makalah batubara
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Batubara merupakan hasil dari akumulasi tumbuh-tumbuhan pada
kondisi lingkungan pengendapan tertentu. Akumulasi tersebut telah
dikenai pengaruh-pengaruh syn-sedimentary dan post-sedimentary.
Akibat pengaruh-pengaruh tersebut dihasilkanlah batubara dengan
tingkat (rank) dan kerumitan struktur yang bervariasi.
Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari
endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk
melalui proses pembatubaraan. Potensi batubara Indonesia masih
memungkinkan untuk lebih ditingkatkan lagi dengan memberikan
prioritas yang lebih besar pada pengembangan dan pemanfaatannya
untuk meningkatkan peranan batubara.
Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di
cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk
Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan batubara
ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batubara berumur
Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan
Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu
menurut Skala waktu geologi.
Di Indonesia produksi batubara pada tahun 1995 mencapai sebesar
44 juta ton. Sekitar 33 juta ton dieksport dan sisanya sebesar 11 juta ton
untuk konsumsi dalam negeri. Dari jumlah 11 juta ton tersebut 60 % atau
sekitar 6.5 juta ton digunakan untuk pembangkit listrik, 30 % untuk
Page | 1
industri semen dan sisanya digunakan untuk rumah tangga dan industri
kecil.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka kegiatan difokuskan pada :
1. Bagaimana bahan pembentukan endapan batubara.
2. Bagaimana mengetahui proses Pembentukan dan Penyebaran
endapan batubara.
1.3 Tujuan Penyusunan
Tujuan dari mahasiswa untuk menyusun makalah ini ialah :
1. Mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari tentang cadangan
dan penyebaran bahan galian di suatu daerah penambangan.
2. Mengetahui lokasi penyebaran dan jenis endapan batubara.
3. Mahasiswa dapat menambah pengetahuan khususnya dalam
peninjauan cadangan dan penyebaran batubara.
Page | 2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Batubara
Batubara adalah benda padat berwarna coklat hingga hitam,
kekerasannya kurang dari 3 skala mohs disebut ‘’Paytogenous rock’’ atau
batuan berasal dari diagnesia tumbuhan (flora) sebagai mineral energy
berupa batuan yang dapat dibakar membara dan memberikan energi panas
berkomposisi organic maseral sedikit mineral dengan penyusun unsur utama
yaitu karbon (C), serta sedikit unsur oksigen (O), hidrogen (H), dan nitrogen
(N). Sifat kimia berbagai jenis batubara ditentukan oleh jenis dan jumlah
unsur kimia yang terkandung dalam tumbuh-tumbuhan asalnya (PABA
1982).
Adapun beberapa unsur dan kondisi yang menyebabkan suatu tumbuh-
tumbuhan itu bisa berubah menjadi batubara antara lain yaitu:
- Bakteri pembusuk
- Temperature
- Waktu
- Tekanan
Waktu pemanasan juga merupakan hal yang berpengaruh terhadap tingkat
pematangan batubara, dimana waktu pemanasan yang lebih lama akan
menghasilkan tingkat pematangan batubara yang lebih tinggi. Oleh karena itu
batubara yang berumur lebih tua akan mempunyai tingkat pembatubaraan
(Coalitification) yang lebih tinggi.
Tekanan juga merupakan pengaruh terhadap proses pematangan batubara,
hanya saja pengaruhnya relative kecil bila dibandingkan dengan temperature
Page | 3
dan waktu dalam hal ini tekanan hanya berfungsi untuk memadatkan bahan
organic dan menekan keluar kandungan air yang ada di dalam batubara.
Perubahan komposisi kimia jenis batubara mulai dari jenis gambut (Peat)
sampai pada jenis antrasit disebut tingkatan batubara (Coal rank). Tingkatan
atau peringkat batubara dapat ditentukan dengan berpedoman pada
beberapa parameter yang sangat penting diantaranya adalah analisis ultimat
dan analisis proksimat.
2.2 Materi Pembentuk Batubara
Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis
tumbuhan pembentuk batubara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah
sebagai berikut:
•Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal.
Hasil endapan batubara dari periode ini sangat sedikit.
•Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari
alga. Sedikit endapan batubara dari periode ini.
•Pteridofita, umur Devon Atas hingga KArbon Atas. Materi utama
pembentuk batubara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tumbuh-
tumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh
di iklim hangat.
•Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur
Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal
pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti
Page | 4
gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batubara Permian
seperti di Australia, India dan Afrika.
•Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan
modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga,
kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang
dapat terawetkan.
