makalah hukum pajak.docx
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak merupakan kewajiban kenegaraan yang menunjukan peran seta dari seluruh
masyarakat dalam pembiayaan pemerintah untuk melaksanakan pemerintahan dan
pembangunan. Pajak telah terbukti menjadi sumber utama dalam APBN Indonesia yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembiayaan pengeluaran negara
yang bersumber dari pajak menunjukan adanya kemandirian bangsa untuk mencapai cita-cita
luhur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Pajak pada dasarnya merupakan peralihan sebagian kekayaan dari masyarakat kepada
negara yang dimungkinkan oleh undang-undang pajak. Peralihan kekayaan tersebut membuat
pajak dipandang dari dua sisi yang berbeda. Bagi masyarakat seringkali pajak dinggap
sebagai beban. Di sisi lain bagi pemerintah dan fiskus pajak harus dipungut karena terbukti
pajak memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap penerimaan pajak, baik dengan
usaha intensifikasi maupun ekstensifikasi pajak.
Dalam pengenaan dan pemungutan pajak, satu hal yang mendasar dan harus diketahui
adalah dasar pengenaan pajak. Apa yang menjadi dasar pengenaan pajak disesuaikan dengan
jenis pajak yang akan ditanggung oleh seorang wajib pajak. Biasanya apa yang mnejadi dasar
pengenaan pajak diatur dalam hukum pajak material. Sesuai dengan Pasal 1 angka 17
Undang-Undang PPN dan PPnBM, dasar pengenaan pajak adalah jumlah harga jual,
penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai yang lain yang dipakai sebagai dasar
menghitung pajak terutang.
Pemungutan pajak di Indonesia berasal dari kesepakatan rakyat dan pemerintah, yang
dituangkan dalam berbagai undang-undang pajak. Hal ini melahirkan adanya hukum pajak di
Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam laporan ini yaitu apa pengertian dari PPN dan PPnBM,
seperti apa karakteristik PPN dan PPnBM serta mekanisme pemungutannya di Indonesia,
siapa saja yang termasuk objek dan subjek PPN, dan bagaimana perhitungan PPN menurut
1
ilmu hukum pajak. Untuk memudahkan analisis maka rumusan masalah dituangkan dalam
bentuk pertanyaan sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan PPN dan PPnBM?
2. Seperti apa karakteristik dan mekanisme pemungutan PPN dan PPnBM?
3. Apa yang dimaksud dengan pengecer ?
4. Bagaimana teknik perhitungan PPN ?
C. Tujuan
Tujuan umum dari dususunnya laporan ini adalah untuk memahami perhitungan dan berbagai
hal yang berkaitan dengan PPN dan PPnBM. Adapun tujuan khusus adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui dan memahami pengertian PPN dan PPnBM dalam kehidupan sehari-hari.
2. Mengetahui dan memahami karakteristik serta mekanisme pemungutan PPN dan PPnBM.
3. Mengetahui dan memahami pengertian pengercer.
4. Mengetahui dan memahami cara menghitung pajak pertambahan nilai.
D. Manfaat
Laporan ini diharapkan bisa bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Sekecil apapun
itu, kami berharap bisa berkontribusi untuk kemajuan bangsa dalam pengelolaan pajak.
Manfaat yang kami harapkan antara lain:
1. Mensosialisasikan kepada masyarakat tentang apa itu pajak dan masyarakat menjadi
paham.
2. Memberi tahu kepada masyarakat tentang PPN dan PPnBM sehingga masyarakat menjadi
sadar akan kewajibannya membayar pajak.
3. Berkontribusi dalam pengelolaan pajak yang sehat dan dinamis.
4. Mewujudkan masyarakat yang sejahtera melalui pajak.
2
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
Pajak adalah iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib
pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa
yang dapat ditunjuk secara langsung.
Pajak dipungut secara paksa demi kesejahteraan rakyat, hal ini sesuai dengan
pernytaan Prof. Dr. Adriani tentang definisi pajak.
“Pajak adalah adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan, yang terutang oleh
wajib pajak membayarnya menurut peraturan derngan tidak mendapat imbalan kembali yang
dapat ditunjuk secara langsung.”
Pajak selain dipungut secara paksa, pajak juga merupakan suatu alih bentuk kekayaan
dari masyarakat kepada negara. Hal ini senada dengan pendapat dari Prof. Dr. Soemitro, S.H.
yang menyatakan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara.
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari kas rakyat ke
sektor pemerintah berdasarkan undang-undang). Artinya dapat dipaksakan dengan tiada
mendapat jasa timbal (tegen prestasi)yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk
membiayai pengeluaran umum.”
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang
mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya,
setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan
lain oleh Undang-undang PPN. Tarif PPN adalah tunggal yaitu sebesar 10%. Dalam hal
ekspor, tarif PPN adalah 0%. Yang dimaksud Dengan Pabean adalah wilayah Republik
Indonesia yang meliputi wilayah darat, peraian, dan ruang udara diatasnya.
3
BAB 3
PEMBAHASAN
A. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)
Pada saat anda membeli sebuah produk berupa properti pemerintah mengenakan
sejumlah pajak pada kita salah satunya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pada
umumnya bila kita membeli properti tersebut dari developer, biasanya pajak-pajak yang harus
kita bayar tersebut telah termasuk dalam harga jual. Besarnya pajak tersebut akan sangat
tergantung pada jenis, nilai, luas, dan lokasi properti yang akan kita beli.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan Barang
Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha, impor Barang Kena
Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha,
pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean, pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean atau
ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau
penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi
Pengusaha Kena Pajak maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi Pengusaha
Kena Pajak tetapi belum dikukuhkan.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada umumnya besarnya adalah 10% dari nilai
transaksi. Minimal nilai transaksi yang dipungut PPN adalah di atas Rp. 36 juta. PPN hanya
dikenakan satu kali saja pada saat membeli properti, baik dari developer maupun perorangan.
Jika kita membeli dari developer, maka pembayaran dan pelaporan dilakukan melalui
developer. Namun demikian jika kita membeli dari perorangan, maka pembayaran dilakukan
sendiri setelah transaksi, selambat-lambatnya pada tanggal 15 bulan berikutnya dan
dilaporkan ke kantor pajak setempat selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya.
Dasar Hukum PPN
Dasar hukum dari pemberlakuan PPN atas kegiatan membangun sendiri adalah pasal
16C Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000.
4
Peraturan terkait lainnya yaitu Keputusan Menteri Keuangan Nomor
554/KMK.04/2000 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas
kegiatan Membangun Sendiri yang Dilakukan Tidak Dalam Kegiatan Usaha atau Pekerjaan
oleh Orang Pribadi atau Badan yang Hasilnya Digunakan Sendiri atau Digunakan Pihak Lain
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 320/KMK.03/2002.
