makalah bab 2

30
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam dan terkenal sebagai bangsa yang majemuk atau heterogen. Bangsa kita mempunyai beraneka ragam suku bangsa, budaya, agama, dan adat istiadat (tradisi), ras, dan bahasa daerah. Indonesia meliliki lebih dari 300 suku bangsa. Setiap suku bangsa memiliki kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Suku bangsa merupakan bagian dari suatu negara dan masing-masing suku bangsa memiliki norma sosial yang mengikat masyarakat di dalamnya agar taat dan melakukan segala yang tertera didalamnya. Semua itu tercermin dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat Indonesia. Seperti : upacara adat, rumah adat, baju adat, nyanyian dan tarian daerah, alat musik, dan makanan khas. Suku sangat berkaitan dengan ras karena suku bangsa di wilayah Indonesia ini masih berdasarkan sistem lingkaran-lingkaran hukum adat yang mula-mula diklasifikasikan oleh Van Vollenhoven. Sedangkan sejumlah manusia yang memiliki ciri-ciri ras 1

Upload: syifta-kusuma

Post on 31-Jan-2016

34 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Bab 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam dan terkenal

sebagai bangsa yang majemuk atau heterogen. Bangsa kita mempunyai beraneka

ragam suku bangsa, budaya, agama, dan adat istiadat (tradisi), ras, dan bahasa

daerah. Indonesia meliliki lebih dari 300 suku bangsa. Setiap suku bangsa

memiliki kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Suku

bangsa merupakan bagian dari suatu negara dan masing-masing suku bangsa

memiliki norma sosial yang mengikat masyarakat di dalamnya agar taat dan

melakukan segala yang tertera didalamnya. Semua itu tercermin dalam kehidupan

sehari-hari dalam masyarakat Indonesia. Seperti : upacara adat, rumah adat, baju

adat, nyanyian dan tarian daerah, alat musik, dan makanan khas. Suku sangat

berkaitan dengan ras karena suku bangsa di wilayah Indonesia ini masih

berdasarkan sistem lingkaran-lingkaran hukum adat yang mula-mula

diklasifikasikan oleh Van Vollenhoven. Sedangkan sejumlah manusia yang

memiliki ciri-ciri ras yang sama belum tentu mempunyai bahasa induk dan

kebudayaan yang tergolong sama dalam satu daerah kebudayaan. Diantara

sejumlah manusia seperti itu, misalnya beberapa orang veddoioid dan beberapa

orang minangkabau yang bermigrasi dalam suatu wilayah (Riau) membentuk

sebuah suku yang disebut Suku Sakai. Oleh karena itu, makalah ini akan

membahas tentang kehidupan, kesehatan, pengobatan, kehamilan dan kelahiran

pada Suku Sakai.

1

Page 2: Makalah Bab 2

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana Suku Sakai jika dikaji dalam sudut pandang antropologi

kesehatan?

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui tentang kehidupan, kesehatan, pengobatan, kehamilan dan

kelahiran pada Suku Sakai dalam sudut pandang antropologi kesehatan.

1.4 Manfaat

Dapat mengetahui tentang kehidupan, kesehatan, pengobatan, kehamilan dan

kelahiran pada Suku Sakai sudut pandang antropologi kesehatan.

2

Page 3: Makalah Bab 2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengetian Suku Bangsa dan Ras Manusia

2.1.1 Pengertian Suku Bangsa

Suku bangsa adalah kelompok orang yang mempunyai kesamaan latar

belakang budaya, bahasa, rutinitas, style hidup, dan ciri-ciri fisik yang sama.

Masing-masing mereka mengidentifikasikan diri pada satu dengan yang lain.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa : Suku-bangsa kesatuan

sosial yg dapat dibedakan dr kesatuan sosial lain berdasarkan kesadaran akan

identitas perbedaan kebudayaan, khususnya bahasa. Koentjaraningrat dalam

Sosiologi 2 SMA kelas XI (2007:12) suku bangsa adalah suatu golongan

manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan,

sedangkan kesadaran dan identitas tadi seringkali (tetapi tidak selalu) dikuatkan

oleh kesatuan bahasa. Jadi, suku bangsa sebagai kesatuan hidup manusia yang

memiliki kebudayaan dan tradisi yag unik membuat mereka memiliki identitas

khusus dan berbeda denga kelompok lainnya dan suku bangsa merupakan bagian

dari populasi yang lebih besar yang disebut dengan bangsa.

