makala h

94
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis (Sularsito, dkk, 2011). Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah penderita DKA lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif). Diramalkan bahwa jumlah DKA maupun DKI makin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang dipakai oleh masyarakat. Namun informasi mengenai prevalensi dan insidensi DKA di masyarakat sangat sedikit, sehingga berapa angka yang mendekati kebenaran belum didapat (Sularsito, dkk, 2011). Dahulu diperkirakan bahwa kejadian DKI akibat kerja sebanyak 80% dan DKA 20%, tetapi data baru dari Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa dermatitis kontak akibat alergi ternyata cukup tinggi yaitu berkisar antara

Upload: intang-sulistiani-zen

Post on 16-Feb-2016

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

vv

TRANSCRIPT

Page 1: Makala h

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon

terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan

klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama,

likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan,

bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan

menjadi kronis (Sularsito, dkk, 2011).

Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah penderita DKA lebih sedikit, karena

hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif). Diramalkan

bahwa jumlah DKA maupun DKI makin bertambah seiring dengan bertambahnya

jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang dipakai oleh masyarakat. Namun

informasi mengenai prevalensi dan insidensi DKA di masyarakat sangat sedikit,

sehingga berapa angka yang mendekati kebenaran belum didapat (Sularsito, dkk,

2011).

Dahulu diperkirakan bahwa kejadian DKI akibat kerja sebanyak 80% dan

DKA 20%, tetapi data baru dari Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa

dermatitis kontak akibat alergi ternyata cukup tinggi yaitu berkisar antara 50 dan 60

persen. Sedangkan dari satu penelitian ditemukan frekuensi DKA bukan akibat kerja

tiga kali lebih sering dari pada DKA akibat kerja (Sularsito, dkk, 2011). Usia tidak

mempengaruhi timbulnya sensitisasi, tetapi umumnya DKA jarang ditemui pada

anak-anak. Prevalensi pada wanita dua kali lipat dibandingkan pada laki-laki. Bangsa

kaukasian lebih sering terkena DKA dari pada ras bangsa lain (Sumantri, dkk, 2005).

Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul

umumnya rendah (<1000 dalton), merupakan allergen yang belum diproses, disebut

hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum sehingga

mencapai sel epidermis dibawahnya (sel hidup). Berbagai faktor berpengaruh dalam

Page 2: Makala h

timbulnya DKA, misalnya potensi sensitisasi alergen, dosis perunit area, luas daerah

yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembaban lingkungan, vehikulum,

dan pH. Juga faktor individu, misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan

stratum korneum, ketebalan epidermis), status imunologik (misalnya sedang

menderita sakit, terpajan sinar matahari) (Sularsito, dkk, 2011).

Pentingnya deteksi dan penanganan dini pada penyakit DKA bertujuan untuk

menghindari komplikasi kronisnya. Apabila terjadi bersamaan dengan dermatitis

yang disebabkan oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau

psoriasis) atau terpajan oleh alergen yang tidak mungkin dihindari(misalnya

berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau yang terdapat pada lingkungan

penderita) dapat menyebabkan prognosis menjadi kurang baik. Oleh karena itu

penting untuk diketahui apa dan bagaiman DKA sehingga dapat menurunkan

morbiditas dan memperbaiki prognosis DKA.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas yaitu pada latar belakang masalah yang

berkaitan dengan judul study kasus ini, maka penulis merumuskan masalah sebagai

berikut :

1. Bagaimana konsep dasar penyakit dermatitis kontak ?

2. Bagaimana melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dermatitis kontak

?

3. Bagaimana cara menyusun diagnosa keperawatan pada pasien dermatitis

kontak?

4. Bagaimana cara menyusun rencana tindakan keperawatan pada pasien

dermatitis kontak?

5. Bagaimana melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dermatitis

kontak?

6. Bagaimana cara merumuskan keberhasilan keperawatan pada pada pasien

dermatitis kontak?

Page 3: Makala h

7. Bagaimana cara melaksanakan evaluasi keperawatan pada pasien dermatitis

kontak?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini meliputi tujuan umum dan tujuan khusus :

1.3.1 Tujuan Umum

Penulis mampu menerapkan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan dermatitis

kontak.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khsus yang ingin dicapai adalah penulis dapat :

1. Mampu memahami konsep dasar penyakit tentang dermatitis kontak

2. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dermatitis kontak

3. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dermatitis kontak

4. Mampu menentukan rencana tindakan keperawatan pada pasien dermatitis

kontak

5. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien dermatitis kontak

6. Mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan yang dilakukan pada

pasien dermatitis kontak

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Mahasiswa dan Mahasiswi

Meningkatkan pengetahuan dan mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan

pada pasien dermatitis kontak.

1.4.2 Institusi Pendidikan

Merupakan bahan evaluasi pendidikan untuk peningkatan mutu pendidikan

khususnya dibidang pengetahuan dan pengembangan riset.

Page 4: Makala h

1.4.3 Profesi Perawat

Dapat meningkatkan kualitas profesi perawat sehingga diakui oleh profesi lain.

1.4.4 Penulis Selanjutnya

Dapat memberikan manfaat kepada penulis dalam menambah pengalaman dan

pengetahuan untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama dan dalam

pendidikan.

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman terhadap isi karya tulis ini penulis menyusun

sistematika sebagai berikut :

BAB 1 : PENDAHULUAN

Meliputi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat

Penulisan, dan Sistematika Penulisan.

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Dermatitis kontak

Membahas tentang konsep dasar keluarga yang terdiri dari pengertian,

etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pathway, insidensi, komplikasi,

pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan pada penyakit dermatitis kontak.

Page 5: Makala h

BAB 3 : KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN DERMATITIS

KONTAK

3.1 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Dermatitis kontak

Membahas tentang konsep dasar asuhan keperawatan dermatitis kontak yang

teridiri dari ; pengkajian, , diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan

evaluasi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Dermatitis Kontak

Dermatitis adalah peradangan kulit ( epidermis dan dermis ) sebagai respon

terhadap pengaruh faktor eksogen atau pengaruh faktor endogen, menimbulkan

kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik ( eritema, edema, papul, vesikel,

skuama ) dan keluhan gatal ( Djuanda, Adhi, 2007 ).

Dermatitis adalah peradangan pada kulit ( imflamasi pada kulit ) yang disertai

dengan pengelupasan kulit ari dan pembentukkan sisik ( Brunner dan Suddart 2000 ).

Jadi dermatitis adalah peradangan kulit yang ditandai oleh rasa gatal.

Dermatitis kontak (Dermatitis Penenata) merupakan reaksi inflamasi kulit

terhadap unsur-unsur fisik, kimia, atau biologi. Epidermis mengalami kerusakan

akibat iritasi fisik dan kimia yang berulang-ulang. Dermatitis kontak dapat berupa

tipe iritan-primer dimana reaksi non alergik terjadi akibat pajanan terhadap substansi

iritatif, atau tipe alergi (Dermatitis Contact Alergica) yang disebabkan oleh pajanan

orang yang sensitif terhadap alergen kontak.

Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau substansi

yang menempel pada kulit dan dikenal dua macam dermatitis kontak yaitu dermatitis

Page 6: Makala h

kontak iritan (DKI) dan dermatitis kontak alergik (DKA), keduanya dapat bersifat

akut maupun kronik. Dermatitis iritan merupakan reaksi

Page 7: Makala h

peradangan kulit nonimunologik, jadi kerusakan kulit terjadi langsung tanpa

diketahui proses sensitasi. Sebaliknya, dermatitis alergik terjadi pada seseorang yang

telah mengalami sensitasi terhadap suatu alergen (Djuanda, 2006; Stateschu, 2011).

2.2 Klasifikasi

Dermatitis kontaki terbagi 2 yaitu :

1. Dermatitis kontak iritan (mekanisme non imunologik)

2. Dermatitis kontak alergik (mekanisme imunologik spesifik

Perbedaan Dermatitis kontak iritan dan kontak alergik

No

.

Dermatitis kontak iritan Dermatitis kontak alergik

1. Penyebab Iritan primer Alergen kontak

S.sensitizer

2. Permulaan Pada kontak pertama Pada kontak ulang

3. Penderita Semua orang Hanya orang yang alergik

4. Lesi Batas lebih jelas

Eritema sangat jelas

Batas tidak begitu jelas

Eritema kurang jelas

5. Uji Tempel Sesudah ditempel 24 jam,

bila iritan di angkat reaksi

akan segera

Bila sesudah 24 jam bahan

allergen di angkat, reaksi

menetap atau meluas

berhenti.

No

.

DKI DKA

1. Cenderung akut Cenderung kronik

2. Semua orang bisa terkena Hanya orang tertentu (riwayat

alergi/sensitisasi) yang terkena

3. Lesi awal berupa : makula, Lesi awal berupa : makula, eritema,

Page 8: Makala h

eritema, vesikel, bula, dan erosi. papula, melebar dari tempat awal

4. Penyebab : iritan primer Penyebab : alergen

5. Tergantung konsentrasi bahan

iritan dan status swar kulit.

Terjadi jika bahan iritan melewati

ambang batas

Tidak tergantung dengan konsentrasi.

Konsentrasi rendah sekalipun sudah

dapat memicu DKA. Bergantung pada

tingkat sensitisasi

6. Onset pada saat kontak pertama Onset pada saat kontak berulang

2.3 Dermatitis Kontak Iritan (DKI)

2.3.1 Pengertian

Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan non imunologik

pada kulit yang disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen maupun endogen.

Faktor eksogen berupa bahan-bahan iritan (kimiawi, fisik, maupun biologik) dan

faktor endogen memegang peranan penting pada penyakit ini.

