makalah atribusi sosial
DESCRIPTION
Disajikan oleh Isti Yuliawati dan Dessy Indrisari, mahasiswi di Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Jakarta pada tahun 2014. Semoga bermanfaat :)TRANSCRIPT
PSIKOLOGI SOSIAL 1
ATRIBUSI SOSIAL
Disusun oleh:
Isti Yuliawati (46112120023)Dessy Indrisari (46112120074)
Dosen Pengampu:Laila M. I. W, PhD
Fakultas PsikologiJakarta
MENTENG
2014DAFTAR ISI
Lembar Judul
Daftar Isi ……………………………………………………………………………………………………………………1
Kata Pengantar …………………………………………………………………………………………………………..2
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………………………………….3
B. Rumusan Masalah …………………………………………………………….....4
C. Tujuan dari Penulisan …………………………………………………………4
BAB II : PEMBAHASAN
1. Psikologi Sosial dan pendapat para ahli psikologi ……………..…...5
2. Persepsi Sosial …………………………………………………………………..…6
3. Sejarah Atribusi Sosial dan pendapat para ahli psikologi …..…6-7
4. Atribusi Sosial..……………………………….…………………….……………..7-9
5. Sifat-sifat dalam atribusi sosial ……………………………….…….…...9-10
6. Teori-teori tentang atribusi ………………………………………….….10-12
7. Kesalahan dalam atribusi sosial ………………………………….……13-15
BAB III : PENUTUP
- Kesimpulan ……………………………………………………………………...16-17
- Daftar Pustaka ……………………………………………………………………..18
1 | P a g e
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan Rahmat
dan HidayahNya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan
judul “ATRIBUSI SOSIAL “dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana, yang
tepat pada waktunya, meskipun dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit
hambatan yang kami hadapi, baik yang datangnya dari luar maupun dari dalam, dan masih
terdapat banyak kekurangan baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya.
Tugas ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah “PSIKOLOGI SOSIAL “,
dalam hal ini kami menyadari, bahwa kelancaran dalam penyusunan tugas atau materi ini,
tidak lain berkat bantuan, dan dorongan dari orang-orang terdekat khususnya keluarga,
sehingga kendala-kendala yang kami hadapi teratasi.
Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya
kepada Yth: IBU. LAILA M.I.W, PhD, selaku Dosen Pengampu mata kuliah PSIKOLOGI
SOSIAL, yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada kami serta kepada
semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu, yang turut membantu
kelancaran dalam peyusunan makalah ini.
Harapan dari kami, semoga makalah ini dapat memberikan sumbangan pemikiran
dan membantu menambah wawasan cakrawala ilmu pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca dan khusunya kami secara pribadi sebagai penulis, serta mengharapkan
masukan-masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun bagi kesempurnaan
makalah ini, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini dan
kedepan dapat lebih baik.
2 | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Psikologi Sosial merupakan bagian dari ilmu psikologi yaitu suatu studi
yang mengkaji tentang hubungan individu/manusia dan kelompok dalam
berprilaku dan secara kejiwaan. Dalam psikologi sosial ini, mahasiswa diharapkan
mampu mempelajari dan mengerti serta memahami tentang hal – hal yang
menyebabkan timbulnya gejala-gejala sosial baik dalam dirinya maupun kelompok
yang berada dilingkungan sekitarnya.
Dalam hal ini psikologi sosial mengajak kepada kita, untuk mempelajari
guna mengetahui bagaimana kita berperilaku dan bersikap dalam berinteraksi dan
bersosialisasi dalam kehidupan sehari-hari serta menjalin hubungan dan pengaruh
timbal balik antara manusia yang satu dengan yang lainnya dalam rangka
memenuhi kebutuhan dan mempertahankan kehidupan dilingkungan sosialnya,
agar dapat diterangkan, mengapa seseorang berperilaku tertentu dalam situasi
tertentu, sehingga dengan begitu kita dapat mengetahui sifat, karakter, dan sikap
mereka.
Oleh sebab itu, dengan mempelajari psikologi sosial, maka setiap
individu/manusia, akan memahami dasar-dasar tentang gejala-gajala kejiwaan dan
perilaku individu dalam situasi sosial sehingga mempermudah dalam mendekati
masyarakat untuk mengadakan perubahan-perubahan dan pengarahan kepada
suatu tujuan yang sebaik-baiknya.
