makalah dan askep cedera kepala

Upload: bagus

Post on 13-Oct-2015

65 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

kep

TRANSCRIPT

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN CEDERA KEPALA

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Health Alteration IOleh 1. Distra Famia C(12.1109)2. Kurnia Kartika Ajie3. Rizky Dwi Cahya

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATANAKADEMI KEPERAWATAN PROVINSI JAWA TENGAHUNGARAN2013

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang Banyak istilah yang dipakai dalam menyatakan suatu trauma atau cedera pada kepala di Indonesia. Beberapa Rumah Sakit ada yang memakai istilah cedera kepala dan cedera otak sebagai suatu diagnosis medis untuk suatu trauma pada kepala, walaupun secara harfiah kedua istilah tersebut sama karena memakai gradasi responds Glaso Coma Scale (GCS) sebagai tingkat gangguan yang terjadi akibat suatu cedera di kepala.Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan akibat trauma yang mencederai kepala, maka perawat perlu mengenal neuruanatomi, neurofisiologi, neuropatofisiologi dengan baik agar kelainan dari masalah yang dikeluhkan atau kelainan dari pengkajian fisik yang didapat bias sekomprehensif mungkin ditanggapi perawat yang melakukan asuhan pada klien dengan cedera kepala.Cedera kepala meliputi trauma kepala,tengkorak, dan otak. Secara anatomis otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit kepala, serta tulang dan tentorium atau helem yang membungkusnya. Tanpa perlindungan ini otak akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron rusak tidak dapat diperbaiki lagi. Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang.Efek-efek ini harus dihindari dan ditemukan secepatnya oleh perawat untuk menghindari rangkaian kejadian yang menimbulkan gangguan mental dan fisik, bahkan kematian. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologis yang paling serius diantara penyakit neurologis, dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya. Lebih dari setengah dari semua klien cedera kepala berat mempunyai signifikan cedera terhadap bagian tubuh lainnya. Adanya syok hipovolemik pada klien cedera kepala biasanya karena cedera pada bagian tubuh lainnya. Resiko utama klien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai responds terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intracranial.B. Rumusan Masalah1. Apa pengertian dari cedera kepala ?2. Apa saja jenis cedera kepala ?3. Bagaimana pemeriksaaan diagnosis dan penunjang dalam kasus cedera kepala?C. Tujuan Penulisan1. Memberi informasi tentang pengertian dari cedera kepala2. Memberi informasi jenis-jenis dari cedera kepala3. Memberi informasi pemeriksaan diagnosis dan penunjang kasus cedera kepala

