makalah ham
TRANSCRIPT
Tugas Makalah Hukum Konstitusi dan HAM
HAK ASASI MANUSIA (HAM) DALAM UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
Oleh : Ishak Nawawi
A. Latar Belakang
Membicarakan Hak Asasi Manusia (HAM) berarti membicarakan
dimensi kehidupan manusia. Pengakuan atas eksistensi manusia
menandakan bahwa manusia sebagai makhluk hidup adalah ciptaan Tuhan
Yang Maha Kuasa, Allah SWT. Sebagai bagian dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara, maka penegakan HAM sangat tergantung dari
konsistensi lembaga negara.
Hak Asasi Manusia berkembang dan dikenal oleh dunia hukum modern
sekitar abad 17 dan 18 di Eropah. HAM tersebut semula dimaksudkan untuk
melindungi individu dari kekuasaan sewenang-wenang penguasa (raja).
Namun dalam perkembangannya HAM bukan lagi milik segelintir orang,
melainkan hak semua orang (universal) tanpa terkecuali. Atas dasar
kesadaran itulah dilahirkan Deklarasi Universal HAM (Universal Declaration of
Human Rights (UDHR)) tahun 1948.
Dengan dituangkannya nilai-nilai HAM yang terkandung di dalam
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tersebut telah membawa konsep
tatanan dalam rezim-rezim baru yang terlibat dalam pembangunan institusi
maupun konstruksi demokrasi berpandangan bahwa pendidikan HAM
1
merupakan sarana penangkal yang tepat untuk mencegah kambuhnya
kembali kecenderungan pelanggaran HAM.1
Karena HAM itu bersifat kodrati, sebenarnya ia tidak memerlukan
legitimasi yuridis untuk pemberlakuannya dalam suatu sistem hukum nasional
maupun internasional. Sekalipun tidak ada perlindungan dan jaminan
konstitusional terhadap HAM, hak itu tetap eksis dalam setiap diri manusia.
Gagasan HAM yang bersifat teistik ini diakui kebenarannya sebagai nilai yang
paling hakiki dalam kehidupan manusia. Namun karena sebagian besar tata
kehidupan manusia bersifat sekuler dan positivistik, maka eksistensi HAM
memerlukan landasan yuridis untuk diberlakukan dalam mengatur kehidupan
manusia.2
Di Indonesia, pemahaman HAM sebagai nilai, konsep dan norma yang
hidup dan berkembang di masyarakat dapat ditelusuri melalui studi terhadap
sejarah perkembangan HAM yang dimulai dari zaman pergerakan hingga
sekarang, yaitu ketika amandemen terhadap UUD 1945 yang secara eksplisit
memuat pasal-pasal HAM. Seperti halnya konstitusi yang pernah berlaku di
Indonesia (Konstitusi RIS dan UUDS 1950), UUD 1945 amandemen juga
memuat pasal-pasal tentang HAM dalam kadar dan penekanan yang berbeda,
disusun secara kontekstual sejalan dengan suasana dan kondisi sosial dan
politik pada saat penyusunannya. Penyusunan muatan HAM dalam
1 Satya Arinanto, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia, Cet. II, Pusat Studi Hukum Tata Negara , Jakarta, 2005, hal. 2.2 Salman Luthan, Proyeksi Harmonisasi Konvensi Menentang Penyiksaan Dengan Hukum Pidana Nasional, makalah seminar nasional kerjasama Departemen Hukum Internasional FH UII dengan ELSAM, Yogyakarta, 1995, hal.15.
2
amandemen kedua UUD 1945 tidak terlepas dari situasi sosial dan politik
yang berkembang dan nuansa demokratisasi, keterbukaan, pemajuan dan
perlindungan HAM serta mewujudkan negara berdasarkan hukum.3
HAM dalam UUD 1945 diatur secara singkat dan sederhana. HAM
yang diatur dalam UUD 1945 berorientasi kepada Hak sebagai warga negara
(HAW). Dalam Konstitusi RIS 1949, pengaturan HAM terdapat dalam Bagian
V yang berjudul “Hak-hak dan Kebebasankebebasan Dasar Manusia”. UUDS
1950 memuat pasal-pasal tentang HAM yang relatif lebih lengkap. Ketentuan
HAM diatur pada Bagian V (Hak-hak dan Kebebasan-kebebasan dasar
Manusia). Muatan HAM dalam Perubahan Kedua UUD 1945 jauh melebihi
ketentuan yang pernah diaturdalam UUD 1945. HAM diatur dalam sebuah
bab, yakni Bab XA tentang Hak Asasi Manusia yang terdiri dari 10 pasal, dari
mulai Pasal 28A sampai dengan 28J.
Dalam Undang-Undang Dasar yang dibuat tahun 1945, telah
dicantumkan hal tersebut dalam Pembukaan-nya alinea 1, yang
menegaskan : Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala
bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan,
karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Alinea
tersebut merupakan penanda, bahwa bangsa Indonesia sedang berkeinginan
membawa rakyatnya terbebas dari segala bentuk penjajahan, dengan
harapan lebih mengupayakan terciptanya sendi-sendi kemanusiaan dan
3 Bagir Manan, Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan Hak Asasi Manusia di Indonesia, Alumni, Bandung, 2006, hal., 2.
3
keadilan. Konsepsi ini merupakan konsepsi awal, dimana penegasan hak-hak
asasi manusia ditujukan tidak hanya bagi bangsa Indonesia yang saat itu baru
merdeka, tetapi ditujukan untuk seluruh bangsa di dunia ini.
