makalah dka buat di print
TRANSCRIPT
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 1
PENDAHULUAN 2
SKENARIO KASUS 3
PEMBAHASAN KASUS 4
HIPOTESIS 4
ANAMNESIS YANG DIBUTUHKAN 5
INTERPRETASI HASIL ANAMNESIS 6
PEMERIKSAAN FISIK YANG PERLU DILAKUKAN 8
PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG DIBUTUHKAN 10
DIAGNOSIS KERJA DAN DIAGNOSIS BANDING 12
PATOFISIOLOGI 13
TATALAKSANA 14
KOMPLIKASI 15
PROGNOSIS 15
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI KULIT 17
MORFOLOGI KULIT 19
DERMATITIS KONTAK ALERGIKA 24
KESIMPULAN 30
DAFTAR PUSTAKA 31
1
PENDAHULUAN
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa
efluorescensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan
gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa
(oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis.
Dermatitis terbagi dua, yaitu dermatitis kontak dan dermatitis atopik. Dermatitis
kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau substansi yang menempel pada
kulit. Dermatitis kontak sendiri terbagi dua, yaitu dermatitis kontak iritan yang disebabkan
oleh bahan yang bersifat iritan seperti deterjan, asam, alkali, dll. Dermatitis kontak alergika
yang biasanya disebabkan oleh bahan kimia sederhana dengan berat molekul umumnya
rendah (<1000 dalton). Sedangkan dermatitis atopik adalah peradangan kulit kronis dan
residif, disertai gatal, yang umumnya terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering
berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluaga
atau penderita (D.A., rhinitis alergik, dan atau asma bronchial). Kelainan kulit berupa papul
gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya dilipatan
(fleksural).
Dermatitis kontak alergika (DKA) bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan
(DKI) jumlahnya lebih sedikit. Karena hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat
peka (hipersensitif). Diperkirakan jumlah DKA maupun DKI makin bertambah seiring
dengan bertambahnya jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang dipakai oleh
masyarakat. Dahulu diperkirakan bahwa kejadian DKI akibat kerja sebanyak 80% dan DKA
20%, tetapi data baru di Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa dermatitis kontak
akibat kerja karena alergi ternyata cukup tinggi yaitu berkisar antara 50 dan 60 persen.
2
LAPORAN KASUS
Seorang remaja umur 17 tahun datang berobat ke klinik RS trisakti mengeluh merah,
gatal di ketiak kiri dan kanan sejak 8 minggu yang lalu.
Identifikasi Pasien
Nama : -
Usia : 17 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Saudara : Anak pertama dari 2 bersaudara
Alamat : -
Riwayat Penyakit Sekarang
Beberapa tahun ini pasien merasa bau badannya tidak sedap. Oleh karena itu ia
memakai bedak BB yang dipakainya setiap hari sejak 4 bulan yang lalu. Sejak 3 minggu yang
lalu , pasien merasa ketiaknya gatal dan merah. Pasien mengobatinya dengan bedak kocok
tapi makin parah.
Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien mengaku tidak pernah alergi.
Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu pasien menderita gatal-gatal yang kronis dan tebal, terutama pada punggung
kakidan lutut. Adik pasien bila minum obat paracetamol, bibir dan kelopak matanya akan
bengkak, dan gatal pada seluruh badan.
3
Status generalis
Tidak ada kelainan.
Status Dermatologis
Regio axilla dextra-sinistra terdapat :
Plak eritheme, circumskripta, ukuran plakat diatasnya terdapat papul-papul, vesikel, erosi,
excoriasi, exudasi. Krusta kuning jernih dan di beberapa tempat terdapat pustule ukuran
miliere.
Pemeriksaan Penunjang
KOH 20% : Tidak ditemukan hifa maupun spora.
Tes Tempel : + Cresendo.
4
PEMBAHASAN KASUS
Anamnesis
IDENTIFIKASI PASIEN
Nama : -
Usia : 17 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Saudara : Anak pertama dari 2 bersaudara
Alamat : -
KELUHAN UTAMA
Merah dan gatal di ketiak kanan dan kiri sejak 8 minggu yang lalu.
Interpretasi :Hipotesa yang mungkin terjadi pada pasien berumur 17 tahun dengan
keluhan merah dan gatal pada ketiak kanan dan kiri berdasarkan efloresensinya antara
lain :
1. Dermatitis Kontak Alergika
- Akut Dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas
kemudian diikute dengan edema, papulovesikel, vesikel/bula, Vesikel/bula
dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi.
- Kronik Kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi, dan mungkin juga
fisur dan batas nya tidak jelas.
5
2. Dermatitis Kontak Iritan
- Akut Eritema edema, bula. Pinggir kelainan kulit berbatas tegas dan
pada umumnya asimetris
- Kronik/kumulatif Kulit kering , eritema, skuama, lambat laun kulit
tebal (hiperkeratosis) dan likenifikasi, difus. Bila kontak terus berlangsung
akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur).
