makalah hukum pajak.docx

48
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan kewajiban kenegaraan yang menunjukan peran seta dari seluruh masyarakat dalam pembiayaan pemerintah untuk melaksanakan pemerintahan dan pembangunan. Pajak telah terbukti menjadi sumber utama dalam APBN Indonesia yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembiayaan pengeluaran negara yang bersumber dari pajak menunjukan adanya kemandirian bangsa untuk mencapai cita-cita luhur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pajak pada dasarnya merupakan peralihan sebagian kekayaan dari masyarakat kepada negara yang dimungkinkan oleh undang- undang pajak. Peralihan kekayaan tersebut membuat pajak dipandang dari dua sisi yang berbeda. Bagi masyarakat seringkali pajak dinggap sebagai beban. Di sisi lain bagi pemerintah dan fiskus pajak harus dipungut karena terbukti pajak memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap penerimaan pajak, baik dengan usaha intensifikasi maupun ekstensifikasi pajak. Dalam pengenaan dan pemungutan pajak, satu hal yang mendasar dan harus diketahui adalah dasar pengenaan pajak. Apa yang menjadi dasar pengenaan pajak disesuaikan dengan jenis pajak yang akan ditanggung oleh seorang wajib pajak. Biasanya apa yang mnejadi dasar pengenaan pajak diatur dalam hukum pajak material. Sesuai dengan Pasal 1 angka 17 Undang-Undang 1

Upload: mhala-tulolonna-sulawesi

Post on 13-Dec-2015

106 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

BAB 1

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Pajak merupakan kewajiban kenegaraan yang menunjukan peran seta dari seluruh

masyarakat dalam pembiayaan pemerintah untuk melaksanakan pemerintahan dan

pembangunan. Pajak telah terbukti menjadi sumber utama dalam APBN Indonesia yang dapat

digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembiayaan pengeluaran negara

yang bersumber dari pajak menunjukan adanya kemandirian bangsa untuk mencapai cita-cita

luhur dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Pajak pada dasarnya merupakan peralihan sebagian kekayaan dari masyarakat kepada

negara yang dimungkinkan oleh undang-undang pajak. Peralihan kekayaan tersebut membuat

pajak dipandang dari dua sisi yang berbeda. Bagi masyarakat seringkali pajak dinggap

sebagai beban. Di sisi lain bagi pemerintah dan fiskus pajak harus dipungut karena terbukti

pajak memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap penerimaan pajak, baik dengan

usaha intensifikasi maupun ekstensifikasi pajak.

Dalam pengenaan dan pemungutan pajak, satu hal yang mendasar dan harus diketahui

adalah dasar pengenaan pajak. Apa yang menjadi dasar pengenaan pajak disesuaikan dengan

jenis pajak yang akan ditanggung oleh seorang wajib pajak. Biasanya apa yang mnejadi dasar

pengenaan pajak diatur dalam hukum pajak material. Sesuai dengan Pasal 1 angka 17

Undang-Undang PPN dan PPnBM, dasar pengenaan pajak adalah jumlah harga jual,

penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai yang lain yang dipakai sebagai dasar

menghitung pajak terutang.

Pemungutan pajak di Indonesia berasal dari kesepakatan rakyat dan pemerintah, yang

dituangkan dalam berbagai undang-undang pajak. Hal ini melahirkan adanya hukum pajak di

Indonesia.

B.     Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam laporan ini yaitu apa pengertian dari PPN dan PPnBM,

seperti apa karakteristik PPN dan PPnBM serta mekanisme pemungutannya di Indonesia,

siapa saja yang termasuk objek dan subjek PPN, dan bagaimana perhitungan PPN menurut

1

ilmu hukum pajak. Untuk memudahkan analisis maka rumusan masalah dituangkan dalam

bentuk pertanyaan sebagai berikut.

1. Apa yang dimaksud dengan PPN dan PPnBM?

2. Seperti apa karakteristik dan mekanisme pemungutan PPN dan PPnBM?

3. Apa yang dimaksud dengan pengecer ?

4. Bagaimana teknik perhitungan PPN ?

C.    Tujuan

Tujuan umum dari dususunnya laporan ini adalah untuk memahami perhitungan dan berbagai

hal yang berkaitan dengan PPN dan PPnBM. Adapun tujuan khusus adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui dan memahami pengertian PPN dan PPnBM dalam kehidupan sehari-hari.

2. Mengetahui dan memahami karakteristik serta mekanisme pemungutan PPN dan PPnBM.

3. Mengetahui dan memahami pengertian pengercer.

4. Mengetahui dan memahami cara menghitung pajak pertambahan nilai.

D.    Manfaat

Laporan ini diharapkan bisa bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Sekecil apapun

itu, kami berharap bisa berkontribusi untuk kemajuan bangsa dalam pengelolaan pajak.

Manfaat yang kami harapkan antara lain:

1. Mensosialisasikan kepada masyarakat tentang apa itu pajak dan masyarakat menjadi

paham.

2. Memberi tahu kepada masyarakat tentang PPN dan PPnBM sehingga masyarakat menjadi

sadar akan kewajibannya membayar pajak.

3. Berkontribusi dalam pengelolaan pajak yang sehat dan dinamis.

4. Mewujudkan masyarakat yang sejahtera melalui pajak.

2

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

Pajak adalah iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib

pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa

yang dapat ditunjuk secara langsung.

Pajak dipungut secara paksa demi kesejahteraan rakyat, hal ini sesuai dengan

pernytaan Prof. Dr. Adriani tentang definisi pajak.

“Pajak adalah adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan, yang terutang oleh

wajib pajak membayarnya menurut peraturan derngan tidak mendapat imbalan kembali yang

dapat ditunjuk secara langsung.”

Pajak selain dipungut secara paksa, pajak juga merupakan suatu alih bentuk kekayaan

dari masyarakat kepada negara. Hal ini senada dengan pendapat dari Prof. Dr. Soemitro, S.H.

yang menyatakan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara.

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari kas rakyat ke

sektor pemerintah berdasarkan undang-undang). Artinya dapat dipaksakan  dengan tiada

mendapat jasa timbal (tegen prestasi)yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk

membiayai pengeluaran umum.”

PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena

Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang

mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya,

setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan

lain oleh Undang-undang PPN. Tarif PPN adalah tunggal yaitu sebesar 10%. Dalam hal

ekspor, tarif PPN adalah 0%. Yang dimaksud Dengan Pabean adalah wilayah Republik

Indonesia yang meliputi wilayah darat, peraian, dan ruang udara diatasnya.

3

BAB 3

PEMBAHASAN

A. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

Pada saat anda membeli sebuah produk berupa properti pemerintah mengenakan

sejumlah pajak pada kita salah satunya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pada

umumnya bila kita membeli properti tersebut dari developer, biasanya pajak-pajak yang harus

kita bayar tersebut telah termasuk dalam harga jual. Besarnya pajak tersebut akan sangat

tergantung pada jenis, nilai, luas, dan lokasi properti yang akan kita beli.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan Barang

Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha, impor Barang Kena

Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha,

pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah

Pabean, pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean atau

ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau

penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi

Pengusaha Kena Pajak maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi Pengusaha

Kena Pajak tetapi belum dikukuhkan.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada umumnya besarnya adalah 10% dari nilai

transaksi. Minimal nilai transaksi yang dipungut PPN adalah di atas Rp. 36 juta. PPN hanya

dikenakan satu kali saja pada saat membeli properti, baik dari developer maupun perorangan.

