berupa perancangan alat bantu tongkat pada UPTD Panti Wredha

    Dharma Bakti Surakarta. Studi pustaka dilakukan dengan mencari informasi yang

    berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam perancangan ini. Pencarian

    informasi ini dilakukan dengan melalui internet, perpustakaan, sehingga diperoleh

    referensi yang dapat digunakan untuk mendukung pembahasan perancangan ini.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    III-3

    3.1.2 Studi Lapangan

    Studi Lapangan digunakan untuk mengetahui dan mempelajari keadaan

    lansia saat melakukan aktivitas khususnya aktivitas jalan di tempat penelitian

    dengan maksud untuk mendapatkan informasi awal yang lengkap serta

    menentukan masalah yang diangkat dalam penelitian. Metode untuk mendapatkan

    data awal dilakukan dengan pengamatan langsung, pendokumentasian gambar,

    dan wawancara kepada para lansia dengan tujuan untuk mengetahui keluhan yang

    dirasakan oleh lansia.

    Wawancara kepada para lansia dilakukan untuk mengetahui keluhan yang

    dirasakan oleh lansia saat menggunakan tongkat yang sudah ada sebelumnya.

    Wawancara ini dilakukan kepada 25 orang lansia pengguna alat bantu tongkat

    yang berusia 75 tahun sampai dengan 85 tahun saat melakukan aktivitas jalan

    untuk melakukan kegiatan sehari-harinya di lingkungan panti. Munculnya keluhan

    atau rasa tidak nyaman ini cukup mendukung untuk dilakukan penelitian

    mengenai alat bantu jalan yang sudah ada sebelumnya berupa tongkat yang

    digunakan oleh lansia di UPTD Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta.

    3.1.3 Perumusan Masalah

    Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dilakukan, kemudian disusun

    sebuah rumusan masalah. Adapun permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut

    adalah bagaimana merancang alat bantu tongkat sesuai dengan kebutuhan lansia.

    3.1.4 Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian ditetapkan agar penelitian yang dilakukan dapat

    menjawab dan menyelesaikan rumusan masalah yang dihadapi. Adapun tujuan

    penelitian yang ditetapkan dari hasil perumusan masalah adalah menghasilkan

    rancangan alat bantu tongkat sesuai dengan kebutuhan lansia.

    3.1.5 Manfaat Penelitian

    Suatu permasalahan akan diteliti apabila di dalamnya mengandung unsur

    manfaat. Agar memenuhi suatu unsur manfaat maka perlu ditentukan terlebih

    dahulu manfaat yang akan didapatkan dari suatu penelitian. Adapun manfaat yang

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    III-4

    diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan usulan rancangan alat bantu

    tongkat sesuai dengan kebutuhan lansia.

    3.2 Tahap Pengumpulan Data

    Tahap-tahap pengumpulan data yang diperlukan untuk mendukung

    penelitian mengenai perancangan alat bantu tongkat, sebagai berikut:

    3.2.1 Dokumentasi

    Dokumentasi diperoleh dengan cara pengambilan gambar berupa kondisi

    awal lansia saat menggunakan alat bantu jalan tongkat yang ada sebelumnya yang

    berada di Panti Wredha tersebut.

    3.2.2 Wawancara

    Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dari

    penghuni panti wredha mengenai kesulitan atau keluhan yang dialami lansia saat

    melakukan aktivitas jalan khususnya saat menggunakan tongkat yang sudah ada.

    Wawancara ini dilakukan kepada 25 orang lansia pengguna alat bantu tongkat

    yang berusia 75 tahun sampai dengan 85 tahun. Hasil dari wawancara tersebut

    merupakan keinginan dan keluhan yang dialami oleh lansia yang kemudian akan

    digunakan oleh pihak engineer atau peneliti sebagai dasar dalam melakukan

    perancangan.

