makalah ciri-ciri tes
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kegiatan penilaian saat ini nampak berkembang dengan pesat
terutama sejak terbit dan berlakunya kurikulum tahun 1975. Buku kurikulum
1975 sedah dilngkapi dengan buku pedoman penilaian. Sebagai petunjuk
pelaksanaan yang bersifat teknis, buku tersebut sudah cukup memberikan
arah yang jelas.
Salah satu teknik penilaian yang digunakan yang digunakan untuk
menilai kemampuan belajar anak adalah dengan tes. Agar tes yang disusun itu
dapat kita harapkan sesuai dengan prinsipnya, maka dalam menyusun soal tes
harus benar-benar memenuhi beberapa kriteria. Sehingga tes itu benar-benar
menilai secara tepat, sesuai dengan keadaan anak yang kita nilai.
Kadang-kadang tes yang dipergunakan tidak benar-benar mengukur
apa yang mau diukur, hasil pengukuran tidak cukup mantap, tidak ada
patokan interpretasi yang cukup tegas tentang benar tidaknya suatu jawaban,
dan kadang tes itu tidak cukup mampu menunjukkan perbedaan-perbedaan
kemampuan. Maka dari itu sebuah tes harus memenuhi syarat-syarat tertentu
sebagai alat pengukur, sebab memang tidak jarang kesimpulan penting ditarik
dan keputusan penting diambil berdasarkan informasi-informasi yang berhasil
diperoleh melalui penggunaan tes, Untuk itu, diperlukan karakteristik atau
syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan tes yang baik. Maka dari
itu kelompok kai menyusun makalah “Ciri-Ciri Tes Yang Baik”. Dalam
makalah ini akan berisi mengenai pengertian dari tes, syarat-syarat dari tes itu
sendiri, serta bagaimana karakteristik tes yang baik.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan tes?
2. Apa persyaratan tes ?
3. Bagamana kekurangan atau kelemahan tes?
4. Bagaimana karakteristik tes yang baik itu?
1
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan tes.
2. Untuk mengetahui dan memahami persyaratan tes .
3. Untuk mengetahui dan memahami kekurangan atau kelemahan tes.
4. Untuk mengetahui dan memahami karakteristik tes yang baik itu.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TES
Istilah tes secara bahasa diambil dari kata “testum” yaitu suatu
pengertian dalam bahasa Perancis kuno yang berarti piring untuk
menyisihkan logam mulia. Seorang ahli bernama Jamea Ms. Cattel, pada
tahun 1890 telah memperkenalkan pengertian tes ini melalui bukunya yang
berjudul “Mental Test and Measurement”. Tes dapat didefinisikan sebagai
seperangkat pertanyaan dan/atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh
informasi tentang atribut pendidikan, psikologik atau hasil belajar yang setiap
butir pertanyaan atau tugas tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang
dianggap benar.
Ada beberapa istilah yang berhubungan dengan tes. Yaitu
1. Tes merupakan alat atau prosedur untuk mengetahui atau mengukur
sesuatu dalam suasana, dengan cara dan atura-aturan yang ditentukan.
Untuk mengerjakan tes ini tergantung dari petunjuk yang diberikan
misalnya : melingkari salah satu huruf didepan jawaban, menerangkan,
mencoret jawaban yang salah, melakukan tugas atau suruhan, menjawab
secara lisan, dan sebagainya.
2. Testing merupkan saat pada waktu tes itu dilaksanakan. Dapat juga
dikatakan testing adalah saat pengambilan tes.
3. Testee (dalam istilah indonesia adalah tercoba), merupakan responden
yang sedang mengerjakan tes. Orang-orang inilah yang akan dinilai atau
diukur baik mengenai kemampuan, minat, bakat, pencapaian dan
sebagainya.
4. Tester (dalam istilah indonesia adalah pencoba), adalah orang yang
diserahi untuk melaksanakan pengambilan tes terhadap para responden.
Dengan kata lain tester adalah subjek evaluasi (tetapi adakalanya hanya
orang yang ditunjuk oleh subjek evaluasi untuk melaksanakan tugasnya).
Tugas tester antara lain :
a. Mempersiapkan ruangan dan perlengkapan yang diperlukan
3
b. Membagikan lembaran tes dan alat-alat lain untuk mengerjakan
c. Menerangkan cara mengerjakan tes
d. Mengawasi responden mengerjakan tugas
e. Memberikan tanda-tanda waktu
f. Mengumpulkan pekerjaan responden
g. Mengisi berita acara atau laporan yang diperlukan (jika ada).
Banyak ahli yang menerapkan tes diberbagai bidang salah satunya
dikenal tes binet simon (1904), dengan cara ini binet dan simon dapat
membedakan anak berdasarkan tingkat intelegensinya. Dari pekerjaan binet
dan simon inilah dikenal umur kecerdasan (mental age), umur kelender
(chronological age) dan indeks kecerdasan intelegensi kuosien atau
intellegence quotient (IQ). (Arikunto, 2009)
Adapun dalam pengertian yang lebih luas, para ahli memberikan
beberapa pengertian tentang tes, yaitu:
1. Anne Anastasi dalam karya tulisnya yang berjudul “Psychological
Testing” mengatakan bahwa tes adalah alat pengukur yang mempunyai
standar objektif, sehingga dapat digunakan secara meluas dan akurat untuk
mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu.