Kegiatan membangun sendiri akan dikenakan PPN apabila:
a. Membangun sendiri tersebut dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan
oleh orang pribadi atau badan, yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan
oleh pihak lain,
b. Bangunan yang dibangun sendiri diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat
usaha. Bangunan untuk tempat tinggal adalah bangunan atau konstruksi yang
semata-mata diperuntukkan bagi tempat tinggal (tidak termasuk fasilitas olah raga
atau fasilitas lain). Bangunan untuk tempat usaha adalah keseluruhan bangunan
atau konstruksi yang diperuntukkan bagi tempat usaha termasuk seluruh fasilitas
yang ada,
c. Luas bangunan 200 m² atau lebih dan bersifat permanen yang berlaku sejak
tanggal 1 Juli 2002. Bangunan permanen adalah bangunan yang konstruksi
utamanya terdiri dari beton dan/atau kayu tahan lama dan/atau bahan lain yang
umur bangunannya lebih dari 25 (dua puluh lima) tahun.
Dasar Pengenaan Pajak
Dasar Pengenaan Pajak atas kegiatan membangun sendiri adalah 40% (empat puluh
persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan atau dibayarkan, tidak termasuk harga
perolehan tanah. Termasuk dalam pengertian jumlah biaya yang dikeluarkan dan atau
dibayarkan untuk membangun sendiri adalah juga jumlah PPN yang dibayar atas perolehan
bahan dan jasa untuk kegiatan membangun sendiri tersebut.
B. PPnBM (PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG MEWAH)
PPnBM memiliki prinsip yang hampir sama dengan PPN, yakni pajak yang bersifat objektif,
artinya hanya objek-objek pajak tertentu yang tergolong mewah yang dikenakan PPnBM.
Definisi PPnBM adalah pajak yang dikenakan terhadap BKP yang tergolong mewah.
Beberapa karakter khusus dari PPnBM antara lain :
5
1. PPnBM merupakan pungutan tambahan di samping PPN.
2. PPnBM hanya dikenakan satu kali, yaitu:
a. Pada saat impor.
b. Pada saat penyerahan BKP mewah oleh PKP pabrikan
3. PPnBM tidak dapat dikreditkan, sehingga diperlakukan sebagai biaya.
4. Dalam hal ekspor BKP tergolong mewah, tarif PpnBMnya adalah 0%, sehingga
PPnBM yang telah dibayar dapat dimintakan restitusi.
5. Tarif PPnBM ditetapkan antara 10% hingga 200%.
PPnBM merupakan jenis pajak yang merupakan satu kesatuan dalam Undang-undang Pajak
Pertambahan Nilai. Namun mekanisme pengenaan PPnBM ini sedikit berbeda dengan PPN.
PPnBM dikenakan terhadap pada saat penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah
yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah
di dalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya dan juga PPnBM dikenakan
pada saat impor barang kena pajak yang tergolong mewah. Tarif PPnBM diatur dengan
peraturan Pemerintah dapat ditetapkan dalam beberapa pengelompokan tarif, yaitu tarif
paling rendah sebesar 10% dan tarif paling tinggi sebesar 75%.
Dasar hukum PPnBM yaitu :
- Pasal 5, Pasal 8 dan Pasal 10 UU PPN
- PP Nomor 145 Tahun 2000
- KMK-569/2000 sttd PMK-355/2003
- KMK-570/2000 diganti dgn PMK-620/04
- PMK-35/2008
Latar Belakang Pengenaan PPn BM
PPnBM dikenakan karena di latar belakangi oleh :
- PPN yang bersifat regresif
- Mengurangi pola Konsumsi yang kontra produktif
- Sarana untuk melindungi produsen kecil dan tradisional
- Menambah penerimaan negara.
6
Karakteristik PPnBM
- PPn BM merupakan pungutan tambahan di samping PPN.
- PPn BM hanya dikenakan satu kali (yaitu ; pada saat impor atau pada saat penyerahan
BKPMewah oleh Pengusaha Kena Pajak Pabrikan).
- PPn BM tidak dapat dikreditkan, sehingga diperlakukan sebagai biaya.
- Dalam hal BKP Mewah diekspor, PPn BM yang dibayar pada saat perolehannya
dapat diminta kembali/direstitusi
BKP yang tergolong mewah
BKP yang tergolong mewah berarti :
a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau
b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atauc.
c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat yang
berpenghasilan tinggi;ataud.
d. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; ataue.
e. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat serta
menggangguketertiban masyarakat seperti minuman beralkohol
C. KELOMPOK PEMUNGUT PPN
Yang Termasuk Pemungut PPN (berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
563/KMK.03/2003 tanggal 24 Desember 2003 dan mulai berlaku 1 Januari 2005)
Instansi Pemerintah :
a. Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara;
b. Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi, Kabupaten atau Kota.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 yang dimaksud
dengan :
1. Bendaharawan Pemerintah adalah Bendaharawan atau Pejabat yang melakukan
pembayaran yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang terdiri dari Bendaharawan
Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi, Kabupaten, atau Kota.
7
2. Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah adalah Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada
Bendaharawan Pemerintah atau Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
TATA CARA PEMUNGUTAN
Dasar Pemungutan
Dasar pemungutan PPN dan PPn BM adalah jumlah pembayaran yang dilakukan oleh
Bendaharawan Pemerintah atau jumlah pembayaran yang dilakukan oleh KPKN sebagaimana
tersebut dalam SPM.
Jumlah PPN atau PPn BM yang Dipungut
1. Dalam hal penyerahan BKP hanya terutang PPN, maka jumlah PPN yang dipungut
adalah 10/110 bagian dari jumlah pembayaran.
2. Dalam hal penyerahan BKP yang tergolong mewah dari pengusaha yang
menghasilkan BKP yang tergolong mewah tersebut, di samping terutang PPN juga
terutang PPn BM, maka jumlah PPN dan PPn BM yang dipungut adalah sebagai
berikut :
3. Dalam hal terutang PPn BM sebesar 20%, maka jumlah PPN yang dipungut sebesar
10/130 bagian dari jumlah pembayaran sedangkan jumlah PPn BM yang dipungut
sebesar 20/130 bagian dari jumlah pembayaran.
4. Dalam hal pembayaran berjumlah paling banyak Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah)
dan tidak merupakan jumlah yang terpecah-pecah, maka PPN dan PPn BM tidak perlu
dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah.
5. Batas jumlah pembayaran sebesar Rp.1.000.000,00 tersebut hendaknya diartikan
termasuk PPN dan PPn BM.
TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN
a. PKP rekanan Pemerintah membuat Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan
tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN baik untuk sebagian maupun
seluruh pembayaran.
b. SSP sebagaimana dimaksud pada huruf a diisi dengan membubuhkan NPWP dan
identitas PKP Rekanan Pemerintah yang bersangkutan, tetapi penandatanganan SSP
8
dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah atau KPKN sebagai penyetor atas nama
PKP Rekanan Pemerintah.
c. Dalam hal penyerahan BKP tersebut terutang PPn BM maka PKP rekanan Pemerintah
mencantumkan jumlah PPn BM yang terutang pada Faktur Pajak.
d. Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat dalam rangkap 3 (tiga) :
o lembar ke-1 untuk Bendaharawan Pemerintah atau KPKN sebagai Pemungut
PPN.
o lembar ke-2 untuk arsip PKP rekanan Pemerintah.
o lembar ke-3 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui Bendaharawan Pemerintah
atau KPKN.
e. Dalam hal pemungutan oleh Bendaharawan Pemerintah, SSP sebagaimana
dimaksud pada huruf a dibuat dalam rangka 5 (lima). Setelah PPN dan atau PPn BM
disetor di Bank Persepsi atau Kantor Pos, lembar-lembar SSP tersebut diperuntukkan
sebagai berikut :
- lembar ke-1 untuk PKP Rekanan Pemerintah.
- lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui KPKN.
- lembar ke-3 untuk PKP Rekanan Pemerintah dilampirkan pada SPT Masa PPN.
- lembar ke-4 untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos.
- lembar ke-5 untuk pertinggal Bendaharawan Pemerintah.
f. Dalam hal pemungutan oleh KPKN, SSP sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat
dalam rangkap 4 (empat) yang masing-masing diperuntukkan sebagai berikut :
- lembar ke-1 untuk PKP Rekanan Pemerintah.
- lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui KPKN.
- lembar ke-3 untuk PKP rekanan Pemerintah dilampirkan pada SPT Masa PPN.
- lembar ke-4 untuk pertinggal KPKN.
g. Pada lembar Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d oleh Bendaharawan
Pemerintah yang melakukan pemungut wajib dibubuhi cap "Disetor
tanggal ..............." dan ditandatangani oleh Bendaharawan Pemerintah
9
h. Pada setiap lembar Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d dan SSP
sebagaimana dimaksud pada huruf f oleh KPKN yang melakukan pemungutan
dicantumkan nomor dan tanggal advis SPM.
i. SSP lembar ke-1 dan lembar ke-2 sebagaimana dimaksud pada huruf f dibubuhi cap
"TELAH DIBUKUKAN" oleh KPKN
j. Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan atau
PPn BM.
PEMUNGUT PPN BENDAHARA PEMERINTAH
Dalam sistem pemungutan PPN di Indonesia, metode pengkreditan menjadi
keharusan. Dalam mekanisme ini, Pengusaha Kena Pajak akan memungut PPN ketika
melakukan penjualan barang atau jasa kena pajak. Sebaliknya, ketika membeli barang atau
jasa kena pajak dari Pengusaha Kena Pajak yang lain, Pengusaha tersebut akan dipungut
PPN. Selisih antara hasil pemungutan PPN dan PPN yang dipungut terhadapnya merupakan
PPN yang harus disetorkan ke kas negara setiap bulannya. Jika selisihnya negatif, Pengusaha
dapat melakukan kompensasi atau restitusi sesuai ketentuan.
Dengan demikian, secara umum PPN dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penjualan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak. Namun demikian,
dalam sistem PPN Indonesia juga terdapat mekanisme khusus pemungutan PPN di mana
justru pembeli yang ditunjuk sebagai pemungut PPN. Pembeli yang ditunjuk khusus untuk
memungut PPN ini kemudian diberikan label khusus oleh Undang-undang PPN 1984 sebagai
Pemungut PPN.
Salah satu Pemungut PPN adalah Bendahara Pemerintah. Ketentuan tentang tatacara
pelaksanaan pemungutan, penyetoran dan pelaporan pemungutan PPN oleh Bendahara
Pemerintah adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.04/2003. Berikut adalah
uraiannya.
Bendahara Pemerintah dan PKP Rekanan
Dalam mekanisme pemungutan PPN oleh Bendahara Pemerintah, terdapat dua pihak
yang terlibat. Pertama adalah Bendahara Pemerintah yang merupakakan pihak yang akan
10
melakukan pembayaran atas pengadaan barang atau jasa yang dilakukan oleh instansi
pemerintah. Yang kedua adalah pihak Pengusaha Kena Pajak rekanan pemerintah yang
menyerahkan barang atas jasa kepada instansi pemerintah. Dalam transaksi yang melibatkan
keduanya, maka yang menjadi pemungut PPN adalah Bendahara Pemerintah, bukan PKP
Rekanan.
Bendahara Pemerintah adalah Bendahara atau Pejabat yang melakukan pembayaran
yang dananya berasal dari APBN atau APBD, yang terdiri dari Bendahara Pemerintah Pusat,
dan Bendahara Daerah baik Propinsi, Kabupaten, atau Kota. Sementara itu, PKP Rekanan
Pemerintah adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Bendahara
Pemerintah.
Mekanisme Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan
Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut PPN, atas nama PKP Rekanan Pemerintah,
wajib untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang
terutang. Dengan demikian, kewajiban Bendahara Pemerintah terdiri dari tiga jenis yaitu
melakukan pemungutan, menyetorkan PPN atau PPNdan PPnBM yang terutang, dan terakhir
Bendahara Pemerintah harus melakukan pelaporan. Bentuk pelaporannya adalah dengan
menyampaikan SPT Masa PPN khusus untuk Pemungut PPN (form 1107 PUT) kepada KPP
tempat Bendahara terdaftar setiap bulan.
Dalam jumlah pembayaran oleh Bendahara Pemerintah, sudah termasuk PPN atau
PPN dan PPnBM yang terutang. Dengan demikian, Pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM
dilakukan pada saat pembayaran dengan cara pemotongan secara langsung dari tagihan PKP
Rekanan Pemerintah. Sebagai contoh jika nilai kontrak pengadaan komputer yang dilakukan
suatu instansi Pemerintah bernilai Rp22.000.000,00, maka PPN yang harus dipungut adalah
(10/110)xRp22.000.000,00 atau sama dengan Rp2.000.000,00. Rekanan Pemerintah akan
mendapatkan junlah Rp20.000.000,00 setelah dipotong PPN.
PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang sehubungan dengan pembayaran yang
jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000 dipungut dan disetor oleh PKP Rekanan Pemerintah
sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum. Hal ini karena untuk jumlah pembayaran
maksimal Rp1.000.000,00 memang dikecualikan dari pemungutan PPN oleh Bendahara
Pemerintah.
11
Atas PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut, Bendahara Pemerintah harus
menyetorkannya ke Kas Negara. Penyetoran PPN atau PPN dan dan PPnBM yang dipungut
oleh Bendahara Pemerintah dilakukan paling lambat 7 hari setelah berakhirnya bulan
terjadinya pembayaran tagihan. Misalnya, jika pembayaran tagihan dilakukan tanggal 20
Januari 2014, maka PPN harus disetorkan paling lambat tanggal 7 Pebruari 2014. Namun
demikian, dalam hal hari ketujuh jatuh pada hari libur, maka penyetoran dilakukan pada hari
kerja berikutnya.
Bendahara Pemerintah wajib melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut
dan disetor ke KPP dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (sekarang KPPN) setempat,
paling lambat 20 hari setelah berakhirnya bulan dilakukan pembayaran tagihan. Jadi jika
pembayaran tagihan dilakukan tanggal 20 Januari 2014, maka Bendahara harus
melaporkannya dalam SPT Masa PPN 1107 PUT paling lambat tanggal 20 Pebruari 2014.
Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak
Berikut adalah tatacara pemungutan secara lebih teknis yang melibatkan pembuatan Faktur
Pajak dan Surat Setoran Pajak (SSP).
1. PKP rekanan Pemerintah membuat Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan
tagihan kepada Bendahara Pemerintah baik untuk sebagian maupun seluruh
pembayaran.
2. SSP diisi dengan membubuhkan NPWP dan identitas PKP Rekanan Pemerintah yang
bersangkutan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh Bendahara Pemerintah
sebagai penyetor atas nama PKP Rekanan Pemerintah.
3. Dalam hal penyerahan BKP tersebut terutang PPn BM maka PKP rekanan Pemerintah
mencantumkan jumlah PPn BM yang terutang pada Faktur Pajak.
4. Faktur Pajak dibuat dalam rangkap 3 (tiga) yaitu lembar ke-1 untuk Bendahara
Pemerintah sebagai Pemungut PPN, lembar ke-2 untuk arsip PKP rekanan
Pemerintah, dan lembar ke-3 untuk KPP melalui Bendahara Pemerintah.
5. SSP dibuat dalam rangkap 5. Setelah PPN atau PPN dan PPn BM disetor di Bank
Persepsi atau Kantor Pos, lembar-lembar SSP tersebut diperuntukkan sebagai berikut.
Lembar ke-1 untuk PKP Rekanan Pemerintah, lembar ke-2 untuk KPP melalui
KPKN, lembar ke-3 untuk PKP Rekanan Pemerintah dilampirkan pada SPT Masa
12
PPN, lembar ke-4 untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos, dan lembar ke-5 untuk
pertinggal Bendahara Pemerintah.
6. Pada lembar Faktur Pajak oleh Bendahara Pemerintah yang melakukan pemungutan
wajib dibubuhi cap “Disetor tanggal ……………” dan ditandatangani oleh Bendahara
Pemerintah.
7. Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan atau
PPn BM.
13
Apa itu PENGECER ?
Pengecer adalah pihak yang berperan sebagai perantara barang antara produsen
dengan konsumen. Kebanyakan toko dan perusahaan yang berorientasi-konsumen adalah
distributor atau pengecer.
PERDAGANGAN ECERAN
Eceran (Retailing) meliputi semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau
jasa langsung kepada konsumen akhir untuk pengguna pribadi dan non bisnis.
Pengecer ( Retailer ) atau Toko Eceran ( Retail Store ) adalah setiap usaha bisnis yang
volume penjualannya terutama berasal dari eceran.
Setiap organisasi yang melakukan penjualan kepada konsumen akhir, apakah itu
produsen, pedagang besar atau pengecer melakukan eceran. Tidak menjadi masalah
bagaimana barang atau jasa tersebut dijual baik melalui orang, surat, telepon atau mesin
penjaja atau internet atau dimana dijual baik d took, dipinggir jalan atau di rumah konsumen.
Jenis-jenis Eceran
Dewasa ini para konsumen dapat membeli barang dan jasa dari berbagai jenis
organisasi eceran. Ada pengecer took, pengecer non took dan organisasi eceran lainnya. Jenis
pengecer yang paling terkenal adalah Toko Serba Ada. Contoh took-toko serba ada di Jepang
seperti Takashimaya dan Mitsukoshi menarik jutaan pengunjung atau pelanggan setiap
tahunnya. Karena di toko-toko ini selain menjadi penjual eceran, pada took ini juga
menampilkan galeri seni, krsus memasak dan juga menyediakan taman bermain untuk anak-
anak.
Jenis-jenis toko eceran melewati tahap-tahap pertumbuhan dan penurunan yang dapat
digambarkan sebagai siklus hidup eceran. Dimana Toko-toko yang menampilkan produk
yang sangat beragam dan bernilai tambah tinggi maka took-2 dalam kuadran ini sangat
memberi perhatian pada rancangan toko, mutu produk, layanan dan citra. Marjin labanya pun
tinggi dan jika toko ini beruntung karena memiliki volume yang tinggi mereka akan sangat
beruntung.
14
Suatu jenis toko eceran muncul, menikmati masa-masa pertumbuhan yang makin
cepat, mencapai kematangan, dan kemudian penurunan.
Bentuk-bentuk eceran yang lebih tuan memerlukan waktu bertahun-tahun untuk mencapai
kematangan sedangkan bentuk-bentuk eceran yang lebih baru mencapai kematangan jauh
lebih cepat. Toko-toko serba ada memerlukan waktu 80 tahun untuk mencapai kematangan.,
sedangkan gerai-gerai eceran gudang mencapai kematangan hanya dalam waktu 10 tahun.
Tingkat Layanan
Hipotesis Roda Eceran menjelaskan bahwa salah saru alasan mengapa muncul jenis-
jenis toko baru. Toko-toko eceran konvensional biasanya meningkatkan layanannya dan
menaikkan harganya untuk menutupi biaya. Biaya yang lebih tinggi memberikan peluang
bagi bentuk-bentuk toko baru menawarkan harga yang lebih rendah dan layanan yang lebih
sedikit. Jenis-jenis toko baru memenuhi preferensi konsumen yang sangat berbeda-beda
untuk tingkat layanan dan layanan khusus.
Pengecer dapat memposisikan diri dalam menawarkan salah satu dari empat tingkat
layanan :
1. SWALAYAN (Self Service) adalah
Landasan semua usaha diskon. Banyak pelanggan bersedia melakukan proses menemukan,
membandingkan, meimilih sendiri guna menghemat uang
2. SWA PILIH (Self Selection) adalah :
Pelanggan mencari barangnya sendiri, walaupun mereka dapat meminta bantuan.
3. LAYANAN TERBATAS ( Limited Service) adalah :
Pengecer ini menjual lebih banyak barang belanja dan pelanggan memerlukan lebih banyak
informasi dan bantuan. Toko-toko tersebut juga menawarkan layanan seperti Kredit dan Hak
mengembalikan barang.
15
4. LAYANAN LENGKAP (Full Service) adalah :
Wiraniaga siap membantu dalam setiap tahap proses menemukan. Membandingkan dan
memilih tersebut. Pelanggan yang suka dilayani lebih menyukai jenis toko ini. Biaya
karyawan yang tinggi ditambah dengan jumlah barang khusus yang tinggi dan jenis barang
yang perputarannya lambat dan banyaknya jasa, menyebabkan eceran yang berbiaya tinggi.
Jenis-jenis Pengecer Utama
a. Toko Barang Khusus (Speciality Store)
Adalah Lini produk yang sempit dengan keragangan yang dalam. Toko pakaian adalah toko
lini tunggal, toko pakaian pria adalah toko lini tervatas dan toko kemeja pesanan pria adalah
toko yang sangat khusus.
Contoh : Athlete’s Foot, Tall Men, The Limited, The Body Shop dll
b. Toko Serba Ada (Departemen Store)
Beberapa Lini produk pada toko ini biasanya berupa Pakaian, Perlengkapan Rumah dan
barang kebutuhan dengan masing-masing lini yang ditempatkan sebagai bagian tersendiri
yang dikelola pembeli khusus atau pedagang khusus.
