makalah good marriage & good parenting

25
Good Marriage 1. Perkawinan Perkawinan adalah persatuan cinta antara sepasang pria dan wanita yang dikukuhkan di depan petugas agama atau pencatatan sipil 1 . Sedangkan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Bab I Dasar Perkawinan Pasal 1, Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ke- Tuhanan yang Maha Esa 2 . Bagi kebanyakan orang, perkawinan adalah sesuatu yang sangat diharapkan dan sangat dipersiapkan. Oleh karena itu, tidak jarang orang mencari berbagai informasi mengenai perkawinan. Kadang yang tidak kalah penting bagi calon pasangan suami-istri adalah juga bagaimana pesta pernikahan akan diselenggarakan, pakaian apa yang akan dikenakan, dan kemana akan berbulan madu. Namun, yang paling penting dari semua persiapan perkawinan adalah persiapan mental dari calon pasangan itu sendiri. Persiapan mental ini dimulai dari hal yang paling sederhana, yaitu mengenal dan memahami pasangan serta memahami arti pernikahan bagi diri sendiri. Dalam tahap persiapan pernikahan, membina hubungan sosial yang romantis dan harmonis merupakan hal yang penting dan perlu dijalani 7 . 1

Upload: raisa-ariestha

Post on 19-Jan-2016

22 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Good Marriage & Good Parenting

Good Marriage

1. Perkawinan

Perkawinan adalah persatuan cinta antara sepasang pria dan wanita yang

dikukuhkan di depan petugas agama atau pencatatan sipil1. Sedangkan menurut

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Bab I

Dasar Perkawinan Pasal 1, Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah

tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ke-Tuhanan yang Maha Esa2.

Bagi kebanyakan orang, perkawinan adalah sesuatu yang sangat diharapkan dan

sangat dipersiapkan. Oleh karena itu, tidak jarang orang mencari berbagai informasi

mengenai perkawinan. Kadang yang tidak kalah penting bagi calon pasangan suami-

istri adalah juga bagaimana pesta pernikahan akan diselenggarakan, pakaian apa yang

akan dikenakan, dan kemana akan berbulan madu. Namun, yang paling penting dari

semua persiapan perkawinan adalah persiapan mental dari calon pasangan itu sendiri.

Persiapan mental ini dimulai dari hal yang paling sederhana, yaitu mengenal dan

memahami pasangan serta memahami arti pernikahan bagi diri sendiri. Dalam tahap

persiapan pernikahan, membina hubungan sosial yang romantis dan harmonis

merupakan hal yang penting dan perlu dijalani7.

Pasangan yang mantap untuk membina rumah tangga dan memasuki kehidupan

perkawinan adalah pasangan yang telah mengenal pasangannya masing-masing,

memiliki kesamaan minat dan tujuan hidup, saling terbuka, saling percaya, saling

menghormati, dan saling memahami. Hal ini tidak berarti pasangan memerlukan

waktu pacaran yang lama untuk saling mengenal dan memahami. Yang terpenting

adalah bagaimana calon pasangan mampu untuk selalu berusaha saling mengenal dan

mendalami pasangan masing-masing, tanpa harus memaksakan kehendak pribadi

kepada pasangannya, dan dapat menerima pasangan kita apa adanya7.

2. Unsur perkawinan

Keluarga yang bahagia atau keluarga yang ideal adalah keluarga yang seluruh

anggotanya merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan, kekacauan

dan merasa puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan dirinya (eksistensi dan

1

Page 2: Makalah Good Marriage & Good Parenting

aktualisasi diri) yang meliputi aspek fisik, mental, emosi dan sosial. Dalam tahapan

pembentukannya dimulai dari perkawinan dengan tujuan terwujudnya kelanggengan

rumah tangga. Adapun unsur-unsur yang dapat menjamin kelanggengan perkawinan

sebagai berikut:

Pertama, kehendak untuk membahagiakan pasangan1. Cinta merupakan kekuatan

yang mampu menarik dua orang dalam satu ikatan yang tidak terpisahkan, yang

dinamakan perkawinan. Dengan kata lain, perkawinan akan kuat ketika dilandasi oleh

cinta7. Maka cinta suami-istri lebih merupakan suatu keputusan daripada hanya

sekedar rasa kasmaran (eros) saja. Keputusan tersebut dikukuhkan menjadi suatu

keputusan yang definitif dalam upacara pernikahan di depan petugas agama atau

pencatatan sipil. Oleh karena itu, suami-istri yang mendasarkan perkawinannya hanya

pada perasaan saja, kemungkinan besar akan menyesal di kemudian hari, karena

perasaan cinta asmara itu dapat datang dan pergi dengan cepat, dan dapat berubah

pada saat-saat menghadapi realitas kehidupan perkawinan1.