3. Eritrasma Lesi kulit dapat berukuran sebesar miliar sampai plakat,
terdapat eritroskuamosa, perluasan lesi terlihat pada pinggir yang
eritematosa dan serpiginosa. Lesi tidak menimbul dan tidak terlihat
vesikulasi. Skuama kering yang halus menutupi lesi dan pada perabaan tersa
berlemak.
4. Impetigobulosa Eritema, bula, bula hipopion.
5. Dermatitis Atopik Papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi,
eksudasi, eksudasi dan krusta.
6. Dermatitis Numularis Vesikel dan papulovesikel (0,3-1,0 cm),
kemudian membesar dengan cara berkonfluensi atau meluas ke samping,
membentuk satu lesi karakteristik seperti uang logam, ertitematosa, sedikit
edematosa, dan berbatas tegas. Lambat laun vesikel pecah terjadi eksudasi,
kemudian mengering menjadi krusta kekuningan.
7. Seboroik Eritema, skuama berminyak, warna kekuningan
8. Tinea axilaris (dermatofitosis) lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas
terdiri atas eritema, squama,kadang-kadang dengan vesikel dan papul di
tepi. Dapat terlihat erosi dan krusta akibat garukan.
6
9. Candidosis intertriginosa beruba bercak yang berbatas tegas, bersisik,
basah, dan eritematosa. Lesi dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel,
pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah yang
erosi, dengan pinggir kasar.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Beberapa tahun ini pasien merasa bau badannya tidak sedap. Oleh karena itu ia
memakai bedak BB yang dipakainya setiap hari sejak 4 bulan yang lalu. Sejak 3
minggu yang lalu , pasien merasa ketiaknya gatal dan merah. Pasien mengobatinya
dengan bedak kocok tapi makin parah.
Interprestasi :Dari kasus di dapat bawha keluhan pasien dimulai sejak pemakaian bedak
BB yang dikarenakan bau badannya, dan makin diperparah ketika ia mengobatinya
dengan bedak kocok. Ini menjukan adanya kemungkinan alergi maupun iritasi dari zat
kimia yang terkandung di bedak BB maupun bedak kocok. Hipotesis yang mungkin
adalah dermatitis kontak alergika, dermatitis kontak iritan, dermatitis atopik dan
dermatitis numularis.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Sebelumnya pasien mengaku tidak pernah alergi.
Interpretasi : menunjukan pasien tidak alergi atau belum hapten pasien belum
tersensitisasi dengan alergen. Sehingga hipotesa penyakit yang disebabkan alergi masi
mungkin terjadi.
7
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Ibu pasien menderita gatal-gatal yang kronis dan tebal, terutama pada punggung kaki
dan lutut. Adik pasien bila minum obat paracetamol, bibir dan kelopak matanya akan
bengkak, dan gatal pada seluruh badan.
Interpretasi : dari keterangan diatas memungkinkan adanya korelasi antar keturunan
yaitu alergi, dimana kemungkinan ibu pasien tersebut mendertita alergi ( dapat berupa
dermatitis atopik maupun dermatitis kontak alergika ) dan adik pasien juga alergi.
Tetapi juga tidak menutup kemungkinan ketidahygienenisan situasi lingkungan maupun
cara hidup dari ibu pasien, sehingga kemungkinan penularan penyakit yang
berhubungan dengan candida (seperti dermatofitosis, candidosis) masih dapat terjadi.
Pemeriksaan Fisik
I. STATUS GENERALISATA :
Kesadaran
Tanda vital
Tanda Vital Nilai Normal
Suhu 36,5-37,20C
Pernafasan 16-20 x/menit
Denyut Nadi 60-100x/menit
Tekanan Darah <130/90 mmHg
Tidak ada kelainan
8
II. STATUS DERMATOLOGIKUS :
Regio Axilla dextra-sinistra terdapat :
Hasil Interpretasi
Plak erithema, circumskripta,
ukuran plakat
Kelainan kulit berupa peninggian di atas permukaan
kulit dan terdapat kemerahan yang disebabkan
pelebaran pembuluh darah kapiler yang reversible.
Berbatas tegas dengan ukuran lebih besar dari
numular atau lebih besar dari uang logam 100 rupiah.
Papul Kelainan kulit berupa penonjolan di atas permukaan
kulit, sirkumskrip, berukuran diameter lebih kecil dari
½ cm dan berisikan zat padat.
Vesikel Kelainan kulit berupa gelembung berisi cairan serum,
beratap , berukuran kurang dari ½ cm garis tengah
dan mempunyai dasar.
Erosi Kelainan kulit yang disebabkan kehilangan jaringan
yang tidak melampaui stratum basal.
Excoriasi Kelainan kulit yang disebabkan oleh hilangnya
jaringan sampai dengan stratum papilare, akan terlihat
darah yang ke luar selain serum.
Exudasi Keluarnya cairan eksudat.
Krusta kuning jernih Cairan badan yang mengering, berwarna kuning
jernih karena berasal dari serum.
Pustule ukuran miliere Kelainan kulit berupa vesikel yang berisi
nanah,ukurannya sebesar kepala jarum pentul.
