makalah bioremediasi

42
BIOREMEDIASI TANAH TERKONTAMINASI POLYCYCLIC AROMATIC HYDROCARBONS Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bioteknologi Lingkungan Kelompok 8 Disusun Oleh: Anissa Trisakti S (121424010) Nurul Fathatun (121424023) Ulfia Tiaravani (121424031) 2A- TKPB PROGRAM STUDI D4 TEKNIK KIMIA PRODUKSI BERSIH

Upload: desi-supiyanti

Post on 19-Dec-2015

108 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

......

TRANSCRIPT

BIOREMEDIASI TANAH TERKONTAMINASI

POLYCYCLIC AROMATIC HYDROCARBONS

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bioteknologi Lingkungan

Kelompok 8

Disusun Oleh:

Anissa Trisakti S (121424010)

Nurul Fathatun (121424023)

Ulfia Tiaravani (121424031)

2A- TKPB

PROGRAM STUDI D4 TEKNIK KIMIA PRODUKSI BERSIH

JURUSAN TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2014

ABSTRAK

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.2. Rumusan Masalah

1.3. Tujuan

1.4. Manfaat

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hidrokarbon Aromatik

Senyawa hidrokarbon merupakan senyawa karbon yang paling sederhana. Dari

namanya, senyawa hidrokarbon adalah senyawa karbon yang hanya tersusun dari atom

hidrogen dan atom karbon. Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita temui senyawa

hidrokarbon, misalnya minyak tanah, bensin, gas alam, plastik dan lain-lain. Senyawa

hidrokarbon aromatik merupakan senyawa hidrokarbon yang berbentuk siklik segi enam,

berikatan rangkap dua selang-seling, dan senyawa hidrokarbon tidak jenuh. Jumlah senyawa

hidrokarbon jenis ini paling sedikit di antara jenis lainnya. Pada umumnya, senyawa

hidrokarbon aromatik ini terdapat dalam minyak bumi yang memiliki jumlah atom C besar.

Senyawa hidrokarbon berstruktur aromatik adalah jenis hidrokarbon berantai pendek, ikatan

tak jenuh atau bercabang sedikit dan lebih sulit diuraikan oleh bakteri. Senyawa hidrokarbon

aromatik ini digunakan sebagai donor elektron secara aerobik oleh mikroorganisme seperti

bakteri dari genus Pseudomonas. Hidrokarbon aromatik terdiri dari kelompok monocyclic

aromatics (BTEX) dan polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs: naphthalene, anthracene

dan phenantherene). PAHs bersifat karsinogen atau dapat ditransformasi mikroba menjadi

senyawa karsinogen sehingga menjadi senyawa penting dalam penjagaan kualitas lingkungan

(Mangkoedihardjo 2005: 2).

2.2 Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs)

2.2.1 Pengertian PAHs

PAH merupakan senyawa yang memilki cincin benzen yang

mempunyai enam atom karbon dengan satu atom hidrogen pada setiap karbon.

Keadaan ini menyebabkan satu elektron tersisa untuk membentuk ikatan

ganda. Senyawa ini sering disebut juga sebagai senyawa hidrokarbon aromatik

karena senyawa ini memiliki aroma yang khas dan harum. PAHs adalah

senyawa lipophilic, yang lebih mudah larut dalah minyak dibanding dengan

air. Semakin besar senyawa tersebut, semakin sedikit kelarutannya dalam air

dan semakin tidak mudah menguap. Karena itu, biasanya PAHs di lingkungan

banyak ditemukan di tanah, sedimen dan unsur minyak. Selain itu, PAHs juga

merupakan komponen partikulat di udara. PAH merupakan hidrokarbon yang

mengandung lebih dari satu cincin aromatik dalam satu molekul, misalnya

phenanthrene, benzo-A-antracene, benzo-A-pyrene dan sebagainya yang

termasuk dalam bahan-bahan berbahaya karena bersifat karsinogenik. PAH

dikelompokkan menjadi dua, yaitu PAH dengan bobot molekul rendah yang

berupa senyawa dengan cincin aromatik ≤ 3 dan PAH dengan bobot molekul

tinggi yang berupa senyawa dengan cincin aromatik ¿ 3. PAH dengan bobot

molekul rendah lebih mudah didegradasi secara biologis dibandingkan PAH

dengan bobot molekul tinggi. Selain itu PAH dengan bobot molekul rendah

bersifat lebih mudah larut dan mudah menguap dibandingkan PAH dengan

bobot molekul tinggi yang bersifat hidrofobik dan memiliki daya larut rendah.

Tabel 1.1 menunjukkan beberapa jenis PAH dan bobot molekulnya:

2.2.2 Sumber PAHs

Keberadaan PAH di alam dapat berasal dari dua sumber yakni sumber

alami dan sumber antropogenik. Sumber alami meliputi kebakaran hutan dan

padang rumput, rembesan minyak bumi, gunung berapi, tumbuhan yang

berklorofil, jamur, dan bakteri. Sedangkan sumber antropogenik meliputi

minyak bumi, pembangkit tenaga listrik, insenerasi, pemanas rumah, batu

bara, karbon hitam, aspal, dan mesin-mesin pembakaran. Pada proses

antropogenik, PAH dihasilkan dari tumpahan dan pembuangan bahan-bahan

seperti creosote, tar batu bara, produk minyak bumi, dan bisa juga dihasilkan

dari pembakaran yang tidak sempurna dari karbon yang mengandung bahan

bakar seperti pada limbah industri batu bara, tembakau, lemak dan kayu. PAH

juga berasal dari bahan baku yang digunakan atau muncul pada proses

pengolahan. PAH yang relatif tinggi ditemukan oleh beberapa peneliti dalam

sedimen yang lokasinya berdekatan dengan perkotaan. PAH dapat berasal dari

air buangan, seperti buangan rumah tangga dari industri, sampah, serta dari

pembakaran bahan bakar fosil.