Jika kita membeli dari developer, maka pembayaran dan pelaporan dilakukan melalui

developer. Namun demikian jika kita membeli dari perorangan, maka pembayaran dilakukan

sendiri setelah transaksi, selambat-lambatnya pada tanggal 15 bulan berikutnya dan

dilaporkan ke kantor pajak setempat selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya.

Dasar Hukum PPN

Dasar hukum dari pemberlakuan PPN atas kegiatan membangun sendiri adalah pasal

16C Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa

dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir

dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000.

4

Peraturan terkait lainnya yaitu Keputusan Menteri Keuangan Nomor

554/KMK.04/2000 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas

kegiatan Membangun Sendiri yang Dilakukan Tidak Dalam Kegiatan Usaha atau Pekerjaan

oleh Orang Pribadi atau Badan yang Hasilnya Digunakan Sendiri atau Digunakan Pihak Lain

sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 320/KMK.03/2002.

Kegiatan membangun sendiri akan dikenakan PPN apabila:

a. Membangun sendiri tersebut dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan

oleh orang pribadi atau badan, yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan

oleh pihak lain,

b. Bangunan yang dibangun sendiri diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat

usaha. Bangunan untuk tempat tinggal adalah bangunan atau konstruksi yang

semata-mata diperuntukkan bagi tempat tinggal (tidak termasuk fasilitas olah raga

atau fasilitas lain). Bangunan untuk tempat usaha adalah keseluruhan bangunan

atau konstruksi yang diperuntukkan bagi tempat usaha termasuk seluruh fasilitas

yang ada,

c. Luas bangunan 200 m² atau lebih dan bersifat permanen yang berlaku sejak

tanggal 1 Juli 2002. Bangunan permanen adalah bangunan yang konstruksi

utamanya terdiri dari beton dan/atau kayu tahan lama dan/atau bahan lain yang

umur bangunannya lebih dari 25 (dua puluh lima) tahun.

Dasar Pengenaan Pajak

Dasar Pengenaan Pajak atas kegiatan membangun sendiri adalah 40% (empat puluh

persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan atau dibayarkan, tidak termasuk harga

perolehan tanah. Termasuk dalam pengertian jumlah biaya yang dikeluarkan dan atau

dibayarkan untuk membangun sendiri adalah juga jumlah PPN yang dibayar atas perolehan

bahan dan jasa untuk kegiatan membangun sendiri tersebut.

B. PPnBM (PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG MEWAH)

PPnBM memiliki prinsip yang hampir sama dengan PPN, yakni pajak yang bersifat objektif,

artinya hanya objek-objek pajak tertentu yang tergolong mewah yang dikenakan PPnBM.

Definisi PPnBM adalah pajak yang dikenakan terhadap BKP yang tergolong mewah.

Beberapa karakter khusus dari PPnBM antara lain :

5

1. PPnBM merupakan pungutan tambahan di samping PPN.

2. PPnBM hanya dikenakan satu kali, yaitu:

a. Pada saat impor.

b. Pada saat penyerahan BKP mewah oleh PKP pabrikan

3. PPnBM tidak dapat dikreditkan, sehingga diperlakukan sebagai biaya.

4. Dalam hal ekspor BKP tergolong mewah, tarif PpnBMnya adalah 0%, sehingga

PPnBM yang telah dibayar dapat dimintakan restitusi.

5. Tarif PPnBM ditetapkan antara 10% hingga 200%.

PPnBM merupakan jenis pajak yang merupakan satu kesatuan dalam Undang-undang Pajak

Pertambahan Nilai. Namun mekanisme pengenaan PPnBM ini sedikit berbeda dengan PPN.

PPnBM dikenakan terhadap pada saat penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah

yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah

di dalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya dan juga PPnBM dikenakan

pada saat impor barang kena pajak yang tergolong mewah. Tarif PPnBM diatur dengan

peraturan Pemerintah dapat ditetapkan dalam beberapa pengelompokan tarif, yaitu tarif

paling rendah sebesar 10% dan tarif paling tinggi sebesar 75%.

Dasar hukum PPnBM yaitu :

- Pasal 5, Pasal 8 dan Pasal 10 UU PPN

- PP Nomor 145 Tahun 2000

- KMK-569/2000 sttd PMK-355/2003

- KMK-570/2000 diganti dgn PMK-620/04

- PMK-35/2008

Latar Belakang Pengenaan PPn BM

PPnBM dikenakan karena di latar belakangi oleh :

- PPN yang bersifat regresif

- Mengurangi pola Konsumsi yang kontra produktif

- Sarana untuk melindungi produsen kecil dan tradisional

- Menambah penerimaan negara.

6

Karakteristik PPnBM

- PPn BM merupakan pungutan tambahan di samping PPN.

- PPn BM hanya dikenakan satu kali (yaitu ; pada saat impor atau pada saat penyerahan

BKPMewah oleh Pengusaha Kena Pajak Pabrikan).

- PPn BM tidak dapat dikreditkan, sehingga diperlakukan sebagai biaya.

- Dalam hal BKP Mewah diekspor, PPn BM yang dibayar pada saat perolehannya

dapat diminta kembali/direstitusi

BKP yang tergolong mewah

BKP yang tergolong mewah berarti :

a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau

b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atauc.

c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat yang

berpenghasilan tinggi;ataud.

d. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; ataue.

e. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat serta

menggangguketertiban masyarakat seperti minuman beralkohol

C. KELOMPOK PEMUNGUT PPN

Yang Termasuk Pemungut PPN (berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor

563/KMK.03/2003 tanggal 24 Desember 2003 dan mulai berlaku 1 Januari 2005)

Instansi Pemerintah :

a. Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara;

b. Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi, Kabupaten atau Kota.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 yang dimaksud

dengan :

1. Bendaharawan Pemerintah adalah Bendaharawan atau Pejabat yang melakukan

pembayaran yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang terdiri dari Bendaharawan

Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi, Kabupaten, atau Kota.

7

2. Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah adalah Pengusaha Kena Pajak yang

melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada

Bendaharawan Pemerintah atau Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.

TATA CARA PEMUNGUTAN

Dasar Pemungutan

Dasar pemungutan PPN dan PPn BM adalah jumlah pembayaran yang dilakukan oleh

Bendaharawan Pemerintah atau jumlah pembayaran yang dilakukan oleh KPKN sebagaimana

tersebut dalam SPM.

Jumlah PPN atau PPn BM yang Dipungut

1. Dalam hal penyerahan BKP hanya terutang PPN, maka jumlah PPN yang dipungut

adalah 10/110 bagian dari jumlah pembayaran.

2. Dalam hal penyerahan BKP yang tergolong mewah dari pengusaha yang

menghasilkan BKP yang tergolong mewah tersebut, di samping terutang PPN juga

terutang PPn BM, maka jumlah PPN dan PPn BM yang dipungut adalah sebagai

berikut :

3. Dalam hal terutang PPn BM sebesar 20%, maka jumlah PPN yang dipungut sebesar

10/130 bagian dari jumlah pembayaran sedangkan jumlah PPn BM yang dipungut

sebesar 20/130 bagian dari jumlah pembayaran.