Menandakan adanya infeksi sekunder.
9
Dari keterangan diatas maka kita dapat menghilangkan beberapa hipotesa antara lain
Impetigobulosa karena penyakit ini tidak menimbulkan rasa gatal ditemukan adanya
bula, sedangkan pada pasien ini tidak terdapat bula. Seboroik juga dapat dihilangkan
karena daerah predileksi di kepala dan akan menyebar ke daerah lainnya, sedangkan
pada pasien tidak terjadi penyebaran. Eritrasma juga dapat dihilangkan karena pada
efloresensi tidak ditemukan squama, dan pada eritramsa lesi tidak menimbul dan tidak
terlihat vesikulasi.
Pemeriksaan Penunjang
PEMERIKSAAN KOH
Ini merupakan pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur, dimana diperlukan
bahan klinis yang dapat berupa kerokan kulit, rambut dan kuku. Bahan pemeriksaan
diambil dan dikumpulkan dengan cara terlebih dahulu tempat kelainan dibersihkan
dengan spiritus 70%, kemudian untuk:
Kulit tidak berambut (glabrous skin)
Dari bagian tepi kelainan sampai dengan bagian sedikit di luar kelainan
sisik kulit dan kulit dikerok dengan pisau tumpul steril.
Kulit berambut
Rambut dicabut pada bagian kulit yang mengalami kelainan; kulit di
daerah tersebut dikerok untuk mengumpulkan sisik kulit.
Kuku
Bahan diambil dari permukaan kuku yang sakit dan dipotong sedalam-
dalamnya sehingga mengenai seluruh tebal kuku, bahan di bawah kuku
diambil juga.
10
Pada kasus ini sediaan diambil melalui kulit, dapat berambut atau tidak.
Sedian basah dibuat dengan meletakkan bahan di atas gelas alas, kemudian ditambah 1-
2 tetes larutan KOH. Konsentrasi larutan KOH untuk sediaan rambut adalah 10% dan
untuk kulit dan kuku 20%. Setelah sediaan dicampur dengan larutan KOH, ditunggu
15-20 menit hal ini diperlukan untuk melarutkan jaringan. Untuk melihat elemen jamur
lebih nyata dapat ditambahkan zat warna pada sediaan KOH, misalnya tinta Parker
superchroom blue black. Pemeriksaan langsung sediaan basah dilakukan dengan
mikroskop, mula-mula dengan pembesaran 10 x 10, kemudian dengan pembesaran 10 x
45.
Gambaran mikroskopik:
a. Sediaan kulit dan kuku
Hifa : sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang
Spora : berderet (artrospora)
b. Sediaan rambut
Spora (mikrospora atau makrospora) yang tersusun di luar rambut
(ektotriks) atau di dalam rambut (endotriks). Kadang-kadang terlihat
hifa.
HASIL PEMERIKSAAN KOH
KOH 20% : Tidak ditemukan adanya hypha maupun spora.
Interprestasi : Hasil tersebut menandakan tidak adanya infeksi jamur, sehingga
hipotesis mengenai tinea axilaris dan candidosis intertriginosa dapat dihilangkan karena
merupakan penyakit dengan infeksi jamur.
11
TES TEMPEL
HASIL PEMERIKSAAN TES TEMPEL
Tes tempel : + Cresendo
Interprestasi : Hasil tersebut menandakan adanya reaksi alergi yang menguatkan
diagnosis Dermatitis Kontak Alergik (DKA). sehingga hipotesis mengenai Dermatitis
Kontak Iritan (DKI) dapat disingkirkan.
Diagnosis
Dermatitis Kontak Alergika (DKA) dengan infeksi skunder.
Diagnosis ini ditetapkan berdasarkan faktor resiko dan gejala klinis yang terdapat pada
pasien. Faktor resiko pada pasien ini kemungkinan faktor genetik ( keturunan) alergi
yang diturunkan dari Ibu pasien, dimana pada pasien ini diduga telah memiliki protein
karier alergen (hapten ) yang diduga kemudian berikatan dengan zat kimia yang
terdapat pada bedak bb, maupun bedak kocok yang dipakai dalam berminggu-minggu
maupun bulanan. Berdasarkan gejala klinis yang dialami pasien berupa keluhan gatal
serta didapat eflorensensi beruba eritematosa berbatas tegas ( circumskripta) yang
diikuti dengan beberapa papul dan vesikel, dimana bila pecah (dapat karena garukan)
akan diperoleh gambaran erosi,eksudasi dan excoriasi yang mendukung ke arah
Dermatitis Kontak Alergika (DKA). Infeksi sekunder merupakan komplikasi yang
terjadi dari penyakit ini.
Dari beberapa hipotesa yang telah dihilangkan maka didapat beberapa diagnosis
banding antara lain :
12
Dermatitis Atopik
Didasarkan berdasarkan gejala klinis yang mirip beruba adanya keluhan gatal, serta
efloresensi beruba eritematosa, erosi,ekskoriasi dan krusta. Penyakit ini juga
berhubungan dengan alergi (hypersensitivitas tipe I ).