    3.2.3 Identifikasi Alat Bantu Jalan Tongkat

    Identifikasi dilakukan untuk mengetahui kondisi alat bantu tongkat yang

    sudah ada sebelumnya. Selain itu identifikasi dapat dijadikan sebagai informasi

    awal untuk mengetahui kelemahan-kelemahan alat bantu jalan tongkat yang

    digunakan sebelumnya serta perlunya proses perancangan alat bantu tongkat.

    Alat bantu tongkat yang sudah ada sebelumnya hanya terbuat dari bahan

    kayu, memiliki diameter yang kecil yaitu hanya berdiameter 1.5 cm, serta tongkat

    tersebut hanya memiliki panjang 50 cm dan tidak dapat diatur ketinggiannya

    sesuai kebutuhan lansia.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    III-5

    3.3 Penyusunan Konsep Perancangan

    Proses penyusunan konsep dimulai dari serangkaian kenutuhan pelanggan

    dan diakhiri dengan terciptanya beberapa konsep produk sebagai pilihan akhir

    (Ulrich, 2001). Tahapan dari penyusunan konsep adalah :

    1. Memperjelas Masalah

    Penjelasan masalah mencakup pembangunan pengertian secara general dan

    kemudian memecah menjadi sub masalah. Pemecahan ini disebut sebagai

    dekomposisi masalah. Salah satu pendekatan dalam dekomposisi masalah adalah

    berdasarkan kebutuhan utama pelanggan. Pendekatan ini berguna untuk produk

    yang masalah utamanya adalah bentuk, bukan pada prinsip kerja atau

    teknologinya (Ulrich, 2001).

    2. Pencarian eksternal (Benchmarking)

    Pencarian eksternal bertujuan untuk menemukan pemecahan keseluruhan

    masalah dan sub masalah yang ditemukan selama langkah memperjelas masalah

    (Ulrich, 2001).

    3. Pencarian Internal

    Pencarian internal dilakukan oleh pengembang. Pencarian internal

    merupakan pencarian atau pemunculan ide-ide baru mengenai alternatif

    komponen produk (Ulrich, 2001).

    4. Menggali Secara Sistematis.

    Teknik yang digunakan pada langkah ini adalah pohon klasifikasi konsep.

    Pohon klasifikasi konsep digunakan untuk memisahkan keseluruhan penyelesaian

    yang mungkin menjadi beberapa kelas berbeda sehingga akan memudahkan

    perbandingan dan pemangkasan. Sebagai hasil dari pencarian eksternal dan

    internal, terdapat puluhan atau ratusan penyelesaian konsep untuk

    subpermasalahan-subpermasalahan. Pemeriksaan secara sistematis ini bertujuan

    untuk mengarahkan kemungkinan dengan mengelompokkan dan menyatukan

    fragmen-fragmen solusi tersebut. Terdapat dua alat spesifik yang dapat membantu

    tahapan ini yaitu the concept classification tree dan the concept combination

    table. Alat ini membantu kita menemukan keseluruhan dari variasi produk dengan

    mengkombinasikan bagian alternatif-alternatif yang ada (Ulrich, 2001).

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    III-6

    Pemilihan konsep produk adalah proses evaluasi dengan kriteria voice of

    costumer dan kriteria lainnya, membandingkan kelebihan dan kekurangan relatif

    dari masing-masing konsep, dan memilih satu atau lebih konsep untuk penelitian

    atau pengembangan lebih lanjut (Ulrich, 2001).

    Sebuah perancangan yang sukses adalah yang menjalani pemilihan konsep

    yang terstruktur (Ulrich, 2001). Sebuah metode terstruktur yang banyak

    digunakan memiliki dua buah tahapan proses yaitu penyaringan konsep dan

    penilaian konsep yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

    1. Concept Screening (Penyaringan Konsep)

    Penyaringan konsep menggunakan sebuah konsep referensi untuk

    mengevaluasi berbagai macam konsep berdasarkan kriteria pemilihan.

