makalah hukum adat

20
MAKALAH HUKUM ADAT (HUKUM PERKAWINAN ADAT MASYARAKAT BATAK TOBA) KATA PENGANTAR Tiap bangsa memiliki kebiasaan ( adat ) sendiri yang satu dengan yang lainya dan tidak sama, adat istiadat ini merupakan unsur yang terpenting dalam masyarakat adat untuk menentukan ciri mereka sendiri dan memberikan identitas atau warna terhadap masyarakat adat tersebut dalam hal pelaksanaan perkawinan dan sebaginya salah satunya adalah negara indonesia yang terdiri atas beberapa sub marga dan suku yang tentu memiliki ciri atau adat masyarakatnya masing – masing. Demikian juga halnya dalam masyarakat batak toba dalam hukum adatny dalam kehidupan mereka sehari – hari yang tidak pernah lepas dari aturan – aturan dalam kebiasaan hukum adatnya , dalam hal sapaan contohnya yang jarang kita temui dengan memangil nama orang yang dimaksud. Demikian juga dalam hal peraturan atau hukum adat masyarakat batak toba dalam hal pelaksanaan perkawinan atau pernikahaan disamping perkawinan menurut undang – undang perkawinan indonesia dan peraturan perkawinan menurut keagamaan sesuai dengan ajaran kristen. Yang memiliki ada aturan aturan yang yang harus di penuhi oleh masyarakat adat tersebut. BAB I PENDAHULUAN Negara Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai suku yang mempunyai adat - istiadatnya masing – masing yang tidak ada satupun yang sama dengan yang lainya, yang salah satunya adalah masyarakat adat batak toba.

Upload: shodik-al-fajr

Post on 31-Jan-2016

9 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Makalah

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Hukum Adat

MAKALAH HUKUM ADAT (HUKUM PERKAWINAN ADAT MASYARAKAT BATAK TOBA)

KATA PENGANTAR

          Tiap bangsa memiliki kebiasaan  ( adat ) sendiri yang satu dengan yang lainya dan tidak sama, adat istiadat ini merupakan unsur yang terpenting dalam masyarakat adat untuk menentukan ciri mereka sendiri dan memberikan identitas atau warna terhadap masyarakat adat tersebut  dalam hal pelaksanaan perkawinan dan sebaginya salah satunya adalah negara indonesia yang terdiri atas beberapa sub marga dan suku yang tentu memiliki ciri atau adat masyarakatnya masing – masing.           Demikian juga halnya dalam masyarakat batak toba dalam hukum adatny dalam kehidupan mereka sehari – hari yang tidak pernah lepas dari aturan – aturan dalam kebiasaan hukum adatnya , dalam hal sapaan contohnya yang jarang kita temui dengan memangil nama orang yang dimaksud.          Demikian juga dalam hal peraturan atau hukum adat masyarakat batak toba dalam hal pelaksanaan perkawinan atau pernikahaan disamping perkawinan menurut undang – undang perkawinan indonesia dan peraturan perkawinan menurut keagamaan sesuai dengan ajaran kristen. Yang memiliki ada aturan aturan yang yang harus di penuhi oleh masyarakat adat tersebut.

BAB I PENDAHULUAN

          Negara Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai suku yang mempunyai adat - istiadatnya masing – masing yang tidak ada satupun yang sama dengan yang lainya, yang  salah satunya adalah masyarakat adat batak toba.          Masyarakat batak menurut prof. C. Van vollen hoven adalah merupakan salah satu lingkungan hukum, dari 19 ( sembilan belas ) lingkungan hukum adat di seluruh  indonesia . oleh karena itu masyarakat batak mempunyai hukum adat tersendiri yang berbeda – beda dengan hukum adat di lingkungan indonesia. ( djisman samosir. Sh:hukum perkawinan adat batak :1980 :10)          Masalah perkawinan adalah masalah yang penting bagi semua manusia, karna dengan perkawinan adalah cara manusia satu – satunya  untuk mendapatkan keturunan, demikian juga halnya dengan suku orang batak masalah perkawinan adalah masalah yang sakral dan yang sangat penting untuk dapat melanjutkan keturunanya dan semua manusia menginginkan hal ini terjadi pada dirinya untuk melangsungkan perkawinan.          Maka dengan itu di dalam melakukan suatu perkawinan haruslah terlabih dahulu, melalui proses – proses tertentu sebagai mana biasanya dilakukan oleh orang batak dalam melaksanakan perkawinan atau pernikahan, proses ini haruslah dilalui apabila seorang suku batak mau melakukan perkawinan.