BAB IICEDERA KEPALA

A. PengertianTrauma atau cidera kepala juga dikenal sebagai cidera otak adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik, trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansi alba, iskemia dan pengaruh massa karena hemoragik, serta edema serebral disekitar jaringan otak. Menjadi 3 gradasi, yaitu:1. Cedera kepala Ringan / cedera otak ringan bila GCS 13-152. Cedera kepala sedang / cedera otak sedang, bila GCS 9-123. Cedera kepala berat / cedera otak berat, bila GCS kurang atau sama dengan 8.Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.B. Tipe trauma kepala:1. Cedera kulit kepalaLuka pada kulit kepala merupakan tempat masuknya kuman yang dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi atau avulsi2. Fraktur tengkorakFraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak yang disebabkan oleh trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Adanya fraktur tengkorak dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak dapat terbuka dan tertutup. Pada fraktur tengkorak terbuka terjadi kerusakan pada durameter sedangkan pada fraktur tertutup keadaan durameter tidak rusak.Gejala-gejala yang timbul bergantung pada jumlah dan distribusi cedera otak. Nyeri yang menetap atau setempat, biasanya menunjukkan adanya fraktur. Fraktur kubah kranial menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur, sehingga penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan foto tengkorak. Fraktur dasar tangkorak cenderung melintas sinus paranasal pada tulang frontal atau lokasi tengah telinga ditulang temporal, pendarahan sering terjadi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di konjungtiva. Fraktur dasar tengkorak dapat dicurigai ketika cairan serebrospinal (CSS) keluar dari telinga . keluarnya CSS merupakan masalah serius karena dapat menyebabkan infeksi seperti meningitis, jika organisme masuk ke dalam basis kranii melalui hidung, telinga atau sinus melalui robekan durameter. Laserasi atau kontusio otak ditunjukkan oleh CSS yang mengandung darah.3. Cedera OtakPertimbangan penting pada cedera otak manapun adalah apakah otak telah atau tidak mengalami cedera. Cedera minor dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna. Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajad tertentu yang bermakna. Sel-sel otak membutuhkan suplai darah terus-menerus untuk memperoleh nutrisi. Kerusakan otak berifat irreversible (permanen dan tidak dapat pulih). Sel-sel otak yang mati diakibatkan karena aliran darah berhenti mengalir hanya beberapa menit saja dan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi. Cedera otak serius dapat terjadi, dengan atau tanpa fraktur tengkorak, setellah pukulan atau cedera pada kepala yang dapat menimbulkan kontusio, laserasi, dan perdarahan (hemoragik) otak.4. Komosio serebri (cedera kepala ringan)Komosio (commotio) umumnya meliputi suatu periode tidak sadar yang berakhir selama beberapa detik sampai beberapa menit. Keadaan komosio ditunjukkan dengan gejala pusing atau berkunang-kunang dan terjadi kehilangan kesadaran penuh sesaat. Jika jaringan otak di lobus frontal terkena, klien akan berperilaku sedikit aneh, sementara jika lobus temporal yang terkena maka akan menimbulkan amnesia atau disorientasi.Penatalaksanaan meliputi kegiatan mngobservasi klien terhadap adanya pusing, sakit kepala, peningkatan kepekaan terhadap rangsang, dan cemas; memberikan informasi , penjelasan dan dukungan terhadap klien tentang dampak pascakomosio; melakuukan perawatan selama 24 jam sebelum klien dipulangkan; memberitahukan klien atau keluarga untuk segera membawa klien kembali ke rumah sakit apabila ditemukan tanda-tanda sukar bangun, sukar bicata, konvulsi (kejang), sakit kepala berat, muntah, dan kelemahan pada salah satu sisi tubuh; menganjurkan klien untuk melakukan kegiatan normal secara perlahan dan bertahap.5. Kontusio srebri (cedera kepala berat) Kontusio serebri merupakan cedera kepala berat dimana otak mengalami memar dengan memungkinkan adanya daerah yang mengalami perdarahan. Klien pada periode tidak sadarkan diri, terbaring kehilangan gerakan, denyut nadi lemah, pernapasan dangkal, kulit dingin dan pucat. Sering terjadi defekasi dan berkemih yang tidak disadari. Tekanan darah suhu subnormal, dan gambaran sama dengan syok. Umumnya individu yang mengalami cedera luas mengalami fungsi motorik abnormal, gerakan mata abnormal, dan peningkatan TIK yang merupakan prognosis buruk. 