    Penyaringan konsep menggunakan sebuah sistem perbandingan kasar untuk

    memperkecil jumlah konsep yang dipertimbangkan lebih lanjut. Penyaringan

    konsep ini berdasarkan sebuah metode yang dibangun oleh Sturt Pugh pada tahun

    1980-an dan disebut sebagai metode Pugh (Ulrich, 2001).

    Penyaringan konsep melewati lima buah langkah pengerjaan, yaitu :

    a. Mempersiapkan matriks pemilihan

    Untuk mempersiapkan matriks, dipilih media yang tepat untuk

    menuangkan konsep-konsep yang akan dibahas. Kemudian matriks diisi

    dengan inputnya yaitu konsep-konsep dan kriterianya. Konsep-konsep

    yang akan dibahas akan sangat baik bila digambarkan dengan deskripsi

    tertulis dan juga penggambaran secara grafis (Ulrich, 2001).

    Konsep-konsep memasuki bagian atas dari matriks, dan kriteria

    memasuki bagian kiri. Kriteria-kriteria ini dipilih berdasarkan VoC (Voice

    of Customer). Kriteria pemilihan sebaiknya dipilih karena mampu

    membedakan konsep satu dengan yang lainnya. Setelah dipertimbangkan

    dengan teliti, kemudian dipilih sebuah konsep yang menjadi referensi

    perbandingan membangun konsep-konsep solusi. Pencarian internal ini

    dapat dilakukan oleh individu maupun tim. Terdapat empat buah acuan

    yang berguna untuk melakukan pencarian internal baik untuk individu

    maupun tim yaitu menunda keputusan, mengembangkan banyak ide

    (Ulrich, 2001).

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    III-7

    b. Menghitung nilai dari konsep

    Nilai-nilai yaitu lebih baik (+), sama (0), atau lebih buruk (-)

    diletakkan pada setiap sel pada matriks yang menunjukkan bagaimana

    perbandingan setiap konsep dengan konsep referensi terhadap setiap

    kriteria. Proses ini disarankan untuk menilai setiap konsep terhadap satu

    kriteria sebelum melangkah pada kriteria selanjutnya. Bagaimanapun, bila

    yang terjadi adalah jumlah konsep yang banyak, maka yang dilakukan

    adalah sebaliknya yaitu menilai konsep satu konsep pada setiap kriteria,

    baru melangkah ke konsep selanjutnya (Ulrich, 2001).

    c. Memberi rangking pada tiap konsep

    Setelah menilai semua konsep yang ada, kemudian dijumlahkan nilai

    lebih baik, sama, dan lebih buruk. Kemudian nilai total pada setiap

    konsep dapat diperoleh dengan mengurangi jumlah nilai lebih baik

    dengan nilai lebih buruk. Setelah penjumlahan selesai, langkah

    selanjutnya adalah memberi rangking pada setiap konsep secara urut.

    Terlihat jelas, konsep-konsep dengan banyak nilai positif dan sedikit nilai

    negatif akan memiliki ranking yang lebih tinggi (Ulrich, 2001).

    d. Menyatukan dan memperbaiki konsep

    Setelah setiap konsep telah dinilai dan diranking, sebaiknya diperiksa

    apakah setiap konsep masuk akal dan kemudian mempertimbangkan

    kemungkinan adanya konsep-konsep yang dapat disatukan dan diperbaiki

    (Ulrich, 2001).

    e. Memilih satu atau lebih konsep

    Setelah puas dengan pengertian tentang setiap konsep dan kualitasnya,

    maka langkah selanjutnya adalah memilih konsep mana yang akan

    dilanjutkan pada penyaringan dan analisis lebih jauh (Ulrich, 2001).

    3.3.1 Kebutuhan Berdasarkan Keluhan dan Keinginan (Need)

    Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap lansia pengguna alat bantu

    tongkat yang sudah ada sebelumnya, maka diperoleh informasi tentang keluhan

    dan keinginan lansia terhadap tongkat yang sudah ada tersebut. Setelah diperoleh

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    III-8

    data keluhan dan keinginan, maka tahap selanjutnya adalah melakukan

    pengelompokan data berdasarkan keluhan dan keinginan kedalam sebuah tabel.