Page 2: Makalah Hukum Adat

Jadi hukum adat yang di taati oleh semua orang batak telah menetapkan bagai mana proses yang harus dilakukan serta tindakan apa yang harus dilakukan serta syarat – syarat apa yang harus di penuhi, apabila seorang dari suku batak yang mau melaksanakan pernikahan.          Oleh karena itu bagi masyarakat batak disamping ketentuan – ketentuan  yang terdapat dalam undang – undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinana, masih berlakuketentuan – ketentuan mengenai perkawinan yang di atur dalam hukum adat batak. (  djaren saragih. Sh.hukum perkawinan adat batak : 1980 : 11 ).

BAB IIHUKUM PERKAWINAN MASYARAKAT BATAK TOBA

1.                 PENGERTIAN                   Pengertian perkawinan menurut undang – undang perkawinan nomor 1 tahun 1974. Pasal 1 yang menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang  wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga ( rumah tangga ) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha Esa.          Perkawinan maksudnya adalah suatu ikatan antara dua orang yang berlainan jenis kelamin, atau antara seorang pria dengan seorang wanita, dimana mereka mengikatkan diri, untuk bersama bersatu dalam kehidupan bersama.proses yang mereka lalui dalam rangka mengikatkan diri ini, tentunya menurut ketentuan – ketentuan yang terdapat dalam masyarakat. Laki – laki yang mengikatkan diri dengan seorang wanita , setelah melalui prosedur yang di tentukan di dalam hukum adat dimana pria dan wanita mengikatkan diri dan menjadi satu kluarga. ( hukum perkawinan adat batak : djisman samosir.sh :1980 :27 )          Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia sejahtera dan kekal selamanya. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena menikah / kawin adalah sesuatu yang sakral dan dapat menentukan jalan hidup seseorang.          Perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan suatu pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi - yang biasanya intim dan seksual.Perkawinan umumnya dimulai dan diresmikan dengan upacara pernikahan. Umumnya perkawinan dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga. (Wikipedia bahasa Indonesia.A. Perkawinan Dalam Masyarakat Adat Batak Toba

Page 3: Makalah Hukum Adat

          Bagi masyarakat adat batak toba juga mengartikan perkawinan itu adalah dimana seorang laki – laki mengikatkan diri dengan seorang wanita , untuk hidup bersama dalam satu rumah tangga dengan melalui prosedur yang di tentukan dalam ketentuan – ketentuan hukum adat batak toba. ( hukum perkawinan adat batak : djisman samosir. Sh.1980:29 )          Laki – laki yang mengikatkan diri ini disebut TUNGANE DOLI  (suami ) dan wanita yang mengikatkan diri dengan laki – laki ( suaminya ) itu disebut dengan TUNGGANE BORU ( istri ). Pada masyarakat batak adat toba, seorang laki – laki di dalam menentukan siapa siapa yang pantas mennjadi TUNGGANE BORU – nya, bukanlah hanya masalah laki – laki itu saja, melainkan hak keluarga dan orang tua si laki – laki pada masyarakat batak toba, karena seorang laki – laki pada masyarakat adat batak toba, adalah menjadi penerus marga, maka suatu marga tidak menghendaki marganya di turunkan dari seorang tungane boru ( istriu ) yang yang tidak berperilaku yang baik.   Demikian juga pihak si wanita yang mau menentukan siapa yang mau menjadi tungane doli ( suami ), bukan hanya masalahnya sendiri, tetapi dari keluarga dan orangtuanya sangat menentukan, walaupun nantinya wanita itu tidak akan menurunkan maraga dari bapaknya, tetapi dengan suatu perkawiunan berarti bertambahnya suatu keluarga , bagi puhak si wanita.          Pihak keluarga, dari yang menjadi suami ( tungani doli ) dari anaknya permpuan ( boru ) tersebut, nantinya akan menjadi boru ( sitim kekerabatan dalam adat batak toba darin pihak boru ( anak perempuan ), bagi kelompok marga ayah si wanita itu. Setiap keluarga  masyarakat adat batak toba, menghendaki agar boru ( HELA  atau menantu ) nya adalah berasal dari keluarga yang baik – baik.          Dengan demikian perkawinan bagi masyarakat adat batak toba , menentukan siapa menjadi tunggane doli ( suami ) seorang wanita, dan siapa yang menjadi tunggane boru ( istri ) seorang laki – laki, oleh keluarga mereka masing – masing oleh kedua belah pihak. Karena dengan cara inim, nantinya diharapkan terbentukalah suatu rumah tanggga baru yang rukun dan harmonis, dan dapat menurunkan marga dengan baik. B. Sistem Perkawinan Adat Batak Toba

