makala h anti monopol i
TRANSCRIPT
1
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan Rahmat dan Hidayah-NYA sehingga kami dapat menyelesaikan dengan
tepat waktu makalah yang berjudul:
ANALISA YURIDIS PUTUSAN NOMOR 10/KPPU-L/2005 TENTANG
MONOPOLI PERDAGANGAN GARAM DI SUMATERA UTARA
Makalah ini berisi tentang adanya kesulitan bagi perusahaan selain PT Graha
Reksa, PT Sumatera Palm, UD Jangkar Waja dan UD Sumber Samudera yang
dikenal dengan istilah ‘G4’ untuk memperoleh garam bahan baku langsung dari
PT Garam, PT Budiono dan PT Garindo yang dikenal dengan istilah ‘G3’. Secara
lisan dilakukan kesepakatan antara G3 dengan G4 untuk menetapkan harga
produk PT Garam lebih tinggi dibandingkan dengan harga produk PT Budiono
dan PT Garindo. Dampak persekongkolan mereka mengakibatkan sulitnya pelaku
usaha lain yang bergerak pada bidang yang sama kesulitan untuk memperoleh
garam serta mendapatkan dengan harga yang lebih tinggi. Akibat dari perbuatan
mereka ini sangat mendistorsi pasar dan merugikan pelaku pasar Iainnya serta
masyarakat pada umumnya.
Berdasarkan proses pemeriksaan oleh pihak KPPU, ketiga pelaku usaha yang
terlibat sebagai pemasok diputus bersalah melakukan praktek kartel dan
memerintahkan mereka untuk memberikan ketentuan dan kesempatan yang sama
kepada pelaku usaha selain G-4 untuk memasarkan garam di Sumatera Utara serta
melarang kelompok G-4 melakukan tindakan yang dapat menghalangi pelaku
usaha lain untuk memperoleh pasokan garam dari kelompok G-3. Kasus praktek
kartel ini dipaparkan dalam gambaran kasus serta analisisnya berdasarkan
Undang-Undang No.5 Tahun 1999 serta menganalisis dampak perilaku usaha
pascaputusan.
2
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini,
oleh karena itu kami mengajak berbagai pihak untuk memberikan kritik dan saran
yang membangun untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan tentang
Hukum Anti Monopoli.
Terima kasih, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Jakarta, 23 Mei 2014
Penulis
BAB I
3
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Bisnis merupakan kegiatan yang menjadi tombak dan tolak ukur maju nya
suatu Negara. Orang yang terlibat didalam nya berupaya sekuat mungkin untuk
mendapatakan keuntungan sebesar-besarnya demi mencapai kemajuan dan
kesuksesan dalam usaha yang dikembangkan nya itu sendiri. Terkadang, usaha
yang dilakukan tidak sesuai dengan hukum yang berlaku atau bahkan secara jelas
bias merugikan para pengusaha lainnya yang berada dalam pasar yang sama
( Relevan Market).
Mengingat perkembangan ekonomi Negara bergantung pada kemajuan bisnis-
bisnis yang berkembang di dalam Negara itu, maka pelanggaran-pelanggaran
yang terjadi dan dilakukan oleh orang-orang tertentu harus diselesaikan dengan
campur tangan pemerintah, karena mempengaruhi nasib kemajuan suatu Negara
dan kesejahteraan rakyat banyak.
Persaingan merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari
kehidupan manusia. Salah satu bentuk persaingan dalam kehidupan manusia yang
paling signifikan ialah persaingan di bidang ekonomi atau business competition
yang sering disebut persaingan usaha. Seharusnya, apabila persaingan usaha
dilakukan secara sehat akan memberikan hasil yang positif. Bahkan salah seorang
ekonom terkena), Alfred Marshal, mengusulkan agar istilah persaingan digantikan
dengan "economic freedom" dalam menggambarkan atau mendukung tujuan
positif persaingan. Tetapi dalam prakteknya, persaingan usaha yang semakin
maraknya di kaiangan para pelaku usaha tidak saja membawa dampak positif, hal
ini disebabkan dilakukannya cara-cara tidak sehat dan atau tidak wajar dalam
memenangkan persaingan. Oleh sebab itu, diperlukannya aturan khusus untuk
inengatar masalah persaingan usaha. Undang - Undang No. 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat merupakan salah
satu ketentuan peraturan perundang - undangan yang mengatur persaingan usaha.