Potensi batubara di Indonsia masih memungkinkan untuk lebih ditingkatkan
lagi dengan memberikan prioritas yang lebih besar pada pengembangan dan
pemanfaatannya untuk meningkatkan peranan batubara menjelang tinggal
landas pada awal Pelita VI. Salah satu dukungan yang disarankan adalah
pemantapan perencanaan dan pelaksanaan produksi secara terpadu,
sehingga kapasitas produksi selalu dapat memenuhi peningkatan permintaan
batubara baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Batubara terbentuk dengan cara yang sangat kompleks dan memerlukan
waktu yang lama (puluhan sampai ratusan juta tahun) di bawah pengaruh
fisika, kimia ataupun keadaan geologi. Untuk memahami bagaimana batubara
terbentuk dari tumbuh-tumbuhan perlu diketahui di mana batubara
terbentuk dan factor-faktor yang akan mempengaruhinya, serta bentuk
lapisan batubara.
2.3 Cara Terbentuknya Batubara
Batubara terbentuk sisa-sisa tumbuhan yang sudah mati dengan cara
yang sangat kompleks dan memerlukan waktu yang sangat lama (puluhan
sampai ratusan juta tahun) yang dipengaruhi oleh proses fisika dan kimia
ataupun keadaan geologi. Komposisi kimia batubara hampir sama dengan
komposisi kimia jaringan tumbuhan, keduanya mengandung unsur utama
Page | 5
yang terdiri dari unsur C, H, O, N, S, P. hal ini mudah cdimengerti karena
batubara terbentuk dari jaringan tumbuhan yang telah mengalami proses
pembatubaraan (coalification).
Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut :
Apabila jaringan tumbuhan dibakar dalam suasana reduksi, yaiitu
dengan cara sesudah jaringan tumbuhan disulut dengan api kemudian diatas
tumpukan ditutup tanah agar tidak berhubungan dengan udara luar (agar
Page | 6
Kayu /tumbuhan Unsur C, H, O, N, S, P
rekayasa
Arang kayu
Gambut
Lignit
Sub bitumina
Bitumina
Antrasit
Grafit
C, H, O,N, S, P
(C)
(C)
(H2O)
(H2O)
jaringan tumbuhan tidak terbakar) maka jaringan tumbuhan (kayu) akan
menjadi arang kayu. Agar nyala api yang ada di dalam kayu mati, maka kayu
tersebut segera disiram dengan air sehingga terbentuknya arang kayu. Makin
keras kayu yang dipergunakan sebagai bahan baku, arang kayu yang
dihasilkan mutunya makin baik. Komposisi kimia utama arang kayu serupa
dengan komposisi kimia utama batubara. Perbedaannya, arang kayu dapat
dibuat sebagai hasil rekayasa dan inovasi manusia selama jangka waktu yang
pendek, dengkan batubara terbrntuk oleh proses alam selama jangka waktu
ratusan hingga ribuaan juta tahun. Karena batubara terbentuk oleh proses
alam, maka banyak parameter yang akan berpengaruh pada pembentukan
batubara. Makin tinggi intensitas parameter yang berpengaruh makin tinggi
mutu barubara yang terbentuk.
2.4 Tempat Terbentuknya Batubara
Berdasarkan tempat terbentuknya batubara, maka ada dua
teori yang menjelaskan tentang terbentuknya batubara dialam ini
yaitu: teori insitu dan teori drift (Krevelan, 1993).
a. Teori Insitu
Teori insitu menjelaskan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan
batubara terbentuknya ditempat dimana tumbuh-tumbuhan
tersebut mati, namun belum mengalami proses transportasi
segera tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami proses
coalification.
Jenis batubara ini mempunyai penyebaran yang luas dan merata
serta kualitasnya lebih baik karena kadar abunya relative kecil.
Jenis batubara yang terbentuk dengan cara seperti ini di Indonesia
Page | 7
terdapat di Muara Enim Sumatera Selatan (Sukandarrumidi,
1995).
b. Teori Drift
Teori ini menjelaskan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan
batubara terjadi di tempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan
semula hidup dan berkembang atau lapisan batubara yang
terbentuk jauh dari tumbuh-tumbuhan asal itu berada.
Proses pembentukan batubara ini dimana tumbuh-tumbuhan yang
telah mati dan diangkat oleh air dan berakumulasi disuatu tempat
yang tertutup oleh batuan sedimen dan mengalami proses
cilification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini
mempunyai penyebaran tidak luas dan kualitasnya kurang baik
karena banyak mengandung material pengotor yang terangkut
bersama selama proses pengakutan dari tempat asal ke tempat
sedimentasi. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara seperti
ini, di Indonesia terdapat di Delta Mahakam Purba, Kalimantan
Timur (Sukandarrumidi, 1995).