          Masyarakat adat batak toba adalah menarik garis keturunan dari pihak laki – laki atau di kenal dengan sistem kekerabatan  Patrilineal yaitu suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihakayah. Cara menarik garis keturunan yang diambil melalui laki – laki ( pihak ayah ) ini biasanya sangat mempengaruhi pada masayarakat adat pada umumnya.          Sitem perkawinan pada masyarakat adat ini pada umumnya dapat dibedakan menjadi sebagai berikut ( djaja sembiring.sh:1980:31 ) yaitu antara lain :

a.     Sistem perkawinan Endogami.

Page 4: Makalah Hukum Adat

          Dalam sitem ini, seseorang di haruskan kawin dengan orang lain yang berasal dari kalanya sendiri, ataupun dari keluarganya sendiri.

b.     Sistem perkawinan Exogami.          Dalam sitem ini, seseorang harus kawin dengan orang lain yang berasal dari klan yang berlainan. Dengan kata lain bahwa orang orang yang berasal dari klan  atau suku yang sama atau semarga dilarang untuk mekakukan perkawinan.

c.      Sistem perkawinan Eleutheregami.          Sitem ini tidak mengahruskan adanya perkawinan di dalam klan yang sama ataupun perkawinan antara klan yang berlainan. Dalam sitem ini larangna perkawinan lebih di tonjolkan masalah pertalian ikatan kekeluargaan.

                   Dari ketiga sistim ini, yang kita jumpai pada masyarakat adat  batak adalah sistim perkawinan yang exogami, yaitu yang pada prinsipnya orang batak harus kawin dengan  marga yang lain, atau dengan kata lain bahwa pada prinsipnya perkawinan antara marga yang saama adalah tidak diperbolehkan dalam lingkungan masyarakat adat batak.

          Sistim exogami yang di jumpai pada masyarakat adat batak toba mempunyai kekhususan tersendiri. Antara paerkawinan yang sama , tidak diperbolehkan, bukan berati pula tidak selamnya diperbolehkan perkawinan antara nmarga yang berbeda. Dengan kata lain bahwa tidak selalu bahwa marga yang berbeda diperbolehkan untuk melaksanakan perkawinan.          Didalam masyarakat adat batak dikenal istilah asimentris connubium, yaitu tidak diperbolehkanya perkawinan secara timbal balik. (djisman samosir sh:1980:32), misalnya seorang laki – laki bermarga simbolon kawin dengan seorang wanita berrmarga tambunan. Dalam hal ini jelas bahwa laki – laki yang mau kawin berasal dari marga yang berbeda, dengan marga si wanita. Dalam hal seperti ini wanita yang bermarga tambunan , mempunyai saudara laki – laki, maka saudara laki – laki dari wanita tersebut tidak di perbolehkan kawin dengan seorang wanita yang saudara dari simbolon tersebut. Walaupun laki – laki dalam hal ini berbeda marga dengan dengan perempuan, tetapi mereka mereka tidak diperbolehkan untuk kawin.          Hal inilah yang dinamakan asimentris connubium.oleh karena itu sistem perkawinan pada masyarakat batak, disamping menganut sistem exogami, yaitu tidak diperbolehkan perkawinan dalam satu marga, juga tidak diperbolehkan perkawinan timbal – balik.          Apabila terjadi perkawinan dalam satu marga maka perkawinanya disebut KAWIN SUMBANG. Apabila hal ini terjadi biasanya para pihak – pihak yang melakukan perkawinan akan dihukum oleh pemuka – pemuka adat. Perkawinan exogam marga pada masyarakat toba sudah tidak seketat pada masyarakat batak simalungun. Pada masyarakat batak toba, marga – marga yang besar, sudah banyak yang dipecah – pecah menjadi beberapa sub marga yang lebih kecil. Sub

Page 5: Makalah Hukum Adat

– sub marga yang lebih kecil ini sudah boleh saling kawin, tetapi tidak diperbolehkan mengunakan marga besarnya. Misalnya marga Tambunan dipecah menjadi 4 ( empat ) sub marga yang lebih kecil yakni, lumban gaol , lumban pea, baruara, dan pagar aji.Kalau diantara sub marga ini mengadakan perkawinan , maka biasanya kalau ditanya marga istrinya maka dia akan menyebutkan nama sub marganya.          Akan tetapi sanmapi sekarang ini masih ada marga yang masih utuh atau belum terpecah menjadi sub – sub yang kecil yang  tida di perbolehkan untuk kawin dengan satu sub marga yang yang besar tersebut, yaitu adala sub marga parna dalam masyarakat adat toba sampai sekarang ini belum ada yang melakukan itu.

