makalah hipertensi.doc
DESCRIPTION
HipertensiTRANSCRIPT
LABORATORIUM BIOFARMASIJURUSAN FARMASIUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKALAHFARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI I
“HIPERTENSI DAN DIURETIK”
OLEH:KELOMPOK VII
ASISTEN : Siti Syuhrah
ANGGOTA:Syahridamayanti
Friska NovriDian Mareti
Marsela SongjananAngga Rizal
FAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2009
BAB I
TEORI UMUM
I.I Tekanan Darah
Tekanan darah dapat diartikan sebagai tekanan yang ditimbulkan pada
dinding pembuluh darah oleh darah yang bersirkulasi, dan merupakan
satu dari tanda vital utama. Tekanan dari darah yang bersirkulasi menurun
seiring dengan berpindahnya darah melalui arteri, arteriol, kapiler, dan
vena; istilah tekanan darah biasanya mengacu kepada tekanan arterial.
Tekanan ini adalah perlu agar darah mencapai seluruh organ dan
jaringan, dan kemudian untuk bisa mengalir kembali ke jantung melalui
vena.
Tekanan darah terhadap dinding arteri elastis dapat diukur dengan
suatu alat pengukur khusus, yakni manometer air raksa; tensi yang
diperoleh biasanya dinyatakan sebagain mmHg (air raksa). TD sistolis
adalah tekanan pada dinding arteriole sewaktu jantung menguncup
(sistole) dan TD diastolis bila jantung sudah mengendur kembali
(diastole). Jelaslah bahwa TD sistolis selalu lebih tinggi daripada TD
diastole, dan dengan demikian tensi kita selalu bervariasi antara tinggi dan
rendah sesuai dengan detak jantung.
TD bervariasi sepanjang hari antara batas-batas tertentu dan yang
terendah terjadi pada malam hari sewaktu tidur. Pagi hari setelah bangun
tidur, TD berangsur-angsur mulai naik dan biasanya mencapai puncaknya
pada siang hari selama bertugas dengan banyak kemungkinan akan
situasi penuh stress.
Tekanan darah juga meningkat sesuai usia akibat bertambahnya
‘pengapuran’ pembuluh darah sehingga sukar dikatakan dengan pasti
kapan benar-benar terdapat hipertensi
Tabel 1.1 : Batas-batas tensi rata-rata
I.2 Mekanisme pengaturan tekanan darah.
Tekanan darah arteri diatur dalam batas-batas tertentu untuk perfusi
jaringan yang cukup tanpa menyebabkan kerusakan pada sistem
vaskular. Tekanan darah arterial langsung seimbang dengan hasil curah
jantung dan resistensi vaskular perifer. Pada orang normal dan hipertensi,
curah jantung dan resistensi perifer diatur oleh suatu mekanisme pengatur
yang saling tumpang tindih; Barorefleks disalurkan melalui sistem saraf
simpatik, dan sistem renin angiotensin aldosteron.
I.3 Sistem Regulasi Tekanan Darah
I.3.1. Sistem baroreseptor dan sistem saraf simpatis.
Baraorefleks mencakup sistem saraf simpatis yang diperlukan untuk
pengaturan tekanan darah yang cepat dari waktu ke waktu. Turunnya
tekanan darah menyebabkan neuron-neuron yang sensitif terhadap
tekanan darah (baroreseptor, pada arkus aorta dan sinus karotid) akan
mengirimkan impuls yang lebih lemah kepada pada pusat-pusat
kardiovaskular dalam sambungan sumsum. Ini akan menimbulkan
peningkatan respon refleks pusat simpatik dan penurunan pusat
parasimpatik terhadap jantung dan pembuluh, yang mengakibatkan
vasokonstriksi dan meningkatkan isi sekuncup jantung. Perubahan ini
akan menurunkan kenaikan tekanan darah kompensasi.
I.3.2. Sistem renin-angiotensin-aldosteron
Ginjal mengatur tekanan darah jangka panjang dengan mengubah
volume darah. Baroreseptor pada ginjal menyebabkan penurunan tekanan
darah (dan stimulasi reseptor β-adrenergik simpatik) dengan cara
mengeluarkan enzim renin. Peptidase ini akan mengubah
angiotensinogen menjadi angiotensin I yang selanjutnya akan dikonversi
menjadi angiotensin II oleh enzim pengkonversi angiotensin (ACE).
Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat poten dalam sirkulasi,
menyebabkan peningkatan tekanan darah. Lebih lanjut, angiotensin II ini
memacu sekresi aldosteron, sehingga reabsorbsi natrium ginjal dan
volume darah meningkat, yang seterusnya juga akan meningkatkan
tekanan darah.
