makalah dka buat di print

47
DAFTAR ISI DAFTAR ISI 1 PENDAHULUAN 2 SKENARIO KASUS 3 PEMBAHASAN KASUS 4 HIPOTESIS 4 ANAMNESIS YANG DIBUTUHKAN 5 INTERPRETASI HASIL ANAMNESIS 6 PEMERIKSAAN FISIK YANG PERLU DILAKUKAN 8 PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG DIBUTUHKAN 10 DIAGNOSIS KERJA DAN DIAGNOSIS BANDING 12 PATOFISIOLOGI 13 TATALAKSANA 14 KOMPLIKASI 15 PROGNOSIS 15 TINJAUAN PUSTAKA ANATOMI KULIT 17 MORFOLOGI KULIT 19 1

Upload: almirazada-zhes-putri

Post on 28-Oct-2015

90 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah DKA Buat Di Print

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1

PENDAHULUAN 2

SKENARIO KASUS 3

PEMBAHASAN KASUS 4

HIPOTESIS 4

ANAMNESIS YANG DIBUTUHKAN 5

INTERPRETASI HASIL ANAMNESIS 6

PEMERIKSAAN FISIK YANG PERLU DILAKUKAN 8

PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG DIBUTUHKAN 10

DIAGNOSIS KERJA DAN DIAGNOSIS BANDING 12

PATOFISIOLOGI 13

TATALAKSANA 14

KOMPLIKASI 15

PROGNOSIS 15

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI KULIT 17

MORFOLOGI KULIT 19

DERMATITIS KONTAK ALERGIKA 24

KESIMPULAN 30

DAFTAR PUSTAKA 31

1

Page 2: Makalah DKA Buat Di Print

PENDAHULUAN

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap

pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa

efluorescensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan

gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa

(oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis.

Dermatitis terbagi dua, yaitu dermatitis kontak dan dermatitis atopik. Dermatitis

kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau substansi yang menempel pada

kulit. Dermatitis kontak sendiri terbagi dua, yaitu dermatitis kontak iritan yang disebabkan

oleh bahan yang bersifat iritan seperti deterjan, asam, alkali, dll. Dermatitis kontak alergika

yang biasanya disebabkan oleh bahan kimia sederhana dengan berat molekul umumnya

rendah (<1000 dalton). Sedangkan dermatitis atopik adalah peradangan kulit kronis dan

residif, disertai gatal, yang umumnya terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering

berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluaga

atau penderita (D.A., rhinitis alergik, dan atau asma bronchial). Kelainan kulit berupa papul

gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya dilipatan

(fleksural).

Dermatitis kontak alergika (DKA) bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan

(DKI) jumlahnya lebih sedikit. Karena hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat

peka (hipersensitif). Diperkirakan jumlah DKA maupun DKI makin bertambah seiring

dengan bertambahnya jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang dipakai oleh

masyarakat. Dahulu diperkirakan bahwa kejadian DKI akibat kerja sebanyak 80% dan DKA

20%, tetapi data baru di Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa dermatitis kontak

akibat kerja karena alergi ternyata cukup tinggi yaitu berkisar antara 50 dan 60 persen.

2

Page 3: Makalah DKA Buat Di Print

LAPORAN KASUS

Seorang remaja umur 17 tahun datang berobat ke klinik RS trisakti mengeluh merah,

gatal di ketiak kiri dan kanan sejak 8 minggu yang lalu.

Identifikasi Pasien

Nama : -

Usia : 17 tahun

Pekerjaan : Pelajar

Saudara : Anak pertama dari 2 bersaudara

Alamat : -

Riwayat Penyakit Sekarang

Beberapa tahun ini pasien merasa bau badannya tidak sedap. Oleh karena itu ia

memakai bedak BB yang dipakainya setiap hari sejak 4 bulan yang lalu. Sejak 3 minggu yang

lalu , pasien merasa ketiaknya gatal dan merah. Pasien mengobatinya dengan bedak kocok

tapi makin parah.

Riwayat Penyakit Dahulu

Sebelumnya pasien mengaku tidak pernah alergi.

Riwayat Penyakit Keluarga

Ibu pasien menderita gatal-gatal yang kronis dan tebal, terutama pada punggung

kakidan lutut. Adik pasien bila minum obat paracetamol, bibir dan kelopak matanya akan

bengkak, dan gatal pada seluruh badan.

3

Page 4: Makalah DKA Buat Di Print

Status generalis

Tidak ada kelainan.

Status Dermatologis

Regio axilla dextra-sinistra terdapat :

Plak eritheme, circumskripta, ukuran plakat diatasnya terdapat papul-papul, vesikel, erosi,

excoriasi, exudasi. Krusta kuning jernih dan di beberapa tempat terdapat pustule ukuran

miliere.

Pemeriksaan Penunjang

KOH 20% : Tidak ditemukan hifa maupun spora.

Tes Tempel : + Cresendo.

4

Page 5: Makalah DKA Buat Di Print

PEMBAHASAN KASUS

Anamnesis

IDENTIFIKASI PASIEN

Nama : -

Usia : 17 tahun

Pekerjaan : Pelajar

Saudara : Anak pertama dari 2 bersaudara

Alamat : -

KELUHAN UTAMA

Merah dan gatal di ketiak kanan dan kiri sejak 8 minggu yang lalu.

