makalah epidemiologi ukuran asosiasi (khusus) penyakit diare di wilayah dalam pagar

73
56 MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR Dosen Pembimbing: Dr. Qomariyatus Sholihah,Dipl.hyp,ST.,M.Kes 19780420 200501 2 002 Nova Annisa,S.Si,MS

Upload: dwiputri123

Post on 22-Jan-2018

3.004 views

Category:

Environment


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

56

MAKALAH EPIDEMIOLOGI

UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH

DALAM PAGAR

Dosen Pembimbing:

Dr. Qomariyatus Sholihah,Dipl.hyp,ST.,M.Kes

19780420 200501 2 002

Nova Annisa,S.Si,MS

Page 2: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

57

Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada :

Rektor Universitas Lambung Mangkurat :

Prof. Dr. H. Sutarto Hadi, M.Si, M.Sc.

NIP. 19660331 199102 1 001

Dekan Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat :

Dr-Ing Yulian Firmana Arifin, S.T., M.T.

NIP. 19750719 200003 1 002

Kepala Prodi Teknik Lingkungan Universitas Lambung Mangkurat :

Dr. Rony Riduan, S.T.,M.T.

NIP.19761017 199903 1 003

Dosen Mata Kuliah Epidemiologi :

Dr. Qomariyatus Sholihah, Amd. Hyp.,

S.T., Mkes.

NIP.19780420 200501 2 002

Dosen Mata Kuliah Epidemiologi :

Nova Annisa,S.Si,MS

Anggota Kelompok :

M.Ari Purnadi

( H1E114048 )

Anggota Kelompok :

Dwi Putri Agustina

( H1E114039 )

Anggota Kelompok :

Anisa Yuliani ( H1E114207 )

Anggota Kelompok :

Laila Santi

( H1E114046 )

Page 3: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

58

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

yang telah melimpahkan karunia nikmat, rahmat, dan hidayah bagi umat-Nya.

Atas ridho-Nya jualah kami dapat menyelesaikan makalah Epidemiologi ini tepat

pada waktunya. Adapun tujuan dari kami adalah untuk memenuhi tugas.

Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada orang-orang yang

telah ikut berpartisipasi dalam terlaksananya makalah ini.Terutama ucapan

terimakasih kepada ibu Dr. Qomariyatus Sholihah, Dipl.hyp, ST., M.Kes dan ibu

Nova Annisa,S.Si,MS selaku dosen pembimbing mata kuliah Epidemiologi. Tak

lupa juga ucapan terimakasih kepada teman-teman yang selalu memberikan

dukungan dan semangat hingga terselesainya makalah ini.

Kami menyadari bahwa maklah ini masih mempunyai kekurangan. Oleh

karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami mengharapkan kritik, saran,

bimbingan, serta nasihat yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Besar harapan kami semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dalam

meningkatkan prestasi belajar, serta membina mental seorang pelajar Indonesia

seutuhnya. Amin.

Banjarbaru, 28 Desember 2015

Penyusun

Page 4: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

59

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

DAFTAR TABEL............................................................................................... iv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vi

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 2

1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................ 48

3.1 Metodologi Penenlitian ............................................................................... 48

3.1.1 Rancangan Penelitian ............................................................................. 48

3.1.2 Populasi dan Sampel .............................................................................. 48

3.1.3 Instrumen Penelitian................................................................................ 48

3.1.4 Variabel Penelitian .................................................................................. 48

3.1.5 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 48

3.1.6 Prosedur Penelitian ................................................................................ 49

3.1.7 Pengumpulan dan Pengolahan Data...................................................... 49

3.1.8 Cara Analisis Data .................................................................................. 50

3.1.9 Biaya Penelitian ....................................................................................... 50

3.1.10 Kerangka Konsep dan Hipotesis .......................................................... 51

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 52

Page 5: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

60

4.1 Hasil Penelitian .......................................................................................... 52

4.2 Pembahasan ............................................................................................. 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 58

5.1 KESIMPULAN ............................................................................................. 58

5.2 SARAN........................................................................................................ 58

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. ....... 60

INDEKS ............................................................................................................ 63

LAMPIRAN ........................................................................................................ 64

Page 6: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

61

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Tabel 2 x 2 eksposur faktor risiko dan penyakit 15

2.2 Notasi Tabel 2 x 2 Pola I Desain Penelitian Kasus-Kontrol 21

2.3 Notasi Tabel 2 x 2 Pola II Desain Penelitian Kasus-Kontrol 22

4.1 Data Perhitungan Resiko Relatif (RR) 52

4.2 Hasil Uji SampleAir Baku (Air Sungai) 52

4.3 Hasil Uji Sample Air Baku (Air Diolah) 53

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Rancangan Penelitian Kohort 14

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 54

4.2 Kondisi Air Sungai 54

4.3 Air Sungai Yang Telah Diolah 55

4.4 Kegiatan Sehari-hari Masyarakat yang Tinggal di Daerah Sungai

55

Page 7: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

62

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Surat Izin Penelitian

2. Surat Pernyataan Persetujuan Sebelum Penelitian (Informed Consent)

3. Hasil Uji Laboratorium Air

4. Lampiran Perhitungan

Page 8: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

63

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan dari

peristiwa kesehatan dan peristiwa lainnya yang berhubungan dengan kesehatan

yang menimpa sekelompok masyarakat dan menerapkan ilmu tersebut untuk

memecahkan masalah-masalah tersebut. Konsep penyebab dan proses

terjadinya penyakit dalam epidemiologi berkembang dari rantai sebab akibat

kesuatu proses kejadian penyakit yakni proses interaksi antara manusia (pejamu)

dengan berbagai sifat dengan penyebab serta dengan lingkungan. Tujuan dari

epidemiologi adalah memberikan gambaran mengenai penyebaran,

kecenderungan, dan riwayat alamiah penyakit, menjelaskan penyebab dari suatu

penyakit, meramalkan kejadian suatu penyakit, serta mengendalikan penyebaran

penyakit dan masalah kesehatan lainnya di masyarakat. Epidemiologi

menggunakan beragam alat-alat ilmiah, dari kedokteran dan statistik sampai

sosiologi dan antropologi. Banyak penyakit mengikuti arus migrasi penduduk,

sehingga pemahaman tentang bagaimana penduduk bergerak mengikuti musim

sangat penting untuk memahami penyebaran penyakit tertentu pada populasi

tersebut. Epidemiologi tidak hanya berkutat pada masalah penyebaran penyakit,

tetapi juga dengan cara penanggulangannya (Amiruddin. 2011).

Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir

secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai

merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya

terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah,

dan di beberapa negara tertentu juga berasal dari lelehan es/salju. Selain air,

sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan. Kemanfaatan terbesar sebuah

sungai adalah untuk irigasi pertanian, bahan baku air minum, sebagai saluran

pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya potensial untuk

dijadikan objek wisata sungai. Dewasa ini sungai sering disalah gunakan, yang

akhirnya menyebabkan sungai menjadi tercemar. Pencemaran sungai adalah

tercemarnya air sungai yang disebabkan oleh limbah industri, limbah penduduk,

limbah peternakan, bahan kimia dan unsur hara yang terdapat dalam air serta

gangguan kimia dan fisika yang dapat mengganggu kesehatan

Page 9: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

64

manusia.Pencemar sungai dapat diklasifikasikan sebagai organik, anorganik,

radioaktif, dan asam/basa. Dampak yang disebabkan oleh pencemaran air

adalah timbulnya berbagai penyakit, salah satunnya adalah penyakit diare. Diare

merupakan salah satu penyakit menular yang angka kesakitan dan kematiannya

relatif tinggi. Diare adalah berak-berak lembek sampai cair (mencret), bahkan

dapat berupa cair saja, yang lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih dalam

sehari) yang ditandai dengan gejala dehidrasi, demam, mual dan muntah,

anorexia, lemah, pucat, keratin abdominal, mata cekung, membran mukosa

kering, pengeluaran urin menurun, dan lain sebagainya.Penyakit menular ini

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti lingkungan, agen penyebab penyakit,

dan pejamu. Penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang

penting karena merupakan penyumbang utama ketiga angka kesakitan dan

kematian anak di berbagai negara termasuk Indonesia. Setiap anak mengalami

episode serangan diare rata-rata 3,3 kali setiap tahun. Lebih kurang 80%

kematian terjadi pada anak berusia kurang dari dua tahun (Depkes R.I. 2000).

Epidemiologi, penyebab penyakit perlu diketahui dengan maksud untuk

mengetahui proses terjadinya penyakit dan berupaya mencegah beraksinya

faktor penyebab itu. Dilihat dari segi epidemiologis, kejadian penyakit umumnya

dengan sejumlah penyebab. Sebaliknya satu penyebab juga menyebabkan

beberapa penyakit.Salah satu unsur pokok yang terdapat pada epidemiologi

ialah mempelajari tentang frekuensi masalah kesehatan yang terdapat pada

sekelompok manusia dan atau masyarakat. Dengan demikian untuk dapat

memahami epidemiologi dengan baik, haruslah dapat dipahami pula tentang

frekuensi masalah kesehatan tersebut. Pengukuran Asosiasi yang merupakan

hal penting dalam mengetahui penyebaran penyakit. Ukuran Asosiasi berkaitan

dengan bagaimana kejadian atau lingkungan yang berbeda berhubungan satu

sama lain atau bagaimana suatu asosiasi sebab akibat memang ada untuk

meyebabkan penyakit. Dengan mengetahui ukuran asosiasi dapat mengetahui

berapa besar kemungkinan bahwa hubungan antar kejadian terbentuk akibat

variable-variabel sebab akibat (Budiarto. 2003).

Epidemiologi dikenal beberapa ukuran, yakni resiko relative, rasio laju

insidensi, rasio odds, beda risiko, beda laju insidensi dan penggunaan ukuran.

Ukuran-ukuran ini digunakan untuk mempermudah perhitungan epidomiologi

karena masing-masing dari ukuran tersebut memiliki perbedaan fungsi. Ukuran

Page 10: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

65

asosiasi ini digunakan untuk merefleksikan kekuatan atau besar asosiasi antara

suatu eksposur/faktor risiko dan kejadian suatu penyakit memasukkan suatu

perbandingan frekuensi penyakit antara dua atau lebih kelompok dengan

berbagai derajat eksposur.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana mengetahui penyebab penyakit diare di daerah Dalam Pagar

dan menghitung rasio penyakit diare?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui ukuran asosiasi penyakit diare dan penyebabnya.

1.3.2. Tujuan Khusus

1.Mengidentifikasi tingkatan penyakit diare di daerah Dalam Pagar.

2.Mengidentifikasi hubungan penyakit diare dengan keadaan lingkungan

sekitar serta perilaku kehidupan sehari-hari dimasyarakat.

1.4. Manfaat Penelitian

1.Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi masyarakat

sekitar agar masyarakat lebih meningkatkan kebersihan diri dan lingkungan.

2.Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi dan referensi

bagi mahasiswa.

3.Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi akan pentingnya

kesehatan lingkungan.

4.Hasil penelitian ini dapat mengingatkan kembali pencegahan penyakit diare

dan penanggulangan penyakitnya.

Page 11: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

66

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Epidemiologi berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari 3 kata dasar yaitu

epi yang memiliki arti pada atau tenang, demos yang memiliki arti penduduk, dan

logos yang memiliki arti ilmu pengetahuan, jadi epidemiologi adalah ilmu yang

mempelajari tentang penduduk. Sedangkan pada saat ini, epidemiologi adalah

salah satu cabang dari ilmu kesehatan untuk menganalisa distribusi dan faktor-

faktor yang berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan yang bertujuan

untuk melakukan pencegahan dan penanggulangannya. Pengertian epidemiologi

menurut beberapa ahli :

1. Menurut Hirsch (1883) epidemiologi adalah suatu gambaran kejadian,

penyebaran dari jenis penyakit pada manusia pada saat tertentu di berbagai

tempat di bumi dan mengkaitkan dengan kondisi eksternal (Kristiani, 2012).

2. Menurut Greenwood (1970) mengatakan bahwa “epidemiologi mempelajari

tentang penyakit dan segala macam kejadian yang mengenai kelompok (herd)

penduduk”. Dalam kutipan ini adanya penekanan pada kelompok penduduk

yang mengarah kepada distribusi suatu penyakit (Kristiani, 2012).

3. Menurut Brian Mac Mahon (1970) epidemiologi adalah studi tentang

penyebaran dan penyebab frekuensi penyakit pada manusia dan penyebab

terjadi distribusi semacam itu. Dalam kutipan ini sudah mulai menentukan

distribusi penyakit dan mencari penyebab terjadinya distribusi dari suatu

penyakit (Kristiani, 2012).

4. Menurut ahli lainnya Wade Hampton Frost (1972) mendefinisikan

“Epidemiologi sebagai suatu pengetahuan tentang fenomena massal (mass

phenomen) penyakit infeksi atau sebagai riwayat alamiah (natural history)

penyakit menular”. Dalam kutipan ini bahwa pada waktu itu perhatian

epidemiologi hanya ditujukan kepada masalah penyakit infeksi yang

terjadi/mengenai masyarakat/massa (Kristiani, 2012).

5. Menurut Abdel R. Omran (1974) epidemiologi adalah suatu ilmu mengenai

terjadinya dan distribusi keadaan kesehatan, penyakit dan perubahan pada

penduduk, begitu juga determinannya serta akibat–akibat yang terjadi pada

kelompok penduduk (Kristiani, 2012).

6. Menurut Abdel R. Omran (1974) epidemiologi adalah ilmu pengetahuan

mengenai terjadinya penyakit pada populasi manusia (Kristiani, 2012).

Page 12: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

67

7. Menurut Robert H. Fletcher (1991) epidemiologi adalah disiplin riset yang

membahas tentang distribusi dan determinan penyakit dalam populasi

(Kristiani, 2012).

8. Menurut Lewis H. Rohf & Beatrice J. Selwyn epidemiologi adalah deskripsi

tentang perbedaan terjadinya peristiwa yang menjadi perhatian medis di

subkelompok masyarakat, di mana populasi dibagi menurut beberapa

karakteristik yang diyakini terkena penyakit tersebut (Kristiani, 2012).

9. Menurut Lilienfeld(1977) epidemiologi adalah suatu metode pemikiran tentang

penyakit yang berkaitan dengan penilaian biologis dan berasal dari

pengamatan suatu tingkat kesehatan populasi (Kristiani, 2012).

10. Menurut Moris (1964) epidemiologi adalah suatu pengetahuan tentang sehat

dan sakit dari suatu penduduk (Kristiani, 2012).

11. Definisi epidemiologi menurut CDC 2002, Last 2001, Gordis 2000

menyatakan bahwa epidemiologi adalah “studi yang mempelajari distribusi

dan determinan penyakit dan keadaan kesehatan pada populasi serta

penerapannya untuk pengendalian masalah kesehatan” (Kristiani, 2012).

12. Menurut WHO “Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan

determinan dari peristiwa kesehatan dan peristiwa lainnya yang

berhubungan dengan kesehatan yang menimpa sekelompok masyarakat

dan menerapkan ilmu tersebut untuk memecahkan masalah tersebut”.

Epidemiologi sebagai ilmu diagnosa kesehatan masyarakat, terus menerus

berkembang dari pengalaman menghadapi sepak terjang penyakit sebagai

fenomena massa. Ketika wabah penyakit menular melanda bangsa-bangsa di

dunia, epidemologi diartikan sebagai ilmu tentang epidemik (wabah). Untuk

mengatasi suatu wabah yang tengah berkecamuk, perlu diketahui bagaimana

menjalarnya wabah tersebut dengan mengamati siapa-siapa yang terserang,

dimana wabah menyerang, dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk

menyerang sejumlah orang tertentu. Sesuai peranannya pada masa itu

epidemiologi dirumuskan sebagai ilmu tentang fenomena massa penyakit

infeksi (Frost, 1927).

Epidemiologi merupakan salah satu bagian dari ilmu Kesehatan

Masyarakat (Public Health) yang menekankan perhatiannya terhadap

keberadaan penyakit ataupun masalah kesehatan lainnya dalam masyarakat.

Keberadaan penyakit dalam masyarakat itu didekati oleh epidemiologi secara

kuantitatif. Karena itu, epidemiologi akan mewujudkan dirinya sebagai suatu

Page 13: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

68

metode pendekatan yang banyak memberikan perlakuan kuantitatif dalam

menjelaskan masalah kesehatan (M.N Bustan, 2006).