    Pengelompokan data tersebut nantinya dijadikan sebagai masukan dan

    pertimbangan dalam perancangan alat bantu tongkat.

    3.3.2 Penentuan Ide Perancangan (Idea)

    Berdasarkan kebutuhan perancangan yang telah dinyatakan dengan jelas,

    maka dapat dikembangkan suatu solusi pemecahan masalah. Penentuan solusi

    perancangan haruslah berorientasi pada pemenuhan kebutuhan perancangan yang

    berasal dari engineer atau peneliti. Pada penjabaran kebutuhan, peneliti melihat

    adanya peluang untuk mengantisipasi timbulnya keluhan pada bagian tubuh yaitu

    dengan memberikan usulan rancangan alat bantu tongkat. Perancangan alat bantu

    tongkat tersebut bertujuan untuk mengurangi keluhan.

    3.3.3 Pengembangan Ide Perancangan (Development)

    Tahap ini merupakan penjelasan tentang perancangan alat bantu tongkat

    yang berisi tentang penentuan dimensi alat bantu jalan tongkat, spesifikasi

    komponen, serta memodelkan hasil rancangan ke dalam gambar yang kemudian

    diwujudkan dalam bentuk prototipe produk.

    3.4 Pengolahan Data Anthropometri

    Data mentah yang sudah didapatkan diuji terlebih dahulu dengan

    menggunakan metode statistik sederhana yaitu uji kecukupan data, uji

    keseragaman data dan uji kenormalan data. Hal tersebut dilakukan agar data yang

    diperoleh bersifat representatif, artinya data tersebut dapat mewakili populasi

    yang diharapkan (Walpole, 1995).

    1. Uji Kecukupan Data

    Uji kecukupan data berfungsi untuk mengetahui apakah data yang

    diperoleh sudah mencukupi untuk diolah. Sebelum dilakukan uji kecukupan

    data terlebih dahulu menentukan derajat kebebasan s = 0,05 yang

    menunjukkan penyimpangan maksimum hasil penelitian. Selain itu juga

    ditentukan tingkat kepercayaan 95% dengan k = 2 yang menunjukkan

    besarnya keyakinan pengukur akan ketelitian data anthropometri, artinya

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    III-9

    bahwa rata-rata data hasil pengukuran diperbolehkan menyimpang sebesar 5%

    dari rata-rata sebenarnya (Walpole, 1995). Rumusan uji kecukupan data, yaitu:

    222 )()(

    /'

    -=

    i

    ii

    x

    xxNskN ....... persamaan 3.1

    dengan;

    k = tingkat kepercayaan

    s = derajat ketelitian

    ix = data ke-i, i : 1, 2, 3, ... N

    N = jumlah data pengamatan.

    N = jumlah data teoritis

    Data dianggap telah mencukupi jika memenuhi persyaratan N

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    III-10

    -

    x = mean data

    n = jumlah data

    BKA = batas kendali atas

    BKB = batas kendali bawah

    Jika ada data yang berada di luar batas kendali atas maupun batas kendali

    bawah, maka data tersebut harus dieliminasi atau dihilangkan. Untuk dapat

    melihat keseragaman data dapat digunakan peta kendali .-

    x

    3. Uji kenormalan data

    x

    xxcX i -=

    22 )(

    ...... persamaan 3.6

    bila a),1(2 -< kdcX f maka data dikatakan normal.

    k = jumlah data

    3.5 Estimasi Biaya

    Estimasi biaya dilakukan untuk memperkirakan besarnya biaya yang

    dikeluarkan untuk perancangan alat bantu tongkat. Biaya yang dihitung meliputi

    biaya material, dan biaya non material.

    3.6 Tahap Analisis

    Tahap anlisis dilakukan untuk menganalisis hasil terhadap pengumpulan

    dan pengolahan data sebelumnya.