Interpretasi :Hipotesa yang mungkin terjadi pada pasien berumur 17 tahun dengan

keluhan merah dan gatal pada ketiak kanan dan kiri berdasarkan efloresensinya antara

lain :

1. Dermatitis Kontak Alergika

- Akut Dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas

kemudian diikute dengan edema, papulovesikel, vesikel/bula, Vesikel/bula

dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi.

- Kronik Kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi, dan mungkin juga

fisur dan batas nya tidak jelas.

5

Page 6: Makalah DKA Buat Di Print

2. Dermatitis Kontak Iritan

- Akut Eritema edema, bula. Pinggir kelainan kulit berbatas tegas dan

pada umumnya asimetris

- Kronik/kumulatif Kulit kering , eritema, skuama, lambat laun kulit

tebal (hiperkeratosis) dan likenifikasi, difus. Bila kontak terus berlangsung

akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur).

3. Eritrasma Lesi kulit dapat berukuran sebesar miliar sampai plakat,

terdapat eritroskuamosa, perluasan lesi terlihat pada pinggir yang

eritematosa dan serpiginosa. Lesi tidak menimbul dan tidak terlihat

vesikulasi. Skuama kering yang halus menutupi lesi dan pada perabaan tersa

berlemak.

4. Impetigobulosa Eritema, bula, bula hipopion.

5. Dermatitis Atopik Papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi,

eksudasi, eksudasi dan krusta.

6. Dermatitis Numularis Vesikel dan papulovesikel (0,3-1,0 cm),

kemudian membesar dengan cara berkonfluensi atau meluas ke samping,

membentuk satu lesi karakteristik seperti uang logam, ertitematosa, sedikit

edematosa, dan berbatas tegas. Lambat laun vesikel pecah terjadi eksudasi,

kemudian mengering menjadi krusta kekuningan.

7. Seboroik Eritema, skuama berminyak, warna kekuningan

8. Tinea axilaris (dermatofitosis) lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas

terdiri atas eritema, squama,kadang-kadang dengan vesikel dan papul di

tepi. Dapat terlihat erosi dan krusta akibat garukan.

6

Page 7: Makalah DKA Buat Di Print

9. Candidosis intertriginosa beruba bercak yang berbatas tegas, bersisik,

basah, dan eritematosa. Lesi dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel,

pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah yang

erosi, dengan pinggir kasar.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Beberapa tahun ini pasien merasa bau badannya tidak sedap. Oleh karena itu ia

memakai bedak BB yang dipakainya setiap hari sejak 4 bulan yang lalu. Sejak 3

minggu yang lalu , pasien merasa ketiaknya gatal dan merah. Pasien mengobatinya

dengan bedak kocok tapi makin parah.

Interprestasi :Dari kasus di dapat bawha keluhan pasien dimulai sejak pemakaian bedak

BB yang dikarenakan bau badannya, dan makin diperparah ketika ia mengobatinya

dengan bedak kocok. Ini menjukan adanya kemungkinan alergi maupun iritasi dari zat

kimia yang terkandung di bedak BB maupun bedak kocok. Hipotesis yang mungkin

adalah dermatitis kontak alergika, dermatitis kontak iritan, dermatitis atopik dan

dermatitis numularis.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Sebelumnya pasien mengaku tidak pernah alergi.

Interpretasi : menunjukan pasien tidak alergi atau belum hapten pasien belum

tersensitisasi dengan alergen. Sehingga hipotesa penyakit yang disebabkan alergi masi

mungkin terjadi.

7

Page 8: Makalah DKA Buat Di Print

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Ibu pasien menderita gatal-gatal yang kronis dan tebal, terutama pada punggung kaki

dan lutut. Adik pasien bila minum obat paracetamol, bibir dan kelopak matanya akan

bengkak, dan gatal pada seluruh badan.

Interpretasi : dari keterangan diatas memungkinkan adanya korelasi antar keturunan

yaitu alergi, dimana kemungkinan ibu pasien tersebut mendertita alergi ( dapat berupa

dermatitis atopik maupun dermatitis kontak alergika ) dan adik pasien juga alergi.

Tetapi juga tidak menutup kemungkinan ketidahygienenisan situasi lingkungan maupun

cara hidup dari ibu pasien, sehingga kemungkinan penularan penyakit yang

berhubungan dengan candida (seperti dermatofitosis, candidosis) masih dapat terjadi.

Pemeriksaan Fisik

I. STATUS GENERALISATA :

Kesadaran

Tanda vital

Tanda Vital Nilai Normal

Suhu 36,5-37,20C

Pernafasan 16-20 x/menit

Denyut Nadi 60-100x/menit

Tekanan Darah <130/90 mmHg

Tidak ada kelainan

8

Page 9: Makalah DKA Buat Di Print

II. STATUS DERMATOLOGIKUS :

Regio Axilla dextra-sinistra terdapat :

Hasil Interpretasi

Plak erithema, circumskripta,

ukuran plakat

Kelainan kulit berupa peninggian di atas permukaan

kulit dan terdapat kemerahan yang disebabkan

pelebaran pembuluh darah kapiler yang reversible.

Berbatas tegas dengan ukuran lebih besar dari

numular atau lebih besar dari uang logam 100 rupiah.

Papul Kelainan kulit berupa penonjolan di atas permukaan

kulit, sirkumskrip, berukuran diameter lebih kecil dari

½ cm dan berisikan zat padat.

