makala h
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rahang mungkin harus direposisi atau direkonstruksi untuk berbagai alas
an. Fraktur sederhana dari mandubula tanpa perubahan posisi mengakibatkan
terangkatnya dagu, dan intervensi bedah direncanakan, untuk mencegah sindrom
rahang pendek atau panjang. Rekonstruksi rahang mungkin diperlukan setelah
trauma dari kecelakaan atau kanker, baik yang mengakibatkan kehilangan
jaringan ataupun tulang.
Rahang adalah salah satu dari dua struktur yang membentuk, atau berada
di dekat jalan masuk, ke mulut. Pada sebagian besar vertebrata, kedua rahang
berhadapan secara vertikal, membentuk rahang atas dan bawah, sedangkan pada
arthropoda, rahang saling berhadapan secara lateral. Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer,
Arif, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C (1999) Fraktur adalah rusaknya
kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang dating lebih besar dari
yang dapat diserap oleh tulang. Fraktur os.mandibula adalah Rusaknya kontinuitas
tulang mandibular yang dapat disebabkan oleh trauma baik secara langsung atau
tidak langsung.
Jenis-jenis fraktur :
1. Fraktur tertutup, merupakan fraktur tidak menyebabkan robek pada kulit
2. Fraktur terbuka, merupakan dengan luka pada kulit atau robek dan ujung
tulang menonjol sampai menembus kulit
3. Fraktur komplet adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran
4. Fraktur tidak komplit, patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah
tulang.
1
Dari jenis-jenis fraktur diatas yang sering terjadi adalah fraktur tertutup,
dan fraktur itu paling disebabkan oleh trauma atau saat kecelakaan. Walaupun
keadaan ini tidak mengancam jiwa namun dapat menimbulkan rasa yang tidak
nyaman.
Oleh karena itu, dari pemaparan yang telah diuraikan diatas, penulis
mencoba untuk menyusun asuhan keperawatan pada kalien dengan Fraktur
mandibular dan makalah ini berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Fraktur Mandibular”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas ada berbagai hal yang akan penulis
bahas tentang Katarak, diantaranya:
1.2.1 Bagaimana Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Reposisi Dan
Rekontruksi Rahang (Fraktur Mandibula) ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui tentang Asuhan Reposisi Dan Rekontruksi Rahang (Fraktur
Mandibula) dengan berbagai aspek atau bagiannya.
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penulisan makalah ini sebagai berikut:
1.2.2 Mengetahui Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Reposisi Dan
Rekontruksi Rahang (Fraktur Mandibula).
1.4 Metode Penulisan
Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, penulis
menggunakan metode studi pustaka dan internet.Adapun teknik-teknik yang
dipergunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.4.1 Studi Pustaka
2
Pada metode ini, penulis membaca buku referensi yang berhubungan
dengan penulisan makalah ini.
1.4.2 Internet
Dalam metode ini penulis mencari informasi dari internet dan situs-situs
yang relevan dan realistis.
3
BAB 2
KAJIAN TEORI
LAPORAN FRAKTUR MANDIBULA
2.1 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya (Brunner & Suddarth, 2001). Mandibula adalah tulang rahang bawah,
tulang yang tidak teratur dan merupakan satu-satunya tulang kepala yang dapat
bergerak (Watson,2002). Fraktur mandibula adalah rusaknya kontinuitas tulang
mandibula yang dapat disebabkan oleh trauma baik secara langsung atau tidak
langsung. Fraktur mandibula atau patah tulang rahang adalah terputusnya
kontinuitas pada tulang rahang bawah. Fraktur atau patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan sendi, tulang rawan
epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial, yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa.
Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung
dan trauma tidak langsung. Trauma pada wajah sering melibatkan tulang-tulang
pembentuk wajah, diantaranya mandibula.Mandibula merupakan bagian dari
tulang wajah yang sering mengalami cedera karena posisinya yang menonjol, dan
merupakan sasaran pukulan dan benturan.
Trauma yang terjadi pada mandibula sering menimbulkan farktur yang
menganggu fungsi pengunyahan. Fraktur mandibula adalah salah satu cedera
wajah yang sering ditemukan dan biasanya disebabkan oleh trauma langsung.
Penyebab utama dari fraktur di seluruh dunia adalah kecelakaan lalu
lintasdankekerasan.