Kedua, kesetiaan. Kesetian merupakan pelaksanaan konkrit dari kehendak untuk

saling membahagiakan, yaitu akan tetap saling mencintai dan saling membahagiakan,

yaitu akan tetap saling mencintai dan saling membahagiakan dalam keadaan seperti

apa pun (baik dalam suka maupun duka, dalam untung maupun malang), sebab ikatan

cinta dalam perkawinan merupakan suatu keputusan yang definitif. Kesetiaan

semacam ini menuntut usaha yang keras untuk tetap berpegang pada apa yang telah

diputuskan, mau memperteguh dan memperbaharuiya, lebih-lebih di saat-saat

menghadapi godaan, kekecewaan dan kesulitan-kesulitan lain dalam hubungan dengan

pasangannya. Maka suami-istri yang setia juga berarti mau menerima pasangannnya

dengan segala kekurangan dan kelebihannya, mau mengerti atau memahami

pasangannya, mau memaafkan dan mau meminta maaf, mau berusaha melakukan

berbagai cara untuk menjaga agar hubungan mereka tetap romantic, sabar dalam

mengusahakan perbaikan hidup pasangan, dan lain sebagainya1.

Ketiga, pemberian diri secara total, yang berarti bahwa dirinya secara utuh (jiwa

dan raga) diserahkan kepada pasangannya, tidak dibagi-bagi seperti poloandri.

Pemberian diri secara total ini akan terwujud apabila kedua belah pihak mau terbuka

dan saling mempercayai, mau berkorban dan mengesampingkan kepentingan pribadi,

2

Page 3: Makalah Good Marriage & Good Parenting

penuh perhatian dan tanggungjawab terhadap kebahagian pasangan, siap membantu

dan mau melayani kebutuhan pasangan, dan lain sebagainya1.

Hal penting lain yang perlu dipersiapkan dan selalu dijalankan oleh pasangan

dalam perkawinan adalah komitmen (keterikatan). Bentuk komitmen yang pasti dalam

kehidupan perkawinan Katolik adalah keterikatan pada sumpah perkawinan, yaitu:

“Apa yang sudah dipersatukan oleh manusia tidak dapat diceraikan oleh manusia”

serta “Aku akan bersamamu dalam susah dan senang sampai maut memisahkan kita”.

Komitmen bukanlah berarti keterikatan yang membabi buta tetapi keterikatan yang

didasari saling pengertian. Komitmen adalah salah satu hal yang sangat penting dalam

kehidupan perkawinan. Komitmen jangka panjang dalam perkawinan memungkinkan

pasangan suami-istri melakukan pengorbanan demi masa depan bersama, misalnya

suami memberikan izin kepada istrinya untuk mengikuti pendidikan yagn lebih tinggi

atau istri bersedia mengikuti suaminya pindah kerja ke kota lain (Waite & Gallagher,

2000)7.

Komitmen juga terwujud dalam keputusan untuk memiliki anak. Dalam situasi

kehidupan sekarang ini, banyak pasangan yang memutuskan untuk menunda

mempunyai anak untuk jangka waktu yang lama atau justru memutuskan untuk tidak

memiliki anak. Jika pasangan sudah memiliki komitmen untuk bersatu, maka memiliki

anak merupakan suatu konsekuensi dari komitmen tersebut. Komitmen untuk

memiliki anak ini juga mengandung arti bahwa pasangan suami istri akan

memperhatikan perkembangan anak secara fisik dan psikologis secara bersama-sama.

Tanggung jawab membesarkan dan mendidik anak bukan hanya tanggung jawab istri,

tetapi juga tanggung jawab suami. Peran sebagai orang tua haruslah dijalani bersama

oleh suami dan istri. Hal ini semakin disadari oleh suami pada masa sekarang,

sehingga semakin banyak suami yang mendampingi istri saat melahirkan, membantu

menjaga bayi, memberikan susu botol, menggantikan popok, mengantar anak sekolah,

serta membantu anak belajar. Banyak hal yang dapat dilakukan seorang ayah bagi

anaknya. Yang pasti tidak bisa dilakukan oleh ayah hanyalah memberikan ASI7.