2.3.2 Etiologi

Dermatitis kontak iritan adalah penyakit multifaktor dimana faktor eksogen

(iritan dan lingkungan) dan faktor endogen sangat berperan, antara lain :

1. Faktor Eksogen

Faktor yang memperparah terjadinya dermatitis kontak dan berasal dari luar

tubuh. Beberapa faktor berikut dianggap memiliki pengaruh terhadap terjadinya

dermatitis kontak.

a. Karakteristik bahan kimia

Meliputi pH bahan kimia (bahan kimia dengan pH terlalu tinggi > 12

Page 9: Makala h

atau terlalu rendah < 3 dapat menimbulkan gejala iritasi segera setelah

terpapar, sedangkan pH yang sedikit lebih tinggi > 7 atau sedikit lebih rendah

< 7 memerlukan paparan ulang untuk mampu timbulkan gejala), jumlah dan

konsentrasi (semakin pekat konsentrasi bahan kimia maka semakin banyak

pula bahan kimia yang terpapar dan semakin poten untuk merusak lapisan

kulit), berat molekul ( molekul dengan berat <1000 dalton sering

menyebabkan dermatitis kontak, biasanya jenis dermatitis kontak alergi),

kelarutan dari bahan kimia yang dipengaruhi oleh sifat ionisasi dan

polarisasinya (bahan kimia dengan sifat lipofilik akan mudah menembus

stratum korneum kulit masuk mencapai sel epidermis dibawahnya).

b. Karakteristik paparan

Meliputi durasi yang dalam penelitian akan dinilai dari lama paparan

perhari dan lama bekerja (semakin lama durasi paparan dengan bahan kimia

maka semakin banyak pula bahan yang mampu masuk ke kulit sehingga

semakin poten pula untuk timbulkan reaksi), tipe kontak (kontak melalui

udara maupun kontak langsung dengan kulit), paparan dengan lebih dari satu

jenis bahan kimia (adanya interaksi lebih dari satu bahan kimia dapat bersifat

sinergis ataupun antagonis, terkadang satu bahan kimia saja tidak mampu

memberikan gejala tetapi mampu timbulkan gejala ketika bertemu dengan

bahan lain), dan frekuensi paparan dengan agen (bahan kimia asam atau basa

kuat dalam sekali paparan bisa menimbulkan gejala, untuk basa atau asam

lemah butuh

Page 10: Makala h

beberapa kali paparan untuk mampu timbulkan gejala, sedangkan untuk bahan

kimia yang bersifat sensitizer paparan sekali saja tidak bisa menimbulkan

gejala karena harus melalui fase sensitisasi dahulu)

2. Faktor Endogen, antara lain :

a. Faktor genetik

Ada hipotesa yang mengungkapkan bahwa kemampuan individu

untuk mengeluarkan radikal bebas, untuk mengubah level enzim antioksidan,

dan kemampuan untuk membentuk perlindungan heat shock  protein

semuanya dibawah kontrol genetik. Faktor tersebut juga menentukan

keberagaman respon tubuh terhadap bahan-bahan iritan. Selain itu,

predisposisi genetik terhadap kerentanan bahan iritan berbeda untuk setiap

bahan iritan. Pada penelitian, diduga bahwa faktor genetik

mungkinmempengaruhi kerentanan terhadap bahan iritan. TNF-α polimorfis

telah dinyatakan sebagai marker untuk kerentanan terhadap kontak iritan.

b. Jenis Kelamin

Gambaran klinik dermatitis kontak iritan paling banyak pada tangan, dan

wanita dilaporkan paling banyak dari semua pasien. Dari hubungan antara

jenis kelamin dengan dengan kerentanan kulit, wanita lebih banyak terpajan

oleh bahan iritan, kerja basah dan lebih suka perawatan daripada laki-laki.

Tidak ada pembedaan jenis kelamin  untuk dermatitis kontak iritan yang

ditetapkan berdasarkan penelitian.

c. Umur

Anak-anak dibawah 8 tahun lebih muda menyerap reaksi-reaksi bahan-bahan

kimia dan bahan iritan lewat kulit. Banyak studi yang menunjukkan bahwa

tidak ada kecurigaan pada peningkatan pertahanan kulit dengan meningkatnya

umur. Data pengaruh umur pada percobaan iritasi kulit sangat berlawanan.

Iritasi kulit yang kelihatan (eritema) menurun pada orang tua sementara iritasi

kulit yang tidak kelihatan (kerusakan pertahanan) meningkat pada orang

muda. Reaksi terhadap beberapa bahan iritan berkurang pada usia lanjut.

Page 11: Makala h

Terdapat penurunan respon inflamasi dan TEWL, dimana menunjukkan

penurunan potensial penetrasi perkutaneus.

d. Suku

Tidak ada penelitian yang mengatakan bahwa jenis kulit mempengaruhi

berkembangnya dermatitis kontak iritan secara signifikan. Karena eritema

sulit diamati pada kulit gelap, penelitian terbaru menggunakan eritema sebagai

satu-satunya parameter untuk mengukur iritasi yang mungkin sudah sampai

pada kesalahan interpretasi bahwa kulit hitam lebih resisten terhadap bahan

iritan daripada kulit putih.

e. Lokasi Kulit

Ada perbedaan sisi kulit yang signifikan dalam hal fungsi pertahanan,

sehingga kulit wajah, leher, skrotum, dan bagian dorsal tangan lebih rentan

terhadap dermatitis kontak iritan. Telapak tangan dan kaki jika dibandingkan

lebih resisten.

f. Riwayat Atopi

Adanya riwayat atopi diketahui sebagai faktor predisposisi pada dermatitis

iritan pada tangan. Riwayat dermatitis atopi kelihatannya berhubungan dengan

peningkatan kerentanan terhadap dermatitis iritan karena rendahnya ambang

iritasi kulit, lemahnya fungsi pertahanan, dan lambatnya proses penyembuhan.

Pada pasien dengan dermatitis atopi misalnya, menunjukkan peningkatan

reaktivitas ketika terpajan oleh bahan iritan.

Faktor lain dapat berupa perilaku individu: kebersihan perorangan,

hobi dan pekerjaanan sambilan, serta penggunaan alat pelindung diri saat

bekerja.

2.3.3 Patofisiologi

Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel

yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan

iritan merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam

bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak

Page 12: Makala h

lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya

membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan

asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan

menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari

komplemen dan system kinin. Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta

mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan histamin, prostaglandin dan

leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets yang akan menyebabkan

perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan

sintesis protein. Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan

keluarnya mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan

dermatis kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis kontak iritan tidak

melalui fase sensitisasi.

Ada dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan

kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir

semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau

mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban

udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya

kerusakan tersebut.

2.3.4 Manifestasi Klinis

Gejala klinis dermatitis iritan dibedakan berdasarkan klasifikasinya

yaitu dermatitis kontak iritan akut dan dermatitis kontak iritan kronik :

1. Dermatitis kontak iritan akut

Dermatitis kontak iritan akut biasanya timbul akibat paparan bahan kimia

asam atau basa kuat, atau paparan singkat serial bahan kimia, atau kontak

fisik. Sebagian kasus dermatitis kontak iritan akut merupakan akibat

kecelakaan kerja. Kelainan kulit yang timbul dapat berupa eritema, edema,

vesikel, dapat disertai eksudasi, pembentukan bula dan nekrosis jaringan pada

kasus yang berat. Dermatitis iritan kuat terjadi setelah satu atau beberapa kali

olesan bahan-bahan iritan kuat, sehingga terjadi kerusakan epidermis yang

berakibat peradangan. Bahan-bahan iritan ini dapat merusak kulit

Page 13: Makala h

karena terkurasnya lapisan tanduk, denaturasi keratin dan pembengkakan

sel. Manifestasi klinik tergantung pada bahan apa yang berkontak,

konsentrasi bahan kontak, dan lamanya kontak. Reaksinya dapat berupa

kulit menjadi merah atau coklat, terjadi edema dan rasa panas, atau ada

papula, vesikula, pustula dan berbentuk pula yang purulent dengan kulit

disekitarnya normal.

Gambar 2: DKI akut akibat penggunaan pelarut industri.

2. Dermatitis kontak iritan kronik

DKI kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang berulang-

ulang, dan mungkin bisa terjadi oleh karena kerjasama berbagai macam

faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan

dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu.

Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu-minggu atau bulan,

bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak

merupakan faktor paling penting (Djuanda, 2007).

Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit

tebal dan terjadi likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus

berlangsung maka dapat menimbulkan retak kulit yang disebut fisura.

Adakalanya kelainan hanya berupa kulit kering dan skuama tanpa eritema,

sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan

mengganggu, baru mendapat perhatian (Djuanda, 2007).

Page 14: Makala h

Berdasarkan manifestasinya pada kulit dapat dibagi kedalam dua

stadium, diantaranya:

1. Stadium 1

Kulit kering dan pecah-pecah, stadium ini dapat sembuh dengan

sendirinya.

2. Stadium 2

Ada kerusakan epidermis dan reaksi dermal. Kulit menjadi merah dan

bengkak, terasa panas dan mudah terangsang kadang-kadang timbul

papula, vesikula, krusta. Bila kronik timbul likenikfiksi. Keadaan ini

menimbulkan retensi keringat dan perubahan flora bakteri.

Gambar1: Dermatitis kontak (Dailli, 2005).

Berdasarkan penyebab tersebut dan pengaruh faktor tersebut,

dermatitis kontak iritan dibagi menjadi sepuluh macam, yaitu:

1. Dermatitis Kontak Iritan Lambat (Delayed ICD)

Pada dermatitis kontak iritan akut lambat, gejala obyektif tidak muncul

hingga 8-24 jam atau lebih setelah pajanan, gambaran klinisnya mirip

dengan dermatitis kontak iritan akut.

2. Dermatitis Kontak Iritan Kronis (DKI Kumulatif)

Disebabkan oleh iritanlemah (sepertiair, sabun, sampo, detergen, dan

lain-lain) dengan pajanan yang berulang-ulang, biasanyalebih sering

terkena padatangan. Kelainan kulitbaru munculsetelah beberapa

hari, minggu, bulan, bahkan tahun. Gejala berupa kulit kering, eritema,

Page 15: Makala h

skuama, dan lambat laun akan menjadi hiperkeratosis dan dapat

terbentuk fisura jika kontak terus berlangsung.

Gambar3 : DKI Kronis akibat efek korosif dari semen.

3. Reaksi Iritan

Secara klinis menunjukkan reaksi akut monomorfik yang dapat berupa

skuama, eritema, vesikel, pustul, serta erosi, dan biasanyaterlokalisasi di

dorsum daritangan danjari, biasanya haliniterjadi pada orang yang terpajan

dengan pekerjaan basah, reaksi iritasi dapat sembuh, menimbulkan

penebalan kulit atau dapat menjadi DKI kumulatif.

4. Reaksi Traumatik (DKI Traumatik)

Reaksi traumatik dapat terbentuk setelah trauma akut pada kulit seperti

panas atau laserasi. Biasanya terjadi pada tangan dan penyembuhan sekitar

6 minggu ataulebih lama. Pada proses penyembuhan akan terjadi eritema,

skuama, papul dan vesikel.

5. Dermatitis Kontak Iritan Noneritematous

Juga disebut reaksi suberitematous, pada tingkat awal dari iritasi kulit,

kerusakan kulit terjadi tanpa adanya inflamasi, namun perubahan kulit

terlihat secara histologi.