2. Drs. Amir Daien Indrakusuma dalam bukunya “Evaluasi Pendidikan”
mengatakan bahwa tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan
objektif untuk mengukur dan memperoleh data-data atau keterangan-
keterangan yang diinginkan tentang seseorang atau kelompok dengan cara
yang boleh dikatakan tepat dan cepat.
3. Bimo Walgito mengatakan tes adalah suatu metode atau alat untuk
mengadakan penyelidikan yang menggunakan soal-soal, pertanyaan atau
tugas-tugas dimana persoalan-persoalan atau pertanyaan-pertanyaan itu
telah dipilih dengan seksama dan telah distandardisasikan.
4. Muchtar Bukhari dalam bukunya yang berjudul “Teknik-teknik Evaluasi”
mengatakan bahwa tes adalah suatu percobaan yang diadakan untuk
mengetahui ada atau tidaknya hasil pelajaran tertentu pada seorang
individu atau kelompok.
5. Dikutip dari Webster’s Collegiate, tes adalah sederet pertanyaan atau
4
latihan yang digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan,
intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok.
B. PERSYARATAN TES
Sumber persyaratan tes dapat didasarkan atas dua hal
Pertama : menyangkut mutu tes
Kedua : menyangkut pengadministrasian dalam melaksanakan
Walaupun dalam melaksanakan tes sudah diusahakan mengikuti
aturan tentang suasana, cara dan prosedur yang telah ditentukan namun
tes itu sendiri mengandung kelemahan-kelemahan. Gilbert sax (1981),
menyebutkan kelemahan sebagai berikut:
1. Adakalanya tes (secara psikologis terpakasa) menyinggung pribadi
seseorang (walaupun tidak disengaja demikian), misalnya dalam
rumusan soal , pelaksanaan maupun pengumuna hasil.dalam kompetisi
merebut suatu kesemptan yang pemilihannya melalui tes, mau tidak
mau tentu ada pihak yang dikalahkan, dan mereka itu tentu
tersinggung hatinya.
2. Tes menimbulkan kecemasan sehingga mempengaruhi hasil belajar
yang murni. Tidak dapat dipungkiri bahwa tes akan meinmbulkan
suasana khusus yang akan mengikibatkan hal-hal yang tidak sama
antara orang yang satu dengan orang yang lain. Didalam penelitian
kirland (1971) menyimpulakn bahwa:
a. Besar kecilnya kecemasan mempengaruhi murni dan tidaknya hasil
belajar.
b. Murid yang tidak pandai memiliki tingkat kecemasan yang lebih
besar dibandingkan dengan akan yang memiliki kemampuan
tinggi.
c. Kebiasaan terhadap tipe tes dan pengedministrasiannya,
mengurangi timbulnya kecemasan dalam tes.
d. Dalam kecemasan yang tinggi , murid akan memperoleh baik jika
soalnya bersifat ingatan, tetapi akan tida baik jika soalnya pikiran.
e. Timbulnya kecemasan sejalan dengan tingkatan kelas.
5
f. Meskipun pada sekolah tingkat dasar tidak ada perbedaan
kecemasan antara anak laik-laki dan anak perempuan, tetapi
ditingkat sekolah menengah anak perempuan cenderung
mempunyai kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan anak laki-
laki.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa bagaimanapun bebasnya
suasana tes, namun tampak bahwa penampilan testee akan berbeda dengan
jika pertanyaan dilakukan tidak dalam suasana tes. Didalam tes sering
terdapat testee yang berusaha yang menutupi atau mengusir kecemasan
dengan cara: menggigit kuku, mengetuk-ngetuk meja, menggigit jari,
menggerakkan kaki dan sebagainya. Mengingat bahwa hasil tes dapat
menentukan nasib seseorang, maka guru harus sangat berjati-hati dalam
memberikan pertimbangan.
3. Tes mengategorikan siswa secara tetap
Dengan mengikuti tes pertama kadang-kadang orang lalu membedakan
cap kepada siswa terhadap kelompok atau kategorinya, missal A
termasuk pandai, sedang atau kurang. Sangat sukar bagi tester untuk
mengubah predikat tersebut jika memang sangat tidak menyolok hasil
dari tes berikutya.
4. Tes tidak mendukung kecemerlangan dan daya kreasi siswa
Dengan rumusan soal tes yang kompleks kadang-kadang siswa yang
kurang pandai hanya melihat kepada kalimat secara sepintas. Cara
seperti ini jadi menguntungkan karena waktu yang disediakan tidak
banyak habis terbuang. Siswa –siswa yang pandai, karena terlalu hati-
hati mempertimbangkan suasana kalimat, dapat terjebak pada suatu
butir tes dan mereka akan kehabisan waktu.
5. Tes hanya mengukur aspek tingkah laku yang sangat terbatas
Menuasi memiliki seperangkat sifat (traits) yang tidak semuanya dapat
diukur melalui tes. Tingkah laku sebagai cermin dari sifat-sifat
manusia adaklanya lebih cocok diketahui melalui pengalaman secara
cermat. Beberapa sifat yang lain mungkin perlu diukur dengan berbagi
instrument yang bukan tes (Arikunto,2009
6
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, suharsimi. 2009. Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta : PT bumu
aksara.
7