6. Hemoragik intrakranialPenggumpalan darah (hematoma) yang terjadi didalam kubah kranial adalah akibat yang paling serius dari hemoragik cedera kepala. Penimbuhan darah pada rongga epidural, subdural atau intraserebral, bergantung pada lokasinya. Tanda dan gejala dari iskemik serebral yang diakibatkan oleh kompresi karena hematoma bervariasi dan bergantung ada kecepatan dimana daerah vital pada otak terganggu. Umumnya, hematoma kecil yang berbentuk dengan cepat akan menjadi fatal sedangkan hematoma yang berbentuk secra lambat akan memungkinkan klien untuk beradaptasi. 7. Hematoma Epidural (hematoma ekstradural atu hemoragik / EDH)Epidural hematoma adalah hematoma yang terletak antara durameter dan tulang, biasanya sumber perdarahannya adalah sobeknya arteri meningica media (paling sering), vena diploica (oleh karena adanya fraktur kalvaria), vena emmisaria, sinus venosus duralis.Setelah cedera kepala, darah berkumpul didalam ruang epidural (ekstradural) diantara tengkorak dan durameter. Keadaaan ini sering diakibatkan karena terjadi fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri meningeal tengah putus atau rusak (laserasi) dan terjadi hemoragik sehingga menyebabkan penekanan pada otak.Gejala klinis yang timbul akibat perluasan hematoma cukup luas. Biasanya terlihat adanya kehilangan kesadaran sebentar pada saat cedera, diikuti denga pemulihan yang nyata secara perlahan-lahan (interval yang jelas). Hal ini penting untuk diperhatikan, walaupun interval nyata merupakan karakteristik dari hematoma epidural, hal ini tidak terjadi pada kira-kira 15% dari klien yang mengalami lesi tersebut. Selama interval tertentu, kompensasi terhadap hematoma luas terjadi melalui absorbi cepat CSS dan penurunan volume intravaskular, yang mempertahankan TIK normal. Ketika mekanisme ini tidak dapat menompensasi lagi, bahkan peningkatan kecil sekalipun dalam volume bekuan darah menimbulkan peningkatan TIK yang nyata. Kemudian, sering secara tiba-tiba, tanda kompensasi timbul dan klien menunjukan penurunan status kesehatan dengan cepat.Pada pemeriksaan CT scan didapatkan gambaran arean hiperdens dengan bentuk bikonveks antara 2 sutura, gambaran adanya perdarahan volumenya lebih dari 20 cc atau lebih tebal dari 1 cm atau dengan pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm.8. Hematoma SubduralHematoma subdural adalah penggumpalan darah pada ruang diantara durameter dan dasar otak, yang pada keadaan normal diisi oleh cairan. Hematoma subdural paling sering disebabkan karena trauma, tetapi dapat juga terjadi karena kecenderungan perdarahan yang serius dan aneurisma. Hematoma subdural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat dari putusnya pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural.Hematoma subdural dapat terjadi akut, subakut atau kronis, bergantung pada ukuran pembuluh darah yang terkena dan jumlah perdarahan yang terjadi. Hematoma subdural akut dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kontusio dan laserasi. Hematoma subdural subakut adalah sekuel dari kontusio sedikit berat dan dicurigai pada klien dengan kegagalan untuk meningkatkan kesadaran setelah trauma kepala. Hematoma subdural kronik tampaknya dapat terjadi karena cedera kepala minor dan terlihat paling sering pada lansia.9. Hemoragik intraserebral dan hematomaHemoragik intraserebral adalah perdarahan ke dalam substansia otak. Hemoragik ini biasanya terjadi pada cedera kepala dimana tekanan mendesak ke kepala sampai daerah kecil hemoragik ini didalam otak mungkin juga diakibatkan oleh hipertensi sistemik yang menyebabkan degenerasi dan ruptur pembuluh darah, ruptur kantong sneurisma, anomali vaskular, tumor intrakranial, penyebab sistemik termasuk gangguan perdarahan seperti leukimia, hemofilia, anemia aplastik, dan trombositopenia, dan komplikasi terapi antikoagulan.C. Manifestasi KlinisManifestasi klinis yang timbul dapat berupa ganguan kesadaran, konfusi, abnormalitas pupil, serangan (onset) tiba-tiba berupa deposit neorologis, perubahan tanda vital, ganguan penglihatan, disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo(pusing), ganguan pergerakan, kejang, dan syok akibat cidera multi system.D. PatofisiologiPatofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer dan proses sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan dengan suatu trauma yang relative baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian besar daerah otak. Walaupun kontusio dan laserasi yang terjadi pada permukaan otak, terutama pada kutub temporal dan permukaan orbital dari lobus frontalis, memberikan tanda-tanda jelas tetapi selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas akson difus pada substasi alba subkortex adalah penyebab utama kehilangan kesadaran berkepanjangan, gangguan respon motorik dan pemulihan yang tidak komplit yang merupakan penanda pasien yang menderita cedera kepala traumatik berat.1. Proses PrimerProses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer biasanya fokal (perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus). Proses ini adalah kerusakan otak tahap awal yang diakibatkan oleh benturan mekanik pada kepala, derajat kerusakan tergantung pada kuat dan arah benturan, kondisi kepala yang bergerak diam, percepatan dan perlambatan gerak kepala. Proses primer menyebabkan fraktur tengkorak, perdarahan segera intrakranial, robekan regangan serabut saraf dan kematian langsung pada daerah yang terkena.2. Proses SekunderKerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul kerusakan primer. Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari intrakranial. Dari berbagai gangguan sistemik, hipoksia(kekurangan o2 dlm jaringan) dan hipotensi merupakan gangguan yang paling berarti. Hipotensi menurunnya tekanan perfusi otak sehingga mengakibatkan terjadinya iskemi(defisiensi darah suatu bagian) dan infark otak. Perluasan kerusakan jaringan otak sekunder disebabkan berbagai faktor seperti kerusakan sawar darah otak, gangguan aliran darah otak metabolisme otak, gangguan hormonal, pengeluaran bahan-bahan neurotrasmiter dan radikal bebas. Trauma saraf proses primer atau sekunder akan menimbulkan gejala-gejala neurologis yang tergantung lokasi kerusakan.Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang lobus frontalis akan mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. Gejala-gejala kerusakan lobus-lobus lainnya baru akan ditemui setelah penderita sadar. Pada kerusakan lobus oksipital akan dujumpai ganguan sensibilitas kulit pada sisi yang berlawanan. Pada lobus frontalis mengakibatkan timbulnya seperti dijumpai pada epilepsi lobus temporalis.Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala disebabkan adanya kerusakan di daerah hipotalamus. Kerusakan dibagian depan hipotalamus akan terjadi hepertermi. Lesi di regio optika berakibat timbulnya edema paru karena kontraksi sistem vena. Retensi air, natrium dan klor yang terjadi pada hari pertama setelah trauma tampaknya disebabkan oleh terlepasnya hormon ADH dari daerah belakang hipotalamus yang berhubungan dengan hipofisis. Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan melalui urine dalam jumlah berlebihan sehingga keseimbangannya menjadi negatif. Hiperglikemi dan glikosuria yang timbul juga disebabkan keadaan perangsangan pusat-pusat yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat didalam batang otak.Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan atau sekunder akibat fleksi atau torsi akut pada sambungan serviks medulla, karena kerusakan pembuluh darah atau karena penekanan oleh herniasi unkus.Gejala-gejala yang dapat timbul ialah fleksiditas umum yang terjadi pada lesi tranversal dibawah nukleus nervus statoakustikus, regiditas deserebrasi pada lesi tranversal setinggi nukleus rubber, lengan dan tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam fleksi pada siku terjadi bila hubungan batang otak dengan korteks serebri terputus.E. PathwayF. Pemeriksaan Diagnostik dan Penunjang1. CT scan ( dengan/tanpa kontras)Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.2. MRI Digunakan sama dengan CT scan dengan/tanpa kontras radio aktif 3. Cerebral angiografiMenunjukan anomaly sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan, dan trauma.4. Serial EEGDapat melihat perkembangan gelombang patologis5. Sinar XMendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan/edema) fragmen tulang6. BAERMengeroksi batas fungsi korteks dan otak kecil 7. PETMendeteksi perubahan aktifititas metabolism otak8. CSSLumbal fungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid9. Kadar elektrolitUntuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan intracranial10. Screen toxicologyUntuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran 11. Rontgen thorahk 2 arah (PA/AP dan lateral)Rontgen thorak menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural.12. Toraksentesis menyatakan darah/cairan13. Analisa gas darah (AGD/astrup)Analisa gas darah (AGD/astrup) adalah salah satu tes diaknostik untuk menentukan status status respirasi. Status respirasi dapat digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenisasi dan status asam basa

BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIANPengumpulan data klien baik subjektif maupun objektif pada gangguan sistem persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri, dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Pengkajian keperawatan cedera kepala meliputi anamnesis, riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik dan pengkajian psikososial.1. AnamnesisIdentitas klien meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia muda), jenis kelamin (banyak laki-laki), pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku/bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, no register dan diagnosis medik.Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma kepala disertai penurunan tingkat kesadaran.Riwayat penyakit saat ini. Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian dan trauma langsung ke kepala. Pengkajian yang didapat meliputi tingkat kesadaran menurun (GCS < 15), konvulsi, muntah, tachypnea, sakit kepala, wajah simetris atau tidak, lemah, luka dikepala, paralisis, akumulasi sekret pada saluran pernapasan, adanya liquor dari hidung dan telinga serta kejang. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan perubahan didalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi sesuai dengan perkembangan penyakit dapat terjado letargi, tidak responsif, dan koma.Riwayat penyakit dahulu. Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obatan adiktif, konsumsi alkohol berlebihan.Riwayat Penyakit keluarga. Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan diabetes mellitus.Pemerksaan psiko-sosio-spiritual. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respon emosi klien terhadap penykit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhya dalm kehidupan seharinya baik dalam keluarga maupun masyarakat. Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri di dapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah,dan tidak kooperatif. Cedera kepala memerlukan untuk pemeriksaan pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.2. Pemeriksaan fisika. Keadaan umumPada keadaan cedera kepala umumnya mengalami penurunan kesadaran dan terjadi perubahan pada tanda-tanda vital1) B1 (breating)Inspeksi : didapatkan klien batuk peningkatan produksi sputum sesak nafas pengguanaan otot bantu nafas, peningkatan frekuensi pernafasan. Terdapat retraksi klavikula/dada pengembangan paru tidak simetris. Ekspansi dada:dinilai penuh/tidak penuh dan kesimetrisannya. Ketidakseimetrisan mungkin menunjukkan adanya ateletaksis, lesi pada paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga, pneumothoraks, atau penempatan endotrakeal dan tube trakeostomi yang kurang tepat.Palpasi: fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan didapatkan apabila melibatkan trauma pada rongga thoraks.Perkusi: adanya suara redup sampai pekak pada keadaan melibatkan trauma pada thoraks/hematothoraks.Auskultasi: bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, stridor, ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret, dan kemempuan batuk yang menurun sering 2) B2 (Blood)Hasil pemeriksaan kardiovaskular klien cedera kepala pada beberapa keadaandapat ditemukan tekanan darah normal atau berubah, nadi bradikardi, takikardi, dan aritmia. Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan homeostasis tubuh dalam upaya menyeimbangkan kebutuhkan oksigen perifer. Nadi bradikardi merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak. Kulit kelihatan pucat menandakan adanya penurunan kadar hb dalam darah. Hipotensi menandakan adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda0tanda awal dari suatu syok. Pada beberapa keadaan lain akibat trauma kepala akan merangsang pelepasan antidiuretik hormon (ADH) yang berdampak pada kompensasi tubuh untuk melakukan retensi atau pengluaran garam dan air oleh tubulus.3) B3 (Brain)Cedera kepala menyebabkan berbagai defisit neurologis terutama disebabkan pengaruh peningkatan tekanan intrakranial akibat adanya perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma, subdural hematoma, dan epidural hematoma.Tingkat kesadaran klien dan respon terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk menilai disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan kesadaran. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien cedera kepala biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, semikomatosa, sampai koma.4) B4 (Bladder)Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah, dan karakteristik, termasuk berat jenis. Setelah cedera kepala klien mungkin mengalami inkontinensia urine karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural.5) B5 (Bowel)Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual, muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi amibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.6) B6 (Bone)Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan pada seluruh ekstremitas. Kajji warna kulit, suhu, kelembapan, dan turgor kulit. Adanya perubahan warna kulit warna kebiruan menunjukkan adanya sianosis. Pucat wajah dan membran mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya kadar hb atau syok. Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensorik atau paralisi/hemiplegia, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.B. DIAGNOSA 1. Gangguan atau kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi dan perubahan membran alveolar kapiler.Ditandai dengan :DS: klien mengatakan sulit bernapas, sesak napasDO: a. Gangguan visualb. penurunan CO2c. takikardiad. tidak dapat istirahate. somnolenf. iritabilitasg. hipoksiah. bingungi. dispneaj. perubahan warna kulit (pucat, sianosis)k. hipoksemia atau hiperkarbial. frekuensi dan irama pernapasan abnormalm. sakit kepaa saat bangun tidurn. diaforesiso. pH darah arteri abnormalp. mengorok2. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial Ditandai dengan :DS: klien / keluarga menyatakan adanya kejangDO: a. Perubahan tingkat kesadaranb. gangguan atau kehilangan memoric. defisit sensorikd. perubahan tanda vitale. perubahan pola istirahatf. retensi urineg. gangguan berkemihh. nyeri akut atau kroniki. demamj. mualk. muntah proyektill. bradikardiam. perubahan pupil (ukuran)n. pernapasan cheyne stokes dan kusmaul3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neurovaskulerDitandai denganDS: klien mengatakan kesulitan untuk bergerak dan memerlukan bantuan untuk bergerakDO: a. Kelemahanb. parestesiac. paralisisd. ketidakmampuane. kerusakan koordinasif. keterbatasan rentng gerakg. penurunan kekuatan otot4. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk menelan akibat sekunder dari penurunan tingkat kesadaran.Ditandai dengan:DS: keluarga mengatakan klien tidak sadarDO:a. Klien menunjukkan ketidakadekuatan nutrisib. terjadi penurunan BB 20% atau lebih dari berat badab idealc. konjungtiva anemisd. hemoglobin abnormale. penurunan tingkat kesadaran5. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaranDitandai dengan:DS: klien/keluaraga mengatakan sulit menelanDO:a. Batuk saat menelanb. dispneac. bingungd. deliriume. soporokomaf. komag. penurunan paCO26. Resiko mencederai diri sendiri: trauma jatuh yang berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.Ditandai denganDS: Keluarga mengatakan klien gelisahDO: a. Disorientasi waktu, orang, tempatb. Gelisahc. Letargid. Stupore. CT-scan kepala menunjukkan adanya kerusakan