2.2.3 Senyawa PAHs

2.2.4 Daftar PAHs

17 senyawa PAHs yang dikeluarkan oleh Agency for Toxic Substances and

Disease Registry (ATSDR):

acenaphthene

acenaphthylene

anthracene

benz[a]anthracene

benzo[a]pyrene

benzo[e]pyrene

benzo[b]fluoranthene

benzo[ghi]perylene

benzo[j]fluoranthene

benzo[k]fluoranthene

chrysene

coronene

dibenz(a,h)anthracene

fluoranthene

fluorene

indeno(1,2,3-cd)pyrene

phenanthrene

pyrene

2.2.5 Dampak PAHs Bagi Kesehatan

Toksisitas PAH secara struktural tergantung pada isomer (PAH

dengan formula yang sama dan jumlah cincin) bervariasi dari yang tidak

beracun menjadi sangat beracun. Dengan demikian, tingkat karsinogenik

hidrokarbon aromatik polisiklik bisa kecil atau besar. Senyawa PAH, benzo

[a] pyrene, menjadi karsinogen kimia pertama yang ditemukan (dan

merupakan salah satu karsinogen banyak ditemukan dalam asap rokok). EPA

telah mengklasifikasikan tujuh senyawa PAH sebagai karsinogenik bagi

manusia yaitu antrasena benz [a], benzo [a] piren, benzo [b] fluoranthen,

benzo [k] fluoranthen, chrysene, antrasena, benzo (a, h), dan indeno (1 ,2,3-cd)

pyrene. PAH yang dikenal karena sifat karsinogenik, mutagenik dan

teratogenik adalah benz [a] antrasena dan chrysene, benzo [b] fluoranthen,

fluoranthen benzo [j], fluoranthen benzo [k], benzo [a] piren, benzo [GHI]

perylene, coronene, dibenz (a, h) antrasena (C20H14), pyrene indeno (1,2,3-

cd) (C22H12) dan ovalene. Tingginya paparan pralahir untuk PAH dikaitkan

dengan IQ yang lebih rendah dan asma anak-anak. Pusat laporan lingkungan

anak-anak kesehatan penelitian yang menunjukkan bahwa paparan polusi PAH

selama kehamilan dikaitkan dengan kelahiran dengan berat badan rendah, lahir

prematur dan cacat jantung. Darah bayi yang terpapar menunjukkan kerusakan

DNA yang telah dikaitkan dengan kanker. Tindak lanjut studi menunjukkan

tingkat yang lebih tinggi dari keterlambatan perkembangan pada usia tiga

tahun, skor rendah pada tes IQ dan masalah behaviorial lebih tinggi pada usia

enam dan delapan.

2.2.6 Pendeteksian PAHs

Sumber:http://prezi.com/49askfy36ji5/bioremediasi-tanah-terkontaminasi-

polycyclic-aromatic-hydro/

Deteksi PAH sering dilakukan dengan menggunakan kromatografi gas

spektrometer massa atau kromatografi cair dengan spektroskopi ultraviolet-

tampak atau fluoresensi, atau dengan menggunakan indikator uji strip cepat

PAH.

2.3 Bioremediasi

Bioremediasi merupakan memanfaatkan mikroorganisme dalam mendegradasi kontaminan di suatu lingkungan akibat senyawa hidrokarbon menjadi bentuk yang tidak mengandung racun. Bioremediasi awalnya merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran. Dalam proses bioremediasi, mikroba digunakan sebagai media untuk mengurangi senyawa organik dan bahan beracun yang berasal dari rumah tangga maupun limbah industri. sebagia salah satu teknik perbaikan terhadap lingkungan yang tersemar, bioremediasi dipandang sebagai metode yang murah dari segi ekonomi untuk membersihkan tanah dan air yang terkontaminasi oleh senyawa-senyawa kimia toksik atau beracun (Dwidjosaputro, 1998).

Dalam melakukan bioremediasi, diperlukan biodegradasi senyawa hidrokarbon secara berkelanjutan dan terkontrol baik. Bioremediasi senyawa hidrokarbon dapat dilakukan dengan cara penambahan nutrient (biostimulasi) atau dengan penambahan mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon secara langsung. Dalam hal ini, bakteri adalah mikroorganisme yang tepat dan umum digunakan dalam bioremediasi hidrokarbon.Bakteri dapat mendegradasi senyawa hidrokarbon dan menggunakan senyawa tersebut sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan.

Pelaksanan bioremediasi dengan menggunakan bakteri pada dasarnya membutuhkan kerja sama lebih dari satu spesies bakteri. Hal tersebut karena senawa hidrokarbon seperti minyak bumi terbentuk dari bayak gugus yang berbeda dan bakteri hanya dapat menggunakan hidrokarbon pada kisaran tertentu. Oleh karena itu, dalam memanfaatkan bakteri, diperlukannya suatu identifikasi yang tepat untuk menyesuaikan dengan kemampuannya dalam mendegradasi hidrokarbon.

2.3.1 Jenis Bioremediasi

Bioremidiasi berdasarkan lokasi terdapat 2 macam yaitu

1. Ex situ – pengolahan dilakukan di tempat lain sehingga perlu pemindahan.

2. In situ – pengolahan dilakukan di tempat pencemaran tanpa pemindahan.

Secara diagram seperti dibawah ini :

2.3.1.1 Bioremediasi Ex-Situ

Bioremediasi lahan yang tercemar senyawa organik secara ex-situ dapat dilakukan

dengan cara landfarming dan bioreactor. Landfarming merupakan salah satu teknik

bioremediasi yang dilakukan di permukaan tanah.Prosesnya memrlukan kondisi aerob,dapt

Bioremediasi

ex situ

BioreactorLandfarming

in situ

Apa adanya

Terekayasa

Bioaugmentation

Penambahan Oksigen, Nutrien

dan Bakteria

Biostimulation

Penambahan

Oksigendan

Nutrien

Penambahan Oksigen• Biovent

ing• Biospar

ging

dilakukan secara ex-situ dan in-situ. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam

melakukan teknik ini, yaitu kondisi lingkungan, sarana pelaksanaan dan biaya

Tanah tercemar untuk lokasi penerapan hendaknya memiliki konduktivitas hidrolik

sedang seperti lanau ( loam) atau lanau kelempungan ( loam clay ). Apabila diterapkan pada

tanah lempung dangan kandungan clay lebih dari 70% akan sulit dilaksanakan. Hal ini

disebabkan sifat lempung yang mudah mengeras apabila terkena air.Walaupun kegiatan

landfarming dapat dilaksanakan seacara in-situ dan ex-situ . Tetapi bial letak tanah tercemar

jauh diatas muka air (water table) maka landfarming hanya dapat dilakukan secara in-situ.