Page 16: Makala h

6. Dermatitis Kontak Iritan Subyektif (Sensory ICD)

Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita mengeluh gatal, rasa

tersengat, rasa terbakar, beberapa menit setelah terpajan dengan iritan,

biasanya terjadi di daerah wajah, kepala dan leher, asam laktat biasanya

menjadi iritan yang paling sering menyebabkan penyakit ini.

7. Dermatitis Kontak Iritan Gesekan (Friction ICD)

Terjadi iritasi mekanis yang merupakan hasil dari mikrotrauma atau

gesekan yang berulang. DKI Gesekan berkembang dari respon pada

gesekan yang lemah, dimana secara klinis dapat berupa eritema, skuama,

fisura, dan gatal pada daerah yang terkena gesekan. DKI Gesekan dapat

hanya mengenai telapak tangan dan seringkali terlihat menyerupai psoriasis

dengan plakat merah menebal dan bersisik, tetapi tidak gatal.

Gambar 5 : DKI Gesekan.

8. Dermatitis Kontak Iritan Akneiform

Disebut juga reaksi pustular atau reaksi akneiform, biasanya dilihat

setelah pajanan okupasional, seperti oli, metal, halogen, serta setelah

penggunaan beberapa kosmetik, reaksi ini memiliki lesi pustular yang steril

dan transien, dan dapat berkembang beberapa hari setelah pajanan, tipe ini

dapat dilihat pada pasien dermatitis atopi maupun pasien dermatitis

seboroik.

Page 17: Makala h

Gambar 6 : DKI Akneiform.

9. Dermatitis Asteatotik

Biasanya terjadi pada pasien-pasien usia lanjut yang sering mandi tanpa

menggunakan pelembab pada kulit. Gatal yang hebat, kulit kering, dan

skuama ikhtiosiform merupakan gambaran klinik dari reaksi ini.

Gambar 7 : DKI Asteatotik.

Pada dermatitis kontak tidak memiliki gambaran klinis yang tetap.

Untuk menegakkan diagnosis dapat didasarkan pada:

1. Anamnesis, harus dilakukan dengan cermat. Anamnesis

dermatologis terutama mengandung pertanyaan-pertanyaan: onset

dan durasi, fluktuasi, perjalanan gejala-gejala, riwayat penyakit

terdahulu, riwayat keluarga, pekerjaan dan hobi, kosmetik yang

digunakan, serta terapi yang sedang dijalani. Pertanyaan mengenai

kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit yang ditemukan.

Misalnya, ada kelainan kulit berupa lesi numular di sekitar

Page 18: Makala h

umbilicus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan

erosi, maka perlu ditanyakan apakah penderita memakai kancing

celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam (nikel).

Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan,

hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika,

bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit

yang pernah dialami, serta penyakit kulit pada keluarganya

(misalnya dermatitis atopik) (Djuanda, 2007

Page 19: Makala h

2. Pemeriksaan klinis, hal pokok dalam pemeriksaan dermatologis

yang baik adalah:

a. Lokasi dan/atau distribusi dari kelainan yang ada.

b. Karakteristik dari setiap lesi, dilihat dari morfologi lesi (eritema,

urtikaria, likenifikasi, perubahan pigmen kulit).

c. Pemeriksaan lokasi-lokasi sekunder.

d. Teknik-teknik pemeriksaan khusus, dengan patch test.

Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi dan

pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya.

Misalnya, di ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan,

dan di kedua kaki oleh sepatu. Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada

seluruh permukaan kulit, untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain

karena sebab- sebab endogen (Djuanda, 2007).

Pada Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula

disusul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk

dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat

kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya. Karena

beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi dibandingkan bagian

tubuh yang lain maka predileksi regional akan sangat membantu penegakan

diagnosis (Trihapsoro, 2003)

Page 20: Makala h

2.3.4 Pemeriksaan Penunjang

Untuk membantu menegakan diagnosis penyakit kulit akibat kerja

selain pentingnya anamnesa, juga banyak test lainnya yang digunakan

untuk membantu. Salah satu yang paling sering digunakan adalah patch

test. Dasar pelaksanaan patch test adalah sebagai berikut:

1. Bahan yang diujikan (dengan konsentrasi dan bahan pelarut yang

sudah ditentukan) ditempelkan pada kulit normal, kemudian

ditutup. Konsentrasi yang digunakan pada umumnya sudah

ditentukan berdasarkan penelitian-penelitian.

2. Biarkan selama 2 hari (minimal 24 jam) untuk memberi kesempatan

absorbsi dan reaksi alergi dari kulit yang memerlukan waktu lama.

Meskipun penyerapan untuk masing-masing bahan bervariasi, ada

yang kurang dan ada yang lebih dari 24jam, tetapi menurut para

peniliti waktu 24 jam sudah memadai untuk kesemuanya, sehingga

ditetapkan sebagai standar.

3. Kemudian bahan tes dilepas dan kulit pada tempat tempelan

tersebut dibaca tentang perubahan atau kelainan yang terjadi pada

kulit. Pada tempat tersebut bisa kemungkinan terjadi dermatitis

berupa: eritema, papul, oedema atau fesikel, dan bahkan kadang-

kadang bisa terjadi bula atau nekrosis.

Setelah 48 jam bahan tadi dilepas. Pembacaan dilakukan 15-

25 menit kemudian, supaya kalau ada tanda-tanda akibat tekanan

Page 21: Makala h

4. penutupan dan pelepasan dari Unit uji temple yang menyerupai bentuk

reaksi, sudah hilang. Cara penilaiannya ada bermacam-macam

pendapat. Yang dianjurkan oleh International Contact Dermatitis

Research Group (ICDRG) sebagai berikut:

NT : Tidak diteskan

+: hanya eritem lemah: ragu-ragu

++ : eritem, infiltrasi (edema), papul: positif lemah

+++ : bula: positif sangat kuat

- : tidak ada kelainan: iritasi (Sulaksmono, 2006)

Untuk membantu membedakan antara dermatitis kontak iritan dengan

dermatitis kontak alergika, Rietschel mengusulkan kriteria yang dapat

digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dermatitis kontak iritan.

Tabel 2. Kriteria diagnosis dermatitis kontak iritan

Subjektif

Mayor minor

Onset dari gejala timbul dalam

hitungan menit hingga jam

setelah paparan.

Nyeri, rasa terbakar, rasa tersengat,

atau rasa tidak nyaman melebihi

rasa gatal pada tahap klinis awal.

Onset timbulnya gejala 2

minggu setelah paparan

Banyak orang dalam lingkungan

yang sama juga terkena

Page 22: Makala h

Objektif

Makula eritem, hiperkeratosis,

atau fisura lebih mendominasi

daripada vesikulasi

Epidermis tampak

mengkilap, merekah, atau

terkelupas

Proses penyembuhan dimulai

segera setelah paparan bahan

kausal dihentikan

4. Hasil uji tempel negative

Dermatitis berbatas tegas

Terdapat bukti pengaruh gravitasi, seperti

efek menetes

Tidak terdapat kecenderungan menyebar

Perubahan morfologik menunjukan

perbedaan. konsentrasi yang kecil mampu

timbulkan kerusakan kulit yang besar

2.3.5 Pengobatan

Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan

bahan iritan, baik yang bersifat mekanik (gesekan atau tekanan yang bersifat

terus menerus suatu alat), fisik (lingkungan yang lembab, panas, dingin, asap,

sinar matahari dan ultraviolet) atau kimiawi (alkali, sabun, pelarut organic,

detergen, pemutih, dan asam kuat, basa kuat). Dilakukan kompres dingin 3

kali sehari selama 20-30 menit dengan larutan Burrowi dan kalium

permagnant.

Bila dapat dilakukan dengan sempurna dan tanpa komplikasi, maka

tidak perlu pengobatan topikal dan cukup dengan pelembab untuk memperaiki

kulit yang kering (Djuanda, 2007).

Page 23: Makala h

Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topikal.

Pemakaian alat perlindungan yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan

iritan sebagai upaya pencegahan (Djuanda, 2007; Kampf, 2007). Pencegahan bahan iritan

seharusnya menjadi diagnose primer dan edukasi pada pasien. Penggunaan kompres basah

dengan astringent alumunium asetat dapat digunakan untuk mendinginkan dan mengeringkan

lesi. Hidrokortison dan lotion kalamin membantu untuk mengeringkan rasa gatal. Penggunaan

topical anestesi local tipe caine perlu dihindari atau diawasi karena dapat menyebabkan kontak

dermatitis yang lebih luas (Keefner, 2004)

2.3.6 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada dermatitis kontak iritan antara lain1:

1. Peningkatan risiko sensitisasi terhadap terapi topikal

2. Lesi pada kulit dapat dikolonisasi oleh bakteri Staphylococcus aureus. Hal ini

dipermudah jika terjadi lesi sekunder, seperti fissure akibat manipulasi yang dilakukan

penderita.

3. Secondary neurodermatitis (lichen simplex chronicus) akibat penderita dermatitis kontak

iritan yang mengalami stress psikis.

4. Pada fase post inflamasi dapat terjadi hiperpigmentasi atau hipopigmentasi.

5. Scar, biasanya setelah terkena agen korosif.

2.4 Dermatitis Kontak Alergi (DKA)

2.4.1 Definisi

Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang timbul setelah

kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi (Siregar, 2004).

2.4.2 Etiologi dan Predisposisi

Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia

dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana.

Page 24: Makala h

Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya

penetrasi di kulit (Djuanda, 2005).

Penyebab utama kontak alergen di Amerika Serikat yaitu dari tumbuh-tumbuhan.

Sembilan puluh persen dari populasi mengalami sensitisasi terhadap tanaman dari genus

Toxicodendron, misalnya poison ivy, poison oak dan poison sumac. Toxicodendron mengandung

urushiol yaitu suatu campuran dari highly antigenic 3- enta decyl cathecols. Bahan lainnya

adalah nikel sulfat (bahan-bahan logam), potassium dichromat (semen, pembersih alat -alat

rumah tangga), formaldehid, etilendiamin (cat rambut, obat-obatan), mercaptobenzotiazol

(karet), tiuram (fungisida) dan parafenilendiamin (cat rambut, bahan kimia fotografi)

(Trihapsoro, 2003).