Vesikel Kelainan kulit berupa gelembung berisi cairan serum,

beratap , berukuran kurang dari ½ cm garis tengah

dan mempunyai dasar.

Erosi Kelainan kulit yang disebabkan kehilangan jaringan

yang tidak melampaui stratum basal.

Excoriasi Kelainan kulit yang disebabkan oleh hilangnya

jaringan sampai dengan stratum papilare, akan terlihat

darah yang ke luar selain serum.

Exudasi Keluarnya cairan eksudat.

Krusta kuning jernih Cairan badan yang mengering, berwarna kuning

jernih karena berasal dari serum.

Pustule ukuran miliere Kelainan kulit berupa vesikel yang berisi

nanah,ukurannya sebesar kepala jarum pentul.

Menandakan adanya infeksi sekunder.

9

Page 10: Makalah DKA Buat Di Print

Dari keterangan diatas maka kita dapat menghilangkan beberapa hipotesa antara lain

Impetigobulosa karena penyakit ini tidak menimbulkan rasa gatal ditemukan adanya

bula, sedangkan pada pasien ini tidak terdapat bula. Seboroik juga dapat dihilangkan

karena daerah predileksi di kepala dan akan menyebar ke daerah lainnya, sedangkan

pada pasien tidak terjadi penyebaran. Eritrasma juga dapat dihilangkan karena pada

efloresensi tidak ditemukan squama, dan pada eritramsa lesi tidak menimbul dan tidak

terlihat vesikulasi.

Pemeriksaan Penunjang

PEMERIKSAAN KOH

Ini merupakan pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur, dimana diperlukan

bahan klinis yang dapat berupa kerokan kulit, rambut dan kuku. Bahan pemeriksaan

diambil dan dikumpulkan dengan cara terlebih dahulu tempat kelainan dibersihkan

dengan spiritus 70%, kemudian untuk:

Kulit tidak berambut (glabrous skin)

Dari bagian tepi kelainan sampai dengan bagian sedikit di luar kelainan

sisik kulit dan kulit dikerok dengan pisau tumpul steril.

Kulit berambut

Rambut dicabut pada bagian kulit yang mengalami kelainan; kulit di

daerah tersebut dikerok untuk mengumpulkan sisik kulit.

Kuku

Bahan diambil dari permukaan kuku yang sakit dan dipotong sedalam-

dalamnya sehingga mengenai seluruh tebal kuku, bahan di bawah kuku

diambil juga.

10

Page 11: Makalah DKA Buat Di Print

Pada kasus ini sediaan diambil melalui kulit, dapat berambut atau tidak.

Sedian basah dibuat dengan meletakkan bahan di atas gelas alas, kemudian ditambah 1-

2 tetes larutan KOH. Konsentrasi larutan KOH untuk sediaan rambut adalah 10% dan

untuk kulit dan kuku 20%. Setelah sediaan dicampur dengan larutan KOH, ditunggu

15-20 menit hal ini diperlukan untuk melarutkan jaringan. Untuk melihat elemen jamur

lebih nyata dapat ditambahkan zat warna pada sediaan KOH, misalnya tinta Parker

superchroom blue black. Pemeriksaan langsung sediaan basah dilakukan dengan

mikroskop, mula-mula dengan pembesaran 10 x 10, kemudian dengan pembesaran 10 x

45.

Gambaran mikroskopik:

a. Sediaan kulit dan kuku

Hifa : sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang

Spora : berderet (artrospora)

b. Sediaan rambut

Spora (mikrospora atau makrospora) yang tersusun di luar rambut

(ektotriks) atau di dalam rambut (endotriks). Kadang-kadang terlihat

hifa.

HASIL PEMERIKSAAN KOH

KOH 20% : Tidak ditemukan adanya hypha maupun spora.

Interprestasi : Hasil tersebut menandakan tidak adanya infeksi jamur, sehingga

hipotesis mengenai tinea axilaris dan candidosis intertriginosa dapat dihilangkan karena

merupakan penyakit dengan infeksi jamur.

11

Page 12: Makalah DKA Buat Di Print

TES TEMPEL

HASIL PEMERIKSAAN TES TEMPEL

Tes tempel : + Cresendo

Interprestasi : Hasil tersebut menandakan adanya reaksi alergi yang menguatkan

diagnosis Dermatitis Kontak Alergik (DKA). sehingga hipotesis mengenai Dermatitis

Kontak Iritan (DKI) dapat disingkirkan.

Diagnosis

Dermatitis Kontak Alergika (DKA) dengan infeksi skunder.

Diagnosis ini ditetapkan berdasarkan faktor resiko dan gejala klinis yang terdapat pada

pasien. Faktor resiko pada pasien ini kemungkinan faktor genetik ( keturunan) alergi

yang diturunkan dari Ibu pasien, dimana pada pasien ini diduga telah memiliki protein

karier alergen (hapten ) yang diduga kemudian berikatan dengan zat kimia yang

terdapat pada bedak bb, maupun bedak kocok yang dipakai dalam berminggu-minggu

maupun bulanan. Berdasarkan gejala klinis yang dialami pasien berupa keluhan gatal

serta didapat eflorensensi beruba eritematosa berbatas tegas ( circumskripta) yang

diikuti dengan beberapa papul dan vesikel, dimana bila pecah (dapat karena garukan)

akan diperoleh gambaran erosi,eksudasi dan excoriasi yang mendukung ke arah

Dermatitis Kontak Alergika (DKA). Infeksi sekunder merupakan komplikasi yang

terjadi dari penyakit ini.