          Oleh karena itu pada masyarkat adat batak toba perkawinan dengan sistem exogam marga sudah tidak murni lagi. Hal – hal ini juga banyak dipengaruhi oleh perkembangan jaman. Pada masa sekaranng ini apabila terjadi kawin sumbang , maka diadakanlah suatu pesta yang disebut pesta MANOPPAS BONG – BONG. Pada pesta ini dikumpulkan semua anggota marga dan raja – raja adat, serta memotong tujuh ekor kerbau, pada pesta inilah kedua belah pihak memohon maaf kepada raja – raja adat dan khalayak ramai.          Dalam masyarakat adat batak toba biasanya seorang anak laki – laki akan dianjurkan kawin dengan PARIBAN ataui BORU NI TULANGNA ( paman ). Adan apabila hal ini terjadi maka hal inilah yang disebut dengan istilah MANGUDUTI ( menyambung ) dengan tujuan agar ikatan kekeluargaan dengan pihak wanita tetap tersambung terus – menerus serta harta warisan dari orang tua tidak kepada orang lain.

           C.  Bentuk Dan Cara Perkawinan Adat Masyarakat Adat Batak Toba.

          Setiap perkawinan akan selalu menyangkut dua belah pihak, yaitu pihak antara laki – laki dengan pihak wanita. Maka kedua pihak ini akan mengikatkan diri dengan satu sam lainyauntuk hidup dalam Satu keluarga. Di dalam mengikatkan diri ini tentu ada hal – hal yang harus dilaksanakan oleh kedua belah pihak, hal – hal apa yang haraus dilaksankan oleh kedua pihak ini adalah merupakan masalah yang akan dibicarakan dalam bentuk perkawinan ini.          Masalah yang pertama yang harus dibicarakan sebelum melaksankan perkawinan dalam masyarkat adat batak adalah masalah MARHATA SINAMOT yang artinya harta yanng di peroleh dari hasil MANSAMOT ( bekerja dengan tekun ).          Oelh karena itu, dalam masyarakat adat batak toba pihak  keluarga silaki – laki harus menyerahkan sinamot kepada pihak keluarga si wanita. SINAMOT yang di beriakn itu biasanya berupa uang tetapi kadang – kadang dapat juga berupa barang. Sedangkan jumlahnya selalu merupakan dari hasil kata ssepakat

Page 6: Makalah Hukum Adat

atau kesepakatan dari kadua belah pihak keluarga laki – laki dan pihak keluarga wanita.          Dari sini juga terbukti bahwa masalah perkawinan itu dalam masyarakat adat batak toba maslah perkawinan itu bukan hanya masalah masalah orang yang mau menikah tetapi melainkan  jjuga merupakan maslah dari keluarga dari masing – masing kedua belah pihak.          Dalam pemikiran umum dalam arti sinamot yang kita kenal sehari – hari adalah bahwa kata sinamot selalu diartikan dengan BOLI atau TUHOR, seolah – olah wanita itu dibeli oleh keluarga si laki – laki, maka dengan itu kalau sudah di beli berarti hubungan dengan keluarganya sudah putus, sehingga oranng tua si wanita tidak mempunyai hak lagi terhadap BORU ( anak perempuan ) nya, pengertian yang demikian sebenarnya kurang tepat karena kalau kita melihat struktur DALIHAN NATOLU, pihak keluarga si wanita  adalah HULA – HULA yaitu pihak yang sangat di hormati oleh keluarga dari pihak laki – laki dalam masyarakat adat batak.          Oleh karena itu, maka pengertian dari pemberian dari kata sinamot adalah merupakan penghormatan kepada keluarga dari pihak perempuan ( HULA – HULA ) berupa persembahan, agar memberikan anak perempuanya sebagai istri dari anak laki – laki pilihab hati dari anak perempuanya tersebut. Maka dengan diterimanya sinamot  tersebut tadi maka BORU ( anak perempuan ) nya tersebut dilepaskan dari golongan sanak marga ayahnya.  Istialah dari ini bukan berati merupakan putusnya hubungan keluarga dari si wanita tersebut dengan pihak keluarganya, artinya disini dimaksudkan adalah apabila nantinya siwanta tersebut nantinya melahirkan seorang anak maka anak yang dilahirkan nantinya adalah bukan lagi mengikuti marga dari bapak siwanita itu, akan tetapi akan mengikuti marga dari suami si wanita tersebut, pemberian sinamot tersebut kapada pihak keluarga wanita tersebut juga mengakibatkan  adanya pergeseran harta kekayaan dari pihak keluarga anak laki – laki kepada pihak keluarga perempuan tersebut.          Bentuk dan cara perkawinan adat masyarakat adat batak toba ada beberapa bagian yaitu sebagai berikut :