2.4.3 Predisposisi

Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya dermatitis kontak alergi. Misalnya antara

lain:

1. Faktor eksternal (Djuanda, 2011):

2. Potesi sensitisasi allergen

3. Dosis per unit area

4. Luas daerah yang terkena

5. Lama pajanan

6. Oklusi

7. Suhu dan kelembaban lingkungan

8. Vehikulum

9. pH

10. Faktor Internal/ Faktor Individu (Djuanda, 2011):

11. Keadaan kulit pada lokasi kontak

Contohnya ialah ketebalan epidermis dan keadaan stratum korneum.

12. Status imunologik

Misal orang tersebut sedang menderita sakit, atau terpajan sinar matahari.

13. Genetik

Page 25: Makala h

Faktor predisposisi genetic berperan kecil, meskipun misalnya mutasi null pada kompleks

gen fillagrin lebih berperan karena alergi nickel (Thysen, 2009).

14. Status higinie dan gizi

Seluruh faktor – faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain yang masing –

masing dapat memperberat penyakit atau memperingan. Sebagai contoh, saat keadaan

imunologik seseorang rendah, namun apabila satus higinienya baik dan didukung status

gizi yang cukup, maka potensi sensitisasi allergen akan tereduksi dari potensi yang

seharusnya. Sehingga sistem imunitas tubuh dapat dengan lebih cepat melakukan

perbaikan bila dibandingkan dengan keadaan status higinie dan gizi individu yang

rendah. Selain hal – hal diatas, faktor predisposisi lain yang menyebabkan kontak alergik

adalah setiap keadaan yang menyebabkan integritas kulit terganggu, misalnya dermatitis

statis (Baratawijaya, 2006).

2.4.4 Patofisiologi

Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV yang

menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :

1. Fase Sensitisasi

Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi sensitisasi

terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang disebut alergen kontak

atau pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian hapten

diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans Epidermal), untuk

mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier yang berada di epidermis, menjadi komplek

hapten protein.

Protein ini terletak pada membran sel Langerhans dan berhubungan dengan produk gen

HLA-DR (Human Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen presenting cell).

Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks Limfonodus regional dan

terjadilah proses penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan

molekul CD3. CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans,

Page 26: Makala h

sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti (CD3-Ti), merupakan

pengenal antigen yang lebih spesifik, misalnya untuk ion nikel saja atau ion kromium saja.

Kedua reseptor antigen tersebut terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini telah terjadi

pengenalan antigen (antigen recognition).

Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan

merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan mengakibatkan proliferasi sel

T sehingga terbentuk primed me mory T cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh

meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila kontak berikut dengan alergen

yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam

pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko.

2. Fase elisitasi

Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama

dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans

akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan

merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit

memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan

limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan

makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang

meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula

yang akan tampak sebagai dermatitis.

Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu

proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel Langerhans dan sel

keratinosit serta pelepasan Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi

INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah kontak sel T

dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan memperlambat

puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin berefek merangsang

molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel

T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan peradangan.

3. Toleransi Imunologis

Page 27: Makala h

Struktur kimia, dosis dan cara penyajian dari suatu antigen sangat menentukan potensi

sensitivitasnya. Pada aplikasi pertama dari antigen akan menggerakkan dua mekanisme yang

berlawanan yaitu sensitisasi (pembentukan T helper cell) dan toleransi imunitas spesifik

(pembentukan T supresor cell). Kedua keadaan imunologik ini selanjutnya dapat dimodifikasi

oleh faktor-faktor eksternal seperti pemberian glukokortikoid topikal atau sistemik, radiasi sinar

ultra violet dan riwayat dermatitis atopik. Apabila dosis tinggi dari antigen disapukan secara

epikutan maka dapat timbul toleransi.Kemungkinan oleh karena sejumlah besar antigen

menghindari sel Langerhans epidermal.

Toleransi imunologis dapat dirangsang oleh penggunaan bahan kimia yang sejenis seperti

propilgallat (antioksidan dalam makanan) dan 2-4-dinitro-1-klorobenzen terhadap

dinitroklorobenzen (DNCB), akan dapat menurunkan sensitivitas DNCB, bahkan dapat menjadi

tidak responsive. Hal ini disebut proses hardening (pengerasan). Namun proses hardening tidak

timbul pada setiap orang dan dapat hilang bila terjadi pemutusan hubungan dengan bahan kontak

alergen. Hiposensitisasi dapat dicapai dengan pemberian awal bahan allergen berstruktur sejenis

dalam dosis rendah yang kemudian ditingkatkan secara bertahap. Hal ini dapat diterapkan pada

sulfonamid dan poison ivy. Akibatnya ambang rangsang untuk reaksi positif terhadap uji tempel

akan meningkat.

Namun keadaan desensitisasi penuh tidak dapat dicapai. Hiposensitisasi merupakan

keseimbangan antara sel efektor dan supresor. Keadaan toleransi ini dapat dirusak oleh

siklofosfamid yang secara selektif menghambat sel supresor. Bila ini gagal secara teoritik dapat

dilakukan induksi secara intra vena sehingga timbul tolerans terhadap alergen yang diberikan.

Menurut Adam hal ini akan merangsang makrofag di limpa untuk membentuk sel T supresor dan

menimbulkan toleransi imunitas spesifik. Secara teoritik dapat timbul keadaan quenching yaitu

terjadinya potensiasi dari respon alergi dan iritan sehingga kombinasi dari bahan-bahan kimia

dapat menimbulkan efek pemedaman yaitu berkurangnya ekspresi atau induksi sensitivitas.

Page 29: Makala h

2.4.6 Penegakan Diagnosis

1. Anamnesa

Diagnosis DKA didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis

yang teliti. Penderita umumnya mengeluh gatal (Sularsito, 2010).

Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit berukuran

numular di sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka

perlu ditanyakan apakah penderita memakai kancing celana atau kepala ikat pinggang yang

terbuat dari logam (nikel). Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan,

hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui

menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, riwayat atopi, baik dari yang

bersangkutan maupun keluarganya (Sularsito, 2010). Penelusuran riwayat pada DKA didasarkan

pada beberapa data seperti yang tercantum dalam tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Penelusuran riwayat pada DKA (Sularsito,2010).

Demografi dan riwayat

pekerjaan

Umur, jenis kelamin, ras, suku, agama, status

pernikahan, pekerjaan, deskripsi dari pekerjaan,

paparan berulang dari alergen yang didapat saat

kerja, tempat bekerja, pekerjaan sebelumnya.

Riwayat penyakit dalam

keluarga

Faktor genetik, predisposisi

Riwayat penyakit

sebelumnya

Alergi obat, penyakit yang sedang diderita, obat-

obat yang digunakan, tindakan bedah

Riwayat dermatitis yang

spesifik

Onset, lokasi, pengobatan

Page 30: Makala h

3. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan pola kelainan kulit

seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Berbagai lokasi terjadinya DKA dapat

dilihat pada tabel 2.2. Misalnya, di ketiak oleh deodoran; di pergelangan tangan oleh jam tangan;

di kedua kaki oleh sepatu/sandal. Pemeriksaan hendaknya dilakukan di tempat yang cukup

terang, pada seluruh kulit untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab

endogen (Sularsito, 2010).

Tabel 2.2 Berbagai Lokasi Terjadinya DKA (Sularsito,2010).

Lokasi Kemungkinan Penyebab

Tangan Pekerjaan yang basah (‘Wet Work’) misalnya

memasak makanan (getah sayuran, pestisida)

dan mencuci pakaian menggunakan deterjen.

Lengan Jam tangan (nikel), sarung tangan karet, debu

semen, dan tanaman.

Ketiak Deodoran, anti-perspiran, formaldehid yang ada

di pakaian.

Wajah Bahan kosmetik, spons (karet), obat topikal,

alergen di udara (aero-alergen), nikel (tangkai

kacamata).

Bibir Lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan.

Kelopak mata Maskara, eye shadow, obat tetes mata, salep

mata.

Telinga Anting yang terbuat dari nikel, tangkai

kacamata, obat topikal, gagang telepon.

Leher Kalung dari nikel, parfum, alergen di udara, zat

warna pakaian.

Badan Tekstil, zat warna, kancing logam, karet

(elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut

atau pewangi pakaian.

Genitalia Antiseptik, obat topikal, nilon, kondom,

Page 31: Makala h

pembalut wanita, alergen yang berada di

tangan, parfum, kontrasepsi.

Paha dan tungkai bawah Tekstil, kaus kaki nilon, obat topikal,

sepatu/sandal.

Pada pemeriksaan fisik dermatitis kontak alergi secara umum dapat diamati beberapa

ujud kelainan kulit antara lain edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Ujud kelainan kulit dapat

dilihat pada beberapa gambar berikut :

a. Dermatitis kontak alergi pada di lengan tempat tali jam tangan karena alergi terhadap

nikel menyebabkan eritema. Lesi yang timbul pada lokasi kontak langsung dengan nikel

(lesi eksematosa dan terkadang popular). Lesi eksematosa berupa papul-papul, vesikel-

vesikel yang dijumpai pada lokasi kontak langsung.

b. Dermatitis kontak alergi akut pada bibir yang terjadi karena lipstick. Pasien hipersensitif

terhadap eosin mengakibatkan eritema pada bibir

Page 32: Makala h

c. Telinga. Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis kontak pada

telinga. Penyebab lain misalnya obat topikal, tangkai kaca mata, cat rambut, alat bantu

dengar, gagang telepon. Alat bantu dengar dapat mengandung akrilak, bahan plastik,

serta bahan kimia lainnya. Anting-anting yang menyebabkan dermatitis pada telinga

umumnya yang terbuat dari nikel dan jarang pada emas. Tindikan pada telinga mungkin

menjadi fase sensitisasi pada dermatitis karena nikel yang bisa mengarah pada dermatitis

kontak kronik. Dermatitis kontak alergi subakut pada telinga dan sebagian leher.

Akhirnya diketahui bahwa pasien alergi terhadap bahan plastik

d. Badan. Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh tekstil, zat warna kancing

logam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut atau pewangi pakaian.

Dermatitis kontak pada perut karena pasien alergi pada karetd ari celananya. Terlihat

adanya eritema yang berbatas tegas sesuai dengan daerah yang terkena alergen.

e. Genitalia. Penyebabnya data antiseptik, obattopikal, nilon, kondom, pembalut wanita

alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi, deterjen. Dermatitis kontak yang

terjadi pada daerah vulva karena alergi pada cream yang mengandung neomisin, terlihat

eritema

Page 33: Makala h

f. Paha dantungkaibawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh tekstil, dompet,

kunci (nikel), kaos kaki nilon, obat topikal, semen, sepatu/sandal. Pada gambar dermatitis

kontakalergi yang terjadi karena Quaternium-15,bahan pengawet pada pelembab.Kaki

mengalami skuama, krusta

2.4.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Uji Tempel

Kelainan kulit DKA sering tidak menunjukkan gambaran morfologik yang khas, dapat

menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau psoriasis.