Menurut asal katanya, secara etimologis, Epidemiologi bearti ilmu

mengenai kejadian yang menimpa penduduk. Epidemiologi berasal dari bahasa

Yunani, di mana epi = upon, pada atau tentang demos = people, penduduk dan

logia = knowledge, ilmu. Nama epidemiologi sendiri berkaitan dengan sejarah

kelahirannya dimana epidemiologi memberikan perhatian tentang penyakit yang

mengenai penduduk. Penyakit yang banyak menimpa penduduk pada waktu itu

hingga akhir abad 19 adalah penyakit wabah atau epidemic. Epidemiologi

memberikan perhatian tentang epidemic yang banyak menelan korban kematian,

dan begitulah nama Epidemiologi tidak bisa dilepaskan dengan epidemi itu

sendiri (M.N Bustan, 2006).

Secara etimologis epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari faktor-faktor

yang berhubungan dengan peristiwa yang banyak terjadi pada rakyat, yakni

penyakit dan kematian yang diakibatkannya yang disebut epidemi. Epidemiologi

merupakan studi distribusi dan determinan kesehatan yang terkait keadaan atau

peristiwa dalam populasi tertentu, dan aplikasi studi ini untuk mengendalikan

masalah kesehatan (Murti, Bhisma. 2011).

Konsep penyebab dan proses terjadinya penyakit dalam epidemiologi

berkembang dari rantai sebab akibat kesuatu proses kejadian penyakit yakni

proses interaksi antara manusia (pejamu) dengan berbagai sifatnya (Biologis,

Fisiologis, Psikologis, Sosiologis dan Antropologis) dengan penyebab (Agent)

serta dengan lingkungan (Enviroment) (Nur Nasry Noor, 2000). Menurut salah

seorang ahli John Bordon, Model segitiga epidemiologi menggambarkan interaksi

tiga komponen penyakit yaitu Manusia (Host), penyebab (Agent) dan lingkungan

(Enviromet).

Untuk memprediksi penyakit, model ini menekankan perlunya analis dan

pemahaman masing-masing komponen. Penyakit dapat terjadi karena adanya

ketidak seimbangan antar ketiga komponen tersebut”. Model ini lebih di kenal

dengan model triangle epidemiologi atau triad epidemilogi dan cocok untuk

menerangkan penyebab penyakit infeksi sebab peran agent (yakni mikroba)

mudah di isolasikan dengan jelas dari lingkungan (Purnawinadi, 2014).

Pada saat ini dengan perkembangan teknologi seperti sekarang ini memicu

jangkauan epidemiolgi semakin meluas. Secara garis besarnya jangkauan atau

ruang lingkup epidemiologi antara lain :

Page 14: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

69

1. Epidemiologi penyakit menular

Penyakit menular atau infeksi penyakit merupakan suatu penyakit yang

disebabkan oleh bakteri, virus, maupun parasit, tetapi tidak disebabkan oleh

faktor fisik. Penyakit menular termasuk penyakit yang menakutkan karena

penyakit ini masih sulit dalam pengobatannya dan bisa menyebabkan kematian

jika tidak segera ditangani. Hal ini yang telah banyak memberikan peluang dalam

usaha pencegahan dan penanggulangan penyakit menular tertentu. Berhasilnya

manusia mengatasi berbagai gangguan penyakit menular dewasa ini merupakan

salah satu hasil yang gemilang dari epidemiologi. Peranan epidemiologi

surveilans pada mulanya hanya ditujukan pada pengamatan penyakit menular

secara seksama, ternyata telah memberikan hasil yang cukup berarti dalam

menangulangi berbagai masalah penyakit menular dan juga penyakit tidak

menular (Dinfania, 2010).

2. Epidemiologi penyakit tidak menular

Penyakit tidak menular adalah jenis penyakit yang tidak menular seperti

cacat fisik, gangguan mental, dan kelainan-kelainan lain pada organ tubuh

manusia. Penyakt tidak menular menjadi penyebab kematian terbesar di

Indonesia. Pada saat ini sedang berkembang pesat dalam usaha mencari

berbagai factor yang memegang peranan dalam timbulnya berbagai masalah

penyakit tidak menular seperti kanker, penyakit sistemik serta berbagai penyakit

menahun lainnya, termasuk masalah meningkatnya kecelakaan lalu lintas dan

penyalahgunaan obat-obatan tertentu. Bidang ini banyak digunakan terutama

dengan meningkatnya masalah kesehatan yang bertalian erat dengan berbagai

gangguan kesehatan akibat kemajuan dalam berbagai bidang industri yang

banyak mempengaruhi keadaan lingkungan, termasuk lingkungan fisik, biologis,

maupun lingkungan sosial budaya (Dinfania, 2010).

3. Epidemiologi klinik

Hal ini merupakan salah satu bidang epidemiologi yang saat ini

dikembangkan oleh para klinisi yang bertujuan untuk membekali para

klinisi/dokter tentang cara pendekatan masalah melalui disiplin ilmu epidemiologi.

Dalam penggunaan epidemiologi klinik sehari-hari, para petugas medis terutama

para dokter sering menggunakan prinsip-prinsip epidemiologi dalam menangani

kasus secara individual. Mereka lebih berorientasi pada penyebab dan cara

mengatasinya terhadap kasus secara individu dan biasanya tidak tertarik unutk

mengetahui serta menganalisis sumber penyakit, cara penularan dan sifat

Page 15: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

70

penyebarannya dalam masyarakat. Berbagai hasil yang diperoleh dari para klinisi

tersebut, merupakan data informasi yng sangat berguna dalam analisis

epidemiologi tetapi harus pula diingat bahwa epidemiologi bukanlah terbatas

pada data dan informasi saja tetapi merupakan suatu disiplin ilmu yang memeliki

metode pendekatan serta penerapannya secara khusus (Dinfania, 2010).

4. Epidemiologi kependudukan

Epidemiologi kependudukan merupakan salah satu cabang ilmu

epidemiologi yang menggunakan sistem pendekatan epidemiolgi dalam

menganalisi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan bidang demografi

serta faktor-faktor yang mempengaruhi berbagai perubahan demografis yang

terjadi didalam masyarakat. Sistem pendekatan epidemiologi kependudukan

tidak hanya memberikan analisis tentang sifat karakteristik penduduk secara

demografis dalam hubungannya dengan masalah kesehatan dan penyakit dalam

masyarakat tetapi juga sangat berperan dalam berbagai aspek kependudukan

serta keluarga berencana. Pelayanan melalui jasa, yang erat hubungannya

dengan masyarakat seperti pendidikan, kesejahteraan rakyat, kesempatan

kepegawaian, sangat berkaitan dengan keadaan serta sifat populasi yang

dilayani. Dalam hal ini peranan epidemiologi kependudukan sangat penting untuk

digunakan sebagai dasar dalam mengambil kebijakan dan dalam menyusun

perencanaan yang baik. Juga sedang dikembangkan epidemiologi sistem

reproduksi yang erat kaitannya dengan gerakan keluarga berencana dan

kependudukan (Dinfania, 2010).

5. Epidemiologi pengolahan pelayanan kesehatan

Hal ini merupakan salah satu sistem pendekatan manajemen dalam

menganalis masalah, mencari faktor penyebab timbulnya suatu masalah serta

penyusunan pemecahan masalah tersebut secara menyeluruh dan terpadu.

Sistem pendekatan epidemiologi dalam perencanaan kesehatan cukup banyak

digunakan oleh para perencana kesehatan baik dalam bentuk analisis situasi,

penentuan priorita dalam bentuk penilaian hasil suatu kegiatan kesehatan yang

bersifat umum maupun dengan sasaran khusus (Dinfania, 2010).

6. Epidemiologi lingkungan dan kesehatan kerja

Hal ini merupakan salah satu bagian epidemiologi yang mempelajari serta

menganalisis keadaan kesehatan tenaga kerja akibat pengaruh keterpaparan

pada lingkungan kerja, baik yang bersifat fisik, kimia, biologis maupun sosial

budaya, serta kebiasaan hidup para pekerja. Bentuk ini sangat berguna dalam

Page 16: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

71

analisis tingkat kesehatan pekerja serta untuk menilai keadaan dan lingkungan

kerja serta penyakit akibat kerja (Dinfania, 2010).

7. Epidemiologi kesehatan jiwa

Epidemiologi kesehatan jiwa merupakan salah satu dasar pendekatan

dan analisis masalah gangguan jiwa dalam masyarakat, baik mengenai keadan

kelainan jiwa kelompok penduduk tertentu, maupun analisis berbagai faktor yang

mempengaruhi timbulnya gangguan jiwa dalam masyarakat. Dengan

meningkatnya berbagai keluhan anggota masyarakat yang lebih banyak

mengarah ke masalah kejiwaan disertai dengan perubahan sosial masyarakat

menuntut suatu cara pendekatan melalui epidemiologi sosial yang berkaitan

dengan epidemiologi kesehatan jiwa, mengingat bahwa dewasa ini gangguan

kesehatan jiwa tidak lagi merupakan masalah kesehatan individu saja, tetapi

telah merupakan masalah sosial masyarakat (Dinfania, 2010).

8. Epidemiologi gizi

Saat ini banyak digunakan dalam analisis masalah gizi masyarakat

dimana masalah ini erat hubungannya dengan berbagai faktor yang menyangkut

pola hidup masyarakat. Pendekatan masalah gizi masyarakat melaui

epidemiologi gizi bertujuan untuk menganalisis berbagai faktor yang

berhubungan erat dengan timbulnya masalah gizi masyarakat, baik yang bersifat

biologis dan terutama yang berkaitan dengan kehidupan social masyarakat.

Penanggulangan maslah gizi masyarakat yang disertai dengan surveilans gizi

yang lebih mengarah kepada penanggulangan berbagai faktor yang berkaitan

erat dengan timbulnya masalah tersebut dalam masyarakat dan tidak hanya

terbatas pada sasaran individu atau lingkungan kerja saja (Dinfania, 2010).

Perkembangan epidemiologi sedemikian pesatnya merupakan tantangan

bagi tenaga kesehatan yang harus lebih cermat dalam mengambil tindakan-

tindakan yang tidak melenceng dari jangkauan tersebut. Adapun yang menjadi

pemicu perkembangan pesat tersebut adalah perkembangan pengetahuan dan

teknologi yang semakin canggih yang menununtut peningkatan kebutuhan

masyarakat utamanya dalam bidang kesehatan sehingga kehidupan masyarakat

yang semakin kompleks. Selain itu, metode epidemiologi yang digunakan untuk

penyakit menular dapat juga digunakan untuk penyakit non-infeksi.Ruang lingkup

kajian epidemiologi mencakup penyakit menular wabah, penyakit menular bukan

wabah, penyakit tidak menular, dan masalah kesehatan lainnya. Secara praktis

ruang lingkup epidemiologi lapangan dan komunitas dibagi menjadi dua

Page 17: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

72

kelompok, yaitu studi mengenai fenomena dan studi mengenai penduduk.

Epidemiologi memiliki beberapa keistimewaan diantaranya :

a. Epidemiologi yangmempelajari populasi (kelompok orang), tetapi tidak

mempelajari individu.

b. Epidemiologi yang mempelajari perbandingan antara satu kelompok dengan

kelompok lainnya dalam masyarakat.

c. Epidemiologi yang mempelajari apakah kelompok dengan kondisi tertentu

lebih sering memiliki suatu karakteristik tertentu daripada kelompok tanpa

kondisi tersebut. Kelompok yang lebih sering memiliki karakteristik tertentu

tersebut dinamakan kelompok beresiko tinggi sedangkan kelompok yang

kurang memiliki karakteristik tertentu dinamakan kelompok beresiko rendah.

(Sukmaardy, 2010).

Tujuan dari epidemiologi adalah memberikan gambaran mengenai

penyebaran, kecenderungan, dan riwayat alamiah penyakit, menjelaskan

penyebab dari suatu penyakit, meramalkan kejadian suatu penyakit, serta

mengendalikan penyebaran penyakit dan masalah kesehatan lainnya di

masyarakat. Tujuan epidemiologi menurut seorang ahli adalah untuk :

a. mengidentifikasi penyebab dan faktor risiko penyakit/masalah kesehatan;

b. menentukan tingkat, jangkauan atau luasnya penyakit/masalah kesehatan

mempelajari perjalanan alamiah dan prognosis penyakit di masyarakat

c. mengevaluasi cara-cara pencegahan dan penatalaksanaan, baik yang sudah

ada sebelumnya maupun yang baru, dan

d. menyediakan dasar bagi pengembangan keputusan dan kebijakan kesehatan.

(Gordis, 2004).

Kegunaan epidemiologi adalah untuk memperoleh informasi mengenai

riwayatalamiah penyakit, proses terjadinya suatu penyakit, serta informasi

mengenaipenyebaran penyakit pada berbagai kelompok masyarakat. Selain itu

jugaepidemiologi dapat digunakan untuk mengelompokkan penyakit, membuat

program pemeliharaan kesehatan, dan membuat cara-cara untuk mengevaluasi

program pemeliharaan kesehatan yang dilakukan.Kegunaan epidemiologi makin

meluas tidak hanya mengenai penyakit tetapi mengenai masalah-masalah

kesehatan lainnya. Epidemiologi tidak hanya digunakan untuk keadaan-keadaan

kesehatan yang bersifat populasi tetapi juga di klinik kedokteran yang umumnya

bersifat individual atau bersifat populasi maka populasinya terbatas dan berciri

khusus yaitu para penderita klinik tersebut. Epidemiologi juga banyak digunakan

Page 18: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

73

untuk mengevaluasi program pelayanan kesehatan. Selain perannya yang

tradisional yaitu mencari dan atau menentukan etiologi penyakit (Budiarto, 2003).

Salah satu ahli menyatakan bahwa epidemiologi berguna dalam 9 hal yaitu:

a. Penelitian sejarah- apakah kesehatan masyarakat membaik atau menjadi

lebih buruk ?

b. Diagnosis komunitas-masalah kesehatan yang aktual dan yang potensial?

c. Kerjanya pelayanan kesehatan-Efficacy, Effectiveness, Efficiency

d. Resiko individual dan peluang-Actuarial risks, penilaian bahaya kesehatan

e. Melengkapi gambaran klinik-penampilan penyakit yang berbeda

f. Identifikasi sindroma “Lumping and spitting”

g. Mencari penyebab Case control and cohort studies

h. Mengevaluasi simptoms dan tanda-tanda

i. Analisis keputusan klinis (Last, 1987).