Sepertiga fraktur mandibula terjadi di daerah kondilar-subkondilar,
sepertiga terjadi di daerah angulus, dan sepertiga lainnya terjadi di daerah korpus,
simfisis, dan parasimfisis. Daerah-daerah tersebut merupakan daerah lemah pada
mandibula. Angulus diperlemah oleh adanya gigi molar ketiga dan ke anterior,
4
daerah parasimfisis diperlemah oleh akar gigi taring yang panjang, dan daerah
subkondilar merupakan daerahyangtipis.
Oleh karena mandibula bagian tersering mengalami fraktur pada trauma
dibagian wajah, penting untuk mengetahui dengan tepat penanganan awal,
tindakan perbaikan serta mewaspadai komplikasi yang akan terjadi, dari teknik
yang dipilih untuk kesembuhan yang sempurna baik dari segi fungsi pengunyahan
dan estetika wajah.
Penatalaksanaan fraktur mandibula dilakukan berdasarkan beberapa
prinsip dental dan ortopedi meliputi :
1) reduksi dari sisi yang fraktur sesuai bentuk anatomi yang benar;
2) restorasi oklusi yang salah;
3) imobilisasi untuk menunjang kesembuhan;
4) restorasi fungsi seoptimal dan seawal mungkin serta
5) pencegahan infeksi.
Fraktur atau patah tulang rahang adalah hilangnya kontuinitas pada
rahang. Pada daerah rahang meliputi tulang rahang atas (maxilla), rahang bawah
(mandibula) yang diakibatkan oleh trauma pada wajah ataupun keadaan patologis,
dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan benar.
2.1.1 Anatomi (emedicine,2011)
Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia dan berfungsi
sebagai tempat menempelnya gigi geligi rahang bawah. Mandibula berhubungan
dengan basis kranii dengan adanya temporo-mandibular joint dan disangga oleh
otot – otot mengunyah.
Mandibula dipersarafi oleh saraf mandibular, alveolar inferior, pleksus
dental inferior dan nervus mentalis. Sistem vaskularisasi pada mandibula
dilakukan oleh arteri maksilari interna, arteri alveolar inferior, dan arteri mentalis.
Mandibula merupakan tulang yang besar dan paling kuat pada daerah
muka, terdapat barisan gigi. Mandibula dibentuk oleh dua bagian simetris, yang
5
mengadakan fusi dalam tahun pertama kehidupan. Tulang ini terdiri dari korpus
yaitu suatu lengkungan tapal kuda dan sepasang ramus yang pipih dan lebar, yang
mengarah keatas pada bagian belakang dari korpus. Pada ujung dari masing-
masing ramus didapatkan dua buah penonjolan disebut prosesus kondiloideus dan
prosesus koronoideus. Prosesus kondiloideus terdiri dari kaput dan kolum.
Permukaan luar dari korpus mandibula pada garis median, didapatkan tonjolan
tulang halus yang disebut simfisis mentum, yang merupakan tempat pertemuan
embriologis dari dua buah tulang.
Bagian atas korpus mandibula membentuk tonjolan disebut prosesus
alveolaris, yang mempunyai 16 buah lubang untuk tempat gigi. Bagian bawah
korpus mandibula mempunyai tepi yang lengkung dan halus. Pada pertengahan
korpus mandibula, kurang lebih 1 inci dari simfisis, didapatkan foramen mentalis
yang dilalui oleh vasa dan nervus mentalis. Permukaan dalam dari korpus
mandibula cekung dan didapatkan linea milohiodea yang merupakan pertemuan
antara tepi belakang ramus mandibula. Angulus mandibula terletak subkutan dan
mudah diraba pada 2-3 jari di bawah lobulus aurikularis.
Prosesus koronoideus yang tipis dan tajam merupakan tempat insersio
m.temporalis. Prosesus kondiloideus membentuk persendian dengan fossa
artikularis permukaan infratemporalis dari skuama os temporalis. Kartilago
artikuler melapisi bagian superior dan anterior dari prosesus kondiloideus,
sedangkan bagian posterior tidak. Permukaan lateral dari prosesus kondiloideus
ditutupi oleh kelenjar parotis dan terletak di depan tragus. Antara prosesus
koronoideus dan prosesus kondiloideus membentuk sulkus mandibula dimana
lewat vasa dan nervus. Kira-kira ditengah dari permukaan medial ramus
mandibula didpatkan foramen mandibula. Melalui foramen ini masuk kedalam
kanal yang mengarah ke bawah depan di dalam jaringan tulang, dimana dilalui
oleh vasa pembuluh darah dan saluran limfe.