Contoh : Sears, JCPenney, Nordstorm, Bloomingdale’s
c. Pasar Swalayan ( Supermarket)
Adalah usaha yang elatif besar berbiaya rendah, bermarjin rendah dan bervolume tinggi,
swalayan yang dirancang untuk melayani semua kebutuhan untuk makanan, sarana mencuci
dan produk-produk keluarga
Contoh : Krager, Safeway, Jewel dll
d. Toko Kenyamanan (Convinience Store)
Adalah Toko eceran yang relative kecil dan terletak dekat daerah pemukiman, dibuka berjam-
jam, tujuh hari dalam seminggu dan menjual lini terbatas produk-produk kenyamanan dengan
tingkat perputaran yang tinggi dan harga yang sedikit lebih tinggi ditambah dengan roti lapis,
kopi dan minuman ringan lainnya yang dapat dibawa pulang.
Contoh : Circle- K, 7-Eleven dll
16
e. Toko Diskon (Discount Store)
Barang dagangan standar yang dijual dengan harga lebih murah dengan marjin yang lebih
rendah dan volume yang lebih tinggi.
Eceran diskon telah beralih ke toko-toko barang khusus, seperti toko alat-alat olahraga, toko
elektronik dan toko buku diskon
Contoh : Wal Mart, K-Mart, Toko DiskonKhusus : Circuit City, Crown Bookstore dll
f. Pengecer Potongan Harga (Off Price Retailer)
Adalah : Barang dagangan yang dibeli dibawah harga pedagang besar biasa dan dijual
dibawah harga eceran, sering merupakan barang sisa, berlebihan dan tidak biasa.
f.1 Gerai Pabrik (Factory Outlets)
Usaha yg dimiliki dan dijalankan produsen dan biasanya menjual barang-barang yang
berlebihan, tidak diproduksi lagi atau tidak biasa
Contoh : Ralph Lauren (Pakaian Kelas atas), Mikasa (Peralatan makan), Dexter (Sepatu)
f.2 Pengecer Potongan Harga Independen (Independent Off Price Retailer) :
Usaha yg dimiliki dan dijalankan oleh pengusaha atau divisi perusahaan eceran yang lebih
besar.
Contoh : Filene’s basement, TJ Maxx
f.3 Klub Gudang atay Klub Pedagang Besar
Menjual pilihan terbatas jenis produk kebutuhan pokok, perlengkapan rumah tangga, pakaian
ber merek dan berbagai jenis barang lain dengan diskon yang sangat besar bagi anggota-2nya
yang membayar iuran keanggotaan tahunan. Klub gudang ini dijalankan di abngunan-2 yang
sangat besar dan berbiaya rendah mirip dengan gudang dan menawarkan harga yang sangat
rendah, biasanya 20 persen hingga 40 persen dibawah harga pasar swalayan dan toko diskon
Contoh : Sam’s Club, Max Clubs, Price-Costo, BJ’s Wholesale Club
g. Toko Besar (Superstore)
Aadalah Toko yang mempnuayi ruang penjualan sekitar 35.00 kaki persegi yang ditujukan
untuk memenuhi seluruh kebutuhan konsum,en atau pelanggan untuk jenis produk makanan
dan non makanan yang dibeli rutin, ditambah dengan layanan seperti Binatu, binatu kimia,
perbaikan sepatu, pencairan cek, dan pembayaran tagihan.
17
Kelompok baru yang disebut Pembunuh kategori (Category killer) menjual jenis yang sangat
beragam dalam kategori tertentu dan memiliki staf yang berpengetahuan luas.
Contoh : Borders Books and Musics, Petysmart, Staples , Home Depot, IKEA dll
g.1 Toko Kombinasi :
Adalah toko gabungan makanan dan obat yang memiliki ruang penjualan rata-rata sebesar
55.000 kaki persegi. Contoh : Toko Jewel, Osco dll
g.2 Hiperpasar ( Hypermarkets) :
Adalah toko yang memilki ruang penjualan berkisar antara 80.000 hingga 220.000 kaki
persegi dan menggabungkan pasar swalayan, toko diskon, dan eceran gudang. Campuran
produknya meliputi meubel, peralatan besar dan kecil, pakaian, dan banyak jenis produk
lainnya. Hypermarkets ini menampilkan banyak pajangan dan penanganan minim oleh
petugas toko, dengan diskon yang diberikan kepada pelanggan yang mau membawa alat-alat
rumah tangga dan meubel yang berat dari toko tsb. Hiperpasar berasal dari Perancis.
Contoh : Carrefor, Casino, Continete, Meijers (belanda) dll
g.3 Ruang Pameran catalog
Adalah toko yang mempunyai pilihan yg sangat banyak barang-2 berharga tinggi,
mengalami perputaran cepat dan bermerek dengan harga diskon. Pelanggan dapat memesan
barang dari catalog, kemudian mengambil barang ini dari tempat pengambilan barang ditoko
tersebut.
Contoh : Service Merchandise.
Walaupun 97 % barang dan jasa dijual melalui toko, Eceran Non Toko telah tumbuh jauh
lebih pesat diabndingkan dengan eceran toko. Eceran Non Toko terbagi menjadi empat
kategori utama yaitu :
1. Penjualan Langsung :
Disebut juga Penjualan Multi Tingkat, atau Pemasaran Jarungan adalah Industri senilai $ 9
Miliar dengan lebih dari 600 perusahaan yang melakukan penjualan dari rumah ke rumah
atau melalui pesta penjualan rumah. Yang terkenal dalam penjualan dari orang ke orang
adalah Avon, Electrolux, Tupperware, Amway dll.
18
2. Pemasaran Langsung :
Berakar dalam pemasaran surat langsung dan catalog ( Land’s End, L.L Bean) pemasaran
tersebut mencakup telemarketing (1-800 Floers), Pemasaran tanggapan langsung televise
(Home shopping Network, QVC) dan belanja elektronik (Amazon.com, Autobytel.com).
Diantara contoh-2 tersebut e-belanja elektronik (elektronik shopping) mengalami
perkembangan besar-besaran pada akhir tahun 1990 an ketika konsumen berbondong-
bondong ke situs-2 dot.com untuk membeli buku, musik, mainan, barang elektronik dan
produk-2 lainnya.
3. Penjajaan Otomatis
Digunakan untuk berbagai macam dagangan termasuk barang-2 impuls seperti Rokok,
minuman ringan, kopi, permen , surat kabar dan produk-2 lainnya seperti Kaus kai, kosmetik,
makanan hangat dll. Contoh : Coinstar yaitu suatu perusahaan yang dimulai oleh mahasiswa
Stanfor telah menempatkan lebih dari 8.500 mesin di toko-2 serba ada
4. Jasa Pembelian
Aadalah Pengecer tanpa toko yang melayani pelanggan khusus, biasanya karyawan
organisasi-2 besar yang berhak membeli dari daftar pengecer yang telah sepakat untuk
memberi diskon sebagi imbalan keanggotaan.