Secara umum, dapat dikatakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam

mempelajari epidemiologi adalah memperoleh data frekuensi distribusi dan

determinan penyakit atau fenomena lain yang berkaitan dengan kesehatan

masyarakat. Data yang diperoleh dapat digunakan untuk memperoleh informasi

tentang penyebab penyakit, misalnya:

1. Penelitian epidemiologis yang dilakukan pada kejadian luar biasa akibat

keracunan makanan dapat digunakan untuk mengungkapkan makanan yang

tercemar dan menemukan penyebabnya

2. Penelitian epidemiologis yang dilakukan untuk mencari hubungan antara

karsinoma paru-paru dengan asbes

3. Menetukan apakah hipotesis yang dihasilkan dari percobaabn hewan

konsisten dengan data epidemiologis. Misalnya, percobaan tentang terjadinya

karsinoma kandung kemih pada hewan yang diolesi tir. Untuk mengetahui

apakah hasil percobaan hewan konsisten dengan kenyataan pada manusia,

dilakukan analisis terhadap semua penderita karsinoma kandung kemih lebih

banyak terpajan oleh rokok dibandingkan dengan bukan penderita

4. Memperoleh informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan

dalam menyusun perencanaan, penanggulangan masalah kesehatan, serta

menentukan prioritas masalah kesehatan masyarakat; misalnya: Keuntungan

atau kelebihan rancangan kasus control yaitu, memungkinkan meneliti

penyakit-penyakit yang jarang terjadi, memungkinkan meneliti penyakit yang

memiliki masa laten yang lama antara paparan dan manifestasi klinis, dapat

Page 19: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

74

dilaksanakan pada periode waktu yang singkat, jika dibandingkan dengan

penelitian kohort, penelitian kasus control relative lebih murah, dan dapat

meneliti beberapa hal sekaligus yang memiliki potensi sebagai penyebab

penyakit.Akan tetapi, rancangan ini juga memiliki beberapa kekurangan

seperti, kemungkinan adanya bias recall karena informasi mengenai paparan

diperoleh dari riwayat dahulu berdasarkan wawancara, validasi dari informasi

mengenai adanya paparan bisa jadi sulit untuk dilakukan, informasinya tidak

legkap, atau bahkan tidak memungkinkan, hanya memusatkan perhatian pada

satu penyakit saja, biasanya tidak dapat menyediakan informasi mengenai

angka kejadian penyakit, secara umum tidak lengkap, pemilihan kontrol yang

tepat bisa jadi merupakan hal yang sulit, metode penelitian bisa jadi sulit

dipahami oleh orang yang bukan ahli epidemiologi dan interpretasi hasil bisa

jadi sulit (Meirik, 2012).

b. Cohort

Studi Kohort adalah rancangan studi yang memepelajari hubungan antara

paparan dan penyakit, dengan melakukan perbandingan antara kelompok

terpapar dan kelompok tidak terpapar, berdasarkan status paparan. Ciri studi ini

pemilihan subjek berdasarkan kan status paparannya, dan kemudian dilakukan

pengamatan dan pencatatan apakah subjek dalam perkembangannya

mengalami penyakit atau tidak. Risiko Relatif digunakan untuk menghitung rasio

antara dua kelompok serta membandingkan insidensi antara kelompok yang

terpapar dengan kelompok yang tidak terpapar. Penggunaan lain dari risiko

relatif yakni dapat digunakan dalam angka serangan untuk mengukur resiko

pajanan terhadap makanan atau pajanan terhadap zat kimia atau risiko di

industri. Pada umumnya rancangan kohort merupakan penelitian epidemiologi

longitudinal prospektif, yaitu:

a) Dimulai dari status keterpaparan

b) Arahnya selalu maju

Page 20: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

75

Rancangan penelitian kohor dapat digambarkan sebagai berikut:

Efek

Faktor Risiko (FR)

Waktu

Arah pengumpulan data

Gambar 1 rancangan Penelitian kohort

Penelitian ini dimulai dengan memilih sampel kelompok (subjek) sehat dari

suatu populasi. semua subjek penelitian harus bebas dari penyakit atau efek

yang diteliti. Setelah itu subjek-subjek dengan maupun tanpa paparan faktor

risiko diikuti terus secara prospektif sampai timbul efek atau penyakit tertentu.

Hasilnya memberikan nilai perhitungan asosiasi yang disebut Risiko relatif

(Relative Risk).

Desain Cohort ini merupakan desain prospektif (melihat ke masa yang

akan datang). Dalam penelitian prospektif, paparan diukur sekarang dan hasilnya

(sakit atau tidak) diukur di masa yang akan datang. Dengan demikian,

pengambilan data dimulai dari individu yang terpapar dan tidak terpapar,

kemudian diikuti ke depan apakah ia menderita sakit atau tidak(Meirik, 2012).

Sebagai suatu asosiasi, untuk memudahkan analisis terhadap data

penelitian kohor, perlu adanya pemahaman kerangka tabulasi yang baku. risiko

relatif dapat digambarkan dalam suatu matriks empat sel 2 x 2 yang

mempresentasikan adanya eksposur faktor risiko dan penyakit (Ryadi, dkk.,

2010).

ya

Populasi

subjek:

Sampel orang

sehat tanpa

sakit

Populasi

Populasi

tidak

ya

tidak

Page 21: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

76

Tabel 2.1

Tabel 2 x 2 eksposur faktor risiko dan penyakit:

Eksposur Outcome/ efek

Total (+) (-)

(+) A B (a+b)

(-) C D (c+d)

Total (a+c) (b+d)

Pada kerangka tabel tersebut, yang disebut dengan insiden kasus

kelompok terpapar adalah a/(a+c), sedangkan insiden kasus kelompok tidak

terpapar adalah b/(b+d).

Dimana risiko relatif pada penelitian kohor adalah:

𝑅𝑅 =𝑖𝑛𝑠𝑖𝑑𝑒𝑛 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑝𝑎𝑝𝑎𝑟

𝑖𝑛𝑠𝑖𝑑𝑒𝑛𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘𝑡𝑒𝑟𝑝𝑎𝑝𝑎𝑟

𝑅𝑅 = 𝑎/(𝑎 + 𝑐)

𝑏/(𝑏 + 𝑑)=

𝑎

(𝑎 + 𝑐)×

(𝑏 + 𝑑)

𝑏=

𝑎(𝑏 + 𝑑)

𝑏(𝑎 + 𝑐)

Interpretasi:

1) RR = 1 , faktor risiko bersifat netral, risiko kelompok terpapar sama dengan

kelompok tidak terpapar.

2) RR > 1 , Confient Interval (CI) > 1 , faktor risiko menyebabkan sakit.

3) RR < 1 , Confient Interval (CI) < 1 , faktor risiko mencegah sakit (Bustan,

2006).

Beberapa keuntungan dari penelitian Cohort antara lain, informasi

mengenai paparan subyek bisa lengkap, termasuk pengendalian mutu data dan

pengalaman sebelumnya, memberikan urutan waktu yang jelas antara paparan

dan penyakit, terdapat

a. Data frekuensi distribusi berbagai penyakit yang terdapat dimasyarakat dapat

digunakan untuk menyusun rencana kebutuhan pelayanan kesehatan disuatu

wilayah dan menentukan prioritas masalah.

b. Bila dari hasil penelitian epidemiologis diperoleh bahwa insidensi tetanus

neonatorum disuatu wilayah cukup tinggi maka data tersebut dapat digunakan

untuk menyusun strategi yang efektif dan efisien dalam menggulangi masalah

tersebut, misalnya dengan mengirirm petugas lapangan untuk memberikan

penyuluhan pada ibu-ibu serta mengadakan imunisasi pada ibu hamil.

Page 22: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

77

(Budioro, 2007). Metode penelitian Epidemiologi dapat di lakukan dengan

berbagai macam, beberapa di antaranya adalah :

a. Rancangan Kasus control

Rancangan penelitian kasus kontrol dilakukan untuk membantu

menentukan apakah sebuah paparan/ karakteristik tertentu berhubungan

dengan sebuah outcome. Selain untuk menentukan hubungan yang bersifat

causal (penyebab), penelitian kasus kontrol juga memiliki potensi untuk

mencari hubungan yang bersifat non-causal misalnya karena adanya chance

(kesempatan) atau pengaruh faktor lain yang berhubungan dengan baik

paparan maupun outcome penyakit (Meirik, 2012). Pada metode kasus kontrol

ini dilakukan perbandingan antara kasus (orang yang mengalami sakit)

dengan kontrol (individu yang tidak memiliki penyakit), dalam hal adanya

paparan / karakteristik tertentu di masa sebelumnya, yang memiliki potensi

sebagai penyebab / faktor risiko. Dengan demikian, dalam studi kasus kontrol,

hasilnya diukur sekarang dan eksposur diperkirakan dari masa lalu.Titik

awalnya dimulai dari subyek yang memiliki penyakit / kondisi yang diteliti

(kasus). Adanya karakteristik atau adanya paparan pada riwayat kasus inilah

yang kemudian direkam atau dicatat.

Demikian pula pada kelompok pembanding atau kontrol, dilakukan

pencatatan mengenai kesempatan untuk meneliti beberapa outcome sekaligus

yang terkait dengan paparan tertentu, memungkinkan perhitungan angka

insidensi (absolute risk) dan RR (relative risk), metodologi dan hasil penelitian

mudah dipahami oleh kalangan non-ahli epidemiologi, memungkinkan meneliti

paparan-paparan yang relatif jarang didapatkan.Meskipun demikian, rancangan

kohort ini juga memiliki beberapa kekurangan seperti, kurang sesuai untuk

penyakit-penyakit yang jarang terjadi karena dibutuhkan subyek dalam jumlah

yang besar, tidak sesuai apabila terdapat waktu yang cukup panjang antara

paparan dan manifestasi klinis penyakit. Tetapi, hal ini dapat diatasi dengan

model penelitian cohort retrospektif (historical cohort)yaitu sebagai berikut :

1. Pola paparan dapat mengalami perubahan selama penelitian tersebut

dilaksanakan. Sebagai contoh, seumpama ketika kita meneliti mengenai

paparan berupa kontrasepsi oral, dapat terjadi perubahan komposisi selama

pelaksaan penelitian yang mempengaruhi hasilnya menjadi kurang relevan.

2. Upaya untuk mempertahankan tingkat follow up yang tinggi (jumlah subyek

yang bisa dilakukan follow up) bisa jadi merupakan hal yang sulit.

Page 23: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

78

3. Rancangan kohort cukup mahal untuk dilaksanakan karena biasanya

dibutuhkan jumlah subyek yang besar.

4. Data baseline selain dari faktor paparan mungkin hanya sedikit karena

banyaknya subyek menjadikan tidak mungkin untuk dilakukan wawancara

yang lama. (Meirik, 2012).

b. Cross-sectional

Penelitian cross-sectional dapat digunakan untuk mengidentifikasi

hubungan antara penyakit dan penyebab yang mungkin seperti halnya dalam

penelitian kasus control maupun kohort. Hanya saja, dalam penelitian cross-

sectional, baik variable tergantung maupun variabel independen (hasil dan

paparan) keduanya diukur pada saat yang bersamaan yaitu di masa

sekarang. Jadi, penelitian ini lebih merupakan potret pada suatu waktu dari

yang diamati.

Bentuk paling sederhana dari sebuah survey di populasi adalah

pengukuran prevalensi penyakit pada satu waktu. Penelitian cross-sectional

memiliki beberapa kegunaan seperti, survei nasional multi tujuan (Riskesdas

atau riset kesehatan dasar Indonesia), misalnya untuk mempelajari tren faktor

risiko atau gejala, identifikasi penyebab penyakit, dan evaluasi kebutuhan

kesehatan. Kegunaan berikutnya seperti, penelitian untuk mengetahui prevalensi

penyakit, dan kegunaan selajutnya yaitu penelitian etiologi penyakit, khususnya

yang tidak memiliki onset (tanggal mulai gejala) yang jelas, misalnya pada

penyakit bronkhitis kronis. Aktivitas Epidemiologi, antara lain:

1. Pengumpulan dan analisis pencatatan vital (kelahiran dan kematian)

2. Pengumpulan dan analisis data morbiditas dari rumah sakit, lembaga

kesehatan, klinik, dokter dan industri

3. Pemantauan penyakit dan masalah kesehatan komunitas yang lain

4. Investigasi kejadian luar biasa yang mengarahkan program pemberantasan

atau pencegahan epidemik dan masalah kesehatan komunitas yang lain

5. Merancang dan melaksanakan penelitian kesehatan

6. Merancang dan melaksanakan registrasi kesehatan untuk masalah yang

menjadi perhatian seperti: cacat lahir, insidens kanker, atau penggunaan

napza

7. Skrining (penapisan) untuk penyakit

8. Penilaian efektivitas keberadaan pengobatan yang baru

9. Mendeskripsikan riwayat alamiah penyakit

Page 24: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

79

10. Identifikasi individu atau kelompok pada populasi umum terhadap

peningkatan risiko perkembangan penyakit tertentu

11. Identifikasi keterkaitan etiologi penyakit

12. Identifikasi masalah kesehatan masyarakat dan pengukuran besar distribusi,

frekuensi, atau dampak pada kesehatan masyarakat (Amiruddin, 2011).

Jika kita berbicara tentang epidemiologi tentu saja berkaitan dengan industri.

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat

kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian penyakit akibat

kerja merupakan penyakit yang artificial atau man mad disease. Faktor penyebab

Penyakit Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang digunakan

dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja. Pada umumnya faktor

penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan antara lain: golongan fisik

(suara/bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat tinggi, vibrasi,

penerangan lampu yang kurang baik), golongan kimiawi (bahan kimiawi yang

digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja,

dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut), golongan biologis

(bakteri, virus atau jamur), golongan fisiologis (biasanya disebabkan oleh

penataan tempat kerja dan cara kerja), golongan psikososial (lingkungan kerja

yang mengakibatkan stress). Pemanfaatan epidemiologi K3 sangat dibutuhkan

dalam rangka menganalisis status kesehatan seorang pekerja.

Setelah kita tahu makin banyaknya penyakit yang ditimbulkan karena

penyakit akibat kerja berdasarkan data yang diperoleh dari International Labor

Organization (ILO) bahwa setiap hari terjadi 1.1 juta kematian yang disebakan

oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Sesuai

dengan pengertiannya, epidemiologi K3 berguna untuk mnganalisis keadaan

kesehatan tenaga kerja akibat pengaruh keterpaparan pada lingkungan kerja,

baik yang bersifat fisik, kimiawi, biologis maupun sosial budaya, serta kebiasaan

hidup para pekerja. Bentuk ini sangat berguna dalam analisis tingkat kesehatan

pekerja serta untuk menilai keadaan dan lingkungan kerja serta penyakit akibat

kerja. Dalam beberapa situasi, epidemiologi K3 juga digunakan untuk menaksir

kesehatan seorang pekerja yang sudah terkena suatu paparan (Bonita, 2006).

Ukuran asosiasi termasuk salah satu dari tiga ukuran dalam epidemiologi.

Ukuran asosiasi merupakan ukuran yang didasarkan akibat pemaparan dari

suatu penyakit dan berfungsi untuk mengukur keeratan hubungan statistik antara

faktor tertentu dengan kejadian penyakit yang diduga merupakan akibat

Page 25: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

80

pemaparan tersebut. Hubungan antara pemaparan dan akibatnya diukur dengan

menggunakan Risiko Relatif (Relative Risk) dan Rasio Odds (Odds Ratio)

(Bustan,2006).

Ukuran asosiasi juga merefleksikan kekuatan atau besar asosiasi antara

suatu eksposur/faktor risiko dan kejadian suatu penyakit. Memasukkan suatu

perbandingan frekuensi penyakit antara dua atau lebih kelompok dengan

berbagai derajat eksposur. Beberapa ukuran asosiasi juga digunakan untuk

mengestimasi efek penyakit yang ditimbulkan (Azwar,1999). Ukuran asosiasi

terdiri dari :

1. Ukuran Rasio

1.1 Risiko Relatif

Risiko relatif adalah ukuran yang menunjukkan besarnya resiko untuk

mengalami penyakit pada populasi terpapar dibandingkan dengan populasi tidak

terpapar. Resiko relatif atau Relative Risk dipakai dalam studi epidemiologi untuk

menjelaskan apakah ada hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependen atau ratio antara dua proporsi. Ratio antara 2 proporsi ini adalah

proporsi faktor resiko penyakit positif (terpapar) dengan faktor resiko penyakit

negatif (tidak terpapar). Relative risk biasanya dipakai untuk penelitian kohort

(Anonim1, 2010)

Risiko relatif sering disebut sebagai rasio risiko (risk ratio) adalah

perbandingan risiko peristiwa tertentu pada kelompok-kelompok orang yang

berbeda. Risiko relatif (RR) biasanya digunakan untuk memperkirakan paparan

terhadap sesuatu yang dapat mempengaruhi kesehatan. Risiko relatif adalah

rasio angka insidensi penyakit karena paparan dibandingkan dengan angka

insidensi penyakit yang sama tanpa terpapar, dengan rumus sebagai berikut:

Relative Risk = Angka insidensi penyakit dalam kelompok yang terpapar

Angka insidensi penyakit dalam kelompok tanpa terpapar

Risiko relatif digunakan hanya sebagai pengukur probabilitas, dengan ini

dapat dipertanyakan berapa peluang kelompok menjadi sakit jika mereka

terpapar dan berapa peluang mereka tidak kena sakit kalau tidak terpapar

(Magnus, 2010).

Risiko relatif berhubungan dengan penelitian kohort. Penelitian kohort disebut

juga penelitian insiden atau penelitian prospektif karena dikaitkan dengan waktu

Page 26: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

81

pengumpulan datanya, bukan menyatakan hubungan antara eksposur dan

efeknya. Kelebihan utama dari penelitian ini adalah metodenya yang

memungkinkan mengamati bagaimana suatu faktor keterpaparan berlangsung

hingga memungkinkan terjadinya efek.

1.2 Rasio Odds (OR)

Odds ratio (OR) atau rasio odds adalah kemungkinan paparan faktor risiko

pada kelompok kasus dengan kemungkinan paparan faktor risiko pada kelompok

kontrol (Kasjono dan Kristiawan, 2009). Definisi lain odds ratio menurut Magnus

(terj., Belawati, dkk., 2010) adalah ukuran yang digunakan untuk menjelaskan

asosiasi yang di dapatkan dalam penelitian kasus-kontrol. Ukuran ini

menggunakan tabel 2x2 dengan notasi yang sama untuk menjelaskannya.