Dengan bantuan psikologi sosial, individu/manusia dapat memecahkan
suatu problema sosial secara tepat dan sistematis.
3 | P a g e
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan psikologi sosial
2. Apa yang dimaksud dengan persepsi sosial
3. Sejarah tentang atribusi sosial
4. Apa yang dimaksud dengan atribusi sosial
5. Bagaimana dengan sifat-sifat dalam atribusi sosial
6. Bagaimana dengan teori-teori dalam atribusi
7. Penyebab kesalahan dalam atribusi
C. Tujuan dari Penulisan
1. Mengetahui pengertian psikologi sosial
2. Mengetahui pengertian persepsi sosial
3. Mengetahui dan mengerti sejarah tentang atribusi sosial
4. Mengetahui pengertian atribusi sosial
5. Mengetahui sifat-sifat dalam atribusi sosial
6. Mengetahui teori-teori dalam atribusi
7. Mengetahui penyebab kesalahan dalam atribusi
4 | P a g e
BAB II
PEMBAHASAN
1. PSIKOLOGI SOSIAL
Pengertian Psikologi Sosial.
Psikologi Sosial merupakan cabang dari ilmu psikologi dan merupakan ilmu
teoritik juga terapan. Pengertian dari Psikologi Sosial adalah: ilmu yang
mempelajari tentang prilaku manusia yang berhubungan dengan jiwa serta
bagaimana individu/manusia berinteraksi dengan kelompoknya. Dalam hal ini
pengertian dari psikologi sosial masih belum menemukan rumusanya yang tunggal
yang disepakati oleh semua pihak.
Besar kemungkinan bahwa rumusan tunggal itu tidak akan pernah tercapai
karena ruang lingkup psikologi sosial itu sendiri sangat luas dan berkembang terus
dari masa ke masa. Oleh karena itu, sebagai langkah awal dari upaya mempelajari
psikologi sosial, yang pertama kali diketahui adalah berbagai definisi yang ada
dalam literatur. Beberapa pendapat para ahli psikologi menjelaskan tentang
psikologi sosial, antara lain:
MYERS (2002), menurutnya bahwa Psikologi sosial adalah :
“ Merupakan cabang dari ilmu psikologi yang mempelajari secara
menyeluruh tentang hakikat dan seba-sebab perilaku individu
dalam lingkungan sosialnya “.
GORDON ALPORT, menurutnya bahwa Psikologi sosial adalah :
“ Merupakan ilmu pengetahuan yang berusaha memahami dan
menjelaskan bagaimana pikiran, perasaan dan tingkah laku
seseorang, dipengaruhi kehadiran orang lain baik nyata atau tidak
nyata.”
5 | P a g e
Selain mempelajari tentang perilaku individu/manusia, psikologi sosial juga
mempelajari, bagaimana aktivitas-aktivitas individu/manusia yang berhubungan
dengan situasi sosial serta hubungan – hubungan sosialnya dimasyarakat seperti:
persepsi, atribusi, sikap, kerjasama, konflik dan motivasi.
2. PERSEPSI SOSIAL
Persepsi dalam pengertian psikologi adalah: Proses pencarian informasi
untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah peninderaan
(penglihatan, pendengaran, peraba dan sebagainya), sebaliknya alat untuk
memahaminya adalah: kesadaran atau kognisi.
Dalam hal ini penginderaan merupakan proses diterimanya stimulus oleh
individu, dan didalam persepsi ada dua hal yang ingin diketahui yaitu keadaan dan
perasaan orang lain.
Hal ini bersumber pada kecenderungan individu/manusia, untuk selalu
berupaya guna mengetahui apa yang ada di balik gejala yang ditangkapnya oleh
indera, dan dalam persepsi sosial penjelasan yang ada dibalik perilaku itu
dinamakan ATRIBUSI.
Persepsi dan atribusi ini sifatnya memang sangat subjektif, yaitu tergantung
sekali pada subjek yang melaksanakan persepsi dan atribusi itu. Dalam hal ini
persepsi sosial kadang-kadang serupa, sama atau seragam, sementara kadang-
kadang juga berbeda.