Diagnosis banding yang utama ialah dengan Dermatitis Kontak Iritan (DKI). Dalam keadaan ini

pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan, apakah dermatitis tersebut

karena kontak alergi (Sularsito, 2010).

Page 34: Makala h

Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung. Bahan yang secara rutin dan

dibiarkan menempel di kulit, misalnya kosmetik, pelembab, bila dipakai untuk uji tempel, dapat

langsung digunakan apa adanya. Bila menggunakan bahan yang secara rutin dipakai dengan air

untuk membilasnya, misalnya sampo, pasta gigi, harus diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang

tidak larut dalam air diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau minyak mineral. Produk yang

diketahui bersifat iritan, misalnya deterjen, hanya boleh diuji bila diduga keras penyebab alergi.

Apabila pakaian, sepatu, atau sarung tangan yang dicurigai penyebab alergi, maka uji tempel

dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut yang direndam dalam air garam yang tidak

dibubuhi bahan pengawet, atau air, dan ditempelkan di kulit dengan memakai Finn chamber,

dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam. Perlu diingat bahwa hasil positif dengan alergen bukan

standar perlu kontrol (5 sampai 10 orang) untuk menyingkirkan kemungkinan terkena iritasi

(Sularsito, 2010).

Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel (Sularsito,

2010):

a. Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan akut atau berat dapat

terjadi reaksi ‘angry back’ atau ‘excited skin’ reaksi positif palsu, dapat juga

menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya semakin memburuk.

b. Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian kortikosteroid

sistemik dihentikan (walaupun dikatakan bahwa uji tempel dapat dilakukan pada

pemakaian prednison kurang dari 20 mg/hari atau dosis ekuivalen kortikosteroid lain),

Page 35: Makala h

sebab dapat menghasilkan reaksi negatif palsu. Sedangkan antihistamin sistemik tidak

mempengaruhi hasil tes, kecuali diduga karena urtikaria kontak.

c. Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca; pembacaan kedua dilakukan pada

hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.

d. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel menjadi longgar

(tidak menempel dengan baik), karena memberikan hasil negatif palsu. Penderita juga

dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48 jam, dan menjaga agar punggung selalu

kering setelah dibuka uji tempelnya sampai pembacaan terakhir selesai.

e. Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita yang mempunyai

riwayat tipe urtikaria dadakan (immediate urticaria type), karena dapat menimbulkan

urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis. Pada penderita semacam ini dilakukan tes

dengan prosedur khusus.

Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas. Pembacaan pertama

dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang diuji telah

menghilang atau minimal. Hasilnya dicatat seperti berikut (Sularsito, 2010):

1 = reaksi lemah (nonvesikular) : eritema, infiltrat, papul (+)

2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)

3 = reaksi sangat kuat (ekstrim) : bula atau ulkus (+++)

4 = meragukan : hanya makula eritematosa

5 = iritasi : seperti terbakar, pustul, atau purpura (IR)

6 = reaksi negatif (-)

7 = excited skin

8 = tidak dites (NT=non tested)

Page 36: Makala h

Hasil Patch Tes/Uji Tempel setelah 72 jam :

Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah aplikasi, biasanya 72 atau

96 jam setelah aplikasi. Pembacaan kedua ini penting untuk membantu membedakan antara

respons alergik atau iritasi, dan juga mengidentifikasi lebih banyak lagi respons positif alergen.

Hasil positif dapat bertambah setelah 96 jam aplikasi, oleh karena itu perlu dipesan kepada

pasien untuk melapor, bila hal itu terjadi sampai satu minggu setelah aplikasi (Sularsito, 2010).

Untuk menginterpretasi hasil uji tempel tidak mudah. Interpretasi dilakukan setelah

pembacaan kedua. Respon alergik biasanya menjadi lebih jelas antara pembacaan kesatu dan

kedua, berawal dari +/- ke + atau ++ bahkan ke +++ (reaksi tipe crescendo), sedangkan respon

iritan cenderung menurun (reaksi tipe decrescendo) (Sularsito, 2010).

2.4.8 Pemeriksaan Histopalogi

Pemeriksaan Histopalogi dilakukan dengan cara(Sularsito, 2010) :

1. Untuk pemeriksaan ini dibutuhkan potongan jaringan yang didapat dengan cara biopsi

dengan pisau atau plong/punch.

2. Penyertaan kulit normal pada tumor kulit, penyakit infeksi, kulit normal tidak perlu

diikutsertakan.

3. Sedapat-dapatnya diusahakan agar lesi yang akan dibiopsi adalah lesi primer yang belum

mengalami garukan atau infeksi sekunder.

T.R.U.E. Test® (Mekos Laboratories, Hillerod, Denmark) patch-test.

A. Hasil uji positif terhadap picaridin (KBR) 2,5%.

B. Hasil uji positif terhadap methyl glucose diolate (MGD) 10%.

Page 37: Makala h

4. Bila ada infeksi sekunder, sebaiknya diobati lebih dahulu.

5. Pada penyakit yang mempunyai lesi yg beraneka macam/ banyak, lebih baik biopsi lebih

dari satu.

6. Potongan jaringan sebisanya berbentuk elips + diikutsertakan jaringan subkutis.

7. Jaringan yang telah dipotong dimasukan ke dalam larutan fiksasi, misanya formalin 10%

atau formalin buffer, supaya menjadi keras dan sel-selnya mati.

8. Lalu dikirim ke laboratorium

9. Pewarnaan rutin yang biasa digunakan dalah Hematoksilin-Eosin(HE). Ada pula yang

menggunakanperwarnaan oersein dan Giemsa.

10. Volume cairan fiksasi sebaiknya tidak kurang dari 20 X volume jaringan

11. Agar cairan fiksasi dapat dengan baik masuk ke jaringan hendaknya tebal jaringan kira-

kira 1/2 cm, kalau terlalu tebal dibelah dahulu sebelum dimasukkan ke dalam cairan

fiksasi

12. Pada dermatitis kontak, limfosit T yang telah tersensitisasi, menginvasi dermis dan

epidermis serta menyebabkan edema dermis atau spongiosis epidermis. Perubahan-

perubahan ini secara histologi tidak spesifik (Sularsito, 2010).

2.4.8 Penatalaksanaan

1. Non medikamentosa

a. Memotong kuku – kuku jari tangan dan jaga tetap bersih dan pendek serta tidak

menggaruk lesi karena akan menimbulkan infeksi (Morgan, dkk, 2009)

b. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena dermatitis kontak alergi

c. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas yang bersentuhan

dengan alergen (Sumantri, dkk, 2005)

d. Memberi edukasi kepada pasien untuk tidak mengenakan perhiasan, aksesoris, pakaian

atau sandal yang merupakan penyebab alergi

Page 38: Makala h

3. Medikamentosa

a. Simptomatis

Diberi antihistamin yaitu Chlorpheniramine Maleat (CTM) sebanyak 3-4 mg/dosis, sehari 2-

3 kali untuk dewasa dan 0,09 mg/dosis, sehari 3 kali untuk anak – anak untuk menghilangkan

rasa gatal.

b. Sistemik

- Kortikosteroid yaitu prednison sebanyak 5 mg, sehari 3 kali

- Cetirizine tablet 1x10mg/hari

- Bila terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotika (amoksisilin atau eritromisin) dengan

dosis 3x500mg/hari, selama 5 hingga 7 hari

c. Topikal

- Krim desoksimetason 0,25%, 2 kali sehari

2.4.9 Pencegahan

Pencegahan DKA dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Sumantri, dkk, 2005). :

a. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena dermatitis kontak alergi

b. Menghindari substansi allergen

c. Mengganti semua pakaian yang terkena allergen

d. Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin dengan sabun, jika tidak ada sabun bilas

dengan air

e. Menghindari air bekas cucian/bilasan kulit yang terpapar allergen

f. Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah dengan pakaian lain

g. Bersihkan hewan peliharaan yang diketahui terpapar allergen

h. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas yang berisiko

terhadap paparan alergen

2.4.10 Prognosis

Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat

disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila bersamaan dengan dermatitis yang

disebabkan oleh faktor endogen(dermatitis atopik, dermatitis numularisatau psoriasia) (Vorvick,

Page 39: Makala h

2011; Sularsito, 2007). Faktor lain yang membuat prognosis kurang baik adalah pajanan alergen

yang tidak mungkin dihindari misalnya berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau yang

terdapat di lingkungan penderita(Djuanda, 2005).

2.4.11 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi kulit sekunder oleh bakteri terutama

Staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus misalnya herpes simpleks. Rasa gatal yang

berkepanjangan serta perilaku menggaruk dapat dapat mendorong kelembaban pada lesi kulit

sehingga menciptakan lingkungan yang ramah bagi bakteri atau jamur. Selain itu dapat pula

menyebabkan eritema multiforme (lecet) dan menyebabkan kulit berubah warna, tebal dan kasar

atau disebut neurodermatitis (lichen simplex chronicus) (Bourke, et al., 2009).

Page 40: Makala h

BAB III

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

DERMATITIS KONTAK

3.1  Pengkajian

3.1.1        Identitas

Identitas terdiri dari nama, jenis kelamin. Umur, agama, suku bangsa, pendidkan

pendapatan pekerjaan,nomor akses, alamat dan lain- lain.

Dermatitis kontak dapat terjadi pada semua orang di semua umur sering terjadi pada

remaja dan dewasa muda dapat terjadi pada pria dan wanita. Bila dibandingkan dengan

dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena hanya

mengenai orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif). Dermatitis kontak iritan timbul pada

80% dari seluruh penderita dermatitis kontak sedangkan dermatitis kontak alergik kira-kira

hanya 20%. Sedangkan insiden dermatitis kontak alergik terjadi pada 3-4% dari populasi

penduduk. Usia tidak mempengaruhi timbulnya sensitisasi namun dermatitis kontak alergik lebih

jarang dijumpai pada anak-anak. Lebih sering timbul pada usia dewasa tapi dapat mengenai

segala usia. Prevalensi pada wanita dua kali lipat dari pada laki-laki.