3. Dinamika hubungan suami-istri

Hidup perkawinan bukanlah jalan yang selalu lurus dan rata, tetapi seringkali

merupakan jalan yang berliku serta penuh onak dan berduri. Namun, perjalanan

3

Page 4: Makalah Good Marriage & Good Parenting

perkawinan tetap akan menyenangkan dan menggairahkan jika pasangan tidak banyak

mengeluh, keras kepala, defensif, dan menarik diri dari pasangan7. Masalah-masalah

dalam perkawinan selain dapat timbul karena pengaruh dari luar, juga dapat timbul

karena pengaruh dari luar, juga dapat diambil dari dalam hubungan perkawinan itu

sendiri. Pada umumnya setiap perkawinan mengalami masa romance, masa

kekecewaan, dan masa kebahagiaan atau kegagalan. Karena dinamika hubungan

suami-istri ini dapat menjadi sumber masalah dalam suatu perkawinan, maka perlu

kita ketahui mengapa masalah-masalah itu bisa timbul1.

a. Harapan yang tidak realitas

Dalam masa romance, yang berlangsung selama pacaran dan tahun-tahun

pertama perkawinan, hubungan terasa sangat erat dan mesra, perhatian dan

pengertian terhadap satu sama lain besar sekali, pokoknya semuanya terasa indah

dan dunia ini seolah-olah hanya milik mereka berdua. Suasana hubungan semacam

ini tidak jarang menimbulkan harapan-harapan yang tidak realistis baik di pihak

suami maupun istri. Misalnya, mereka akan bahagia selamanya, dengan

perkawinan ini pasangan mereka pasti akan berubah menjadi lebih baik. Harapan-

harapan yang tidak realities ini, bila dihadapkan dengan realitas kehidupan sehari-

hari sebagai suami-istri, dapat menimbulkan kekecawaan kedua belah pihak.

Pertengkaran-pertengkaran sering terjadi, mereka lalu merasa bahwa perkawinan

mereka tidak berjalan seperti yang mereka harapkan, mereka merasa telah salah

pilih, dan merasa lebih bisa dimengerti oleh orang lain daripada pasangannya

sendiri. Kalau suami-istri dapat mengatasi masa kekecewaan ni dengan baik, akan

terjalin hubungan yang semakin erat dan semakin membahagiakan atas dasar

kenyataan, bukan impian-impian. Hubungan perkawinan mereka menjadi semakin

masak dan realitis. Sebaliknya, kalau suami-istri tidak dapat mengatasi masa

kekecewaan ini, sudah boleh dipastikan perkawinan itu mengalami kehancuran1.

b. Sumber konflik dalam perkawinan

Konflik-konflik dalam perkawinan yang dapat menyebabkan keretakan

hubungan suami-istri atau bahkan dapat juga menyebabkan perceraian, biasanya

4

Page 5: Makalah Good Marriage & Good Parenting

bersumber-sumber pada kepribadian suami-istri dan hal-hal yang erat kaitannya

dengan perkawinan. Konflik yang bersumberkan pada kepribadian pada umumnya

disebabkan oleh ketidak-matangan kepribadian, adanya sifat-sifat kepribadian

yang tidak cocok untuk menjalin hubungan perkawinan, dan adanya kelainan

mental. Sedangkan konflik-konflik yang bersumberkan pada hal-hal yang erat

kaitannya dengan perkawinan, biasanya disebabkan oleh adanya perbedaan sikap

dan pandangan suami-istri dalam hal-hal tertentu. Misalnya menyangkut masalah

keuangan, kehidupan sosial, pendidikan anak, masalah agama, hubungan dengan

mertua-ipar, serta penyelewengan dalam hubungan seksual1. Dalam hal

menyangkut sumber-sumber konflik tersebut, pasangan tetap perlu membina

komunikasi yang lancar dan saling terbuka, saling berbagi cerita, saling

menyatakan keinginan secara terbuka, saling asertif, saling mengoreksi kesalahan

pasangan, dan bersedia menerima kesalahan tanpa berdebat dan merasa sakit hati.

Dengan adanya komunikasi yang lancar, pasangan akan lebih mudah untuk

mengatasi masalah serta mengambil keputusan bersama7.

c. Ketidak-puasan seksual

Masa kekecewaan yang mengakibatkan mengendorkan hubungan pribadi

suami-istri, mempunyai pengaruh juga dalam hubungan seksual mereka.

Kesulitan-kesulitan atau ketidak-puasan dalam hubungan seksual biasanya

merupakan akibat konflik-konflik yang dialami oleh suami-istri. Sebaliknya,

ketidak-puasan dalam hubungan seksual ini akan memperburuk hubungan suami-

istri yang kurang harmonis tersebut. Kalau hal ini terus berkelanjutan, akan

menjadi lingkaran setan yang akhirnya dapat menghancurkan perkawinan1.