Dari beberapa hipotesa yang telah dihilangkan maka didapat beberapa diagnosis

banding antara lain :

12

Page 13: Makalah DKA Buat Di Print

Dermatitis Atopik

Didasarkan berdasarkan gejala klinis yang mirip beruba adanya keluhan gatal, serta

efloresensi beruba eritematosa, erosi,ekskoriasi dan krusta. Penyakit ini juga

berhubungan dengan alergi (hypersensitivitas tipe I ).

Dermatitis Numularis

Didasarkan pada letak yang bilateral dan pada gejala klinis (efloresensi) yang mirip

beruba keluhan gatal, adanya lesi akut beruba vesikel yang dapat lambat laun menjadi

eksudasi dan apabila mengering menjadi krusta kekuningan, serta adanya eritematosa

yang berbatas tegas.

Patofisiologi

Sampai sekarang, terdapat 3000 jenis zat kimia yang telah terbukti menjadi penyebab

dari Dermatitis kontak alergik. Kebanyakan dari zat kimia yang merangsang reaksi

alergik tersebut merupakan molekul-molekul yang kecil (<1000d). Molekul-molekul ini

harus berikatan dengan protein karier di sel Langerhans, yang tedapat di lapisan

suprabasilar dari epidermis. Dalam kasus ini, protein-protein dalam zat kimia tersebut

berlaku sebagai hapten. Mekanismene terjadinya penyakit ini yaitu melalui 2 fase

reaksi antara lain fase sensitisasi dan fase elisitasi.

FASE SENSITISASI

Sel Langerhans merupakan Antigen-Presenting Cells (APC) di kulit. Sel Langerhans

berinteraksi dengan sel T CD4+ (Sel T Helper). Iritasi kulit oleh karena bahan kimia

alergenik maupun yang tidak, menginduksi sel Langerhans CD1a+CD83- bermigrasi,

dalam kasus ini kemungkinan sel langerhans terinduksi oleh bahan kimia dari bedak

BB maupun bedak kocok yang bersifat alergenik. Sel Langerhans dapat bermigrasi dari

13

Page 14: Makalah DKA Buat Di Print

epidermis ke limfonodus regional. Sensitisasi mengambil waktu sekitar 10-14 hari dari

eksposur awal oleh allergen kuat, contohnya oleh poison ivy. Setelah sel Langerhans

mengaktifkan sel T helper, maka sel T akan mengalami proliferasi dan berdiferensiasi,

membentuk sel-sel T memori.

FASE ELITISASI

Pada fase elitisasi, sel T memori yang sudah ada karena sensitisasi yang sebelumnya,

akan melakukan respons terhadap pajanan berikutnya. Pada respons ini, sel T akan

mengeluarkan berbagai sitokin yang yang merangsang sel Mast untuk berdegranulasi,

mengeluarkan prostaglandin dan leukotrien yang menyebabkan peradangan.

Tingkat keparahan dari Dermatitis Kontak Alergika tergantung dari konsentrasi dan

lama dari pajanan,dimana pajanan berulang dari allergen dapat menyebabkan disrupsi

barier epidermal dan menyebabkan kehilangan cairan transepidermal.

Penatalaksanaan

Pada pasien ini, dermatitis kontak alergi yang diderita masih berada pada fase akut. Hal

tersebut menandakan keadaan lokasi dermatitis masih membasah, di mana masih

terdapat eritema, vesikel, erosi, dan eksudasi. Penatalaksanaan yang dianjurkan juga

harus disesuaikan dengan keadaan akut ini, antara lain yaitu dengan memberikan

kompres NaCl fisiologis dengan kasa di bagian axilla pasien sampai lukanya kering,

serta berguna untuk meredakan rasa gatal. Pemberian salep topikal pada fase akut tidak

danjurkan karena justru akan menghambat proses pengeringan lesi. Untuk pengobatan

sistemik dapat diberikan kortikosteroid oral (prednison 30mg/hari) atau antihistamin

oral untuk mengurangi gejala kelainan kulit yang diderita.

14

Page 15: Makalah DKA Buat Di Print

Untuk mengatasi infeksi sekunder yang terjadi pada pasien ini, dapat dengan

memberikan antibiotika oral supaya infeksi dapat berkurang.

Selain itu edukasi pada pasien ini sangat perlu ditekankan sebagai upaya preventif agar

tidak terulang kembali kontak dengan alergen penyebab alergi.

Komplikasi

Infeksi sekunder berupa pustul

Dermatitis kontak alergika seharunya tidak didapat efloresensi beruba pustul. Kejadian

ini kemungkinan dikarenakan garukan sehingga menimbulkan erosi, eksudasi, maupun

excoriasi.Mikroorganisme seperti bakteri kemudian dapat masuk dan menginfeksi kulit

sehingga terbentuklah pustul.

Prognosis

Ad vitam : bonam

Penyakit dermatitis kontak alergi tidak mengancam kehidupan pasien, terutama

bila alergen penyebab dapat disingkirkan dan pengobatan yang diberikan tepat dan

efektif.

Ad sanationam : dubia ad bonam

Kekambuhan penyakit dermatitis kontak alergi sangat bergantung pada terulangnya

kontak dengan bahan alergen. Dapat kembali kambuh apabila penderita kembali

melakukan kontak dengan alergen. Oleh karena itu edukasi sangat diperlukan pada

kasus ini.