Menurut Kenny (1994) bahwa ada perbedaan antara persepsi tentang
orang (person perception) dan persepsi dalam hubungan antar pribadi
(interpersonal perception).
3. Sejarah Atribusi Sosial dan Pendapat Para Ahli
Kajian tentang atribusi pada awalnya dilakukan oleh FRIZT HEIDER (tokoh
psikologi atribusi sosial 1958).
Menurut Heider setiap individu pada dasarnya adalah seseorang ilmuwan
semu (pseudo scientist) yang berusaha untuk mengerti tingkah laku orang lain
6 | P a g e
dengan mengumpulkan dan memadukan potongan-potangan informasi sampai
mereka tiba pada sejumlah penjelasan masuk akal tentang sebab-sebab tentang
orang lain bertingkah laku tertentu.
Cikal bakal tulisan teori atribusi berkembang dari tulisan Frizt Heider
(1958) dalam bukunya yang berjudul : “Psychology of interpersonal relation”.
Dimana dalam tulisan tersebut, Heider menggambarkan apa yang disebutnya:
“naïve theory of action” yaitu kerangka kerja konseptual yang digunakan orang
untuk menafsirkan, menjelaskan dan meramalkan tingkah laku seseorang. Dalam
kerangka kerja ini konsep intensional (seperti keyakinan, hasrat, niat, keinginan
untuk mencoba dan tujuan) memainkan peran penting.
4. ATRIBUSI SOSIAL
Definisi Atribusi Sosial
Atribusi sosial merupakan bagian dari psikologi sosial, yang mengkaji
tentang bagaimana upaya kita untuk dapat mengerti dan memahami arti perilaku
orang lain, khususnya bagaimana kita mencari sebab dan mengerti dalam
mengidentifikasi perilaku orang lain, baik itu berupa sifat, karakter, sikap dll
(sesuatu yang melekat dalam diri individu).
Perilaku-perilaku individu dapat disebabkan oleh daya personalnya maupun
orang lain, seperti kemampuan atau usaha oleh lingkungannya. Jika suatu tindakan
diatribusikan oleh daya personalnya, maka akibatnya akan berbeda dengan
tindakan yang diatribusi dengan lingkungannya.
Beberapa pendapat para ahli psikologi tentang atribusi, antara lain:
Baron & Byrne (1997) menurutnya bahwa:
“Proses yang kita lakukan untuk mencari penyebab dari perilaku
orang lain, sehingga mendapatkan pengetahuan mengenai
karakteristik stabil dari orang tersebut”.
Bernard Weiner (1980, 1992)
7 | P a g e
“Atribution theory probably the most influential contemporary
theory with implications for academic motivation”.
Myers (1996), menurutnya bahwa:
“Kecenderungan member atribusi disebabkan oleh kecenderungan
manusia untuk menjelaskan segala sesuatu (sifat ilmuwan pada
manusia) termasuk apa yang ada dibalik perilaku orang lain”.
Frizt Heider (tokoh psikologi atribusi 1958), menurutnya bahwa:
“Dasar untuk penjelasan itu adalah akal sehat (common sense)”.
Dengan menggunakan commonsense, kita membuat kesimpulan-
kesimpulan seperti:
Waktu antara 2 peristiwa berpengaruh pada apakah suatu
hubungan sebab-akibat dapat disimpulkan atau tidak.
Urutan antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya
juga berpengaruh pada penentu peristiwa mana yang
diduga sebagai penyebab dan peristiwa mana yang diduga
sebagai akibat.
Kesamaan antara dua peristiwa berpengaruh pada apakah
suatu hubungan seba-akibat dapat diketahuiatau tidak.
Suatu peristiwa seringkali dianggap sebagai akibat dari
penyebab tunggal.
Menurut Heider, secara akal sehat ada 2 golongan yang
menjelaskan suatu perilaku, yaitu: perilaku yang berasal dari orang
yang bersangkutan (atribusi internal) dan yang berasal dari luar
lingkungan atau diri orang yang bersangkuatan (atribusi eksternal).
Sebetulnya ke dua atribusi tersebut dapat terjadi sekaligus
(internal dan eksternal) akan tetapi orang cenderung untuk memilih
salah satu saja.
Dalam hal ini Heiderpun tertarik untuk menjelaskan persepsi
terhadap tingkat pertanggung jawaban dari suatu perilaku.