Jenis-jenis Utama Organisasi Eceran
1. Toko Jaringan Korporat :
Dua gerai atau lebih yang biasanya dimiliki dan dikendalikan dengan melakukan pembelian
dan perdagangan terpusat dan menjual lini dagangan yang mirip. Ukurannya memungkinkan
toko jaringan korporat tsb membeli dalam jumlah besar dengan harga yang lebih rendah dan
mampu memperkerjakan ahli-2 korporat untuk melakukan tugas-2 penetapan harga, promosi
perdagangan, pengendalian, persediaan dan perkiraan penjualan.
Contoh : Tower Records, GAP dll
2. Jaringan Sukarela :
Kelompok Pengecer Indpenden yang disponsori pedagang besar yang melakukan pembelian
besar-2 an dan perdagangan umum
Contoh : Indepndent Grocers Alliance (IGA),
19
3. Koperasi Pengecer :
Pengecer-2 independen yang membentuk organisasi pembelian pusat dan melakukan
kegiatan-2 [romosi bersama
Contoh : ACE Hardware (perkakas), Associated Grocers (Pangan)
4. Koperasi Konsumen :
Perusahaan Eceran yang dimiliki pelanggannya. Dalam Koperasi konsumen, penduduk
menyerahkan uang untuk membuka toko mereka sendiri, memberikan suara untuk
menetapkan kebijakannya, memilih suatu kelompok untuk mengelolanya dan menerima
deviden keanggotaan.
5. Organisasi Waralaba :
Perhimpunan berdasarkan kontrak antara pemberi waralaba (produsen, pedagang besar,
organisasi jasa) dan pemegang waralaba (pengusaha independent yg membeli hak untuk
memilki dan menjalankan satu atau beberapa unit dalam system waralaba tsb) . Contoh :
McDonald’s, Pizza Hut, 7-Eleven dll
6. Konglomerat Perdagangan :
Perusahaan berbentuk bebas yg menggabungkan beberapa lini eceran yg berbeda-beda dan
terbentuk dibawah kepemilikan yg terpusat, bersama suatu penggabungan distribusi dan
manajemen.
Contoh : Allied Domeq, PLC menjalankan duncin Donuts dan Baskin Robbins
Eceran Korporat
Walaupun banyak toko eceran dimiliki secara independent makin banyak menjadi
bagian dari suatu bentuk eceran korporat. Organisasi-2 eceran korporat mencapai ekonomi
skala, daya beli yang lebih besar, pengakuan merek yg lebih luas dan karyawan yg lebih
terlatih.
Keputusan-Pemasaran
Dahulu pengecer mempertahankan pelanggan dengan menawarkan tempat-2 yg
nyaman, bermacam-2 barang khusus atau unik, layanan yg lebih banyak dan lebih baik
20
daripada pesaing dan kertu kredit toko. Kini semua telah berubah. Saat ini merek-2 nasional
seperti Calvin Klein, Levi’s telah ditemukan ditoko-2 serba ada, ditoko-2nya sendiri dll.
Dalam upaya untuk meningkatkan volume, produsen-2 merek nasional telah menempatkan
barang-barang bermerek mereka dimana-mana.
Demam Waralaba
Dalam system waralaba masing-2 pemegang hak waralaba adalah kelompok usaha
yang terkait erat, yg pengelolaan sistematisnya direncanakan, diarahkan dan dikendalikan
innovator usaha tersebut yang disebut Pemberi waralaba (Franchiser). Waralaba dibedakan
oleh 3 ciri yaitu :
1. Pemberi Waralaba memilki merek dagang atau merek jasa dan melisensikannya
kepada pemegang hak waralaba dengan imbalan pembayaran royalty.
2. Pemegang Hak Waralaba membayar hak tersebut untuk menjadi bagian dari system
tadi.
3. Pemberi waralaba memberikan hak kepada pemegang hak waralabanya system untuk
menjalankan bisnis.
Dalam upaya mengejar volume penjualan yg lebih tinggi, pengecer mempelajari
lingkungan tokonya untuk mengetahui cara-2 meningkatkan pengalaman pengunjung tokonya
yaitu :
a. Menarik pengunjung toko dan mengupayakan agar pengunjung toko betah berlama-lama
berada ditoko tersebut.
b. Menghormati Wilayah Transisi.
c. Mengupayakan agar barang dagangan dapat disentuh.
Keragaman produk Pengecer harus sesuai dengan harapan belanja fari pasar sasarannya.
Pengecer tsb harus memutuskan keluasan dan kedalaman keragaman produk sehingga dapat
mengembangkan strategi diferensisi produk.
Perkembangan utama yang perlu diperhitungkan pengecer dan produsen dalam
merencanakan strategi bersaing yaitu :
21
1. Bentuk dan kombinasi eceran baru.
2. Pertumbuhan persaingan antar jenis
3. Pertumbuhan pengecer-pengecer raksasa
4. Investasi yang makin tumbuh dalam tekhnologi
5. Kehadiran global pengecer-2 utama
6. Menjual pengalaman, bukan sekedar barang
7. Persaingan antara eceran yang berbasis toko dan yang berbasis non toko
22
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 20/PJ.3/1989
TENTANG
PPN ATAS PENYERAHAN BKP OLEH PEDAGANG BESAR (SERI PPN - 141)
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1988, khususnya
yang menyangkut pengenaan PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak oleh pedagang besar,
dengan ini diberikan petunjuk sebagai berikut :
1. Pengertian pedagang besar dan pedagang pengecer.
1.1. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1988, yang
dimaksud dengan pedagang besar adalah pengusaha dengan nama dan dalam bentuk apapun
dalam usaha perdagangan yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan
penyerahan BKP kepada pihak manapun kecuali yang semata-mata melakukan penyerahan
sebagai pedagang pengecer.
1.2. Seorang pedagang digolongkan sebagai pedagang pengecer apabila ia :
1.2.1. tidak bertindak sebagai penyalur kepada pedagang lainnya dari Barang
Kena Pajak yang diperdagangkan;
1.2.2. menyerahkan Barang Kena Pajak melalui suatu tempat penjualan eceran
seperti toko, kios, mobil keliling, atau dengan cara penjualan yang dilakukan
kepada konsumen, atau dari rumah ke rumah;
1.2.3. menyediakan Barang Kena Pajak yang diserahkan di tempat penjualan
secara eceran tersebut;
1.2.4. melakukan transaksi jual beli secara spontan tanpa didahului dengan
penawaran tertulis, pemesanan, kontrak atau lelang dan pada umumnya
bersifat tunai, dan pembeli pada umumnya datang ke tempat penjualan
tersebut langsung membawa sendiri Barang Kena Pajak yang dibelinya
Apabila seorang pengusaha tidak memenuhi batasan sebagaimana tersebut
diatas, maka yang bersangkutan digolongkan sebagai Pedagang Besar.
23
1.3. Pedagang Pengecer yang melakukan penyerahan kepada pemungut pajak,
berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1988 dianggap
sebagai Pedagang Besar. Ketentuan ini merupakan suatu friksi dalam hukum pajak.
Dalam rangka memberikan kemudahan pelaksanaan pemungutan PPN dan untuk
mencegah persaingan yang tidak sehat, perlakuan terhadap mereka dibedakan
dengan perlakuan terhadap pedagang besar ex. Pasal 2 ayat (1) Peraturan
Pemerintah No. 28 Tahun 1988.
2. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
2.1. Atas penyerahan Barang Kena Pajak yang dilakukan oleh Pedagang Besar kepada
pihak manapun terutang Pajak Pertambahan Nilai.
2.2. Atas penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pedagang Pengecer tersebut pada
angka 1.2. kepada bukan Pemungut Pajak, tidak terutang PPN.
2.3. Atas penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pedagang Pengecer seperti tersebut
pada angka
1.3. kepada Pemungut Pajak terutang PPN. Pelaksanaannya diatur sebagai berikut :
2.3.1. Pedagang pengecer yang menjadi rekanan diminta melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. PPN yang terutang
dipungut dan disetor oleh Pemungut Pajak;
2.3.2. Yang terutang PPN hanya penyerahan Barang Kena Pajak kepada Pemungut
Pajak, sedangkan penyerahan kepada bukan Pemungut Pajak tidak terutang
PPN.
2.3.3. Penyerahan kepada Pemungut Pajak terutang PPN hanya jika penyerahan
tersebut dilakukan dengan suatu kontrak/perjanjian jual beli, cara penawaran
tertulis atau lelang. Jika penyerahan dilakukan tanpa suatu kontrak atau
perjanjian, tidak terutang PPN.
Catatan :
"Purchase Order" yang didahului dengan cara penawaran tertulis atau lelang
dianggap sebagai perjanjian jual beli yang atas penyerahannya terutang PPN.
2.3.4. Faktur Pajak untuk penyerahan kepada Pemungut Pajak cukup Faktur Pajak
Sederhana, kecuali Pemungut Pajak menghendaki Faktur Pajak Standar
untuk keperluan kredit Pajak Masukan.
24
3. Pengukuhan Pedagang Besar.
3.1. Dalam rangka pengukuhan Pedagang Besar menjadi Pengusaha Kena Pajak,
disamping menunggu permintaan pengukuhan dari yang bersangkutan, harap Saudara
aktif mengimbau mereka untuk melaporkan usahanya guna dikukuhkan menjadi
Pengusaha Kena Pajak.
Indikasi tentang Pedagang Besar dapat diketahui dari :
3.1.1. Daftar Rekanan Mampu (DRM) dari PEMDA setempat;
3.1.2. Daftar Rekanan dari BUMN,sebagai Pengusaha Kena Pajak yang
biasanya dilampirkan
pada SPT masa PPN.
3.1.3. Daftar pembeli/agen yang menjadi Langganan dari pabrikan,
importir atau agen utama;
3.1.4. Pedagang yang telah terdaftar sebagai PMKP sebelum
berlakunya Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1988;
3.1.5. Pedagang yang pada tanggal 1 April 1985 menyatakan diri
sebagai Pedagang Besar atau penyalur karena tidak bersedia
dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak sebagai Penyalur
Utama atau Agen Utama pada permulaan berlakunya Undang-
undang No. 8 Tahun 1983.
3.2. Bagi pengusaha yang tercantum dalam butir 3.1.1. s/d 3.1.5 tersebut diatas supaya
dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak, dengan pemberitahuan kepada yang
bersangkutan bahwa status mereka adalah Pedagang Besar sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1988.
3.3. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak hendaknya dilakukan dengan layanan yang
cepat dan sebaik-baiknya. Pada waktu melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
menjadi Pengusaha Kena Pajak,kepada yang bersangkutan agar sekaligus diberikan
Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Nomor Seri Faktur Pajak, contoh
Faktur Pajak dan formulir Surat Pemberitahuan Masa beserta lampiran dan petunjuk
pengisiannya. Pengukuhan dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak di tempat usaha
dilakukan atau di tempat administrasi penjualan/pembuatan Faktur Pajak dilakukan.
25
3.4. Dalam hal domisili Pedagang Besar berada di wilayah Kantor Pelayanan Pajak lain,
hendaknya Saudara memberikan tindasan pengukuhan kepada Kantor Pelayanan
Pajak Domisili.
4. Lain-lain
4.1. Perlu diingatkan bahwa dalam pengertian Pedagang Pengecer tidak
termasuk mereka yang berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang No. 8 Tahun
1983 telah dikenakan PPN sebagai pabrikan, importir, distributor utama dan
pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa dengan importir atau pabrikan yang
sifat penyerahannya adalah eceran seperti pabrik roti (bakery), pabrik ice cream,
importir kosmetik dan importir barang konsumsi lainnya.
Atas penyerahan Barang Kena Pajak oleh para pengusaha tersebut baik
yang berasal dari impor sendiri, atau hasil produksi sendiri maupun yang berasal dari
pembelian dalam negeri baik berupa barang jadi, bahan baku atau bahan pembantu,
walaupun penyerahannya dilakukan secara eceran, tetap terutang PPN karena
disamping pengusaha tersebut berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak menurut Pasal
4 ayat (1) Undang-undang No. 8 Tahun 1983, juga dapat digolongkan sebagai
Pedagang Besar menurut Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1988.
4.2. Eksportir pedagang termasuk dalam pengertian Pedagang Besar dan tidak
lagi diperlakukan sebagai pengusaha yang memilih menjadi Pengusaha Kena Pajak,
dan karenanya mereka adalah merupakan Pengusaha Kena Pajak penuh.
Demikian petunjuk ini diberikan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
26
Tarif Pajak Dan Cara Menghitung PPN/PPnBM
1. Berapa tarif PPN/PPnBM ?
2. Apa saja yang termasuk DPP ?
3. Bagaimana cara menghitung PPN ?
Tarif Pajak Dan Cara Menghitung PPN/PPnBM
Berapa tarif PPN/PPnBM ?
1. Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen)
2. Tarif PPn BM adalah serendah-rendahnya 10% (sepuluh persen) dan setinggi-tingginya
50% (lima puluh persen). Perbedaan kelompok tarif tersebut didasarkan pada
pengelompokan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah yang atas
penyerahan/impor BKP-nya dikenakan PPn BM.
3. Tarif PPN/ PPn BM atas ekspor BKP adalah 0% (nol persen).
Apa saja yang termasuk DPP ?
a. Harga jual/ penggantian
Adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh
penjual/ pembeli jasa karena penyerahan BKP/ Jasa Kena Pajak (JKP), tidak termasuk PPN/
PPn BM dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
b. Nilai Impor
Adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan
lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean
untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN/ PPn BM.
c. Nilai Ekspor
Adalah nilai berupa uang, termasuk semau biaya yang diminta oleh Eksportir.
27
d. Nilai lain
Adalah nilai yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk
menghitung pajak yang terutang.
Nilai lain tersebut diatur oleh Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 642/KMK.04/1994
tanggal 29 Desember 1994 :
a. Untuk pemakaian sendiri/ pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP adalah harga jual
atau penggantian, tidak termasuk laba kotor
b. Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-
rata;
c. Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;
d. Untuk persedian BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga
pasar wajar;
e. Untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan yang masih
tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar;
f. Untuk penyerahan jasa biro perjalanan/ parawisata adalah 10% (sepuluh persen) dari
jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih;
g. Untuk jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau
jumlah yang seharusnya ditagih.
h. Untuk PKP Pedagang Eceran (PE) :
PPN yang terutang adalah sebesar 10% (sepuluh persen) x harga jual BKP.