Ad fungsionam : bonam

15

Page 16: Makalah DKA Buat Di Print

Fungsi kulit yang terkena dermatitis kontak alergi dapat pulih kembali setelah

penyakit sembuh, dengan pengobatan yang tepat tentunya.

Ad kosmetikum : dubia ad bonam

Karena pada pasien ini terdapat lesi ekskorasio, menandakan bahwa kedalaman

luka sampai ke pars papilare di dermis, dikhawatirkan pada saat lesi tersebut

sembuh dapat meninggalkan bekas ataupun jaringan parut.

16

Page 17: Makalah DKA Buat Di Print

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI KULIT

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan

hidup manusia.luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kirakira 15 % berat badan.

Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan

kehidupan.

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu :

1. Lapisan epidermis atau kutikel

Terdiri atas stratum korneum, stratum

lusidum, stratum granulosum, stratum

spinosum, dan stratum basale.

2. Lapisan dermis

Lapisan bawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini

terdiri atas lapisan elastic dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan

folikel rambut.

Secara garis besar terdiri dari dua bagian yakni :

a. Pars papilare yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut

saraf dan pembuluh darah.

b. Pars retikulare yaitu bagian dibawahnya yang menonjol ke arah subkutan,

bagian terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen,

17

Page 18: Makalah DKA Buat Di Print

elastin, dan retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas cairan kental asam

hialuronat dan kondroitin sulfat, di bagian ini terdapat pula fibroblast.

3. Lapisan subkutis

Adalah kelanjutan dermis, terdiri atas

jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak

didalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel

bulat, besar, dengan inti terdesak ke

pinggir sitoplasma lemak yang bertambah.

Sel-sel ini membentuk kelompok yang

dipisahkan satu sama lainoleh trabekula

yang fibrosa. Lapisan-lapisan lemak ini disebut panikulus adipose, berfungsi

sebagai cadangan makanan.Di lapisan ini terdapat ujung-ujung syaraf tepi,

pembuluh darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama

bergantung pada lokalisasinya.

Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di bagian

atas dermis (pleksus superficial) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda).

Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis,

pleksus yang di subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan anastomosis, di

bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan dengan pembuluh

darah terdapat saluran getah bening.

18

Page 19: Makalah DKA Buat Di Print

MORFOLOGI KULIT

Morfologi kulit dapat berubah pada waktu berlangsungnya penyakit. Proses tersebut

dapat merupakan akibat biasa dalam perjalanan proses patologik. Kadang-kadang

perubahan ini dapat dipengaruhi keadaan dari luar, misalnya trauma garukan dan

pengobatan yang diberikan, sehingga perubahan tersebut tidak biasa lagi. Dalam hal ini,

gambaran klinis morfologik penyakit menyimpang dari biasanya dan sulit dikenali.

Untuk mempermudah dalam pembuatan diagnosis, ruam kulit dibagi menjadi beberapa

kelompok :

A. RUAM KULIT PRIMER

1. Makula adalah efloresensi primer

yang berbatas tegas, hanya berupa

perubahan warna kulit tanpa

perubahan bentuk, seperti pada tinea

versikolor, morbus Hansen,

melanoderma, leukoderma, purpura,

petekie, ekimosis

2. Eritema adalah kemerahan pada kulit yang disebabkan pelebaran pembuluh

kapiler yang reversible.(gambar di atas yang di tunjukan dengan huruf C)

3. Papula adalah penonjolan superficial

pada permukaan kulit dengan massa zat

padat, berbatas tegas, berdiameter <

1cm.

19

Page 20: Makalah DKA Buat Di Print

4. Nodus adalah massa padat sirkumskrip, terletak di kutan atau subkutan, dapat

menonjol. (jika diameter < 1 cm disebut nodulus).

5. Vesikula adalah gelembung yang berisi cairan

serum, beratap, mempunyai dasar dengan

diameter < 1 cm misalnya pada varisela,

herpes zoster.

6. Bula adalah vesikel dengan diameter > 1 cm, misal pada pemfigus, luka bakar.

Jika vesikel/bula berisi darah disebut

vesikel/bula hemaragik . Jika bula berisi nanah

disebut bula purulen.

7. Pustula adalah vesikel berisi nanah, seperti

pada variola, varisela, psoriasis pustulosa.

8. Urtika adalah penonjolan di atas kulit akibat

edema setempat dan dapat hilang perlahan-

lahan, misalnya pada dermatitis medikamentosa

dan gigitan serangga.

9. Tumor adalah penonjolan di atas

permukaan kulit berdasarkan

pertumbuhan sel atau jaringan tubuh.

10. Kista adalah penonjolan di atas permukaan kulit berupa kantong yang berisi

cairan serosa atau padat atau setengah padat, seperti pada kista epidermoid.

11. Plak (plaque) adalah peninggian di atas permukaan kulit, permukaannya rata

dan berisi zat padat (biasanya infiltrate), diameternya 2 cm atau lebih. Contonya

papul yang melebar atau papulpapul yang berkonfluensi pada psoriasis.