Secara substansi, hak-hak asasi manusia yang diatur dalam konstitusi
tertulis di Indonesia senantiasa mengalami perubahan seiring dengan konteks
perubahan peta rezim politik yang berkuasa. Dari UUD, Konstitusi RIS 1949,
UUDS 1950, UUD 1945 dan kini UUD 1945 Pasca Amandemen. Berdasarkan
dinamika dan perkembangan atas perubahan konstitusi tertulis di Indonesia,
khususnya yang mengatur tentang hak-hak asasi manusia, maka sangat
penting dikaji dalam hubungannya memahami konstruksi hukum tanggung
jawab negara dalam pelaksanaannya. Dalam tulisan berikut, dikaji dan
dianalisis tentang hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara
berikut penjabaran hak asasi manusia dalam UUD 1945 dan pelaksanaan
perlindungan hak asasi manusia di Indonesia.
Saat ini, Indonesia telah merativikasi pula beberapa konvensi
internasional yang mengatur HAM, antara lain:4
a. Deklarasi tentang Perlindungan dan Penyiksaan, melalui UU No. 5
Tahun 1998.
b. Konvensi mengenai Hak Politik Wanita 1979, melalui UU No. 68 Tahun
1958.
4 Lies Sugondo, Perkembangan Pelaksanaan HAM di Indonesia, Kapita Selekta Hak Asasi Manusia, Puslitbang Diklat MARI, 2001, hal. 146.
4
c. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap wanita,
melalui UU No. 7 Tahun 1984.
d. Konvensi Perlindungan Hak-Hak Anak, melalui Keppres No. 36 Tahun
1990.
e. Konvensi tentang Ketenagakerjaan, melalui UU No. 25 Tahun 1997,
yang pelaksanaannya ditangguhkan sementara.
f. Konvensi tentang Penghapusan Bentuk Diskriminasi Ras Tahun 1999,
melalui UU No. 29 Tahun 1999.
B. Pembahasan
1. Sejarah Pengaturan HAM di Indonesia
Pembicaraan mengenai HAM , pada awalnya dikenal di dunia Barat.
Dimulai dari abad XVII yang merupakan tonggak dikonsepkannya hak asasi
manusia yang bersumber dari hak kodrat yang mengalir dari hukum kodrat
dengan hak politik. Pada abad XVIII Hak-hak kodrat dirasionalkan dalam
kontrak sosial dan mulai dipikirkan tentang kebebasan sipil individualisme
kuantitatif. Pada abad XIX pemikiran berkembang dengan dukungan etik dan
utilitarian dan munculnya paham sosialisme serta hak-hak partisipasi
individualisme kualitatif . Pada abad XX berkembang adanya konversi hak-hak
asasi manusia yang sifatnya kodrat menjadi hak-hak hukum (positif) dan hak-
hak sosial (sosiale grondrechten). Pada masa ini munculnya Piagam PBB.5
5 Hartati, Bahan Kuliah Hukum Hak Asasi Manusia, Universitas Jambi Program Pascasarjana Program Magister Ilimu Hukum, Jambi, 2010, hal., 4.
5
Sebagai salah satu negara anggota PBB, mewajibkan Indonesia melakukan
ratifikasi instrumen HAM Internasional sesuai dengan falsafah Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, serta kebudayaan bangsa Indonesia.
Pengaturan HAM dalam UUD 1945 sebelum amandemen belum tercantum
secara transparan. Setelah dilakukannya amandemen I sampai dengan
amandemen IV UUD 1945, ketentuan tentang HAM tercantum dalam Pasal
28A sampai dengan Pasal 28J.6
HAM bukanlah wacana yang asing dalam diskursus politik dan
ketatanegaraan di Indonesia. Pembahasan mengenai HAM dalam
ketatanegaraan Indonesia yang ditandai dengan perdebatan yang sangat
intensif dalam tiga periode sejarah ketatanegaraan, yaitu mulai dari tahun
1945, sebagai periode awal perdebatan HAM, diikuti dengan periode
Konstituante (tahun 1957-1959) dan periode awal bangkitnya Orde Baru
(tahun 1966-1968). Dalam ketiga periode inilah perjuangan untuk menjadikan
HAM sebagai sentral dari kehidupan berbangsa dan bernegara berlangsung
dengan sangat serius. Meski demikian pada periode-periode emas tersebut
wacana HAM gagal dituangkan ke dalam hukum dasar negara atau konstitusi.
Perkembangan demokrasi dan HAM pada era orde baru belum berjalan
dengan baik. Meski demikian terdapat beberapa peraturan yang menyangkut
tentang HAM yang lahir pada masa orde baru. Hal tersebut lebih disebabkan
faktor keanggotan Indonesia sebagai anggota PBB, penghormatan terhadap
6 Muladi, Hak Asasi Manusia Hakekat, Konsep dan Implikasi dalam Prespektif Hukum dan Masyarakat, PT. Refika Aditama, Bandung, 2005, hal.3.
6
Piagam PBB dan Deklarasi Universal HAM serta untuk perlindungan,
pemajuan, penegakan dan pemenuhan HAM sesuai dengan prinsip-prinsip
kebudayaan bangsa Indonesia, Pancasila dan Negara berdasarkan atas
Hukum telah menetapkan:7
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi
Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita,
2. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 Tentang Pengesahan Hak-
Hak Anak,
3. Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 Tentang Komisi Nasional
HAM.
Upaya memasukan HAM dalam konstitusi yang selalu gagal lebih
disebabkan oleh kepentingan politik penguasa pada era orde baru. Upaya lain
yang ditempuh yakni berbagai pihak melengkapi UUD 1945 yang berkaitan
dengan HAM melalui MPR dalam sidang-sidang awal orde baru telah
menyusun Piagam Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak serta kewajiban
