makalah appendicitis bp

13
Appendicitis Akut dan Penyebabnya Leni Putu Gantiasih 102012276 BP1 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] Pendahuluan Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Pada masyarakat umum,sering juga disebut dengan istilah radang usus buntu. Akan tetapi, istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah sekum (caecum). Sedangkan apendiks atau yang sering disebut juga dengan umbai cacing adalah organ tambahan pada usus buntu. Umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah ujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum. Isi 1

Upload: leni-gantiasih

Post on 14-Jul-2016

10 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Appendicitis

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Appendicitis BP

Appendicitis Akut dan Penyebabnya

Leni Putu Gantiasih

102012276

BP1

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510

Email : [email protected]

Pendahuluan

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan

penyebab abdomen akut yang paling sering. Pada masyarakat umum,sering juga disebut

dengan istilah radang usus buntu. Akan tetapi, istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan

digunakan di masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah

sekum (caecum).

Sedangkan apendiks atau yang sering disebut juga dengan umbai cacing adalah organ

tambahan pada usus buntu. Umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix

(atau hanya appendix) adalah ujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum.

Isi

Skenario 1

Seorang anak laki-laki berumur 14 tahun dibawa oleh ibunya ke UGD rumah sakit dengan

keluhan demam disertai nyeri perut daerah kanan bawah sehingga sulit berjalan. Oleh dokter

yang memeriksanya ia di diagnosis appendicitis dan dianjurkan untuk operasi.

Anatomi Appendiks

1

Page 2: Makalah Appendicitis BP

Appendiks vermiformis adalah organ seperti tabung dengan lumen sempit, vermian

(beberbentuk seperti cacing) yang timbul dari dinding caecum bagian posteromedial, 2 cm

dibawah ileum bagian akhir. Bisa menempati salah satu dari berbagai posisi berikut:

1. Retrocaecal

2. Retrocolic ( dibelakang caecum atau bagian bawah ascending colon)

3. Pelvic atau Descending

4. Subcaecal ( dibawah caecum)

5. Promontorik

6. Prelial (anterior terhadap ileum terminal)

7. Postileal (dibelakang ileum terminal)

Tiga taenia coli pada colon ascendens dan caecum bersatu pada basis appendiks dan

bergabung menuju otot longitudinalnya. Taenia caecal anterior biasanya terpisah dan bisa

ditelusuri menuju appendiks yang dapat dipakai sebagai panduan untuk mencari lokasi

appendiks. Ukuran appendiks bervariasi panjangnya dari 3 cm – 15 cm. Sering ditemukan

relatif lebih panjang pada anak-anak dan mungkin mengalami atrofi dan memendek seiring

bertambahnya usia.

Lumen appendiks sempit dan membuka ke caecum melalui orifisium yang terletak

dibawah dan sedikit posterior terhadap orifisium ileocaecal. Orifisium tersebut kadang dijaga

oleh lipatan mukosa semilunaris yang membentuk katub. Lumen mungkin akan paten pada

awal kehidupan anak-anak dan sering hilang pada dekade akhir kehidupan.1

Vaskularisasi Appendiks

Arteri utama appendiks, cabang dari divisi bawah arteri ileocolic, berjalan dibelakang

ileum terminal dan memasuki mesoappendiks dengan jarak yang dekat dari basis appendiks

dan beranastomosis dengan cabang dari arteri caecal posterior.

Vena Appendik

Darah dari arteti appendiks dialirkan melewati satu atau lebih vena-vena appendikular

menuju ke vena mesenterika posteriror.1

Limfatik

2

Page 3: Makalah Appendicitis BP

Pembuluh limfe appendiks sangat banyak, terdapat banyak jaringan limfoid di dindingnya.

Dari keseluruhan bagian appendiks terdapat 8-15 pembuluh limfe yang melewati

mesoappendiks dan biasanya disertai beberapa nodus limfatik. Mereka bersatu membentuk

kurang lebih 3-4 pembuluh limfe yang lebih besar yang juga akan menuju ke pembuluh limfe

di kolon ascendens. Semuanya akan berakhir di nodus inferior dan superior dari rangkaian

pembuluh limfe ileokolik.1

Persarafan Appendiks

Persarafan parasimpatis appendiks berasal dari cabang n. vagus yang mengikuti a.

mesenterica posterior dan a. apendikularis. Persarafan simpatisnya berasal dari n. torakalis

X.2

Fungsi Appendiks

Organ apendiks pada awalnya dianggap sebagai organ tambahan yang tidak mempunyai

fungsi. Tetapi saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan

secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh).