Diagram Sistem Renin-Angiotensin
I.3.3. Faktor-faktor Lain
Faktor-faktor fisiologi lain yang mempengaruhi TD:
a. Volume-pukulan jantung, yakni jumlah darah yang pada setiap
kontraksi di pompa keluar jantung. Semakin besar volume ini,
semakin tinggi TD. Beberapa zat, misalnya garam dapur (NaCl)
dapat mengikat air, sehingga voloume-darah total meningkat.
Sebagai efeknya, tekanan atas dinding arteri meningkat pula dan
jantung harus memompa lebih keras untuk menyalurkan volume
darah yang bertambah. Hasilnya TD akan naik.
b. Kelenturan dinding arteri. Pembuluh yang dindingnya sudah
mengeras karena endapan kolesterol dan kapur (artheroma)
mengakibatkan TD lebih tinggi dibandingkan dinding yang masih
elastis.
c. Pelepasan neurohormon, antara lain adrenalin dan noradrenalin,
yang berkhasiat antara lain menciutkan arteri perifer hingga TD
naik. Keadaan ini terutama terjadi pada waktu emosi hebat
(gelisah, takut, marah dan sebagainya) atau selama olahraga
bertenaga, sistem saraf adrenergik terangsang dan melepaskan
neurohormon tersebut. Peningkatan noradrenalin juga disebabkan
oleh situasi stress dan merokok.
I.4. Fungsi Ginjal
Fungsi utama ginjal adalah memelihara kemurnian darah dengan jalan
mengeluarkan semua zat asing dan sisa pertukaran zat dari dalam darah.
Untuk ini darah mengalami filtrasi, di mana semua komponennya melintasi
‘saringan’ ginjal kecuali zat putih telur dan sel-sel darah. Setiap ginjal
mengandung lebih kurang 1 juta filter ini (glomeruli), dan setiap 50 menit
seluruh darah tubuh (ca 5 liter) sudah dimurnikan dengan melewati
saringan tersebut.
Fungsi penting lainnya adalah meregulasi kadar garam dan cairan
tubuh. Ginjal merupakan organ terpenting dalam pengaturan homeostatis,
yakni keseimbangan dinamis antara cairan intra dan ekstrasel, serta
pemeliharaan volume total dan susunan cairan ekstrasel. Ginjal
mempertahankan pH plasma darah pada kisaran 7,4 melalui pertukaran
ion hidronium dan hidroksil. Akibatnya, urin yang dihasilkan dapat bersifat
asam pada pH 5 atau alkalis pada pH 8. Kadar ion natrium dikendalikan
melalui sebuah proses homeostasis yang melibatkan aldosteron untuk
meningkatkan penyerapan ion natrium pada tubulus konvulasi. Kenaikan
atau penurunan tekanan osmotik darah karena kelebihan atau kekurangan
air akan segera dideteksi oleh hipotalamus yang akan memberi sinyal
pada kelenjar pituitari dengan umpan balik negatif. Kelenjar pituitari
mensekresi hormon antidiuretik (vasopresin, untuk menekan sekresi air)
sehingga terjadi perubahan tingkat absorpsi air pada tubulus ginjal.
Akibatnya konsentrasi cairan jaringan akan kembali menjadi 98%.
I.5. Proses Diuresis
Proses dieresis dimulai dengan mengalirnya darah ke dalam glomeruli
(gumpalan kapiler), yang terletak di bagian luar ginjal (cortex). Dinding
glomeruli inilah yang berfungsi sebagai saringan halus yang secara pasif
dapat dilintasi air, garam-garam dan glukosa. Ultrafiltrat yang diperoleh
dari filtrasi dan berisi banyak air serta elektrolit, akan ditampung di wadah
yang mengelilingi setiap glomerulus seperti corong (kapsul Bowman) dan
kemudian disalurkan ke pipa kecil. Tubuli ini terdiri dari bagian proksimal
dan distal, yang letaknya masing-masing dekat dan jauh dari glomerulus;
kedua bagian ini dihubungkan oleh sebuah lengkungan (Henle’s loop).
Disini terjadi penarikan kembali secara aktif air dan komponen yang
sangat penting bagi tubuh, seperti glukosa dan garam-garam, antara lain
ion Na+. Zat-zat ini dikembalikan pada darah melalui kapiler yang
mengelilingi tubuli. Sisanya yang tidak berguna seperti ‘ampas’
perombakan metabolism protein (ureum) untuk sebagian besar tidak
diserap kembali.
Akhirnya filtrat dari semua tubuli ditampung di suatu saluran pengumpul
(ductus colligens), dimana terutama terjadi proses penyerapan air
kembali. Filtrat disalurkan ke kandung kemih dan ditimbun disini sebagai
urin.
I.6. Kondisi Hipertensi
Hipertensi adalah penyakit kardiovaskular yang biasa terjadi. Pada
survey yang dilakukan pada tahun 2000, hipertensi dialami pada 28% dari
warga Amerika yang berusia dewasa dan sekitar 90% dari keturunan
Amerika-Kaukasia berpotensi menderita hipertensi dalam hidupnya.