Terdapat dua pola desain tabulasi pada penelitian kasus-kontrol. Pola desain

tersebut yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.2

Notasi Tabel 2 x 2

Pola I Desain Penelitian Kasus-Kontrol

Penyakit Eksposur

Total ( + ) ( - )

( + ) ( a ) ( b ) ( a + b )

( - ) ( c ) ( d ) ( c + d )

Total ( a + c ) ( b + d ) ( a + b + c + d )

Tabel 2.3.

Notasi Tabel 2 x 2

Pola II Desain Penelitian Kasus-Kontrol

Eksposur Penyakit

Total ( + ) ( - )

( + ) ( a ) ( c ) ( a + c )

( - ) ( b ) ( d ) ( b + d )

Total ( a + b ) ( c + d ) ( a + b + c + d )

(Ryadi dan Wijayanti, 2011).

Tabel Odds ratio merepresentasikan probabilitas untuk berada dalam

kelompok yang sesuai (concordant group), dimana huruf (a) mewakili kelompok

yang terpajan dan sakit serta (d) mewakili kelompok yang tidak terpajan dan tidak

Page 27: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

82

sakit., atau berada dalam kelompok yang tidak sesuai (discordant group), dimana

(b) mewakili kelompok yang tidak terpajan namun sakit serta (c) mewakili

kelompok yang terpajan namun tidak sakit. Baik pada pola I maupun pola II,

rumus untuk mencari rasio odds-nya yaitu :

𝑂𝑅 (𝑂𝑑𝑑𝑠 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜) = (𝑎)𝑥 (𝑑)

(𝑏)𝑥 (𝑐)

Pada dasarnya kedua pola tersebut menunjukkan hasil rasio odds yang

sama, hanya berbeda pada penempatan eksposur dan outcome-nya pada sistem

tabulasi. Pada umumnya, pola II lebih banyak digunakan. Rasio odds digunakan

dalam penelitian kasus-kontrol dan bukan penelitian kohort. Hal ini karena desain

dan ukuran penelitian kohort terkait secara integral, dan tidak dibenarkan untuk

mengubah salah satunya tanpa mengubah yang lain. Kita tidak mungkin

menyamakan kelompok yang tidak terpajan di dalam penelitian kohort dengan

jumlah kasus dan kontrol yang tidak terpajan di dalam penelitian kasus-kontrol.

Pada penelitian kasus-kontrol dengan perhitungan rasio odds-nya sampel kasus

harus bersifat tetap, sedangkan pada kohort bisa bertambah. Oleh karena jumlah

sampel kasus tetap, maka harus dilihat pada peluang seseorang untuk

mendapatkan pajanan yang menjadikannya sakit bukan risiko seseorang menjadi

sakit (Magnus, Belawati, dkk., 2010).

Pada penelitian kasus-kontrol, studi kasus yang digunakan dalam

penelitian bukan kasus insidensi, tetapi sering berupa prevalensi (mencakup

kasus baru dan kasus lama), sedangkan untuk penelitian kohort, studi kasus

yang digunakan berupa kasus insidensi sehingga RR (risiko relatif) pada kasus-

kontrol tidak dapat dihitung langsung dengan perhitungan pada metode kohort.

Karena data yang di dapat pada kasus-kontrol lebih banyak prevalensi, maka RR

yang digunakan adalah RR yang disebut rasio odds (Ryadi dan Wijayanti, 2011).

Jika penyakit yang hendak diselidiki itu merupakan penyakit yang relatif

langka, misalnya penyakit kanker atau kardiovaskular, dan sampel kelompok

kontrol ditentukan tanpa bergantung pada pajanan, maka rasio odd akan

merepresentasikan aproksimasi RR. Ini terjadi karena a << c dan b << d

sehingga a + c dapat diaproksimasikan oleh c, dan b + d dapat diaprosimaksikan

oleh d. Sifat OR ini sangat berguna dan merupakan sifat yang membuat

penelitian kasus-kontrol terhadap outcome yang langka menjadi alat yang kuat

dalam epidemiologi (Ryadi dan Wijayanti, 2011).

1.3 Risiko Laju Insidensi

Page 28: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

83

Berdasarkan riwayat alamiah penyakit, kejadian penyakit dapat dibedakan

menjadi 2 jenis yaitu insidence dan prevalens insidence sering dikatakan sebagai

kasus baru, sedangkan prevalens sering dikatakan sebagai kasus baru dan

kasus lama.

1.3.1 Laju Insidentil / Insidence Rate

Insidence adalah kejadian (kasus) penyakit yang baru saja memasuki fase

klinik dalam riwayat alamiah suatu penyakit. Incidens rate dari suatu penyakit

tertentu adalah dalam jumlah kasus baru yang terjadi di kalangan penduduk

selama periode/kurun waktu tertentu.

Incidence Rate = Jumlah Penderita Baru

Jumlah penduduk yang mungkin terkenapenyakit tersebut pada pertengahan tahun

x K

K = Konstanta ( 100%, 1000 ‰)

Kegunaan Insidence rate adalah :

1. Untuk menentukan penduduk yg menderita dan terancam

2. Untuk penelitian kasus (mencari faktor risiko)

3. Untuk mengetahui faktor penyebab

4. Untuk mengevaluasi keberhasilan program penanggulangan

Didalam mempelajari insidence diperlukan penentuan waktu atau saat

timbulnya penyakit. Bagi penyakit-penyakit yang aut seperti influenza, infeksi

stafilokokus, gastroenteritis, acute myocardinal infarction dan cerebral

hemorrhage. Penentuan insidence rate ini tidak begitu sulit berhubung waktu

terjadinya dapat diketahui secara pasti atau mendekati pasti. Lain halnya dengan

penyakitt dimana timbulnya tidak jelas, disini waktu ditegakkan nya diagnosis

paati diartikan sebagai waktu mulai penyakit.

Insidence rate selalu dinyatakan dalam hubungan periode waktu tertentu

seperi bulan, tahun dan seterusnya. Apabila penduduk berada didalam ancaman

diserangnya penyakit hanya untuk waktu yang terbatas (seperti hanya dalam

epidemi suatu penyakit) maka periode waktu terjadinya kasus-kasus baru adalah

sama dengan lamanya epidemi. Insidence rate pada suatu epidemi disebut

attack rate. Ukuran frekuensi insidens penyakit dapat dibedakan dapat

dibedakan menjadi 3 macam yaitu insidens kumulatif, secondary attack rate dan

laju insidens.

1.3.1.1 Insiden Kumulatif (Cumulative Incidence = CI)

Insidens kumulatif adalah parameter yang menunjukkan taksiran

probabilitas (risiko,risk) seseorang untuk terkena penyakit dalam suatu jangka

Page 29: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

84

waktu. CI selalu bernilai antara 0 dan 1. Dalam menghitung CI, perlu penentuan

periode waktu. Periode waktu tersebut bias berupa beberapa jam, bulan, tahun

dan sebagainya.

Rumusnya sebagai berikut :

𝐶𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑣𝑒 𝐼𝑛𝑐𝑖𝑑𝑒𝑛𝑐𝑒 =Jumlah Kasus Baru Suatu Penyakit

Jumlah Populasi Dalam Resiko x 1000

Istilah lain untuk insidens komulatif adalah insidens risk. Syarat yang

digolongkan beresiko dalam insiden komulatif adalah:

1) Tidak sedang/telah terjangkit penyakit yang diteliti

2) Tidak imun terhadap penyakit yang diteliti

3) Memiliki organ sasaran yang masih intak

4) Hidup

5) Masih dalam jangkauan pengamatan

Sedangkan dalam Kejadian Luar Biasa (KLB) / wabah. Misalnya keracunan

makanan, istilah yang digunakan adalah attack rate. Rumus sebagai berikut:

𝐴𝑡𝑡𝑎𝑐𝑘 𝑅𝑎𝑡𝑒 =Jumlah Kasus selama epidemi

Populasi yang mempunyai resiko−resiko x 1000

1.3.1.2 Secondary Attack Rate

Secondary attack rate dalah ukuran yang menunjukkan jumlah penderita

baru pada serangan kedua berbanding dengan jumlah penduduk yang

mempunyai resiko-jumlah penduduk yang terkena pertama. Rumus sebagai

berikut:

𝑆𝑒𝑐𝑜𝑛𝑑𝑎𝑟𝑦 𝐴𝑡𝑡𝑎𝑐𝑘 𝑅𝑎𝑡𝑒 =Jumlah Penderita Baru pada Serangan Kedua

Jumlah penduduk yg mempunyai resiko −Jumlah penduduk yg terkena serangan pertama

x 1000

1.3.1.3 Laju Insidensi (Incidence Density = ID)

Laju insidens adalah ukuran yang menunjukkan kecepatan kejadian baru

penyakit pada populasi. Laju insidens merupakan proporsi antara jumlah orang

yang menderita penyakit dan jumlah orang dalam resiko kali lamanya dalam

resiko.

1) Perkiraan terbaik mengenai mortalitas dan morbiditas.

2) Numerator adalah jumah kasusbaru dalam populasi.

3) Denominator adalah jumlah periode waktu dimana setiap orang

dalam pengamatan dan bebas dari penyakit.

Page 30: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

85

4) Dimensi adalah orang per waktu ( Orang-tahun, Orang-bulan, Orang-

hari, Orang-jam, Orang-menit dan lain-lain.

5) Nilai berkisar : 0 – Tak Terhingga.

Rumus sebagai berikut :

Laju Insidens =Jumlah Kasus Baru

𝑃𝑒𝑟𝑠𝑜𝑛 𝑇𝑖𝑚𝑒 x 1000

Person time adalah jumlah orang dalam resiko dikalikan dengan lamanya

orang-hari dalam resiko, yang digambarkan dalam orang-minggu, orang-bulan

atau orang-tahun tergantung dari jenis penyakit yang sedang diteliti. Untuk

masing-masing individu yang berada dalam populasi, maka waktu memiliki resiko

adalah waktu selama individu yang sedang diamati itu masih terbebas dari

penyakit. Denominator yang diperlukan untuk menghitung laju insidens tersebut

adalah jumlah dari keseluruhan periode-periode waktu terbebas dari penyakit

selama penelitian.

2. Ukuran Beda

2.1 Beda risiko (risk difference) atau risiko atribut (attributable risk)

Beda risiko (risk difference/RD) atau disebut juga risiko atribut (attributable

risk/AR) dapat diperoleh dengan menghitung selisih angka insidensi kelompok

terpajan dan kelompok angka insidensi tidak terpajan dan hasilnya dianggap

sebagai pemaparan oleh faktor penyebab penyakit (atribut). Makin besar jumlah

kasus penyakit yang bisa dihindari seandainya dilakukan pencegahan terjadinya

paparan pada kelompok terpapar. Rumus Beda risiko sebagai berikut.

Angka Insidensi kelompok terpajan - angka insidensi kelompok tidak terpajan

(Richard F. Morton et all,2009)

Beda risiko kadang-kadang juga dinyatakan sebagai pecahan preventif di

kalangan terpajan, yaitu angka Insidensi kelompok terpajan - angka insidensi

kelompok tidak terpajan Angka Insidensi kelompok terpajan (Eko Budiarto dan

Dewi Anggraeni, 2003). Beda risiko menunjukkan kelebihan penyakit karena

suatu factor di subkelompok populasi yang terpajan oleh suatu factor. Jika

“angka insidensi di kalangan terpajan” diganti dengan “angka insidensi di seluruh

populasi” dalam rumus beda risiko, maka akan didapatkan population attribute

risk. Population attribute risk umumnya penting bagi pengambil kebijakan

kesehatan masyarakat karena population attribute risk mengukur potensial

manfaat yang diharapkan jika pajanan di dalam populasi dapat dikurangi

(Richard F. Morton et all,2009)

2.2 Beda Laju Insidensi

Page 31: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

86

Insidensi merupakan salah satu tipe ukuran yang paling penting dalam

epidemologi, terutama dalam epidemologi penyakit menular. Ukuran insidensi

menyatakan banyaknya kasus baru penyakit yang terjadi dalam rentan waktu

tertentu. Insidensi memungkinkan kita untuk memeriksa hal terkait kasus yang

menjadi saat ini bukan yang terjadi pada periode waktu sebelumnya. Ketika

suatu masalah pertama kali teridentifikasi, insidensi menghitung semua jumlah

kasus baru dalam beberapa bulan terakhir.

2.2.1 Insidensi Rate (IR)

Insidensi adalah jumlah seluruh kas baru pada suatu populasi pada suatu

populasi pada suatu saat periode waktu tertentu. Indikator yang paling banyak

digunakan di dalam epidemologi bila dikaitkan dengan penderita baru dalam

waktu tertentu

IR = Ʃ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝑏𝑎𝑟𝑢 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑗𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢

Ʃ 𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑎𝑡 𝑟𝑖𝑠𝑘 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑎

Biasanya insidensi digunakan untuk penyakit yang sifatnya akut.

Pengamatan harus bersifat dinamis dimana ukuran disini menggambarkan

keoatan/kekuatan peubahan keadaan karena pengaruh lingkungan. Insidensi

bukan merupakan ukuran probabilitas, lain dapat berkisar dari 0 – hampir tak

terhingga. Dan ukuran ini tidak dapat diinterpretasikan kepada individu yang ada

di populasi.

Kelemahan dari pemakaian insidensi adalah susah menentukan waktu

serangan suatu penyakit dengan jelas beberapa hal yang perlu diperhatikan :

a. Kapan mulainya gejala pertama.

b. Waktu diagnose.

c. Tanggal masuk rumah sakit/ pelayanan kesehatan

Penyebut adalah jumlah penduduk didaerah yang bersangkutan pada periode

waktu yang sama (dalam hal ini sulit menentukan siapa dari penduduk tersebut

tersebut yang susceptible dan siapa yang bukan, sehingga diambil pendekatan

dengan memakai jumlah populasi yang beresiko pada pertengahan tahun

dikalikan dengan lama periode pengamatan).

Manfaat insidensi Rate adalah :

a. Mengetahui masalah kesehatan yang dihadapi

b. Mengetahui resiko unutk terkena masalah kesehatan yang dihadapi

Page 32: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

87

c. Mengetahui beban tugas yang harus diselenggarakan oleh suatu fasilitas

pelayanan kesehatan.

2.2.2 Insidensi Kumulatif (IK)

Tingkat insidensi kumulatif adalah suatu ukuran tentang kejadian penyakit

atau ukuran status kesehatan yang lebih sederhana. Tidak seperti tingkat

insidensi, maka yang diukur hanyalah denominator yang ada pada permulaan

saja tingkat insidensi kumulatif dapat dihitung sebagai berikut :

IK = Ʃ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢

Ʃ 𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑎𝑡 𝑟𝑖𝑠𝑘 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛

Dalam pengertian statistik maka insidensi kumulatif itu adalah merupakan

probabilitas atau risiko dari individu yang berada didalam populasi tersebut untuk

terkena penyakit dalam periode waktu tertentu. Hasil ukuran tersebut tidak

mempunyai satuan, kisaran angka antara 0 – 1. Seringkali tingkat insidensi

kumulatif ditemukan sebagai jumlah kasus per 1.000 populasi.

2.2.3 Attack Rate/AR

Biasanya dinyatakan dengan persen (%) dan dipergunakan dalam jumlah

populasi yang realtif sedikit dan waktu yang relatif singkat. Proses

penghitungan sama dengan IR.

Contoh: keadaan wabah, keracunan makanan, penyakit yang menyerang pada

batas umur tertentu.

2.2.4 Secondary Attack Rate/SAR

Kasus sekunder adalah kasus-kasus yang terkena penyakit di dalam

suatu lingkungan setelah dating nya satu atau lebih kasus primer dari lingkungan

yang lain :

SAR = Ʃ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝑠𝑒𝑘𝑢𝑛𝑑𝑒𝑟

Ʃ 𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑎𝑡 𝑟𝑖𝑠𝑘

PENGGUNAAN UKURAN ASOSIASI

Ukuran rasio adalah informasi untuk memutuskan bahwa hubungan

paparan dan penyakit valid atau tidak secara kausalitas. Ukuran asosiasi di gunakan

untuk merefleksikan kekuatan atau besar asosiasi antara suatu eksposur/faktor

risiko dan kejadian suatu penyakit memasukkan suatu perbandingan frekuensi

penyakit antara dua atau lebih kelompok dengan berbagai derajat eksposur.