8 | P a g e
Terdapat tingkat pertanggung jawaban dari suatu perilaku :
association responsibility yaitu pertanggung jawaban yang
dibebankan pada orang yang tidak melakukan; causal responsibility
without foreseeability, causal responsibility with foreseeability,
intensional responsibility, justifiable responsibility.
5. SIFAT-SIFAT ATRIBUSI SOSIAL
Menurut Heider (dalam trope & gount, 2003), bahwa atribusi sosial ini
bersifat abstrak, ambigu dan normative.
Abstrak berarti atribusi merupakan abstraksi mental yang berusaha mengubah
sesuatu yang sifatnya konkret-konstektual menjadi sesuatu yang sifatnya abstrak
dan umum.
Ambigu berarti atribusi merupakan proses pereduksian informasi yang sifatnya
tidak pasti. Perilaku yang sifatnya kompleks direduksi sedemikian rupa menjadi
representasi yang bersifat abstrak, tentu hal itu dilakukan setelah menghilangkan
beberapa bagian dari konteks perilaku yang dianggap penting.
Normatif berarti atribusi melibatkan proses penilaian yang kemudian akan
dipakai didalam memahami, memprediksi, dan mengendalikan lingkungan (lihat
trope & gount, 2003).
Kita melakukan atribusi karena ingin mengetahui factor penyebab dari
suatu perilaku, kita boleh jadi mengatribusikan perilaku orang lain karena factor
internal (internal atau dispositional attribution) atau eksternal ( external atau
situational attribution). Faktor penyebab internal adalah faKtor-faktor yang
melekat pada diri kita seperti pengetahuan, emosi, ketrampilan, kepribadian,
motivasi, kemampuan motorik, ataupun usaha.
Sedangkan faktor penyebab eksternal adalah factor-faktor yang ada diluar
diri kita seperti kondisi, cuaca, orang lain, alam dll.
Proses atribusi telah menarik para pakar psikologi sosial dan telah menjadi
objek penelitian yang cukup intensive dalam beberapa decade terakhir. Jadi dengan
9 | P a g e
atribusi sosial kita tidak hanya mengerti dan memahami perilaku orang lain,
namun kita dapat mengerti sekaligus memahami perilaku diri sendiri tanpa harus
mempersepsikan diluar kognisi kita, karena dari apa yang orang lain perbuat maka
kitapun mungkin pernah mengalaminya atau melakukan atribusi.
6. TEORI-TEORI ATRIBUSI (Attribution theory)
Masih tentang atribusi, dalam teori ini, menjelaskan tentang bagaimana
seseorang berperilaku dalam kehidupannya sehari-hari dan berada dalam situasi
sosial.
Dalam penelitiannya, Malloy & Albright (1990): menemukan bahwa
diantara orang-orang yang sudah saling mengenal ada dua hal yang berpengaruh
pada persepsi dan atribusi sosial yaitu orang yang dipersepsikan (target) dan
orang melakukan persepsi itu sendiri atau pengamat (perceiver).
Temuan ini mendukung dua teori tentang proses pembentukan atribusi,
teori itu adalah sebagai berikut:
Teori Penyimpulan Terkait (Correspondence Inference)
Menurut teori yang berfokus pada target ini, perilaku orang lain merupakan
sumber informasi yang kaya. Jadi, kalau kita mengamati perilaku orang lain dengan
cermat, kita dapat mengambil berbagai kesimpulan. Namun dalam hal ini juga kita
harus lebih cermat dalam mengamati perilaku orang lain.
Jones & Davis (1965) dan jones & Mc.Gills (1976), mengemukakan bahwa
hal-hal khusus yang perlu diamati untuk lebih menjelaskan atribusi adalah sebagai
berikut:
Perilaku yang timbul karena kemauan orang itu sendiri atau orang itu bebas
memilih kelakuannya sendiri perlu lebih diperhatikan daripada perilaku
karena peraturan atau ketentuan atau tatacara atau perintah orang lain.
Perilaku yang membuahkan hasil yang tidak lazim lebih mencerminkan
atribusi pelaku daripada yang hasilnya berlaku umum.
Perilaku yang tidak biasa lebih mencerminkan atribusi daripada perilaku
umum.