1.     Mangalua

          Mangalua adalah  suatu bentuk  perkawinan yang di kenal dalam adat masyarakat batak toba, dimana seorang anak laki – laki dengan wanita pilihanya mau lawin sama – sama dengan cara melarikan diri, dengan menghilangkan peraturan – peraturan  yang dikenal biasanya.                   Artinya tanpa dengan membayar sinamot terlebih dahulu, pada jaman dulu mangalua ini sering disebabkan karena besarnya sinamot yang diberikan oleh pihak keluarga dari wanita kepada pihak laki – laki, sehingga pihak dari

Page 7: Makalah Hukum Adat

keluarga laki – laki tidak sanggup untuk menyerahkan sinamot kepada pihak keluarga tersebut.          Akan tetapi pada masa saat sekarang ini masalah sinamot bukan lagi maslah yang menghalang bagi kedua laki – laki dengan perempuan itu untuk melangsungkan perkawinan. Kadanag – kadang mangalua dilakukan dengan sepengetahuan orang tua kedua belah pihak, karena dimingkinkan salah satu keluarga ada hal – hal tertentu yang mengakibatkan tidak dapat melangsungkan pesta perkawinan. Maka supaya perkawinan tetap terlaksana maka ditempuhlah dengan cara mangalua, akan tetapi pada umumnya mangalua ini sedapat mungkin sangat dihindarkan oleh kedua belah pihak karena alasan tadi.           Setelah mangalua terjadi, maka keluarga silaki – laki datang kerumah orang tua si wanita untuk memberitahukan bahawa anak perempuanya ( boru ) sudah menjadi PANIARAN  ( istri salah dari salah satu DONGAN TUBU  atau  SAUDARA )  mereka. Kedatangan dari pihak keluarga laki – laki ini biasanya akan membawa makanan adat berupa daging yang di sebut dengan IHUR -  IHUR. Dan apabila bapak dari si wanita tersebut tidak menerimanya maka makanan adat tersebut akan dibawa kepada salah seorang saudara dari ayah siwanita tersebut dan harus menerimanya dikarenakan makanan adat tersebut tidak boleh dibwa klembali, setelah itu kira – kira setelah berselang waktu kira  - kira setelah ada sekitar seminggu, maak kedua pengantin itu datang kerumah orang tua sigadis tersebut untuk minta maaf atas kesalahan mereka dan supaya mereka diterima kembali sebagaai anaknya. Kedatanagan mereka ini biasanya disebut dengan istilah MANURUK – MANURUK, dan kalau anak sigadis juga tidak mau menerimanya maka mereka akan pergi kesalah satu keluarga saudara dari ayah si wanita tersebut, maka setelah mereka diterima maka berarti mereka sudah diterima kembali sebagai anaknya.          Setelah upacara menuruk – nuruk selesai dilakukan maka perkawinan  kedua mempelai akan segera diadatkan. Masalah pelaksanaan dan waktu pesta perkawinan tersebut tergantung atas persetujuan  dari keluarga kedua belah pihak , dan pada upacara PANGADATION ( pesta perkawinan ) inilah pihak keluarga silaki – laki membayar kewjiban – kewajibanya berupa membayar sinamot, jadi dalam dalm bentuk mangalua inilah sinamot dibayar, setelah perkawinan dilaksanakan.

2.     Mangabing

          Mangabing dalamarti perkawinan adat batak toba adalah anak laki – laki melarikan seorang gadis, untuk menjadi istrinya. Didalam melarikan ini biasanya si gadis tidak menyetujui si laki – laki tersebut menjadi suaminya. Akan tetapi kadang dalam bentuk ini orang tua dari wanita tersebut sudah menyetujui bahwa laki – laki tersebut       boleh menjadi suami daru borunya.          Tetapi ada kemungkinan orang tua siwanita tersebut tidak setuju. Apabila terjadi perkawinan dengan cara mangabing maka pihak dari laki – laki harus

Page 8: Makalah Hukum Adat

siap menanggung resikonya, sinamot yang di minta oleh keluarga keluarga dari orang rua si gadis harus di penuhi, dan apabila sinamot sudah dilunasi maka perkawinan sudah dapat dikasanakan secara adat.