Beberapa ukuran assosiasi digunakan untuk mengestimasi efek. Ukuran-ukuran

asosiasi dibagi menjadi dua, yaitu :

Page 33: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

88

1. Ukuran rasio (Perbandingan relatif)

Informasi untuk memutuskan bahwa hubungan paparan dan penyakit valid

atau tidak secara kausalitas. Rasio dua frekuensi penyakit membandingkan kelompok

terpajan dengan kelompok tidak terpajan. Ukuran beda : lebih bermanfaat bagi

pelayanan kesehatan

Perbandingan relatif dapat ditentukan dengan rumus berikut:

RR = Risiko pada kelompok terpajan

Risiko pada kelompok tidak terpajan

2. Ukuran perbedaan (perbandingan absolut)

Yaitu perbedaan antara ukuran frekuensi penyakit suatu kelompok

terpajan dan kelompok yang tidak terpajan. Cara terbaik untuk membahas

bagaimana cara menyampaikan ukuran asosiasi secara tepat dapat dilihat pada

contoh berikut ini. Suatu penelitian mengenai asosiasi antara virus dan sindrom

yang baru dikenali dan kaitannya dengan kabut asap yang menyerang suatu kota

karena pembakaran lahan. Penelitian dilakukan untuk menyelidiki tentang agent

etiologik. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kasus-kontrol.

Penelitian cross-sectional, ekologis, dan laboratorium telah dilaksanakan

dan tinggal menyelesaikan penelitian case-control yang pertama mengenai agent

etiologik. OR adalah 1,64. Angka tersebut menunjukkan bahwa peluang untuk

sebelumnya terpajan agen infeksi pada orang yang sakit 1,64 kali lebih besar

daripada orang yang tidak sakit. Atau, peluang untuk sebelumnya terpajan agen

infeksi pada orang yang sakit 64% lebih tinggi daripada orang yang tidak sakit.

Ukuran ini membandingkan peluang untuk keterpajanan sebelumnya pada dua

kelompok, yaitu kelompok orang yang sakit dan tidak sakit.

Pada penelitian sebelumnya (melalui penelitian kohort) diperoleh RR

adalah 1,75. Angka tersebut menunjukkan resiko seseorang terpajan dan

kemudian menjadi sakit 1,75 kali lebih besar daripada orang yang tidak terpajan.

Atau, risiko untuk menjadi sakit lebih besar 75% pada orang yang terpajan

daripada yang tidak terpajan. Ukuran ini membandingkan probabilitas untuk

menjadi sakit pada dua kelompok, yaitu orang yang terpajan dan tidak terpajan.

Sehingga dapat dikatakan, kedua kasus telah memperlihatkan asosiasi

(hubungan) antara dua variabel, yaitu agens infeksi dan penyakit yang diteliti.

Namun, kita harus hati-hati dalam menyajikan ukuran asosiasi, kesimpulan suatu

Page 34: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

89

penelitian bukan melalui asumsi pribadi, namun melalui uji terkontrol acak dan

analisis yang sangat spesifik.

Contoh pengunaan ukuran asosiasi lain, misalnya penggunaan detergen

merupakan faktor risiko terjadinya eutropikasi (14 kali) dan ikan mati (1,6 kali) Angka

terjadinya eutrofikasi (10/100.000 penduduk) Angka kematian ikan (413/100.000

penduduk) (Bhisma, 2011).

3. Air

3.1. Definisi Air

Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan

kualitas air dan pengendalian pencemaran air bahwa yang dimaksud dengan air

adalah semua air yang terdapat pada, diatas ataupun dibawah permukaan tanah,

termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, air laut yang

berada didarat. Air adalah salah satu diantara pembawa penyakit yang berasal

dari tinja untuk sampai kepada manusia. Supaya air yang masuk ketubuh

manusia baik

berupa makanan dan minuman tidak menyebabkan penyakit, maka pengolahan

air

baik berasal dari sumber, jaringan transmisi atau distribusi adalah mutlak

diperlukan untuk mencegah terjadinya kontak antara kotoran sebagai sumber

penyakit dengan air yang diperlukan (Sutrisno, 2004).

3.2. Karakteristik Air

Menurut Effendi (2003), air memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh

senyawa kimia lain, karakter tersebut antara lain :

1) Pada kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan, yakni 0o C (32o F) – 100o C,

air berwujud cair.

2) Perubahan suhu air berlangsung lambat sehingga air memiliki sifat sebagai

penyimpan panas yang sangat baik.

3) Air memerlukan panas yang tinggi pada proses penguapan. Penguapan

adalah proses perubahan air menjadi uap air.

4) Air merupakan pelarut yang baik.

5) Air memiliki tegangan permukaan yang tinggi.

6) Air merupakan satu-satunya senyawa yang merenggang ketika membeku.

Bagi kehidupan makhluk, air bukanlah merupakan hal yang baru, karena tidak

satupun kehidupan di bumi ini dapat berlangsung tanpa air. Oleh sebab itu air

dikatakan sebagai benda mutlak yang harus ada dalam kehidupan manusia.

Page 35: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

90

Tubuh manusia mengandung 60%-70% air dari seluruh berat badan, air

didaerah jaringan lemak terdapat kira-kira 90% (Soemirat, 2001). Masyarakat

selalu mempergunakan air untuk keperluan dalam kehidupan sehari-hari, air juga

digunakan untuk produksi pangan yang meliputi perairan irigasi, pertanian,

mengairi tanaman, kolam ikan dan untuk minum ternak. Banyaknya pemakaian

air tergantung kepada kegiatan yang dilakukan sehari-hari, rata-rata pemakaian

air di Indonesia 100 liter / orang / hari dengan perincian 5 liter untuk air minum, 5

liter untuk air masak, 15 liter untuk mencuci, 30 liter untuk mandi dan 45 liter

digunakan untuk jamban (Wardhana, 2001).

3.3 Kualitas Air

Kelayakan air dapat diukur secara kualitas dan kuantitas. Kualitas air

adalah sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain

dalam air yang mencakup kualitas fisik, kimia dan biologis (Effendi, 2003)

3.3.1. Kualitas Fisik

Menurut Kusnaedi (2004), syarat-syarat sumber mata air yang bisa

digunakan sebagai air bersih adalah sebagai berikut :

1) Kekeruhan

Air yang berkualitas harus memenuhi syarat fisik seperti berikut jernih atau

tidak keruh. Air yang keruh disebabkan oleh adanya butiran-butiran dari

bahan tanah liat. Semakin banyak kandungan tanah liat maka air semakin

keruh. Derajad kekeruhan dinyatakan dengan satuan unit.

2) Tidak berwarna

Air untuk keperluan rumah tangga harus jernih. Air yang berwarna berarti

mengandung bahan-bahan lain yang berbahaya bagi kesehatan.

3) Rasanya tawar

Secara fisik, air bisa dirasakan oleh lidah. Air yang terasa asam, manis, pahit,

atau asin menunjukkan bahwa kualitas air tersebut tidak baik. Rtasa asin

disebabkan adanya garam-garam tertentu yang larut dalam air, sedangkan

rasa asam diakibatkan adanya asam organic maupun asam anorganik.

4) Tidak berbau

Air yang baik memiliki cirri tidak berbau bila dicium dari jauh maupun dari

dekat. Air yang berbau busuk mengandung bahan organik yang sedang

mengalami penguraian oleh mikroorganisme air.

5) Temperaturnya normal

Page 36: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

91

Air yang baik harus memiliki temperatur sama dengan temperatur udara (20-

26C). Air yang secara mencolok mempunyai temperature diatas atau dibawah

temperatur udara berarti mengandung zat-zat tertentu yang mengeluarkan

energi dalam air.

6) Tidak mengandung zat padatan

Bahan padat adalah bahan yang tertinggal sebagai residu pada penguapan

dan pengeringan pada suhu 103-105C.

3.3.2. Kualitas Kimia

Kualitas air tergolong baik bila memenuhi persyaratan kimia sebagai berikut:

a. pH netral

pH adalah merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas

keadaan asam atau basa sesuatu larutan (Sutrisno, 2004). Skala pH diukur

dengan pH meter atau lakmus. Air murni mempunyai pH 7. Apabila pH air

dibawah 7 berarti air bersifat asam, sedangkan bila diatas 7 bersifat basa

(rasanya pahit) (Kusnaedi, 2004).

b. Tidak mengandung bahan kimia beracun

Air yang berkualitas baik tidak mengandung bahan kimia beracun seperti

sianida, sulfida, dan fenolik (Kusnaedi, 2004)

c. Tidak mengandung garam-garam atau ion-ion logam

Air yang berkualitas baik tidak mengandung garam-garam atau ion-ion logam

seperti Fe, Mg, Ca, K, Hg, Zn, Cl, Cr, dan lain-lain (Kusnaedi, 2004)

d. Kesadahan rendah

Kesadahan adalah merupakan sifat air yang disebabkan oleh adanya ion-ion

(kation) logam valensi dua (Sutrisno, 2004). Tingginya kesadahan

berhubungan dengan garam-garam yang terlarut didalam air terutama garam

Calsium (Ca) dan Magnesium (Mg) (Kusnaedi, 2004)

e. Tidak mengandung bahan kimia anorganik

3.3.3. Kualitas Biologis

Air tidak boleh mengandung Coliform. Air yang mengandung golongan

Coli dianggap telah terkontaminasi dengan kotoran manusia (Sutrisno, 2004).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

416/MENKES/PER/IX/1990, persyaratan bakteriologi air bersih adalah dilihat dari

Coliform tinja per 100 ml sampel air dengan kadar maksimum yang

Page 37: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

92

diperbolehkan adalah 50 MPN/100 ml air Kualitas air bersih apabila ditinjau

berdasarkan kandungan bakterinya menurut SK. Dirjen PPM dan PLP No.

1/PO.03.04.PA.91 dan SK JUKLAK pedoman kualitas air tahun 2000/2001,

dapat dibedakan kedalam lima kategori sebagai berikut:

1. Air bersih kelas A kategori baik mengandung total Coliform kurang dari 50

2. Air bersih kelas B kategori kurang baik mengandung total Coliform 51-100

3. Air bersih kelas C kategori jelek mengandung total Coliform 101-1000

4. Air bersih kelas D kategori amat jelek mengandung total coliform 1001-2400

5. Air bersih kelas E kategori sangat amat jelek mengandung total Coliform >

2400

3.4. Peranan Air Sebagai Penyebab Penyakit

Penyakit sebagian besar dikaitkan dengan adanya hubungan interaktif

antara kehidupan manusia dengan bahan, kekuatan, atau zat yang tidak

dikehendaki yang datang dari luar tubuhnya atau lingkungannya. Kekuatan, zat,

atau bahan yang masuk ke dalam tubuh tersebut bisa merupakan benda hidup

atau benda mati. Sehingga dapat menganggu fungsi ataupun bentuk suatu organ

(Achmadi, 2008). Air merupakan bagian dari lingkungan yang tidak dapat

terpisahkan dari kehidupan manusia. Dalam penggunaannya, air dapat menjadi

penyebab terjadinya penyakit. Air sebagai penyebab terjadinya penyakit dibagi

ke dalam 4 (empat) cara yaitu (Soemirat, 2007) :

1. Air Sebagai Penyebar Mikroba Patogen (Water Borne Disease) Penyakit

disebarkan secara langsung oleh air dan hanya dapat menyebar apabila

mikroba penyebab terjadinya penyakit masuk ke dalam sumber air yang

digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jenis

mikroba yang ada di dalam air yaitu virus, bakteri, protozoa dan metazoa.

Penyakit yang disebabkan karena mikroba patogen ini seperti cholera,

thypus abdominalis, hepatitis A, poliomyelitis, dysentry. Keluhan yang dapat

muncul seperti menceret dan kotoran berlendir

2. Air Sebagai Sarang Vektor Penyakit (Water Related Insecta Vector) Air

dapat berperan sebagai sarang insekta yang menyebarkan penyakit pada

masyarakat. Insekta sedemikian disebut sebagai vektor penyakit. Vektor

penyakit yang sedemikian dapat mengandung penyebab penyakit. Penyebab

penyakit dalam tubuh vektor dapat berubah bentuk, berubah vase

pertumbuhan atau pun bertambah banyak atau tidak mengalami perubahan

Page 38: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

93

apa-apa. Penyakit yang dapat muncul seperti filariasis, demam berdarah,

malaria.

3. Kurangnya Penyediaan Air Bersih (Water Washed Disease) Kurang

tersedianya air bersih untuk menjaga kebersihan diri, dapat menimbulkan

berbagai penyakit kulit dan mata. Hal ini terjadai karena bakteri yang ada

pada kulit dan mata mempunyai kesempatan untuk berkembang. Keluhan

yang dapat muncul seperti kulit merah, mata merah, gatal dan berair.

(4) Air Sebagai Sarang Hospes Sementara (Water Based Disease) Penyakit ini

memiliki host perantara yang hidup di dalam air. Penyakit yang dapat muncul

adalah schistosomiasis dan dracontiasis.

3.5 Kualitas Biologis Air dan Gangguan Kesehatan Masyarakat

Berdasarkan aspek parameter biologis, diketahui parameter yang

mempunyai dampak langsung terhadap kesehatan adalah adanya kandungan

bakteri dan mikroba. Kelompok protozoa dalam air seperti cacing dan tungau

merupakan jenis kuman parasitik yang berdampak terhadap kesehatan seperti

kecacingan, scabies, sedangkan air yang terkontaminasi dengan bakteri dan

virus juga dapat menyebabkan masalah kesehatan bagi penggunanya. Bakteri

penyebab bawaan air terbanyak adalah salmonella thypi/parathypi, shigella, dan

vibrio cholera, sedangkan penyakit bersumber virus seperti Rotavirus, Virus

Hepatitis A, Poliomylitis, dan Virus trachoma. Escericia coli adalah salah satu

bakteri pathogen yang tergolong Coliform dan hidup secara normal didalam

kotoran manusia maupun hewan sehingga Escercia coli digunakan sebagai

bakteri indikator pencemaran air yang berasal dari kotoran hewan berdarah

panas (Fardiaz, 1992).

Total Coliform merupakan indikator bakteri pertama yang digunakan

untuk menentukan aman atau tidaknya air yang dikonsumsi. Bila Coliform dalam

air ditemukan dalam jumlah yang tinggi maka kemungkinan adanya bakteri

patogenik seperti Giardia dan Cryptosporidium didalamnya (Soemirat, 2001)

3.6. Keluhan Kesehatan Akibat Penggunaan Air

1. Diare

A. Pengertian Diare

Page 39: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

94

Diare berasal dari bahasa Yunani yaitu diarroi yang berarti mengalir terus.

Terdapat beberapa pendapat tentang defenisi penyakit diare. Menurut Depkes RI

(2005), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan

bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan

bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam

sehari.

B. Klasifikasi Diare

Departemen Kesehatan RI (2000), mengklasifikasikan jenis diare menjadi

empat kelompok yaitu:

a. Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari empat belas hari

(umumnya kurang dari tujuh hari)

b. Disentri yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya

c. Diare persisten yaitu diare yang berlangsung lebih dari empat belas hari

secara terus menerus

d. Diare dengan masalah lain anak yang menderita diare (diare akut dan

persisten) mungkin juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan

gizi atau penyakit lainnya.

C. Faktor-Faktor Penyebab Diare

Menurut Widoyono (2008), diare dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:

a. Faktor infeksi

Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare

yang disebabkan sebagai berikut :

1. Infeksi bakteri : Vibrio cholerae, E. Coli, Salmonella, Shigella sp.,

Campilobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.

2. Infeksi virus : Rotavirus, Adenovirus.

3. Infeksi parasit : cacing perut, Ascaris, Trichiuris, Strongyloides, Blastsistis

huminis, protozoa, Entamoeba histolitica, Giardia labila, Belantudium coli

dan Crypto.

b. Faktor Malabsorsi

Malabsorsi karbohidrat, lemak dan protein.

c. Faktor makanan

Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan

d. Faktor lingkungan

Dapat terjadi pada lingkungan yang tidak saniter seperti : Pasokan air tidak

memadai, air terkontaminasi tinja, jamban tidak memenuhi syarat kesehatan.