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolis dan
diastolis berada diatas normal. Tekanan darah bervariasi sepanjang hari
antara batas-batas tertentu dan yang terendah terjadi pada malam hari
sewaktu tidur. Pada umumnya, tekanan darah untuk dewasa dari 120-140
mmHg/80-90 mmHg dianggap sebagai tensi normal.Prevalensi terjadinya
hipertensi dipengaruhi oleh usia, ras, pendidikan dan berbagai hal lainnya.
Hipertensi tak ubahnya bom waktu. Dia tak mengirimkan sinyal-sinyal
bahaya terlebih dahulu. Vonis sebagai pengidap tekanan darah tinggi
datang begitu saja. Karena tak mengirimkan alarm bahaya, orang kerap
mengabaikannya. Hipertensi kini ditengarai sebagai penyebab utama
stroke dan jantung. Menurut Hanns Peter Wolff, dalam bukunya Speaking
of High Blood Pressure, satu dari setiap lima orang menderita tekanan
darah tinggi, dan sepertiganya tidak menyadarinya. Padahal, sekitar 40 %
kematian di bawah usia 65 tahun bermula dari tekanan darah tinggi.
Penyakit ini sudah jadi epidemi di zaman modern, menggantikan wabah
kolera dan TBC di zaman dulu. Pada sebagian kasus memang bisa
disembuhkan total. Tapi persentasenya kecil. Itu pun hanya hipertensi
ringan.
Resiko hipertensi yang tidak diobati sangat besar dimana tekanan
darah yang terlampau tinggi menyebabkan jantung memompa lebih keras,
yang akhirnya menyebabkan gagal jantung (decompensatio) dengan rasa
sesak dan udema di kaki. Pembuluh darah juga akan mengeras guna
menahan tekanan darah yang meningkat. Pada umumnya, resiko
terpenting adalah serangan pada otak (stroke, beroerta, disertai dengan
kelumpuhan separuh tubuh) akibat pecahnya suatu kapiler, dan mungkin
juga infark jantung. Begitu pula cacat pada ginjal dan juga dapat
mengakibatkan kebutaan pada mata. Komplikasi otak dan jantung
tersebut, sering berakibat fatal; di Negara-negara barat, 30% lebih dari
seluruh kematian disebabkan oleh hipertensi.
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan tekanan darah, yaitu :
Garam. Ion natrium mengakibatkan retensi air, sehingga volume
darah bertambah, menyebabkan daya tahan pembuluh meningkat.
Juga memperkuat efek vasokonstriksi noradrenalin.
Drop (liquorice), dalam jumlah banyak dapat meningkatkan tekanan
darah karena bersifat retensi air.
Stress (ketegangan emosional), meningkatkan tekanan darah
dengan efek vasokonstriksi dari adrenalin dan noradrenalin.
Merokok. Nikotin dalam rokok bersifat vasokonstriksi yang
memperkuat efek buruk hipertensi terhadap pembuluh darah.
Pil antihamil, mengandung hormon wanita estrogen, yang bersifat
retensi garam dan air.
Hormon pria dan kortikosteroida, juga berkhasiat retensi air.
Kehamilan. Yang terkenal adalah kenaikan tekanan darah selama
kehamilan. Mekanisme hipertensi ini serupa dengan proses di
ginjal; bila uterus direnggangkan terlampau banyak (oleh janin) dan
menerima kurang darah, maka akan dilepaskan zat-zat yang dapat
meningkatkan tekanan darah.
Secara umum, hipertensi tidak memberikan gejala yang khas, baru
setelah beberapa tahun adakalanya pasien baru merasakan nyeri kepala
pagi hari sebelum bangun tidur; nyeri ini biasanya hilang setelah bangun.
Gangguan hanya dapat dikenali dengan pengukuran tensi dan adakalanya
melalui pemeriksaan tambahan terhadap ginjal dan pembuluh. Diagnosis
hipertensi ditegakkan bila kenaikan darah menetap pada pemerikasaan
ulang dalam jarak 1-2 minggu.
Bentuk-bentuk hipertensi, meliputi :
Hipertensi primer
Adalah hipertensi yang tidak diketahui dengan jelas etiologinya.
Dapat merupakan suatu keadaan genetic serta pola hidup yang
tidak sehat.
Hipertensi Sekunder
Disebabkan adanya perubahan organ secara patofisiolagis
misalnya pada stenosis arteri renalis, penyakit ginjal kronis, cushing
sindrom, hipertireosis, blok jantung total, keracunan CO.
Patofisiologi penyebab hipertensi :
Peningkatan aktivitas system saraf simpatik
Produksi yang berlebihan hormone yang menahan natrium dan
vasokonstriktor.