4
Salah satu tujuan diberlakukannya Undang-Undang ini adalah untuk menciptakan
dan meningkatkan efisiensi di dalam berusaha dari pada akhirnya akan
meningkatkan kesejahteraan umum bagi masyarakat.
Dalam hal ini, Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) yang betindak
sebagai lembaga pengawas dalam perkembangan dunia usaha untuk
mempertahankan agar persaingan berjalan dengan sehat sehingga tidak terjadi
kecurangan-kecurangan yang dapat menghambat (Barrier) para pelaku usaha kecil
untuk menjalankan usahanya. Pada kesempatan ini, saya akan mengkaji keputusan
KPPU tentang pelanggaran Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dilakukan oleh
beberapa perusahaan pemasok garam ke Sumatera Utara sehingga menyebabkan
persaingan yang tidak sehat.
Salah satu latar belakang munculnya Undang - Undang ini adalah adanya
sejumlah praktek asaha tidak sehat yang menyebabkan menjamurnya kegiatan
monopoli, oligopoly, kartel dan praktek - praktek usaha tidak sehat lainnya yang
pada akhirnya hanya menciptakan distorsi pasar jangka panjang dan merugikan
masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, diberlakukannya Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 diharapkan dapat meminimalisirkan terjadinya praktek
usaha tidak sehat di Indonesia. Kartel sebagai salah satu perjanjian yang dilarang
dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 merupakan salah perbuatan usaha
tidak sehat yang sangat merugikan pelaku pasar. Kartel yang diartikan sebagai
persekongkolan dalam mengatur jumlah produksi dan pemasaran dengan maksud
untuk mempengaruhi harga dan pada akhirnya akan menciptakan oligopolis di
pasar. Pasal 11 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 secara tegas melarang
perjanjian kartel, tetapi dalam beberapa hal kartel masih dimungkinkan asalkan
tidak menyebabkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat. Dalam hal ini berarti pengaturan kartel di Indonesia masih bersifat Rule of
Reason.
B.Rumusan Masalah
5
Berdasarkan uraian diatas kami merumuskan beberapa permasalahan, yaitu :
1. Apa alasan Majelis Komisi dalam memutus perkara monopoli perdagangan
garam di Sumatera sesuai dengan Putusan KPPU Nomor 10/KPPU-L/2005 ?
2. Apa dasar hukum majelis komisi dalam memutus perkara monopoli
perdagangan garam di Sumatera Utara sesuai dengan Putusan KPPU Nomor
10/KPPU-L/2005 ?
BAB II
6
PENYEBAB MAJELIS KOMISI
DALAM MEMUTUS PERKARA KPPU NOMOR
10/KPPU-L/2005
A.Kasus Posisi
Praktek kartel perdagangan garam di Sumatera Utara yang kasusnya
merupakan kasus pertama yang telah diputus oleh Komisi Pengawas Persaingan
Usaha dengan Nomor perkara 10/KPPU-L/2005. Dalam kasus ini, terdapat
persekongkolan antara tujuh (7) pelaku usaha sebagai berikut; tiga pelaku usaha
yang bertindak sebagai pemasok garam utama di Sumatera Utara yang disebut
dengan G-3 yang rneliputi PT Garam, PT Budiono, dan PT Garindo serta empat
pelaku usaha yang tergabung dalam G-4 yaitu PT Graha Reksa, PT Sumatera
Palm, UD Jangkar Waja dan UD Sumber Sanudera yang bertindak sebagai
distribusi garam di Sumatera Utara.
Identitas Perusahaan terlapor dalam kasus monopoli perdagangan garam
yaitu:
1. PT Garam adalah badan usaha milik negara yang didirikan untuk tujuan
melakukan kegiatan usaha industri garam beserta angkutannya, pembinaan
usaha pegaraman rakyat; serta pengendalian stok dan stabilisasi harga garam
secara nasional sebagaimana diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 12
Tahun 1991. Dalam prakteknya, PT Garam memproduksi dan memasarkan
garam bahan baku termasuk ke Sumatera Utara.