4. Dalam hal pembayaran berjumlah paling banyak Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah)

dan tidak merupakan jumlah yang terpecah-pecah, maka PPN dan PPn BM tidak perlu

dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah.

5. Batas jumlah pembayaran sebesar Rp.1.000.000,00 tersebut hendaknya diartikan

termasuk PPN dan PPn BM.

TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN

a. PKP rekanan Pemerintah membuat Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan

tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN baik untuk sebagian maupun

seluruh pembayaran.

b. SSP sebagaimana dimaksud pada huruf a diisi dengan membubuhkan NPWP dan

identitas PKP Rekanan Pemerintah yang bersangkutan, tetapi penandatanganan SSP

8

dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah atau KPKN sebagai penyetor atas nama

PKP Rekanan Pemerintah.

c. Dalam hal penyerahan BKP tersebut terutang PPn BM maka PKP rekanan Pemerintah

mencantumkan jumlah PPn BM yang terutang pada Faktur Pajak.

d. Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat dalam rangkap 3 (tiga) :

o lembar ke-1 untuk Bendaharawan Pemerintah atau KPKN sebagai Pemungut

PPN.

o lembar ke-2 untuk arsip PKP rekanan Pemerintah.

o lembar ke-3 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui Bendaharawan Pemerintah

atau KPKN.

e. Dalam hal pemungutan oleh Bendaharawan Pemerintah, SSP sebagaimana

dimaksud pada huruf a dibuat dalam rangka 5 (lima). Setelah PPN dan atau PPn BM

disetor di Bank Persepsi atau Kantor Pos, lembar-lembar SSP tersebut diperuntukkan

sebagai berikut :

- lembar ke-1 untuk PKP Rekanan Pemerintah.

- lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui KPKN.

- lembar ke-3 untuk PKP Rekanan Pemerintah dilampirkan pada SPT Masa PPN.

- lembar ke-4 untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos.

- lembar ke-5 untuk pertinggal Bendaharawan Pemerintah.

f. Dalam hal pemungutan oleh KPKN, SSP sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat

dalam rangkap 4 (empat) yang masing-masing diperuntukkan sebagai berikut :

- lembar ke-1 untuk PKP Rekanan Pemerintah.

- lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui KPKN.

- lembar ke-3 untuk PKP rekanan Pemerintah dilampirkan pada SPT Masa PPN.

- lembar ke-4 untuk pertinggal KPKN.

g. Pada lembar Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d oleh Bendaharawan

Pemerintah yang melakukan pemungut wajib dibubuhi cap "Disetor

tanggal ..............." dan ditandatangani oleh Bendaharawan Pemerintah

9

h. Pada setiap lembar Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d dan SSP

sebagaimana dimaksud pada huruf f oleh KPKN yang melakukan pemungutan

dicantumkan nomor dan tanggal advis SPM.

i. SSP lembar ke-1 dan lembar ke-2 sebagaimana dimaksud pada huruf f dibubuhi cap

"TELAH DIBUKUKAN" oleh KPKN

j. Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan atau

PPn BM.

PEMUNGUT PPN BENDAHARA PEMERINTAH

Dalam sistem pemungutan PPN di Indonesia, metode pengkreditan menjadi

keharusan. Dalam mekanisme ini, Pengusaha Kena Pajak akan memungut PPN ketika

melakukan penjualan barang atau jasa kena pajak. Sebaliknya, ketika membeli barang atau

jasa kena pajak dari Pengusaha Kena Pajak yang lain, Pengusaha tersebut akan dipungut

PPN. Selisih antara hasil pemungutan PPN dan PPN yang dipungut terhadapnya merupakan

PPN yang harus disetorkan ke kas negara setiap bulannya. Jika selisihnya negatif, Pengusaha

dapat melakukan kompensasi atau restitusi sesuai ketentuan.

Dengan demikian, secara umum PPN dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang

melakukan penjualan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak. Namun demikian,

dalam sistem PPN Indonesia juga terdapat mekanisme khusus pemungutan PPN di mana

justru pembeli yang ditunjuk sebagai pemungut PPN. Pembeli yang ditunjuk khusus untuk

memungut PPN ini kemudian diberikan label khusus oleh Undang-undang PPN 1984 sebagai

Pemungut PPN.

Salah satu Pemungut PPN adalah Bendahara Pemerintah. Ketentuan tentang tatacara

pelaksanaan pemungutan, penyetoran dan pelaporan pemungutan PPN oleh Bendahara

Pemerintah adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.04/2003. Berikut adalah

uraiannya.

Bendahara Pemerintah dan PKP Rekanan

Dalam mekanisme pemungutan PPN oleh Bendahara Pemerintah, terdapat dua pihak

yang terlibat. Pertama adalah Bendahara Pemerintah yang merupakakan pihak yang akan

10

melakukan pembayaran atas pengadaan barang atau jasa yang dilakukan oleh instansi

pemerintah. Yang kedua adalah pihak Pengusaha Kena Pajak rekanan pemerintah yang

menyerahkan barang atas jasa kepada instansi pemerintah. Dalam transaksi yang melibatkan

keduanya, maka yang menjadi pemungut PPN adalah Bendahara Pemerintah, bukan PKP

Rekanan.

Bendahara Pemerintah adalah Bendahara atau Pejabat yang melakukan pembayaran

yang dananya berasal dari APBN atau APBD, yang terdiri dari Bendahara Pemerintah Pusat,

dan Bendahara Daerah baik Propinsi, Kabupaten, atau Kota. Sementara itu, PKP Rekanan

Pemerintah adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Bendahara

Pemerintah.

Mekanisme Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan

Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut PPN, atas nama PKP Rekanan Pemerintah,

wajib untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang

terutang. Dengan demikian, kewajiban Bendahara Pemerintah terdiri dari tiga jenis yaitu

melakukan pemungutan, menyetorkan PPN atau PPNdan PPnBM yang terutang, dan terakhir

Bendahara Pemerintah harus melakukan pelaporan. Bentuk pelaporannya adalah dengan

menyampaikan SPT Masa PPN khusus untuk Pemungut PPN (form 1107 PUT) kepada KPP

tempat Bendahara terdaftar setiap bulan.

Dalam jumlah pembayaran oleh Bendahara Pemerintah, sudah termasuk PPN atau

PPN dan PPnBM yang terutang. Dengan demikian, Pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM

dilakukan pada saat pembayaran dengan cara pemotongan secara langsung dari tagihan PKP

Rekanan Pemerintah. Sebagai contoh jika nilai kontrak pengadaan komputer yang dilakukan

suatu instansi Pemerintah bernilai Rp22.000.000,00, maka PPN yang harus dipungut adalah

(10/110)xRp22.000.000,00 atau sama dengan Rp2.000.000,00. Rekanan Pemerintah akan

mendapatkan junlah Rp20.000.000,00 setelah dipotong PPN.

PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang sehubungan dengan pembayaran yang

jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000 dipungut dan disetor oleh PKP Rekanan Pemerintah

sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum. Hal ini karena untuk jumlah pembayaran

maksimal Rp1.000.000,00 memang dikecualikan dari pemungutan PPN oleh Bendahara

Pemerintah.