Bangsa kaukasian lebih sering terkena dari pada ras bangsa lain. Nampaknya banyak juga

timbul pada bangsa Afrika-Amerika namun lebih sulit dideteksi. Jenis pekerjaan merupakan hal

penting terhadap tingginya insiden dermatitis kontak.

3.1.2        Riwayat Kesehatan

a.     Riwayat Kesehatan Sekarang.

1.    Keluhan Utama

Page 41: Makala h

Pada kasus dermatitis kontak biasanya klien mengeluh kulitnya  terasa gatal serta

nyeri.Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat pelayanan kesehatan adalah

nyeri pada lesi yang timbul.

2.   Riwayat keluhan utama.

Provoking Inciden, yang menjadi faktor presipitasi dari keluhan utama. Pada beberapa

kasus dematitis kontak timbul Lesi kulit ( vesikel ),terasa panas pada kulit dan kulit akan

berwarna merah, edema yang diikuti oleh pengeluaran secret. Kembangkan pola PQRST pada

setiap keluhan klien .

a.    Provocative/palliative.

- Apa penyebab keluhan,

Apakah sebelumnya klien melakukan kontak dengan bahan-bahan tertentu yang menyebabkan

kerusakan pada kulit.

- Apa yang membuat keluhan bertambah baik/ringan atau bertambah berat. Dengan

menjauhi sumber dermatitis kontak maka keluhan yang dirasakan akan berkurang.

b.    Quality/quantity

- Bagaimana keluhan dirasakan, dilihat, didengar

Pada beberapa kasus dermatitis kontak biasanya klien akan merasakan gatal dan nyeri pada

daerah yang terkena bahan tertentu yang dapat menyebabkan keluhan.

- Sejauh mana sakit dirasakan

Rasa sakit yang dirasakan mulai dari tingkat ringan sampai berat. Tergantung dari lama

kontak zat dengan kulit, konsentrasi zat serta tingkat sensitifitas kulit.

c.    Region/radiation

- Dimana letak sakit

Tergantung dari daerah yang kontak dengan penyebab .

Page 42: Makala h

- Area penyebarannya

Area penyebarannya misalnya kaki, luka pada tungkai, jari manis, tempat cedera, dibalik

perhiasan.

d.   Severitty scale

- Apakah mempengaruhi aktifitas

Terganggunya aktifitas tergantung dari letak,tingkat keparahan penyakit.

- Seberapa jauh skala ringan/berat.

Tergantung dari tingkat keparahan penyakitnya.

e.    Timing

- Kapan mulai terjadi.

- Kapan sering terjadi.

- Apakah terjadinya mendadak atau perlahan-lahan

3.      Riwayat Kesehatan masa Lalu

           Seperti apakah klien pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya, apakah pernah menderita

alergi serta tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya selain itu perlu juga dikaji kebiasaan

klien.

4.      Riwayat Kesehatan keluarga.

           Apakah ada salah seorang anggota keluarganya yang mengalami penyakit yang sama, tapi

tidak pernah ditanggulangi dengan tim medis. Dermatitis pada sanak saudara khususnya pada

masa kanak-kanak dapat berarti penderita tersebut juga mudah menderita dermatitis atopik

2.2.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada kulit, rambut dan kuku adalah inspeksi dan palpasi. Sistem

integument meliputi kulit, rambut, dan kuku. Sistem ini berfungsi memberikan proteksi eksternal

bagi tubuh, membantu dalam proses pengaturan suhu tubuh, sebagai sensor nyeri, dan indera

peraba.

Page 43: Makala h

1. Kulit

Keterampilan perawat dalam pengkajian fisik dan pemahamanya terhadap anatomi dan

fungsi kulit dapat menjamin bahwa setiap penyimpangan dari keadaan normal akan dapat

dikenali, dilaporkan, dan didokumentasikan. Pemeriksaan pada kulit adalah non-invasif. Lesi

pada kulit bisa saja hanya terjadi pada epidermis, tapi juga bisa hingga jaringan kulit yang lebih

dalam. Karakteristik kulit normal meliputi :

a. Warna

Warna kulit normal bervariasi antara orang yang satu dengan lainnya, dan berkisar dari

warna gading hingga cokelat gelap. Kulit bagian tubuh yang terbuka, khususnya di kawasan

yang beriklim panas dan banyak cahaya matahari, cenderung lebih berpigmen daripada bagian

tubuh lainnya. Efek vasodilatasi yang ditimbulkan oleh demam, sengatan matahari, dan inflamsi

akan menimbulkan bercak merah muda atau kemerahan pada kulit. Pucat merupakan keadaan

tidak adanya atau berkurangnya tonus, serta vaskularitas kulit yang normal dan paling jelas

terlihat pada konjungtiva. Warna kebiruan pada sianosis menunjukan hipoksia selular dan mudah

terlihat pada ekstermitas, dasar kuku, bibir, serta membrane mukosa. Ikterus, yaitu kulit yang

mengunung, berhubungan langsung dengan kenaikan kadar bilirubin serum dan sering kali

terlihat pada sclera, serta membrane mukosa.

b. Tekstur kulit

Tekstur kulit normalnya lembut dan kencang. Pajanan matahari, proses penuaan, dan perokok

berat akan membuat kulit sedikit lembut. Normalnya kulit adalah elastic dan dapat cepat kembali

apabila dilakukan pencubitan yang sering disebut dengan turgor kulit baik.

c. Suhu

Suhu kulit normalnya hangat, walaupun pada beberapa kondisi pada bagian perifer seperti

tangan dan telapak kaki akan teraba dingin akibat suatu kondisi vasokontriksi.

d. Kelembapan

Secara normal kulit akan teraba kering apabila disentuh. Pada beberapa kondisi seperti

adanya peningkatan aktivitas dan pada peningkatan kecemasan, kelembapan akan meningkat.

Page 44: Makala h

e. Bau busuk

Kulit normalnya bebas dari segala bau yang tidak mengenakan. Bau yang tajam secara

normal dapat ditemukan pada peningkatan produksi keringat terutama pada area aksila dan lipat

paha.

Beberapa jenis lesi pada kulit adalah sebagai berikut :

a. Lesi primer kulit.

Jenis Lesi Keterangan Gambar

Bula Lesi yang berisi cairan, diameter >2cm

(disebut juga blister).

Disebabkan oleh keracunan getah

pohon ek (jenis pohon yang batangnya

keras), dermatitis lvy (sejenis tanaman

menjalar), bullous pemfigoid bulosa,

luka bakar derajat 2.

Komedo Disebabkan karena tertutupnya duktus

pilosebaceous, eksfoliatif, terbentuk

dari sebum dan keratin.

Komedo hitam komedo terbuka ,

komedo putih komedo tertutup.

Kista Massa semi padat atau kapsul yang

berisi cairan yang berada dalam kulit

(misalnya jerawat).

Page 45: Makala h

Macula Datar, berpigmen, bentuknya

melingkar, luasnya < 1cm (misalnya,

bekas rubella).

Nodul Lesi berupa tonjolan, lebih tinggi dari

jaringan sekitar dan lebih dalam dari

pada papula. Meluas hingga lapisan

dermal, berdiameter 0,5 – 2cm.

Papula Inflamasi dengan lesi naik hingga 0,5

cm. Warnanya bisa sama atau berbeda

dengan warna kulit.

Tumor Lesi padat, lebih tinggi dari kulit

sekitar, meluas hingga jaringan dermal

dan subkutan.

Vesikel Permukaan kulit naik, berbatas jelas,

terisi cairan, diameternya < 0,5cm.

b. Lesi sekunder kulit

Page 46: Makala h

Jenis Lesi Keterangan Gambar

Atropi Penipisan kulit pada bagian tubuh

tertentu (misalnya proses penuaan).

Krusta Sebum yang mongering, eksudat

serosa, purulen, atau sanguineous di

bawah kulit yang mengalami erosi

sehingga muncul kepermukaan kulit

sebagai vesikel, bula atau pustula.

Erosi Lesi berbatas tidak tegas, kehilangan

lapisan jaringan epidermis

superficial.

Ekskoriasi/Abrasi Garukan / goresan linear, dengan

daerah sekitarnya mengalami abrasi.

Biasanya dilakukan oleh diri sendiri.

Likenifikasi Lapisan kulit yang menebal, kulit

yang tampak sering digaruk

(misalnya, atopic dermatitis kronis).

Page 47: Makala h

Fisura Belahan pada kulit yang bertepi rata,

dapat meluas ke lapisan dermal.

Skar Jaringan ikat yang disebabkan oleh

trauma, inflamasi dalam, atau

pembedahan. Berwarna merah jika

baru terjadi, jika sudah lama akan

tampak berwarna lebih muda dan

datar.

Ulkus Kerusakan pada lapisan epidermal

dan dermal, dapat meluas ke

jaringan subkutan. Biasanya sembuh

dengan menyisakan skar.

1. Inspeksi

- Lihat warna kulit klien bahwa sinar matahari. Normalnya kulit berwarna cerah merah

muda hingga kecokelatan ataupun hitam. Kulit yang tidak terkena sinar matahari akan

berwarna lebih terang, dan tampak pucat pada orang yang tidak pernah / jarang terpapar

sinar matahari.

- Lihat adanya lesi pada kulit (primer ataupun sekunder).

- Lihat apakah kulit klien tampak berminyak.

2. Palpasi

- Raba permukaan kulit, rasakan kelembapannya. Normalnya kulit teraba lembap, tetapi

tidak basah.

- Rasakan suhu pada permukaan tubuh, normalnya tubuh akan teraba hangat.

- Cubit sedikit pada bagian dada, atau lengan bagian dalam. Turgor kulit akan kembali

dalam waktu < 2 detik (nilai normal).

Page 48: Makala h

- Untuk mengetahui adanya pitting edema, tekan perlahan pada daerah pretibialis, dorsum

pedis, atau sacrum. Jika ditemukan pitting edema, pada area yang ditekan akan tampak

bekas jari pemeriksa dan akan kembali dengan lambat (> 2 detik).

2. Rambut

a. Inspeksi

Perhatikan penyebaran rambut di seluruh tubuh, penyebaran rambut akan tampak lebih

banyak pada pria dibandingkan wanita. Lihat kebersihannya, catat adanya tinea kapitis, tinea

korporis, kutu, dan lain-lain. Lihat warnanya, warna rambut berbeda-beda tergantung suku

bangsanya.

b. Palpasi

Rasakan apakah rambut berminyak. Tarik sedikit rambut, catat jika ada kerontokan rambut

atau alopesia (rontok berlebihan).