2.1.2 Pengertian Ras Manusia

Kata “ras” berasal dari bahasa Prancis-Italia “razza” yang artinya

pembedaan variasi penduduk berdasarkan tampilan fisik (bentuk dan warna

rambut, warna mata, warna kulit, bentuk mata, dan bentuk tubuh, asal-usul

wilayah serta bahasa). Pengertian ras ini menyangkut aspek biologis (ciri fisik,

warna kulit, bentuk tubuh, dll) dan aspek sosial (menyangkut peran dan

kebiasaan yang dilakukan). Ras (Race) adalah kumpulan manusia yang terdiri

3

Page 4: Makalah Bab 2

daripada lelaki dan perempuan yang berkongsi ciri-ciri biologi tersendiri yang

diwarisi, dan dapat dibezakan dengan jelas dalam masyarakat (Macionis,

1998:214). Menurut Ralph Linton dalam Sosiologi 2 untuk SMA kelas XI

( 2001:8) Ras adalah suatu kelompok manusia yang memilikiciri-ciri fisik

bawaan yang sama.Ilmu yang mempelajari ciri-ciri morfologis manusia untuk

kepentingan pengklasifikasian ras di kenal dengan antropometri. Ciri biologis

atau morfologis meliputi ciri kuantitatif (ukuran badan, bentuk kepala, dan

bentuk hidung) dan kualitatif (warna kulit, jenis rambut, dan warna mata).

Umumnya ras dibagi menjadi 4 antara lain :

1. Ras Mongoloid (kuning langsat, rambut hitam, mata sipit), mendiami

wilayah Asia, Utara, Selatan, Barat, dan Tenggara.

2. Ras Kaukasoid (putih, hidung mancung dan perawakan tinggi besar),

mendiami wilayah Timur Tengah, seperti, Paskistan, Irak, Iran dan India.

3. Ras Australoid (putih, pirang, hidung mancung, dan perawakan tinggi

besar), mendiami wilayah Australia.

4. Ras Negroid (hitam, rambut kriting, dan bibir tebal) mendiami wilayah

Afrika.

2.2 Kehidupan Suku Sakai di Riau

Suku Sakai merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia yang hidup di

pedalaman Riau, Sumatera. Suku Sakai merupakan keturunan Minangkabau yang

melakukan migrasi ke tepi Sungai Gasib, di hulu Sungai Rokan, pedalaman Riau

pada abad ke-14. Suku Sakai merupakan kelompak masyarakat dari Pagaruyung

yang bermigrasi ke daratan Riau berabad-abad lalu. Sebagian besar masyarakat Sakai

hidup dari bertani dan berladang. Tidak ada data pasti mengenai jumlah orang Sakai.

Data kependudukan yang dikeluarkan oleh Departemen Sosial RI menyatakan bahwa

jumlah orang Sakai di Kabupaten Bengkalis sebanyak 4.995 jiwa.

4

Page 5: Makalah Bab 2

Suku Sakai selama ini sering dicirikan sebagai kelompok terasing yang hidup

berpindah-pindah di hutan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, alam asri

tempat mereka berlindung mulai punah. Kawasan yang tadinya hutan, berkembang

menjadi daerah industri perminyakan, usaha kehutanan, perkebunan karet, kelapa

sawit, dan ekonomi. Komposisi masyarakatnya pun menjadi lebih heterogen dengan

pendatang baru dan pencari kerja dari berbagai kelompok masyarakat yang ada di

Indonesia (Jawa, Minang, Batak, dsb). Akibatnya, masyarakat Sakai pun mulai

kehilangan sumber penghidupan. Sementara, usaha atau kerja di bidang lain belum

biasa mereka jalani.

2.2.1 Asal-Usul Suku Sakai

Menurut Moszkowski (1980) dan kemudian juga dikutip oleh Leob (1935)

dalam Orang Sakai di Riau (1995:72) orang Sakai adalah orang veddoid yang

merupakan keturunan minangkabau yang datang bermigrasi sekitar abad ke 14 ke

daerah riau, yaitu ke Gasib, di tepi sungai Gasib dihulu sungai Rokan. Gasib

kemudian menjadi sebuah kerajaan dan kerajaan Gasib kemudian dihancurkan oleh

kerajaan Aceh sehingga masyarakat ini melarikan diri ke hutan-hutan disekitar daerah

sungai-sungai Gasib, Rokan, dan Mandau serta seluruh anak-anak sungai Siak.

Mereka adalah nenek moyang orang Sakai. Sedangakan menurut keterangan dari

Boechary Hasny dalam Orang Sakai di Riau (1995:72) yang memperoleh keterangan

mengenai asal-muasal orang sakai dari para orang tua sakai, dan juga menurut

keterangan dari bapak Saepel, mantan Batin Beringin Sakai yang saya wawancarai,

orang sakai berasal dari Pagarruyung, Batusangkar dan dari Mentawai. Dalam uraian

mereka mengenai asal-muasal orang Sakai tercakup sejarah asal mula adanya

Perbatinan Lima dan Perbatinan Delapan yang coraknya seperti dua buah moiety

atau paruh masyarakat, tetapi struktur paru masyarakat ini tidak befungsi di dalam

struktur kehidupan masyarakat orang sakai.

