makalah ijaz al quran
TRANSCRIPT
'IJAZ AL-QUR'AN
MAKALAH
Diajukan guna memenuhi tugasDalam mata kuliah Ulumul Qur"an
Disusun Oleh:
FUAD MAKSUMNIM: 1035033/ AS-A
Dosen:
Drs Abdul Madjid AS
AL-AHWAL ASY-SYAKHSIYAHFAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA 2010
DAFTAR ISI
BAB I
A. PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN “ IJAZ AL-QUR’AN ”
BAB III
BABA IV
KESIMPULAN
PENUTUP
BAB I
Pendahuluan
Al-Qur’an adalah mukjizat Nabi Muhammad saw. Kemukjizatan disini bersifat
maknawi (abstrak), bukan sebagai mukjizat yang bersifat mahdziy (fisik), seperti
menyembuhkan kebutaan dan penyakit lepra, mengubah tongkat menjadi seekor ular dan
lain-lain yang lekas hilang seketika.
Berkenaan dengan kemukjizatan al-Qur’an itu, Nabi Muhammad SAW. pernah
menantang kaum kafir Quraisy supaya membuat semisal al-Qur’an, ternyata mereka tidak
sanggup, kemudian ditantang agar membuat sepuluh surat saja semisal al-Qur’an, dan
akhirnya mereka ditantang membuat satu surat saja, ternyata tidak sanggup dan mereka
mengaku tidak mampu membuatnya.
Mukjizat Nabi Muhammad saw yang bersifat maknawi dan tidak berupa kejadian
fisik (kasat mata) sebagaimana mukjizatnya para Nabi terdahulu adalah sesuai dengan
universalitas dan kelanggengan syari’at yang dibawa oleh beliau. Karena mukjizat yang
terjadi secara temporal, lokal dan material tidak dapat diketahui secara universal karena
tidak dapat diketahui oleh generasi berikutnya kecuali hanya berupa berita-berita yang
tidak dapat disaksikan oleh mata.
Adapun mukjizat yang bersifat maknawi akan tetap langgeng yang bersamaan
dengan bukti kerisalahan sampai hari kiamat. Karena Nabi Muhammad saw diutus untuk
seluruh umat manusia, dimana dan kapanpun hingga akhir zaman, maka bukti kebenaran
Nabi Muhammad SAW bersifat universal, kekal dan dapat dipikirkan serta dibuktikan
kebenarannya oleh akal manusia. Disinilah terletak fungsi al-Qur’an sebagai mukjizat.
BAB II
BENTUK-BENTUK IJAZ DALAM AL-QUR’AN
Ijaz al-Qur’an dalam melemahkan manusia untuk mendatangkan yang sepadan
dengan al-Qur’an terdiri dari aspek lafziah (morfologis), maknawiyah (semantik) dan
ruhiyah (psikologis), semuanya bersandarkan (interchangeable) dan bersatu, sehingga
melemahkan manusia untuk menandinginya.
Ijaz al-Quran bersifat dzaty (essensial), bukan bersifat relatif (idhafy) dan bukan
karena sesuatu yang keluar darinya dan juga bersifat universal sesuai dengan
universalitas al-Qur’an.
Berikut ini bentuk-bentuk Ijaz al-Qur’an yang telah dapat dicapai oleh akal
manusia dan telah diungkapkan para ulama, yaitu :
1. Keharmonisan uslub bahasanya, keindahan dan ketelitian redaksi-redaksinya,
maknanya, hukumnya dan teorinya.
Betapa menakjubkan rangkaian al-Qur’an dan betapa indah susunannya. Tidak
ada kontradiksi dan perbedaan di dalamnya, padahal al-Qur’an membeberkan banyak
segi yang dikandungnya, seperti kisah dan nasehat, argumentasi, hikmah dan hukum,
tuntutan dan peringatan, janji dan ancaman, kabar gembira dan berita duka serta akhlak
mulia dan sebagainya.
Abdurrazaq Nawfal dalam al-Ijaz al-Adaby li al-Qur’an al-Karim mengemukakan
tentang keharmonisan dan keseimbangan ushlub bahasa al-Qur’an sebagai berikut :
2. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya, seperti :
- Al-hayah (hidup) dan al-mawt (mati) masing-masing sebanyak 145 kali.
- Al-Naf’u (manfaat) dan al-madharrah (madarat) masing-masing sebanyak 50 kali.
- Al-har (panas) dan al-bard (dingin) masing-masing sebanyak 4 kali.
- Al-rahbah (takut) dan al-raghbah (harap) masing-masing sebanyak 8 kali.
- Al-shaif (musim panas) dan al-syita (musim dingin) masing-masing sebanyak 1 kali.
1. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan sinonimnya/makna yang dikandungnya, seperti :
- Al-harts dan al-zira’ah (membajak / bertani) masing-masing sebanyak 14 kali.
- Al-ushb dan al-dhurur (membanggakan diri/angkuh) masing-masing sebanyak 27 kali.
- Al-aql dan al-nur (akal/cahaya) masing-masing sebanyak 49 kali.
- Al-jahr dan al-alaniyah (nyata) masing-masing sebanyak 16 kali.
- Al-Qur’an, al-wahyu dan al-islam masing-masing sebanyak 70 kali.
2. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjuk kepada akibatnya, seperti :
- Al-infaq (infak) dengan al-ridha (kerelaan) masing-masing sebanyak 73 kali.
- Al-bukhl (kikir) dengan al-hasarah (penyesalan) masing-masing sebanyak 12 kali.
- Al-kafiruun (orang-orang kafir) dengan al-nar/al-ahraq (neraka/pembakaran) masing-masing sebanyak 154 kali.
- Al-zakat (zakat/penyucian) dengan al-barakah (kebajikan yang banyak) masing-masing sebanyak 32 kali.
- Al-fahisyah (kekejian) dengan al-ghadab (murka) masing-masing sebanyak 26 kali.
3. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya, seperti :
- Al-israf (pemborosan) denan al-sur’ah (ketergesa-gesaan) masing-masing sebanyak 23 kali.
- Al-mauidzah (nasihat) dengan al-lisan (lidah) masing-masing sebanyak 25 kali.
- Al-asra (tawanan) dengan al-harb (perang) masing-masing sebanyak 6 kali.
- Al-salam (kedamaian) dan al-thayyibat (kebajikan) masing-masing sebanyak 60 kali.
4. Disamping keseimbangan-keseimbangan tersebut ditemukan juga keseimbangan khusus , yaitu :
- Kata yaum (hari) dalam bentuk tunggal sejumlah 365 kali sebanyak bilangan
hari dalam setahun. Sedangkan kata hari yang menunjuk kepada bentuk plural
(ayyam) atau dua (yaumain) jumlah keseluruhannya hanya 30 kali sama dengan
jumlah hari dalam sebulan. Di sisi lain kata yang berarti bulan (syahr) hanya
terdapat 12 kali sama dengan jumlah bulan dalam setahun.
- Al-Qur’an menjelaskan bahwa langit ada tujuh. Penjelasan ini diulangi sebanyak
tujuh kali pula yaitu dalam al-Baqarah : 29, al-Isra : 44, al-Mu’minun : 86,
Fushilat : 12, al-Thalaq : 12, al-Mulk : 3 dan Nuh : 15. Selain itu penjelasannya
tentang terciptanya langit dan bumi dalam 6 hari dinyatakan pula dalam 7 ayat.
- Kata-kata yang menunjuk kepada utusan Allah , baik rasul, nabi, basyir dan
nazir keseluruhannya berjumlah 518 kali seimbang dengan jumlah penyebutan
nama-nama nabi, rasul dan pembawa berita tersebut yakni 518 kali.
Al-Qur’an diungkapkan dengan gaya bahasa dan uslub bermacam-macam dengan
pokok bahasan yang bermacam-macam pula yaitu bidang aqidah, akhlaq dan
pembentukan hukum Islam (syar’iyyah tasyri’iyyah), yang satu sama lainnya tidak
terdapat kontradiksi dan pertentangan. Allah swt. telah memberi petunjuknya dalam Q.S.
al-Nisa : 82 sebagai berikut :
Artinya : Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur’an? Kalau
kiranya al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah tentulah mereka
mendapatkan pertentangan yang banyak di dalamnya.
Berdasarkan ayat di atas, seandainya kita temukan ada ayat al-Qur’an yang
lahirnya kontradiktif antara satu ayat dengan ayat lainnya, maka setelah diadakan
pembahasan dan penelitian, tampaklah keserasian dan keharmonisannya, tidak ada
kontradiksi di dalamnya. Seandainya al-Qur’an itu datang selain dari Allah, niscaya akan
didapatkan kontradiksi yang banyak di dalamnya.
1. Persesuaian ayat-ayat al-Qur’an menurut teori-teori yang telah diungkapkan oleh
ilmu pengetahuan dan isyarat-isyarat ilmiahnya.
Semua persoalan atau kaidah ilmu pengetahuan yang telah mantap dan
meyakinkan merupakan manifestasi dari pemikiran valid yang dianjurkan al-Qur’an tidak
ada kontradiksi sedikitpun dengannya. Ilmu pengetahuan telah maju dan telah banyak
melahirkan kemajuan yang spektakuler yang tidak ada pertentangan dengan al-Qur’an.
Ini merupakan ijaz al-Qur’an.