Dermatitis Numularis
Didasarkan pada letak yang bilateral dan pada gejala klinis (efloresensi) yang mirip
beruba keluhan gatal, adanya lesi akut beruba vesikel yang dapat lambat laun menjadi
eksudasi dan apabila mengering menjadi krusta kekuningan, serta adanya eritematosa
yang berbatas tegas.
Patofisiologi
Sampai sekarang, terdapat 3000 jenis zat kimia yang telah terbukti menjadi penyebab
dari Dermatitis kontak alergik. Kebanyakan dari zat kimia yang merangsang reaksi
alergik tersebut merupakan molekul-molekul yang kecil (<1000d). Molekul-molekul ini
harus berikatan dengan protein karier di sel Langerhans, yang tedapat di lapisan
suprabasilar dari epidermis. Dalam kasus ini, protein-protein dalam zat kimia tersebut
berlaku sebagai hapten. Mekanismene terjadinya penyakit ini yaitu melalui 2 fase
reaksi antara lain fase sensitisasi dan fase elisitasi.
FASE SENSITISASI
Sel Langerhans merupakan Antigen-Presenting Cells (APC) di kulit. Sel Langerhans
berinteraksi dengan sel T CD4+ (Sel T Helper). Iritasi kulit oleh karena bahan kimia
alergenik maupun yang tidak, menginduksi sel Langerhans CD1a+CD83- bermigrasi,
dalam kasus ini kemungkinan sel langerhans terinduksi oleh bahan kimia dari bedak
BB maupun bedak kocok yang bersifat alergenik. Sel Langerhans dapat bermigrasi dari
13
epidermis ke limfonodus regional. Sensitisasi mengambil waktu sekitar 10-14 hari dari
eksposur awal oleh allergen kuat, contohnya oleh poison ivy. Setelah sel Langerhans
mengaktifkan sel T helper, maka sel T akan mengalami proliferasi dan berdiferensiasi,
membentuk sel-sel T memori.
FASE ELITISASI
Pada fase elitisasi, sel T memori yang sudah ada karena sensitisasi yang sebelumnya,
akan melakukan respons terhadap pajanan berikutnya. Pada respons ini, sel T akan
mengeluarkan berbagai sitokin yang yang merangsang sel Mast untuk berdegranulasi,
mengeluarkan prostaglandin dan leukotrien yang menyebabkan peradangan.
Tingkat keparahan dari Dermatitis Kontak Alergika tergantung dari konsentrasi dan
lama dari pajanan,dimana pajanan berulang dari allergen dapat menyebabkan disrupsi
barier epidermal dan menyebabkan kehilangan cairan transepidermal.
Penatalaksanaan
Pada pasien ini, dermatitis kontak alergi yang diderita masih berada pada fase akut. Hal
tersebut menandakan keadaan lokasi dermatitis masih membasah, di mana masih
terdapat eritema, vesikel, erosi, dan eksudasi. Penatalaksanaan yang dianjurkan juga
harus disesuaikan dengan keadaan akut ini, antara lain yaitu dengan memberikan
kompres NaCl fisiologis dengan kasa di bagian axilla pasien sampai lukanya kering,
serta berguna untuk meredakan rasa gatal. Pemberian salep topikal pada fase akut tidak
danjurkan karena justru akan menghambat proses pengeringan lesi. Untuk pengobatan
sistemik dapat diberikan kortikosteroid oral (prednison 30mg/hari) atau antihistamin
oral untuk mengurangi gejala kelainan kulit yang diderita.
14
Untuk mengatasi infeksi sekunder yang terjadi pada pasien ini, dapat dengan
memberikan antibiotika oral supaya infeksi dapat berkurang.
Selain itu edukasi pada pasien ini sangat perlu ditekankan sebagai upaya preventif agar
tidak terulang kembali kontak dengan alergen penyebab alergi.
Komplikasi
Infeksi sekunder berupa pustul
Dermatitis kontak alergika seharunya tidak didapat efloresensi beruba pustul. Kejadian
ini kemungkinan dikarenakan garukan sehingga menimbulkan erosi, eksudasi, maupun
excoriasi.Mikroorganisme seperti bakteri kemudian dapat masuk dan menginfeksi kulit
sehingga terbentuklah pustul.
Prognosis
Ad vitam : bonam
Penyakit dermatitis kontak alergi tidak mengancam kehidupan pasien, terutama
bila alergen penyebab dapat disingkirkan dan pengobatan yang diberikan tepat dan
efektif.
Ad sanationam : dubia ad bonam
Kekambuhan penyakit dermatitis kontak alergi sangat bergantung pada terulangnya
kontak dengan bahan alergen. Dapat kembali kambuh apabila penderita kembali
melakukan kontak dengan alergen. Oleh karena itu edukasi sangat diperlukan pada
kasus ini.
Ad fungsionam : bonam
15
Fungsi kulit yang terkena dermatitis kontak alergi dapat pulih kembali setelah
penyakit sembuh, dengan pengobatan yang tepat tentunya.