Mengingat begitu kompleksnya masalah perkawinan dan banyaknya tantangan

yang harus dihadapi oleh keluarga-keluarga dewasa ini, maka boleh dikatakan

bahwa perkawinan yang tidak dipersiapkan dengan sungguh-sungguh akan

mendatangkan banyak kesulitan dan kemungkinan besar gagal. Usaha

mempersiapkan perkawinan dengan serius hanyalah memperkecil risiko timbulnya

masalah yang dapat meretakkan hubungan perkawinan. Masalah dan segala hal

yang buruk masih mungkin terjadi, sebab tidak ada pasangan suami-istri yang

sempurna. Maka kalau ikatan keluarga, baik ikatan suami-istri maupun ikatan

5

Page 6: Makalah Good Marriage & Good Parenting

orang tua-anak, tidak diperkokoh, masalah-masalah yang timbul dalam

perkawinan maupun keluarga dapat mengendorkan atau bahkan memutuskan

ikatan tersebut1.

4. Tolak ukur Keluarga Bahagia

Tahap pembentukan keluarga dimulai dari pernikahan yang dilanjutkan dengan

membentuk rumah tangga. Kondisi keluarga yang bahagia merupakan keluarga ideal

yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap pasangan suami-istri. Kriteria

kebahagiaan sebuah rumah tangga/keluarga ditentukan oleh bermacam-macam

faktor, namun yang pasti kebahagiaan sebuah rumah tangga itu ditentukan oleh

kebahagiaan lahir maupun batin, artinya selama rumah tangga hanya mengalami

kebahagiaan secara lahiriah saja maka belum dapat disebut bahagia.  Dalam

pandangan agama kristen, keluarga bahagia itu bisa terjadi apabila mereka

mempraktekkan ajaran cinta kasih Yesus kristus yang menjadi dasar membangun

sebuah rumah tangga bahagia.  Dengan demikian kriteria sebuah keluarga bahagia

itu adalah apabila telah terpenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan dan

papan tetapi sekaligus juga kebutuhan keagamaan, kebutuhan sosial keagamaan

maupun kemasyarakatan9.

Kebahagiaan sebuah keluarga itu bisa diukur berdasarkan apa yang dilihat,

apa yang dirasakan dan apa yang dialami atau realitas nyata sehari - hari.  Rumah

tangga bahagia itu terjadi apabila keharmonisan keluarga (suami, istri, anak - anak)

benar - benar dialami dan dirasakan, terutama kebutuhan - kebutuhan dasarnya atau

kebutuhan pokoknya sehari-hari.  Kebutuhan - kebutuhan dasar tersebut diantaranya:

a. Terpenuhinya kebutuhan pangan. Kebutuhan akan makan adalah syarat utama bagi

kehidupan manusia baik bagi pasangan yang akan membangun sebuah keluarga atau

yang sudah berkeluarga sekalipun.  Bagaimana mungkin sebuah rumah

tangga/keluarga akan mengalami kebahagiaan apabila kebutuhan dasarnya saja tidak

terpenuhi. Malah tidak tercukupnya kebutuhan pangan sebaliknya bisa menimbulkan

ketidak bahagiaan sebuah rumah tangga.

b. Terpenuhinya sebuah sandang. Kebutuhan sandang merupakan kebutuhan dasar bagi

manusia beradab dimanapun dan kapanpun, karena selama manuasia berada di bumi

ini maka kebutuhan sandang itu akan menjadi hal yang mendasar, bahkan di dalam

6

Page 7: Makalah Good Marriage & Good Parenting

dunia modern ini kebutuhan akan sandang telah menjadi kebutuhan  yang

mempunyai kedudukan penting dalam pergaulan sosial.

c. Terpenuhinya kebutuhan papan (tempat tinggal). Rumah bagi keluarga merupakan

kebutuhan yang sangat - sangat mendasar sebagai tempat tinggal atau berkumpul /

pertemuan seluruh anggota keluarga.  Dapat dibayangkan bagaimana sebuah

keluarga ( suami, istri, anak - anak ) hidup tanpa memiliki rumah tempat mereka

berlindung dari panas dan hujan, karena itu sebuah keluarga bisa disebut bahagia

kalau mereka memiliki tempat tinggal untuk hidup bersama ( bandingkan keluarga -

keluarga yang tinggal di bawah kolong jembatan ).

d. Terpenuhinya kebutuhan akan kesehatan. Kebutuhan akan kesehatan merupakan

syarat penting dalam membangun kebahagiaan sebuah keluarga karena tidak

mungkin ada kebahagiaan kalau keluarga itu tidak sehat atau sering sakit - sakitan,

karena itu kesehatan tidak bisa diabaikan apabila sebuah keluarga ingin mencapai

tingkat kebahagiaan yang memadai.  Di negara-negara maju kebutuhan akan

kesehatan atau hidup sehat merupakan prioritas utama dalam keluarga.  Hal ini

ditandai dengan masing-masing keluarga memiliki dokter keluarga sehari - hari.