10 | P a g e
Karena adanya prinsip untuk lebih mengamati hal-hal yang khusus dalam
hubungan dengan orang lain ini, orang-orang yang sudah berhubungan lama lebih
dapat saling mendalkan dalm hubungan antar pribadi mereka.
Teori sumber perhatian dalam kesadaran (conscious attentional resources)
Teori ini menekankan proses yang terjadi dalam kognisi orang yang
melakukan persepsi (pengamat) Gilbert dkk (1988), mengemukakan bahwa
atribusi harus melewati kognisi dan dalam kognisi terjadi 3 tahap, yaitu :
a) Kategorisasi
Dalam tahap ini pengamat menggolongkan dulu perilaku orang yang diamati
(pelaku) dalam jenis atau golongan tertentu sesuai dengan bagan skema
yang sudah terekam terlebih dahulu dalm kognisi pengamat (dinamakan
skema kognisi).
b) Karakterisasi
Pengamat member atribusi kepada pelaku berdasarkan kategorisasi
tersebut.
c) Koreksi
Tahap yang terakhir adalah mengubah atau memperbaiki kesimpulan yang
ada pada pengamat tentang pelaku.
Dalam kehidupan sehari-hari, siklus kategorisasi, karakterisasi,
koreksi ini terjadi dalam setiap hubungan antar pribadi, yaitu hubungan
rekan kerja, teman sekolah, sahabat, pacaran, perkawinan, rekan bisnis dsb.
Dalam hal ini Jaspers & Hewtone, 1990) menjelaskan bahwa :
“Hubungan itu dapat bersifat positif (saling menyukai, mencintai, percaya) atau negative (saling benci, curiga, iri) atau dapat berlanjut atau putus berdasarkan karakterisasi yang diberikan pada saat tertentu.”
Teori atribusi internal dan eksternal dari Kelley (1972; Kelley & Michela, 1980)
11 | P a g e
Teori ini, tetap mendasarkan diri pada akal sehat saja, mengatakan
bahwa ada 3 hal yang perlu diperhatikan untuk menetapkan apakah suatu
perilaku beratribusi internal atau eksternal.
i. Konsensus
Apakah suatu perilaku cenderung dilakukan oleh semua orang pada situasi
yang sama, makin banyak yang melakukannya, makin tinggi konsesnsus dan
makin sedikit yang melakukannya, makin rendah.
ii. Konsistensi
Apakah pelaku yang bersangkutan cenderung melakukan perilaku yang sama
dimasa lalu dalam situasi yang sama, kalau “ya”, konsistensinya tinggi, kalau
“tidak” konsistensinya rendah.
iii. Distingsi atau Kekhususan
Apakah pelaku yang bersangkutan cenderung melakukan perilaku yang sama
dimasa lalu dalam situasi yang berbeda, kalau “ya” maka distingsinya tinggi,
kalau “ya”, distingsinya rendah.
Dengan demikian, atribusi yang dibuat oleh pengamat, sekali lagi, sangat
tergantung pada keadaan kognisi si pengamat itu, bukan semata-mata
tergantung pada perilaku pelaku.
Atribusi karena faktor lain (Baron & Byrne, 1994)
Dalam teori ini menjelaskan, bagaimana seorang individu berperilaku
yang kurang menyenangkan/menyenangkan, sehingga menimbulkan emosi
(suka, marah dll) dan kecemasan/kesenangan pada orang yang
menyaksikannya (pengamat), serta adanya atribusi internal dan eksternal
karena adanya stimulus yang tertangkap oleh panca indera kita.
7. Kesalahan Atribusi
12 | P a g e
Ketidakmampuan membedakan memori yang sebenarnya dari suatu peristiwa dengan informasi yang kita pelajari dari peristiwa tertentu yang sebetulnya kita dapatkan dari sumber lain.
Kesalahan itu menurut Baron & Byrne (dalam Sarlito Wirawan Sarwono, 1999: 109-112) dapat bersumber dari beberapa hal, yakni:
1. Kesalahan atribusi yang mendasar (fundamental attribution error)
Ketika seseorang mencoba membuat penjelasan mengenai perilaku orang lain, ia akan menunjukkan adanya bias yang umum terjadi, yaitu ia akan cenderung melebih-lebihkan pengaruh sifat kepribadian dan meremehkan kekuatan faktor situasi (Forgas, 1998; Nisbett & Ross, 1980). Dalam pengertian teori atribusimereka cenderung mengabaikan atribusi situasi dan lebih mementingkan atribusi disposisional.
