makalah fiqih muamalah

11
SYIRKAH DAN MUDHARABAH 1. KERJA SAMA ( SYIRKAH ) A. Pengertian Syirkah Syirkah menurut bahasa berarti al-ikhtilath yang beraati campuran atau percampuran. Maksud percampuran di sini ialah seseoramg mempercampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin untuk di bedakan. Jadi yang di maksud Syirkah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam berusaha, yang keuntungan dan kerugiannya di tanggung bersama. 1 Syirkah merupakan akad yang diperbolehkan, hal ini berlandaskan asas-asas yang terdapat dalam Al Qur’an: “Daud berkata: "Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang- orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa Kami 1 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah, Cet Ke-2, (Yogjakarta:Pustaka Pelajar, 2010), Hlm. 207 1

Upload: winda-nawangasari

Post on 15-Apr-2017

601 views

Category:

Education


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah fiqih muamalah

SYIRKAH DAN MUDHARABAH

1. KERJA SAMA ( SYIRKAH )A.    Pengertian Syirkah

Syirkah  menurut bahasa berarti al-ikhtilath  yang beraati campuran atau

percampuran. Maksud percampuran di sini ialah seseoramg mempercampurkan

hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin untuk di bedakan. Jadi yang di

maksud Syirkah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam berusaha, yang

keuntungan dan kerugiannya di tanggung bersama.1

Syirkah merupakan akad yang diperbolehkan, hal ini berlandaskan asas-asas

yang terdapat dalam Al Qur’an:

“Daud berkata: "Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat” (QS. Shaad (38):24).2

B.    Macam-macam Syirkah

Secara garis besar, musyarakah dikategorikan menjadi dua jenis, yakni : 1 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah, Cet Ke-2, (Yogjakarta:Pustaka Pelajar, 2010),

Hlm. 2072 Ibid., Hlm. 209

1

Page 2: Makalah fiqih muamalah

1. Syirkah milk (Kepemilikan), Musyarakah ini tercipta karena adanya warisan,

wasiat atau kondisi lainnya yang mengakibatkan kepemilikan asset atas dua

orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan atas dua orang atau lebih

tadi berbagi dalam sebuah aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang

dihasilkan oleh aset tersebut.

2. Syirkah al ‘aqd (Akad), musyarakah ini tercipta dengan cara kesepakatan,

dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan

kontribusi modal musyarakah, mereka pun sepakat berbegai keuntungan dan

kerugian. Musyarakah akad terbagi menjadi:

a. Syirkah al ‘Inan, adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang

masing-masing memberi konstribusi kerja (‘amal) dan modal (mâl).

b. Syirkah al Mufawadlah, adalah kontrak kerjasama antara dua orang atau

lebih, setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan modal dan

berpartisipasi dalam kerja.

c. Syirkah al A’maal, adalah kontrak kerjasama dua orang seprofesi untuk

menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari

pekerjaan itu,

d. Syirkah al Wujuh, yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih untuk

membeli sesuatu  tanpa modal, tetapi hanya modal kepercayaan dan

keuntungan dibagi antara sesama mereka.3

C.    Rukun – rukun dan Syarat  Syirkah

Musyarakah memiliki beberapa rukun yang digariskan oleh ulama guna

menentukan sahnya akad tersebut, rukun yang dimaksud adalah Sighat (ijab dan qobul),

pihak yang bertransaksi dan objek dalam transaksi (modal dan kerja).

Syarat sahnya Syirkah, a). Akad syirkah harus bisa menerima wakalah

(perwakilan), karena setiap partner merupakan wakil dari yang lain. b). Keuntungan bisa

dikuantifikasikan, artinya masing-masing partner mendapatkan bagian yang jelas dari

hasil keuntunga bisnis, bentuknya bisa dalam bentuk nisbah atau persentase, Misal: 20%

untuk masing-masing partner. c). Penentuan pembagian hasil bagi hasil tidak bisa 3Ibid., Hlm 211-213

2

Page 3: Makalah fiqih muamalah

disebutkan dalam nominal, karena hal ini bertentangan dengan konsep Syirkah untuk

berbagi dalam keuntungan dan resiko atas usaha yang dijalankan.4

D.    Mengakhiri Syirkah

Syirkah akan berakhir bila terjadi hal-hal berikut :

1)   Salah satu pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan pihak yang lain sebab

syirkah akad yang terjadi atas dasar rela sama rela dari kedua pihak yang tidak ada

kemestian untuk di laksanakan apabila salah satu pihak tidak menginginkannya lagi. Hal

ini menunjukan pencabutan kerelaan syirkah oleh salah saatu pihak.

2)   Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk bertasharuf (keahlian mengelola harta),

baik karena gila maupun hal yang lainnya.