Jenis bahan pencemar juga mempengaruhi bioremediasi.Pencemar yang tersusun atas bahan

yang mempunyai penguapan rendah masih sesuai untuk ditangani secara landfarming. Bahan

pencamar yang mudah menguap tidak cocok menggunakan teknik ini karena dilakukan

secara terbuka. Sebaiknya kandungan TPH dibawah 10%. Ketersediaan lahan dan alat berat

untuk menggali juga menentukan teknik landfarming yang digunakan.KOndisi lingkungan,

iklim tempat kegiatan landfarming sanag mempengaruhi proses. Panas yang terik dapat

mengakibatkan tanah capat mengering, maka kelembaban harus selalu dijaga dengan

penyiraman. Sebaiknya pada musim hujan, tanah jenuh air, sehinggga menghambat

biodegradasi pencemar karena aerasi terhambat

Gambar Skema perlakuan landfarming pada prepared bed reactor

Sarana yang harus disediakan adalah lahan pengolah, pengendali limpahan air,

pengendali resapan, dan sarana pemantau. Lahan pengolah untuk menampung tanah tercemar

dan tempat pengolahan landfarming dilaksanakan. Pengendali limpahan air, terutama

berfungsi saat musim hujan, untuk menjaga kemungkinan terjadinya pencemaran baru akibat

limpahan air tercampur polutan. Pengendali resapan terletak di dasar lahan pengolah,

biasanya berupa lapisan clay yang dipadatkan sampai bersifat kedap air (liner). Pengendali

yang lebih baik adalah lapisan plastik geomembran HDPE (High Density Polyethylene).

Sarana pemantau berupa alat pemantau gas, udara, cuaca, air tanah dan sebagainya.

Pada teknik Landfarming yang dilaksanakan secara ex-situ, tanah tercemar yang

diambil dari lokasi yang tercemar dibersihkan terlebih dahulu dari batu-batu dan bahan lain.

Selanjutnya

tanah dicampur dengan nutrien dan pHnya diatur. Penambahan nutrient juga disebut

biostimulation. Pada jenis tanah tertentu, perlu ditambahkan bahan penyangga berupa serbuk

gergaji, kompos, atau bahan organik lain untuk meningkatkan porositas dan konduktivitas

hidrolik. Setelah tercampur, tanah ditebarkan di lahan pengolah. Hamparan tanah selalu

dijaga kelembabannya agar kandungan air kurang lebih 15%. Secara periodik, lapisan tanah

dibajak agar tanah mendapat aerasi yang cukup. Penambahan O2 juga disebut bioventing.

Apabila diperlukan pada periode tertentu, juga diberi nutrisi agar proses biodegradasi cepat

berlangsung. Selain penambahan nutrien dan O2, juga dapat ditambah inokulum mikroba.

Nutrien umumnya adalah pupuk NPK/urea dan sumber karbon yang mudah didegradasi. Dari

hasil uji dapat menurunkan TPH sampai 49% Selama kegiatan landfarming, secara periodik

dilakukan monitoring untuk mengamati kandungan pencemar, aktivitas mikroba, dan

pengaruhnya terhadap lingkungan

Bioreaktor

Bioreaktor atau dikenal juga dengan nama fermentor adalah sebuah peralatan atau

sistem yang mampu menyediakan sebuah lingkungan biologis yang dapat menunjang

terjadinya reaksi biokimia dari bahan mentah menjadi bahan yang dikehendaki. Reaksi

biokimia yang terjadi di dalam bioreaktor melibatkan organisme atau komponen biokimia

aktif (enzim) yang berasal dari organisme tertentu, baik secara aerobik maupun anaerobik.

Sementara itu, agensia biologis yang digunakan dapat berada dalam keadaan tersuspensi atau

terimobilisasi. Contoh reaktor yang menggunakan agensia terimobilisasi adalah bioreaktor

dengan unggun atau bioreaktor membran.

Komponen utama bioreaktor terdiri atas tangki, sparger, impeller, saringan halus atau

baffle dan sensor untuk mengontrol parameter. Tanki berfungsi untuk menampung campuran

substrat, sel mikroorganisme, serta produk. Volume tanki skala laboratorium berkisar antara 1

– 30 L, sedangkan untuk skala industri dapat mencapai lebih dari 1 000 L. Sparger terletak di

bagian bawah bioreaktor dan berperan untuk memompa udara, dan mencegah pembentukan

gelembung oksigen. Impeller berperan dalam agitasi dengan mengaduk campuran substrat

dan sel. Impeller digerakkan oleh rotor. Baffle juga berperan untuk mencegah terjadinya efek

pusaran air akibat agitasi yang dapat mengganggu agitasi yang seharusnya. Sensor berperan

untuk mengontrol lingkungan dalam bioreaktor. Kontrol fisika meliputi sensor suhu, tekanan,

agitasi, foam, dan kecepatan aliran. Sedangkan, kontrol kimia meliputi sensor pH, kadar

oksigen, dan perubahan komposisi medium.

Rancangan dari sebuah bioreactor seperti digambarkan dibawah ini:

Bioreaktor biasanya terbuat dari bahan stainless steel karena bahan tersebut tidak

bereaksi dengan bahan-bahan yang berada dalam bioreaktor sehingga tidak menggangu

proses biokimia yang terjadi. Selain itu, bahan tersebut juga anti karat dan tahan panas. Selain

itu, bioreaktor juga harus dapat menciptakan lingkungan yang optimum bagi mikroorganisme

ataupun reaksi yang diinginkan maka diperlukan pengontrolan. Parameter yang biasa

dikontrol pada bioreaktor adalah suhu, pH, substrat (sumber karbon dan nitrogen), aerasi, dan

agitasi.

Perancangan bioreaktor adalah suatu pekerjaan teknik yang cukup kompleks. Pada

keadaan optimum, mikroorganisme atau enzim dapat melakukan aktivitasnya dengan sangat

baik. Keadaan yang mempengaruhi kinerja agensia biologis terutama temperatur dan pH.

Untuk bioreaktor dengan menggunakan mikroorganisme, kebutuhan untuk hidup seperti

oksigen, nitrogen, fosfat, dan mineral lainnya perlu diperhatikan. Pada bioreaktor yang

agensia biologisnya berada dalam keadaan tersuspensi, sistem pengadukan perlu diperhatikan

agar cairan di dalam bioreaktor tercampur merata (homogen). Seluruh parameter ini harus

dimonitor dan dijaga agar kinerja agensia biologis tetap optimum.