2. Bahwa PT Graha Reksa adalah badan usaha yang didirikan berdasarkan
peraturan perundang-undangan Republik Indonesia berupa suatu Perseroan
Terbatas yang didirikan berdasarkan Akte Pendirian Nomor 40 tanggal 5
Agustus 1988 dibuat oleh Notaris Linda Herawati, SH di Medan, dengan
melakukan kegiatan usaha antara lain bertindak sebagai leveransir, grosir,
komisioner, perwakilan atau peragenan dari perusahaan–perusahaan atau
badan hukum lain baik dari dalam maupun luar negeri. Dalam prakteknya, PT
7
Graha Reksa melakukan usaha perdagangan garam terutama di Sumatera
Utara.
3. Bahwa PT Budiono adalah badan usaha yang didirikan berdasarkan peraturan
perundang-undangan Republik Indonesia berupa suatu Perseroan Terbatas
yang anggaran dasarnya telah mengalami perubahan berdasarkan akte Nomor
26 tanggal 20 Juli 2001 dibuat oleh Notaris Laksmi Moerti Adhianto, SH,
dengan kegiatan usaha antara lain menjalankan usaha pembuatan garam
sekaligus memasarkan, menjual, dan memperdagangkan hasil–hasil usaha
tersebut di dalam maupun keluar negeri. Dalam prakteknya, PT Budiono
melaksanakan usaha memproduksi dan memasarkan garam bahan baku
maupun garam konsumsi beriodium serta garam industri termasuk ke
Sumatera Utara.
4. Bahwa PT Garindo adalah badan usaha yang didirikan berdasarkan peraturan
perundang-undangan Republik Indonesia berupa suatu Perseroan Terbatas
yang didirikan berdasarkan Akte Pendirian Nomor 263 tanggal 30 April 1980
dibuat oleh Notaris Soetjipto, SH di Surabaya, dengan melakukan usaha antara
lain perdagangan umum, keagenan, pertanian, dan industri. Dalam prakteknya,
PT Garindo melaksanakan usaha memproduksi dan memasarkan garam bahan
baku maupun garam konsumsi beriodium serta garam industri termasuk ke
Sumatera Utara.
5. Bahwa PT Sumatera Palm adalah badan usaha yang didirikan berdasarkan
peraturan perundang-undangan Republik Indonesia berupa suatu Perseroan
Terbatas yang didirikan berdasarkan Akte Pendirian Nomor 26 tanggal 29
Oktober 1997 dibuat oleh Notaris Soeparno, SH, dengan maksud dan tujuan
untuk menjalankan land clearing, perkebunan, pabrik, pengangkutan,
perdagangan, grosir, leveransir, distributor, kontraktor, industri dan keagenan.
Dalam prakteknya, PT Sumatera Palm melakukan usaha perdagangan garam
terutama di Sumatera Utara.
6. Bahwa UD Sumber Samudera adalah badan usaha yang didirikan berdasarkan
Surat Ijin Perusahaan Nomor 533/4152/Perind/98 dan melakukan kegiatan
usaha perdagangan garam kasar dan halus berdasarkan Surat Ijin Usaha
8
Perdagangan Nomor 3261/02.13/PM/VI/1993 P.I. Dalam prakteknya, UD
Sumber Samudera melakukan usaha perdagangan garam terutama di Sumatera
Utara.
7. Bahwa UD Jangkar Waja adalah usaha dagang yang didirikan dan melakukan
kegiatan usaha perdagangan garam berdasarkan Surat Ijin Usaha Perdagangan
Nomor 18818/02.13/PM/XI/1995. Dalam prakteknya, UD Jangkar Waja
melakukan usaha perdagangan garam terutama di Sumatera Utara.