5

Page 6: Makalah Bab 2

a. Perbatinan Lima

Negeri Pagarruyung sangat padat penduduknya sehingga raja mencari wilayah

pemukiman baru untuk menampung penduduknya yaitu wilayah-wilayah sebelah

timur Pagarruyung karena nampaknya masih kosong penduduk dan hanya dipenuhi

rimba belantara. Mereka menembus hutan rimba belantara dan akhirnya mereka

sampai ditepi sebuah anak sungai yang mereka namakan Sungai Biduando yang

artinya sungai dari rombongan 189 orang janda yang dipimpin oleh seorang kepala

rombongan ( Bidu= kepala rombongan dan Ando= janda ).

Desa-desa atau kepenghuluan-kepenghuluan orang Sakai yang tergolong

dalam Perbatinan Lima tersebut adalah:

1. Desa Minas.

Desa ini masih dan sebagian besar warganya adalah orang sakai

2. Desa Penaso

Sejak tahun 1982 desa ini sudah tidak ada karena jumlah penduduknya

hanya delapan keluarga, Penaso dijadikan sebuah rukun kmpung dari desa

Muara Basung. Sebagian penduduknya menjadi warga masyarakat rasing.

3. Desa Beringin Sakai.

Pada masa sekarang desa ini sudah tidak ada lagi karena seluruh warganya

telah pindah ke pemukiman masyarakat terasing.

4. Desa Tengganau

Desa ini masih ada dan sebagian besar warganya adalah orang sakai.

b. Perbatinan Delapan

Beberapa lamanya setelah keberangkatan rombongan terakhir meninggalkan

Pagarruyung, kerajaan ini telah menjadi padat lagi penduduknya. Karena mencari

nafkah yang sulit dan kehidupan yang berat maka secara diam-diam tanpa meminta

izin dari raja, sebuah rombongan yang terdiri dari dari 15 orang pada suatu malam

6

Page 7: Makalah Bab 2

meninggalkan Pagarruyung. Tujuan mereka adalah untuk membuka suatu daerah baru

untuk tempat bermukim. Di wilayah hulu sungai syam-syam di Mandau mereka

berkeliling sampai ke daerah yang dialiri 7 buah anak sungai. Ditempat ini mereka

tinggal untuk beberapa tahun lamanya. Mereka membuat ladang, rumah, menempa

besi, untuk membuat peralatan berbagai alat pertanian dan rumah tangga. Meraka

membuka hutan bagi tempat-tempat pemukiman baru yaitu: (1) Desa Petani, (2) Desa

Sebangga, (3) Desa Air jamban duri, (4) Desa Pinggir, (5) Desa Semunai, (6) Desa

Syam-syam, (7) Desa Kandis, (8) Desa Balaimakam. Kedelapan tempat pemukiman

tersebut masing-masing di sahkan sebagai sebuah perbatinan (dukuh) dengan

kepalanya seorang batin (kepala dukuh). Oleh karena itu kedelapan tempat tersebut

disebut sebagai Perbatinan Delapan.

Selain asal usul di atas, pendapat kedua mengenai asal usul Suku Sakai yaitu

Suku Sakai ini berasal dari keturunan Nabi Adam yang langsung hijrah dari tanah

Arab, terdampar di Sungai Limau, dan hidup di Sungai Tunu. Namun, tidak ada

sumber tertulis pasti tentang asal-usul sesungguhnya Suku Sakai ini. Catatan sejarah

mengatakan bahwa pada zaman dahulu penduduk asli yang menghuni Nusantara

adalah orang-orang Wedoid dan Austroloid, kelompok ras yang memiliki postur

tubuh kekar dan berkulit hitam. Mereka bertahan hidup dengan berburu dan

berpindah-pindah tempat. Sampai suatu masa, kira-kira 2.500-1.500 tahun sebelum

Masehi, datanglah kelompok ras baru yang disebut dengan orang-orang Melayu Tua

atau Proto-Melayu.

Gelombang migrasi pertama ini kemudian disusul dengan gelombang migrasi

yang kedua, yang terjadi sekitar 400-300 tahun sebelum Masehi. Kelompok ini lazim

disebut sebagai orang-orang Melayu Muda atau Deutro-Melayu. Akibat penguasaan

teknologi bertahan hidup yang lebih baik, orang-orang Melayu Muda ini berhasil

mendesak kelompok Melayu Tua untuk menyingkir ke wilayah pedalaman. Di

pedalaman, orang-orang Melayu Tua yang tersisih ini kemudian bertemu dengan

7

Page 8: Makalah Bab 2

orang-orang dari ras Wedoid dan Austroloid. Hasil campur antara keduanya inilah

yang kemudian melahirkan nenek moyang orang-orang Sakai.