Untuk bioreaktor skala laboratorium yang berukuran 1,5-2,5 L umumnya terbuat dari

bahan kaca atau borosilikat, namun untuk skala industri, umunya digunakan bahan baja tahan

karat (stainless steel) yang tahan karat. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kontaminasi

senyawa metal pada saat fermentasi terjadi di dalamnya. Bahan baja yang mengandung < 4%

kromium disebut juga baja ringan, sedangkan bila kadar kromium di dalamnya >4% maka

disebut stainless steel. Bioreaktor yang umum digunakan terbuat dari bahan baja 316 yang

mengandung 18% kromium, 2-2,5% molibdenum, dan 10% nikel. Bahan yang dipilih harus

bersifat non-toksik dan tahan terhadap sterilisasi berulang-ulang menggunakan uap tekanan

tinggi. Untuk mencegah kontaminasi, bagian atas biorektor dapat ditambahkan dengan segel

aseptis (aseptic seal) yang terbuat dari campuran metal-kaca atau metal-metal, seperti O-ring

dan gasket. Untuk meratakan media di dalam bioreaktor digunakan alat pengaduk yang

disebut agitator atau impeler. Sementara itu, untuk asupan udara dari luar ke dalam sistem

biorektor digunakan sistem aerasi yang berupa sparger. Untuk bioreaktor aerob, biasanya

digunakan kombinasi sparger-agitator sehingga pertumbuhan mikrooganisme dapat

berlangsung dengan baik.

Pada bagian dalam bioreaktor, dipasang suatu sekat yang disebut baffle untuk

mecegah vorteks dan meningkatkan efisiensi aerasi. Baffle ini merupakan metal dengan

ukuran 1/10 diameter bioreaktor dan menempel secara radial di dindingnya. Bagian lain yang

harus dimiliki oleh suatu bioreaktor adalah kondensor untuk mengeluarkan hasil kondensasi

saat terjadi sterilisasi dan filter (0,2 μm) untuk menyaring udara yang masuk dan keluar

tangki. Untuk proses inokulasi kultur, pengambilan sampel, dan pemanenan, diperlukan

adanya saluran khusus dan pengambilannya harus dilakukan dengan hati-hati dan aseptis agar

tidak terjadi kontaminasi. Untuk menjaga kondisi dalam bioreaktor agar tetap terkontrol,

digunakan sensor pH, suhu, anti-buih, dan oksigen terlarut (DO). Apabila kondisi di dalam

sel mengalami perubahan, sensor akan memperingatkan dan harus dilakukan perlakuan

tertentu untuk mempertahankan kondisi di dalam bioreaktor. Misalkan terjadi perubahan pH

maka harus ditambahkan larutan asam atau basa untuk menjaga kestabilan pH. Penambahan

zat ini dapat dilakukan secara manual namun juga dapat dilakukan secara otomatis

menggunakan bantuan pompa peristaltik. Selain asam dan basa, pompa peristaltik juga

membantu penambahan anti-buih dan substrat ke dalam bioreaktor.

Jenis-jenis bioreaktor

Berdasarkan tingkat aseptis maka sistem bioreaktor terbagi menjadi 2, yaitu

bioreaktor sistem non aseptis (untuk pengolahan limbah) dan bioreasktor sistem aseptis

(untuk produksi sel dan produksi metabolit). Untuk bioreaktor sistem aseptis diperlukan

sterilisasi bioreaktor pada suhu dan tekanan yang tinggi. Sedangkan, berdasarkan pemberian

substrat maka sistem fermentasi dalam bioreaktor terbagi menjadi tiga, yaitu batch

fermentation, continous batch fermentation, dan fed batch fermentation. Pada batch

fermentation, makanan hanya diberikan satu kali saja kemudian produk dipanen. Pada

continous batch fermentation, makanan diberikan terus menerus. Pada fed batch

fermentation, makanan diberikan kemudian produk dipanen, makanan yang baru diberikan

sebelum makanan pertama yang diberikan habis. Lalu, bila kita melihat sistem aerasinya,

bioreaktor dibagi menjadi bioreaktor stirred tank, bubble column, dan loop airlift. Prinsip

stirred tank bioreactor adalah menghasilkan aerasi dengan menggunakan agitasi mekanis,

yaitu dengan impeller. Pada bubble column bioreactor, udara dalam bentuk gelembung

dimasukkan ke media melalui sparger untuk aerasi. Sedangkan, pada loop airlift bioreactor,

udara dan media disirkulasi bersamaan melalui kolom yang dimasukkan ke dalam kolom lain.

Produksi skala besar

Untuk melakukan produksi skala besar menggunakan bioreaktor dibutuhkan proses

peningkatan skala (scale up). Parameter kinetik merupakan acuan dalam peningkatan skala

bioreaktor. Parameter kinetik dalam bioreaktor ialah pengaturan suhu, pH, aerasi, agitasi, dan

agen antifoam. Pengaturan suhu dalam bioreaktor dilakukan dengan cara pemompaan air

dingin ke bagian jaket bioreaktor. Pengaturan pH dilakukan dengan cara pemberian asam

seperti HCl dan basa seperti NaOH. Agitasi dalam bioreaktor dibutuhkan untuk homogenisasi

isi bioreaktor dan aerasi dalam bioreaktor. Jika organisme dalam bioreaktor bersifat aerob

maka udara (oksigen) harus dimasukkan ke dalam bioreaktor. Udara dalam bioreaktor

dimasukkan melalui sparger yang berada di bawah. Dalam proses aerasi dan agitasi kadang-

kadang dihasilkan foam yang dapat mengganggu reaksi biokimia dalam bioreaktor. Oleh

karena itu, dibutuhkan agen antifoam untuk mencegah terjadinya foam. Agen antifoam yang

umunya dipakai dapat berupa minyak sawit ataupun tween.

Aplikasi

Awalnya bioreaktor hanya digunakan untuk memproduksi ragi, ekstrak khamir, cuka,

dan alkohol. Namun, alat ini telah digunakan secara luas untuk menghasilkan berbagai

macam produk dari makhluk hidup seperti antibiotik, berbagai jenis enzim, protein sel

tunggal, asam amino, dan senyawa metabolit sekunder lainnya. Selain itu, suatu senyawa juga

dapat dimodifikasi dengan bantuan mikroorganisme sehingga menghasilkan senyawa hasil

transformasi yang berguna bagi manusia. Pengolahan limbah buangan industri ataupun rumah

tangga pun sudah dapat menggunakan bioreactor untuk memperoleh hasil buangan yang lebih

ramah lingkungan

Teknik bioremediasi lahan dengan sistem Composting,bahan-bahan yang tercemar

dicampur dengan bahan organik padat yang relatif mudah terombak, dan diletakkan

membentuk suatu tumpukan. Bahan organik yang dicampurkan dapat berupa limbah

pertanian, sampah organik, atau limbah gergajian. Untuk mempercepat perombakan kadang-