2.5 Proses Pembentukan Batubara
Batubara berasal dari sisa tumbuhan yang mengalami
proses pembusukan, pemadatan yang telah tertimbung oleh lapisan
diatasnya, pengawetan sisa-sisa tanaman yang dipengaruhi oleh
proses biokimia yaitu pengubahan oleh bakteri. Akibat pengubahan
oleh bakteri tersebut, maka sisa-sisa tumbuhan kemudian terkumpul
sebagai suatu masa yang mampat yang disebut gambut (Peatification)
terjadi karena akumulasi sisa-sisa tanaman tersimpan dalam kondisi
reduksi didaerah rawa dengan system draenase yang buruk yang
Page | 8
mengakibat selalu tergenang oleh air, yang pada umumnya
mempunyai kedalaman 0,5-1,0 meter. Gambut yang telah terbentuk
lama-kelamaan tertimbung oleh endapan-endapan seperti
batulampung, batulanau dan batupasir. Dengan jangka waktu puluhan
juta tahun sehingga gambut ini akan mengalami perubahan fisik dan
kimia akibat pengaruh tekanan (P) dan temperature (T) sehingga
berubah menjadi batubara yang dikenal dengan oroses p-
embatubaraan (Coalitification) pada tahap ini lebih dominan oleh
proses geokimia dan proses fisiska (Stch, dkk, 1982).
Proses geokimia dan fisika berpengaruh besar terhadap pematangan
batubara yaitu perubahan gambut menjadi batubara lignit, batubara
bituminous, sampai pada batubara jenis antrasit.
Pematangan bahan organic secara normal terjadi dengan cepat
apabila endapannya terdapat lebih dalam, hal ini disebabkan karena
temperature bumi semakin dalam akan semakin panas.
Proses pengubahan tumbuh-tumbuhan menjadi batubara ini dikkenal
dengan cualitification. Dengan urutan zat yang dihasilkan berupa
tumbuh-tumbuhan yaitu mulai dari:
- Gambut (Peat)
- Lignit
- Sub Bituminous
- Bituminous
- Semi Antrasit
- Antrasit
- Meta Antrasit
Page | 9
Urutan proses pembentukan batubara tersebut secara ringkas dapat
diuraikan sebagai berikut:
a. Peat (Gambut)
Peat atau gambut adalah tumbuh-tumbuhan yang mati dan mengalami
pembusukan dan tercampur dalam paya yang dikenal dengan peat
(gambut). Jumlah air dalam gambut ini sangat besar dan jumlah
kandungan air tersebut berkisar antara 80-90 % ketika baru ditambang
dari paya. Penggunaannya sebagai bahan bakar dalam timber karena
akan menghasilkan nyala yang lebih panjang dengan suhu yang relative
rendah (Pitojo. S, 1983). Berdasarkan lingkungan tumbuhan dan
pengendapan gambut di Indonesia dapat dibagi atas dua jenis yaitu:
Gambut Ombrogenus, yaitu gambut yang kandungan airnya hanya
berasal dari air hujan. Gambut jenis ini dibentuk dalam lingkungan
pengendapan dimana tumbuhan pembentuk dimasa hidupnya hanya
tumbuh dari air hujan, sehingga kadar abunya adalah asli (Inherent)
dari tumbuhan itu sendiri.
Gambut Topogenus, yaitu gambut yang kandungan airnya berasal dari
air permukaan. Jenis gambut ini diendapkan dari sisa tumbuhan yang
semasa hidupnya tumbuh dari pengaruh air permukaan tanah,
sehingga kadar abunya juga dipengaruhi oleh bagian yang terbawa
oleh air permukaan tersebut.
Daerah gambut topogenus lebih bermanfaat untuk lahan pertanian
bial dibanding dengan daerah gambut ombrogenus karena gambut
topogenus mengandung lebih banyak nutrisi.
b. LignitPage | 10
Lignit yaitu suatu nama yang digunakan pada tahap pertama lapisan
Brown Coal. Pada umumnya lignit mengandung material kayu yang
sedikit mempunyai struktur yang lebih kompak bila dibandingkan
dengan gambut.
Lignit mempunyai warna yang berkisar antara coklat sampai kehitaman,
lignit segar mempunyai kandungan air antara 20-45 % dan nilai bakar
3056-4611 kal/gram, sedangkan lignit yang bebas air dan abu berkisar
antara 5566-111 111 kal/gram (Pitojo. S, 1983).