Dalam praktek perdagangan antara pemasok dan distributor terdapat
perjanjian diam-diam yang bertujuan untuk menguasai pasar garam di Sumatera
Utara. Perjanjian diam-diam ketujuh pelaku usaha direalisasikan dalam
pengaturan jumlah produksi dan pemasaran garam di Sumatera serta adanya
pergerakan harga jual yang selalu sama dalam jangka waktu dua tahun berturut-
turut. Analisis terkait dugaan pelanggaran terhadap Pasal 6 perkara kartel
perdagangan garam ke Sumatera Utara adalah sebagai berikut. PT. Garam, PT.
Budiono, dan PT Garindo telah membuat perjanjian penetapan harga karena
mereka saling mengikatkan diri untuk membuat kebijakan penetapan harga jual
garam bahan baku di Sumatera Utara secara seragan atau sistematis atau teratur.
Keseragaman atau keteraturan ini terjadi karena setidak – tidaknya pada tahun
2005 harga jual garam bahan baku PT Budino dan PT Garindo selalu sama. Harga
jual garam bahan baku PT Garam selalu Rp 20,- (dua puluh rupiah) lebih tinggi
dari harga jual garam bahan baku PT Budino dan PT Garindo. Pergerakan harga
jual garam bahan baku PT Budiono, PT Garindo, dan PT Garam selalu teratur
dengan selisih yang tetap. Adanya keteraturan dan keseragaman harga jual garam
dan pergerakannya tersebut mencerminkan adanya koordinasi antar sesama
anggota G3 untuk menetapkan harga jual garam bahan baku di Sumatera Utara.
Pengikatan diri oleh PT Garam, PT Budiono, dan PT Gerindo tersebut
menunjukkan adanya perjanjian untuk menetapkan harga jual garam bahan baku
di Sumatera Utara. Adanya perjanjian tersebut mengakibatkan pelaku usaha
selaiin G3 dan G4 harus membayar harga garam bahan baku lebih tinggi
dibandingkan dengan harga yang harus dibayar G4. kesepakatan tersebut
9
merupakan perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar
dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk
garam bahan baku di Sumatera Utara.
Karena jumlah pasokan selalu disesuaikan dengan permintaan G4 dan
sesame G3 maka tidak ada alternatif lain bagi pelaku usaha selain G3 dan G4
untuk membeli garam bahan baku kecuali dari G3 atau G4. G3 menetapkan harga
jual garam bahan baku kepada pelaku usaha selain G3 dan G4 lebih tinggi (Rp
490 atau Rp 510) dibandingkan harga jual garam bahan bakunya kepada G4 (Rp
385 atau Rp 405) padahal komponen biayanya sama sehingga tindakan G3
tersebut tidak wajar karena untuk menjual garam bahan baku kepada pelaku usaha
selain G3 dan G4 tidak diperlukan kompponen biaya tambahan. Kebijakan harga
jual garam bahan baku tersebut dilakukan secara seragam oleh semua anggota G3
kepada pelaku usaha selain G3 dan G4.
Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan Majelis Komisi dalam memutus
Perkara No.10/KPPU-L/2005 antara lain:
a. Bahwa pergerakan harga jual garam bahan baku PT Budiono, PT Garindo, dan
PT Garam selalu teratur dengan selisih yang tetap.
b. Bahwa pada tahun 2005 harga jual garam bahan baku PT Garam selalu Rp
20,- (dua puluh rupiah) lebih tinggi dari harga jual garam bahan baku PT
Budiono dan PT Garindo.
c. Bahwa PT Garam, PT Budiono, dan PT Garindo saling mengikatkan diri
untuk membuat kebijakan penetapan harga jual garam bahan baku di Sumatera
Utara secara seragam atau sistematis atau teratur.
d. Bahwa adanya keteraturan dan keseragaman hatga jual dan pergerakannya
tersebut mencerminkan adanya koordinasi antar sesama anggota G3 untuk
menetapkan harga jual garam bahan baku di Sumatera Utara.
10
B.Fakta-Fakta
1. Bahwa karena jumlah pasokan selalu disesuaikan dengan permintaan G4 dan
sesama G3 maka tidak ada alternatif lain bagi pelaku usaha selain G3 dan G4
untuk membeli garam bahan baku kecuali dari G3 atau G4.