kadang diberi pupuk N, P, atau nutrien anorganik lain. Bahan yang telah dicampur sering

ditumpuk membentuk barisan yang memanjang, yang disebut “windrow”. Selain itu dapat

juga ditempatkan dalam wadah yang besar/luas dan diberi aerasi, khusus untuk bahan yang

tercemari bahan kimia berbahaya. Aerasi diberikan melalui pengadukan secara mekanis atau

menggunakan alat khusus untuk memberikan aerasi. Kelembaban bahan campuran tetap

dijaga. Setelah diinkubasikan terjadi pertumbuhan mikroba, dan suhu tumpukan meningkat

mencapai 50-60oC. Meningkatnya suhu dapat meningkatkan perombakan bahan oleh

mikroba. Metode composting telah digunakan misalnya untuk mengatasi tanah yang

terkontaminasi klorofenol. Pada skala lapangan menunjukkan bahwa dengan metode ini

dapat menurunkan konsentrasi bahan peledak TNT, RDX, dan HMX dalam sedimen yang

tercemar oleh bahan-bahan tersebut.

Teknik biopile merupakan pengembangan dari teknik pengomposan. Biopile

merupakan salah satu teknik bioremediasi ex-situ yang dilakukan di permukaan tanah.

Teknik ini juga disebut sebagai aerated compost pile. Oleh karena aerasi pada pengomposan

terjadi secara alami, sedangkan pada biopile menggunakan pompa untuk menginjeksikan

oksigen ke dalam tumpukan tanah tercemar yang diolah. Proses biodegradasi dipercepat

dengan optimasi pasokan oksigen, pemberian nutrien dan mikroba serta pengaturan

kelembaban.

Biopile merupakan teknik penanggulangan lahan tercemar yang mirip dengan

landfarning. Pada teknik landfarming, aerasi diberikan dengan cara membolak-balik tanah

dengan cara dibajak, sedangkan pada biopile aerasi diberikan menggunakan peralatan. Pada

biopile ada dua cara pemberian aerasi. Pertama dengan pompa penghisap untuk memasukkan

oksigen dari udara ke lapisan tanah, dan yang ke-dua menggunakan blower untuk

menginjeksikan udara ke dalam tanah.

2.3.1.2 Bioremediasi In-Situ

Teknologi bioremediasi dapat dilakukan dengan cara:

1. Bioremediasi terekayasa meliputi:

Biostimulasi

Nutrien (phosphor, Nitrogen) dan oksigen, dalam bentuk cair atau gas,

ditambahkan ke dalam air atau tanah yang tercemar untuk memperkuat pertumbuhan

dan aktivitas bakteri remediasi yang telah ada di dalam air atau tanah tersebut.

Keberadaan sejumlah kecil bahan pencemar juga dapat difungsikan sebagai pemicu

untuk mengaktifkan enzim.Biostimulasi (stimulasi populasi mikroba asli dalam tanah

dan/ atau air)

Teknik Biostimulasi dapat dilakukan dengan penambahan oksigen melalui cara:

o Bio-venting: pemompaan udara dan nutrisi melalui sumur injeksi.

o Air Sparging: pemompaan udara untuk meningkatkan aktifitas degradasi oleh

mikroba.

o Injeksi Hidrogen Peroksida : menggunakan sprinkler atau pemipaan.

o Sumur Ekstraksi : Untuk mengeluarkan air tanah yang kemudian ditambah

nutrisi dan oksigen dan dimasukkan kembali ke dalam tanah melalui sumur

injeksi.

Biostimulasi dapat juga dengan penambahan oksigen dan nutrient secara bersamaan.

Kombinasi bioremediasi ex-situ dan in-situ

Dalam cara ini aktifitas mikrobia penghuni tanah ditingkatkan

Bioaugmentasi

Mikroorganisme yang dapat membantu membersihkan kontaminan tertentu

ditambahkan ke dalam air atau tanah yang tercemar. Cara ini yang paling sering

digunakan dalam menghilangkan kontaminasi di suatu tempat. Namun ada beberapa

hambatan yang ditemui ketika cara ini digunakan. Sangat sulit untuk mengontrol

kondisi situs yang tercemar agar mikroorganisme dapat berkembang dengan optimal.

Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang terkait dalam

bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang asing

kemungkinan sulit untuk beradaptasi.

2. Bioremediasi Alami(apa adanya)

Yaitu bioremediasi Intrinsik. Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air

atau tanah yang tercemar.

2.4 Mikroorganisme Pendegradasi Hidrokarbon

Mikroba pendegradasi hidrokarbon dapat ditemukan pada tanah dan air. Pada

umumnya hidrokarbon akan digunakan sebagai sumber energi pada aktivitas

mikroorganisme. Mikroba indigenus di lingkungan tercemar hidrokarbon mampu

mendegradasi hidrokarbon karena mikroba mampu menghasilkan enzim pendegradasi

hidrokarbon. Enzim tersebut berfungsi sebagai biokatalisator pada biodegradasi (Bartha

& Atlas 1987).

Dari hasil penelitian yang dikemukakan oleh Bosser & Bartha (1984), telah

ditemukan mikroba yang hidup di lingkungan minyak bumi, yaitu antara lain dari genera

Alcaligenes, Arthrobacter, Acinetobacter, Nocardia, Achromobacter,Bacillus,

Flavobacterium, dan seudomonas. Oetomo (1997) menemukan jenismikroba yang

mampu mendegradasi minyak bumi yaitu; Pseudomonas sp.,Bacillus sp., Nocardia sp.,

Mycobacterium. Penelitian lain menemukan beberapa isolat mikroba dari tanah yang

terkontaminasi limbah oli teridentifikasi beberapa jenis yaitu: Bacillus megaterium,

Pseudomonas diminuta, Gluconobactercerenius, Pasteurella caballi (Suortti et al. 2000).

(Komar & Irianto 2000) melakukan bioremediasi dengan penambahan Bacillus sp.,

mampu mendegradasi tanah tercemar toluene; Wijayaratih (2001) melakukan

bioremediasi dengan mikroba Pseudomonas sp., mampu mendegradasi senyawa

hidrokarbon naftalen;Hardjito (2003) melakukan degradasi minyak bumi dengan

mikroba Arthrobactersimplex, dan Pseudomonas aeruginosa. Isolat bakteri

Flavobacterium sp. mampu mendegradasi 57 % suplemen minyak mentah dalam 12 hari

percobaan dan bahan yang terdegradasi yaitu fluorobenzen, diklorinasi hidrokarbon,

fenol, biofenil di poliklorinasi. Jenis bakteri Azoarcus sp. mampu mendegradasi benzena,

toluen, ethylbenzena dan komponen xylen (Atlas & Bartha 1987).