    3.7 Tahap Kesimpulan dan Saran

    Bagian terakhir penelitian berisi kesimpulan yang menjawab tujuan akhir

    dari penelitian berdasarkan hasil pengolahan dan analisa data yang telah

    dilakukan, serta saran-saran yang berisi masukan untuk penelitian-penelitian

    berikutnya agar lebih baik lagi.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    IV-1

    BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

    Permasalahan dalam penelitian akan lebih mudah untuk diselesaikan

    bilamana ada data yang berkaitan langsung dengan permasalahan. Penyelesaian

    dalam penelitian ini dilakukan dengan tahap pengumpulan dan pengolahan data

    sebagai dasar analisis terhadap penyelesaian permasalahan yang dihadapi.

    4.1 Pengumpulan Data

    Pengumpulan data bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang proses

    aktivitas jalan yang dilakukan oleh lansia menggunakan tongkat yang sudah ada

    sebelumnya, data keluhan lansia, dan dimensi tubuh lansia yang akan digunakan

    dalam perancangan alat bantu tongkat.

    4.1.1 Pengumpulan Data Anthropometri

    Pengumpulan data anthropometri dilakukan selama bulan Februari 2010

    sampai dengan bulan Maret 2010. Pengukuran ini dilakukan kepada 25 orang

    lansia pengguna alat bantu tongkat sebelumnya yang berusia 75 tahun sampai

    dengan 85 tahun saat melakukan aktivitas jalan untuk melakukan kegiatan sehari-

    harinya di lingkungan panti. Data anthropometri yang dipakai adalah tinggi siku

    berdiri, panjang telapak tangan dan diameter lingkar genggam.

    4.1.2 Deskripsi aktivitas jalan yang dilakukan lansia

    Pola aktivitas jalan yang dilakukan oleh lansia saat menggunakan tongkat

    yang sudah ada sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 4.1.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    IV-2

    Tabel 4.1 Aktivitas proses jalan yang dilakukan oleh lansia saat menggunakan tongkat yang sudah ada sebelumnya

    No Dokumentasi Aktivitas Keterangan Resiko

    1

    Aktivitas lansia saat mengambil dan memegang tongkat

    Sikap kerja: bertumpu pada bagian lengan dan pergelangan tangan

    resiko pada bagian lengan dan telapak tangan serta keluhan nyeri pada pergelangan tangan

    2

    Aktivitas lansia saat mengambil posisi berdiri

    Sikap kerja: bagian punggung membungkuk dan lengan serta pergelangan tangan dengan bertumpu pada kedua kaki

    resiko pada bagian punggung, pergelangan tangan, serta keluhan nyeri pada bagian lengan atas dan lengan bawah

    3

    Aktivitas proses jalan yang dilakukan lansia

    Sikap kerja: kepala dan leher merunduk, bagian lengan bawah dan pergelangan tangan menahan beban, punggung membungkuk, lengan bawah dan pergelangan tangan bergerak maju mundur dengan memegang tongkat.

    resiko pada bagian kepala, leher, dan adanya keluhan rasa sakit dibagian lower back atau punggung

    Sumber : Dokumentasi, 2010

    Berdasarkan pengamatan pada Tabel 4.1. dapat diketahui bahwa terdapat

    tiga aktivitas yang dilakukan oleh lansia antara lain aktivitas saat mengambil dan

    memegang tongkat, aktivitas saat mengambil posisi berdiri, dan kemudian

    melakukan proses aktivitas jalan. Aktivitas jalan yang dilakukan oleh lansia

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    IV-3

    dengan menggunakan alat bantu jalan tongkat yang sudah ada sebelumnya dapat

    menyebabkan cidera.