Apakah seratus orang yang mengikuti perintah ekperimenter dalam penelitian Milgram memiliki sifat dasar untuk menjadi orang yang sadis? Apakah para sipir penjara dalam penelitian penjara dan tahanan, memang kejam? Sedangkan para pelajar yang berperan sebagai tahanan menjadi penakut karena memang temperamen mereka seorang penakut? Mereka yang berpikir seperti itu berarti menunjukkan bahwa mereka sedang melakukan kesalahan atribusi mendasar. Dorongan untuk menjelaskan tindakan orang lain dari kepribadian yang begitru kuat, bahkan ketika kita tahu orang tersebut dipaksa untuk melakukan tindakan tersebut (Yzerbyt, dkk:2001).
Orang-orang cenderung mengabaikan atribusi situasional, terutama bila suasana hati mereka sedang baik dan tidak akan berpikir lebih jauh dan kritis mengenai motif-motif orang-orang tersebut, atau ketika mereka sibuk dan teralihkan pikirannya sehingga tidak punya waktu untuk sejenak berhenti dan mempertanyakan kepada diri mereka sendiri, “Mengapa suasana hati Aurelia tidak baik hari ini?”. Sebaliknya seringkali orang langsung berupaya menjelaskan kejadian tersebut dengan penjelasan yang paling mudah yaitu menganggapnya sebagai sifat bawaan: Karena dia memang orang yang menyebalkan (Forgas, 1998).
Mereka cenderung tidak berupaya untuk mengetahui apakah Aurelia baru saja bergabung dengan kelompok orang yang medukung perilaku yang demikian kejam, atau apakah dia berada dalam kondisi luar biasa tertekanyang membuatnya menjadi begitu mudah marah dan kejam pada saat itu.
13 | P a g e
(dapat menyebabkan terjadinya)
2. Efek pelaku-pengamat (the actor-observer effect)
Proses persepsi dan atribusi sosial tidak hanya berlaku dalam hubungan antar pribadi, melainkan juga terjadi dalam hubungan antar kelompok, karena pada hakikatnya prinsip-prinsip yang terjadi ditingkat individu dapat digeneralisasikan ke tingkat antar kelompok.
Kesalahan ini adalah kecenderungan mengatribusi perilaku kita yang disebabkan oleh faktor eksternal, sedangkan perilaku orang lain disebabkan oleh faktor internal.
Misalnya, jika ada orang lain yang terjatuh, kita akan katakan bahwa dia tidak hati-hati. Akan tetapi, jika kita sendiri yang terpeleset dan terjatuh kita akan katakan bahwa lantainya yang licin. Contohnya lagi hubungan antara seorang guru dengan siswa. Ketika suatu saat guru memberi nilai jelek pada hasil karangan murid, kedua orang ini memiliki sudut pandang yang berbeda dalam menilai kegagalan. Bagi murid kegagalan tersebut disebabkan oleh kesibukannya, gangguan dari teman, ruang yang panas, atau yang lain. Sedangkan guru cenderung
14 | P a g e
“Mengapa Aurelia begitu mudah marah dan menyebalkan belakangan ini?”
Kesalahan Atribusi Mendasar
Mengabaikan pengaruh situasi pada perilaku dan menekankan pada faktor
sifat kepribadian semata
menimpakan keadaan ini kepada kondisi murid itu sendiri, misalnya kurang membaca bahan, kurang teliti, kurang ada kemauan dan sebagainya.
Hal ini disebabkan karena kita memang cenderung lebih sadar pada faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku kita daripada yang mempengaruhi perilaku orang lain. Oleh karena itu kita cenderung menilai perilaku-perilaku kita disebabkan oleh faktor ekternal daripada internal.
3. Pengutamaan diri sendiri (the self-serving bias)
Kecenderungan dalam menjelaskan perilaku diri mereka sendiri; mengakui kesuksesan pribadi sebagai usahanya sendiri, dan merasionalisasikan kesalahan dirinya pada faktor lingkungan. Atau kata lain, setiap orang cenderung untuk membenarkan diri sendiri dan menyalahkan orang lain. Bila orang mengalami keberuntungan, maka orang akan mengatakan itu disebabkan faktor internal, sedangkan kegagalan dirinya disebabkan faktor eksternal.