Page 40: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

95

e. Faktor perilaku

Kebersihan pribadi buruk, misalnya tidak mencuci tangan setelah buang

air,tidak membuang kotoran anak di WC, tidak menggunakan jamban yag

sehat, makanan dimasak tanpa dicuci terlebih dahulu atau tidak menutup

makanan yang telah dimasak.

f. Faktor individu

Kurang gizi, buruk atau kurangnya mekanisme pertahanan alami tubuh.

g. Faktor psikologis

Rasa takut dan cemas (Jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih

besar) (Ngastiyah, 2003).

D. Gejala dan Tanda Diare

Menurut Widoyono (2008), beberapa gejala dan tanda diare antara lain:

a. Gejala Umum

1. Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare

2. Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut

3. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare

4. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis,

bahkan gelisah.

b. Gejala Spesifik

1. Vibrio cholera: diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau amis.

2. Disenteriform: tinja berlendir dan berdarah.

Diare yang berkepanjangan dapat menyebabkan:

a. Dehidrasi (kekurangan cairan)

b. Gangguan sirkulasi

c. Gangguan asam-basa (asidosis)

d. Hipoglikemia (kadar gula darah rendah)

e. Gangguan gizi

Derajat dehidrasi akibat diare dibedakan menjadi tiga, yaitu:

a. Tanpa dehidarsi, biasanya penderita merasa normal, tidak rewel atau gelisah,

masih bisa beraktifitas seperti biasa. Umumnya karena diarenya tidak berat,

penderita masih mau makan dan minum seperti biasa.

b. Dehidrasi ringan atau sedang, memyebabkan penderita gelisah atau rewel,

mata sedikit cekung, turgor kulit masih kembali dengan cepat jika dicubit.

c. Dehidrasi berat, penderita apatis (kesadaran berkabut), mata cekung, pada

cubitan kulit turgor kembali lambat, napas cepat, penderita terlihat lemah.

Page 41: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

96

E. Pengobatan Diare

a. Tanpa dehidrasi, dengan terapi A

Pada keadaaan ini, buang air besar terjadi 3-4 kali sehari atau disebut mulai

mencret. Penderita yang mengalami kondisi ini masih lincah dan masih mau

makan dan minum seperti biasa. Pengobatan yang dilakukan dapat dilakukan

dengan memberikan makanan dan minuman yang ada di rumah seperti air

kelapa, larutan gula garam (LGG), air tajin, air teh, maupun oralit. Istilah

pengobatan ini adalah dengan menggunakan terapi A. Ada 3 cara pemberian

cairan yang dapat dilakukan di rumah yaitu:

1. Memberikan penderita lebih banyak cairan

2. Memberikan makanan terus menerus

3. Membawa ke petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam tiga hari.

b. Dehidrasi sedang atau ringan, dengan terapi B

Diare dengan dehidrasi ringan ditandai dengan hilangnya cairan sampai 5%

dari berat badan, sedangkan pada diare sedang terjadi kehilangan cairan 6-

10% dari berat badan. Untuk mengobati penyakit diare pada derajat

dehidrasi ringan atau sedang digunakan terapi B, yaitu sebagai berikut:

Pada tiga jam pertama jumlah oralit yang digunakan:

1. Umur < 1 tahun : 300 ml oralit

2. Umur 1-4 tahun : 600 ml oralit

3. Umur > 5 tahun : 1200 ml oralit

4. Dehidrasi berat, dengan terapi C

Diare dengan dehidrasi berat ditandai dengan mencret terus menerus,

biasanya lebih dari 10 kali disertai dengan muntah, kehilangan cairan lebih

dari 10% berat badan. Diare ini diatasi dengan terapi C, yaitu perawatan di

puskesmas atau rumah sakit untuk diinfus RL (Ringer laktat).

c. Teruskan pemberian makanan. Pemberian makanan seperti semula diberikan

sedini mungkin dan disesuaikan dengan kebutuhan. Makanan tambahan

diperlukan pada masa penyembuhan. Untuk bayi, ASI tetap diberikan bila

sebelumnya mendapatkan ASI, namun bila sebelumnya tidak mendapatkan

ASI dapat diteruskan dengan memberikan susu formula.

d. Antibiotik bila perlu. Sebagian besar penyebab diare adalah rotavirus yang

tidak memerlukan antibiotik dalam penatalaksanaan kasus diare karena tidak

bermanfaat dan efek sampingnya bahkan merugikan penderita.

Page 42: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

97

F. Pencegahan Diare

a. Menggunakan air bersih.

b. Memasak air bersih sampai mendidih sebelum diminum.

c. Mencuci tangan dengan sabun dengan air yang mengalir pada waktu

sebelum makan, sesudah makan, sesudah buang air besar, sebelum

memegang, sebelum menyiapkan makanan, dan sesudah menceboki bayi.

d. Memberikan ASI pada anak sampai usia dua tahun.

e. Menggunakan jamban yang sehat

f. Membuang tinja bayi dan anak dengan benar

3.7.Definisi Diare

Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu

penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang

lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih

dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai

dengan muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai

pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang

anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat (Simatupang, 2004).

Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, diare diartikan sebagai buang air besar

yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak

dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah

lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak,

frekuensinya lebih dari 3 kali (Simatupang, 2004).

3.8 Jenis Diare

Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan kepada:

1. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.

2. Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah.

3. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.

4. Diare yang disertai dengan malnutrisi berat (Simatupang, 2004).

Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi menjadi akut apabila

kurang dari 2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4 minggu, dan kronik

jika berlangsung lebih dari 4 minggu. Lebih dari 90% penyebab diare akut adalah

agen penyebab infeksi dan akan disertai dengan muntah, demam dan nyeri pada

abdomen. 10% lagi disebabkan oleh pengobatan, intoksikasi, iskemia dan

Page 43: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

98

kondisi lain. Berbeda dengan diare akut, penyebab diare yang kronik lazim

disebabkan oleh penyebab non infeksi seperti allergi dan lain-lain.

3.9.Epidemiologi Diare

Menurut Departemen Kesehatan RI (2003), insidensi diare di Indonesia

pada tahun 2000 adalah 301 per 1000 penduduk untuk semua golongan umur

dan 1,5 episode setiap tahunnya untuk golongan umur balita. Cause Specific

Death Rate (CSDR) diare golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita.

Kejadian diare pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan.

Penyakit ini ditularkan secara fecal-oral melalui makanan dan minuman yang

tercemar. Di negara yang sedang berkembang, insiden yang tinggi dari penyakit

diare merupakan kombinasi dari sumber air yang tercemar, kekurangan protein

dan kalori yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh (Suharyono, 2003).

3.10. Etiologi dan Patogenesis Diare

3.10.1. Etiologi Diare

Lebih dari 90% kasus diare akut adalah disebabkan oleh agen infeksius

(Ahlquist dan Camilleri, 2005). Diare dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti

Enterovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus,

Astrovirus dan lain-lain; infeksi bakteri seperti Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella,

Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya; infeksi parasit seperti

cacing (Ascaris, Trichiuris, Strongyloides), Protozoa (Entamoeba histolytica,

Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans) (Kliegman,

2006).

Diare dapat juga disebabkan oleh intoleransi laktosa, alergi protein susu

sapi namun tetap sebagian besar diare disebabkan oleh infeksi. Di Indonesia,

penyebab utama diare adalah Shigella, Salmonella, Campylobacter, E. Coli, dan

Entamoeba histolytica (Depkes RI, 2000).

3.10.2. Patogenesis Diare

Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan oleh rotavirus.

Virus ini menyebabkan 40-60% dari kasus diare pada bayi dan anak

(Simatupang, 2004). Setelah terpapar dengan agen tertentu, virus akan masuk

ke dalam tubuh bersama dengan makanan dan minuman. Kemudian virus itu

akan sampai ke sel epitel usus halus dan akan menyebabkan infeksi dan

merusakkan sel epitel tersebut. Sel epitel yang rusak akan digantikan oleh sel

enterosit baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum matang

sehingga fungsi sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini menyebabkan vili-vlli usus

Page 44: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

99

halus mengalami atrofi dan tidak dapat menyerap cairan dan makanan dengan

baik. Cairan dan makanan tadi akan terkumpul di usus halus dan akan

meningkatkan tekanan osmotik usus. Hal ini menyebabkan banyak cairan ditarik

ke dalam lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya hiperperistaltik usus.

Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akan didorong keluar melalui anus

dan terjadilah diare (Kliegman, 2006).

Gejala Diare

Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah bayi dan anak menjadi gelisah

dan cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau

tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai

dengan lendir ataupun darah. Warna tinja bisa lama-kelamaan berubah menjadi

kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya

lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat

banyaknya asam laktat yang berasal darl laktosa yang tidak dapat diabsorbsi

oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare

dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan

keseimbangan asam-basa dan elektrolit (Kliegman, 2006).

Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka gejala

dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan

ubun- ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit

tampak kering (Hasan dan Alatas, 1985). Menurut Kliegman, Marcdante dan

Jenson (2006), dinyatakan bahwa berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan

elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi :

a. Diare tanpa dehidrasi Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami

dehidrasi karena frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada

tanda-tanda dehidrasi.

b. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%) Pada tingkat diare ini penderita

mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang- kadang muntah, terasa haus,

kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun, aktifitas sudah mulai

menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang minimum dan

pemeriksaan fisik dalam batas normal.

c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%) Pada keadaan ini, penderita akan

mengalami takikardi, kencing yang kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas

atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, turgor kulit berkurang,

selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang

Page 45: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

100

dan masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin

yang dingin dan pucat.

d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%) Pada keadaan ini, penderita sudah

banyak kehilangan cairan dari tubuh dan biasanya pada keadaan ini penderita

mengalami takikardi dengan pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan

nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar

menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan

keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian

kapiler sangat

Faktor Resiko Diare pada Balita

Faktor Gizi

Sutoto (1992) menjelaskan bahwa interaksi diare dan gizi kurang

merupakan “lingkaran setan”. Diare menyebabkan kekurangan dan akan

memperberat diare. Oleh karena itu, pengobatan dengan makanan yang tepat

dan cukup merupakan komponen utama pengelolaan klinis diare dan juga

pengelolaan di rumah. Berat dan lamanya diare sangat dipengaruhi oleh status

gizi panderita dan diare yang diderita oleh anak dengan kekurangan gizi lebih

berat jika dibandingkan dengan anak yang status gizinya baik karena anak

dengan status gizi kurang keluaran cairan dan tinja lebih banyak sehingga anak

akan menderita dehidrasi berat. Menurut Suharyono (1986), bayi dan balita yang

kekurangan gizi, sebagian besarnya meninggal karena diare. Hal ini dapat

disebabkan karena dehidrasi dan malnutrisi.

Faktor Sosial

Ekonomi Faktor sosial ekonomi juga mempunyai pengaruh langsung

terhadap faktor- faktor penyebab diare. Kebanyakan anak yang mudah

menderita diare berasal dari keluarga yang besar dengan daya beli yang rendah,

kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai sediaan air bersih yang memenuhi

persyaratan kesehatan, pendidikan orang tuanya yang rendah dan sikap serta

kebiasaan yang tidak menguntungkan. Karena itu edukasi dan perbaikan

ekonomi sangat berperan dalam pencegahan dan penanggulangan diare

(Suharyono, 1991).

Faktor Pendidikan

Tingginya angka kesakitan dan kematian (morbiditas dan mortalitas) karena

diare di Indonesia disebabkan oleh faktor kesehatan lingkungan yang belum

memadai, keadaan gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan

Page 46: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

101

perilaku masyarakat yang secara langsung ataupun tidak langsung

mempengaruhi keadaan penyakit diare (Simatupang, 2004). Menurut penelitian

yang dilakukan oleh Erial, B. et al, 1994, ditemukan bahwa kelompok ibu dengan

status pendidikan SLTP ke atas mempunyai kemungkinan 1,6 kali memberikan

cairan rehidrasi oral dengan baik pada balita dibanding dengan kelompok ibu

dengan status pendidikan SD ke bawah (Simatupang, 2004).

Faktor Pekerjaan

Ayah dan ibu yang bekerja sebagai pegawai negeri atau swasta rata-rata

mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang bekerja

sebagai buruh atau petani. Jenis pekerjaan umumnya berkaitan dengan tingkat

pendidikan dan pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja harus membiarkan anaknya

diasuh oleh orang lain, sehingga mempunyai resiko lebih besar untuk terpapar

dengan penyakit diare (Simatupang, 2004).

Faktor Umur

Balita Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Hasil

analisa lanjut SDKI (1995) didapatkan bahwa umur balita 12-24 bulan

mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali dibandingkan anak umur 25-59 bulan

(Simatupang, 2004).

Faktor ASI

ASI eksklusif adalah pemberian air susu ibu bayi baru lahir sampai usia 6

bulan, tanpa diberikan makanan tambahan lainnya. Brotowasisto (1997),

menyebutkan bahwa insiden diare meningkat pada saat anak untuk pertama kali

mengenal makanan tambahan dan makin lama makin meningkat. Pemberian ASI

penuh akan memberikan perlindungan diare 4 kali daripada bayi dengan ASI

disertai susu botol. Bayi dengan susu botol sahaja akan mempunyai resiko diare

lebih besar dan bahkan 30 kali lebih banyak daripada bayi dengan ASI penuh

(Sutoto, 1992).

Faktor Jamban

Resiko kejadian diare lebih besar pada keluarga yang tidak mempunyai

fasilitas jamban keluarga dan penyediaan sarana jamban umum dapat

menurunkan resiko kemungkinan terjadinya diare. Berkaitan dengan personal

hygiene dari masyarakat yang ditunjang dengan situasi kebiasaan yang

menimbulkan pencemaran lingkungan sekitarnya dan terutama di daerah

dimana air merupakan masalah dan kebiasaan buang air besar yang tidak sehat

(Simatupang, 2004).

Page 47: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

102

Faktor Sumber Air

Sumber air adalah tempat mendapatkan air yang digunakan. Air baku

tersebut sebelum digunakan adalah yang diolah dulu, namun ada pula yang

langsung digunakan oleh masyarakat. Kualitas air baku pada umumnya

tergantung dari mana sumber air tersebut didapat. Ada beberapa macam sumber

air misalnya : air hujan, air tanah, air permukaan (sungai, danau) dan mata air.

Apabila kualitas air dari sumber air tersebut telah memenuhi syarat kesehatan

sesuai dengan peraturan yang berlaku, dapat langsung dipergunakan tetapi

apabila belum memenuhi syarat, harus melalui proses pengolahan air terlebih

dahulu. Berdasarkan data survei demografi dan kesehatan tahun 1997,

kelompok anak-anak di bawah lima tahun yang keluarganya menggunakan

sarana sumur gali mempunyai resiko terkena diare 1,2 kali dibandingkan dengan

kelompok anak yang keluarganya menggunakan sumber sumur pompa

(Simatupang, 2004).

3.11 Pencegahan dan Penanggulangan Diare

Pencegahan Diare

Diantara langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh ibu balita, yang paling

penting adalah menjaga higenis perorangan dengan baik. Ini dapat dilakukan

dengan melaksanakan perilaku sehat, yaitu mencuci tangan dengan sabun

sesudah membuang tinja anak dan setelah buang air besar dan juga sebelum

menyiapkan makanan kepada anak. Ibu-ibu juga seharusnya melatih anak

mereka sejak awal lagi tentang perilaku cuci tangan terutama sebelum makan

dan sesudah bermain. Ini dapat mencegah terjadinya penularan kuman yang

dapat menyebabkan diare.

Selain itu, ibu balita juga seharusnya mengamalkan pemberian ASI kepada anak

mereka sejak lahir sehingga 4-6 bulan pertama kehidupan. ASI mengandungi

antibodi yang berguna untuk menjaga sistem kekebalan bayi agar tidak mudah

terkena infeksi. ASI juga kaya dengan zat-zat yang optimal untuk pertumbuhan

anak. Pemberian ASI sewaktu diare juga bisa mengurangi keparahan kejadian

diare. Berdasarkan banyak penelitian, keterjangkauan terhadap penggunaan

sarana air bersih sangat penting bagi mengurangkan resiko kejadian diare. Oleh

karena itu, masyarakat seharusnya memastikan air yang digunakan di rumah

Page 48: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

103

adalah benar-benar bersih dan memenuhi syarat yaitu tidak mempunyai warna,

bau dan juga rasa sebelum digunakan untuk keperluan sehari-hari.