Ad kosmetikum : dubia ad bonam
Karena pada pasien ini terdapat lesi ekskorasio, menandakan bahwa kedalaman
luka sampai ke pars papilare di dermis, dikhawatirkan pada saat lesi tersebut
sembuh dapat meninggalkan bekas ataupun jaringan parut.
16
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI KULIT
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan
hidup manusia.luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kirakira 15 % berat badan.
Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan
kehidupan.
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu :
1. Lapisan epidermis atau kutikel
Terdiri atas stratum korneum, stratum
lusidum, stratum granulosum, stratum
spinosum, dan stratum basale.
2. Lapisan dermis
Lapisan bawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini
terdiri atas lapisan elastic dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan
folikel rambut.
Secara garis besar terdiri dari dua bagian yakni :
a. Pars papilare yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut
saraf dan pembuluh darah.
b. Pars retikulare yaitu bagian dibawahnya yang menonjol ke arah subkutan,
bagian terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen,
17
elastin, dan retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas cairan kental asam
hialuronat dan kondroitin sulfat, di bagian ini terdapat pula fibroblast.
3. Lapisan subkutis
Adalah kelanjutan dermis, terdiri atas
jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak
didalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel
bulat, besar, dengan inti terdesak ke
pinggir sitoplasma lemak yang bertambah.
Sel-sel ini membentuk kelompok yang
dipisahkan satu sama lainoleh trabekula
yang fibrosa. Lapisan-lapisan lemak ini disebut panikulus adipose, berfungsi
sebagai cadangan makanan.Di lapisan ini terdapat ujung-ujung syaraf tepi,
pembuluh darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama
bergantung pada lokalisasinya.
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di bagian
atas dermis (pleksus superficial) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda).
Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis,
pleksus yang di subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan anastomosis, di
bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan dengan pembuluh
darah terdapat saluran getah bening.
18
MORFOLOGI KULIT
Morfologi kulit dapat berubah pada waktu berlangsungnya penyakit. Proses tersebut
dapat merupakan akibat biasa dalam perjalanan proses patologik. Kadang-kadang
perubahan ini dapat dipengaruhi keadaan dari luar, misalnya trauma garukan dan
pengobatan yang diberikan, sehingga perubahan tersebut tidak biasa lagi. Dalam hal ini,
gambaran klinis morfologik penyakit menyimpang dari biasanya dan sulit dikenali.
Untuk mempermudah dalam pembuatan diagnosis, ruam kulit dibagi menjadi beberapa
kelompok :
A. RUAM KULIT PRIMER
1. Makula adalah efloresensi primer
yang berbatas tegas, hanya berupa
perubahan warna kulit tanpa
perubahan bentuk, seperti pada tinea
versikolor, morbus Hansen,
melanoderma, leukoderma, purpura,
petekie, ekimosis
2. Eritema adalah kemerahan pada kulit yang disebabkan pelebaran pembuluh
kapiler yang reversible.(gambar di atas yang di tunjukan dengan huruf C)
3. Papula adalah penonjolan superficial
pada permukaan kulit dengan massa zat
padat, berbatas tegas, berdiameter <
1cm.
19
4. Nodus adalah massa padat sirkumskrip, terletak di kutan atau subkutan, dapat
menonjol. (jika diameter < 1 cm disebut nodulus).
5. Vesikula adalah gelembung yang berisi cairan
serum, beratap, mempunyai dasar dengan
diameter < 1 cm misalnya pada varisela,
herpes zoster.
6. Bula adalah vesikel dengan diameter > 1 cm, misal pada pemfigus, luka bakar.
Jika vesikel/bula berisi darah disebut
vesikel/bula hemaragik . Jika bula berisi nanah
disebut bula purulen.
7. Pustula adalah vesikel berisi nanah, seperti
pada variola, varisela, psoriasis pustulosa.
8. Urtika adalah penonjolan di atas kulit akibat
edema setempat dan dapat hilang perlahan-
lahan, misalnya pada dermatitis medikamentosa
dan gigitan serangga.
9. Tumor adalah penonjolan di atas
permukaan kulit berdasarkan
pertumbuhan sel atau jaringan tubuh.
10. Kista adalah penonjolan di atas permukaan kulit berupa kantong yang berisi
cairan serosa atau padat atau setengah padat, seperti pada kista epidermoid.
11. Plak (plaque) adalah peninggian di atas permukaan kulit, permukaannya rata
dan berisi zat padat (biasanya infiltrate), diameternya 2 cm atau lebih. Contonya
papul yang melebar atau papulpapul yang berkonfluensi pada psoriasis.
20
12. Abses adalah kumpulan nanah dalam jaringan / dalam kutis atau subkutis.
B. RUAM KULIT SEKUNDER
1. Skuama adalah pelepasan lapisan tanduk dari permukaan kulit. Dapat berupa
sisik halus (TV), sedang (dermatitis), atau kasar (psoriasis). Skuma dapat
berwarna putih (psoriasis), cokelat (TV), atau seperti sisik ikan (iktiosis).