Sementara pendapat ketiga mengatakan bahwa orang-orang Sakai berasal dari

Pagarruyung dan Batusangkar. Menurut versi cerita ini, orang-orang Sakai dulunya

adalah penduduk Negeri Pagarruyung yang melakukan migrasi ke kawasan rimba

belantara di sebelah timur negeri tersebut. Waktu itu Negeri Pagarruyung sangat

padat penduduknya. Untuk mengurangi kepadatan penduduk tersebut, sang raja yang

berkuasa kemudian mengutus sekitar 190 orang kepercayaannya untuk menjajaki

kemungkinan kawasan hutan di sebelah timur Pagarruyung itu sebagai tempat

pemukiman baru. Setelah menyisir kawasan hutan, rombongan tersebut akhirnya

sampai di tepi Sungai Mandau. Karena Sungai Mandau dianggap dapat menjadi

sumber kehidupan di wilayah tersebut, maka mereka menyimpulkan bahwa kawasan

sekitar sungai itu layak dijadikan sebagai pemukiman baru. Keturunan mereka inilah

yang kemudian disebut sebagai orang-orang Sakai. Bagi orang Sakai sendiri,

pendapat ini dianggap yang lebih benar karena mereka meyakini bahwa leluhur

mereka memang berasal dari Negeri Pagarruyung. Populasi Suku Sakai yang terbesar

hingga saat ini terdapat di Kabupaten Bengkalis (Pulau Bengkalis dan Pulau Rupat).

2.2.2 Kepercayaan Suku Sakai

Salah satu ciri masyarakat Sakai yang juga melahirkan penilaian negatif dari

orang Melayu adalah agama mereka yang bersifat animistik. Meskipun banyak di

antara orang Sakai yang telah memeluk Islam, namun mereka tetap mempraktekkan

agama nenek moyang mereka yang masih diselimuti unsur-unsur animisme, kekuatan

magis, dan tentang mahkuk halus. Inti dari agama nenek moyang masyarakat Sakai

adalah kepercayaan terhadap keberadaan ‘antu‘ atau mahluk gaib yang ada di sekitar

mereka. Masyarakat Sakai menganggap bahwa antu juga memiliki kehidupan

layaknya manusia. Mereka bergerombol dan memiliki kawasan pemukiman. Pusat

8

Page 9: Makalah Bab 2

dari pemukiman antu ini menurut orang Sakai berada di tengah-tengah rimba

belantara yang belum pernah dijamah manusia.

2.2.3 Kehidupan Suku Sakai Sekarang

Kehidupan masyarakat Sakai saat ini sudah banyak dipengaruhi oleh pendatang

serta pekerja perkebunan dari tanah Jezawa, Medan, Padang dan juga beberapa

daerah di Sumatra lainnya. Banyaknya pembukaan hutan untuk perkebunan sawit dan

juga pemukiman penduduk baru serta program transmigrasi telah mempengaruhi cara

pemikiran dan juga pola hidup suku sakai.

Mereka kini jarang yang hidup di hutan tetapi menetap bersama-sama dengan

pendatang. Kepercayaan animisme yang dahulu dianut oleh sebagian besar suku

Sakai, kini berganti dengan beberapa agama seperti Islam atau pun Kristen. Sehingga

keyakinan terhadap makhluk halus yang sering disebut 'antu’, tidak lagi menyelimuti

kehidupan mereka. Anak-anak Suku Sakai pun sudah memasuki sekolah. Harapan

kedepan, keterbelakangan Suku Sakai bisa diatasi dengan mengikutsertakan mereka

pada program-program pembangunan.

2.3 Kesehatan Suku Sakai

Secara pengamatan orang awam atau orang biasa kesehatan fisik orang sakai

yang menjadi warga Pembinaan Kesejahteraan Masyarakat Terasing (PKMT) adalah

jelek. Hampir semua terjangkit satu penyakit atau berbagai macam penyakit dan

penyakit yang di alami langsung dapat dilihat oleh mata dan di dengar oleh telinga.

Salah satu contoh penyakit adalah penyakit kulit atau kurap, karena penyakit tersebut

tidak memandang usia atau kalangan.

Pada tahun 1908 salah satu tokoh yaitu Miszkiwski dalam Orang Sakai di

Riau (1995:304) menyebutkan bahwa penyakit kurap adalah penyakit yang

menyerang hampir semua orang sakai. Hal ini di sebabkan karena mutu gizi makanan

9

Page 10: Makalah Bab 2

yang rendah serta kebersihan tubuh yang tidak terawat dengan baik. Menurut

Muszkiwski ada pula penyakit yang sering menyarang anak-anak yaitu penyakit

batuk dan cacingan. Karena pada daerah tersebut ketidak adaan kakus sehingga

menyebabkan anak-anak membuang air besar di halaman rumah, di jalan raya dan di

kebun. Kotoran mereka digelimangi cacing gelang dan selalu di keerumuni lalat.