3.     Pareakhon

          Perkawinan seperti ini adalah suatu perkawinan antara adik laki – laki suami yang meninggal dengan wanita istri dari suami tersebut ( jandanya ). Di dalam bentuk perkawinan seperti ini tidak perlu lagi melakukan pembayaran sinamot, karena si janda masih dianggap sebagai keluarga si suami.

4.     Maningkat Rere

          Perkawinan ini adalah suatu perkawinan seorang laki – laki dengan adik istrinya, dikarenakan istrinya sudah miniggal dunia. Dalam bentuk perkawinan seperti ini sinamot tidak perlu lagi oleh keluarga si wanita karena istri yang kedua ini adalah menggantikan kedudukan kakaknya.

5.     Mangalap Tungkot

          Perkawinan ini terjadi apabila salah satu keluarga yang sudah lama kawin, tetapi belum mempunyai keturunan sama sekali. Maka untuk melanjutkan keturunan, maka atas persetujuan istri pertama si suami di perbolehkan mencari istri lagi. Istri kedua ini di sebut TUNGKOT, istri kedua  ini boleh dari dalam keluarga istrinya, tetapi dapat juga dari keluarga lain.   Apabila hal ini terjadi maka sinamot tetap di serahkan oleh pihak dari keluarga  laki – laki kepada keluarga si wanita.

6.     Maroroan

          Maroroan adalah suatu perkawinan dimana anak laki – laki maupun perempuan masih anak – anak. Tetapi walaupun demikian syarat penyerahan sinamot tetap harus di laksanakan oleh pihak keluarga laki – laki kepada pihak keluarga wanita.

BAB III

PELAKSANAAN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ADAT BATAK TOBA

          Perkawinan dalam suatu masyarakat mempunyai arti yang sangat luas, yang meliputi mulai dari proses yang terjadi sebelum upacara perkawinan itu sampai selesainya acara perkawinan. Dalam proses sebelum upacara perkawinan di langsungkan disini adalah masa yang sangat pentig di karenakan

Page 9: Makalah Hukum Adat

bukan hanya membicarakan masalah proses perkawinan tetapi juga menyangkut sesudah dan sebelum perkawinan itu  dilangsungkan.          Pada masyarakat adat batak toba saat sebelum upacara dan   saat sesudah upacara perkawinan di langsunngkan adalah ini adalah hal yang sangat penting karena apakah perkawinan itu sudah berjalan sesuai dengan aturan hukum adat.          Oleh karena itu saya akan menguraikan beberapa proses perkawinan yang di kenal dalam masyarakat adat batak toba yang antara lainya sebagai berikut :

1.     Proses Sebelum Upacara Perkawinan Dilaksanakan.

          Proses – proses yang terjadi sebelum upacara perkawinan dalam masyarakat adat batak toba antaran lain adalah :

a.     Martandang

          Kata martandang dalam masyarakat adat batak toba artinya adalah  berkunjung kerumah orang lain. Hal ini biasanya dilakukan oleh muda – muda ( DOLI – DOLI ) ke rumah wanita pada masyarakat adat batak toba. Dalam martandang ini anak si laki – laki keluar dari rumahnya dan berkunjung kerumah si gadis untuk berkenalan, pada martandang inilah sering di lakukan MANGARIRIT BORU ( memilih orang yang di cintainya oleh anak laki - laki )          Oleh karena itu pada martandang ini, termasuk juga tujuan laki – laki untuk memilih si gadis untuk  menjadi istrinya. Acara martandanng ini biasanya dilakukan pada malam hari, dan kalau seorang laki – laki susah untuk memilih si gadis untuk calon istrinya, maka si laki – laki tersebut akan mencari boru ni tulang ( anak pamanya ) . boru tulang sebagai istri dari anak laki – laki adalah sangat  di setujui oleh ibu si laki – laki, dan ayah si wanita itu juga, dan jarang untuk menolaknya.