Asupan natrium yang berlebihan
Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium
Defisiensi vasodilator (prostasiklin, nitrogen oksida, dan peptide
natriuretika)
Perubahan ekspresi system kalikren-kinin yang mempengaruhi
tonus vascular dan penanganan garam ginjal
Penyakit Diabetes Mellitus (DM).
I.7. Penyebab Hipertensi
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak/belum
diketahui penyebabnya (terdapat kurang lebih 90% dari seluruh
hipertensi). Kemungkinan memiliki banyak penyebab, beberapa
perubahan pada jantung dan pembuluh darah bersama-sama
menyebabkan meningkatnya tekanan darah.
2. Hipertensi sekunder. Beberapa penyebab terjadinya hipertensi
sekunder :
1. Penyakit ginjal
a. Stenosis arteri renalis
b. Pielonefritis
c. Glomerulonefritis
d. Tumor-tumor ginjal
e. Penyakit ginjal polikista
f. Trauma pada ginjal
g. Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
2. Kelainan Hormonal
a. Hiperaldosteronisme
b. Sindroma Cushing
c. Feokromositoma
3. Obat-obatan
a. Pil KB
b. Kortikosteroid
c. Siklosporin
d. Eritropoietin
e. Kokain
f. Penyalahgunaan alkohol
g. Kayu manis
4. Penyebab lainnya
a. Koartasio aorta
b. Preeklamsi pada kehamilan
c. Porfiria intermiten akut
d. Keracunan timbal akut
I.8. Target tekanan darah untuk terapi farmakologis
Tekanan darah awal Komplikasi * Tindakan
Sistolik≥220 mmHg
Diastolik ≥ 160 mmHgTidak Segera diterapi
Sistolik 180-219
mmHg
Tidak Konfirmasi dalam 1-2
minggu dan jika
7
Atau
Diastolik 110-119
mmHg
keadaan ternyata
bertahan berikan
terapi
Sistolik 160-179
mmHg
Atau
Diastolik 100-109
mmHg
Ya
Konfirmasi dalam 1-2
minggu dan jika
keadaan ternyata
bertahan berikan
terapi
Sistolik 160-179
mmHg
Atau
Diastolik 100-109
mmHg
Tidak
Berikan nasehat untuk
gaya hidup, cek lagi
tiap minggu
dan obati jika keadaan
bertahan selama 4-12
minggu
Sistolik 140-159
mmHg
Atau
Diastolik 90-99 mmHg
Ya
Konfirmasi dalam 12
minggu dan dan jika
keadaan ternyata
bertahan berikan
terapi
Sistolik 140-159
mmHg
Atau
Tidak Berikan nasehat untuk
gaya hidup, cek lagi
tiap bulan.
Diastolik 90-99 mmHg
Berikan terapi untuk
hipertensi ringan
persisten jika resiko
kardiovaskuler 10‐tahun adalah 20%.
* Komplikasi kardiovaskuler, kerusakan organ target atau diabetes
I.9. Hubungan Fungsi Ginjal dan Hipertensi
Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara :
1. Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran
garam dan air, yang akan menyebabkan berkurangnya volume
darah dan mengembalikan tekanan darah ke normal.
2. Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan
garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan
darah kembali ke normal.
3. Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan
menghasilkan enzim yang disebut renin, yang memicu
pembentukan hormon angiotensi, yang selanjutnya akan memicu
pelepasan hormon aldesteron.
Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah,
oleh karena itu berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal bisa
menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Misalnya, penyempitan arteri
yang menuju ke salah satu ginjal bisa menyebabkan hipertensi,
peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa
menyebabkan naiknya tekanan darah.
I.10. SSO dan Hipertensi
Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom,
yang untuk sementara waktu akan :
1. Meningkatkan tekanan darah selama respon fight-or-flight (reaksi
tubuh terhadap ancaman dari luar)
2. Meningkatkan kekuatan dan kecepatan denyut jantung, juga
mempersempit sebagian besar arteriola, tetapi memperbesar
arteriola di daerah tertentu (misalnya otot rangka, yang
memerlukan pasokan darah yang lebih banyak)
3. Mengurangi pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan
meningkatkan volume darah dalam tubuh.
4. Melepaskan hormon epinefrin (adrenalin)dan norepinefrin
(noradrenalin), yang merangsang jantung dan pembuluh darah.
I.11. Gejala Hipertensi
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala.
Meskipun, secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan
dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal
sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala,
pendarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan, yang
bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang
dengan tekanan darah normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul
gejala berikut :
1. Sakit kepala
2. Kelelahan
3. Mual
4. Muntah
5. Sesak nafas
6. Gelisah
7. Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan
pada otak, mata, jantung, dan ginjal.