11

Atas PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut, Bendahara Pemerintah harus

menyetorkannya ke Kas Negara. Penyetoran PPN atau PPN dan dan PPnBM yang dipungut

oleh Bendahara Pemerintah dilakukan paling lambat 7 hari setelah berakhirnya bulan

terjadinya pembayaran tagihan. Misalnya, jika pembayaran tagihan dilakukan tanggal 20

Januari 2014, maka PPN harus disetorkan paling lambat tanggal 7 Pebruari 2014. Namun

demikian, dalam hal hari ketujuh jatuh pada hari libur, maka penyetoran dilakukan pada hari

kerja berikutnya.

Bendahara Pemerintah wajib melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut

dan disetor ke KPP dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (sekarang KPPN) setempat,

paling lambat 20 hari setelah berakhirnya bulan dilakukan pembayaran tagihan. Jadi jika

pembayaran tagihan dilakukan tanggal 20 Januari 2014, maka Bendahara harus

melaporkannya dalam SPT Masa PPN 1107 PUT paling lambat tanggal 20 Pebruari 2014.

Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak

Berikut adalah tatacara pemungutan secara lebih teknis yang melibatkan pembuatan Faktur

Pajak dan Surat Setoran Pajak (SSP).

1. PKP rekanan Pemerintah membuat Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan

tagihan kepada Bendahara Pemerintah baik untuk sebagian maupun seluruh

pembayaran.

2. SSP diisi dengan membubuhkan NPWP dan identitas PKP Rekanan Pemerintah yang

bersangkutan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh Bendahara Pemerintah

sebagai penyetor atas nama PKP Rekanan Pemerintah.

3. Dalam hal penyerahan BKP tersebut terutang PPn BM maka PKP rekanan Pemerintah

mencantumkan jumlah PPn BM yang terutang pada Faktur Pajak.

4. Faktur Pajak dibuat dalam rangkap 3 (tiga) yaitu lembar ke-1 untuk Bendahara

Pemerintah sebagai Pemungut PPN, lembar ke-2 untuk arsip PKP rekanan

Pemerintah, dan lembar ke-3 untuk KPP melalui Bendahara Pemerintah.

5. SSP dibuat dalam rangkap 5. Setelah PPN atau PPN dan PPn BM disetor di Bank

Persepsi atau Kantor Pos, lembar-lembar SSP tersebut diperuntukkan sebagai berikut.

Lembar ke-1 untuk PKP Rekanan Pemerintah, lembar ke-2 untuk KPP melalui

KPKN, lembar ke-3 untuk PKP Rekanan Pemerintah dilampirkan pada SPT Masa

12

PPN, lembar ke-4 untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos, dan lembar ke-5 untuk

pertinggal Bendahara Pemerintah.

6. Pada lembar Faktur Pajak oleh Bendahara Pemerintah yang melakukan pemungutan

wajib dibubuhi cap “Disetor tanggal ……………” dan ditandatangani oleh Bendahara

Pemerintah.

7. Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan atau

PPn BM.

13

Apa itu PENGECER ?

Pengecer adalah pihak yang berperan sebagai perantara barang antara produsen

dengan konsumen. Kebanyakan toko dan perusahaan yang berorientasi-konsumen adalah

distributor atau pengecer.

PERDAGANGAN ECERAN

Eceran (Retailing) meliputi semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau

jasa langsung kepada konsumen akhir untuk pengguna pribadi dan non bisnis.

Pengecer ( Retailer ) atau Toko Eceran ( Retail Store ) adalah setiap usaha bisnis yang

volume penjualannya terutama berasal dari eceran.

  Setiap organisasi yang melakukan penjualan kepada konsumen akhir, apakah itu

produsen, pedagang besar atau pengecer melakukan eceran. Tidak menjadi masalah

bagaimana barang atau jasa tersebut dijual baik melalui orang, surat, telepon atau mesin

penjaja atau internet atau dimana dijual baik d took, dipinggir jalan atau di rumah konsumen.

 Jenis-jenis Eceran

Dewasa ini para konsumen dapat membeli barang dan jasa dari berbagai jenis

organisasi eceran. Ada pengecer took, pengecer non took dan organisasi eceran lainnya. Jenis

pengecer yang paling terkenal adalah Toko Serba Ada. Contoh took-toko serba ada di Jepang

seperti Takashimaya dan Mitsukoshi menarik jutaan pengunjung atau pelanggan setiap

tahunnya. Karena di toko-toko ini selain menjadi penjual eceran, pada took ini juga

menampilkan galeri seni, krsus memasak dan juga menyediakan taman bermain untuk anak-

anak.

  Jenis-jenis toko eceran melewati tahap-tahap pertumbuhan dan penurunan yang dapat

digambarkan sebagai siklus hidup eceran. Dimana Toko-toko yang menampilkan produk

yang sangat beragam dan bernilai tambah tinggi maka took-2 dalam kuadran ini sangat

memberi perhatian pada rancangan toko, mutu produk, layanan dan citra. Marjin labanya pun

tinggi dan jika toko ini beruntung karena memiliki volume yang tinggi mereka akan sangat

beruntung.

14

Suatu jenis toko eceran muncul, menikmati masa-masa pertumbuhan yang makin

cepat, mencapai kematangan, dan kemudian penurunan.

Bentuk-bentuk eceran yang lebih tuan memerlukan waktu bertahun-tahun untuk mencapai

kematangan sedangkan bentuk-bentuk eceran yang lebih baru mencapai kematangan jauh

lebih cepat. Toko-toko serba ada memerlukan waktu 80 tahun untuk mencapai kematangan.,

sedangkan gerai-gerai eceran gudang mencapai kematangan hanya dalam waktu 10 tahun.

Tingkat Layanan

Hipotesis Roda Eceran menjelaskan bahwa salah saru alasan mengapa muncul jenis-

jenis toko baru. Toko-toko eceran konvensional biasanya meningkatkan layanannya dan

menaikkan harganya untuk menutupi biaya. Biaya yang lebih tinggi memberikan peluang

bagi bentuk-bentuk toko baru menawarkan harga yang lebih rendah dan layanan yang lebih

sedikit. Jenis-jenis toko baru memenuhi preferensi konsumen yang sangat berbeda-beda

untuk tingkat layanan dan layanan khusus.

Pengecer dapat memposisikan diri dalam menawarkan salah satu dari empat tingkat

layanan :

1. SWALAYAN (Self Service) adalah

Landasan semua usaha diskon. Banyak pelanggan bersedia melakukan proses menemukan,

membandingkan, meimilih sendiri guna menghemat uang

2. SWA PILIH (Self Selection) adalah :

Pelanggan mencari barangnya sendiri, walaupun mereka dapat meminta bantuan.

3. LAYANAN TERBATAS ( Limited Service) adalah :

Pengecer ini menjual lebih banyak barang belanja dan pelanggan memerlukan lebih banyak

informasi dan bantuan. Toko-toko tersebut juga menawarkan layanan seperti Kredit dan Hak

mengembalikan barang.

15

4. LAYANAN LENGKAP (Full Service) adalah :

Wiraniaga siap membantu dalam setiap tahap proses menemukan. Membandingkan dan

memilih tersebut. Pelanggan yang suka dilayani lebih menyukai jenis toko ini. Biaya

karyawan yang tinggi ditambah dengan jumlah barang khusus yang tinggi dan jenis barang

yang perputarannya lambat dan banyaknya jasa, menyebabkan eceran yang berbiaya tinggi.