e. Terpenuhinya kebutuhan akan pendidikan. Pendidikan merupakan syarat penting

dalam keluarga apabila keluarga itu mau disebut keluarga bahagia, karena dengan

pendidikan yang baik, besar kemungkinan tingkat kesejahteraan keluarga akan lebih

baik.  Dengan demikian kesejahteraan keluarga yang baik akan menunjang

kebahagiaan di dalam keluarga.  Pendidikan bagi negara maju merupakan kebutuhan

penting dalam membangun dan menunjang kesejahteraan negaranya.

f. Terpenuhinya kebutuhan biologis. Kebutuhan biologis atau seks merupakan

kebutuhan dasar bagi sebuah rumah tangga yang ingin mengalami kebahagiaan. 

Dalam banyak pengalaman hidup rumah tangga karena unsur kebutuhan biologis

tidak terpenuhi maka sering terjadi pertengkaran suami/istri yang membawa masalah

di dalam rumah tangga / keluarga.  Bahkan kadang kala kebutuhan biologis/seks

menjadi sumber pecahnya sebuah keluarga atau perselingkuhan dan kemudian

perceraian.

g. Terpenuhinya kebutuhan akan ketenangan hidup. Sekalipun sebuah keluarga cukup

makan, cukup papan dan sandang tetapi apabila tidak ada ketenangan di dalam

hidup maka akan menjadi sumber perpecahan dan masalah yang merongrong

keutuhan dan kebahagiaan di dalam keluarga.  Sebab itu faktor ketenangan batin di

7

Page 8: Makalah Good Marriage & Good Parenting

dalam kehidupan rumah tangga itu merupakan kebutuhan yang sangat mendasar

bagi keluarga kalau mau disebut keluarga bahagia.  Ketenangan batin itu tidak akan

datang tidak sendirinya tetapi harus diciptakan, diusahakan dan direbut oleh kedua

pihak baik suami maupun istri9.

Adapun 5 konsep dasar keluarga bahagia menurut pandangan Islam adalah

sebagai berikut:

1. Dalam keluarga itu ada mawaddah dan rahmah (Q/30:21). Mawaddah adalah

jenis  cinta membara, yang menggebu-gebu dan “nggemesi”, sedangkan rahmah

adalah jenis cinta yang lembut,  siap berkorban dan siap melindungi kepada yang

dicintai. Mawaddah saja kurang menjamin kelangsungan rumah tangga,

sebaliknya, rahmah, lama kelamaan menumbuhkan mawaddah.

2. Hubungan antara suami isteri harus atas dasar saling membutuhkan, seperti

pakaian dan yang memakainya (hunna libasun lakum wa antum libasun lahunna,

Q/2:187). Fungsi pakaian ada tiga, yaitu (a) menutup aurat, (b) melindungi diri

dari panas dingin, dan (c) perhiasan. Suami terhadap isteri dan sebaliknya harus

menfungsikan diri dalam tiga hal tersebut. Jika isteri mempunyai suatu

kekurangan, suami tidak menceriterakan kepada orang lain, begitu juga

sebaliknya. Jika isteri sakit, suami segera mencari obat atau membawa ke dokter,

begitu juga sebaliknya. Isteri harus selalu tampil membanggakan suami, suami

juga harus tampil membanggakan isteri, jangan terbalik di luaran tampil menarik

orang banyak, di rumah “nglombrot” menyebalkan.

3. Suami isteri dalam bergaul memperhatikan hal-hal yang secara sosial dianggap

patut (ma`ruf), tidak asal benar dan hak, Wa`a syiruhunna bil ma`ruf (Q/4:19).

Besarnya mahar, nafkah, cara bergaul dan sebagainya harus memperhatikan

nilai-nilai ma`ruf. Hal ini terutama harus diperhatikan oleh suami.

4. Suami istri senantiasa menjaga Makanan yang halalan thayyiban. Menurut hadis

Nabi, sepotong daging dalam tubuh manusia yang berasal dari makanan haram,

cenderung mendorong pada perbuatan yang haram juga (qith`at al lahmi min al

haram ahaqqu ila an nar). Semakna dengan makanan, juga rumah, mobil, pakaian

dan lain-lainnya.