20

Page 21: Makalah DKA Buat Di Print

12. Abses adalah kumpulan nanah dalam jaringan / dalam kutis atau subkutis.

B. RUAM KULIT SEKUNDER

1. Skuama adalah pelepasan lapisan tanduk dari permukaan kulit. Dapat berupa

sisik halus (TV), sedang (dermatitis), atau kasar (psoriasis). Skuma dapat

berwarna putih (psoriasis), cokelat (TV), atau seperti sisik ikan (iktiosis).

2. Krusta adalah onggokan cairan darah, kotoran, nanah, dan obat yang sudah

mengering diatas permukaan kulit,

misalnya pada impetigo krustosa,

dermatitis kontak. Krusta dapat berwarna

hitam (pada jaringan nekrosis), merah

(asal darah), atau cokelat (asal darah,

nanah, serum).

3. Erosi adalah kelainan kulit yang disebabkan

oleh kehilangan jaringan yang tidak melampui

stratum basal.

4. Ekskoriasi adalah kerusakan kulit sampai

ujung stratum papilaris sehingga kulit tampak

merah disertai bintik-bintik perdarahan. Ditemukan pada dermatitis kontak dan

ektima.

5. Ulkus adalah kerusakan kulit (epidermis dan dermis) yang memiliki dasar,

dinding, tepi dan isi. Misal ulkus tropikum, ulkus durum.

6. Rhagaden adalah belahan-belahan kulit dengan dasar yang sangat kecil/dalam

misal pada keratoskisis, keratodermia.

7. Parut (sikatriks) adalah jaringan ikat yang

menggantikan epidermis dan dermis yang

21

Page 22: Makalah DKA Buat Di Print

sudah hilang. Jaringan ikat ii dapat cekung dari kulit sekitarnya (sikatriks

atrofi), dapat

lebih menonjol (sikatriks hipertrofi), dan dapat normal (eutrofi/luka sayat).

Sikatriks tampak licin, garis kulit dan adneksa hilang.

8. Keloid adalah hipertrofi yang pertumbuhannya melampaui batas.

9. Abses adalah efloresensi sekunder berupa kantong berisi nanah di dalam

jaringan.  Misalnya abses bartholini dan abses banal.

10. Likenifikasi adalah penebalan kulit sehingga garis-garis lipatan/relief kulit

tampak lebih jelas, seperti pada prurigo, neurodermatitis.

11. Guma adalah efloresensi sekunder berupa kerusakan kulit yang destruktif,

kronik, dengan penyebaran pertiginosa. Misal pasa sifilis gumosa.

12. Hiperpigmentasi adalah penimbunan pigmen berlebihan sehingga kulit tampak

lebih hitam dari sekitarnya. Misal pada melasma, dan pasca inflamasi.

13. Hipopigmentasi adalah kelainan yang menyebabkan kulit menjadi lebih putih

dari sekitarnya, misalnya pada skleroderma dan vitiligo.

C. RUAM KULIT KHUSUS

1. Kanalikuli adalah ruam kulit berupa saluran-saluran pad stratum korneum,

yang timbul sejajar denga permukaan kulit, seperti yang terdapat pada skabies.

2. Milia (White head) adalah penonjolan di atas permukaan kulit yang berwarna

putih, yang ditimbulkan oleh penyumbatan saluran kelenjar sebasea, seperti

pada akne sistika.

3. Komedo (=Black head) adalah ruam kulit berupa bintik-bintik hitam yang

timbul akibat proses oksidasi udara terhadap sekresi kelenjar sebasea

dipermukaan kulit, seperti agne.

22

Page 23: Makalah DKA Buat Di Print

4. Eksantema adalah ruam permukaan kulit yang timbul serentak dalam waktu

singkat dan

tidak berlangsung lama, biasanya didahului demam, seperti pada demam

berdarah.

5. Roseola ialah eksantema lentikuler berwarna merah tembaga seperti pada sifilis

dan frambusia.

6. Purpura yaitu perdarahan di dalam/di bawah kulit yang tampak medikamentosa

7. Lesi target.  Terdiri dari 3 zona yang berbentuk lingkaran, lingkaran pertama

mengandung purpura atau vesikel di bagian tengah yang dikelilingi oleh

lingkaran pucat (lingkaran kedua), lingkaran ketiga adalah lingkaran eritema.

Lesi target biasanya dijumpai di telapak tangan penderita eritema multiforme

(gambaran seperti mata sapi).

8. Teleangiektasi adalah pelebaran pembuluh darah kecil superficial (kapiler,

arteriol, dan venul) yang menetap pada kulit.

9. Vegetasi adalah pertumbuhan berupa penonjolan-penonjolan bulat atau runcing

menjadi satu.

DERMATITIS KONTAK ALERGI

1.  Definisi

Dermatitis merupakan epido-dermitis dengan gejala subyektif pruritus. Obyektif

tampak inflamasi eritema, vesikulsi, eksudasi dan pembentukan sisik. Tanda-tanda

23

Page 24: Makalah DKA Buat Di Print

polimorfi tersebut tidak selalu timbul pda saat yang sama. Penyakit bertendensi resisif

dan menjadi kronis.

Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis atau peradangan kulit yang

timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitasi. Dermatitis kontak alergi

merupakan dermatitis kontak karena sensitasi alergi terhadap substansi yang beraneka

ragam yang menyebabakan reaksi peradangan pada kulit bagi mereka yang mengalami

hipersensivitas terhadap alergen sebagai suatu akibat dari pajanan sebelumnya.