3. Kuku

Kondisi kuku mencerminkan status kesehatan umum, status nutrisi, pekerjaan, dan

tingkat perawatan diri seseorang, bahkan status psikologis juga dapat diungkapkan dari adanya

bukti – bukti gigitan kuku. Sebelum mengkaji, kondisi kuku mencerminkan status kesehatan

umum, status nutrisi, pekerjaan, dan tingkat perawatan diri seseorang bahkan status psikologis

juga dapat diungkapkan dari adanya bukti – bukti gigitan kuku. Sebelum mengkaji kuku, perawat

mengumpulkan riwayat singkat. Bagian kuku yang paling dapat dilihat adalah plat kuku, lapisan

transparan sel epitel yang menutupi bantalan kuku. Vaskularitas bantalan kuku member warna

lapisan di bawah kuku. Semilunar, area putih dibagian dasar bantalan kuku disebut lunula, yaitu

merupakan dari nama plat kuku terbentuk.

a. Inspeksi

- Perhatikan bentuk kuku dan warna dasar kuku. Normalnya dasar kuku berwarna merah

muda cerah karena mengandung banyak pembuluh darah.

Page 49: Makala h

- Sudut normal antara kuku dengan pangkalnya adalah 160 derajat.

- Perhatikan sekitar kuku, apakah ada lesi atau perlukaan.

b. Palpasi

Tekan ujung jari untuk memeriksa Capillary Refil Time (CRT) yaitu waktu pengisian balik

kapiler. Normalnya akan kembali dalam waktu < 2 detik.

Beberapa kelainan pada kuku :

Jenis Keterangan Gambar

Jari gada

(clubbing finger)

Terjadi karena kondisi hipoksia

dalam waktu yang lama.

Sudut antara kuku dengan

dasarnya > 180 derajat.

Koilonika

(koilonychia)

Bentuk kuku seperti sendok,

disebabkan karena anemia

dalam jangka waktu yang lama.

Paronikia

(paronychia)

Ditandai dengan adanya edema

pada dasar kuku. Diakibatkan

karena trauma atau infeksi yang

bersifat local.

Page 50: Makala h

Garis Beau Biasa terjadi karena penyakit

infeksi yang kronis. Ditandai

dengan garis transversal pada

permukaan kuku.

Onikomikosis Terjadi karena adanya infeksi

jamur pada kuku.

Onycholysis Proses terlepasnya kuku karena

onikomikosis yang tidak

ditangani.

4.  Keadaan Kepala

a.        Inspeksi

tekstur rambut klien halus dan jarang, kulit kepala nampak kotor.

b.      Palpasi

Periksa apakah ada pembengkakan/ benjolan nyeri tekan atau adanya massa.

Page 51: Makala h

8.      Keadaan mata

a.       Inspeksi

·      Palpebrae    :           tidak edema,  tidak radang

·      Sclera          :           Tidak ictertus

·      Conjuctiva :           Tidak terjadi peradangan

·      Pupil            :          Isokor

b.      Palpasi

                        Tidak ada nyeri tekan

                        Tekanan Intra Okuler ( TIO )  tidak ada

9.      Keadaan hidung.

a.       inspeksi

-          simetris kiri dan kanan

-          Tidak ada pembengkakan dan sekresi

-          Tidak ada kemerahan  pada selaput lendir

b.      Palpasi

-          Tidak ada nyeri tekan

-          Tidak ada benjolan/tumor

10.  Keadaan telinga

·         inspeksi

-          telinga bagian luar simetris

-          tidak ada serumen/cairan, nanah

Page 52: Makala h

3.2  Pemeriksaan Diagnostik

a.    Biopsi kulit.

b.    Uji temple.

c.    Pemeriksaan dengan menggunakan pencahayaan khusus.

d.   Uji kultur dan sensitivitas.

3.3  Pola Kegiatan Sehari-hari

3.3.1   Nutrisi

Yang perlu dikaji adalah bagaimana kebiasaan klien dalam hal pola makan, frekwensi

maka/hari, nafsu makan, makanan pantang, makanan yang disukai banyak minuman dalam

sehari serta apakah ada perubahan.

3.3.2           Eliminasi

Pada eliminasi yang perlu dikaji adalah Kebiasaan BAK dan BAB seperti

frekuensi,warna dan konsistensi baik sebelum dan sesudah sakit

3.3.3   Aktivitas

Pada penderita penyakit dermatitis kontak biasanya akan mengalami gangguan dalam

aktifitas karena adanya rasa gatal dan apabila mengalami infeksi maka akan mengalami

gangguan dalam pemenuhan aktifitas sehari-hari.

3.3.4   Istirahat

Klien biasanya mengeluh susah tidur dimalam hari karena gatal serta adanya nyeri.

Adanya gangguan pola tidur akibat gelisah, cemas.

3.3.5           Pola Interaksi social

Secara umum klien yang  mengalami dermatitis kontak biasanya pola interaksi sosialnya

terganggu biasanya akan merasa malu dengan penyakitnya.

Page 53: Makala h

3.3.6           Keadaan Psikologis

Biasanya klien mengalami perubahan dalam berinteraksi dengan orang lain dan biasanya

klien lebih suka menyendiri dan sering cemas dengan penyakit yang  diderita. Pada keadaaan

psikologis ada beberapa hal yang perlu dikaji seperti bagaimana persepsi klien terhadap penyakit

yang diderita sekarang, bagaimana harapan klien terhadap keadaan kesehatannyaserta bagaimana

pola interaksi dengan tenaga kesehatan & lingkungan.

3.3.7   Kegiatan Keagamaan

Biasanya klien beranggapan bahwa penyakit yang dideritanya merupakan cobaan

untuknya dan pasti terdapat hikmah untuknya.yang perlu dikaji pada kegiatan keagamaan seperti

klien menganut agama apa selama sakit klien sering berdoa.

Analisa data

No Symptom Etiology Problem

1 1. Ds : pasien

mengatakan

merasakan nyeri

dan gatal pada

daerah wajah dan

leher.

Pengkajian nyeri

berdasarkan PQRST :

- P : pasien

mengatakan terasa

gatal-gatal dan

nyeri sesaat

setelah

menggunakan

krim pemutih

yang dibeli di

Stress emosional, perubahan

suhu/kelembaban udara, zat

kimia, infeksi bakteri/jamur,

alergi

Dermatitis

Pelepasan histamine

Gatal dan ketidaknyamanan

Peradangan atau lesi

Nyeri

Nyeri akut

Page 54: Makala h

pasar.

- Q : pasien

mengatakan nyeri

yang dirasakan

seperti adanya

rasa terbakar dan

panas.

- R : pasien

mengatakan nyeri

yang dirasakan

pada daerah wajah

dan leher.

- S : pasien

mengatakan nyeri

yang dirasakan

mengganggu

aktivitasnya

karena juga

disertai dengan

pusing kepala.

- T : pasien

mengatakan nyeri

yang dirasakan

tiba-tiba muncul

setelah

menggunakan

krim yang dibeli

dari pasar.

2. Do : tampak

kemerahan pada

wajah dan leher

Page 55: Makala h

pasien.

- TTV :

TD : 110/70

N : 72x/menit

S : 37°C

RR : 18x/menit

2 1. Ds : pasien

mengeluh gatal

dan keinginan

untuk menggaruk

daerah yang gatal

tersebut akibatnya

terjadi kemerahan

dan penebalan

pada daerah wajah

dan leher.

2. Do : tampak

kemerahan dan

penebalan pada

daerah wajah dan

leher.

Stress emosional, perubahan

suhu/kelembaban udara, zat

kimia, infeksi bakteri/jamur,

alergi

Dermatitis

Pelepasan histamine

Gatal dan ketidaknyamana

Timbul keinginan untuk

menggaruk

Terjadi kemerahan dan

penebalan pada area tersebut

Kerusakan integritas kulit

Kerusakan integritas kulit

3 1. Ds : pasien

mengatakan

karena adanya

gatal-gatal

pada daerah

wajah dan

leher, maka

Stress emosional, perubahan

suhu/kelembaban udara, zat

kimia, infeksi bakteri/jamur,

alergi

Dermatitis

Resiko infeksi

Page 56: Makala h

wajah dan

leher pasien

menjadi lecet.

2. Do : tampak

beberapa luka

lecet atau lesi

pada daerah

wajah akibat

garukan yang

dilakukan oleh

pasian.

Pelepasan histamine

Gatal dan ketidaknyamana

Timbul keinginan untuk

menggaruk

Mengiritasi kulit

Peradangan kulit atau lesi

Resiko infeksi

Rumusan Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan adanya lesi pada kulit ditandai dengan pasien

mengatakan merasakan nyeri dan gatal pada daerah wajah dan leher. Pengkajian nyeri

berdasarkan PQRST : P : pasien mengatakan terasa gatal-gatal dan nyeri sesaat setelah

menggunakan krim pemutih yang dibeli di pasar. Q : pasien mengatakan nyeri yang

dirasakan seperti adanya rasa terbakar dan panas. R : pasien mengatakan nyeri yang

dirasakan pada daerah wajah dan leher. S : pasien mengatakan nyeri yang dirasakan

mengganggu aktivitasnya karena juga disertai dengan pusing kepala. T : pasien

mengatakan nyeri yang dirasakan tiba-tiba muncul setelah menggunakan krim yang dibeli

dari pasar. Dan tampak kemerahan pada wajah dan leher pasien, TTV : TD : 110/70 N :

72x/menit S : 37°C RR : 18x/menit

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan reaksi inflamasi lokal ditandai

dengan pasien mengeluh gatal dan keinginan untuk menggaruk daerah yang gatal tersebut

akibatnya terjadi kemerahan dan penebalan pada daerah wajah dan leher, tampak

kemerahan dan penebalan pada daerah wajah dan leher.

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan imunitas, adanya port de entree

pada lesi pasien mengatakan karena adanya gatal-gatal pada daerah wajah dan leher,

Page 57: Makala h

maka wajah dan leher pasien menjadi lecet, tampak beberapa luka lecet atau lesi pada

daerah wajah akibat garukan yang dilakukan oleh pasian.

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan imunitas, adanya port de entree

pada lesi.

2. Nyeri akut berhubungan dengan adanya lesi pada kulit

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan reaksi inflamasi lokal.