Misalnya seorang anak, Adi berhasil mendapatkan nilai yang bagus, Adi akan menunjukkan bahwa si Bima berhasil karena Bima rajin belajar, intelegensinya tinggi, dan sebagainya. Sebaliknya jika Adi yang mendapatkan nilai yang buruk, Adi akan menunjukkan bahwa nilainya jelek diakibatkan soalnya terlalu sulit, dosennya pelit dan sebagainya.
15 | P a g e
Bab III
PENUTUP
KESIMPULAN
Psikologi Sosial adalah bagian dari ilmu psikologi yang mengkaji tentang
hubungan individu dan kelompok dalam berprilaku dan secara kejiwaan. Selain itu,
psikologi sosial juga mempelajari, bagaimana aktivitas-aktivitas individu yang
berhubungan dengan situasi sosial serta hubungan – hubungan sosialnya
dimasyarakat seperti: persepsi, atribusi, sikap, kerjasama, konflik dan motivasi.
Persepsi dan atribusi sifatnya tergantung sekali pada subjek yang
melaksanakan persepsi dan atribusi itu sendiri. Dalam hal ini persepsi sosial
kadang-kadang serupa, sama atau seragam, sementara kadang-kadang juga
berbeda. Proses persepsi dan atribusi sosial tidak hanya berlaku dalam hubungan
antar pribadi, melainkan juga terjadi dalam hubungan antar kelompok, karena
pada hakikatnya prinsip-prinsip yang terjadi ditingkat individu dapat
digeneralisasikan ketingkat antar kelompok.
Adapun menurut terminologi Atribusi adalah proses untuk memahami
mengenali perilaku individu dengan cara menarik kesimpulan tentang apa yang
mendasari atau melatar-belakangi perilaku tersebut. Dengan kata lain teori ini
mencoba menjelaskan proses kognitif yang dilakukan seseorang untuk
menjelaskan sebab-sebab dari suatu tindakan. Atribusi merupakan tindakan
penafsiran; apa yang “terberi” (kesan dari data indrawi) dihubungkan kembali
pada sumber asalnya. Atribusi dapat dibedakan menjadi:
1) Atribusi internal (disposisional); dan
2) Atribusi eksternal atau lingkungan (situasional).
Menurut Heider, sifat-sifat atribusi sosial adalah: abstrak, ambigu dan
normatif. Dan beberapa teori yang berkaitan erat dengan teori atribusi ini, yakni
teori yang berkembang pada bidang psikologi. Pertama teori Correspondent
Inference yang menekankan pada pengkajian intentionality (rencana atau tujuan
16 | P a g e
tindakan seseorang), conscious attentional resources yang menekankan atribusi
harus melewati kognisi yang terjadi 3 tahap, yaitu kategorisasi, karakterisasi dan
koreksi, dan Covariation Model yang diusung oleh Kelley yang mencoba
menjelaskan tindakan seseorang dengan mengajukan pertanyaan sekitar
konsensus, konsitensi dan perbedaan/kekhususan (distinctiveness) serta
kemampuan untuk mengontrol (controllability) serta teori karna faktor lain dari
Baron & Byrne.
Bagaimanapun juga, pemberian atribusi bisa salah. Dapat dilihat kesalahan
atribusi dapat bersumber dari beberapa hal, seperti:
Kesalahan atribusi yang mendasar (fundamental atribution error)
Efek pelaku pengamat (the actor-observer effect)
Pengutamaan diri sendiri (self-serving bias)
17 | P a g e
Daftar Pustaka:
Dr. Agus Abdul Rahman, M.Psi. 2013. Psikologi Sosial (Integrasi Pengetahuan Wahyu dan Pengetahuan Empirik). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Carol Wade & Carol Tavris. Psikologi (Edisi kesembilan jilid 1). Jakarta: Erlangga.
Jenny Mercer & Debbie Clayton. 2012. Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga.
Sarlito Wirawan Sarwono. 2002. Psikologi Sosial (Individu dan teori-teori psikologi Sosial). Jakarta: Balai Pustaka.
http://www.wikipedia.org
18 | P a g e