Jenis-jenis Pengecer Utama

a.    Toko Barang Khusus (Speciality Store)

Adalah Lini produk yang sempit dengan keragangan yang dalam. Toko pakaian adalah toko

lini tunggal, toko pakaian pria adalah toko lini tervatas dan toko kemeja pesanan pria adalah

toko yang sangat khusus.

Contoh : Athlete’s Foot, Tall Men, The Limited, The Body Shop dll

b.    Toko Serba Ada (Departemen Store)

Beberapa Lini produk pada toko ini biasanya berupa Pakaian, Perlengkapan Rumah dan

barang kebutuhan dengan masing-masing lini yang ditempatkan sebagai bagian tersendiri

yang dikelola pembeli khusus atau pedagang khusus.

Contoh : Sears, JCPenney, Nordstorm, Bloomingdale’s

c.    Pasar Swalayan ( Supermarket)

Adalah usaha yang elatif besar berbiaya rendah, bermarjin rendah dan bervolume tinggi,

swalayan yang dirancang untuk melayani semua kebutuhan untuk makanan, sarana mencuci

dan produk-produk keluarga

Contoh : Krager, Safeway, Jewel dll

d.    Toko Kenyamanan (Convinience Store)

Adalah Toko eceran yang relative kecil dan terletak dekat daerah pemukiman, dibuka berjam-

jam, tujuh hari dalam seminggu dan menjual lini terbatas produk-produk kenyamanan dengan

tingkat perputaran yang tinggi dan harga yang sedikit lebih tinggi ditambah dengan roti lapis,

kopi dan minuman ringan lainnya yang dapat dibawa pulang.

Contoh : Circle- K, 7-Eleven dll

16

e.    Toko Diskon (Discount Store)

Barang dagangan standar yang dijual dengan harga lebih murah dengan marjin yang lebih

rendah dan volume yang lebih tinggi.

Eceran diskon telah beralih ke toko-toko barang khusus, seperti toko alat-alat olahraga, toko

elektronik dan toko buku diskon

Contoh : Wal Mart, K-Mart, Toko DiskonKhusus : Circuit City, Crown Bookstore dll

f.     Pengecer Potongan Harga (Off Price Retailer)

Adalah : Barang dagangan yang dibeli dibawah harga pedagang besar biasa dan dijual

dibawah harga eceran, sering merupakan barang sisa, berlebihan dan tidak biasa.

f.1 Gerai Pabrik (Factory Outlets)

Usaha yg dimiliki dan dijalankan produsen dan biasanya menjual barang-barang yang

berlebihan, tidak diproduksi lagi atau tidak biasa

Contoh : Ralph Lauren (Pakaian Kelas atas), Mikasa (Peralatan makan), Dexter (Sepatu)

f.2 Pengecer Potongan Harga Independen (Independent Off Price Retailer) :

Usaha yg dimiliki dan dijalankan oleh pengusaha atau divisi perusahaan eceran yang lebih

besar.

Contoh : Filene’s basement, TJ Maxx

f.3 Klub Gudang atay Klub Pedagang Besar

Menjual pilihan terbatas jenis produk kebutuhan pokok, perlengkapan rumah tangga, pakaian

ber merek dan berbagai jenis barang lain dengan diskon yang sangat besar bagi anggota-2nya

yang membayar iuran keanggotaan tahunan. Klub gudang ini dijalankan di abngunan-2 yang

sangat besar dan berbiaya rendah mirip dengan gudang dan menawarkan harga yang sangat

rendah, biasanya 20 persen hingga 40 persen dibawah harga pasar swalayan dan toko diskon

Contoh : Sam’s Club, Max Clubs, Price-Costo, BJ’s Wholesale Club

g.    Toko Besar (Superstore)

Aadalah Toko yang mempnuayi ruang penjualan sekitar 35.00 kaki persegi yang ditujukan

untuk memenuhi seluruh kebutuhan konsum,en atau pelanggan untuk jenis produk makanan

dan non makanan yang dibeli rutin, ditambah dengan layanan seperti Binatu, binatu kimia,

perbaikan sepatu, pencairan cek, dan pembayaran tagihan.

17

Kelompok baru yang disebut Pembunuh kategori (Category killer) menjual jenis yang sangat

beragam dalam kategori tertentu dan memiliki staf yang berpengetahuan luas.

Contoh : Borders Books and Musics, Petysmart, Staples , Home Depot, IKEA dll

g.1 Toko Kombinasi :

Adalah toko gabungan makanan dan obat yang memiliki ruang penjualan rata-rata sebesar

55.000 kaki persegi. Contoh : Toko Jewel, Osco dll

g.2 Hiperpasar ( Hypermarkets) :

Adalah toko yang memilki ruang penjualan berkisar antara 80.000 hingga 220.000 kaki

persegi dan menggabungkan pasar swalayan, toko diskon, dan eceran gudang. Campuran

produknya meliputi meubel, peralatan besar dan kecil, pakaian, dan banyak jenis produk

lainnya. Hypermarkets ini menampilkan banyak pajangan dan penanganan minim oleh

petugas toko, dengan diskon yang diberikan kepada pelanggan yang mau membawa alat-alat

rumah tangga dan meubel yang berat dari toko tsb. Hiperpasar berasal dari Perancis.

Contoh : Carrefor, Casino, Continete, Meijers (belanda) dll

g.3 Ruang Pameran catalog

Adalah toko yang mempunyai pilihan yg sangat banyak barang-2 berharga tinggi,

mengalami perputaran cepat dan bermerek dengan harga diskon. Pelanggan dapat memesan

barang dari catalog, kemudian mengambil barang ini dari tempat pengambilan barang ditoko

tersebut.

Contoh : Service Merchandise.

Walaupun 97 % barang dan jasa dijual melalui toko, Eceran Non Toko telah tumbuh jauh

lebih pesat diabndingkan dengan eceran toko. Eceran Non Toko terbagi menjadi empat

kategori utama yaitu :

1. Penjualan Langsung :

Disebut juga Penjualan Multi Tingkat, atau Pemasaran Jarungan adalah Industri senilai $ 9

Miliar dengan lebih dari 600 perusahaan yang melakukan penjualan dari rumah ke rumah

atau melalui pesta penjualan rumah. Yang terkenal dalam penjualan dari orang ke orang

adalah Avon, Electrolux, Tupperware, Amway dll.

18

2. Pemasaran Langsung :

Berakar dalam pemasaran surat langsung dan catalog ( Land’s End, L.L Bean) pemasaran

tersebut mencakup telemarketing (1-800 Floers), Pemasaran tanggapan langsung televise

(Home shopping Network, QVC) dan belanja elektronik (Amazon.com, Autobytel.com).

Diantara contoh-2 tersebut e-belanja elektronik (elektronik shopping) mengalami

perkembangan besar-besaran pada akhir tahun 1990 an ketika konsumen berbondong-

bondong ke situs-2 dot.com untuk membeli buku, musik, mainan, barang elektronik dan

produk-2 lainnya.

3. Penjajaan Otomatis

Digunakan untuk berbagai macam dagangan termasuk barang-2 impuls seperti Rokok,

minuman ringan, kopi, permen , surat kabar dan produk-2 lainnya seperti Kaus kai, kosmetik,

makanan hangat dll. Contoh : Coinstar yaitu suatu perusahaan yang dimulai oleh mahasiswa

Stanfor telah menempatkan lebih dari 8.500 mesin di toko-2 serba ada

4. Jasa Pembelian

Aadalah Pengecer tanpa toko yang melayani pelanggan khusus, biasanya karyawan

organisasi-2 besar yang berhak membeli dari daftar pengecer yang telah sepakat untuk

memberi diskon sebagi imbalan keanggotaan.