3.3 Intervensi keperawatan

No Tujuan dan Kriteria hasil intervensi

NOC :

1. Immune Status

2. Risk control

Kriteria Hasil :

1. Klien bebas dari tanda dan gejala

infeksi

2. Menunjukkan kemampuan untuk

mencegah timbulnya infeksi

3. Jumlah leukosit dalam batas

normal

4. Menunjukkan perilaku hidup sehat

NIC :

1. Infection Control (Kontrol infeksi)

a. Bersihkan lingkungan setelah

dipakai pasien lain

b. Pertahankan teknik isolasi

c. Batasi pengunjung bila perlu

d. Instruksikan pada pengunjung

untuk mencuci tangan saat

berkunjung dan setelah

berkunjung meninggalkan pasien

e. Gunakan sabun antimikrobia

untuk cuci tangan

f. Cuci tangan setiap sebelum dan

sesudah tindakan kperawtan

g. Gunakan baju, sarung tangan

sebagai alat pelindung

h. Pertahankan lingkungan aseptik

selama pemasangan alat

i. Ganti letak IV perifer dan line

central dan dressing sesuai

Page 58: Makala h

dengan petunjuk umum

j. Gunakan kateter intermiten untuk

menurunkan infeksi kandung

kencing

k. Tingktkan intake nutrisi

l. Berikan terapi antibiotik bila

perlu

2. Infection Protection (proteksi

terhadap infeksi)

a. Monitor tanda dan gejala infeksi

sistemik dan lokal

b. Monitor hitung granulosit, WBC

c. Monitor kerentanan terhadap infeksi

d. Batasi pengunjung

e. Saring pengunjung terhadap penyakit

menular

f. Partahankan teknik aspesis pada

pasien yang beresiko

g. Pertahankan teknik isolasi k/p

h. Berikan perawatan kuliat pada area

epidema

i. Inspeksi kulit dan membran mukosa

terhadap kemerahan, panas, drainase

j. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah

k. Dorong masukkan nutrisi yang cukup

l. Dorong masukan cairan

m. Dorong istirahat

n. Instruksikan pasien untuk minum

antibiotik sesuai resep

o. Ajarkan pasien dan keluarga tanda

Page 59: Makala h

dan gejala infeksi

p. Ajarkan cara menghindari infeksi

q. Laporkan kecurigaan infeksi

r. Laporkan kultur positif

2 NOC :

1. Pain Level,

2. Pain control,

3. Comfort level

Kriteria Hasil :

1. Mampu mengontrol nyeri (tahu

penyebab nyeri, mampu

menggunakan tehnik

nonfarmakologi untuk mengurangi

nyeri, mencari bantuan)

2. Melaporkan bahwa nyeri

berkurang dengan menggunakan

manajemen nyeri

3. Mampu mengenali nyeri (skala,

intensitas, frekuensi dan tanda

nyeri)

4. Menyatakan rasa nyaman setelah

nyeri berkurang

5. Tanda vital dalam rentang normal

NIC :

1. Pain Management

a. Lakukan pengkajian nyeri secara

komprehensif termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi,

kualitas dan faktor presipitasi

b. Observasi reaksi nonverbal dari

ketidaknyamanan

c. Gunakan teknik komunikasi

terapeutik untuk mengetahui

pengalaman nyeri pasien

d. Kaji kultur yang mempengaruhi

respon nyeri

e. Evaluasi pengalaman nyeri masa

lampau

f. Evaluasi bersama pasien dan tim

kesehatan lain tentang

ketidakefektifan kontrol nyeri masa

lampau

g. Bantu pasien dan keluarga untuk

mencari dan menemukan dukungan

h. Kontrol lingkungan yang dapat

mempengaruhi nyeri seperti suhu

ruangan, pencahayaan dan kebisingan

i. Kurangi faktor presipitasi nyeri

j. Pilih dan lakukan penanganan nyeri

Page 60: Makala h

(farmakologi, non farmakologi dan

inter personal)

k. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk

menentukan intervensi

l. Ajarkan tentang teknik non

farmakologi

m. Berikan analgetik untuk mengurangi

nyeri

n. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri

o. Tingkatkan istirahat

p. Kolaborasikan dengan dokter jika ada

keluhan dan tindakan nyeri tidak

berhasil

q. Monitor penerimaan pasien tentang

manajemen nyeri

2. Analgesic Administration

a. Tentukan lokasi, karakteristik,

kualitas, dan derajat nyeri sebelum

pemberian obat

b. Cek instruksi dokter tentang jenis

obat, dosis, dan frekuensi

c. Cek riwayat alergi

d. Pilih analgesik yang diperlukan atau

kombinasi dari analgesik ketika

pemberian lebih dari satu

e. Tentukan pilihan analgesik

tergantung tipe dan beratnya nyeri

f. Tentukan analgesik pilihan, rute

pemberian, dan dosis optimal

g. Pilih rute pemberian secara IV, IM

Page 61: Makala h

untuk pengobatan nyeri secara teratur

h. Monitor vital sign sebelum dan

sesudah pemberian analgesik pertama

kali

i. Berikan analgesik tepat waktu

terutama saat nyeri hebat

j. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda

dan gejala (efek samping)

3 NOC :

1. Tissue Integrity : Skin and

Mucous Membranes

Kriteria Hasil :

1. Integritas kulit yang baik bisa

dipertahankan (sensasi, elastisitas,

temperatur, hidrasi, pigmentasi)

2. Tidak ada luka/lesi pada kulit

3. Perfusi jaringan baik

4. Menunjukkan pemahaman dalam

proses perbaikan kulit dan

mencegah terjadinya sedera

berulang

5. Mampu melindungi kulit dan

mempertahankan kelembaban kulit

dan perawatan alami

NIC :

1. Pressure Management

a. Anjurkan pasien untuk

menggunakan pakaian yang

longgar

b. Hindari kerutan padaa tempat

tidur

c. Jaga kebersihan kulit agar tetap

bersih dan kering

d. Mobilisasi pasien (ubah posisi

pasien) setiap dua jam sekali

e. Monitor kulit akan adanya

kemerahan

f. Oleskan lotion atau minyak/baby

oil pada derah yang tertekan

g. Monitor aktivitas dan mobilisasi

pasien

h. Monitor status nutrisi pasien

i. Memandikan pasien dengan sabun

dan air hangat

3.4 Implementasi Keperawatan   

Page 62: Makala h

           Pelaksanaan merupakan langkah keempat dari proses keperawatan dan merupaka wujud

nyata dari rencana keperawatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan pasien akan keperawatan

dengan melaksanakan kegiatan – kegiatan sesuai dengan alternatif tindakan yang telah

direncanakan. Pelaksanaan keperawatan sebagai data untuk rencana keperawatan.

3.5 Evaluasi

           Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam keperawatan untuk menilai pencapaian

tujuan. Berdasarkan analisis, jika tujuan belum tercapai maka dilakukan perencanaan selanjutnya

(P) sebagai berikut :

a. Rencana dilanjutkan yang artinya diagnosa tetap berlaku, tujuan atau intervensi masih

memadai.

b. Direvisi yang artinya diagnosa tetap berlaku, tujuan atau intervensi perlu direvisi.

c. Diagnosa keperawatan atau kemungkinan menjadi aktual atau bahkan disingkirkan

(untuk diagnosa kemungkinan). Jika diagnosa menjadi aktual maka dibutuhkan

perencanaan baru sehinggadalam planning (P) diuraikan perencanaan yang dimaksud.

d. Tujuan tercapai maka perencanaan selanjutnya tidak perludilanjutkan, tidak perlu direvisi

dan tidak perlu perencanaan baru.

e. Rencana semula dipakai lagi, jika dalam analisis ditentukan bahwa masalah atau diagnosa

yang telah teratasi terjadi kembali

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau substansi

yang menempel pada kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis

kontak iritan (DKI) dan dermatitis kontak alergik (DKA), keduanya dapat bersifat akut

Page 63: Makala h

maupun kronik. Dermatitis iritan merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik,

sehingga kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi. Sebaliknya,

dermatitis kontak alergik terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi

terhadap suatu alergen

Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah penderita DKA lebih sedikit, karena

hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif).

4.2 Saran

Penulis menyadari dalam menyusun makalah ini masih banyak kekurangan dan

kesalahan baik cara penulisan  ataupun penyusunanya. Oleh karena itu kami, mohon maaf

dan sangat mengharapkan  masukan yang sifatnya membangun demi untuk

kesempurnaan makalah ini.

Semoga dengan disusunnya makalah ini, semua mahasiswa dan mahasiswi

khususnya Stikes Yarsi Mataram dapat memahami tentang konsep dasar penyakit pada

pasien dengan dermatitis kontak dan mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan pada

dermatitis kontak.

DAFTAR PUSTAKA

. Brunner and Suddarth’s. 2000. Textbook of Medical-Surgical Nursing. Penerbit : LWW, Philadelphia

Page 64: Makala h

Damaiyanti novita. 2014. Makalah pemeriksaan fisik sistem integument.https://www.scribd.com/doc/248195203/Makalah-Pemeriksaan-Fisik-Sistem-Integumen-FREE (diakses pada hari Senin tanggal 9 November 2015 pukul 14.00 Wita)

Djuanda, Suria dan Sularsito, Sri. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4.

Jakarta: FK UI

Muttaqin arif. 2011. Asuhan keperawatan gangguan system integument. Jakarta : salemba

medika

Trihapsoro, Iwan. 2003. Dermatitis Kontak Alergik pada Pasien Rawat Jalan di RSUP

Haji Adam Malik Medan. Universitas Sumatra Utara, Medan. Tersedia dalam :

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6372 diakses pada tanggal 11 November 2012.

Sularsito dan Djuanda. 2007. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi

ke 5. Jakarta : FKUI

Sularsito, Sri Adi dan Suria Djuanda. 2010. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin Edisi 6. Jakarta : FKUI

Sularsito, Sri Adi, Suria Djuanda. 2011. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin. Jakarta : FKUI.

Sularsito, S.A dan Suria Djuanda, editors. Dermatitis. In: Djuanda A, Mochtar H, Aisah

S, editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia; 2008.p.130-133.

Sumantri, M.A., Febriani, H.T., Musa, S.T. 2005. Dermatitis Kontak. Yogyakarta :

Fakultas Farmasi UGM

Widodo Danticute. 2011. Woc Dermatitis. https://www.scribd.com/doc/74328954/Woc-Dermatitis

(diakses pada hari Senin tanggal 9 November 2015 pukul 14.00 Wita)

Widyawibowo Fiska Praktika. 2013. Referat Dermatitis Kontak Alergi. https://www.scribd.com/doc/120710687/Referat-Dermatitis-Kontak-Alergi ((diakses pada hari Senin tanggal 9 November 2015 pukul 14.00 Wita)

Page 65: Makala h