Warga Negara. Piagam tersebut pada akhirnya juga tidak diberlakukan karena
kepentingan politik dan beranggapan bahwa masalah HAM telah diatur dalam
berbagai peraturan perundnag-undangan. Untuk menghapus kekecewaan
pada kepada bangsa Indonesia terhadap piagam HAM, maka MPR pada
sidang Istimewanya pada tanggal 11 Nopember 1998 mensahkan ketetapan
7 Ibid, hal., 4.
7
MPR Nomor XVII/MPR/1998 yang menugaskan kepada Lembaga-lembaga
Tinggi Negara dan seluruh Apratur Pemerintah, untuk menghormati,
menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman mengenai HAM kepada
seluruh masyarakat.8 Ketetapan ini juga menegaskan kepada Presiden dan
Dewan Perwakilan Rakyat untuk meratifikasi berbagai instrumen PBB tentang
HAM, sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.9
Pada tanggal 15 Agustus 1998 Presiden B.J. Habibie telah
menetapkan berlakunya Keppres Nomor 129 Tahun 1998 tentang Rencana
Aksi Nasional Hak-Hak Asasi Manusia Indonesia 1998-2003 atau yang
disebut RAN HAM. Dalam Keppres tersebut ditegaskan bahwa RAN HAM
akan dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan dalam program 5
(lima) tahunan yang akan ditinjau dan disempurnakan setiap 5 (lima) tahun.10
Perkembangan-perkembangan yang terjadi begitu cepat dalam lingkup
domestik maupun Internasional dan kehadiran Kementrian Negara Urusan
Hak Asasi Manusia pada Kabinet Persatuan Nasional (yang kemudian
digabungkan dengan Depatemen Hukum dan Perundang-undangan menjadi
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia) membuat RAN HAM harus
disesuaikan.11
8 Ibid., hal., 4.9 Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Hasil Sidang Istimewa Tahun 1998, Sekretaris Jenderal MPR RI, Jakarta, hal., 81-96.10 Satya Arinanto, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik Di Indonesia, Cetakan ke III, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2008, hal., 15.11 Ibid.
8
Sebagai tindak lanjut dari Keppres Nomor 129 Tahun 1998 maka
ditetapkanlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 yang merupakan
penetapan dari pengesahan Convention Against Torture and other Cruel,
Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang
Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak
Manusiawi atau Merndahkan Martabat Manusia)12
Pada tanggal 23 September 1999 diberlakukan Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (yang selanjutnya dalam
makalah ini disingkat UU HAM) yang berlandaskan pada Ketetapan MPR
Nomor XVII/MPR/1998. Selain diatur mengenai Hak Asasi Manusia dan
Kebebasan Dasar Manusia, dalam UU HAM juga diatur beberapa hal yang
berkaitan dengan Kewajiban Dasar Manusia.13
Pada tanggal 8 Oktober 1999 Pemerintah membentuk Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 1999
Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Keluarnya Perpu tersebut
didasarkan pada pertimbangan untuk menjaga agar pelaksanaan HAM sesuai
dengan harkat dan martabat manusia serta memberi perlindungan, kepastian,
keadilan dan perasaan aman bagi perorangan maupun masyarakat maka
perlu diambil tindakan atas pelanggaran terhadap HAM yang.14
Pemberlakukan Perpu Nomor 1 Tahun 1999 Tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia tidak berlangsung lama. Hal ini disebabkan penolakan DPR
12 Ibid., hal., 16.13 Ibid.14 Ibid, hal.18.
9
terhadap Perpu atas saran Pemerintah melalui Menteri Kehakiman dan HAM.
Meski Perpu ditolak DPR, Perpu tersebut tetap dinyatakan berlaku dengan
alasan untuk mengisi kekosongan hukum. Pencabutan terhadap Perpu
akhirnya dilakukan pada tanggal 23 November 2000 oleh Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, khususnya
dalam Pasal 50.15
2. Hak Asasi Manusia dan Hak Konstitusional Warga Negara
Pemasukan unsur-unsur HAM dalam peraturan perundang-undangan
telah disadari oleh para pendiri negara Indonesia sebagai sesuatu yang wajib
ada dalam negara yang berasaskan demokrasi. Dalam tataran makro, HAM
telah digariskan dalam Pembukaan UUD 1945. Kemudian diformalkan dalam
bentuk peraturan perundang-udangan oleh lembaga politik/DPR dan
dioperasionalkan/dilaksanakan oleh pejabat/aparat negara dalam bentuk
peraturan pemerintah/peraturan lainnya sebagai pegangan para pejabat.16
Sebagai salah satu syarat negara hukum yang demokrasi harus ada jaminan
HAM dalam konstitusi maupun dalam semua peraturan perundang-undangan.
Jaminan HAM dalam negara meliputi sistem hukum yang dianut dan
penerapannya melalui unsur-unsur dalam sistem hukum yang menurut
Lawrence Meir Friedman (1975,1998) terdapat tiga unsur dalam sistem
15 Ibid.16 Masyhur Effendi, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) dan Proses Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia (HAKHAM), Ghalia Indonesia, Bogor Selatan, 2005, hal.,133.
10
hukum, yakni Struktur (Structure), substansi (Substance) dan Kultur Hukum
(Legal Culture).17
Hak asasi manusia merupakan materi inti dari naskah undang-undang
dasar negara modern. Demikian pula hak dan kewajiban warga negara
merupakan salah satu materi pokok yang diatur dalam setiap undang-undang
dasar sesuai dengan paham konstitusi negara modern. Hak Asasi Manusia
(HAM), adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
setiap manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh
Negara, Hukum, Pemerintahan, dan setiap orang, demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia.18 Artinya, yang dimaksud sebagai
hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap pribadi manusia.
Karena itu, hak asasi manusia (the human rights) itu berbeda dari pengertian
hak warga negara (the citizen’s rights). Namun, karena hak asasi manusia itu
telah tercantum dengan tegas dalam UUD 1945, sehingga juga telah resmi
menjadi hak konstitusional setiap warga negara atau “constitutional rights”.
Namun tetap harus dipahami bahwa tidak semua “constitutional rights”
identik dengan “human rights”. Terdapat hak konstitusional warga negara (the
citizen’s constitutional rights) yang bukan atau tidak termasuk ke dalam
pengertian hak asasi manusia (human rights). Misalnya, hak setiap warga
17 Achmad Ali, Keterpurukan Hukum di Indonesia Penyebab dan Solusinya, Cetakan Kedua, Ghalia Indonesia, Ciawi-Bogor, 2005, hal. 1.18 Lihat: Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
11
negara untuk menduduki jabatan dalam pemerintahan adalah “the citizen’s
constitutional rights”, tetapi tidak berlaku bagi setiap orang yang bukan warga
negara. Karena itu, tidak semua “the citizen’s rights” adalah “the human
rights”, akan tetapi dapat dikatakan bahwa semua “the human rights” juga
adalah sekaligus merupakan “the citizen’s rights”.