Biodegradasi hidrokarbon aromatic seperti fenol dan naftalen didominasi oleh bakteri

Pseudomonas, Bacillus,Mycobacterium, Arthrobacter sp.dan Acinetobacter (Alexander

1994). Crawford & Crawford (1996) mendeteksi jenis mikroba yang mampu

mendegradasi hidrokarbon aromatik yaitu Pseudomonas, Bacillus , Nocardia,

Mycobacterium,Arthrobacter; Acinotobacter; Flavobacteria. Kitts & Kaplan (2004)

melakukan bioremediasi total petroleum hidrokarbon di ladang minyak Guadalupe dan

menemukan jenis bakteri yang dominan terdiri dari Flavobacterium, Pseudomonas dan

Azoarcus sp.

Jenis dan jumlah mikroba berpengaruh terhadap degradasi hidrokarbon. Menurut

Schinner & Margesin (2001) bahwa pada awal penelitian jumlah mikroba yang

ditemukan adalah (6.5 ± 0.4) x 107 CFU ml-1 dan pada akhir penelitian baik pada tanah

yang dipupuk maupun tidak dipupuk jumlah mikroba adalah (2.7 ± 1.7) x 106 dan (1.5 ±

0.5) x 106 CFU ml-1. Kitts & Kaplan (2004), jumlah bakteri ditemukan selama 3 (tiga)

minggu studi ± 1.7 x 107 sampai dengan 1.3 x 108 CFU g-1, setelah itu menurun dan

pada akhir penelitian (minggu ke 24) naik lagi menjadi 1.0 x 108 CFU g-1. Fahruddin

(2006) mendegradasi benzene menggunakan mikroba Pseudomonas dan terdegradasi

sebesar 96 % dengan jumlah mikroba 300 x 104 CFU ml-1. Dari hasil ini terlihat bahwa

jumlah mikroba yang ditemukan termasuk cukup dan mampu menpercepat degradasi

limbah hidrokarbon.

2.5 Pemanfaatan Bakteri untuk Bioremediasi PAH

2.5.1 Pseudomonas sp

http://www.biomed.cas.cz/gim_em/data/

tem1_eng.html

Kerajaan: Bacteria

Filum :Proteobacteria

Kelas :GammaProteobacteria

Ordo        :Pseudomonadales

Famili :Pseudomonadaceae

Genus :Pseudomonas

Pseudomonas Sp merupakan bakteri hidrokarbonoklastik yang mampu

mendegradasi berbagai jenis hidrokarbon, salah satunya PAHs. Keberhasilan

penggunaan bakteri Pseudomonas dalam upaya bioremediasi lingkungan akibat

pencemaran hidrokarbon membutuhkan pemahaman tentang mekanisme interaksi

antara bakteri Pseudomonas sp dengan senyawa hidrokarbon. Kemampuan bakteri

Pseudomonas sp. IA7D dalam mendegradasi hidrokarbon dan dalam menghasilkan

biosurfaktan menunjukkan bahwa isolat bakteri Pseudomonas sp IA7D berpotensi

untuk digunakan dalam upaya bioremediasi lingkungan akibat pencemaran

hidrokarbon.

Bahan utama minyak bumi adalah hidrokarbon alifatik dan aromatic salah

satunya PAHs. Selain itu, minyak bumi juga mengandung senyawa nitrogen antara 0-

0,5%, belerang 0-6%, dan oksigen 0-3,5%. Terdapat sedikitnya empat seri

hidrokarbon yang terkandung di dalam minyak bumi, yaitu seri n-paraffin (n-alkana)

yang terdiri atas metana (CH4) sampai aspal yang memiliki atom karbon (C) lebih

dari 25 pada rantainya, seri iso-paraffin (isoalkana) yang terdapat hanya sedikit dalam

minyak bumi, seri neptena (sikloalkana) yang merupakan komponen kedua terbanyak

setelah n-alkana, dan seri aromatik (benzenoid). Bakteri pseudomonas yang umum

digunakan antara lain : Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas stutzeri,

Pseudomonas diminuta. Salah satu faktor yang sering membatasi kemampuan bakteri

pseudomonas dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon adalah sifat kelarutannya

yang rendah, sehingga sulit mencapai sel bakteri. Oleh karena itu, untungnya, bakteri

pseudomonas dapat memproduksi biosurfaktan. Kemampuan bakteri Pseudomonas

dalam memproduksi biosurfaktan berkaitan dengan keberadaan enzim regulatori yang

berperan dalam sintesis biosurfaktan. Ada 2 macam biosurfaktan yang dihasilkan

bakteri Pseudomonas :

1. Surfaktan dengan berat molekul rendah (seperti glikolipid, soforolipid,

trehalosalipid, asam lemak dan fosfolipid) yang terdiri dari molekul hidrofobik

dan hidrofilik. Kelompok ini bersifat aktif permukaan, ditandai dengan adanya

penurunan tegangan permukaan medium cair.

2. Polimer dengan berat molekul besar, yang dikenal dengan bioemulsifier

polisakarida amfifatik. Dalam medium cair, bioemulsifier ini mempengaruhi

pembentukan emulsi serta kestabilannya dan tidak selalu menunjukkan

penurunan tegangan permukaan medium.

Biosurfaktan merupakan komponen mikroorganisme yang terdiri atas

molekul hidrofobik dan hidrofilik, yang mampu mengikat molekul

hidrokarbon tidak larut air dan mampu menurunkan tegangan permukaan.

Selain itu biosurfaktan secara ekstraseluler menyebabkan emulsifikasi

hidrokarbon sehingga mudah untuk didegradasi oleh bakteri. Biosurfaktan

meningkatkan ketersediaan substrat yang tidak larut melalui beberapa

mekanisme. Dengan adanya biosurfaktan, substrat yang berupa cairan akan

teremulsi dibentuk menjadi misel-misel, dan menyebarkannya ke permukaan

sel bakteri. Substrat yang padat dipecah oleh biosurfaktan, sehingga lebih

mudah masuk ke dalam sel. Pelepasan biosurfaktan ini tergantung dari substrat

hidrokarbon yang ada. Ada substrat (misal seperti pada pelumas) yang

menyebabkan biosurfaktan hanya melekat pada permukaan membran sel,

namun tidak diekskresikan ke dalam medium. Namun, ada beberapa substrat

hidrokarbon (misal heksadekan) yang menyebabkan biosurfaktan juga

dilepaskan ke dalam medium. Hal ini terjadi karena heksadekan menyebabkan

sel bakteri lebih bersifat hidrofobik. Oleh karena itu, senyawa hidrokarbon

pada komponen permukaan sel yang hidrofobik itu dapat menyebabkan sel

tersebut kehilangan integritas struktural selnya sehingga melepaskan

biosurfaktan untuk membran sel itu sendiri dan juga melepaskannya ke dalam

medium.