5. Suami istri menjaga aqidah yang benar. Akidah yang keliru atau sesat, misalnya

mempercayai kekuatan dukun, majig dan sebangsanya. Bimbingan dukun dan 8

Page 9: Makalah Good Marriage & Good Parenting

sebangsanya bukan saja membuat langkah hidup tidak rasional, tetapi juga bisa

menyesatkan pada bencana yang fatal10

Good Parenting9

Page 10: Makalah Good Marriage & Good Parenting

1. Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas Kepala Keluarga

dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap

dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes RI, 1998). Secara tradisional, Nuclear

Family atau Keluarga Inti terdiri dari Ayah, ibu, anak tinggal dalam satu rumah

ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan, satu atau keduanya

dapat bekerja diluar rumah3. Sehingga dapat disimpulkan keluarga merupakan unit

terkecil dalam masyarakat, terdiri atas 2 orang atau lebih, adanya perikatan tali

perkawinan atau tali darah, hidup dalam satu rumah tangga, dibawah asuhan seseorang

kepala rumah tangga, berinteraksi diantara sesama anggota keluarga, setiap anggota

keluarga mempunyai peran masing-masing, serta diciptakan mempertahankan suatu

kebudayaan11.

Setelah menikah dan hidup membentuk keluarga dan memiliki anak, pasangan

suami-istri akan mulai berperan sebagai orang tua. Orang tua pun dituntut bertanggung

jawab terhadap kelanjutan hidup anak-anaknya. Selanjutnya pola asuh menentukan

sukses tidaknya tugas sebagai orang tua. Adapun pola asuh orang tua sendiri

merupakan pola interaksi antara anak dengan orang tua yang meliputi bukan hanya

pemenuhan kebutuhan fisik dan psikologis tetapi juga norma-norma yang berlaku di

masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungan. Pola interaksi tersebut

tak lepas dari 4 dimensi yang dikemukan oleh Baumrind (1994) sebagai berikut:

a. Kendali Orang Tua (Control): tingkah menunjukan pada upaya orang tua dalam

menerapkan kedisiplinan pada anak sesuai dengan patokan laku yang sudah dibuat

sebelumnya

b. Kejelasan Komunikasi Orang Tua-anak (Clarity Of Parent Child Communication):

menunjuk kesadaran orang tua untuk mendengarkan atau menampung pendapat,

keinginan atau keluhan anak, dan juga kesadaran orang tua dalam memberikan

hukuman kepada anak bila diperlukan.

c. Tuntutan Kedewasaan (Maturity Demands): menunjuk pada dukunganprestasi,

sosial, dan emosi dari orang tua terhadap anak

d. Kasih Sayang (Nurturance): menunjuk pada kehangatan dan keterlibatan orang tua

dalam memperlihatkan kesejahteraan dan kebahagiaan anak8.

2. Tipe Pola Asuh Orang Tua

10

Page 11: Makalah Good Marriage & Good Parenting

Responsivenss

demandingness

High

Low High

Low

Indulgent Authoritative

Uninvolved Authoritarian

Dalam interaksi antara orang tua dan anak dalam suatu keluarga, tak terlepas dari tipe

pola asuh yang dipilih dan diterapkan. Tipe tersebut nantinya akan menentukan

kualitas anak dibawah asuhan orang tuanya. Berikut tipe pola asuh orang tua.

Diadaptasi dari: Four types of parenting styles (Baumrind, 1971 & Maccoby and Martin, 1983)

a. Orang tua dengan tipe indulgent atau permissive identik dengan tipekal hangat,

hubungan menyayangi antara orang tua dan anak, tetapi kekurangannya adalah

tingkah laku anak yang seringkali diluar dugaan4. Pada pola asuh tipe permissive

ditemukan kondisi kualitas anak sebagai berikut:

Regulasi emosi kurang

Sering memberontak dan menentang apabila keinginan dilarang

Ketekunan mengerjakan tugas rendah

Tingkah laku antisosial5

b. Orang tua dengan tipe authoritarian berharap pemenuhan dan kesesuaian terhadap

aturan dan perintah orang tua. Situasi ini dapat dijelaskan sebagai kondisi tidak

adil dan mengancam4. Dengan pola asuh tipe authoritarian ditemui kualitas anak

sebagai berikut:

Watak cemas, menarik diri, dan tidak bergembira

11

Page 12: Makalah Good Marriage & Good Parenting

Reaksi miskin terhadap frustasi (seringkali ditandai pada anak perempuan mudah

menyerah dan anak laki-laki bermusuhan)

Melakukan tugas dengan baik di sekolah (penelitian menunjukkan sebanding

dengan tipe authoritative)

Kemungkinan tidak mengikuti kegiatan antisosial (contoh: penyalahgunaan obat

dan alkohol, vandalism, gang)5

c. Orang tua dengan tipe authoritative berusaha secara langsung terhadap aktivitas

anak tetapi tidak rasional, pola orientasi. Orang tua memiliki harapan yang tinggi

terhadap tingkah laku anaknya sementara anak diijinkan menyampaikan

keinginannya. Aturan dan anjuran orang tua mengharuskan anak jujur dan terbuka.