2. Bahwa G3 menetapkan harga jual garam bahan baku kepada pelaku usaha
selain G3 dan G4 lebih tinggi (Rp 490 atau Rp 510) dibandingkan harga jual
garam bahan bakunya kepada G4 (Rp 385 atau Rp 405) padahal komponen
biayanya sama sehingga tindakan G3 tersebut tidak wajar untuk menjual
garam bahan baku kepada pelaku usaha selain G3 dan G4 tidak diperlukan
kompponen biaya tambahan.
3. Bahwa kebijakan harga jual garam bahan baku tersebut dilakukan secara
seragam oleh semua anggota G3 kepada pelaku usaha selain G3 dan G4.
4. Bahwa tindakkan tersebut mencerminkan adanya koordinasi antar sesame G3
untuk menetapakan harga jual kepada perusahaan selain G3 dan G4.
5. Bahwa setidak – tidaknya pada tahun 2005 harga jual garam bahan baku PT
Budiono dan PT Garindo selalu sama.
11
BAB III
DASAR HUKUM MAJELIS KOMISI
DALAM MEMUTUS PERKARA KPPU NOMOR
10/KPPU-L/2005
A.Dasar Hukum dan Analisis
Berikut beberapa pasal yang dinyatakan dilanggar Terlapor oleh KPPU, yaitu :
1. Pasal 4 ( Oligopoli ) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Oleh :
PT Garam, PT Budiono, PT Garindo, PT Graha Reksa, PT Sumatera Palm, UD
Jangkar Waja, UD Sumber Samudera secara sah dan meyakinkan melanggar
ketentuan tersebut.
Analisis :
Pasal ini terbukti dilanggar, karena secara jelas terlihat PT Garam, PT Budiono
dan PT Garindo yang dikenal dengan istilah ‘G3’ yang berkuasa membuat
perjanjian tertutup kepada PT Graha Reksa, PT Sumatera Palm, UD Jangkar Waja
dan UD Sumber Samudera yang dikenal dengan istilah ‘G4’ untuk mengatur
pasokan garam Ke Sumatera Utara agar bisa dengan mudah menentukan harga.
2. Pasal 5 (Price Fixing Agreement) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Oleh :
PT Garam, PT Budiono, PT Garindo secara sah dan meyakinkan melanggar
ketentuan tersebut.
Analisis :
Pasal yang dilanggar ini berhubungan dengan pasal 4 yang dilanggar, G3 dan G4
membuat perjanjian tertutup sehingga masyarakat dibebankan harga Garam yang
melonjak naik, ini merupakan ciri pelanggaran price fixing agreement.
12
3. Pasal 6 (Price Discrimination Agreement ) Undang-undang Nomor 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Oleh:
PT Garam, PT Budiono, PT Garindo secara sah dan meyakinkan melanggar
ketentuan tersebut.
Analisis :
Pasal ini berbunyi bahwa, pembeli yang satu membayar berbeda dengan pembeli
yang lain pada barang/jasa yang sama. Unsur tersebut terpenuhi dimana harga jual
garam bahan baku menggunakan patokan harga garam bahan baku PT Garam
yang selalu lebih tinggi Rp 20,- (dua puluh rupiah) per kilogram dibandingkan
harga jual garam bahan baku PT Budiono dan PT Garindo. Hal ini menyebabkan
persaingan usaha yang tidak sehat.
4. Pasal 11 ( Kartel) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Oleh :
PT Garam, PT Budiono, PT Garindo secara sah dan meyakinkan melanggar
ketentuan tersebut.
Analisis :
Pada Pasal ini, unsur yang terpenuhi adalah mengatur perjanjian dengan usaha
pesaing dengan tujuan untuk mengatur harga. Unsur ini telah dipenuhi, dimana
perusahaan pemasok Garam G3 yaitu, PT Garam, PT Garindo, dan PT Budiono
melakukan penjanjian untuk mengatur harga kepada Perusahaan G4 yang ada di
Sumatera Utara.