Penanggulangan Diare

Berdasarkan Tingkat Dehidrasi (WHO, 2005)

A. Tanpa Dehidrasi Pada anak-anak yang berumur bawah dari 2 tahun boleh

diberikan larutan oralit 50-100ml/kali dan untuk usia lebih dari 2 tahun

diberikan larutan yang sama dengan dosis 100-200ml/kali diare. Bagi

mengelakkan dehidrasi ibu-ibu harus meningkatkan pemberian minuman dan

makanan dari biasa pada anak mereka. Selain itu dapat juga diberikan zink

(10-20mg/hari) sebagai makanan tambahan.

B. Dehidrasi Ringan Pada keadaan ini diperlukan oralit secara oral bersama

larutan kristaloid Ringer Laktat ataupun Ringer Asetat dengan formula lengkap

yang mengandung glukosa dan elektrolit dan diberikan sebanyak mungkin

sesuai dengan kemampuan anak serta dianjurkan ibu untuk meneruskan

pemberian ASI dan masih dapat ditangani sendiri oleh keluarga di rumah.

Berdasarkan WHO, larutan oralit seharusnya mengandung 90mEq/L natrium,

20mEq/L kalium klorida dan 111mEq/L glukosa.

C. Dehidrasi Sedang

Pada keadaan ini memerlukan perhatian yang lebih khusus dan pemberian

oralit hendaknya dilakukan oleh petugas di sarana kesehatan dan penderita

perlu diawasi selama 3-4 jam. Bila penderita sudah lebih baik keadaannya,

penderita dapat dibawa pulang untuk dirawat di rumah dengan pemberian

oralit. Dosis pemberian oralit untuk umur kurang dari 1 tahun, setiap buang air

besar diberikan 50-100ml, untuk 3 jam pertama 300ml. Untuk anak umur 1-4

tahun setiap buang air besar diberikan 100-200ml, untuk 3 jam pertama

600ml.

D. Dehidrasi berat

Pada keadaan ini pasien akan diberikan larutan hidrasi secara intravena

(intravenous hydration) dengan kadar 100ml/kgBB/3-6 jam. Dosis pemberian

cairan untuk umur kurang dari 1 tahun adalah 30ml/kgBB untuk 1 jam yang

pertama dan seterusnya diberikan 75ml/kgBB setiap 5 jam. Dosis pemberian

cairan untuk anak 1-4 tahun adalah 30ml/kgBB untuk ½ jam yang pertama

dan seterusnya diberikan 70ml/kgBB setiap 2 ½ jam.

Page 49: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

104

3.12.Komplikasi

Komplikasi utama akibat penyakit gastroenteritis ini adalah dehidrasi dan

masalah kardiovaskular akibat hipovolemia dengan derajat berat. Apabila diare

itu disebabkan oleh Shigella, demam tinggi dan kejang bisa timbul. Abses pada

saluran usus juga dapat timbul akibat infeksi shigella dan salmonella terutama

pada demam tifoid yang dapat menyebabkan perforasi pada saluran usus. Hal ini

sangat berbahaya dan mengancam nyawa. Muntah yang berat dapat

menyebabkan aspirasi dan robekan pada esofagus (Kliegman, Marcdante,

Jenson, Behrman, 2006).

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metodologi Penenlitian

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat studi observasional analitik yaitu dengan metode

seksional silang atau cross sectional yaitu penelitian yang mengamati subjek

dengan mengambil waktu tertentu yang relatif pendek dan tempat tertentu, pada

penelitian ini mengkaji hubungan antara kualitas air dan perilaku masyrakat

dengan penyakit diare di Desa Dalam Pagar Kec. Martapura Kab. Banjar.

Page 50: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

105

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi yang diteliti adalah masyarakat di daerah Desa Dalam Pagar

dan Desa Tanjung Rema Martapura yang berjumlah 200 orang. Alasan pemilihan

masyarakat di daerah Desa Dalam Pagar karena daerahnya dekat dengan

sungai Martapura dan kebiasaan masyarakatnya dominan memanfaatkan air

sungai untuk kebutuhan sehari-hari dan alasan pemilihan masyarakat di daerah

Desa Tanjung Rema karena diperlukan data pembanding didaerah yang jauh

dari sungai dan tidak berpotensi terpapar penyakit diare yang disebabkan oleh

penggunaan air sungai. Pembanding tersebut diigunakan untuk menghitung rasio

relatif dengan menggunaan studi kohort.

2. Sampel

a. Jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan totally sampling,

yakni dengan mengambil seluruh populasi sebagai sampel.

b. Sampel air sungai yang belum diolah dan air sungai yang sudah diolah di

daerah Desa Dalam Pagar.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah data penyakit diare

dari Puskemas Dalam Pagar, Puskesmas Tanjung Rema dan Dinas Kesehatan

Kab. Banjar.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Variabel bebas yang digunakan adalah air sungai di daerah Dalam Pagar dan

kebiasaan masyarakat yang menggunakan air sungai untuk kebutuhan

keseharian.

2. Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah jumlah penyakit diare di Desa

Dalam Pagar Martapura (pinggiran sungai) dan di Desa Tanjung Rema

Martapura.

Page 51: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

106

E. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di daerah Desa Dalam Pagar Kec. Martapura Kab.

Banjar Kalimantan Selatan.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa kali observasi lapangan pada

bulan Oktober 2015 sampai dengan bulan November 2015.

F. Prosedur Penelitian

Adapun prosedur penelitian memiliki beberapa tahap, yaitu:

1. Tahap persiapan

Tahap persiapan yaitu perizinan penelitian kepada pihak pihak terkait yakni

Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kab. Banjar. Selanjutnya dilakukan

persiapan penelitian yang mencakup:

a. Observasi awal, dilakukan untuk melihat keadaan lingkungan disekitar

Desa Dalam Pagar

b. Persiapan instrumen penelitian, yaitu pengumpulan data penyakit diare

dari puskesmas Dalam Pagar, puskesmas Tanjung Rema dan Dinas

Kesehatan Kab. Banjar.

2. Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan pengumpulan data dilakukan dengan langkah berikut:

a. Setelah mendapat izin dari pihak Puskesmas, peneliti menjelaskan tentang

tujuan dari penelitian serta mengkonfirmasikan instrumen yang digunakan.

b. Wawancara dan observasi, dilakukan secara langsung oleh peneliti untuk

mengetahui aktivitas masyarakat dalam menggunakan air sungai.

c. Mengidentifikasi kebiasaan masyarakat dalam menggunakan air sungai.

d. Merekap data perolehan hasil penelitian.

3. Tahap pelaporan

Page 52: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

107

Tahap pelaporan terdiri dari:

a. Pengumpulan semua data.

b. Melakukan pengolahan dan analisis data penelitian yang diperoleh.

c. Analisis data.

d. Penyusunan laporan karya tulis ilmiah.

G. Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data primer yang digunakan peneliti adalah

menggunakan metode observasi (pengamatan) kondisi lingkungan pinggiran

sunngai sebagai faktor yang berhubungan dengan penyakit diare. Selain dengan

menggunakan metode observasi, metode wawancara juga di guanakan untuk

pengambilan data. Data sekunder diperoleh peneliti dengan pengumpulan data

dari instansi instansi terkait.

2. Pengolahan data

Tiga tahap pengolahan data adalah sebagai berikut :

a. Editing

Kegiatan mengedit data dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi

kelengkapan, konsistensi, dan kesesuaian antara kriteria data yang diperlukan.

b. Coding

Coding atau memberi kode pada data dilakukan dengan tujuan merubah

data kualitatif menjadi data kuantitatif (kuantifikasi data) atau membedakan

aneka karakter. Pemberian kode sangat diperlukan terutama dalam rangka

pengolahan data, baik secara manual, menggunakan kalkulator atau komputer.

c. Tabulasi data

Memasukkan data ke dalam tabel yang telah disediakan, baik tabel untuk

data mentah maupun tabel untuk menghitung data tertentu secara statistik.

H. Cara Analisis Data

Page 53: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

108

Pengolahan data untuk analisis dengan menggunakan program SPSS.

Data dianalisis dengan menggunakan uji statistik deskriptif. Hasilnya akan

disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.

I. Biaya Penelitian

Rincian biaya penelitian sebagai berikut:

No. Keterangan Biaya

1 Uji Laboratorium Air Baku (Air Sungai)

Uji Coliform dan Uji E.Colli

Rp. 75.000,00

2 Uji Laboratorium Air Sungai (Diolah)

Uji Coliform dan Uji E.Colli

Rp. 75.000,00

Jumlah Rp.150.000,00

Tabel 3.1. Rincian Biaya Uji Laboratorium Air Baku dan Air Sungai (Diolah)

J. Kerangka Konsep dan Hipotesis

1. Kerangka Konsep

2. Hipotesis

VARIABEL BEBAS

Air Sungai

Perilaku Masyarakat

VARIABEL TERIKAT

Penyakit Diare

Page 54: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

109

Penyakit diare umumnya disebabkan oleh bakteri E.Colli, paparan E.Colli

biasanya melalui mulut dengan mengkonsumsi makanan dan minuman yang

tidak higeine.Bagi masyarakat yang tingal di daerah pinggiran sungai paparan

E.Colli lebih besar kemungkinannya karena kebanyakan masyarakat di daerah

pinggiran sungai menggunakan sungai dan air sungai untuk aktivitas sehari-hari

seperti mandi, cuci dan kakus, bahkan beberapa dari mereka menggunakan air

sungai untuk dikonsumsi.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Hasil Penelitian

4.1.1 Rasio Relatif (RR)

Hubungan antara masyarakat yang tinggal di daerah sekitar sungai dan

masyarakat yang tinggal bukan di daerah sekitar sungai dengan penyakit diare.

1. Dari 200 orang yang tinggal di daerah pinggiran sungai, sebanyak 102

orang terpapar penyakit diare.

2. Dari 200 orang yang tinggal di daerah bukan pinggiran suungai, sebanyak

12 orang terpapar penyakit diare.

Tabel 4.1 Data Perhitungan Resiko Relatif (RR)

Daerah Diare Jumlah Risiko Relatif

(RR) + -

Sungai 102 98 200 0,51

Bukan Sungai 12 188 200 0,06

Page 55: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

110

Jumlah 114 286 400 RR = 8,5

Kesimpulan :

Dari data yang didapat, masyarakat yang tinggal di daerah sekitar sungai

mempunyai resiko 8,5 kali lebih besar daripada masyarakat yang tinggal bukan di

daerah sekitar sungai.

4.1.2 Hasil Uji Sample Air Baku (Air Sungai)

Tabel 4.2 Hasil Uji SampleAir Baku (Air Sungai)

Parameter

Bakteriologis

Yang Diperiksa

EC Broth

Perkiraan

Terdekat /

100 ml

Kadar

MaksimumYang

Diperbolehkan *)

Total Coliform (37º C)

3/3 3/3 1/3 271 50

Total E.Coli (44 º C)

3/3 2/3 1/3 95 50

4.1.3 Hasil Uji Sample Air Baku (Air Diolah)

Tabel 4.3 Hasil Uji Sample Air Baku (Air Diolah)

Parameter

Bakteriologis

Yang Diperiksa

EC Broth

Perkiraan

Terdekat /

100 ml

Kadar

MaksimumYang

Diperbolehkan *)

Total Coliform (37º C)

3/3 2/3 1/3 95 50

Page 56: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

111

Total E.Coli ( 44 º C )

2/3 1/3 0/3 15 50

4.2 Pembahasan

Risiko relatif adalah ukuran yang menunjukkan besarnya resiko untuk

mengalami penyakit pada populasi terpapar dibandingkan dengan populasi tidak

terpapar. Dari hasil penelitian yang dilakukan maka didapat nilai resiko relatif

sebesar 8,5. Sehingga dapat disimpulkan bahwa masyarakat yang tinggal di

daerah sekitar sungai memiliki resiko untuk terpapar penyakit diare 8,5 kali

besar daripada masyakarat yang tidak tinggal di daerah sekitar sungai.

Pada kasus ini besarnya resiko paparan penyakit diare pada masyarakat

yang tinggal di daerah sekitar sungai dibandingkan dengan yang tidak tinggal di

daerah sungai dikarenakan beberapa faktor penyebab penyakit seperti kualitas

air sungai dan kebiasaan masyakat di daerah tersebut.

4.2.1 Hubungan antar Faktor Penyebab Penyakit terhadap Penyakit Diare

a. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Dalam Pagar Kec. Martapura Kab. Banjar terletak di

pinggiran sungai martapura. Masyarakat di daerah tersebut sangat

bergantung dengan sungai untuk melakukan kegiatan sehari-hari seperti

MCK( mandi, cuci, kakus).

Gambar 4.1 gambaran umum lokasi penelitian

Page 57: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

112

b. Kualitas Air Sungai

Pengambilan sample air sungai di lakukan yang kemudian diserahkan ke

laboratorium untuk diperiksa kandungan bakteri E.coli dan coliform tinja yang

terdapat di air sungai tersebut.

Dari hasil uji laboratorium total bakteri coliform tinja yang terkandung di air

sungai diperkirakan sebesar 271/100 ml dan total bakteri E.Coli sebesar

95/100ml. Kadar tersebut sudah melewati ambang kadar maksimum yang

diperbolehkan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI

No:461/MENKES/PER/IX/1990.

Gambar 4.2 kondisi air sungai

Page 58: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

113

Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa banyak dari masyarakat

sekitar yang meolah air sungai sebagai air minum dengan proses yang kurang

sesuai dengan standar yang baik dan benar, masyarakat menampung air

sungai yang kemudian ditambahkan tawas. Tawas dapat digunakan untuk

menjernihkan air dan juga dapat menurunkan kadar bakteri E. Coli dan

coliform tinja. Tawas hanya menurunkan kadarnya saja tetapi tidak dapat

membersihkan air tersebut dari bakteri,

Gambar 4.3 Air sungai yang telah diolah

Dari hasil uji laboratorium total bakteri coliform tinja yang terkandung di air

sungai yang sudah diolah diperkirakan sebesar 95/100 ml dan total bakteri

E.Coli sebesar 15/100ml. Kadar tersebut sudah melewati ambang kadar

maksimum yang diperbolehkan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI

No:461/MENKES/PER/IX/1990.

Berdasarkan penelitian dan data yang diperoleh nilai Risiko Atribut (AR)

sebesar 0,45 atau 45%, risiko atribut (attributable risk/AR) dapat diperoleh

dengan menghitung selisih angka insidensi kelompok terpajan dan kelompok

angka insidensi tidak terpajan dan hasilnya dianggap sebagai pemaparan oleh

faktor penyebab penyakit (atribut). sehingga dapat disimpulkan bahwa 45%

insidensi penyakit diare disebabkan oleh air sungai.

c. Pola Perilaku Masyarakat

Kebudayaan suatu masyarakat terkait erat dengan kondisi geografisnya.

Seperti yang diketahui bahwa masyarakat Kalimantan Selatan khususnya

yang tinggal di daerah pinggiran sungai menganut kebudayaan sungai.

Kebudayaan sungai di Kalimantan Selatan merupakan produk dari keluwesan,

Page 59: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

114

pengalaman hidup dan adaptasi mereka dengan kehidupan di pinggiran atau

sepanjang bantaran sungai.

Masyarakat daerah tempat penelitian juga menganut kebudayaan sungai

yang mana kehidupan sehari-hari mereka sangat tergantung dengan sungai,

mereka melakukan kegiatan MCK (Mandi,Cuci dan Kakus) disana, bahkan

ada yang memakai air sungai untung menyikat giginya.

a. Mencuci pakaian b. Menyikat gigi

Gambar 4.4 kegiatan sehari-hari masyarakat yang tinggal di daerah sungai

(selasa, 20 oktober 2015 pukul : 10.00)

Kurangnya pengetahuan masyarakat bahwa dengan kegiatan yang sehari-

hari mereka lakukan akan berdampak buruk bagi kualitas air sungai itu sendiri.

Menurunnya kualitas air sungai juga akan berdampak kembali ke manusianya

khusunya berdampak bagi kesehatan masyarakat disekitar. Karena apa yang

mereka buang akan terakumulasi kembali dan kembali ke diri mereka sendiri.

Masyarakat daerah pinggiran sungai bahkan ada yang menggunakan air

sungai untuk kebutuhan air minum. Air baku air sungai yang telah ditampung

kemudian di tambahkan tawas, pada dasarnya tawas mampu untuk

menjernihkan air dan juga dapat menurunkan kadar E. Coli dan coliform tinja.