I.12. Edema
Edema adalah penimbunan cairan di interstisiel (= bengkak)
1. Meningkatnya tekanan kapiler
A. Meningkatnya tekanan vena : gagal jantung, obstruksi vena lokal,
gagalnya pompa vena.
B. Retensi Na dan air : gagal ginjal
2. Menurunnya tekanan koloid plasma
A. Kehilangan protein lewat urine : Sindroma Nefrotik
B. Kehilangan protein lewat kulit : Luka, luka bakar
C. Kegagalan produksi protein : peny. hati, KKP
3. Meningkatnya permeabilitas kapiler
A. Reaksi imun yang menyebabkan pelepasan histamin
B. Toksin
C. Infeksi bakteri
D. Defisiensi vitamin, utamanya vit.C
E. Iskemia
F. Luka bakar
4. Obstruksi saluran limfe
A. Kanker yang menyumbat sal. Limfe
B. Sumbatan kelenjar limfe oleh infeksi; filariasis
C. Kelainan kongenital dari pembuluh limfe
BAB II
OBAT-OBAT HIPERTENSI DAN DIURETIK
II.1. Penggolongan Obat-Obat Antihipertensi
Penggolongan obat-obat antihipertensi meliputi :
1.Obat-obat diuretika,
Dimana penurunan tekanan darah dipengaruhi dengan pengaturan dan
penurunan natrium dan volume darah, atau mekanisme lainnya.
Meningkatkan pengeluaran air dari tubuh. Diuretika yang biasa digunakan
adalah Furosemida, Spironolakton dan HCT.
2. Senyawa-senyawa yang bekerja sentral.
Dimana penurunan tekanan darah dipengaruhi dengan penurunan
resistensi vascular, penghambatan fungsi jantung, dan peningkatan
kapasitas vena. (dua efek terakhir berdasarkan penurunan output
jantung). Senyawa-senyawa ini dibagi berdasarkan tempat kerjanya pada
saraf simpatis.
3. Beta-blockers
Senyawa β-blocker (Propranolol, Atenolol, Labetolol), memperlambat
kerja jantung, sebagai anti adrenergik dengan jalan menempati secara
bersaing reseptor β-adrenergik. Blokade reseptor ini mengakibatkan
peniadaan atau penurunan kuat aktivitas adrenalin dan noradrenalin.
Reseptor β1 di jantung(juga di SSP dan ginjal) dan reseptor β2 di
bronchi(juga didinding pembuluh dan usus).
4. Alfa-blockers
Senyawa α-blocker (Terazosin, Doxazosin, Fentolamin), mengurangi
pengaruh SSO terhadap jantung dan pembuluh, dengan memblok
reseptor α-adrenergik yang terdapat pada otot polos pembuluh,
khususnya di pembuluh kulit dan mukosa. Reseptor α1 dan α2 berada
pada post-synaptis serta α2 yang juga berada pada pre-synaptis.
Senyawa α-blockers dibagi atas 3 kelompok yaitu : α-blockers tak selektif
(fentolamin), α-1-blockers selektif (prazosin, doxazosin), dan α-2-blockers
selektif (yohimbin).
5. Vasodilator langsung,
Menurunkan tekanan darah dengan merelaksasi otot vascular, yang
kemudian meningkatkan dilatasi vessel, dan –dalam berbagai variasi-
meningkatkan kapasitasnya. Terdiri atas vasodilator perifer dan
vasodilator koroner (hidralazin, minoxidil).
6. Senyawa pemblok atau yang bekerja pada Angiotensin,
Menurunkan resistensi vascular dan (terutama) volume darah. Bekerja
menurunkan tekanan darah dengan mencegah pengubahan enzimatis
dari angiotensin I menjadi angiotensin II oleh ACE. AT II ini merupakan
hormone aktif dari system rennin-angiotensin. ACE-Inhibitor
(Captopril,Enalapril,Lisinopril), bekerja menghambat konversi AT I menjadi
AT II. AT II-blockers (Losartan, Valsartan, Candesartan), bekerja dengan
menduduki reseptor AT II yang terdapat di mana-mana didalam tubuh.
7. Lain-lain
Zat-zat dengan kerja pusat (Methyldopa, Clonidine), Agonis α2-
adrenergik yang menstimulasi reseptor α2-adrenergik yang banyak sekali
terdapat di SSP (otak dan Medulla). Akibat perangsangan ini melalui suatu
mekanisme feedback negative, antara lain aktivitas saraf adrenergic
perifer dikurangi.
Senyawa pemblok ganglion (Succynilcholine), bekerja secara kompetitif
dengan reseptor nikotinik kolinoreseptor pada post-ganglionik neuron
pada ganglia simpatik dan para simpatik.
Senyawa pemblok neuron adrenergik (Guanethidine, Reserpine),
senyawa-senyawa ini bekerja untuk menurunkan tekanan darah dengan
menjaga pelepasan normal norepinefrin dari post-ganglion neuron
simpatis.