2. Krusta adalah onggokan cairan darah, kotoran, nanah, dan obat yang sudah
mengering diatas permukaan kulit,
misalnya pada impetigo krustosa,
dermatitis kontak. Krusta dapat berwarna
hitam (pada jaringan nekrosis), merah
(asal darah), atau cokelat (asal darah,
nanah, serum).
3. Erosi adalah kelainan kulit yang disebabkan
oleh kehilangan jaringan yang tidak melampui
stratum basal.
4. Ekskoriasi adalah kerusakan kulit sampai
ujung stratum papilaris sehingga kulit tampak
merah disertai bintik-bintik perdarahan. Ditemukan pada dermatitis kontak dan
ektima.
5. Ulkus adalah kerusakan kulit (epidermis dan dermis) yang memiliki dasar,
dinding, tepi dan isi. Misal ulkus tropikum, ulkus durum.
6. Rhagaden adalah belahan-belahan kulit dengan dasar yang sangat kecil/dalam
misal pada keratoskisis, keratodermia.
7. Parut (sikatriks) adalah jaringan ikat yang
menggantikan epidermis dan dermis yang
21
sudah hilang. Jaringan ikat ii dapat cekung dari kulit sekitarnya (sikatriks
atrofi), dapat
lebih menonjol (sikatriks hipertrofi), dan dapat normal (eutrofi/luka sayat).
Sikatriks tampak licin, garis kulit dan adneksa hilang.
8. Keloid adalah hipertrofi yang pertumbuhannya melampaui batas.
9. Abses adalah efloresensi sekunder berupa kantong berisi nanah di dalam
jaringan. Misalnya abses bartholini dan abses banal.
10. Likenifikasi adalah penebalan kulit sehingga garis-garis lipatan/relief kulit
tampak lebih jelas, seperti pada prurigo, neurodermatitis.
11. Guma adalah efloresensi sekunder berupa kerusakan kulit yang destruktif,
kronik, dengan penyebaran pertiginosa. Misal pasa sifilis gumosa.
12. Hiperpigmentasi adalah penimbunan pigmen berlebihan sehingga kulit tampak
lebih hitam dari sekitarnya. Misal pada melasma, dan pasca inflamasi.
13. Hipopigmentasi adalah kelainan yang menyebabkan kulit menjadi lebih putih
dari sekitarnya, misalnya pada skleroderma dan vitiligo.
C. RUAM KULIT KHUSUS
1. Kanalikuli adalah ruam kulit berupa saluran-saluran pad stratum korneum,
yang timbul sejajar denga permukaan kulit, seperti yang terdapat pada skabies.
2. Milia (White head) adalah penonjolan di atas permukaan kulit yang berwarna
putih, yang ditimbulkan oleh penyumbatan saluran kelenjar sebasea, seperti
pada akne sistika.
3. Komedo (=Black head) adalah ruam kulit berupa bintik-bintik hitam yang
timbul akibat proses oksidasi udara terhadap sekresi kelenjar sebasea
dipermukaan kulit, seperti agne.
22
4. Eksantema adalah ruam permukaan kulit yang timbul serentak dalam waktu
singkat dan
tidak berlangsung lama, biasanya didahului demam, seperti pada demam
berdarah.
5. Roseola ialah eksantema lentikuler berwarna merah tembaga seperti pada sifilis
dan frambusia.
6. Purpura yaitu perdarahan di dalam/di bawah kulit yang tampak medikamentosa
7. Lesi target. Terdiri dari 3 zona yang berbentuk lingkaran, lingkaran pertama
mengandung purpura atau vesikel di bagian tengah yang dikelilingi oleh
lingkaran pucat (lingkaran kedua), lingkaran ketiga adalah lingkaran eritema.
Lesi target biasanya dijumpai di telapak tangan penderita eritema multiforme
(gambaran seperti mata sapi).
8. Teleangiektasi adalah pelebaran pembuluh darah kecil superficial (kapiler,
arteriol, dan venul) yang menetap pada kulit.
9. Vegetasi adalah pertumbuhan berupa penonjolan-penonjolan bulat atau runcing
menjadi satu.
DERMATITIS KONTAK ALERGI
1. Definisi
Dermatitis merupakan epido-dermitis dengan gejala subyektif pruritus. Obyektif
tampak inflamasi eritema, vesikulsi, eksudasi dan pembentukan sisik. Tanda-tanda
23
polimorfi tersebut tidak selalu timbul pda saat yang sama. Penyakit bertendensi resisif
dan menjadi kronis.
Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis atau peradangan kulit yang
timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitasi. Dermatitis kontak alergi
merupakan dermatitis kontak karena sensitasi alergi terhadap substansi yang beraneka
ragam yang menyebabakan reaksi peradangan pada kulit bagi mereka yang mengalami
hipersensivitas terhadap alergen sebagai suatu akibat dari pajanan sebelumnya.
2. Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergi adalah alergen, paling sering berupa bahan
kimia dengan berat kurang dari 500-1000 dalton, yang juga disebut bahan kimia
sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat
pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit.