Berdasarkan Litbang_Depkes RI, 2006 ciri-ciri air yang layak minum diantaranya

yaitu air tidak mengandung unsur mikrobiologi yang membahayakan seperti

coliform tinja dan total coliform , pada hasil uji laboratorium air baku sungai yang

sudah diolah masih terdapat bakteri E. Coli dan coliform tinja, maka dapat

disimpulkan bahwa air sungai walaupun sudah diolah tetap tidak layak untuk di

konsumsi sebagai air minum. Hal ini akan berdampak bagi kesehatan manusia

itu sendiri.

Page 60: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

115

4.2.2 Dampak Bagi Lingkungan dan Manusia

Lingkungan air sungai yang tercemar dengan adanya kegiatan sehari-hari

masnusia seperti MCK, dapat berakibat rusaknya ekosistem air sungai,sungai

menjadi kotor,tidak sedap dipandang dan berbau,selain itu sungai yang tercemar

juga menyebabkan tumbuhnya mikroorganisme berbahaya. Apabila didalam air

sungai yang digunakan manusia terdapat mikroorganisme yang berbahaya

contohnya adalah E.coli dan coliform tinja maka pasti akan membahayakan

kesehatan manusia. Berdasarkan hasil penelitian dan dari data yag di dapat,

dilakukan perhitungan laju insidensi penyakit diare. Laju insidensi penyakit diare

di daerah tersebut sebesar 16,67 x 10-3 /6bulan. Dampak yang dirasakan

manusia ketika mengkonsumsi air yang mengandung bakteri patogen seperti E.

Coli dan coliform tinja yaitu dapat menyebabkan penyakit parah, infeksi sering

menyebabkan diare parah dan kram perut. Setelah tinja memasuki badan air, E-

coli akan mengkontaminasi perairan, bahkan pada kondisi tertentu E-coli dapat

mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh dan dapat tinggal di dalam pelvix

ginjal dan hati.

Penyakit diare sering dianggap penyakit yang kurang

membahayakan, padahal pada dasarnya penyakit diare dapat menyebabkan

dehidrasi hingga menyebabkan kematian. Gejala penyakit diare yang dirasakan

manusia antara lain sebagai berikut:

1. Sakit perut

2. Seringkali mual dan muntah

3. Buang air besar terus menerus

4. Nafsu makan berkurang

5. Demam tinggi

6. Terkadang terdapat darah pada tinja dan feses

7. Gejala lain dapat timbul seperti pegal pada punggung, dan perut berbunyi

Page 61: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

116

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

◦ Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah:

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa faktor

penyebab penyakit diare di daerah Desa Dalam Pagar kec. Martapura

yaitu kualitas air sungai yang buruk serta mengandung bakteri penyebab

diare yaitu E. Coli dan Coliform tinja yang melewati ambang batas baku

mutu sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI

No:461/MENKES/PER/IX/1990 dan pola perilaku masyarakat yang

menggunakan air sungai untuk keperluan sehari-hari seperti MCK (mandi,

cuci, kakus) bahkan ada yang menggunakan air sungai untuk kebutuhan

air minum.

Risiko relatif adalah ukuran yang menunjukkan besarnya resiko untuk

mengalami penyakit pada populasi terpapar dibandingkan dengan

Page 62: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

117

populasi tidak terpapar. Bersadarkan penelitian dan data yang diperoleh

ini nilai risiko relatif (RR) sebesar 8,5. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

masyarakat yang tinggal di daerah sekitar pinggiran sungai memiliki risiko

terpapar penyakit diare 8,5 kali lebih besar dibandingkan dengan

masyarakat yang tidak tinggal di daerah sekitar pinggiran sungai.

Insidence adalah kejadian (kasus) penyakit yang baru saja memasuki

fase klinik dalam riwayat alamiah suatu penyakit. Laju insidensi dari suatu

penyakit tertentu adalah dalam jumlah kasus baru yang terjadi di

kalangan penduduk selama periode/kurun waktu tertentu. Dari hasil

penelitian dan dari data yang diperoleh didapat perhitungan laju insidensi

sebesar 16,67 x 10-3 /6bulan. Dapat disimpulkan bahwa laju insidensi

penyakit di daerah sekitar sungai adalah 16,67 x 10-3 /6bulan.

Risiko atribut (attributable risk/AR) dapat diperoleh dengan menghitung

selisih angka insidensi kelompok terpajan dan kelompok angka insidensi

tidak terpajan dan hasilnya dianggap sebagai pemaparan oleh faktor

penyebab penyakit (atribut). Berdasarkan penelitian dan hasil yang

didapat diperoleh hasil perhitungan risiko atribut sebesar 45%. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa 45% insiden penyakit diare

disebabkan oleh air sungai.

4.3 Saran

8.1.1. Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini yaitu lebih

ditingkatnya informasi dan penyuluhan mengenai penyakit diare

dan dampak apa saja yang dapat terjadi.

8.1.2. Adanya pengawasan disekitar alirann sungai untuk

menjaga masyarakat agar tidak melakukan kegiatan kegiatan

MCK (mandi, cuci, kakus) serta segala kegiatan yang mampu

mencemari air sungai karena apabila air tecemar maka kesehatan

manusia yang akhirnya akan terganggu.

8.1.3.

Page 63: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

118

DAFTAR RUJUKAN

Achmad,R.2004.Kimia Lingkungan.Andi:Yogyakarta

Ahlquist D.A,and Camilleri M.2005.Diarrhea and Constipation.In:Harrison’s

Principles Of Internal Medicine 16th ed.McGraw Hill.USA

Amiruddin. Ridwan. 2011. Epidemiologi Perencanaan dan Pelayanan Kesehatan.

Makassar. Masagena Press: Yogyakarta.

Arya Wardana, Wisnu. 2001. Dampak pencemaran lingkungan. Penerbit Andi:

Yogyakarta.

Azwar Azrul. 1999. Pengantar Epidemiologi. Binarupa Aksara: Jakarta

Bonita, Beaglehole, dan Kjellström. 2006. Basic Epidemiology. World

Organitation Health: India.

Budiarto, Eko.2003. Pengantar Epidemiologi.Penerbit Buku Kedokteran EGC:

Jakarta.

Budiarto, Eko dan Dewi Anggraeni. 2003. Pengantar Epidemiologi Edisi 2.

Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta

Budioro.B. 2007. Pengantar Epidemiologi Edisi II. Badan Penerbit

UNDIP:Semarang.

Bustan, MN. 2006. Pengantar Epidemiologi. Rineka Cipta: Jakarta

Depkes R.I.2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program Pemberantasan

Penyakit Diare.

Ditjen PPM&PLP:Jakarta

Departemen Kesehatan R.I.2005. Rencana Strategi Departemen

Kesehatan.Depkes R.I:Jakarta

Dinfania. 2010. Epidemiologi dan Peranannya dalam Mengatasi Masalah

Kesehatan Masyarakat.

https://dinfannia.wordpress.com/2010/10/18/epidemiologi-dan- peranannya-

dalam-mengatasi-

masalah-kesehatan-masyarakat/

Diakses pada tanggal 6 November 2015.

Effendi, H., ( 2003 ) Telaah Kualitas Air.Kanisius:Yogyakarta

Fardiaz,S.1992.Mikrobiologi Pangan I.Gramedia Pustaka Utama:Jakarta.

Gordis,L.2004.Epidemiologi 3rd Edition.Elsivier Sounders:Philadelphia

Hasan R., Atalas H., 1985. Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran

Universitas

Indonesia ed. ke-11. Infomedika Jakarta:Jakarta

Page 64: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

119

Kasjono, Heru Subaris, Heldhi B. Kristiawan. 2009. Intisari Epidemiologi. Mitra

Cendikiawan Press: Yogyakarta.

Kliegman R.M., Marcdante K.J., and Behrman R.E., 2006. Nelson Essentials of

Pediatric. 5th ed.Elsevier Saunders:Philadelphia

Kristiani, Widya. 2010. Definisi Epidemiologi Menurut Para Ahli.

http://widyakristianidory.blogspot.com/

Diakses pada tanggal 6 November 2015.

Kusnaedi. 2004. Mengolah Air Gambut dan Air Kotor untuk Air Minum.Puspa

Swara:Jakarta

Magnus, Manya. 2010. Buku Ajar Epidemiologi Penyakit Menular. Terjemahan

Fema Solekhah Belawati, Palupi Widyastuti, dan Andri Lukman. Penerbit

Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

Morton, Richard F. et all.2009. Panduan Studi Epidemiologi dan Statitiska Edisi

5. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

Murti, Bhisma. 2011. Pengantar Epidemiologi. Fakultas Kedokteran, Universitas

Sebelas Maret. Surakarta

Ngastiyah,2003.Perawatan Anak Sakit,EGC:Jakarta

Purnawinadi, Gede. 2014. Konsep Dasar Timbulnya Penyakit.

http://purnawinadi.blogspot.com/2014/11/konsep-dasar-timbulnya-

penyakit.html Diakses pada tanggal 6 November 2015.

Ryadi, A.L. Slamet, T. Wijayanti. 2011. Dasar-Dasar Epidemiologi. Penerbit

Salemba Medika : Jakarta.

Simatupang M., 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

Kejadian

Universitas Sumatera Utara Diare Pada Balita Di Kota Sibolga Tahun

2003. Program Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara: Medan

Suharyono, 1986. Diare Akut. Dalam: Simatupang M., 2004. Analisis Faktor-

Faktor

Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kota Sibolga

Tahun 2003. Program Pascasarjana.Universitas Sumatera Utara:Medan

Suharyono, 1991, Diare Akut Klinik dan Laboratorik, hal. 1-23, Rineka Cipta,

Jakarta.

Sutoto, 1992. Pemberantasan Penyakit Diare Dalam Repelita V, Depkes. Dalam:

Page 65: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

120

Simatupang M., 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

Kejadian Diare Pada Balita Di Kota Sibolga Tahun 2003. Program

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara:Medan

Sutrisno, Totok C. 2004. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Rineka Cipta, Jakarta

Wardhana, W., Arya., (2004). Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta :

Andi Widoyono, 2008. Penyakit Tropis Epidimiologi, Penularan, Pencegahan Dan

Pemberantasannya.Erlangga:Jakarta

Page 66: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

121

INDEKS

A

asosiasi · 4, 5, 6, 9, 19, 23

Attributable risk · 17, 23

D

dikotom. · 12

E

eksposur · 4, 19

etiologi · 14, 17

eutrofikasi · 19

I

Intervensi · 16

ISPA. · 13

K

Kohort · 6

L

Laju Insidensi · 3, 13, 14, 18

M

morbiditas · 15

P

PM 10. · 15

Prevalens · 3, 16

probabilitas risiko · 13

R

Rasio Odds · 3, 4, 9, 10, 11, 12, 23

rate · 13, 14, 17

ratio · 6, 7, 10, 11, 12, 20

retrospektif · 10, 11

Risiko relatif · 4, 6, 23

W

WHO · 15

Page 67: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

122

LAMPIRAN

4.1.2 Laju Insidensi

Laju insidensi penyakit diare pada masyarakat yang tinggal di daerah sekitar

sungai.

Laju insidensi = jumlah penduduk terpapar

jumlah seluruh penduduk

Laju insidensi = 520

31.182

= 0,01667

= 16,67 x 10-3 /6bulan

Kesimpulan:

Dari data yang didapat, laju insidensi penyakit diare di daerah sekitar sungai

mempunyai nilai 16,67 x 10-3 /6bulan.

4.1.3 Risiko Atribut / Atribut Risk (AR)

Hubungan antara pemakai air sungai dengan penyakit diare

1. Dari 200 orang yang tinggal di daerah pinggiran sungai, sebanyak 102 orang

terpapar penyakit diare.

Besar Risiko = 102 / 200

= 0,51

2. Dari 200 orang yang tinggal di daerah bukan pinggiran suungai, sebanyak 12

orang terpapar penyakit diare.

Besar Risiko = 12 / 200

Page 68: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

123

= 0,06

3. Risiko Atribut sebesar 0,51 – 0,06 = 0,45. Dari perhitungan tersebut dapat

disimpulkan bahwa sebesar 45% insidensi diare disebabkan oleh air sungai.

Page 69: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

124

HASIL PEMERIKSAAN KUALITAS AIR

No : 286 / LKA / B.D / X / 2015

I. DATA SAMPEL

1. Kode Sampel : Bakteriologis ( B )

2. Nama Sampel : Air Baku

3. Jenis Pemeriksaan : Bakteriologis Air

4. Jenis Sampel : Air Bersih (AB)

II. DATA ASAL SAMPEL

1. Pengambil Sampel : M. Ari Purnadi

2. Jumlah Sampel : 1 (satu) Botol 3. Nomor Lab & Hari, Tanggal : 286 B.D /15 & Senin, 26 Oktober 2015

4. Tempat Sampling : An. Air Baku (Air Sungai), Desa Dalam Pagar

Kabupaten Banjar

III. HASIL PEMERIKSAN :

Bakteriologis Air :

Parameter Bakteriologis Yang Diperiksa

EC Broth Perkiraan

Terdekat / 100 ml Kadar MaksimumYang

Diperbolehkan *)

Total Coliform ( 37º C )

3/3 3/3 1/3 271 50

Total E.Coli ( 44 º C ) 3/3 2/3 1/3 95 50

*) Peraturan Menteri Kesehatan R.INo : 416/MENKES/PER/IX/1990 Tanggal : 5 September 1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas AirBersih *) Hasil analisis tersebut berlaku untuk sampel yang kami terima di laboratorium

Martapura, 05 Nopember 2015. Kepala UPT. Laboratorium Kesehatan Air Kabupaten Banjar

Page 70: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

125

Hj. Yuliarty, SKM, MM NIP. 19710706 199203 2 008

HASIL PEMERIKSAAN KUALITAS AIR

No : 287 / LKA / B.D / X / 2015

I. DATA SAMPEL

1. Kode Sampel : Bakteriologis ( B )

2. Nama Sampel : Air Baku

3. Jenis Pemeriksaan : Bakteriologis Air

4. Jenis Sampel : Air Bersih (AB)

II. DATA ASAL SAMPEL

1. Pengambil Sampel : M. Ari Purnadi

2. Jumlah Sampel : 1 (satu) Botol 3. Nomor Lab & Hari, Tanggal : 287 B.D /15 & Senin, 26 Oktober 2015

4. Tempat Sampling : An. Air Baku (Air diolah), Desa Dalam Pagar

Kabupaten Banjar

III. HASIL PEMERIKSAN :

Bakteriologis Air :

Parameter Bakteriologis

Yang Diperiksa EC Broth

Perkiraan

Terdekat / 100 ml Kadar MaksimumYang

Diperbolehkan *)

Total Coliform ( 37º C )

3/3 2/3 1/3 95 50

Page 71: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

126

Total E.Coli ( 44 º C ) 2/3 1/3 0/3 15 50

*) Peraturan Menteri Kesehatan R.INo : 416/MENKES/PER/IX/1990 Tanggal : 5 September 1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas AirBersih *) Hasil analisis tersebut berlaku untuk sampel yang kami terima di laboratorium

Martapura, 05 Nopember 2015. Kepala UPT. Laboratorium Kesehatan Air Kabupaten Banjar Hj. Yuliarty, SKM, MM NIP. 19710706 199203 2 008

Page 72: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

127

LAMPIRAN KUISIONER

1. Berapa jumlah bakteri E. Coli dan Coliform yang maksimal diperbolehkan dan

tidak melewati ambang batas?

a. 80 / 100 ml

b. 70 / 100 ml

c. 50 / 100 ml

d. 65 / 100 ml

e. 95 / 100 ml

2. Berapa hasil perhitungan risiko relative hubungan antara masyarakat dan

penyakit diare berdasarkan penelitian yang dilakukan?

a. 8,5

b. 10

c. 5

d. 8

e. 7

3. Berapa risiko atribut hubungan antara pemakai air sungai dengan penyakit

diare berdasarkan penelitian yang dilakukan?

a. 45 %

b. 50 %

c. 35 %

d. 60 %

e. 55 %

4. Berapa besar laju insidensi penyakit diare berdasarkan penelitian yang

dilakukan?

a. 2.3 x 10-4

b. 1.67 x 10-3

c. 1.5 x 10-3

d. 1.67 x 10-5

e. 2.3 x 10-3

Page 73: MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM PAGAR

128

5. Berdasarkan penelitian yang dilakukan apasaja yang menjadi faktor penyebab

penyakit diare?

a. Kualitas air dan kualitas tanah yang buruk

b. Kualitas tanah dan kualitas udara yang buruk

c. Kualitas air dan pola prilaku masyarakat yang buruk

d. Pembakaran hutan dank abut asap

e. Kbut asap dan banjir