Immunoglobulin sekretoal merupakan zat pelindung yang efektif terhadap infeksi (berperan

dalam sistem imun). Dan immunoglobulin yang banyak terdapat di dalam apendiks adalah Ig-

A. Namun demikian, adanya pengangkatan terhadap apendiks tidak mempengaruhi sistem

imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah jaringan limfe yang terdapat pada apendiks kecil sekali

bila dibandingkan dengan yang ada pada saluran cerna lain.

Selain itu, apendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml per hari. Lendir itu secara normal

dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Adanya hambatan dalam

pengaliran tersebut merupakan salah satu penyebab timbulnya appendisitis.2

Penyebab Appendicitis

Terjadinya apendisitis adalah adanya sumbatan pada saluran apendiks. Yang menjadi

penyebab tersering terjadinya sumbatan tersebut adalah fekalit. Fekalit terbentuk dari feses

yang terperangkap di dalam saluran apendiks. Selain fekalit, yang dapat menyebabkan

terjadinya sumbatan adalah cacing atau benda asing yang tertelan. Beberapa penelitian

menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat terhadap timbulnya apendisitis.

Kebiasaan makan makanan rendah serat dapat mengakibatkan kesulitan dalam buang air

3

Page 4: Makalah Appendicitis BP

besar, sehingga akan meningkatkan tekanan di dalam rongga usus yang pada akhirnya akan

menyebabkan sumbatan pada saluran apendiks.

Selain penyebab di atas apendisitis ini pada umumnya karena infeksi bakteri atau

kuman. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus.

Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh

parasit E. Histolytica.3

Berbagai hal berperan sebagai faktor penyebab terjadinya apendisitis. Diantaranya

adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena

adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks,

striktur, benda asing dalam tubuh, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan terjadinya

sumbatan. Apendisitis merupakan salah satu penyakit patologis.

Patologi apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar ke seluruh

lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks menghasilkan mukus (lendir)

setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan pengaliran mukus dari lumen apendiks ke

sekum menjadi terhambat. Makin lama mukus makin bertambah  banyak dan kemudian

terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen. Namun, karena keterbatasan elastisitas

dinding apendiks, sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan

intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan  menyebabkan terhambatnya aliran limfe,

sehingga mengakibatkan timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada

saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di

sekitar umbilikus.3

Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus meningkat. Hal ini

akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus

dinding apendiks. Peradangan yang timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum

setempat, sehingga menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut

dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi

infark dinding apendiks yang disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan

apendisitis ganggrenosa. Jika dinding apendiks yang telah mengalami ganggren ini pecah, itu

berarti apendisitis berada dalam keadaan perforasi.3

Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk membatasi proses peradangan

ini. Caranya adalah dengan menutup apendiks dengan omentum, dan usus halus, sehingga

terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks.

Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi.

4

Page 5: Makalah Appendicitis BP

Namun, jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan

menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.3

Klasifikasi Appendicitis

Apendik dapat dibagi atas dua bagian yaitu.

a. Apendik Akut : jarang ditemui pada anak dibawah 5 tahun dan orang tua diatas 50 tahun.

Apendicitis dapat dibagi atas tiga bagian :

1) Apendicitis acut focalik atau segmentalis.

Terjadi pada bagian distal yang meradang seluruh rongga apendiks sepertiga

distal berisi nanah.

2) Apendicitis acut purulenta diffusa.

Pembentukan nanah yang berlebihan jika radangnya lebih hebat dan dapat

terjadi mikrosis dan pembusukan yang disebut appendicitis gangrenous. Pada

appendicitis gangrenous dapat terjadi perfulasi akibat mikrosis kedalam

rongga perut dan mengakibatkan peritonitis.

3) Apendicitis acut traumatic.

Disebabkan oleh karena trauma karena kecelakaan pada operasi didapatkan

tampak lapisan eksudat dalam rongga maupun permukaan.

b. Appendicitis kronik.

Appendicitis kronik dibagi atas dua bagian antara lain :

1) Appendicitis cronik focalis.

Secara mikroskopis nampak fibrosis setempat yang melingkar, sehingga dapat

menyebabkan stenosis.

2) Appendicitis cronik obliterative.