Al-Qur’an menjadikan pemikiran lurus dan perhatian tepat terhadap alam dan
segala apa yang ada di dalamnya sebagai sarana terbesar agar makin mantap dan kuat
nilai keimanan kepada Allah swt.
Al-Qur’an mendorong manusia agar memikirkan makhluk-makhluk Allah yang
ada di langit dan di bumi, memikirkan dirinya sendiri, bumi yang ditempatinya dan alam
yang mengitarinya, al-Qur’an membangkitkan kesadaran ilmiah pada setiap diri manusia
untuk memikirkan, memahami dan menggunakan akal, Allah mengumpulkan ilmu falak,
botani, geologi dan zoologi sebagai pendorong rasa takut kepada Allah.
Demikianlah ijaz al-Qur’an secara ilmiah terletak pada dorongannya kepada umat
manusia untuk berfikir disamping membukakan kepada mereka pintu-pintu pengetahuan
dan mengajak masuk ke dalamnya dan menerima segala ilmu pengetahuan yang baru
yang mantap dan stabil.
Disamping hal-hal di atas, di dalam al-Qur’an terdapat isyarat-isyarat ilmiah yang
diungkapkan dalam kontek hidayah, misalnya :
1. Perkawinan tumbuh-tumbuhan itu ada yang zati yaitu tumbuh-tumbuhan yang
bunganya mengandung organ jantan dan betina (putik dan benang sari) dan ada
yang khalti yaitu tumbuh-tumbuhan yang organ jantannya terpisah dari organ
betina seperti pohon kurma, sehingga perkawinannya melalui pemindahan dan
sarana pemindahannya adalah angin. Penjelasan ini terdapat dalam al-Qur’an
Surat al-Hijr : 22 :
2. ......
Artinya : Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan
(tumbuh-tumbuhan).
1. Oksigen sangat penting bagi pernafasan manusia dan oksigen tiu berkurang pada
lapisan-lapisan udara yang tinggi. Semakin tinggi manusia berada di lapisan
udara, maka ia akan merasakan sesak dada dan sulit bernafas. Firman Allah dalam
al-Qur’an Surat al-An’am : 125 :
Artinya : Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah
menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seakan-akan ia sedang mendaki ke langit.
1. Langit dan bumi dulunya berasal dari satu gumpalan (kesatuan kosmos) kemudian
terjadi ledakan dahsyat (big bang) yang membuatnya terpecah-pecah menjadi
beberapa planet dan kehidupan membutuhkan air. Firman Allah dalam al-Qur’an
Surat al-Anbiya : 30
Artinya : Tidakkah orang-orang kafir melihat bahwa langit dan bumi itu dulunya
merupakan satu yang padu kemudian kami pisahkan keduanya dan Kami jadikan
segala sesuatu yang hidup itu dari air, maka mengapakah mereka tidak beriman.
Demikian pula diisyaratkan bahwa cahaya matahari bersumber dari dirinya,
sedangkan cahaya bulan adalah pantulan (dari cahaya matahari). Jenis kelamin anak
adalah hasil sperma pria sedangkan wanita sekedar mengandung karena mereka hanya
bagaikan ladang dan banyak lagi isyarat-isyarat ilmiah yang disebutkan oleh al-Quran.
Isyarat-isyarat ilmiah dan yang serupa dengannya yang terdapat dalam al-Qur’an itu
datang dalam kontek petunjuk Ilahi (hidayah ilahiyah) dan akal manusia boleh mengkaji
dan memikirkannya.
1. Pemberitaan-pemberitaan ghaib yakni memberitahukan hal-hal kejadian yang
tidak diketahui kecuali oleh Allah SWT Yang Maha Mengetahui hal-hal yang
ghaib.
Al-Qur’an telah memberitakan mengenai terjadinya kejadian-kejadian pada masa
yang akan datang, yang tak seorangpun mengetahui hal itu, seperti Firman Allah dalam
al-Qur’an surat al-Rum : 1-4 :
Artinya: 1. Alif laam Miim 2. telah dikalahkan bangsa Rumawi 3. di negeri yang
terdekatdan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang 4. dalam beberapa
tahun lagi. Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). dan di
hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman,
Al-Qur’an telah menceriterakan bangsa-bangsa terdahulu yang tidak
meninggalkan bekas ataupun tanda (prasasti) yang mengandung beritanya. Hal ini adalah
bukti bahwa al-Qur’an di sisi Allah yang tidak tersembunyi untuk masa sekarang, masa
lampau dan masa yang akan datang. Allah swt. memberi petunjuk dalam Q.S. Hud : 49 :
Artinya : Itu adalah diantara berita-berita penting tentang yang ghaib yang kami
wahyukan kepadamu (Muhammad), kamu tidak pernah mengetahuinya dan tidak (
pula) kaummu sebelum ini.