2.5.2 Bacillus

Sumber: en.wikipedia.org

Umumnya bakteri ini merupakan

mikroorganisme sel tunggal, berbentuk batang pendek (biasanya rantai

panjang). Mempunyai ukuran lebar 1,0-1,2 m dan panjang 3-5m. Merupakan

bakteri gram positif dan bersifat aerob. Adapun suhu pertumbuhan

maksimumnya yaitu 30-50oC dan minimumnya 5-20oC dengan pH

pertumbuhan 4,3-9,3. Bakteri ini mempunyai kemampuan dalam

mendegradasi minyak bumi, dimana bakteri ini menggunakan minyak bumi

sebagai satu-satunya sumber karbon untuk menghasilkan energi dan

pertumbuhannya. Pada konsentrasi yang rendah, bakteri ini dapat merombak

hidrokarbon minyak bumi dengan cepat.  Jenis Bacillus sp. yang umumnya

digunakan seperti Bacillus subtilis, Bacillus cereus, Bacillus laterospor.

2.5.3 Terdapat tiga cara transpor hidrokarbon ke dalam sel bakteri secara

umum yaitu :

1. Interaksi sel dengan hidrokarbon yang terlarut dalam fase air. Pada kasus ini,

umumnya rata-rata kelarutan hidrokarbon oleh proses fisika sangat rendah

sehingga tidak dapat mendukung.

2. Kontak langsung (perlekatan) sel dengan permukaan tetesan hidrokarbon yang

lebih besar daripada sel mikroba. Pada kasus yang kedua ini, perlekatan dapat

terjadi karena sel bakteri bersifat hidrofobik. Sel mikroba melekat pada

permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar daripada sel dan pengambilan

substrat dilakukan dengan difusi atau transpor aktif. Perlekatan ini terjadi

karena adanya biosurfaktan pada membrane sel bakteri Pseudomonas.

3. Interaksi sel dengan tetesan hidrokarbon yang telah teremulsi atau

tersolubilisasi oleh bakteri. Pada kasus ini sel mikroba berinteraksi dengan

partikel hidrokarbon yang lebih kecil daripada sel. Hidrokarbon dapat

teremulsi dan tersolubilisasi dengan adanya biosurfaktan yang dilepaskan oleh

bakteri pseudomonas ke dalam medium.

2.5.3 Jamur

Phanerochaete chrysosporium,

Sumber: genome.jgi-psf.org

Aspergillus niger, Sumber:

www.inspq.qc

Selain dari golongan bakteri,

mikroba pendegradasi hidrokarbon juga dapat dilakukan oleh fungi. Fungi

pendegradasi hidrokarbon  umumnya  berasal dari genus Phanerochaete,

Cunninghamella, Penicillium, Candida, Sporobolomyces, Cladosporium.

Jamur dari genus ini mendegradasi hidrokarbon polisiklik aromatik.

Jamur Phanerochaete chrysosporium mampu mendegradasi berbagai senyawa

hidrofobik pencemar tanah yang persisten. Adapun oksidasi dan pelarutan

hidrokarbon polisiklik aromatik oleh Phanerochaete chrysosporium

menggunakan enzim lignin peroksidase.  Bila terdapat H2O2, enzim lignin

peroksidase yang dihasilkan akan menarik satu elektron dari PAH yang

selanjutnya membentuk senyawa kuinon yang merupakan hasil metabolisme.

Cincin benzena yang sudah terlepas dari PAH selanjutnya dioksidasi menjadi

molekul-molekul lain dan digunakan oleh sel mikroba sebagai sumber energi

misalnya CO2.

           Jamur dari golongan Deuteromycota (Aspergillus niger, Penicillium

glabrum, P. janthinellum, Zygomycete, Cunninghamella elegans ),

Basidiomycetes (Crinipellis stipitaria) diketahui juga dapat mendegradasi

hidrokarbon polisiklik aromatik. Sistem enzim monooksigenase Sitokrom P-

450 pada jamur ini memiliki kemiripan dengan sistem yang dimiliki mamalia. 

Adapun langkah-langkahnya yaitu pembentukan monofenol, difenol,

dihidrodiol dan quinon dan terbentuk gugus tambahan yang larut air (misalnya

sulfat, glukuronida, ksilosida, glukosida).Senyawa ini merupakan hasil

detoksikasi pada jamur dan mamalia.

2.6 Mekanisme Degradasi PAHs di dalam Sel Bakteri

Banyak senyawa ini digunakan sebagai donor elektron secara aerobik oleh bakteri

Pseudomonas. Degradasi senyawa hidrokarbon aromatik disandikan dalam plasmid atau

kromosom oleh gen xy/E. Gen ini berperan dalam produksi enzim katekol 2,3-dioksigenase.

Metabolisme senyawa ini oleh bakteri diawali dengan pembentukan Protocatechuate atau

catechol atau senyawa yang secara struktur berhubungan dengan senyawa ini. Kedua

senyawa ini selanjutnya didegradasi oleh enzim katekol 2,3-dioksigenase menjadi senyawa

yang dapat masuk ke dalam siklus Krebs (siklus asam sitrat), yaitu suksinat, asetil KoA, dan

piruvat. Gambar ini menunjukkan reaksi perubahan senyawa benzena menjadi katekol, reaksi

degradasi hidrokarbon aromatik:

Sumber:

http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_material/degradasi_minyak_bumi_via

_tangan_mikroorganisme/

2.7 Langkah Pemanfaatan Bakteri dalam Bioremediasi

Informasi dasar tentang pemanfaatan bakteri pemecah minyak dalam proses bioremediasi

sehingga akan menjadi pertimbangan bagi penelitian selanjutnya;

Bakteri pemecah minyak dalam penelitian ini diharapkan dapat diaplikasikan di

lapangan dalam proses bioremediasi; dan

Upaya pengelolaan lingkungan yang tepat untuk mengatasi pencemaran limbah

minyak

Memperoleh jenis bakteri pemecah minyak yang mampu mendegradasi senyawa

hidrokarbon dalam proses bioremediasi;

Mengetahui pengaruh jenis bakteri, pH, dan waktu degradasi terhadap

pertumbuhan bakteri pemecah minyak dan proses bioremediasi

Membandingkan pertumbuhan bakteri pemecah minyak dalam mendegradasi

tanah terkontaminasi minyak dan tanah tidak terkontaminasi minyak;

Mengetahui kondisi lingkungan yang optimum bagi pertumbuhan bakteri; dan

Mengetahui alternatif penanggulangan pencemaran minyak bumi dalam upaya

pengelolaan lingkungan.