Di kantor PKMT sialang rumbun terdapat sejumlah botol obat berisi pil

namun label yang terdapat di botol obat-obatan tersebut tertulis dengan bahasa latin

yang sejak tahun 1908 tidak ada seorang pun petugas yang mengerti dan memahami

untuk apa obat-obatan tersebut. Obat yang tersedia lainya hayalah obat luka dan

perban sedangkan beberapa obat seperti bodrex dan eterovoform yang da di kantor

PKMT itu hanya di pergunakan untuk petugas itu sendiri.

Salah satu bentuk berobat dari warga PKMT adalah kalau mereka sakit kepala

atau sakit perut selalu datang ke petugas PKMT untuk meminta obat. Begitu pula

apabila warga tersebut mengetahui bahwa bapak petugas memiliki vitamin maka

mereka akan segera datang meminta vitamin untuk kesehatan mereka. Sehingga dari

kenyataan tersebut tidak ada hambatan untuk warga menikmati pengobatan modern.

Tetapi hambatan lainnya adalah biaya karena warga yang ingin berobat harus

mengeluarkan biaya transportasi dan juga mahalnya biaya pemeriksaan yang ditarik

oleh mantra sebesar Rp. 1000,- dan biaya obat Rp.5000,- maka dari itu orang sakai

lebih memilih membeli obat di warung setempat untuk mengobati penyakit di

antaranya obat bodrex atau obat sakit kepala cap bintang tujuh,obat gosok balsam

atau minyak kayu putih untuk sakit kepala dan demam dam mereka akan berobat jika

penyakit yang di deritanya sudah tidak dapat di sembunyikan lagi ‘’ parah’’.

Para petugas PKMT mengatakan bahwa mereka telah berhasil membimbing

para warga untuk tidak minum air mentah – minum air yang telah di masak mendidih

air, tetapi masalahnya adalah meraka sehari-hari minum air putih(air mentah) dan

kesempatan minum teh manis hanya setelah makan dan pada saat ada tamu yang

10

Page 11: Makalah Bab 2

berkunjung . menutur mereka merebus air sampai mendidih memekan waktu lama

dan menghabiskan kayu bakar saja,sedangkan air mentah yang mereka minum itu

cukup bening dan bersih(kata mereka).

Petugas pun juga mengajari bagaimana membuang air besar di kakus dan

bagaimana membuat kakus yang cepat dan mudah,dan tanggapan mereka adalah

membuat kakus itu hanya menghabiskan biaya dan tenaga saja padahal kebun-kebun

masih cukup luas untuk pembuangan kotoran mereka. Dan tida tidak seorangpun dari

mereka yang melakukan apa yang telah di jelaskan olek para petugas PKMT.

2.4 Pengobatan Suku Sakai

Sejak dulu Indonesia terkenal dengan aneka pengobatan tradisional dengan

berbagai macam metode alternatif. Salah satunya adalah pengobatan menggunakan

perantaraan ruh, arwah atau makhluk dari dimensi lain sebagai terapi. Konsep

pengobatan ini diterapkan suku Sakai yang menetap di kabupaten Bengkalis Provinsi

Riau.

Suku Sakai merupakan salah satu bagian dari masyarakat suku luar atau

terasing di Indonesia. Mereka tinggal di daerah hutan dan hidup dengan berburu hasil

hutan, mencari kulit kayu dan barter dengan para pedagang yang tinggal di luar

komunitas mereka. Suku ini nomaden atau hidup berpindah-pindah dari satu lahan ke

lahan yang lainnya, meskipun tetap berada di areal hutan. Mereka percaya bahwa

lingkungan mereka dihuni makhluk gaib yang disebut ‘antu‘.

Meskipun kehidupan mereka saat ini sudah modern, mereka masih

mengandalkan dukun untuk pengobatan. Ini merupakan tradisi yang diwariskan

turun-temurun oleh leluhur mereka. Dukun bagi suku Sakai bertindak sebagai seorang

‘dokter‘ yang mendiagnosa penyakit pasien dengan bantuan arwah dan kemudian

mentransfer pengetahuannya ke pasien. Tidak sembarang orang dapat jadi dukun.

Seseorang ‘diperbolehkan’ jadi dukun jika dia telah mendapatkan wangsit dari arwah,

mewarisi keahlian bapak atau saudara lelaki, dan menuntut ilmu dari dukun lain.

11

Page 12: Makalah Bab 2

Menurut Nathan yang meneliti mengenai pengobatan tradisional suku Sakai

selama satu setengah tahun, dalam tradisi pengobatan Sakai, dukun atau disebut

‘semanggeh‘ mengalihkan kesadarannya ke dimensi arwah dan memanggil arwah

yang dilihat mata batinnya. Dukun kemudian berkelana dengan ruh tersebut untuk

mencari obat atau ‘ubet‘. Setelah menemukan jawaban, dukun akan menafsirkannya

ke dalam pertunjukan fisik bagi sang pasien berupa tari-tarian, musik serta pantun.