Di negara lain, pembedaan semacam ini juga biasa dilakukan. Di
Amerika Serikat, misalnya, biasa dibedakan antara “the people’s rights” versus
“the citrizen’s rights”. Umpamanya diajukan pertanyaan, “Are you one of the
People of the United States as contemplated by the U.S. Constitution
Preambule? Or, are you one of the citizens of the United States as defined in
the U.S. Constitution 14th Amendment?”. “If you are one the People of the
United States, then all ten amendments are available to you. You have natural
rights. If you are a citizen of the United States, then you have civil rights
(properly called civil privilages)”.19 “Civil privileges” itu tidak dimiliki oleh
penduduk Amerika Serikat yang bukan warga negara Amerika Serikat.
Pengertian-pengertian mengenai hak warga negara juga harus
dibedakan pula antara hak konstitusional dan hak legal. Hak konstitutional
(constitutional rights) adalah hak-hak yang dijamin di dalam dan oleh UUD
1945, sedangkan hak-hak hukum (legal rights) timbul berdasarkan jaminan
undang-undang dan peraturan perundang-undangan di bawahnya
(subordinate legislations). Setelah ketentuan tentang hak asasi manusia
19 http://www.chrononhotonthologos.com/lawnotes/pvcright.htm. Diakses tanggal 13 Februari 2013, jam: 15.30 WIB.
12
diadopsikan secara lengkap dalam UUD 1945,20 pengertian tentang hak asasi
manusia dan hak asasi warga negara dapat dikaitkan dengan pengertian
“constitutional rights” yang dijamin dalam UUD 1945. Selain itu, setiap warga
negara Indonesia memiliki juga hak-hak hukum yang lebih rinci dan
operasional yang diatur dengan undang-undang ataupun peraturan
perundang-undangan lain yang lebih rendah. Hak-hak yang lahir dari
peraturan di luar undang-undang dasar disebut hak-hak hukum ( legal rights),
bukan hak konstitusional (constitutional rights).
Menjadi Warga Negara Republik Indonesia menurut UUD 1945
mempunyai arti yang sangat penting dalam sistem hukum dan pemerintahan.
UUD 1945 mengakui dan menghormati hak asasi setiap individu manusia
yang berada dalam wilayah negara Republik Indonesia. Penduduk Indonesia,
apakah berstatus sebagai Warga Negara Indonesia atau bukan diperlakukan
sebagai manusia yang memiliki hak dasar yang diakui universal. Prinsip-
prinsip hak asasi manusia itu berlaku pula bagi setiap individu Warga Negara
Indonesia. Bahkan, di samping jaminan hak asasi manusia itu, setiap Warga
Negara Indonesia juga diberikan jaminan hak konstitusional dalam UUD 1945.
Di samping itu, terdapat pula ketentuan mengenai jaminan hak asasi
manusia tertentu yang hanya berlaku bagi Warga Negara atau setidaknya
bagi Warga Negara diberikan kekhususan atau keutamaan-keutamaan
tertentu, misalnya, hak atas pekerjaan, hak atas pendidikan dan lain-lain yang
secara bertimbal balik menimbulkan kewajiban bagi negara untuk memenuhi
20 Lihat Perubahan Kedua UUD 1945 pada tahun 2000.
13
hak-hak itu khusus bagi Warga Negara Indonesia. Artinya, negara Republik
Indonesia tidak wajib memenuhi tuntutan warga negara asing untuk bekerja di
Indonesia ataupun untuk mendapatkan pendidikan gratis di Indonesia. Hak-
hak tertentu yang dapat dikategorikan sebagai hak konstitusional Warga
Negara adalah:
a. Hak asasi manusia tertentu yang hanya berlaku sebagai hak konstitusional
bagi Warga Negara Indonesia saja. Misalnya, (i) hak yang tercantum
dalam Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan, “Setiap Warga
Negara berhak atas kesempatan yang sama dalam pemerintahan”; (ii)
Pasal 27 ayat (2) menyatakan, “Tiap-tiap Warga Negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan; (iii) Pasal 27
ayat (3) berbunyi, “Setiap Warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam
pembelaan negara”; (iv) Pasal 30 ayat (1) berbunyi, “Tiap-tiap Warga
Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara”; (v) Pasal 31 ayat (1) menentukan, “Setiap Warga
Negara berhak mendapat pendidikan”; Ketentuan-ketentuan tersebut
khusus berlaku bagi Warga Negara Indonesia, bukan bagi setiap orang
yang berada di Indonesia;
b. Hak asasi manusia tertentu yang meskipun berlaku bagi setiap orang,
akan tetapi dalam kasus-kasus tertentu, khusus bagi Warga Negara
Indonesia berlaku keutamaan-keutamaan tertentu. Misalnya, (i) Pasal 28D
ayat (2) UUD 1945 menentukan, “Setiap orang berhak untuk bekerja.....”.
14
Namun, negara dapat membatasi hak orang asing untuk bekerja di
Indonesia. Misalnya, turis asing dilarang memanfaatkan visa kunjungan
untuk mendapatkan penghidupan atau imbalan dengan cara bekerja di
Indonesia selama masa kunjungannya itu; (ii) Pasal 28E ayat (3) UUD
1945 menyatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Meskipun ketentuan ini bersifat
universal, tetapi dalam implementasinya, orang berkewarganegaraan
asing dan Warga Negara Indonesia tidak mungkin dipersamakan haknya.