Dermatitis kontak alergik terjadi bila alergen atau senyawa sejenis menyebabkan
reaksi hipersensitvitas tipe lambat pada paparan berulang. Dermatitis ini biasnaya
timbul sebagai dermatitis vesikuler akut dalam beberapa jam sampai 72 jam setelah
kontak. Perjalanan penyakit memuncak pada 7 sampai 10 hari, dan sembuh dalam 2
hari bila tidak terjadi paparan ulang.
3. Patogenesis
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah
mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune
respons) atau reaksi tipe IV. Reaksi hipersensititas di kullit timbulnya lambat (delayed
hipersensivitas), umumnya dalam waktu 24 jam setelah terpajan dengan alergen.
24
Sebelum seseorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik, terlebih
dahulu mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya. Perubahan ini terjadi
karena adanya kontak dengan bahan kimia sederhana yang disebut hapten yang terikat
dengan protein, membentuk antigen lengkap. Antigen ini ditangkap dan diproses oleh
makrofag dan sel langerhans, selanjutnya dipresentasekan oleh sel T. Setelah kontak
dengan antigen yang telah diproses ini, sel T menuju ke kelenjar getah bening regional
untuk berdiferensisi dan berploriferasi membentuk sel T efektor yang tersensitisasi
secara spesifik dan sel memori. Sel-sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi ke
seluruh tubuh, juga sistem limfoid, sehingga menyebabkab keadaan sensitivitas yang
sama di seluruh kulit tubuh. Fase saat kontak pertama sampai kulit menjdi sensitif
disebut fase induksi tau fase sensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3
minggu. Pada umumnya reaksi sensitisasi ini dipengaruhi oleh derajat kepekaan
individu, sifat sensitisasi alergen (sensitizer), jumlah alergen, dan konsentrasi.
Sensitizer kuat mempunyai fase yang lebih pendek, sebaliknya sensitizer lemah seperti
bahan-bahan yang dijumpai pada kehidupan sehari-hari pada umumnya kelainan kulit
pertama muncul setelah lama kontak dengan bahan tersebut, bisa bulanan atau tahunan.
Sedangkan periode saat terjadinya pajanan ulang dengan alergen yang sama atau serupa
sampai timbulnya gejala klinis disebut fase elisitasi umumnya berlangsung antara 24-48
jam(Djuanda, Adhi. 2004)
4. Gejala
Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis. Pada yang akut dimulai
dengan bercak eritema berbatas tegas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel
atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi(basah). Pada
yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur,
25
batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedaknn dengan dermatitis kontak iritan
kronis; mungkin penyebabnya juga campuran.
Gejala yang umum dirasakan penderita adalah pruritus yang umumnya konstan
dan seringkali hebat (sangat gatal). DKA biasanya ditandai dengan adanya lesi
eksematosa berupa eritema, udem, vesikula dan terbentuknya papulovesikula;
gambaran ini menunjukkan aktivitas tingkat selular. Vesikel-vesikel timbul karena
terjadinya spongiosis dan jika pecah akan mengeluarkan cairan yang mengakibatkan
lesi menjadi basah. Mula-mula lesi hanya terbatas pada tempat kontak dengan alergen,
sehingga corak dan distribusinya sering dapat menunjukkan kausanya,misalnya: mereka
yang terkena kulit kepalanya dapat curiga dengan shampo atau cat rambut yang
dipakainya. Mereka yang terkena wajahnya dapat curiga dengan cream, sabun, bedak
dan berbagai jenis kosmetik lainnya yang mereka pakai. Pada kasus yang hebat,
dermatitis menyebar luas ke seluruh tubuh.
5. Diagnosis
Diagnosis didasarakan pada hasil diagnosis yang cermat dan pemeriksan klinis
yang teliti.Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit
yang ditemukan. Misalnya ada kelainan kulit berupa lesi numularis disekitar umbilikus
berupa hiperpigmentasi, likenifiksi, dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan
apakah penderita memeakai kancing celana atau kepala ikat pinggan yang terbuat dari
logam(nikel). Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi,
obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang
diketahui dapat menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, serta penyakit
kulit pada keluarganya (misalnya dermatitis atopik, psoriasis).
26
Pemeriksaan fisis sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi dan pola
kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemugnkinan penyebabnya. Misalnya, di
ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh
sepatu. Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk melihat
kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen.
Diagnosis didasarkan pada riwayat paparan terhadap suatu alergen atau senyawa
yang berhubungan, lesi yang gatal, pola distribusi yang mengisyaratkan dermatitits
kontak. Anamnesis harus terpusat kepada sekitar paparan tehadap alergen yang umum.
Untuk mengidentifikasi agen penyebab mungkin diperlukan kerja mirip detektif yang
baik.
6. Diagnosis Banding
Kelainan kulit dermatitis kontak alergik sering tidak menunjukkan gambaran
morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik, dermtitis numularis,
dermtitis seboroik, atau psoriris. Diagnosis banding yang utama ialah dengan
dermatitits kontak iritan. Dalam keadaan ini pemeriksn uji tempel perlu
dipertimbangkan untuk menentukan apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi.