b.     Mangalehon tanda

          Managalehon tanda artinya adalah memberi tanda, hal ini terjadi apabila si laki – laki itu sudah menemukan si gadis sebagai calon istrinya, dan sigadis itu sudah menyetujui bahwa si laki – laki akan menjadi calon suaminya. Maka kedua belah pihak akan saling memberi tanda, dari pihak laki – laki biasanya menyerahkan uang kepada wanita itu sebagai tanda, sedangkan dari pihak wanita itu akan menyerahkan kain sarung, ataupun ulos sitolon tuho kepada si laki – laki. Maka setelah pemberian tanda dilakukan maka anak si laki – laki dengan si wanita itu sudah mempunyai ikatan, maka si laki – laki ini akan memberitahukan hal ini kepada orang tuanya. Maka orang tua si laki – laki mnyuruh perantara yang di sebut DOMU – DOMU untuk memberitahukan kepada pihak ayah si wanita bhawa anak laki – laki mereka sudah mengikat janji dengan putri yang empunya rumah, apabila orang tua sigadis

Page 10: Makalah Hukum Adat

menyetujuinya, maka dia akan memberitahukan kepada perantara tersebut, untuk diteruskan kepada orang tua si laki – laki.

c.      Marhusip

          Marhusip ( berbisik ) pada acara ini yang masing – masing pihak yang masih  di wakili perantara, yang dilakukan secara diam – diam, pihak laki – laki menanyakan kepada pihak wanita, berapa kira – kira jumlah sinamot yang harus di sediakan oleh pihak keluarga si laki – laki, dan juga memberitahukan kepada keluarga pihak si wanita kira – kira kemampuan pihak laki – laki. Hal ini dilakukan agar kedua belah pihak mengetahui dan mengerti bagaimana keadaan masing – masing kedua belah pihak, marhusip ini dilakukan di rumah kediaman  si wanita, dan dalam hal ini orang tua kedua belah pihak belum ikut campur.       Dalam marhusip ini juga ditentukan kapan orang tua si laki – laki akan datang kerumah orang tua si wanita untuk membicarakan keinginan orang tua dari anak si laki – laki itu kepada orang tua si wanita secara resmi.

d.     Marhata Sinamot Dan Manjalo Sinamot

          Seperti yang telah di kemukakan di atas, pada waktu marhusip di bicarakan kapan keluarga si laki – laki secara resmi akan datang kerumah keluarga si wanita, untuk membicarakan keinginan dari anaknya, sekaligus membicarakan berapa sianmot yang merekaa harus serahkan.          Pada waktu yang telah mereka tentukan rombongan pihak laki – laki datang kerumah orang tua si perempuan, dengan membawa makanan adat. Pada masyraka adat batak toba, pembicaraan baru akan di laksanakan setelah mereka makan makanan yang di bawa oleh keluarga pihak laki – laki secara bersama di rumah keluarga wanita. Setelah makan bersama selesai barulah di adakan acara MARHATA SINAMOT  artinya membicarakan jumlah besarnya sinamot yang harus diserahkan oleh pihak laki – laki, biasanya dalam pembicaraan ini biasanya terjadi tawar – menawar yang gesit, yang nantinya akan jatuh ke pada jumlah yang telah di tetapkan pada waktu marhusip, walauipun tidak persis sama tetapi biasanya tidak bebrepa jauh bedanya.          Sinamot pada masyarakat adat batak toba biasanya terdiri dari uang dan hewan. Sinamot yang terdiri dari uang biasanya di serahkan pada orang tua si wanita pada saat marhata sianamot, oleh karena itu untuk pihak orang tuasi wanita di sebut MANJALO SINAMOT ( menerima akat nikah ). Sedangkan sinamot yang berupa hewan akan di serahkan kemudian.          Pada waktu marhata sinamot inilah yanng di bicarakan semua hal – hal yang penting didalam pelaksanaan perkawinan, misalnya kapan pelaksanaan perkawinannya dan bagaimana bentuknya, di marhata sinamot ini jugalah saat perkenalan resmi antara orang tua si laki – laki dengan keluarga orang tua si wanita.

Page 11: Makalah Hukum Adat

e.      Maningkir Lobu

          Seperti yang telah saya uraikan tadi di atas bahwa sianmot itu dapat berupa uang, barang , dan serta hewan peliharaan. Oleh , karena itu pada saat yang di tentukan keluarga si wanita yang biasanya di wakili oleh adik atau kakak dari ayah si gadis datang MANINGKIR LOBU ( melihat hewan peliharaan ke kandang ) yang telah di janjikan, ketempat keluarga si laki – laki.Kemudian setelah acara makan bersama, perutusan keluarga si wanita itu akan membawa hewan itu ketempat keluarga si wanita, hewan yang biasanya di gunakan sebagai sinamot adalah kerbau atau lembu.

f.       Martonggo Raja

          Perkawinan pada masyarakat adat batak toba bukanlah hanya urusan dari ayah atau ibu si laki – laki saja, melainkan urusan semua keluarga, oleh karena itu orang tua si laki – laki akan mengumpulkan semua keluarganya terutama yanng menyangkaut dalihan natolu, untuk berkumpul di rumah orang tua si laki – laki, dan membicarakan menegenai segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan perkawinan. Jadi, martonggo raja ini adalah merupakan suatu rapat untuk mengadakan pembagian tugas.