Terjadi fibrosis yang luas sepanjang appendiks pada jaringan sub mukosa dan

sub serosa, sehingga terjadi obliterasi (hilangnya lumen) terutama dibagian

distal dengan menghilangnya selaput lender pada bagian tersebut.4

Gejala Appendicitis

5

Page 6: Makalah Appendicitis BP

Gejala utama terjadinya apendisitis adalah adanya nyeri perut. Nyeri perut yang klasik

pada apendisitis adalah nyeri yang dimulai dari ulu hati, lalu setelah 4-6 jam akan

dirasakan berpindah ke daerah perut kanan bawah (sesuai lokasi apendiks). Namun pada

beberapa keadaan tertentu (bentuk apendiks yang lainnya), nyeri dapat dirasakan di daerah

lain (sesuai posisi apendiks). Ujung apendiks yang panjang dapat berada pada daerah perut

kiri bawah, punggung, atau di bawah pusar. Anoreksia (penurunan nafsu makan) biasanya

selalu menyertai apendisitis. Mual dan muntah dapat terjadi, tetapi gejala ini tidak

menonjol atau berlangsung cukup lama, kebanyakan pasien hanya muntah satu atau dua

kali. Dapat juga dirasakan keinginan untuk buang air besar atau buang angin. Demam juga

dapat timbul, tetapi biasanya kenaikan suhu tubuh yang terjadi tidak lebih dari 10

C (37,8 –

38,80

C). Jika terjadi peningkatan suhu yang melebihi 38,80

C. Maka kemungkinan besar

sudah terjadi peradangan yang lebih luas di daerah perut (peritonitis). Pada bayi dan anak-

anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita

hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa.

Bila apendiks pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk

bisa menyebabkan syok.5

Ada beberapa hal yang penting dalam gejala penyakit apendisitis yaitu:

1. Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian

menjalar ke perut kanan bawah. Nyeri berhubungan dengan anatomi ureter yang

berdekatan dengan apendiks oleh inflamasi.

2. Muntah dan mual oleh karena nyeri viseral. Nutrisi kurang dan volume cairan yang

kurang dari kebutuhan juga berpengaruh dengan terjadinya mual dan muntah.

3. Suhu tubuh meningkat dan nadi cepat (karena kuman yang menetap di dinding usus).

4. Rasa sakit hilang timbul

5. Diare atau konstipasi

6. Tungkai kanan tidak dapat atau terasa sakit jika diluruskan

7. Perut kembung

8. Hasil pemeriksaan leukosit meningkat 10.000 - 12.000 /ui dan 13.000/ui bila sudah

terjadi perforasi

9. Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit,

menghindarkan pergerakan.

6

Page 7: Makalah Appendicitis BP

Selain gejala tersebut masih ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai

akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika

meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut.

1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung oleh

sekum). Tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda

rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat

melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini

timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.

2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis

a. Bila apendiks terletak di dekat  atau menempel pada rektum, akan timbul gejala

dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan

rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare).

b. Bila apendiks  terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi

peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.

Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan

diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga

biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan dimana gejala

apendisitis tidak jelas dan tidak khas.

1. Pada anak-anak

Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak tidak

bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi muntah-

muntah dan anak menjadi lemah. Karena ketidakjelasan gejala ini, sering apendisitis

diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui

setelah terjadi perforasi.

2. Pada orang tua berusia lanjut

Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh penderita

baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.

3. Pada wanita

Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya serupa

dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi, menstruasi), radang

panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil dengan usia kehamilan

trimester, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan

7

Page 8: Makalah Appendicitis BP

gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan

lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak

dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih  ke regio lumbal kanan.5

Komplikasi

Pada kebanyakan kasus, peradangan dan infeksi apendiks mungkin didahului oleh

adanya penyumbatan di dalam apendiks. Bila peradangan berlanjut tanpa pengobatan,

apendiks bisa pecah. Apendiks yang pecah bisa menyebabkan :

1. Perforasi dengan pembentukan abses.

2. Peritonitis generalisata, masuknya kuman usus ke dalam perut, menyebabkan

peritonitis, yang bisa berakibat fatal.

3. Masuknya kuman ke dalam pembuluh darah (septikemia), yang bisa berakibat fatal.

4. Pada wanita, indung telur dan salurannya bisa terinfeksi dan menyebabkan

penyumbatan pada saluran indung telur yang bisa menyebabkan kemandulan.

5. Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang terjadi.2

Kesimpulan

Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan

penyebab abdomen akut yang paling sering. Yang menjadi penyebab tersering terjadinya

sumbatan tersebut adalah fekalit.

Daftar Pustaka

1. Sjamsuhidajat R, dkk. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 3. Jakarta: 2007; Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

2. Maa J, Kirkwood KS. The appendix dalam : sabsiton textbook of surgery. 19th edition.

New York: 2012; Elsevier.

3. Price, SA, Wilson, LM. Patofisiologi proses-proses penyakit. Jakarta: 2006; Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

8

Page 9: Makalah Appendicitis BP

4. Koesmawati II, dkk. Kamus kedokteran Dorland. Edisi 13. Jakarta: 2010; Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

5. Guyton, Arthur C. Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit. Jakarta:1996 ; Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

9