Lignite, disebut juga batubara muda. Merupakan tingkat terendah dari
batubara, berupa batubara yang sangat lunak dan mengandung air 70%
dari beratnya. Batubara ini berwarna hitam, sangat rapuh dan seringkali
menunjukkan struktur serat kayu. Nilai kalor rendah karena kandungan
air yang sangat banyak (30-75 %), kandungan karbon sangat sedikit (60-
68&), kandungan abu dan sulfur yang banyak (52.5-62.5).
Batubara jenis ini dijual secara eksklusif sebagai bahan bakar untuk
pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Lignite dijumpai pada kondisi
yang masih muda, berkisar Cretaceous sampai Tersier.
c. Batubara Sub Bituminous
Jenis batubara ini berwarna hitam mengkilap dan mempunyai kilapan
logam. Batubara ini saat ditambang kandungan air yang terkandung
Page | 11
mencapai 45 % dan mempunyai nilai kalor bakar sangat rendah,
kandungan karbon sedikit, kandungan abu banyak dan kandungan sulfur
yang banyak. Sub-Bituminous memiliki karakteristiknya berada di
antara batubara lignite dan bituminous, terutama digunakan sebagai
bahan bakar untuk PLTU. Sub-bituminous coal mengandung sedikit
carbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang
tidak efisien.
d. Batubara Bituminous
Batubara bituminous merupakan jenis batubara yang terpenting dan dipakai
sebagai bahan bakar karena memiliki nialai kalor, kandungan karbon yang
relative tinggi, sedangkan kandungan air, kandungan abu, dan kandungan
sulfur yang relative rendah. Jenis batubara ini juga digunakan sebagai bahan
bakar dalam pembuatan kokas dan pabrik gas. Bituminous merupakan
batubara yang tebal, biasanya berwarna hitam mengkilat, terkadang cokelat
tua. Bituminous coal mengandung 68 - 86% karbon dari beratnya dengan
kandungan abu dan sulfur yang sedikit. Umumnya dipakai untuk PLTU, tapi
dalam jumlah besar juga dipakai untuk pemanas dan aplikasi sumber tenaga
Page | 12
dalam industri dengan membentuknya menjadi kokas-residu karbon
berbentuk padat.
e. Batubara Semi Antrasit
Batubara semi antrasit ini merpakan batubara yang memiliki sifat
antara batubara bitumen yang mempunyai kandungan zat terbang
rendah disbanding dengan batubara antrasit yang mempunyai zat
terbang yang tinggi berkisar antara 6-14 %. Batubara ini mudah
terbakar dan warna nyalanya sedikit kekuning-kuningan.
f. Batubara Antrasit
Batubara antrasit biasanya disebut batubara keras (hard coal)
penamaan ini berdasarkan atas dasar kekerasan dan juga
kekuatannya antrasit. Batubara antrasit ini mudah untuk ditambang
karena letak lapisan didalam kerak bumi yang tidak pasti, dimana
letak lapisannya kadang-kadang tegak dan kadang-kadang juga
vertical bahkan kadang-kadang juga berlekuk. Sifat barubara ini
ditentukan dari derajat kilap atau warna.
Batubara antrasit berbentuk padat (dense), batu-keras dengan warna
jet-black berkilauan (luster) metalik dengan struktur kristal dan
konkoidal pecah. Mengandung antara 86% - 98% karbon dari
beratnya, 9,3% abu, dan 3,6% bahan volatile. Antarasit terbakar
lambat, dengan batasan nyala api biru (pale blue flame) dengan
sedikit sekali asap.Antrasit terbentuk pada akhir Karbon oleh
pergerakan bumi yang menyebabkan pemanasan dan tekanan tinggi
yang merubah material berkarbon seperti yang terdapat saat ini
Page | 13
Batubara antrasit mempunyai nilai kalor dan kandungan karbon
sangat tinggi dan memiliki kandungan air atau sulfur yang relative
rendah dan kandungan zat terbang tinggi berkisar antara 8,0 %.
g. Meta Antrasit
Batubara Meta Antrasit adalah batubara dengan kelas yang sangat
tinggi dimana nilai kalorinya sangat tinggi, berkisar antara 8000-9000
kalori. Kadara air (Water content) sangat kecil kurang dari 1 %,
warna hiam mengkilat, pecahan concoidal, tidak mengotori tangan
bila dipegang, menghasilkan api yang biru bila dibakar, tidak
mengeluarkan asap, tidak berbau, kadar abu dan sulfur juga sangat
rendah. Batubara jenis ini adalah antrasit yang mengalami pengaruh
tekanan dan suhu yang tinggi akibat proses tektonik maupun aktivitas
vulkanik yang ada di dekat endapan. Batubara jenis ini terdapat di
daerah Pensylvania, Amerika Serikat.