Antagonis Ca (Nifedipin, Diltiazem, Verapamil), Menghambat
pemasukan ion Ca ekstrasel ke dalam sel dan dengan demikian
mengurangi penyaluran impuls dan kontraksi myocard serta dinding
pembuluh.
Klasiifikasi berdasarkan efek terapeutik
Obat yang menurunkan curah jantung:
o beta blocker
o penghambat saraf adrenergik
Obat yang menurunkan tahanan perifer :
o vasodilator
o penghambat reseptor a-adrenergik
obat yang bekerja sentral
o antagonis kalsium
o ACE inhibitor
o ARB
o Diuretik ( dalam jangka panjang )
Obat yang menurunkan volume darah :
o Diuretik
Obat Anti Hipertensi
Diuretik
Penyekat β
Inhibitor ACE
Lain-lain
Penyekat α
Penyekat Kanal Kalsium
Antagonis AT II
Bumetanid Spironolakton
Furosemid Triamtoren
Hidroklortiazid
Atenolol Nadolol
Labetalol Propranolol
Metoprolol Timolol
Benazepril Lisinopril
Kaptopril Moeksipil
Enalapril Quinapril
Fosinopril Ramipril
Losartan
Amlodipin Nikardipin
Diltiazem Nifedipin
Felodipin Nisoldipin
Isradipin Verapamil
Doksazozin Terazosin
Prazosin
Klonidin Α-Meildopa
Diazoksid Minoksidil
Hidralazin Natrium Nitroprusid
Penggolongan Obat Antihipertensi
II.2. Obat-Obat Diuretik
1. Diuretik osmotik
Diuretik osmotik mempunyai tempat kerja :
a. Tubuli proksimal
Diuretik osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara
menghambat reabsorpsi natrium dan air melalui daya osmotiknya.
b. Ansa enle
Diuretik osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium dan air oleh karena hipertonisitas daerah medula
menurun.
c. Duktus Koligentes
Diuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes dengan cara
menghambat reabsorpsi natrium dan air akibat adanya papillary wash
out, kecepatan aliran filtrat yang tinggi, atau adanya faktor lain.
Istilah diuretik osmotik biasanya dipakaiuntuk zat bukan elektrolit yang
mudah dan cepat diekskresi oeh ginjal. Contoh dari diuretik osmotik
adalah ; manitol, urea, gliserin dan isisorbid.
2. Diuretik golongan penghambat enzim karbonik anhidrase
Diuretik ini bekerja pada tubuli Proksimal dengan cara menghambat
reabsorpsi bikarbonat.
Yang termasuk golongan diuretik ini adalah asetazolamid,
diklorofenamid dan meatzolamid.
3. Diuretik golongan tiazid
Diuretik golongan tiazid ini bekerja pada hulu tubuli distal dengan cara
menghambat reabsorpsi natrium klorida.
Obat-obat diuretik yang termsuk golongan ini adalah ; klorotiazid,
hidroklorotiazid, hidroflumetiazid, bendroflumetiazid, politiazid,
benztiazid, siklotiazid, metiklotiazid, klortalidon, kuinetazon, dan
indapamid.
4. Diuretik hemat kalium
Diuretik hemat kalium ini bekerja pada hilir tubuli distal dan duktus
koligentes daerah korteks dengan cara menghambat reabsorpsi natrium
dan sekresi kalium dengan jalan antagonisme kompetitif
(sipironolakton) atau secara langsung (triamteren dan amilorida).
5. Diuretik kuat
Diuretik kuat ini bekerja pada Ansa Henle bagian asenden pada bagian
dengan epitel tebal dengan cara menghambat transport elektrolit
natrium, kalium, dan klorida. Yang termasuk diuretik kuat adalah ; asam
etakrinat, furosemid dan bumetamid.
Penggolongan Obat-Obat Diuretik
II.3. Penggunaan Obat-obat Antihipertensi dan Diuretik
II.3.1. Penggunaan klinik diuretik
1. Hipertensi
Diuretik golongan Tiazid, merupakan pilihan utama step 1, pada
sebagian besar penderita.
Obat-obat DiuretikObat-obat Diuretik
Inhibitor Karbonat Anhidrase
Inhibitor Karbonat Anhidrase
Loop DiuretikLoop Diuretik
Diuretik TiazidDiuretik Tiazid
Diuretik OsmotikDiuretik Osmotik
Diuretik Hemat KaliumDiuretik Hemat Kalium
AsetazolamidAsetazolamid
BumetanidBumetanid FurosemidFurosemid
Asam EtakrinatAsam Etakrinat TorsemidTorsemid
KlorotiazidKlorotiazid IndapamidIndapamid
KlortalidonKlortalidon MetolazonMetolazon
HidroklortiazidHidroklortiazid
AmlioridAmliorid TriamterenTriamteren
SpironolaktonSpironolakton
ManitolManitol UreaUrea
Diuretik kuat (biasanya furosemid), digunakan bila terdapat
gangguan fungsi ginjal atau bila diperlukan efek diuretik yang
segera.