Orang asing tidak berhak ikut campur dalam urusan dalam negeri
Indonesia, misalnya, secara bebas menyatakan pendapat yang dapat
menimbulkan ketegangan sosial tertentu. Demikian pula orang warga
negara asing tidak berhak mendirikan partai politik di Indonesia untuk
tujuan mempengaruhi kebijakan politik Indonesia. (iii) Pasal 28H ayat (2)
menyatakan, “Setiap orang berhak untuk mendapat kemudahan dan
perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama
guna mencapai persamaan dan keadilan”. Hal ini juga diutamakan bagi
Warga Negara Indonesia, bukan bagi orang asing yang merupakan
tanggungjawab negara asalnya sendiri untuk memberikan perlakuan
khusus itu;
c. Hak Warga Negara untuk menduduki jabatan-jabatan yang diisi melalui
prosedur pemilihan (elected officials), seperti Presiden dan Wakil Presiden,
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan
15
Wakil Walikota, Kepala Desa, Hakim Konstitusi, Hakim Agung, anggota
Badan Pemeriksa Keuangan, anggota lembaga permusyawaratan dan
perwakilan yaitu MPR, DPR, DPD dan DPRD, Panglima TNI, Kepala
Kepolisian RI, Dewan Gubernur Bank Indonesia, anggota komisi-komisi
negara, dan jabatan-jabatan lain yang diisi melalui prosedur pemilihan,
baik secara langsung atau secara tidak langsung oleh rakyat.
d. Hak Warga Negara untuk diangkat dalam jabatan-jabatan tertentu
(appointed officials), seperti tentara nasional Indonesia, polisi negara,
jaksa, pegawai negeri sipil beserta jabatan-jabatan struktural dan
fungsional dalam lingkungan kepegawaian, dan jabatan-jabatan lain yang
diisi melalui pemilihan.
Setiap jabatan (office, ambt, functie) mengandung hak dan kewajiban serta
tugas dan wewenang yang bersifat melekat dan yang pelaksanaan atau
perwujudannya terkait erat dengan pejabatnya masing-masing (official,
ambtsdrager, fungsionaris) sebagai subyek yang menjalankan jabatan
tersebut. Semua jabatan yang dimaksud di atas hanya berlaku dan hanya
dapat diduduki oleh warga negara Indonesia sendiri sesuai dengan
maksud ketentuan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (3). Pasal 27 ayat
(1) menentukan, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Pasal 28D ayat (3)
berbunyi, “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang
16
sama dalam pemerintahan”. Dengan demikian, setiap warga negara
Indonesia berhak untuk menduduki jabatan-jabatan kenegaraan dan
pemerintahan Republik Indonesia seperti yang dimaksud di atas.
Penekanan status sebagai warga negara ini penting untuk menjamin
bahwa jabatan-jabatan tersebut tidak akan diisi oleh orang-orang yang
bukan warga negara Indonesia. Dalam hal warga negara Indonesia
dimaksud telah menduduki jabatan-jabatan sebagaimana dimaksud di
atas, maka hak dan kewajibannya sebagai manusia dan sebagai warga
negara terkait erat dengan tugas dan kewenangan jabatan yang
dipegangnya. Kebebasan yang dimiliki oleh setiap orang dibatasi oleh
status seseorang sebagai warga negara, dan kebebasan setiap warga
negara dibatasi pula oleh jabatan kenegaraan yang dipegang oleh warga
negara yang bersangkutan. Karena itu, setiap warga negara yang
memegang jabatan kenegaraan wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditentukan berdasarkan tugas dan kewenangan jabatannya masing-
masing;
e. Hak untuk melakukan upaya hukum dalam melawan atau menggugat
keputusan-keputusan negara yang dinilai merugikan hak konstitusional
Warga Negara yang bersangkutan. Upaya hukum dimaksud dapat
dilakukan (i) terhadap keputusan administrasi negara (beschikkingsdaad
van de administratie), (ii) terhadap ketentuan pengaturan (regelensdaad
van staat orgaan), baik materiil maupun formil, dengan cara melakukan
17
substantive judicial review (materiile toetsing) atau procedural judicial
review (formele toestsing), atau pun (iii) terhadap putusan hakim (vonnis)
dengan cara mengajukannya ke lembaga pengadilan yang lebih tinggi,
yaitu tingkat banding, kasasi, atau peninjauan kembali. Misalnya, Pasal 51
ayat (1) huruf a UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi21
menentukan bahwa perorangan Warga Negara Indonesia dapat menjadi
pemohon perkara pengujian undang-undang terhadap undang-undang
dasar, yaitu dalam hal yang bersangkutan menganggap bahwa hak
(dan/atau kewenangan) konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya
sesuatu undang-undang yang dimohonkan pengujiannya.22
Sebagai imbangan terhadap adanya jaminan hak konstitusional warga
negara tersebut di atas, UUD 1945 juga mengatur dan menentukan adanya
kewajiban konstitusional setiap warga negara. Serupa dengan hak-hak,
kewajiban-kewajiban dimaksud juga terdiri atas (i) kewajiban sebagai manusia
atau kewajiban asasi manusia, dan (ii) kewajiban sebagai warga negara.
Bahkan, jika dibedakan lagi antara hak dan kewajiban asasi manusia dengan
hak dan kewajiban konstitusional warga negara, maka kewajiban-kewajiban
dimaksud juga dapat dibedakan antara (i) kewajiban asasi manusia, (ii)
kewajiban asasi warga negara, dan (iii) kewajiban konstitusional warga
21 LN-RI Tahun 2003 Nomor 98, TLN-RI Nomor 4316.22 Hal ini dikuatkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2-3/PUU-V/2007 yang salah satu amar putusannya adalah menyatakan permohonan Pemohon III dan IV tidak dapat diterima karena para pemohon tersebut adalah warga negara asing. Dengan demikian, Warga negara asing tidak memiliki legal standing mengajukan permohonan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar.