B. Putusan KPPU Nomor: 10/KPPU-L/2005
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan, akhir nya Sidang Majelis Komisi
memutuskan :
1. Menyatakan bahwa PT Garam, PT Budiono, PT Garindo, PT Graha Reksa,
PT Sumatera Palm, UD Jangkar Waja, UD Sumber Samudera secara sah
dan meyakinkan melanggar ketentuan Pasal 4 Undang-undang Nomor
13
5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat;
2. Menyatakan bahwa PT Garam, PT Budiono, PT Garindo secara sah dan
meyakinkan melanggar ketentuan Pasal 5 Undang-undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat;
3. Menyatakan bahwa PT Garam, PT Budiono, PT Garindo secara sah dan
meyakinkan melanggar ketentuan Pasal 6 Undang-undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat;
4. Menyatakan bahwa PT Garam, PT Budiono, PT Garindo secara sah dan
meyakinkan melanggar ketentuan Pasal 11 Undang-undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat;
5. Menyatakan bahwa PT Graha Reksa, PT Sumatera Palm, UD Jangkar
Waja, UD Sumber Samudera secara sah dan meyakinkan tidak
melanggar ketentuan Pasal 13 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat;
6. Menyatakan bahwa PT Garam secara sah dan meyakinkan tidak
melanggar ketentuan Pasal 19 huruf a dan huruf d Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat;
7. Memerintahkan kepada PT Garam, PT Budiono, PT Garindo untuk
memberikan ketentuan dan kesempatan yang sama kepada pelaku usaha
selain PT Graha Reksa, PT Sumatera Palm, UD Jangkar Waja, UD
Sumber Samudera untuk memasarkan garam bahan baku di Sumatera
Utara;
8. Melarang PT Graha Reksa, PT Sumatera Palm, UD Jangkar Waja, UD
Sumber Samudera melakukan tindakan yang dapat menghalangi pelaku
usaha lain untuk memperoleh pasokan garam bahan baku dari PT Garam,
14
PT Budiono, PT Garindo; 9. Menghukum PT Garam, PT Budiono, PT
Garindo, PT Graha Reksa, PT Sumatera Palm, UD Jangkar Waja, UD
Sumber Samudera masing-masing untuk membayar denda sebesar
Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah) yang harus disetorkan ke Kas
Negara sebagai setoran penerimaan bukan pajak Departemen Keuangan
Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
(KPPN) Jakarta I Jl. Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta Pusat melalui Bank
Pemerintah dengan kode penerimaan 1212, apabila tidak melaksanakan
perintah dan larangan yang disebut dalam diktum butir 7 dan butir 8
putusan ini.
15
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Berdasarkan uraian dalam pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa,
Perusahaan pemasok PT Garam, PT Budiono, PT Garindo yang disebut
G3 dan Perusahaan penerima Garam PT Graha Reksa, PT Sumatera Palm,
UD Jangkar Waja, UD Sumber Samudera yang disebut G4 terbukti
melanggar Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dikarenakan melakukan
persengkokolan dalam perdagangan Garam di Sumatera Utara.
b. Dasar hukum majelis komisi pada kasus monopoli perdagangan garam di
Sumatera Utara yaitu Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 11 yang
menyebabkan tertutupnya kesempatan perusahaan lain untuk menjalankan
bisnisnya.
2. Saran
a. Sebaiknya dalam mengawasi perkembangan bisnis di Indonesia, KPPU
lebih berfungsi untuk mencegah bukan mengatasi atau menyelesaikan
pelanggaran yang timbul, sebab secara tidak langsung terdapat banyak
kerugian yang diderita oleh pengusaha-pengusaha garam lain walaupun
keputusan ini telah dikeluarkan.
b. Sebaiknya KPPU memberikan sanksi yang keras dan tegas kepada
Perusahaan yang melakukan monopoli dalam perdagangan garam di
Sumatera Utara dengan memberikan sanksi pidana.
16
DAFTAR PUSTAKA
Keputusan KPPU Nomor: 10/KPPU-L/2005 Tentang Pelanggaran Perdagangan
Garam Di Sumatera Utara.
Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks, Jakarta;2009.
Mertokusumo, S. (2006). Hukum Acara Perdata Indonesia. Liberty.
Undang-Undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Adi Nugroho, Susanti, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia,
(Jakarta;Puslitbang/Diklat Mahkamah Agung, 2001).