2.     Upacara Perkawinan

          Upacara perkawian yang dimaksud disini adalah pengertian upacara perkawinan sejak di pertemukanya calon pengantin pria dan calon pengantin wanita, menurut hukum adat dan sejak adanya pemberitahuan calon mempelai kepada pegawai pencatat sipil perkawinan sampai terlaksananya perkawinan menurut agamnya masing – masing.Di dalam masyarakat adat pada umumnya upacara perkawinan itu menyangkut dua hal yaitu upacra menurut adat dan upacara menurut agamanya masing – masing.          Proses – proses yanng di jumpai dalam hukum adat, sebelum sampai kepada upacara perkawinan, seperti martandang, mangalehon tanda, marhusip, marhata sinamot, maningkir lobu, dan martonggo raja. Setelah selesai semua acara ini, maka pada waktu yang telah di tetapkan pihak keluarga laki – laki datang kerumah orang tua si wanita dengan membawa makanan adat. Makanan adat ini di bawa dalam bahul – bahul ( bakul, ampang ) dan dibawa oleh seorang yang di sebut boru si hunti ampang, rombongan ini sudah di tunggu oleh keluarga si wanita di rumah kediaman oranng tua si wanita tersebut. Setelah makan bersam maka mereka akan bersam – sama mengantarkan kedua calon pengantin ini, untuk melangsungkan perkawinan secara agama di gereje, seusai upacara perkawinan melalui agama ini selesai maka semua keluarga bersama pengantin pergi ketempat pesta yang telah di tentukan.

Page 12: Makalah Hukum Adat

          Bagi masyarakat adat batak toba perkawinan biasanya harus dilakukan dengan suatu pesta, diamana besar kecilnya pesta tersebut dengan sendirinya disesuaikan dengan kemampuan kedua belah pihak, pesta peresmian perkawinan ini dapat dilakukan di tempat pihak keluarga laki – laki dan dapat di lakukan di tempat keluarga wanita ( NANIALAP NI SANGGUL ). Kalau pesta upacara perkawinan di lakukan di tempat pihak keluarga laki – laki, maka setelah upacara perkawinan dari gereja, maka si wanita di bawa ke rumah keluarga si lakai – laki,maka pesta perkawinan dilangsungkan di sana.dan perkawinan seperti ini di kenal dengan istilah NA DI TARUHON NI SANGGUL, semua pembagian JAMBAR ( bagian adat ) bagi yang berhak di serahkan pada saat pesta tersebut.          Dan apabila pesta perkawinan di lakukan di tempat pihak keluarga si wanita, setelah acara perkawina selesai dari gereja di laksanakan maka kedua pengantin di bawa kerumah orang tua si wanita ata langsung ke tempat pesta ( tempat upacar perkawinan secara adat di lakukan. Upacara perkawinan seperti ini di kenal dengan istilah NANI ALAP NI SANGGUL. Kemudian setelah pesta baru si wanita di bawa ke tempat kediaman keluarga si laki – laki. Dan pada pesta inilah di berikan JAMBAR adat bagi yang berhak menerimanya.

3.     Setelah upacara perkawinan

          Walaupun pesta upacara perkawinan selesai di lakukan, dalam masyarakat adat batak toba  bukan berarti sudah selesai proses – proses yang yang harus di laksanakan oleh kedua belah pihak di dalam rangka perkawinan mereka,ada acara – acara yang tertentu yang masih harus di laksanakan, dan tidak boleh di tinggalkan begitu saja. Sebagai mana yang biasanya di lakukan oleh masyarakat adat batak toba, adapun acara – acara yang dilakukan setelah upacara perkawinan di laksanakan adalah sebagai berikut :

a.     Mebat atau Paulak Une

          Mebat atau paulak une artinya adalah setelah kira – kira satu minggu, maka kedua pengantin dengan beberapa orang keluarganya datang kerumah orangtua si wanita. Sebelum mebat ini mak si wanita dengan suaminya belum boleh untuk bekunjung kerumah orang tua si wanita tersebut. Pada acara ini biasanya adalah untuk kesempatan bagi kedua orang tua untuk memberikan nasehat – nasehat kepada kedua suami – istri yang baru  tersebut.