18
negara. Yang dimaksud dengan kewajiban asasi manusia dan warga negara
adalah:
a. Kewajiban setiap orang untuk menghormati hak asasi manusia orang
lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
seperti yang tercantum dalam Pasal 28J ayat (1) UUD 1945;
b. Kewajiban setiap orang dalam menjalankan hak dan kebebasannya
untuk tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-
undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan
serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-
nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis, sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 28J ayat (2)
UUD 1945;
c. Kewajiban setiap orang dan setiap warga negara untuk membayar
pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 23A UUD 1945;
d. Kewajiban setiap warga negara untuk ikut serta dalam upaya
pembelaan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3)
dan untuk ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) UUD 1945.
Subyek kedua macam kewajiban pertama tersebut di atas adalah
“setiap orang”. Karena itu, kedua kewajiban pertama di atas adalah kewajiban
19
asasi manusia atau kewajiban setiap orang, terlepas dari apakah ia berstatus
sebagai warga negara Indonesia atau bukan. Kedua kewajiban itu, berlaku
juga bagi setiap warga negara Indonesia, sehingga oleh karenanya dapat
sekaligus disebut sebagai kewajiban konstitusional warga negara Indonesia.
Namun, di samping kedua kewajiban di atas, setiap warga negara dan juga
orang asing dibebani pula kewajiban lain yang secara implisit lahir karena
adanya kekuatan negara untuk memaksakan kehendaknya melalui instrumen
pajak dan pungutan lain sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 23A UUD
1945. Pasal ini menentukan, “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa
untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”. Kekuatan negara
untuk memaksa itu melahirkan kewajiban kepada setiap subyek wajib pajak
dan subyek pungutan non-pajak berupa retribusi untuk membayarkannya
kepada negara. Oleh karena itu, kewajiban membayar pajak dan pungutan
lainnya merupakan kewajiban asasi setiap orang yang hidup di Indonesia dan
sekaligus merupakan kewajiban konstitusional setiap warga negara Indonesia.
Yang juga merupakan kewajiban setiap warga negara adalah untuk ikut
serta dalam upaya pembelaan negara23 dan usaha pertahanan dan keamanan
negara.24 Di samping sebagai kewajiban, upaya pembelaan negara dan usaha
pertahanan dan keamanan negara ini juga adalah hak setiap warga negara
Indonesia secara seimbang dan bertimbal-balik. Karena itu, Pasal 27 ayat (1)
UUD 1945 berbunyi, “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
23 Lihat: Pasal 27 ayat (3) UUD 1945.24 Lihat: Pasal 30 ayat (1) UUD 1945.
20
upaya pembelaan negara”. Sementara itu, Pasal 30 ayat (1) UUD 1945
berbunyi, “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara”. Kedua ketentuan ini secara sepintas
seperti pengulangan belaka, sehingga menimbulkan kritik mengapa tidak
diintegrasikan saja atau setidak-tidaknya dirumuskan dalam satu pasal.
Namun, karena perumusannya sudah demikian adanya, maka keduanya
harus dapat dibedakan satu dengan yang lain. Pasal 27 ayat (1) mengatur
tentang pembelaan negara yang bersifat umum, sedangkan Pasal 30 ayat (1)
mengatur tentang pertahanan dan keamanan negara. Yang terakhir ini
menekankan pembedaan antara usaha pertahanan yang terkait dengan
pernan TNI dan usaha keamanan negara yang terkait dengan peran POLRI.
3. Penjabaran Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945
Hak-hak asasi manusia sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan
pandangan filosofis tentang manusia yang melatarbelakanginya. Menurut
Pancasila sebagai dasar dari bangsa Indonesia hakikat manusia adalah
tersusun atas jiwa dan raga, kedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan dan
makhluk pribadi, adapun sifat kodratnya sebagai mahluk individu dan makhluk
sosial. Dalam pengertian inilah maka hak-hak asasi manusia tidak dapat
dipisahkan dengan hakikat kodrat manusia tersebut. Konseksuensinya dalam
realisasinya maka hak asasi manusia senantiasa memilik hubungan yang
korelatif dengan wajib asasi manusia karena sifat kodrat manusia sebaga
individu dan mahluk sosial.
21
Dalam rentangan berdirinya bangsa dan negara Indonesia telah lebih
dulu dirumuskan dari Deklarasi Universal hak-hak asasi manusia PBB ,
karena Pembukaan UUD 1945 dan pasasl-pasalnya diundangkan pada
tanggal 18 Agustus 1945 , adapun Deklarasi PBB pada tahun 1948. Hal itu
merupakan fakta pada dunia bahwa bangsa Indonesia sebelum tercapainya
pernyataan hak-hak asasi manusia sedunia oleh PBB, telah mengangkat hak-
hak asasi manusia dan melindunginya dalam kehidupan bernegara yang
tertuang dalam UUD 1945. Hal ini juga telah ditekankan oleh para pendiri
negara, misalnya pernyataan Moh. Hatta dalam sidang BPUPKI sebagai
berikut : “Walaupun yang dibentuk itu Negara kekeluargaan, tetapi masih
perlu ditetapkan beberapa hak dari warga Negara agar jangan sampai timbul
negara kekuasaan (Machsstaat atau negara penindas)”.
Deklarasi bangsa Indonesia pada prinsipnya termuat dalam naskah
Pembukaan UUD 1945, dan Pembukaan UUD 1945 inilah yang merupakan
sumber normativ bagi hukum positif Indonesia terutama penjabaran dalam
pasal pasal UUD 1945.
Dalam Pembukaan UUD 1945 alinea kesatu dinyatakan bahwa
“Kemerdekaan ialah hak segala bangsa”. Dalam pernyataan tersebut
terkandung pengakuan secara yuridis hak asasi manusia tentang
kemerdekaan sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Universal Hak-hak
Asasi Manusia PBB pasal I.
22
Dasar filosofi hak-hak asasi manusia tersebut bukanlah kebebasan
individualis, malainkan menempatkan manusia dalam hubungannya dengan
bangsa (makhluk sosial) sehingga hak asasi manusia tidak dapat dipisahkan
dengan kewajiban asasi manusia .Kata-kata berikutnya adalah pada alinea
ketiga Pembukaan UUD 1945, sebagai berikut :“Atas berkat rahmat Allah
Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan yang luhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan
dengan ini kemerdekaannya”.