2.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Bioremediasi PAHs

Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi biodegradasi hidrokarbon diantaranya

adalah, suhu, pH, kadar air, nutrisi yang tersedia dan komposisi minyak serta

kemampuan mikroba untuk melakukan biodegradasi.

1. Suhu

Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan aktifitas dari mikroba.

Kemampuan mikroba dalam biodegradasi minyak bumi ditentukan juga oleh

kondisi suhu lingkungan. Suhu pertumbuhan optimum mikroba dikelompokkan

sebagai psikrofil (0- 30°C), mesofil (25-40°C ) dan termofil (50°C atau lebih )

(Chan & Pelczar 1986). Dalam suatu proses degradasi suhu berpengaruh terhadap

sifat fisik dan kimia komponen-komponen bahan pencemar. Suhu rendah

memperlambat tingkat penguapan hidrokarbon dan beberapa kasus dapat

menimbulkan sifat toksik terhadap mikroba. Mikroba tanah dan air umumnya

bersifat mesofil yaitu suhu 25-40°C , dan dari golongan ini kebanyakan digunakan

untuk penanggulangan pencemaran minyak bumi (Udiharto 1996).

2. Oksigen

Gas-gas utama yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba ialah oksigen dan

karbondioksida. Mikroba memperlihatkan keragaman yang luas dalam hal respon

terhadap oksigen bebas. Menurut Chan & Pelczar (1986); Wheeler & Volk (1988),

mikroba dapat dibagi menjadi beberapa kelompok umum berdasarkan kebutuhan

oksigen yaitu aerobik (mikroba yang membutuhkan oksigen), anaerobik (tumbuh

tanpa oksigen), anaerobik fakultatif (tumbuh pada keadaan aerobik dan anaerobik)

dan mikroaerofilik (tumbuh terbaik bila ada sedikit oksigen atmosferik).

3. pH

pH suatu medium merupakan ukuran keasaman atau kebasaan. pH adalah ukuran

aktifitas kadar ion hidrogen (Wheeler & Volk 1988), pH optimum pertumbuhan

bagi kebanyakan mikroba adalah pada kisaran 6.5 – 7.5 (Chan &Pelczar 1986).

Alexander (1994) menyatakan bahwa untuk degradasi hidrokarbon kisaran pH

terbaik adalah pada 6.0 – 8.0.

4. Kadar air

Kadar air sangat penting untuk hidup, tumbuh dan aktivitas metabolik dari

mikroba. Tanpa air mikroba tidak dapat hidup dalam limbah minyak, mikroba

hidup aktif di interfase antara minyak dengan air. Kadar air harus berada pada

kondisi optimum yakni 10 – 25 %, agar transfer gas untuk proses oksigenase dapat

berjalan dengan baik (Fermiani 2003). Jika kandungan air terlalu tinggi akan

berakibat sulitnya oksigen untuk masuk ke dalam tanah .

5. Nutrisi

Mikroba dalam hidup dan pertumbuhannya memerlukan nutrisi atau makanan

sebagai sumber energi. Hidrokarbon minyak bumi akan dikonsumsi oleh mikroba

sebagai sumber karbon dan energi (Oetomo1997). Unsur-unsur karbon beserta

nitrogen dan phosfor yang tersedia dalam lingkungan akan digunakan mikroba

untuk pertumbuhan. Pada pencemaran minyak yaitu dengan konsentrasi

hidrokarbon yang tinggi akan terjadi ketidakseimbangan nutrisi. Unsur karbon

yang berlebihan perlu diseimbangkan dengan penambahan unsur yang lain seperti

nitrogen dan phosfor. Nitrogen merupakan unsur pokok protein dan asam nukleat

yang berperan dalam pertumbuhan, perbanyakan sel dan pembentukan dinding

sel. Beberapa mikroba dapat menggunakan nitrogen dari atmosfer, tetapi

kebanyakan memperoleh nitrogen dalam bentuk terlarut di air. Beberapa senyawa

kimia sumber nitrogen yang banyak digunakan adalah amonium sulfat,

ammonium phosfat dan amonium klorida (Nakayama 1982). Phosfor merupakan

komponen utama asam nukleat dan lemak sel membrane yang berperan dalam

proses pemindahan energi secara biologi. Kebanyakan phosfor yang siap

diasimilasi adalah berbentuk fosfat yang terdapat pada pupuk. phosfor selain

penting untuk pertumbuhan mikroba, juga untuk pembentukan asam amino,

transpor energi dan pembentukan senyawa dalam reaksi metabolism

(Baker&Herson 1994). Pemberian sumber phosfor pada biodegradasi hidrokarbon

mempunyai hubungan dengan penggunaan sumber nitrogen. Alexander

(1994)menyatakan perbandingan N dan P yang optimum untuk aktivitas

mikroorganisme adalah 5:1. Apabila limbah minyak digunakan sebagai sumber

carbon dan energi, nitrogen dan phosfor diperlukan pada perbandingan 5:1 atau

10:1. Obbard and Ran (2003), C:N:P ratio 100:10:1 lebih baik jika dibandingkan

dengan ratio C:N:P 100:1.1:0.05.

BAB III

STUDI KASUS

BAB IV

PEMBAHASAN

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

http://www.chevronindonesia.com/documents/Bioremediation_Project_id.pdf

http://muhammadasrol.blogspot.com/2013/07/mikroorganisme-pendegradasi-

senyawa.html

http://jujubandung.wordpress.com/2012/06/07/bioremediasi-2/

http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/detail.php?dataId=3558

http://zonagreenbiologi.blogspot.com/2013/04/hidrokarbon-aromatik.html

http://arioneuodia.blogspot.com/2012/04/bioremediasi.html

http://prezi.com/49askfy36ji5/bioremediasi-tanah-terkontaminasi-polycyclic-aromatic-

hydro/

http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/32694

Semuanya diakses tanggal 17 Juni 2014

Sama diambil dari doc & pdf yang nurul kasih, gatau alamat webnya hehe