Bagi Nathan, aksi fisik tersebut merupakan cermin atas apa yang dilakukan oleh jiwa

pasien di dimensi arwah.

Selama melakukan proses penyembuhan, pihak keluarga si sakit juga mesti

melakukan beberapa ritual seperti: membuat miniatur rumah dilengkapi dengan

obyek bunga, lebah dan burung tiruan serta menyalakan obor. Miniatur tersebut tidak

mesti rumah, bisa berupa benda atau obyek lain tergantung dari permintaan sang

‘antu‘ atau arwah yang nantinya akan menetap di miniatur tersebut. Umumnya

setelah pengobatan selesai dan antu dari tubuh pasien berpindah ke rumah miniatur,

maka miniatur tersebut akan dibuang sang dukun. Kemudian dukun tersebut akan

mengenakan atribut upacara seperti ikat kepala berwarna merah, selempang berwarna

merah dan bertelanjang dada dan membacakan mantra serta berdiri mengambil

campuran beras putih dan kuning untuk disebar ke seluruh sudut ruangan selama tiga

kali. Ritual itu dilakukan hingga dukun menemukan jawaban atas sakit sang pasien.

Jika telah ditemukan, maka api obor yang dipersiapkan akan dipadamkan.

Suku Sakai menggunakan keahlian mereka berhubungan dengan dunia arwah

hanya untuk kepentingan pengobatan. Dalam kaitannya dengan dunia medis yang

modern, Suku Sakai bersikap terbuka dalam pengertian para dukun tidak melarang

anggota masyarakat Sakai berobat ke dokter di klinik terdekat di luar pemukiman

mereka.

Meskipun tidak ada larangan pergi ke dokter, pada kenyataannya suku Sakai

masih enggan berobat ke dokter karena takut dengan pengobatan modern yang

dianggap menyakitkan seperti jarum suntik. Dalam banyak kasus, Nathan melihat

12

Page 13: Makalah Bab 2

dukun justru mendorong pergi ke dokter jika mereka tidak berhasil menyembuhkan

pasien. Penelitian atas pengobatan tradisional yang berfokus pada medium dunia

arwah ini mulai menarik perhatian peneliti dunia medis sejak tahun 1960. Dunia

medis mencoba mencari adanya hubungan antara pengobatan tradisional yang

supranatural dengan kesembuhan pasien. Meski dianggap mistis, pada kenyataannya

terapi yang dilakukan Suku Sakai berhasil menyembuhkan pasien.

2.5 Hamil dan Melahirkan Bayi pada Suku Sakai

Apabila seorang istri tidak haid atau datang bulan, maka dia segera

memberitahukan suaminya dan menyuruh suaminya memanggilkan seorang dukun

yang ada dalam pemukiman masyarakat Sakai setempat atau pemukiman lain. Dukun

tersebut adalah dukun bayi yang biasanya diperankan oleh wanita tua yang sudah

biasa membantu kelahiran bayi. Dukun yang diberitahu oleh suami tersebut datang

melihat keadaan si istri dan memeriksa apakah si istri tersebut betul-betul hamil atau

hanya karena terlambat datang bulan. Bila si istri tersebut betul-btul hamil, maka

dukun tersebut memberikan nasehat mengenai apa yang harus dipantangkan oleh si

suami istri tersebut. Pantangan-pantangan tersebut mencakup:

1. Pantangan-pantangan untuk tidak melanggar ketentuan-ketentuan dalam

berladang seperti: tidak boleh memilih tempat untuk ladang sembarangan,

tidak boleh membakar hutan untuk membuka ladang, tidak boleh menugal

menanam padi.

2. Dilarang mengadakan hubungan kelamin dengan orang yang digolongkan

sebagai adik kandung termasuk saudara sepupu karena dilarang oleh agama

dan termasuk penghianan kepada istri atau suami.

13

Page 14: Makalah Bab 2

3. Membelah tunggul kayu sisa tebangan yang masih menancap di tanah karena

membelah tunggul kayu membutuhkan energi yang besar sehingga akan

membahayakan janin yang dikandungnya.

4. Tekebur terhadap binatang buas karena menurut kepercayaan mereka jika

seorang suami atau istri yang sedang hamil tekebur terhadap binatang maka

akan berpengaruh terhadap bayinya ketika sudah lahir.

Contoh: Seorang suami membunuh ular maka banyinya nanti akan sering

mengeluarkan lidahnya.

5. Mempunyai tempat beras atau cupak dua buah yang ditaruh dalam satu

rumah. Mereka percaya jika bayinya lahir nanti aka ada yang tidak selamat

baik itu ibu atau anaknya.

6. Dilarang membawa cucian basah ke dalam rumah atau dari ruma dalam ke

luar rumah karena untuk membawa cucian basah itu membutuhkan energi

yang besar sehingga akan menekan pertumbuhan janin yang ada di dalam

rahimnya.