Page | 14
2.6 Reaksi Pembentukan Batubara
Batubara terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang sudah mati,
komposisi utama terdiri dari cellulose. Proses pembentukan batubara
dikenal sebagai proses pembatubaraan (coalification). Factor fisika
dan kimia yang ada di alam akan mengubah cellulosa menjadi lignit,
subbitumina, bitumina atau antrasit. Reaksi pembentukan batubara
adalah sebagai berikut :
5(C6H10O5) C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO
Cellulose lignit gas metan
Keterangan :
Cellulosa (senyawa organik), merupakan senyawa pembentuk
batubara.
Unsur C pada lignit jumlahnya relatif lebih sedikit
dibandingkan jumlah unsur C pada bitumina, semakin baik
kualitasnya.
Unsur H pada lignit jumlahnya relatif banyak dibandigkan
jumlah unsur H pada bitumina, semakin banyak unsur H pada
lignit semakin rendah kualitasnya.
Senyawa gas metan (CH4) pada lignit jumlahnya relatif lebih
sedikit dibandingkan dengan bitumina, semakin banyak (CH4)
lignit semakin baik kualitasnya.
2.7 Bentuk Lapisan BatubaraPage | 15
Bentuk cekungan, proses sedimentasi, proses geologi selama dan
sesudah proses pembentukan batubara akan menentukan bentuk
lapisan batubara. Mengetahui bentuk lapisan batubara sangat
menentukan dalam menghintung cadangan dan merencanakan cara
penambangannya. Beberapa bentuk lapisan batu baru, yaitu :
a. Bentuk Horse Back
Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan batubara dan batuan yang
menutupnya melengkung kea rah atas akibat gaya kompresi.
Ketebalan kea rah lateral lapisan batubara kemungkinan sama
ataupun menjadi lebih kecil atau menipis.
b. Bentuk Pinch
Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan yang menipis dibagian tengah.
Pada umumnya dasar dari lapisan natubara merupakan batuan yang
plastis, misalnya batulempung. Sedang di atas lapisan batubara secara
setempat ditutupi oleh batupasir yang secara lateral merupakan
pengisian suatu alur.
c. Bentuk Clay Vein
Bentuk itu terjadi apabila di antara dua bagian deposit batubara
terdapat urat lempung. Bentukan ini terjadi apabila pada satu seri
deposit batubara mengalami patahan, kemudian pada bidang
patahan yang merupakan rekahan terbuka terisi oleh material
lempung ataupun pasir.
d. Bentuk Burried Hill
Page | 16
Bentuk ini terjadi apabila di daerah di mana batubara semula
terbentuk terdapat suatu kulminasi sehingga lapisan batubara
seperti “terintrusi”.
e. Bentuk Fault
Bentuk ini terjadi apabila di daerah di mana deposit batubara
mengalami beberapa seri patahan. Keadaan ini akan mengacaukan
di dalam perhitungan cadangan, akibat adanya perpindahan
perlapisan akibat pergeseran kea rah vertical. Dalam melakukan
eksplorasi batubara di daerah yang banyak gejala patahan harus
dilakukan dengan tingkat ketelitian yang tinggi.
f. Bentuk Fold
Bentuk ini terjadi apabila di daerah di mana deposit batubara
mengalami perlipatan. Makin intensif gaya yang bekerja
pembentuk perlipatan akan makin komplek. Dalam melakukan
eksplorasi batubara di daerah tersebut juga terjadi patahan harus
dilakukan dengan tingkat ketilitian yang tinggi.
2.8 Batubara menurut waktu pembentukannya
Di Indonesia terdapat mulai skala waktu Tersier sampai Recent.
Pembagiannya dapat dijelaskan sebagai berkut:
1. Batubara paleogen, merupakan batubara yang terbentuk pada
cekungan intranmontain, contohnya yang terdapat di Ombilin,
Bayah, Kalimantan Tenggara serta Sulawesi Selatan.
2. Batubara neogen, yakni batubara yang terbentuk pada cekungan
foreland, contohnya terdapat di Tanjung Enim, Sumatera Selatan.
3. Batubara delta, yakni endapan batubara yang terdapat di hampir
seluruh Kalimantan Timur
Page | 17
DAFTAR PUSTAKA
Page | 18