Jenis-jenis Utama Organisasi Eceran

1. Toko Jaringan Korporat :

Dua gerai atau lebih yang biasanya dimiliki dan dikendalikan dengan melakukan pembelian

dan perdagangan terpusat dan menjual lini dagangan yang mirip. Ukurannya memungkinkan

toko jaringan korporat tsb membeli dalam jumlah besar dengan harga yang lebih rendah dan

mampu memperkerjakan ahli-2 korporat untuk melakukan tugas-2 penetapan harga, promosi

perdagangan, pengendalian, persediaan dan perkiraan penjualan.

Contoh : Tower Records, GAP dll

2. Jaringan Sukarela :

Kelompok Pengecer Indpenden yang disponsori pedagang besar yang melakukan pembelian

besar-2 an dan perdagangan umum

Contoh : Indepndent Grocers Alliance (IGA),

19

3. Koperasi Pengecer :

Pengecer-2 independen yang membentuk organisasi pembelian pusat dan melakukan

kegiatan-2 [romosi bersama

Contoh : ACE Hardware (perkakas), Associated Grocers (Pangan)

4. Koperasi Konsumen :

Perusahaan Eceran yang dimiliki pelanggannya. Dalam Koperasi konsumen, penduduk

menyerahkan uang untuk membuka toko mereka sendiri, memberikan suara untuk

menetapkan kebijakannya, memilih suatu kelompok untuk mengelolanya dan menerima

deviden keanggotaan.

5. Organisasi Waralaba :

Perhimpunan berdasarkan kontrak antara pemberi waralaba (produsen, pedagang besar,

organisasi jasa) dan pemegang waralaba (pengusaha independent yg membeli hak untuk

memilki dan menjalankan satu atau beberapa unit dalam system waralaba tsb) . Contoh :

McDonald’s, Pizza Hut, 7-Eleven dll

6. Konglomerat Perdagangan :

Perusahaan berbentuk bebas yg menggabungkan beberapa lini eceran yg berbeda-beda dan

terbentuk dibawah kepemilikan yg terpusat, bersama suatu penggabungan distribusi dan

manajemen.

Contoh : Allied Domeq, PLC menjalankan duncin Donuts dan Baskin Robbins

Eceran Korporat

Walaupun banyak toko eceran dimiliki secara independent makin banyak menjadi

bagian dari suatu bentuk eceran korporat. Organisasi-2 eceran korporat mencapai ekonomi

skala, daya beli yang lebih besar, pengakuan merek yg lebih luas dan karyawan yg lebih

terlatih.

Keputusan-Pemasaran

Dahulu pengecer mempertahankan pelanggan dengan menawarkan tempat-2 yg

nyaman, bermacam-2 barang khusus atau unik, layanan yg lebih banyak dan lebih baik

20

daripada pesaing dan kertu kredit toko. Kini semua telah berubah. Saat ini merek-2 nasional

seperti Calvin Klein, Levi’s telah ditemukan ditoko-2 serba ada, ditoko-2nya sendiri dll.

Dalam upaya untuk meningkatkan volume, produsen-2 merek nasional telah menempatkan

barang-barang bermerek mereka dimana-mana.

Demam Waralaba

Dalam system waralaba masing-2 pemegang hak waralaba adalah kelompok usaha

yang terkait erat, yg pengelolaan sistematisnya direncanakan, diarahkan dan dikendalikan

innovator usaha tersebut yang disebut Pemberi waralaba (Franchiser). Waralaba dibedakan

oleh 3 ciri yaitu :

1. Pemberi Waralaba memilki merek dagang atau merek jasa dan melisensikannya

kepada pemegang hak waralaba dengan imbalan pembayaran royalty.

2. Pemegang Hak Waralaba membayar hak tersebut untuk menjadi bagian dari system

tadi.

3. Pemberi waralaba memberikan hak kepada pemegang hak waralabanya system untuk

menjalankan bisnis.

 Dalam upaya mengejar volume penjualan yg lebih tinggi, pengecer mempelajari

lingkungan tokonya untuk mengetahui cara-2 meningkatkan pengalaman pengunjung tokonya

yaitu :

a. Menarik pengunjung toko dan mengupayakan agar pengunjung toko betah berlama-lama

berada ditoko tersebut.

b. Menghormati Wilayah Transisi.

c. Mengupayakan agar barang dagangan dapat disentuh.

 

Keragaman produk Pengecer harus sesuai dengan harapan belanja fari pasar sasarannya.

Pengecer tsb harus memutuskan keluasan dan kedalaman keragaman produk sehingga dapat

mengembangkan strategi diferensisi produk.

Perkembangan utama yang perlu diperhitungkan pengecer dan produsen dalam

merencanakan strategi bersaing yaitu :

21

1. Bentuk dan kombinasi eceran baru.

2. Pertumbuhan persaingan antar jenis

3. Pertumbuhan pengecer-pengecer raksasa

4. Investasi yang makin tumbuh dalam tekhnologi

5. Kehadiran global pengecer-2 utama

6. Menjual pengalaman, bukan sekedar barang

7. Persaingan antara eceran yang berbasis toko dan yang berbasis non toko

22

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR SE - 20/PJ.3/1989

TENTANG

PPN ATAS PENYERAHAN BKP OLEH PEDAGANG BESAR (SERI PPN - 141)

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1988, khususnya

yang menyangkut pengenaan PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak oleh pedagang besar,

dengan ini diberikan petunjuk sebagai berikut :

1. Pengertian pedagang besar dan pedagang pengecer.

1.1. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1988, yang

dimaksud dengan pedagang besar adalah pengusaha dengan nama dan dalam bentuk apapun

dalam usaha perdagangan yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan

penyerahan BKP kepada pihak manapun kecuali yang semata-mata melakukan penyerahan

sebagai pedagang pengecer.

1.2. Seorang pedagang digolongkan sebagai pedagang pengecer apabila ia :

1.2.1. tidak bertindak sebagai penyalur kepada pedagang lainnya dari Barang

Kena Pajak yang diperdagangkan;

1.2.2. menyerahkan Barang Kena Pajak melalui suatu tempat penjualan eceran

seperti toko, kios, mobil keliling, atau dengan cara penjualan yang dilakukan

kepada konsumen, atau dari rumah ke rumah;

1.2.3. menyediakan Barang Kena Pajak yang diserahkan di tempat penjualan

secara eceran tersebut;

1.2.4. melakukan transaksi jual beli secara spontan tanpa didahului dengan

penawaran tertulis, pemesanan, kontrak atau lelang dan pada umumnya

bersifat tunai, dan pembeli pada umumnya datang ke tempat penjualan

tersebut langsung membawa sendiri Barang Kena Pajak yang dibelinya

Apabila seorang pengusaha tidak memenuhi batasan sebagaimana tersebut

diatas, maka yang bersangkutan digolongkan sebagai Pedagang Besar.

23

1.3. Pedagang Pengecer yang melakukan penyerahan kepada pemungut pajak,

berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1988 dianggap

sebagai Pedagang Besar. Ketentuan ini merupakan suatu friksi dalam hukum pajak.