PPN yang harus dibayar adalah sebesar : 10%x20%x jumlah seluruh barang
dagangan.
i. Jasa anjak piutang adalah 5% dari seluruh jumlah imbalan yang diterima berupa service
charge, provisi, dan diskon.
Bagaimana cara menghitung PPN ?
PPN yang terutang = tarif x DPP
PPN yang terutang merupakan Pajak Keluaran (PK) yang dipungut oleh PKP penjual dan
merupakan Pajak Masukan bagi PKP pembeli.
28
Contoh :
1. PKP "A" bulan Januari 1996 menjual tunai kepada PKP "B"
100 pasang sepatu @ Rp.100.000,00 = Rp.10.000.000,00
PPN terutang yang dipungut oleh PKP"A"
10% x Rp.10.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00
Jumlah yang harus dibayar PKP "B" = Rp.11.000.000,00
2. PKP "B" dalam bulan Januari 1996 :
Menjual 80 pasang sepatu @ Rp.120.000,00 = Rp. 9.600.000,00
Memakai sendiri 5 pasang sepatu untuk pemakaian sendiri,
DPP adalah harga jual tanpa menghitung laba kotor, yaitu Rp 100.000,- per pasang = Rp
500.000,00
PPN yang terutang :
Atas penjualan 80 pasang sepatu
10% x Rp.9.600.000,00 = Rp 960.000,00
Atas pemakai sendiri
10% x Rp.500.000,00 = Rp 50.000,00
Jumlah PPN terutang = Rp 1.010.000,00
3. PKP Pedagang Eceran (PE) "C" menjual
BKP seharga = Rp.10.000.000,00
Bukan BKP = Rp. 5.000.000,00
Rp.15.000.000,00
PPN yang terutang
29
10% x Rp.10.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00
PPN yang harus disetor
10% x 20% x Rp.15.000.000,00 = Rp. 300.000,00
4. PKP "D" pabrikan yang menghasilkan mesin cuci pakaian. Mesin cuci pakaian
dikategorikan sebagai BKP yang tergolong mewah dan dikenakan PPn BM dengan tarif
sebesar 20%. Dalam bulan Januari 1996 PKP "D" menjual 10 buah mesin cuci kepada
PKP "E" seharga Rp.30.000.000,00.
PPN yang terutang
10% x Rp.30.000.000,00 = Rp 3.000.000,00
PPn BM yang terutang
20% x Rp. 30.000.000,000 = Rp 6.000.000,00
PPN dan PPn BM yang terutang PKP "D" = Rp. 9.000.000,00
5. PKP "E" bulan Januari 1996 menjual 10 buah mesin cuci tersebut diatas seharga
Rp.40.000.000,00
PPN yang terutang
10% x Rp.40.000.000,00 = Rp. 4.000.000,00
Catatan :
PKP "E" tidak boleh memungut PPn BM, karena PKP "E" bukan pabrikan dan PPn BM
dikenakan hanya sekali.
30
BAB 4
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pajak pertambahan nilai yang lebih menunjukan sebagai identitas dari suatu sistem
pemungutan pajak atas konsumsi daripada nama suatu jenis pajak, mengenakan pajak atas
nilai tambah yang timbul pada barang atau jasa tertentu yang dikonsumsi. Namun
sebelum barang atau jasa tersebut sampai pada tingkat konsumen, PPN telah dikenakan
pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Meskipun demikian,
pemungutan pajak secara bertingkat ini tidak menimbulkan efek ganda karena adanya
metode perolehan kembali pajak yang telah dibayar (kredit bayar) oleh Pengusaha Kena
Pajak sehingga persentase beban pajak yang dipikul oleh konsumen tetap sama dengan
tarif pajak yang berlaku. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa panjang pendek jalur
produksi atau distribusi tidka mempengaruhi persentase beban pajak yang dipikul oleh
konsumen.
2. PPN terutang dibayar ke kas negara dihitung menggunakan Indirect Substraction Method/
Credit Method/ Invoice Method.
Pajak yang dipungut PKP tidak otomatis wajib dibayar ke kas negara. PPN terutang yang
wajib dibayar ke kas negara merupakan hasil perhitungan mengurangkan PPN yang dibayar
ke PKP lain (pajak masukan) dengan PPN yang dipungut dari pembeli (pajak keluaran). Pola
ini dinamakan Indirect Substraction Method.
Pajak yang dikurangkan dengan pajak untuk memperoleh jumlah pajak yang akan dibaya ke
kas negara dinamakan Tax Credit. Maka pola ini juga dinamakan Credit Method.
Untuk mendeteksi jumlah kebenaran jumlah pajak masukan dan pajak keluaran yang terlibat
dalam mekanisme ini dibutuhkan suatu dokumen penunjang sebagai alat bukti, dokumen
tersebut adalah faktur pajak sehingga metode ini juga dinamakan metode faktur.
3. Sesuai deng pasal 4 UU PPN dan PPnBM yang menjadi objek pajak pada PPN adalah:
a. Barang berwujud yang diserahkan merupakan barang kena pajak.
b. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan barang kena pajak tidak
berwujud.
31
c. Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean.
d. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
4. Tarif PPN adalah 10% sedangkan tarif PPN atas ekspor BKP adalah 0%.
B. Saran
1. Masyarakat lebih proaktif untuk megetahui berbagai hal yang berkaitan dengan pajak.
2. Saat berbelanja atau membeli barang apapun di tempat yang kena pajak harus dilihat
apakah pedagang tersbut telah menaati peraturan dengan benar dengan car membayar
pajak ata belum.
3. Pemerintah bersikap bijak dengan tidak mengkorup uang pajak.
4. Antara pemerintah dan masyarakat harus ada mekanisme check and balances.
32
DAFTAR PUSTAKA
Boediono, B. (1986). Pajak Pertambahan Nilai Impor. Jakarta: Universitas Terbuka.
Rahayu, Siti Kurnia dan Ely Suhayati. (2010). Perpajakan Teori dan Teknis Perhitungan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Siahaan, Marihot Pahala. (2010). Hukum Pajak Formal Pendaftaran, Pembayaran, Pelaporan, Penetapan, Penagihan, Penyelesaian Sengketa, dan Tindak Pidana Pajak. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Siahaan, Marihot Pahala. (2010). Hukum Pajak Material Objek, Subjek, Dasar Pengenaan Pajak, Tarif Pajak, dan Cara Perhitungan Pajak. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Tarif Pajak Dan Cara Menghitung PPN/PPnBM
http://www.pajak.net/info/tarif_pajak_dan_cara_hitung_PPN_PPnBM.htm
http://kanwiljogja.pajak.go.id/ppajak.php?id=2142
http://kenalmanajemen.blogspot.com/2013/02/perdagangan-eceran-dan-perdagangan-besar.html
33