2.  Etiologi

Penyebab dermatitis kontak alergi adalah alergen, paling sering berupa bahan

kimia dengan berat kurang dari 500-1000 dalton, yang juga disebut bahan kimia

sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat

pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit.

Dermatitis kontak alergik terjadi bila alergen atau senyawa sejenis menyebabkan

reaksi hipersensitvitas tipe lambat pada paparan berulang. Dermatitis ini biasnaya

timbul sebagai dermatitis vesikuler akut dalam beberapa jam sampai 72 jam setelah

kontak. Perjalanan penyakit memuncak pada 7 sampai 10 hari, dan sembuh dalam 2

hari bila tidak terjadi paparan ulang.

3. Patogenesis

Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah

mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune

respons) atau reaksi tipe IV. Reaksi hipersensititas di kullit timbulnya lambat (delayed

hipersensivitas), umumnya dalam waktu 24 jam setelah terpajan dengan alergen.

24

Page 25: Makalah DKA Buat Di Print

Sebelum seseorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik, terlebih

dahulu mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya. Perubahan ini terjadi

karena adanya kontak dengan bahan kimia sederhana yang disebut hapten yang terikat

dengan protein, membentuk antigen lengkap. Antigen ini ditangkap dan diproses oleh

makrofag dan sel langerhans, selanjutnya dipresentasekan oleh sel T. Setelah kontak

dengan antigen yang telah diproses ini, sel T menuju ke kelenjar getah bening regional

untuk berdiferensisi dan berploriferasi membentuk sel T efektor yang tersensitisasi

secara spesifik dan sel memori. Sel-sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi ke

seluruh tubuh, juga sistem limfoid, sehingga menyebabkab keadaan sensitivitas yang

sama di seluruh kulit tubuh. Fase saat kontak pertama sampai kulit menjdi sensitif

disebut fase induksi tau fase sensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3

minggu. Pada umumnya reaksi sensitisasi ini dipengaruhi oleh derajat kepekaan

individu, sifat sensitisasi alergen (sensitizer), jumlah alergen, dan konsentrasi.

Sensitizer  kuat mempunyai fase yang lebih pendek, sebaliknya sensitizer lemah seperti

bahan-bahan yang dijumpai pada kehidupan sehari-hari pada umumnya kelainan kulit

pertama muncul setelah lama kontak dengan bahan tersebut, bisa bulanan atau tahunan.

Sedangkan periode saat terjadinya pajanan ulang dengan alergen yang sama atau serupa

sampai timbulnya gejala klinis disebut fase elisitasi umumnya berlangsung antara 24-48

jam(Djuanda, Adhi. 2004)

              

4. Gejala

Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis. Pada yang akut dimulai

dengan bercak eritema berbatas tegas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel

atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi(basah). Pada

yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur,

25

Page 26: Makalah DKA Buat Di Print

batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedaknn dengan dermatitis kontak iritan

kronis; mungkin penyebabnya juga campuran.

Gejala yang umum dirasakan penderita adalah pruritus yang umumnya konstan

dan seringkali hebat (sangat gatal). DKA biasanya ditandai dengan adanya lesi

eksematosa berupa eritema, udem, vesikula dan terbentuknya papulovesikula;

gambaran ini menunjukkan aktivitas tingkat selular. Vesikel-vesikel timbul karena

terjadinya spongiosis dan jika pecah akan mengeluarkan cairan yang mengakibatkan

lesi menjadi basah. Mula-mula lesi hanya terbatas pada tempat kontak dengan alergen,

sehingga corak dan distribusinya sering dapat menunjukkan kausanya,misalnya: mereka

yang terkena kulit kepalanya dapat curiga dengan shampo atau cat rambut yang

dipakainya. Mereka yang terkena wajahnya dapat curiga dengan cream, sabun, bedak

dan berbagai jenis kosmetik lainnya yang mereka pakai. Pada kasus yang hebat,

dermatitis menyebar luas ke seluruh tubuh.

5.  Diagnosis

Diagnosis didasarakan pada hasil diagnosis yang cermat  dan pemeriksan klinis

yang teliti.Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit

yang ditemukan. Misalnya ada kelainan kulit berupa lesi numularis disekitar umbilikus

berupa hiperpigmentasi, likenifiksi, dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan

apakah penderita memeakai kancing celana atau kepala ikat pinggan yang terbuat dari

logam(nikel). Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi,

obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang

diketahui dapat menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, serta penyakit

kulit pada keluarganya (misalnya dermatitis atopik, psoriasis).

26

Page 27: Makalah DKA Buat Di Print

Pemeriksaan fisis sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi dan pola

kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemugnkinan penyebabnya. Misalnya, di

ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh

sepatu. Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk melihat

kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen.

Diagnosis didasarkan pada riwayat paparan terhadap suatu alergen atau senyawa

yang berhubungan, lesi yang gatal, pola distribusi yang mengisyaratkan dermatitits

kontak. Anamnesis harus terpusat kepada sekitar paparan tehadap alergen yang umum.

Untuk mengidentifikasi agen penyebab mungkin diperlukan kerja mirip detektif yang

baik.

6.  Diagnosis Banding

Kelainan kulit dermatitis kontak alergik sering tidak menunjukkan gambaran

morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik, dermtitis numularis,

dermtitis seboroik, atau psoriris. Diagnosis banding yang utama ialah dengan

dermatitits kontak iritan. Dalam keadaan ini pemeriksn uji tempel perlu

dipertimbangkan untuk menentukan apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi.