Penyataan tentang “ atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa…”
mengandung arti bahwa dalam deklarasi bangsa Indonesia terkandung
pengakuan manusia yang berketuhanan Yang Maha Esa, dan diteruskan
dengan kata “…supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas…” dalam
pengertian bangsa maka bangsa Indonesia mengakui hak-hak asasi manusia
untuk memeluk agama sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Universal
Hak-hak Asasi Manusia PBB pasal 18, dan dalam pasal UUD 1945 dijabarkan
dalam pasal 29 ayat (2) yaitu negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Melalui Pembukaan UUD 1945 dinyatakan dalam alinea empat bahwa
Negara Indonesia sebagai suatu persekutuan bersama bertujuan untuk
melindungi warganya terutama dalam kaitannya dengan perlindungan hak-hak
23
asasinya. Adapun tujuan negara yang merupakan tujuan yang tidak pernah
berakhir (never ending goal) adalah sebagai berikut :
1) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia.
2) Untuk memajukan kesejahteraan umum.
3) Mencerdaskan kehidupan bangsa.
4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Tujuan Negara Indonesia sebagai negara hukum yang bersifat formal
maupun material tersebut mengandung konsekuensi bahwa negara
berkewajiban untuk melindungi seluruh warganya dengan suatu undang-
undang terutama untuk melindungi hak-hak asasi manusia demi untuk
kesejahteraan hidup bersama.
Berdasarkan pada tujuan Negara sebagai terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945 tersebut, Negara Indonesia menjamin dan melindungi
hak-hak asasi manusia pada warganya terutama dalam kaitannya dengan
kesejahteraan hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah, antaralain
berkaitan dengan hak-hak asasi di bidang politik, ekonomi, sosial,
kebudayaan, pendidikan, dan agama. Berikut merupakan rincian dari hak-hak
asasi manusia yang terdapat dalam pasal pasal UUD 1945, yaitu sebagai
berikut :
Pasal 28A
24
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya.
Pasal 28B
(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah.
(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang
serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 28C
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat
manusia.
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan
haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan
negara.
Pasal 28D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan
hukum.
(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
25
(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama
dalam pemerintahan.
(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
Pasal 28E
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan,
memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara
dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,
menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat.
Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Pasal 28G
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat dan harta benda yang dibawah kekuasaannya,
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan
untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
26
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atas perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh
suaka politik dari negara lain.
Pasal 28H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh layanan kesehatan.
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus
untuk memeperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna
mencapai persamaan dan keadilan.
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
perkembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik
tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh
siapapun.
Pasal 28I
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan
hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk
diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut
atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang
tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
27
(2) Setiap orang berhak atas bebas dari perlakuan yang bersifat
diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan
terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional di hormati selaras
dengan perkembangan zaman dan peradaban.
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi
manusia adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah.
(5) Untuk menegakan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi
manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-
undangan.
Pasal 28J
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam
tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan
maksud semata mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan
atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang
adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan
dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis.
4. Pelaksanaan Perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia
28
Dalam perjalanan sejarah kenegaraan Indonesia pelaksanaan
perlindungan terhadap hak-hak asasi manusisa di Indonesia mengalami
kemajuan, antara lain sejak kekuasaan rezim Soeharto telah dibentuk
KOMNAS HAM walaupun pada kenyataan pelaksanaannya tidak optimal.
Dalam proses reformasi dewasa ini terutama akan perlindungan hak-hak
asasi manusia semakin kuat bahkan merupakan tema sentral. Oleh karena itu
jaminan hak hak asasi manusia sebagaimana terkandung dalam UUD 1945
menjadi semakin efektif terutama dengan diwujudkannya UU No. 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Dalam Konsiderans dan Ketentuan Umum pasal I dijelaskan bahwa hak
asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaban manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa, dan
merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi
oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia.
Selain hak asasi manusia, didalam UU No. 39 Tahun 1999 juga
terkandung Kewajiban Dasar Manusia, yaitu seperangkat kewajiban yang apa
bila tidak dilaksanakan maka tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya
hak asasi manusia. UU No. 39 Tahun 1999 tersebut terdiri atas 105 pasal
yang meliputi macam hukum asasi, perlindungan hak asasi, pembatasan
terhadap kewenangan pemerintah serta KOMNAS HAM yang merupakan
lembaga pelaksana atas perlindungan hak-hak asasi manusia. Hak-hak asasi
29
manusia tersebut meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan
keturunan, hak mengembangkan diri, hak atas kesejahteraan, hak turut serta
dalam pemerintahan, hak wanita dan hak anak-anak.
Demi tegaknya asasi setiap orang maka diatur pula kewajiban dasar
manusia, antaralain kewajiban menghormati hak asasi orang lain, dan
konsekuensinya setiap orang harus tunduk kepada peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Selain itu juga diatur kewajiban dan tanggung jawab
pemerintah untuk menghormati, melindungi, menegakan, serta memajukan
hak-hak asasi manusia tersebut yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan dan hukum internasional yang diterima oleh negara Republik
Indonesia.
Dengan diundangkannya UU No. 39 Tahun 1999 tersebut bangsa
Indonesia telah masuk pada era baru terutama dalam menegakan masyarakat
yang demokratis yang melindungi hak-hak asasi manusia. Namun demikian
sering pelaksanaannya mengalami kendala yaitu dilema antara penegakan
hukum dengan kebebasan sehingga kalau tidak konsisiten maka akan
merugikan bangsa Indonesia sendiri, konseksuensinya pengaturan atas
jaminan hak–hak asasi manusia tersebut harus di ikuti dengan pelaksanaan
serta jaminan hukum yang memadai. Untuk lebih rinci atas pelaksanaan dan
penegakan hak-hak asasi manusia tersebut diatur dalam UU No. 9 Tahun
1999.