7. Pekerjaan –pekerjaan yang berat yang memerlukan banyak tenaga tidak boleh

dilakukan oleh si istri melainkan dikerjakan oleh si suami. Contoh : Menanam

padi dan ubi menggalo.

Dalam kesempatan datangnya dukun ke rumah tersebut, dukun juga diminta

untuk bersedia membantu kelancaran dan keselamatan pada saat melahirkan. Si

dukun biasanya bersedia di panggil, bahkan pemanggilan kedatangan si dukun

kerumah mereka sudah merupakan suatu permintaan yang tidak di ungkapkan dengan

kata-kata bahwa sesungguhnya keluarga tersebut meminta si dukun untuk bersedia

membantu kelahiran si bayi. Tiga bulan sebelum bayi lahir keluarga tersebut meminta

secara resmi kesediaan si dukun untuk bersedi menangani kelahiran bayi bila tiba saat

melahitkan. Permintaan secara resmi tersebut merupakan suatu kontrak bila di setujui 14

Page 15: Makalah Bab 2

oleh si dukun yaitu si dukun harus menepati janjinya atau dia akan menerima

hukuman denda dan sanksi gaib karena pelanggaran atas ketentuan yang belaku. Cara

permintaan secara resmi tersebut adalah dengan mengirimkan” nempah” yaitu

makanan yang terdiri atas nasi ketan kuning yang di atasnya di taruh sebuah ayam

panggang utuh. Nempah itu sendiri, dalam bahasa sakai sama artinya dengan

mengikat sebuah perjanjian antara dukun dengan keluarga yang bersangkutan.

Setelah dilakukan nempah sampai dengan kelahiran bayi tersebut harus membiayai

makanan sehari-hari dari si dukun sesuai dengan kemampuan ekonomi tersebut.

Saat-saat yang paling menegangkan pada kelahiran bayi dan membuat mereka merasa

tertimpa bencana ketika mereka menganggap bahwa kelahiran bayi tersebut lebih

lambat dari pada waktu yang seharusnya. Dalam keadan demikian maka upacara

“dikir “ dilakukan dengan tujuan untuk mengusir berbagai roh atau hantu jahat yang

ada di rumah atau di ladang mereka yang mengganggu kelancaran kelahiran si bayi.

Setelah bayi lahir, usus yang menghubungkan dengan “tembuni” atau ari-ari itu di

potong menggunakan bilah bambu yang tajam. “Tembuni” tersebut kemudian

dirwawat dengan cara di garami dan di asami ( dengan asam ) lalu di asap di atas

tungku api dapur sampai kering ; seperti membuat ikan asap. Orang sakai percaya

bahwa “tembuni” tersebut sebetulnya adalah saudara tua dari si bayi. Dan dalam

kehidupan si bayi bahkan sampai tua, “tembuni” tersebut adalah penjaganya .

“tembuni” yang sudah kering karena di asap tersebut sewaktu-waktu dapat di

gunakan untuk mengobati si bayi kalau dia sakit, atau dapat juga di gunakan dalam

upacara” dikir” kalau si bayi terkena bencana. Setelah selesainya proses kelahiran si

bayi, maka si dukun di beri upah oleh keluarga tersebut. Dalam dunia kesehatan

“tembuni” dikenal sebagai plasenta. Plasenta berkhasiat mengatasi gangguan mata,

asma, luka yang membusuk dan sebagai pelancar ASI. Plasenta atau dikenal sebagai

ari-ari berfungsi sebagai media nutrisi untuk embrio yang ada dalam kandungan.

Plasenta memiliki bobot sekitar 37,5-500g. plasenta berbentuk bulat, tidak teratur

15

Page 16: Makalah Bab 2

atau bulat telur seperti piring dengan garis tengah 9-16 cm, mengandung 200ml darah

yang mengisi jaringan spon. Plasenta mudah patah dan berbau amis.

Plasenta manusia kaya akan kandungan darah dan protein (albumin), hormon

estrogen dan substansi lain seperti DNA dan RNA. Albumin yang berasal dari

manusia mengandung immunoglobulin seperti IgA, dan asam-asam amino. Plasenta

mengandung berbagai jenis antibodi untuk mencegah penyakit cacar, Influenza dan

Difteri. Protein plasenta juga mengandung interferon, zat yang bisa mencegah dan

mengendalikan epidemik virus. Didalam praktek klinis, plasenta telah dignakan untuk

imunisasi pasif.

Setelah bayi itu lahir, bayi tersebut menyusui susu ibunya. Ketika bayi berusia

satu tahun dia mulai di beri makanan (pisang, nasi , dan makanan-makanan lunak

lainnya). Menjelang umur 2 tahun bayi mulai di beri makanan nasi atau pisang yang

di campur dengan menggalo mersik. Pada waktu umurnya mencapai 3 tahun, dia di

beri makanan menggalo mersik atau sama dengan makanan yang dimakan oleh orang

tuanya atau keluarganya.