Orang tua pun mengajarkan anak tentang sebab dan akibat, mengambil keputusan

dan pemenuhan diri sendiri4. Pada tipe authoritative yang dirasakan ideal

ditemukan kualitas anak sebagai berikut:

Watak senang dan bersemangat

Percaya diri dengan kemampuan terhadap tugas utama

Regulasi emosi yang berkembang baik

Kekakuan berkurang terhadap jenis kelamin (contoh. Sensitivitas pada laki-laki

dan kemandirian pada perempuan)5

d. Tipe uninvolved atau neglectful dijelaskan sebagai langkah menuju tipe pola

permissive. Orang tua dengan tipe ini mungkin menyediakan makanan dan tempat

berlindung, tetapi pada umumnya tidak secara emosional terhadap kehidupan

anak4. Pada anak-anak dengan pola asuh orang tua uninvolved atau neglectful

adaah sebagai berikut:

Anak sering barada di luar rumah tetapi orang tidak tua tidak memperhatikan

sampai kejadian yang berpotensial membahayakan anak terjadi

Anak sering mengasingkan merasa dendam terhadap orang tua dan

mengasingkan diri saat memasuki masa dewasa5

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh

12

Page 13: Makalah Good Marriage & Good Parenting

Menurut Hurlock (1993) faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh, yaitu:

a. Pendidikan orang tua

Orang tua yang mendapat pendidikan yang baik, cenderung menetapkan

pola asuh yang lebih demokratis ataupun permisif dibandingkan dengan orang

tua yang pendidikannya terbatas. Pendidikan membantu orang tua untuk lebih

memahami kebutuhan anak.

b. Kelas sosial

Orang tua dari kelas sosial menengah cenderung lebih permisif dibanding

dengan orang tua dari kelas sosial bawah.

c. Konsep tentang peran orang tua

Tiap orang tua memiliki konsep yang berbeda-beda tentang bagaimana

seharusnya orang tua berperan. Orang tua dengan konsep tradisional cenderung

memilih pola asuh yang ketat dibanding orang tua dengan konsep

nontradisional.

d. Kepribadian orang tua

Pemilihan pola asuh dipengaruhi oleh kepribadian orang tua. Orang tua

yang berkepribadian tertutup dan konservatif cenderung akan memperlakukan

anak dengan ketat dan otoriter.

e. Kepribadian Anak

Tidak hanya kepribadian orang tua saja yang mempengaruhi pemilihan

pola asuh, tetapi juga kepribadian anak. Anak yang ekstrovert akan bersifat

lebih terbuka terhadap rangsangan-rangsangan yang datang pada dirinya

dibandingkan dengan anak yang introvert.

f. Usia anak

Tingkah laku dan sikap orang tua dipengaruhi oleh anak. Orang tua yang

memberikan dukungan dan dapat menerima sikap tergantung anak usia pra

sekolah dari pada anak8.

13

Page 14: Makalah Good Marriage & Good Parenting

Selain itu juga dipengaruhi oleh pemegang kekuasaan dalam keluarga. Di

Indonesia terdapat Patriakal (dominan dan memegang kekuasaan dalam

keluarga adalah pihak Ayah), Matriakal (dominan dan memegang kekuasaan

dalam keluarga adalah pihak Ibu) serta  Equlitarian (memegang dalam keluarga

adalah Ayah dan Ibu)11. Siapa yang nantinya memegang kekuasaan nantinya

berpengaruh terhadap pola asuh orang tua.

4. Prinsip Komunikasi Efektif Orang tua

Begitu pentingnya peran orang tua terhadap perkembangan anak, maka

diperlukan komunikasi yang baik. Komunikasi yang baik adalah sebuah keterampilan

penting sebagai orang tua yang ideal. Berikut prinsip dasar menjadi orang tua yang

dengan komunikasi yang baik dengan anak:

Biarkan anak tahu bahwa orang tua tertarik dan menghendaki akan membantu jika

diperlukan6 dengan cara menghargai anak. Hargai keberadaan anak. Jangan hanya

menganggapnya sebagai anak kecil. Kalaupun sedang bicara dengan anak,

posisikan dirinya sebagai sosok yang dihargai dan sederajat. Dalam beberapa hal

tertentu ada yang lebih diketahui anak ketimbang orang tua. Jadi ada baiknya

orang tua pun belajar untuk menghargai dan mendengarkan pendapat anaknya12.

Hindari komunikasi lewat telepon saat anak memberitahukan hal penting6. Jangan

tunggu sampai anak bermasalah, setiap kali ada kesempatan, manfaatkan momen

tersebut untuk mengajak anak berbicara. Bicara di sini tidak sekedar basa-basi,

menanyakan apa kabarnya hari ini, akan tetapi sebaiknya orang tua juga bisa

menyelami perasaan senang, sedih, marah maupun keluh kesah anak12.