3)   Salah satu pihak meninggal dunia, tetapi apabila anggita syirkah lebih dari dua orang,

yang batal hanyalah yang meninggal saja.

4)   Salah satu pihak di taruh diantara pengampuan, baik boros pada waktu perjanjian

syirkah maupun sebab yang lain.

5)   Salah satu pihak jatuh bangrut yang akibat tidak berkuasa lagi atas harta yang menjadi

saham syirkah.

6)   Modal para anggota syirkah lenyap sebelum di belanjakan atas nama syirkah. Bila

modal tersebut lenyap sebelum terjadi percampuran harta hingga dapat di pisah-pisah

lagi, yang menanggung resiko adalah para pemiliknya sendiri.5

II. MUDARABAH ATAU QIRADH

A.    Pengertian Mudharabah atau Qiradh

Mudharabah berasal dari kata al-dharb, yang berarti secara harfiyah adalah

berpergian atau berjalan. Sebagaimana firman Allah :

… …

“… Dan yang lainnya, berpergian di muka bumi ini mencari karunia Allah… (Al

Muzammil: 20)”

4Ibid., Hlm. 213-2155 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), Hlm. 133-134

3

Page 4: Makalah fiqih muamalah

Selain al-dharb, di sebut juga qiradh yang berasal dari al-qardhu berarti al-

qathu (potongan) karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan

dan memperoleh sebagian keuntungannya.

B.     Dasar Hukum Mudharabah

Melakukan mudharabah atau Qiradh adalah mubah (boleh). Dasar hukumnya

ialah sebuah hadist yang dirwayatkan oleh Ibnu Majah dari Shuaib r.a, bahwasanya

Rosulluloh SAW. Telah bersabda :

لشعير با البر خلط و ضة ر والمقا اجل الى البيع كة البر فيهن ث شال

للبيع وال للبيت“Ada tiga hal yang mengandung berkah, Jual beli yang ditangguhkan, muqaradhah

(mudharabah), dan mencampur gandum dengan jawwat untuk keperluan rumah tangga,

bukan untuk dijual.”6

C.    Rukun dan Syarat Mudharabah

Menurut ulama Syafi’iyah, rukun – rukun qiradh/mudharabah ada enam, yaitu :

1.      Pemilik barang yang menyerahkan barang-barangnya.

2.      Orang yang bekerja, yaitu mengelola barang yang di terima dari pemilik barang.

3.      Aqad mudharabah, di lakukan oleh pemilik dengan pengelola barang.

4.      Mal, yaitu harta pokok atau modal.

5.      Amal, yaitu pekerjaan pengelola harta sehingga menghasilkan laba.

6.      Keuntungan.

Syarat – syarat sah Mudharabah berhubungan denga rukun-rukun mudharabah itu

sendiri. Syarat –syarat Mudharabah adalah sebagai berikut:

1.      Modal yang di serahkan adalah berbentuk uang tunai. Apabila barang itu berbentuk

emas atau perak batangan (tabar), mas hiasan atau barang dagangan lainnya,

mudharabah tersebut gagal.

2.      Bagi orang yang melakukan akad disyaratkan mampu melakukan tashharuf, maka di

batalkan akad dari anak-anak yang masih kecil, orang gila, dan orang yang di bawah

pengampuan.

6 Dimyauddin Djuwaini, Op. Cit., Hlm 224-225

4

Page 5: Makalah fiqih muamalah

3.      Modal harus di ketahui dengan jelas agar dapat di bedakan dengan jelas agar dapat di

bedakan antara modal yang di perdagangkan dengan laba atau keuntungan dari

perdagangan tersebut yang akan di bagikan oleh kedua belah pihak sesuai dengan

perjanjian yang di sepakati.

4.      Keuntungan akan menjadi milik penngelola dan pemilik modal harus jelas

persentasenya, umpamanya setengah, sepertiga, atau seperempat.

5.      Melafadzkan ijab dari pemilik modal, misalkan aku serahkan uang kepada mu ini untuk

dagang jika ada keuntungan akan di bagi dua dan kabul dari pengelola.

6.      Mudharabah bersifat mutlak, pemilik modal tidak mengikat pengelola harta untuk

berdagang di negara tertentu, memperdagangkan barang-barang tertentu, pada waktu-

waktu tertentu, sementara di waktu lain tidak karena persyaratan yang mengikat sering

menyimpang dari tujuan akad Mudharabah yaitu keuntungan. Bila dalam Mudharabah

ada persyaratan-persyaratan, maka Mudharabah tersebut akan rusak.7

D.    Kedudukan Mudharabah

Hukum mudharabah berbeda karna adanya perbedaan keadaan. Maka,

kedudukan harta yang di jadikan modal dalam mudharabah juga tergantung pada

keadaan.