Dalam rangka memberikan kemudahan pelaksanaan pemungutan PPN dan untuk

mencegah persaingan yang tidak sehat, perlakuan terhadap mereka dibedakan

dengan perlakuan terhadap pedagang besar ex. Pasal 2 ayat (1) Peraturan

Pemerintah No. 28 Tahun 1988.

2. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai

2.1. Atas penyerahan Barang Kena Pajak yang dilakukan oleh Pedagang Besar kepada

pihak manapun terutang Pajak Pertambahan Nilai.

2.2. Atas penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pedagang Pengecer tersebut pada

angka 1.2. kepada bukan Pemungut Pajak, tidak terutang PPN.

2.3. Atas penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pedagang Pengecer seperti tersebut

pada angka

1.3. kepada Pemungut Pajak terutang PPN. Pelaksanaannya diatur sebagai berikut :

2.3.1. Pedagang pengecer yang menjadi rekanan diminta melaporkan usahanya

untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. PPN yang terutang

dipungut dan disetor oleh Pemungut Pajak;

2.3.2. Yang terutang PPN hanya penyerahan Barang Kena Pajak kepada Pemungut

Pajak, sedangkan penyerahan kepada bukan Pemungut Pajak tidak terutang

PPN.

2.3.3. Penyerahan kepada Pemungut Pajak terutang PPN hanya jika penyerahan

tersebut dilakukan dengan suatu kontrak/perjanjian jual beli, cara penawaran

tertulis atau lelang. Jika penyerahan dilakukan tanpa suatu kontrak atau

perjanjian, tidak terutang PPN.

Catatan :

"Purchase Order" yang didahului dengan cara penawaran tertulis atau lelang

dianggap sebagai perjanjian jual beli yang atas penyerahannya terutang PPN.

2.3.4. Faktur Pajak untuk penyerahan kepada Pemungut Pajak cukup Faktur Pajak

Sederhana, kecuali Pemungut Pajak menghendaki Faktur Pajak Standar

untuk keperluan kredit Pajak Masukan.

24

3. Pengukuhan Pedagang Besar.

3.1. Dalam rangka pengukuhan Pedagang Besar menjadi Pengusaha Kena Pajak,

disamping menunggu permintaan pengukuhan dari yang bersangkutan, harap Saudara

aktif mengimbau mereka untuk melaporkan usahanya guna dikukuhkan menjadi

Pengusaha Kena Pajak.

Indikasi tentang Pedagang Besar dapat diketahui dari :

3.1.1. Daftar Rekanan Mampu (DRM) dari PEMDA setempat;

3.1.2. Daftar Rekanan dari BUMN,sebagai Pengusaha Kena Pajak yang

biasanya dilampirkan

pada SPT masa PPN.

3.1.3. Daftar pembeli/agen yang menjadi Langganan dari pabrikan,

importir atau agen utama;

3.1.4. Pedagang yang telah terdaftar sebagai PMKP sebelum

berlakunya Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1988;

3.1.5. Pedagang yang pada tanggal 1 April 1985 menyatakan diri

sebagai Pedagang Besar atau penyalur karena tidak bersedia

dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak sebagai Penyalur

Utama atau Agen Utama pada permulaan berlakunya Undang-

undang No. 8 Tahun 1983.

3.2. Bagi pengusaha yang tercantum dalam butir 3.1.1. s/d 3.1.5 tersebut diatas supaya

dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak, dengan pemberitahuan kepada yang

bersangkutan bahwa status mereka adalah Pedagang Besar sebagaimana dimaksud

dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1988.

3.3. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak hendaknya dilakukan dengan layanan yang

cepat dan sebaik-baiknya. Pada waktu melaporkan usahanya untuk dikukuhkan

menjadi Pengusaha Kena Pajak,kepada yang bersangkutan agar sekaligus diberikan

Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Nomor Seri Faktur Pajak, contoh

Faktur Pajak dan formulir Surat Pemberitahuan Masa beserta lampiran dan petunjuk

pengisiannya. Pengukuhan dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak di tempat usaha

dilakukan atau di tempat administrasi penjualan/pembuatan Faktur Pajak dilakukan.

25

3.4. Dalam hal domisili Pedagang Besar berada di wilayah Kantor Pelayanan Pajak lain,

hendaknya Saudara memberikan tindasan pengukuhan kepada Kantor Pelayanan

Pajak Domisili.

4. Lain-lain

4.1. Perlu diingatkan bahwa dalam pengertian Pedagang Pengecer tidak

termasuk mereka yang berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang No. 8 Tahun

1983 telah dikenakan PPN sebagai pabrikan, importir, distributor utama dan

pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa dengan importir atau pabrikan yang

sifat penyerahannya adalah eceran seperti pabrik roti (bakery), pabrik ice cream,

importir kosmetik dan importir barang konsumsi lainnya.

Atas penyerahan Barang Kena Pajak oleh para pengusaha tersebut baik

yang berasal dari impor sendiri, atau hasil produksi sendiri maupun yang berasal dari

pembelian dalam negeri baik berupa barang jadi, bahan baku atau bahan pembantu,

walaupun penyerahannya dilakukan secara eceran, tetap terutang PPN karena

disamping pengusaha tersebut berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak menurut Pasal

4 ayat (1) Undang-undang No. 8 Tahun 1983, juga dapat digolongkan sebagai

Pedagang Besar menurut Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1988.

4.2. Eksportir pedagang termasuk dalam pengertian Pedagang Besar dan tidak

lagi diperlakukan sebagai pengusaha yang memilih menjadi Pengusaha Kena Pajak,

dan karenanya mereka adalah merupakan Pengusaha Kena Pajak penuh.

Demikian petunjuk ini diberikan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

26

Tarif Pajak Dan Cara Menghitung PPN/PPnBM

1. Berapa tarif PPN/PPnBM ?

2. Apa saja yang termasuk DPP ?

3. Bagaimana cara menghitung PPN ?

Tarif Pajak Dan Cara Menghitung PPN/PPnBM

Berapa tarif PPN/PPnBM ?

1. Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen)

2. Tarif PPn BM adalah serendah-rendahnya 10% (sepuluh persen) dan setinggi-tingginya

50% (lima puluh persen). Perbedaan kelompok tarif tersebut didasarkan pada

pengelompokan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah yang atas

penyerahan/impor BKP-nya dikenakan PPn BM.

3. Tarif PPN/ PPn BM atas ekspor BKP adalah 0% (nol persen).

Apa saja yang termasuk DPP ?

a. Harga jual/ penggantian

Adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh

penjual/ pembeli jasa karena penyerahan BKP/ Jasa Kena Pajak (JKP), tidak termasuk PPN/

PPn BM dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

b. Nilai Impor

Adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan

lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean

untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN/ PPn BM.

c. Nilai Ekspor

Adalah nilai berupa uang, termasuk semau biaya yang diminta oleh Eksportir.

27

d. Nilai lain

Adalah nilai yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk

menghitung pajak yang terutang.