30
Satu kasus yang cukup penting bagi bangsa Indonesia dalam
menegakan hak-hak asasi manusia adalah dengan dilaksanakannya
Pengadilan Ad Hoc atas pelanggar hak-hak asasi manusia di Jakarta dan atas
pelanggaran hak-hak asasi manusia di Timor Timur. Hal ini menunjukan
kepada masyarakat internasional bahwa bangsa Indonesia memiliki komitmen
atas penegakan hak-hak asasi manusia. Memang pelaksanaan Pengadilan
Ad Hoc atas pelanggaran hak-hak asasi manusia di Timor Timur tersebut
penuh dengan kepentingan kepentingan politik, disatu pihak pelaksanaan
pengadilan Ad Hoc terssebut atas desakan PBB yang taruhannya adalah
nasib dan kredibilitas bangsa Indonesia dimata internasional dan dilain pihak
perbenturan kepentingan antara penegakan hak-hak asasi manusia dengan
kepentingan nasional serta nasionalisme sebagai bangsa Indonesia yang
dalam kenyataannya mereka-mereka yang dituduh telah melanggar HAM
berat di Timor Timur pada hakikatnya berjuang demi kepentingan bangsa dan
negara. Terlepas dari berbagai macam kelebihan dan kekurangannya bagi
kita merupakan suatu kemajuan yang sangat berarti karena bangsa Indonesia
memiliki komitmen yang tinggi atas jaminan serta penegakan atas Hak Asasi
Manusia (HAM).
C. Penutup
Negara dan konstitusi ibarat dua sisi mata uang dimana satu sisi dan
sisi lainnya merupakan bagian yang terpisahkan. Di era Negara modern
31
dewasa ini tidak ada suatu negara di dunia yang tidak mempunyi konstitusi.
Kewajiban suatu konstitusi untuk memuat perlindungan terhadap HAM
menggambarkan secara jelas apa saja yang harus menjadi muatan dari
konstitusi.Secara umum konstitusi berisi tiga hal pokok, yakni:
1. Adanya jaminan antara hak-hak asasi manusia dan warga negaranya ;
2. Ditetapkan susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat
fundamental;
3. Adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga
bersifat fundamental
Pemuatan perlindungan HAM di dalam konstitusi adalah suatu
kewajiban bagi negara-negara modern. Dewasa ini,karena tanpa jaminan
HAM dalam konstitusi maka tindakan kesewenang –wenangan yang dilakukan
oleh Negara terhadap rakyat akan banyak terjadi. Membahas HAM berarti
membahas yang hakaki tentang manusia beserta nilai-nilai kemanusian yang
melekat padanya, jadi HAM bukanlah diciptakan oleh manusia akan
merupakan anugerah yang di berikan Allah kepada manusia.HAM akan bukan
karena diberikan oleh masyarakat dan kebaikan dari Negara, melainkan
berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Pemuatan HAM dalam bab
tersendiri dalam UUD 1945 dianggap sebagiai lompatan besar dalam sejarah
ketatanegaraan Indonesia. Pasal-pasal HAM dalam UUD 1945 sebelum
amandemen kedua dinilai sangat singkat dan sederhana. Maka, kehadiran
32
amandemen kedua UUD 1945 merupakan suatu kemajuan yang signifikan,
sebagai buah perjuangan panjangdari para pendiri bangsa.
Muatan HAM dalam amandemen kedua UUD 1945 jauh melebii
ketentuan yang pernah diatur dalam UUD 1945. Selain karena terdapat dalam
bab yang tersendiri, hal lain adalah berisikan pasal-pasal yang berkaitan
langsung dengan HAM, baik secara pribadi maupun sebagai warga Negara
Indonesia. Muatan HAM dalam amandemen kedua UUD 1945 dapat
dikatakan sebagai bentuk komitmen jaminan konstitusi atas penegakan
hokum dan HAM di Indonesia.Selain penegasan muatan HAM dalam pasal-
pasal yang diamandemen, pengaturan HAM juga masih dapat ditemukan
pada ketentuan pasal-pasal seperti pasal 27 ayat (1)dan (2) dan Pasal 28.
33
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Ali, Keterpurukan Hukum di Indonesia Penyebab dan Solusinya,
Cetakan Kedua, Ghalia Indonesia, Ciawi-Bogor, 2005.
Bagir Manan, Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan Hak Asasi Manusia
di Indonesia, Alumni, Bandung, 2006.
Hartati, Bahan Kuliah Hukum Hak Asasi Manusia, Universitas Jambi Program
Pascasarjana Program Magister Ilimu Hukum, Jambi, 2010.
Lies Sugondo, Perkembangan Pelaksanaan HAM di Indonesia, Kapita Selekta
Hak Asasi Manusia, Puslitbang Diklat MARI, 2001.
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), Ketetapan-
ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Hasil
Sidang Istimewa Tahun 1998, Sekretaris Jenderal MPR RI, Jakarta.
Masyhur EffendiPerkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) dan
Proses Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia (HAKHAM),
Ghalia Indonesia, Bogor Selatan, 2005.
Muladi, Hak Asasi Manusia Hakekat, Konsep dan Implikasi dalam Prespektif
Hukum dan Masyarakat, PT. Refika Aditama, Bandung, 2005.
Salman Luthan, Proyeksi Harmonisasi Konvensi Menentang Penyiksaan
Dengan Hukum Pidana Nasional, makalah seminar nasional kerjasama
Departemen Hukum Internasional FH UII dengan ELSAM, Yogyakarta,
1995.
34
Satya Arinanto, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia, Cet. II,
Pusat Studi Hukum Tata Negara , Jakarta, 2005.
_________. Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik Di Indonesia, Cetakan
ke III, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, Jakarta, 2008.
http://www.chrononhotonthologos.com/lawnotes/pvcright.htm.
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak
Asasi Manusia
35
36