    4.1.3 Identifikasi Alat Bantu Tongkat Sebelumnya

    Identifikasi dilakukan untuk mengetahui kondisi alat bantu tongkat yang

    sudah ada dan yang saat ini digunakan. Selain itu identifikasi dapat dijadikan

    sebagai informasi awal untuk mengetahui kelemahan-kelemahan alat bantu

    tongkat yang sudah ada sebelumnya serta perlunya proses perancangan alat bantu

    tongkat. Alat bantu tongkat yang sudah ada sebelumnya hanya terbuat dari bahan

    kayu, memiliki diameter yang kecil yaitu hanya berdiameter 1,5 cm, memiliki

    panjang 50 cm dan tidak dapat diatur ketinggiannya sesuai kebutuhan lansia,

    selain itu tongkat tersebut hanya memiliki satu kaki sebagai penopang beban.

    Adapun kondisi alat bantu tongkat yang saat ini digunakan dapat dilihat pada

    gambar 4.1 berikut.

    Gambar 4.1 Alat bantu tongkat yang saat ini digunakan

    Sumber : Dokumentasi, 2010 Berdasarkan kondisi tersebut, kelemahan alat bantu tongkat sebelumnya

    dan yang saat ini digunakan yaitu hanya berfungsi sebagai penopang beban saja

    dan belum dapat mengurangi keluhan maupun cidera yang dialami oleh lansia.

    Kelemahan tersebut jika tidak segera diatasi dapat menyebabkan resiko cidera

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    IV-4

    lebih parah khususnya yang dialami lansia, untuk itu perlu adanya perancangan

    alat bantu tongkat yang berfungsi untuk mengurangi resiko cidera bagi lansia.

    4.2 Pengolahan Data

    Pengolahan data diawali dengan melakukan proses penentuan konsep

    desain. Proses penentuan konsep diawali dengan identifikasi kebutuhan pengguna.

    4.2.1 Identifikasi Kebutuhan Pengguna

    Identifikasi kebutuhan pengguna diperoleh dari hasil wawancara dengan

    responden. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung

    dari para lansia di Panti Wredha Dharma Bakti mengenai keluhan dan

    ketidaknyamanan yang dialami lansia ketika menggunakan tongkat yang sudah

    ada sebelumnya saat proses aktivitas jalan berlangsung dalam melakukan kegiatan

    sehari-harinya di lingkungan panti. Dari hasil wawancara dengan lansia pengguna

    alat bantu tongkat sebelumnya dapat diketahui ketidaknyamanan dan kesulitan

    yang dialami lansia. Berikut merupakan pertanyaan yang digunakan untuk

    mengidentifikasi ketidaknyamanan dan kesulitan pada saat proses aktivitas jalan

    berlangsung.

    Ketidaknyamanan seperti apa yang Anda rasakan ketika melakukan proses

    aktivitas jalan saat menggunakan tongkat yang sudah ada sekarang ?

    Apa yang Anda inginkan atau harapkan untuk perbaikan alat bantu tongkat

    yang sudah ada sekarang ?

    Hasil wawancara terhadap lansia pada saat proses aktivitas jalan

    berlangsung dalam melakukan kegiatan sehari-harinya di lingkungan Panti

    Wredha Dharma Bakti mengenai keluhan dan ketidaknyamanan pada proses

    penggunaan tongkat yang ada sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 4.2

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    IV-5

    Tabel 4.2 Rekapitulasi keluhan lansia

    No Keluhan Jumlah Persentase

    1

    Pada saat mengambil dan memegang tongkat ,

    lansia kurang nyaman terhadap pegangan tongkat

    yang digunakan, sebab panjang genggaman tongkat

    tersebut terlalu pendek dan permukaan genggaman

    yang keras.

    7 28 %

    2

    Pada saat mengambil posisi berdiri, lansia

    merasakan nyeri pada bagian lengan atas dan

    lengan bawah karena diameter tongkat yang terlalu

    kecil sehingga tongkat tidak dapat menahan beban

    lansia sepenuhnya dan menyebabkan kondisi tubuh

    tidak stabil.