7. Pengobatan
Hal yang perlu diperhatikan pada dermatitis kontak adalah upaya pencegahn
terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan kelainan kulit
yang timbul. Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi
peradangan pada dermtitis kontak alergik akut yang ditandai dengan eritema, edema.
Bula atau vesikel, serta ekskluatif, misalnya predinson 30 mg/hari. Umumnya kelainan
27
kulit akan mereda setelah beberapa hari. Kelainan kulitnya cukup dikompres dengan
larutan garam faal.
8. Pemeriksaan Pembantu
Adapun pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain:
a. Pemeriksaan eosinofil darah tepi
b. Pemeriksaan immunoglobulin E
1). Uji tempel (patch test)
Untuk melakukan uji tempel diperlukan antigen, biasanya antigen standart buatan
pabrik. Adakalanya tes dilakukan dengan antigen bukan standart, dapat berupa
bahan kimia murni, atau lebih sering bahan campuran yang berasal dari rumah,
lingkungan kerja atau tempat rekreasi. Antigen tersebut dibiarkan menempel pada
kulit sekurang-kurangnya 48 jam.
Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel:
1. Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan akut atau
berat dapat terjadi reaksi ‘angry back’ atau ‘excited skin’, reaksi positif palsu,
dapat juga menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya makin memburuk.
2. Tes dilakukan sekurang-kurangnya 1 minggu setelah pemakaian kortikosteroid
sistemik dihentikan, sebab dapat menghasilkan reaksi negative palsu.
3. Uji tempel dibuka setelah 2 hari, kemudian dibaca; pembacaan kedua dilakukan
pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.
4. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel menjadi
longgar, karena memberikan hasil negative palsu.
5. Uji tempel dengan bahan standart jangan dilakukan terhadap penderita yang
mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan (immediate uticarial type), karena
28
dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis.
Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas. Pembacaan pertama
dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang diuji telah
menghilang atau minimal. Hasilnya dicatat sebagai berikut:
1 = reaksi lemah (nonvesikular) : eritema, infiltrate, papul (+)
2 = reaksi kuat: edema atau vesikel (++)
3 = reaksi sangat kuat (ekstrim): bula atau ulkus (+++)
4 = meragukan: hanya macula eritematosa
5 = iritasi: seperti terbakar, pustule, atau purpura (IR)
6 = reaksi negative (-)
7 = excited skin
8 = tidak dites (NT = not tested)
Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai 1 minggu setelah aplikasi, biasanya 72 atau
96 jam setelah aplikasi. Pembacaan kedua ini penting untuk membantu membedakan
antara respons alergik atau iritasi, dan juga mengidentifikasi lebih banyak lagi respons
positif alergen.
Interpretasi dilakukan setelah pembacaan kedua. Respon alergik biasanya menjadi lebih
jelas antara pembacaan kesatu dan kedua, berawal dari +/- ke + atau ++ bahkan ke +++
(reaksi tipe crescendo), sedangkan respons iritan cenderung menurun (reaksi tipe
decrescendo).
9. Prognosis
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaknya
dapat didingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila bersamaan dengan
29
dermatitisoleh faktor endogen
KESIMPULAN
Pada kasus ini pasien terkena dermatitis kontak alergika ditambah infeksi
sekunder. Hal ini ditandai dengan adanya gatal dan kemerahan diketiak kiri dan kanan
pasien. Dimana salah satu ciri dermatitis kontak alergika adalah inflamasi eritama dan
pruritus. Hal ini diperkirakan karena pasien alergen terhadap zat kimia dari bedak
kocok. Sedangkan infeksi sekundernya kemungkinan besar karena garukan dari pasien
yang memicu terjadinya pustul. Karena dermatitis kontak alergika akan menyebabkan
gatal yang biasanya pasien akan menggaruk-garuk daerah yang terinfeksi tanpa dia
sadari.
Untuk mencegah semakin memburuknya alergi, kita bisa mengedukasi pasien
dengan menganjurkan jangan menggaruk daerah yang terinfeksi serta menghentikan
pemakaian bedak bb ataupun bedak kocok untuk sementara waktu. Selain itu kita bisa
memberikan obat-obat atopik, atau obat lainnya seperti yang sudah dijelaskan di bab
sebelumnya.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Silbernagl S, Lang F. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta:EGC;2007.
2. Budimulja U. Morfologi dan Cara Membuat Diagnosis. In Djuanda A, Hamzah M,
Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th Edition. Jakarta:FKUI;2010. p 35-42.
3. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th Edition.
Jakarta:FKUI;2010. p 59; 132-5; 142-9; 334.
4. Hogan DJ. Allergic Contact Dermatitis. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/1049216-overview
5. Abbas AK, Licthman AH. Basic Imunnology: Fumctions and Disorder of the Immune
System. 3rd edition. Philadelphia: Saunders. 2009. p 217-9.
6. Helbert M. Flesh and Bones of Immunology. Spain: Mosby; 2006. p 74-5.
31