Pada umumnya, anak-anak disapih ( pemberian ASI diberhentikan) ketika

berumur 2 tahun. Tetapi ada juga anak-anak yang baru disapih oleh ibunya setelah

berumur 4 tahun. Pada waktu seorang anak laki-laki berumur 12 tahun, dia disunat.

Cara penyunatan yang di lakukan pada zaman dahulu, yaitu sebelum masuk dan

diterimanya agama islam dalam kehidupan orang sakai adalah dengan cara

memasukkan sepotong kayu kecil ke ujung kulit kemaluan” kulup” si anak tersebut

sampai menyentuh ujung kepala kemaluan, lalu dengan menggunakan sebuah pisau

yang tajam kulit bagian kepala tersebut di belah di bagian atasnya menjadi dua.

Setelah mereka memeluk agama islam cara “ sunat sakai” ini mereka tinggalkan.

Mereka mengikuti cara sunat yang lazim di lakukan oleh orang islam yaitu ujung

kulit kepala kemaluan di potong sama sekali dan dibuang. Sedangkan pada anak-anak

perempuan tidak disunat.

16

Page 17: Makalah Bab 2

BAB III

KESIMPULAN

Suku bangsa adalah kelompok orang yang mempunyai kesamaan latar

belakang budaya, bahasa, rutinitas, style hidup, dan ciri-ciri fisik yang sama. Masing-

masing mereka mengidentifikasikan diri pada satu dengan yang lain. Dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa suku-bangsa kesatuan sosial yg dapat

dibedakan dari kesatuan sosial lain berdasarkan kesadaran akan identitas perbedaan

kebudayaan, khususnya bahasa sedangkan Kata “ras” berasal dari bahasa Prancis-

Italia “razza” yang artinya pembedaan variasi penduduk berdasarkan tampilan fisik

(bentuk dan warna rambut, warna mata, warna kulit, bentuk mata, dan bentuk tubuh,

asal-usul wilayah serta bahasa).

Masyarakat Sakai sebagian besar hidup dari bertani dan berladang. Suku

Sakai selama ini sering dicirikan sebagai kelompok terasing yang hidup berpindah-

pindah di hutan. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, alam asri tempat mereka

berlindung mulai punah. Kawasan yang tadinya hutan, berkembang menjadi daerah

industri perminyakan, usaha kehutanan, perkebunan karet dan kelapa sawit, dan

sentra ekonomi. Komposisi masyarakatnya pun menjadi lebih heterogen dengan

pendatang baru dan pencari kerja dari berbagai kelompok masyarakat yang ada di

Indonesia (Jawa, Minang, Batak, dsb). Akibatnya, masyarakat Sakai pun mulai

kehilangan sumber penghidupannya. Salah satu ciri masyarakat Sakai yang lain ialah

melahirkan penilaian negatif dari orang Melayu adalah agama mereka yang bersifat

animistik.

Secara pengamatan orang awam atau orang biasa kesehatan fisik orang

sakai yang menjadi warga Pembinaan Kesejahteraan Masyarakat Terasing (PKMT)

tersebut adalah jelek. Hampir semua terjangkit satu penyakit atau berbagai macam

17

Page 18: Makalah Bab 2

penyakit dan penyakit yang di alami langsung dapat dilihat oleh mata dan di dengar

oleh telinga. Salah satu contoh penyakit adalah penyakit kulit atau kurap,karena

penyakit tersebut tidak memandang usia atau kalangan.

Pengobatan menggunakan perantaraan ruh, arwah atau makhluk dari

dimensi lain sebagai terapi. Konsep pengobatan ini diterapkan suku Sakai yang

menetap di kabupaten Bengkalis Provinsi Riau.Kehamilan pada suku bangsa Sakai

dianggap sebagai hal yang wajar. Wanita hamil suku bangsa sakai di berikan

pantangan-pantangan tertentu oleh dukun. Mereka masih mempercayai mitos tentang

kehamilan. Sedangkan pada kelahiran, masyarakat suku sakai masih menggunakan

jasa dukun beranak untuk bersedia membantu kelahiran si bayi.

18

Page 19: Makalah Bab 2

DAFTAR PUSTAKA

Suparlan, parsudi. 1995. Orang Sakai di Riau, Masyarakat Terasing dalam

Masyarakat Indonesia. Yayasan Obor Indonesia; Jakarta

Koentjaraningrat. 1980. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Aksara Baru.

Rohman Dhohiri,Taufiq.2007.Sosiologi 2 untuk SMA kelas XI.Yudistira:Jakarta

Maryati Kun, Juju Suryawati.2001.Sosiologi 2 untuk SMA kelas XI.Erlangga:Jakarta.

http://id.shvoong.com/social-sciences/anthropology/2307598-pengertian-definisi-

suku-bangsa/#ixzz2Q4yTo3Xm

19