Karena pengelola modal perdagangan mengelola modal tersebut atas izin

pemilik harta, maka pengelola modal merupakan wakil pemilik barang tersebut dalam

pengelolanya, dan kedudukan modal adalah sebagai objek wakalah.

Ketika harta di tasharufkan oleh pengelola, harta tersebut di berada di bawah

kekuasaan pengelola, sedangkan harta tersebut bukan miliknya, sehingga harta tersebut

berkedudukan sebagai amanat. Apabila harta itu rusak bukan karena kelalaian

pengelola, ia tidak wajib menggantinya. Bila kerusakan timbul karena kelalaian

pengelola, ia wajib menanggungnya.

Di tinjau dari segi akad, mudharabah terdiri atas dua pihak. Bila ada keuntungan

dalam pengelolaan uang, laba itu di bagi dua dengan persentasenya yang di sepakati.

Karena bersama-sama dalam keuntungan, maka mudharabah juga sebagai syirkah.

7 Hendi Suhendi, Op. Cit., Hlm 139-140

5

Page 6: Makalah fiqih muamalah

Di tijau dari segi keuntungan pengelola harta, pengelola mengambil upah

sebagai bayaran dari tenaga yang di keluarkan, sehingga mudharabah dianggap sebagai

ijarah (upah-mengupah atau sewa –menyewa).

Apabila pengelola modal mengingkari ketentuan-ketentuan mudharabah yang

telah di sepakati dua belah pihak, maka telah terjadi kecacatan dalam mudharabah.8

E.     Biaya Pengelolaan Mudharabah

Biaya mudharib diambil dari harta sendiri selama ia tinggal di lingkungan

(daerahnya) sendiri, bila ia melakukan perjalanan untuk kepentingan mudharabah. Bila

biaya kepentingan Mudharabah di ambil dari keuntngan, kemungkinan pemilik modal

tidak akan memperoleh bagian dari keuntungan karena mungkin saja biaya itu sama

besar atau bahkan lebih besar dari pada keuntungan.

Namun, jika pemilik  modal mengizinkan pemgelola untuk membelanjakan

modal mudharabah guna keperluan dirinya di trngah perjalanan atau penggunaan

tersebut sudah menjadi kebiasaan, maka ia boleh menggunakan modal mudharabah.

Kiranya dapat di pahami bahwa biaya pengelola mudharabah pada dasarnya di

bebankan kepada pengelola modal, namun tidak masalah biaya di ambil dari keuntugan

apabila pemilik modal mengizinkan atau berlaku menurut kebiasaannya.

F.     Tindakan Setelah Matinya Pemilik Modal

Jika pemilik modal meninggal dunia, mudharabah menjadi fasakh. Bila

mudharabah telah fasakh pengelola modal tidak berhak mengelola modal mudharabah

lagi. Jika pengelola bertindak menggunakan modal tersebut, sedangkan iya mengetahui

bahwa pemilik modal telah meninggal dan tanpa izin para ahli warisnya, maka

perbuatan seperti ini di anggap ghasab. Iya wajib menjaamin mengembalikannya,

kemudian jika modal itu menguntungkan, keuntungannya di bagi dua.9

G.    Pembatalan Mudharabah

Mudharabah menjadi batal apabila ada perkara-perkara sebagai berikut :

8 Ibid., Hlm. 140-1419 Ibid., Hlm. 141-142

6

Page 7: Makalah fiqih muamalah

1.      Tidak terpenuhi salah satu atau beberapa syarat mudharabah. Jika salah satu syarat

mudharabah tidak terpenuhi, sedangkan modal sudah di pegang oleh pengelola dan

sudah di perdagangkan, maka pengelola mendapat sebagai keuntungan, maka

keuntungan tersebut untuk pemilik modal. Jika ada kerugian, kerugian tersebut menjadi

tanggung jawab pemilik modal karena pengelola adalah sebagai buruh hanya berhak

menerima upah dan tidak bertanggung jawab sesuatu apa pun, kecuali atas kelainannya.

2.      Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai pengelola modal atau

pengelola modal berbuat sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad. Dalam keadaan

seperti ini pengelola modal bertanggung jawab jika terjadi kerugian karena dialah

penyebab kerugian.

3.      Apabila pelaksanaan atau pemilik modal meninggal dunia atau salah seorang pemilik

modal meninggal dunia, mudharabah menjadi batal.10

Referensi :

- Djuwaini Dimyauddin, Pengantar Fiqih Muamalah, Cet Ke-2, Pustaka Pelajar,

Yogjakarta, 2010.

- Suhendi Hendi, Fiqih Muamalah, Rajawali Pers, Jakarta, 2010.

Nama kelompok 9:

1. Junia Alifatul Khoiriyah 1420310179

2. Winda Nawangsari 1420310180

3. Lusiana Emawati 1420310181

10 Ibid., Hlm. 143

7