    16 64 %

    3

    Pada saat melakukan proses aktivitas jalan, lansia

    mengeluh adanya nyeri pada bagian lower back

    atau punggung karena lansia harus menyesuikan

    dengan ketinggian tongkat.

    25 100 %

    Sumber: Pengumpulan data, 2010

    Tabel 4.2 menunjukkan hasil rekapitulasi data keluhan yang dialami lansia

    ketika melakukan aktivitas jalan, dimana diperoleh hasil tingkat keluhan terbesar

    terjadi ketika proses aktivitas jalan berlangsung karena beban yang ditopang oleh

    tongkat terlalu berat karena ukuran diameter tongkat yang terlalu kecil, sehingga

    menyebabkan kondisi tubuh tidak stabil. Selain itu wawancara juga dilakukan

    untuk mengetahui keinginan lansia tentang adanya perancangan alat bantu

    tongkat. Hasil wawancara mengenai keinginan untuk perancangan alat bantu

    tongkat dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    IV-6

    Tabel 4.3 Kebutuhan lansia terhadap perancangan alat bantu tongkat

    No Keluhan Responden Kebutuhan lansia

    1

    Ketidaknyamanan lansia

    terhadap pegangan tongkat yang

    digunakan, sebab panjang

    genggaman tongkat tersebut

    terlalu pendek dan permukaan

    genggaman yang keras.

    Perlu adanya alat bantu jalan yang

    memiliki pegangan tongkat yang

    nyaman untuk digunakan

    2

    Timbulnya rasa nyeri pada

    bagian lengan atas dan lengan

    bawah karena diameter tongkat

    yang terlalu kecil sehingga

    tongkat tidak dapat menahan

    beban lansia sepenuhnya dan

    menyebabkan kondisi tubuh

    tidak stabil.

    Perlu adanya alat bantu jalan yang

    dapat menopang beban lansia

    sepenuhnya dan aman untuk

    digunakan.

    3

    Timbulnya keluhan pada bagian

    lower back atau punggung

    karena lansia harus

    menyesuikan dengan ketinggian

    tongkat.

    Perlu adanya alat bantu jalan yang

    dapat diatur ketinggiannya sesuai

    kebutuhan.

    Sumber: Pengumpulan data, 2010

    4.2.2 Spesifikasi Produk

    Spesifikasi produk bertujuan untuk memunculkan karakteristik

    engineering untuk menyusun desain perancangan alat bantu tongkat.

    Karakteristik engineering melalui penterjemahan data hasil kebutuhan lansia ke

    bahasa pabrikasi. Karakteristik engineering ini digunakan sebagai dasar

    pertimbangan dalam menentukan konsep desain perancangan alat bantu tongkat.

    Dengan adanya Karakteristik engineering tersebut diharapkan didapat konsep

    desain perancangan alat bantu tongkat yang lebih baik karena rancangan dibuat

    berdasarkan keinginan pengguna (Ulrich, 2001).

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    IV-7

    Hasil pengumpulan data hasil wawancara dapat dilihat pada tabel 4.4.

    Beberapa kebutuhan pengguna akan diterjemahkan menjadi Karakteristik

    engineering dalam perancangan desain sebagai berikut :

    Tabel 4.4 Spesifikasi produk konsep desain perancangan alat bantu tongkat

    No Kebutuhan responden Karakteristik engineering

    1

    Perlu adanya alat bantu jalan

    yang memiliki pegangan tongkat

    yang nyaman untuk digunakan

    Merancang alat bantu jalan yang

    memiliki panjang genggaman lebih

    lebar serta dilengkapi dengan karet/

    busa pada bagian genggamannya.

    2

    Perlu adanya alat bantu jalan

    yang dapat menopang beban

    lansia sepenuhnya dan aman

    untuk digunakan.

    Merancang alat bantu jalan yang

    memiliki diameter lebih lebar dan

    memiliki bahan yang kuat supaya

    dapat menahan beban lansia

    sepenuhnya.

    3

    Perlu adanya alat bantu jalan

    yang dapat diatur ketinggiannya