Diuretik hemat kalium, digunakan bersama tiazid atau diuretik kuat,
bila ada bahaya hipokalemia.
2. Payah jantung kronik kongestif
Diuretik golongan tiazid, digunakann bila fungsi ginjal normal.
Diuretik kuat biasanya furosemid, terutama bermanfaat pada
penderita dengan gangguan fungsi ginja.
Diuretik hemat kalium, digunakan bersama tiazid atau diuretik kuat
bila ada bahaya hipokalemia.
3. Udem paru akut
Biasanya menggunakan diuretik kuat (furosemid)
4. Sindrom nefrotik
Biasanya digunakan tiazid atau diuretik kuat bersama dengan
spironolakton.
5. Payah ginjal akut
Manitol dan/atau furosemid, bila diuresis berhasil, volume cairan
tubuh yang hilang harus diganti dengan hati-hati.
6. Penyakit hati kronik
spironolakton (sendiri atau bersama tiazid atau diuretik kuat).
7. Udem otak
Diuretik osmotik
8. Hiperklasemia
Diuretik furosemid, diberikan bersama infus NaCl hipertonis.
9. Batu ginjal
Diuretik tiazid
10.Diabetes insipidus
Diuretik golongan tiazid disertai dengan diet rendah garam
11.Open angle glaucoma
Diuretik asetazolamid digunakan untuk jangka panjang.
12.Acute angle closure glaucoma
Diuretik osmotik atau asetazolamid digunakan prabedah.
II.3.2. Terapi kombinasi pada penderita Hipertensi
Penyebab tekanan darah yang paling sering adalah aterosklerosis
atau penebalan dinding arteri yang membuat hilangnya elastisitas
pembuluh darah. Hipertensi atau tekanan darah tinggi sudah menjadi
gejala umum penyakit tekanan darah di dunia. Upaya yang dilakukan
selama ini adalah dengan menerapkan terapi kontrol tekanan darah.
Terapi itu dilakukan pada umumnya dengan cara oral atau obat.
Namun, terapi tersebut menimbulkan pengaruh yang berbeda pada
tiap orang. Karenanya, terapi kombinasi sangat diperlukan. Tekanan
darah tinggi merupakan peningkatan tekanan darah yang menetap di atas
batas normal. Orang dianggap menderita hipertensi bila tekanan sistolik di
atas 140 mmHg (milimeter air raksa) dan atau tekanan diastoliknya di atas
90 mmHg.
Kenaikan tekanan darah diastolik dipandang lebih berbahaya
daripada sistolik, karena umumnya lebih menetap dan membebani kerja
jantung. Untuk pengecekan tekanan darah, perlu dilakukan dua atau tiga
kali pemeriksaan. Untuk satu kali pemeriksaan, dianggap tak mencukupi
karena tekanan darah cenderung berubah-ubah dari jam ke jam.
Penyebab tekanan darah yang paling sering adalah aterosklerosis
atau penebalan dinding arteri yang membuat hilangnya elastisitas
pembuluh darah. Sebab lainnya adalah faktor keturunan, bertambahnya
jumlah darah yang dipompa jantung, penyakit pada ginjal, kelenjar
adrenal, dan sistem syaraf sipatis. Pada mereka yang hamil, kelebihan
berat badan, stres, dan tekanan mental, hipertensi pun kerap
menghinggapinya. Akibat dari hipertensi bisa beragam, seperti komplikasi
pembesaran jantung, penyakit jantung koroner, dan pecahnya pembuluh
darah otak.
Bahkan, hipertensi ini bisa juga menyebabkan kematian. Pengobatan
hipertensi selama ini didasarkan pada penyebabnya. Penanganan
hipertensi meliputi kombinasi pemberian obat, pengaturan diet, dan
olahraga. Penderita pun perlu mengontrol tekanan darahnya secara rutin.
Dalam langkah terapi optimal hipertensi (HOT), terdapat terapi tunggal
dan kombinasi. Ternyata, dalam penelitian yang dilakukan PT Boehringer
Ingelheim (PBI), untuk monoterapi dengan pengobatan tunggal, hanya
efektif untuk mengontrol tekanan dengan hasil mencapai 40 persen
sampai 50 persen pasien.
Responnya pun sangat rendah. Monoterapi tak cukup memberikan
kontrol tekanan darah yang efektif terhadap pasien dengan berbagai
faktor risiko seperti diabetes, stroke, penyakit jantung koroner, pasien
lanjut usia, dan gemuk. Panduan penatalaksanaan hipertensi yang
disusun WHO, JNC-VII-USA pada Mei 2003, merekomendasikan pada
pasien hipertensi dengan berbagai risiko untuk mencapai target
penurunan tekanan darah yang diinginkan.