Dengarkan dengan seksama dan dengan sopan. Jangan menginterupsi anak saat ia

berusaha bercerita6. Orang tua sebaiknya belajar untuk menjadi pendengar aktif

bagi anaknya. Dengan demikian anak akan tahu bahwa orang tua mampu

memahaminya seperti yang mereka rasakan. Cara ini akan membuat anak merasa

penting dan berharga. Selain itu anak akan belajar untuk mengenali, menerima,

dan mengerti perasaan mereka sendiri, serta menemukan cara untuk mengatasi

masalahnya12.

14

Page 15: Makalah Good Marriage & Good Parenting

Jangan bertanya “mengapa”, tetapi tanyakan “ada apa”6. Dalam komunikasi

dengan anak, orang tua sebaiknya berusaha untuk mengerti dunia anak,

memandang posisi mereka, mendengarkan apa ceritanya dan apa pendapatnya.

Mengenali apa yang menjadi suka dan duka, kegemaran, kesulitan, kelebihan,

serta kekurangan mereka12.

Bantu anak dalam merencanakan beberapa langkah spesifik jalan keluar6.

Hubungan yang erat dapat mempersempit jurang pemisah antara orang tua dan

anak.Dengan demikian anak mau bersikap terbuka dengan menceritakan seluruh

isi harinya tanpa ada yang ditutup-tutupi di hadapan orang tua12.

Jangan gunakan kata-kata atau kalimat seperti dungu, bodoh malas6. Sebaliknya

berikan sentuhan/dekapan fisik dan kontak mata. Usahakan setiap hari untuk

menyentuh, melakukan kontak mata dan dekapan fisik dengan anak. Anak akan

merasakan kasih sayang dan kehangatan dari orang tuanya12.

Perkuat anak dengan menjaga komunikasi terbuka6. Komunikasi yang baik

memerlukan waktu yang berkualitas dan ini yang kadang tidak dipikirkan oleh

orang tua.Tak sedikit orang tua yang meyakini bahwa yang penting adalah kualitas

bukan kuantitas. Padahal dalam hal ini komunikasi, kuantitas juga diperlukan .Bila

orang tua bisa memberikan waktu yang berkualitas bagi anaknya, maka itu berarti 

ia sudah mengasihi dan memperhatikan anaknya12.

15

Page 16: Makalah Good Marriage & Good Parenting

Daftar Pustaka

1. Hadisubrata, M.S. 1992. Keluarga dalam dunia modern: tantangan dan

pembinaannya. Jakarta: Gunung Mulia.

2. Undang-undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 1974 Tentang Pernikahan.

3. http://creasoft.files.wordpress.com/2008/04/keluarga.pdf . diakses pada tanggal 12

Februari 2012

4. The Four Common Types of Parenting Styles. http://ezinearticles.com/?The-Four-

Common-Types-of-Parenting-Styles&id=1332200. diakses pada tanggal 12

Februari 2012

5. Diana Baumrind's (1966) Prototypical Descriptions of 3 Parenting Styles.

http://www.devpsy.org/teaching/parent/baumrind_styles.html. diakses pada

tanggal 10 Februari 2012

6. Guidelines For Parent/Child Communication.

http://childdevelopmentinfo.com/parenting/communication.shtml. diakses pada

tanggal 12 Februari 2012

7. Chairy, Liche Seniati. Psikologi Suami-Istri.

http://staff.ui.ac.id/internal/131998622/material/PsikologiSuamiIstri-Liche.pdf. diakses

pada tanggal 15 Februari 2012

8. http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2008/

Artikel_10500364.pdf. Diakses pada tanggal 15 Februari 2012

9. Tolok Ukur Rumah Tangga Bahagia. http://www.persit-kckjaya.org/rohani/rohani-

protestan/145-rohani-protestan. diakses pada tanggal 15 Februari 2012

10. 5 Konsep membangun keluarga bahagia.

http://yunce.multiply.com/journal/item/102/5_Konsep_Membina_Keluarga_Bahagia?

&show_interstitial=1&u=/journal/item. diakses pada tanggal 15 Februari 2012

11. Pengertian keluarga. http://sobatbaru.blogspot.com/2008/12/pengertian-

keluarga.html. diakses pada tanggal 15 Februari 2012

12. Tips Menjadi Orang Tua yang Ideal. http://www.makananbayi.org/makanan-bayi-

tips-menjadi-orang-tua-yang-ideal.html. diakses pada tanggal 15 Februari 2012

16