Dalam hal ini seperti kisah Fir’aun yang mengejar-ngejar Nabi Musa AS beserta
kaumnya dan ditenggelamkannya fir’aun di laut merah, tetapi badan Fir’aun
diselamatkan sebagaimana diberitakan dalam Q.S. Yunus : 92
Artinya : Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu agar kamu menjadi
pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu.
Tidak seorangpun mengetahui hal tersebut, karena hal itu terjadi sekitar 1200
tahun sebelum masehi. Pada awal abad ke 19 tepatnya pada tahun 1896, ahli purbakala
Loret menemukan di lembah raja-raja Luxor Mesir, satu mumi yang dari data-data
sejarah terbukti bahwa ia adalah Fir’aun yang bernama Maniptah yang pernah mengejar
Nabi Musa AS. Selain itu pada tanggal 8 Juli 1908 Elliot Smith mendapat izin dari
pemerintah Mesir untuk membuka pembalut-pembalut mumi Fir’aun tersebut. Apa yang
ditemukan adalah jasad utuh seperti yang diberitakan al-Qur’an. Setiap orang yang
berkunjung ke Museum Kairo akan dapat melihat jasad Fir’aun tersebut.
1. Kefashihan lafaz al-Qur’an, Kebalaghahan bahasanya dan Kekuatan
Pengaruhnya.
Di dalam al-Qur’an tidak terdapat lafaz yang tidak enak untuk didengar (tidak
memenuhi sasaran) atau tanafur (kekacauan susunan). Ungkapan gaya bahasanya yang
relevan dengan situasi dan kondiisi telah mencapai ukuran balaghah (sastra) yang
tertinggi. Hal ini akan lebih jelas dan terasa bagi orang yang memiliki dzauq Arabi (daya
rasa bahasa Arab) dalam beberapa kata tasybih (kata-kata yang relatif) di dalam al-
Qur’an, beberapa kalam matsal (kalimat ungkapan), beberapa hujjah (argumentasi),
mujadalah (dialog-dialog) dan dalam menetapkan pedoman-pedoman yang benar atau di
dalam menghinakan orang yang berbuat bathil dan dalam mengungkapkan tiap-tiap
makna (amanat) dan tujuan yang dimaksudkan.
Adapun kekuatan pengaruhnya terhadap jiwa sekaligus penguasaannya secara
maknawi (spiritual) terhadap jiwa dan hati, bisa dijiwai oleh setiap orang yang meresapi,
yang mempunyai ketajaman daya tangkap mata hati.
Bagi kita cukup dengan bukti bahwa al-Qur’an tidak membosankan pendengaran
dan selalu up to date.
3. Penutup
Pada hakikatnya ijaz al-Qur’an itu adalah segala makna yang dibawa dan dikandung oleh tiap lafaz-lafaznya.
Al-Qur’an ijaz dalam lafaz-lafaz dan uslubnya, ijaz dalam bayan (penjelasan, retorika) dan nazam (jalinan) nya. Di dalam al-Qur’an akan ditemukan gambaran hidup bagi kehidupan alam dan manusia.
Al-Qur’an ijaz dalam makna-maknanya yang telah menyikap tabir hakikat kemanusiaan dan misinya di dalam kehidupan di dunia ini.
Al-Qur’an ijaz dengan segala ilmu dan pengetahuan yang sebagian besar hakikatnya yang ghaib telah diakui dan dibuktikan oleh ilmu pengetahuan modern.
Al-Qur’an ijaz dalam tasyri’ dan pemeliharaannya terhadap hak-hak asasi manusia serta dalam pembentukan masyarakat teladan yang ditangannya akan terbentuk insan kamil, selamat dan bahagia di dunia dan akhirat.
Jelaslah bagi kita bahwa mendatangkan hal-hal seperti al-Qur’an yang lengkap
dengan berbagai ragam kandungannya hingga tersusun rapi dan teratur merupakan
sesuatu yang di luar jangkauan kemampuan manusia. Dengan demikian sia-sialah
makhluk di hadapannya dan menjadi lemah, tidak mampu untuk mendatangkan sesuatu
yang serupa dengan al-Qur’an. Itulah Ijaz al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh (Naser Iskandar al-Barsany,
pen.), Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2000.
Manna Khalil Qattan, Mabahis Fi ulum al-Qur’an (Muzakir, pen.),
Jakarta : Lentera Nusantara,1992..
Muh. Abu Zahrah, Ushul Fiqh (Saefullah Maksum dkk. Pen.),
Jakarta : PT.Pustaka Firdaus, 1994
M.Quraisy Shihab, Membumikan al-Qur’an, Bandung ;Mizan,
1992.
, Al-Qur'an dan Tarjamahnya, Khadim al-Haramain al-Syarifain,tt.