Nilai lain tersebut diatur oleh Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 642/KMK.04/1994

tanggal 29 Desember 1994 :

a. Untuk pemakaian sendiri/ pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP adalah harga jual

atau penggantian, tidak termasuk laba kotor

b. Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-

rata;

c. Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;

d. Untuk persedian BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga

pasar wajar;

e. Untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan yang masih

tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar;

f. Untuk penyerahan jasa biro perjalanan/ parawisata adalah 10% (sepuluh persen) dari

jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih;

g. Untuk jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau

jumlah yang seharusnya ditagih.

h. Untuk PKP Pedagang Eceran (PE) :

PPN yang terutang adalah sebesar 10% (sepuluh persen) x harga jual BKP.

PPN yang harus dibayar adalah sebesar : 10%x20%x jumlah seluruh barang

dagangan.

i. Jasa anjak piutang adalah 5% dari seluruh jumlah imbalan yang diterima berupa service

charge, provisi, dan diskon.

Bagaimana cara menghitung PPN ?

PPN yang terutang = tarif x DPP

PPN yang terutang merupakan Pajak Keluaran (PK) yang dipungut oleh PKP penjual dan

merupakan Pajak Masukan bagi PKP pembeli.

28

Contoh :

1. PKP "A" bulan Januari 1996 menjual tunai kepada PKP "B"

100 pasang sepatu @ Rp.100.000,00 = Rp.10.000.000,00

PPN terutang yang dipungut oleh PKP"A"

10% x Rp.10.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00

Jumlah yang harus dibayar PKP "B" = Rp.11.000.000,00

2. PKP "B" dalam bulan Januari 1996 :

Menjual 80 pasang sepatu @ Rp.120.000,00 = Rp. 9.600.000,00

Memakai sendiri 5 pasang sepatu untuk pemakaian sendiri,

DPP adalah harga jual tanpa menghitung laba kotor, yaitu Rp 100.000,- per pasang = Rp

500.000,00

PPN yang terutang :

Atas penjualan 80 pasang sepatu

10% x Rp.9.600.000,00 = Rp 960.000,00

Atas pemakai sendiri

10% x Rp.500.000,00 = Rp 50.000,00

Jumlah PPN terutang = Rp 1.010.000,00

3. PKP Pedagang Eceran (PE) "C" menjual

BKP seharga = Rp.10.000.000,00

Bukan BKP = Rp. 5.000.000,00

Rp.15.000.000,00

PPN yang terutang

29

10% x Rp.10.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00

PPN yang harus disetor

10% x 20% x Rp.15.000.000,00 = Rp. 300.000,00

4. PKP "D" pabrikan yang menghasilkan mesin cuci pakaian. Mesin cuci pakaian

dikategorikan sebagai BKP yang tergolong mewah dan dikenakan PPn BM dengan tarif

sebesar 20%. Dalam bulan Januari 1996 PKP "D" menjual 10 buah mesin cuci kepada

PKP "E" seharga Rp.30.000.000,00.

PPN yang terutang

10% x Rp.30.000.000,00 = Rp 3.000.000,00

PPn BM yang terutang

20% x Rp. 30.000.000,000 = Rp 6.000.000,00

PPN dan PPn BM yang terutang PKP "D" = Rp. 9.000.000,00

5. PKP "E" bulan Januari 1996 menjual 10 buah mesin cuci tersebut diatas seharga

Rp.40.000.000,00

PPN yang terutang

10% x Rp.40.000.000,00 = Rp. 4.000.000,00

Catatan :

PKP "E" tidak boleh memungut PPn BM, karena PKP "E" bukan pabrikan dan PPn BM

dikenakan hanya sekali.

30

BAB 4

PENUTUP

A.    Kesimpulan

1. Pajak pertambahan nilai yang lebih menunjukan sebagai identitas dari suatu sistem

pemungutan pajak atas konsumsi daripada nama suatu jenis pajak, mengenakan pajak atas

nilai tambah yang timbul pada barang atau jasa tertentu yang dikonsumsi.  Namun

sebelum barang atau jasa tersebut sampai pada tingkat konsumen, PPN telah dikenakan

pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Meskipun demikian,

pemungutan pajak secara bertingkat ini tidak menimbulkan efek ganda karena adanya

metode perolehan kembali pajak yang telah dibayar (kredit bayar) oleh Pengusaha Kena

Pajak sehingga persentase beban pajak yang dipikul oleh konsumen tetap sama dengan

tarif pajak yang berlaku. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa panjang pendek jalur

produksi atau distribusi tidka mempengaruhi persentase beban pajak yang dipikul oleh

konsumen.

2. PPN terutang dibayar ke kas negara dihitung menggunakan Indirect Substraction Method/

Credit Method/ Invoice Method.

Pajak yang dipungut PKP tidak otomatis wajib dibayar ke kas negara. PPN terutang yang

wajib dibayar ke kas negara merupakan hasil perhitungan mengurangkan PPN yang dibayar

ke PKP lain (pajak masukan) dengan PPN yang dipungut dari pembeli (pajak keluaran). Pola

ini dinamakan Indirect Substraction Method.

Pajak yang dikurangkan dengan pajak untuk memperoleh jumlah pajak yang akan dibaya ke

kas negara dinamakan Tax Credit. Maka pola ini juga dinamakan Credit Method.

Untuk mendeteksi jumlah kebenaran jumlah pajak masukan dan pajak keluaran yang terlibat

dalam mekanisme ini dibutuhkan suatu dokumen penunjang sebagai alat bukti, dokumen

tersebut adalah faktur pajak sehingga metode ini juga dinamakan metode faktur.

3. Sesuai deng pasal 4 UU PPN dan PPnBM yang menjadi objek pajak pada PPN adalah:

a. Barang berwujud yang diserahkan merupakan barang kena pajak.

b. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan barang kena pajak tidak

berwujud.

31

c. Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean.

d. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

4. Tarif PPN adalah 10% sedangkan tarif PPN atas ekspor BKP adalah 0%.

B.     Saran

1. Masyarakat lebih proaktif untuk megetahui berbagai hal yang berkaitan dengan pajak.

2. Saat berbelanja atau membeli barang apapun di tempat yang kena pajak harus dilihat

apakah pedagang tersbut telah menaati peraturan dengan benar dengan car membayar

pajak ata belum.

3. Pemerintah bersikap bijak dengan tidak mengkorup uang pajak.

4. Antara pemerintah dan masyarakat harus ada mekanisme check and balances.

32

DAFTAR PUSTAKA

Boediono, B. (1986). Pajak Pertambahan Nilai Impor. Jakarta: Universitas Terbuka.

Rahayu, Siti Kurnia dan Ely Suhayati. (2010). Perpajakan Teori dan Teknis Perhitungan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Siahaan, Marihot Pahala. (2010). Hukum Pajak Formal Pendaftaran, Pembayaran, Pelaporan, Penetapan, Penagihan, Penyelesaian Sengketa, dan Tindak Pidana Pajak.   Yogyakarta: Graha Ilmu.

Siahaan, Marihot Pahala. (2010). Hukum Pajak Material Objek, Subjek, Dasar Pengenaan Pajak, Tarif  Pajak, dan Cara Perhitungan Pajak.   Yogyakarta: Graha Ilmu.

Tarif Pajak Dan Cara Menghitung PPN/PPnBM

http://www.pajak.net/info/tarif_pajak_dan_cara_hitung_PPN_PPnBM.htm

http://kanwiljogja.pajak.go.id/ppajak.php?id=2142

http://kenalmanajemen.blogspot.com/2013/02/perdagangan-eceran-dan-perdagangan-besar.html

33