Dari awal, terapi sudah dapat dimulai dengan cara kombinasi.
Rekomendasi target dari panduan internasional tersebut adalah tekanan
darah kurang dari 140/90 mmHg bagi pasien tanpa faktor risiko, kurang
dari 130/85 mmHg pada pasien hipertensi dengan diabetes atau
gangguan fungsi ginjal, dan kurang dari 125/85 mmHg pada pasien
hipertensi dengan gangguan fungsi ginjal dan proteinurea yang lebih dari
1 gram per 24 jam.
Terapi kombinasi sangat efektif bagi pasien angiotensin II receptor
antagonist (AIIRA) dan diuretik (hydrochlorothiazide-HCTZ). Terapi ini
menggunakan zat aktif dari berbagai kelas obat antihipertensi dengan efek
berbeda tapi saling melengkapi. Pasien dengan terapi kombinasi,
dosisnya lebih kecil daripada dosis monoterapi sehingga efek samping
yang terjadi relatif juga lebih rendah. Seperti yang disampaikan oleh Prof
Dr Jose Roesma PhD SpPD-KGH, tentang penggunaan pengobatan
kombinasi yang rasional.
Fokusnya adalah pada pengobatan telmisartan dan HCTZ.
Penyampaian ini dilakukan beberapa waktu lalu di Jakarta, dalam seminar
yang diselenggarakan Boehringer Ingelheim. Keuntungan terapi
kombinasi adalah adanya dua zat aktif dalam satu tablet hingga mudah
dan praktis dipakai. "Sedangkan, kontrol tekanan darah lebih optimal
dibandingkan monoterapi," ujar Jose. Tak hanya itu saja. Terapi kombinasi
sangat efektif menurunkan tekanan darah sistolik pada lanjut usia dan
pasien dengan berbagai risiko. Keuntungan utama dari terapi ini adalah
biaya terapi yang lebih rendah.
Dalam penelitian yang dipimpin oleh HC Diener dengan dukungan
PBI, merinci studi pencegahan stroke di Eropa. Penelitian European
Stroke Prevention Study kedua (ESPS-2) ini meliputi 59 klinik dari 13
negara dengan responden sebanyak 6.602 orang. Studi ini membuktikan
efektivitas kombinasi dipyridamole lepas lambat dengan ASA (acetyl
salicyl acid) dalam mencegah stroke sekunder atau TIA (transiet ischemic
attack).
HC Diener mengawali studi ini secara random, plasebo kontrol, dan
samar ganda untuk mengetahui efektivitas dan keamanan pemberian ASA
dosis rendah, dipyridamole Iepas lambat dan kombinasi keduanya.
Setelah dua tahun, tim peneliti menyimpulkan bahwa ASA dosis rendah
dan dipyridamole efektif menurunkan risiko stroke secara jelas (1:1.000),
termasuk risiko stroke dengan kematian (1:100). Dibandingkan dengan
kelompok plasebo, papar Diener, risiko stroke pada ASA, berkurang 18
persen, dan pada dipyridamole menjadi 16 persen.
Untuk terapi kombinasi keduanya, terdapat penurunan risiko stroke
menjadi 37 persen. Artinya, penelitian ini menunjukkan, risiko stroke
sekunder dengan kombinasi kedua pengobatan ini menurunkan risikonya
dua kali lipat lebih efektif dibanding terapi tunggal dari kedua pengobatan
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja.2002.”Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya. PT. Elex Media Komputindo: Jakarta.
Guyton, Arthur C, Hall. John E. 2006. Textbook of Medical Physiology. Eleventh edition. Elsevier Saunders. Philadelphia.
Mycek, Mary J. dkk. 2000.”Farmakologi Ulasan Bergambar”. PT. Widya Medika : Jakarta
Betram G. Katzung. 2007. Basic And Clinical Pharmacology Tenth Edition. Mc Graw-Hill Medical Publishing Division, Pennsylvania.
Bahan dari internet:
en.wikipedia.org/wiki/Blood_pressure
http://id.wikipedia.org/wiki/Ginjal
http://en.wikipedia.org/wiki/Renin-angiotensin_system
http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1078805826,57204,
http://www.medicastore.com/Apotik_online/Obat_kardiovaskular/Obat_diuretik
http://www.elexmedia.co.id/pdf/EMK170070981%20-%20Hipertensi.pdf
http://lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/hypertensionhosppharm3.pdf
Tambahan dari slide-slide bahan kuliah dan file-file dari internet yang saya lupa catat
alamat webnya dan sedikit improve dari pengalaman penyusun makalah…. (Maaf kalo
tidak ilmiah kak…)