C. INTERVENSI1. Diagnosa 1a. Istirahatkan klien dalam posisi semifowlerb. Pertahankan oksigenasi NRM 8-10 i/mntc. Observasi tanda vital tiap jam atau sesuai respons kliend. Kolaborasi pemeriksaan AGD2. Diagnosa 2a. Ubah posisi klien secara bertahapb. Jaga suasana tenangc. Atur posisi klien bedrestd. Kurangi cahaya ruangane. Tinggikan kepalaf. Hindari rangsangan oralg. Angkat kepala dengan hati-hatih. Awasi kecepatan tetesan cairan infusi. Berikan makanan per sonde sesuai jadwalj. Pasang pagar tempat tidurk. Hindari prosedur nonesensial yang berulangl. Pantau dan gejala peningkatan TIK dengan cara:1) Kaji respon membuka mata2) Kaji respon verbal3) Kaji respon motorikm. Kaji respon pupiln. Periksa pupil dengan sentero. Kaji perubahan tanda vitalp. Catat muntah, sakit kepala, gelisah pernapasan yang kuat, gerakan yang tidak bertujuan, dan perubahan fungsiq. Konsul dengan dokter untuk pemberian pelunak feses bila diperlukan3. Diagnosa 3a. Kaji fungsi motorik dan sensorik dengan mengobservasi setiap ekstremitas secara terpisahb. Ubah posisi klien tiap 2 jamc. Lakukan secara teratur dan letakkan telapak kaki klien dilantai saat duduk di kursid. Topang kaki saat mengubah posisie. Pada saat klien ditempat tidur letakkan bantal di ketiak diantara lengan atas dan dinding dadaf. Jaga lengan dalam posisis sedikit fleksig. Letakkan tangan dalam posisi berfungsi dengan jari-jari sedikit fleksi dan ibu jari dalam posisi berhubungan dengan abduksih. Lakukan latihan ditempat tiduri. Lakukan latihan berpindahj. Bantu klien duduk atau turun dari tempat tidurk. Gunakan kursi roda bagi klien hemiplegia4. Diagnosa 4a. Kaji kebiasaan makan klienb. Catat jumlah makanan yang dimakanc. Kolaborasi dengan tim gizi dan dokter untuk penentuan kalori\5. Diagnosa 5a. Kaji tanda aspirasi seperti demam, bunyi crackles, bunyi ronkhi, bingung, penurunan paO2 pada AGDb. Kaji perubahan warna kulit seperti sianosis, pucat6. Diagnosa 6a. Pasang pagar tempat tidurb. Lindungi klien dari cedera dengan menggunakan bantalan pada pagar tempat tidur dan bungkus tangan klien dengan kaos tanganc. Hindari pemakaian opioidd. Lumasi kulit klien dengan minyak pelembape. Meminimalkan lingkungan dengan mempertahankan ruangan tenangf. Memberikan cahaya yang adekuat.

Daftar Pustaka

Batticaca Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan SistemPersarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan klien dengan Gangguan Sistempersarafan. Jakarta: Salemba medika.Pierce A. Grace & Neil R. Borley. 2006. Ilmu Bedah. Jakarta : Erlanggahttp://buddifarma.blogspot.com/2013/03/askep-cedera-kepala.html