7.  Pengobatan 

 Hal yang perlu diperhatikan pada dermatitis kontak adalah upaya pencegahn

terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan kelainan kulit

yang timbul. Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi

peradangan pada dermtitis kontak alergik akut yang ditandai dengan eritema, edema.

Bula atau vesikel, serta ekskluatif, misalnya predinson 30 mg/hari. Umumnya kelainan

27

Page 28: Makalah DKA Buat Di Print

kulit akan mereda setelah beberapa hari. Kelainan kulitnya cukup dikompres dengan

larutan garam faal.

8.  Pemeriksaan Pembantu

Adapun pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain: 

 a. Pemeriksaan eosinofil darah tepi

 b. Pemeriksaan immunoglobulin E

1). Uji tempel (patch test)

Untuk melakukan uji tempel diperlukan antigen, biasanya antigen standart buatan

pabrik. Adakalanya tes dilakukan dengan antigen bukan standart, dapat berupa

bahan kimia murni, atau lebih sering bahan campuran yang berasal dari rumah,

lingkungan kerja atau tempat rekreasi. Antigen tersebut dibiarkan menempel pada

kulit sekurang-kurangnya 48 jam.

Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel:

1. Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan akut atau

berat dapat terjadi reaksi ‘angry back’ atau ‘excited skin’, reaksi positif palsu,

dapat juga menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya makin memburuk.

2. Tes dilakukan sekurang-kurangnya 1 minggu setelah pemakaian kortikosteroid

sistemik dihentikan, sebab dapat menghasilkan reaksi negative palsu.

3. Uji tempel dibuka setelah 2 hari, kemudian dibaca; pembacaan kedua dilakukan

pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.

4. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel menjadi

longgar, karena memberikan hasil negative palsu.

5. Uji tempel dengan bahan standart jangan dilakukan terhadap penderita yang

mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan (immediate uticarial type), karena

28

Page 29: Makalah DKA Buat Di Print

dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis.

Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas. Pembacaan pertama

dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang diuji telah

menghilang atau minimal. Hasilnya dicatat sebagai berikut:

1 = reaksi lemah (nonvesikular) : eritema, infiltrate, papul (+)

2 = reaksi kuat: edema atau vesikel (++)

3 = reaksi sangat kuat (ekstrim): bula atau ulkus (+++)

4 = meragukan: hanya macula eritematosa

5 = iritasi: seperti terbakar, pustule, atau purpura (IR)

6 = reaksi negative (-)

7 = excited skin

8 = tidak dites (NT = not tested)

Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai 1 minggu setelah aplikasi, biasanya 72 atau

96 jam setelah aplikasi. Pembacaan kedua ini penting untuk membantu membedakan

antara respons alergik atau iritasi, dan juga mengidentifikasi lebih banyak lagi respons

positif alergen.

Interpretasi dilakukan setelah pembacaan kedua. Respon alergik biasanya menjadi lebih

jelas antara pembacaan kesatu dan kedua, berawal dari +/- ke + atau ++ bahkan ke +++

(reaksi tipe crescendo), sedangkan respons iritan cenderung menurun (reaksi tipe

decrescendo).

9.  Prognosis

Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaknya

dapat didingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila bersamaan dengan

29

Page 30: Makalah DKA Buat Di Print

dermatitisoleh faktor endogen

KESIMPULAN

Pada kasus ini pasien terkena dermatitis kontak alergika ditambah infeksi

sekunder. Hal ini ditandai dengan adanya gatal dan kemerahan diketiak kiri dan kanan

pasien. Dimana salah satu ciri dermatitis kontak alergika adalah inflamasi eritama dan

pruritus. Hal ini diperkirakan karena pasien alergen terhadap zat kimia dari bedak

kocok. Sedangkan infeksi sekundernya kemungkinan besar karena garukan dari pasien

yang memicu terjadinya pustul. Karena dermatitis kontak alergika akan menyebabkan

gatal yang biasanya pasien akan menggaruk-garuk daerah yang terinfeksi tanpa dia

sadari.

Untuk mencegah semakin memburuknya alergi, kita bisa mengedukasi pasien

dengan menganjurkan jangan menggaruk daerah yang terinfeksi serta menghentikan

pemakaian bedak bb ataupun bedak kocok untuk sementara waktu. Selain itu kita bisa

memberikan obat-obat atopik, atau obat lainnya seperti yang sudah dijelaskan di bab

sebelumnya.

30

Page 31: Makalah DKA Buat Di Print

DAFTAR PUSTAKA

1. Silbernagl S, Lang F. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta:EGC;2007.

2. Budimulja U. Morfologi dan Cara Membuat Diagnosis. In Djuanda A, Hamzah M,

Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th Edition. Jakarta:FKUI;2010. p 35-42.

3. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th Edition.

Jakarta:FKUI;2010. p 59; 132-5; 142-9; 334.

4. Hogan DJ. Allergic Contact Dermatitis. Available at :

http://emedicine.medscape.com/article/1049216-overview

5. Abbas AK, Licthman AH. Basic Imunnology: Fumctions and Disorder of the Immune

System. 3rd edition. Philadelphia: Saunders. 2009. p 217-9.

6. Helbert M. Flesh and Bones of Immunology. Spain: Mosby; 2006. p 74-5.

31