Mandibula mendapat nutrisi dari alveolaris inferior cabang pertama dari
maksillaris yang masuk melalui foramen mandibularis, bersama vena dan
alveolaris. Alveolaris inferior memberi cabang-cabang ke gigi-gigi bawah serta
gusi sekitarnya, kemudian di foramen mentalis keluar sebagai mentalis. Sebelum
6
keluar dari foramen mentalis bercabang insisivus yang berjalan ke depan di dalam
tulang. Mentalis beranastomosis dengan fasialis, submentalis, labii inferior.
submentalis dan labii inferior merupakan cabang dari facialis. mentalis memberi
nutrisi ke dagu. Sedangkan aliran balik dari mandibula melalui alveolaris inferior
ke fasialis posterior. mentalis mengalirkan darah ke submentalis yang selanjutnya
mengalirkan darah ke fasialis anterior. fasialis posterior dan fasialis comunis
mengalirkan darah ke jugularis interna.Aliran limfe mandibula menuju ke limfe
node submandibularis yang selanjutnya menuju ke rantai jugularis interna.
Alveolaris inferior cabang dari n.mandibularis berjalan bersama arteri dan
vena alveolaris inferior masuk melalui foramen mandibularis berjalan di kanalis
mandibularis memberi cabang sensoris ke gigi bawah, dan keluar di foramen
sebagai mentalis, merupakan araf sensoris daerah dagu dan bibir bawah.
Ada 4 pasang otot yang disebut sebagai otot pengunyah, yaitu masseter,
temporalis, pterigoideus lateralis dan pterigoideus medialis. Sedangkan
digastrikus, walaupun tidak termasuk otot-otot pengunyah, namun mempunyai
fungsi yang penting pada mandibula. Bila otot digastrikus kanan dan kiri
berkontraksi mandibula bergerak ke bawah dan tertarik ke belakang dan gigi-gigi
terbuka. Saat mandibula terstabilisasi m.digastrikus dan suprahyoid mengangkat
os hyoid, keadaan ini penting untuk proses menelan.
Gerakan mandibula pada waktu mengunyah mempunyai 2 arah, yaitu :
1. Rotasi melalui sumbu horisontalyang melalui senteral dari kondilus
2. Sliding atau gerakan ke arah lateral dari mandibula pada persendian
temporomandibuler.
Mengunyah merupakan suatu proses terdiri dari 3 siklus, yaitu :
1. Fase membuka.
2. Fase memotong, menghancurkan, menggiling. Otot-otot mengalami kontraksi
isotonic atau relaksasi. Kontraksi isometric dari elevbator hanya terjadi bila
7
gigi atas dan bawah rapat atau bila terdapat bahan yang keras diantaranya
akhir fase menutup.
3. Fase menutup
Pada akhir fase menutup dan fase oklusi didapatkan kenaikan tonus pada otot
elevator.
Setelah makanan menjadi lembut berupa suatu bolus dilanjutkan dengan
proses menelan. Untuk fungsi buka, katub mulut, mengunyah dan menelan yang
baik dibutuhkan :
1. Tulang mandibula yang utuh dan rigid
2. Oklusi yang ideal
3. Otot-otot pengunyah beserta persarafan serta
4. Persendian temporomandibular (TMJ) yang utuh.
2.2 Etiologi
Penyebab dari fraktur mandibula adalah trauma langsung, dimana pasien
mengalami jatuh dengan posisi dagu langsung terbentur dengan benda keras
(jalanan) dan tulang mandibula tidak mampu menahan benturan sehingga
mengalami fraktur (Hoyt, 2008).
Trauma lansung ke mandibula pada kecelakaan bermotor merupakan
penyebab paling tinggi yang mengakibatkan fraktur mandibula yaitu 43% dari
kasus kejadian di Amerika serikat, kemudian pukulan dari korban serangan orang
lain 34%, kecelakaan kerja 7%, terjatuh 7%, kecelakaan olah raga 4%,dan
penyebab lainnya 5% (Chang, 2008).
Fraktur mandibula biasa terjadi pada badan (29%), kondilus (26%), sudut
mandibula (25%), simfisis (17%), ramus (4%), dan prosesus koronoideus (1%)
(Barera,2008).
8
2.3 Patofisiologi
Fraktur akibat trauma dapat memberikan manifestasi akut pada system
lain. Pada beberapa kasus trauma mandibula bias memengaruhi perubahan spina
servikal yang memberikan manifestasi cedera korda dengan bentuk kegagalan
kardiorespirasi yang mematikan.
Kondisi mandibula yang sangat kuat dapat menyebabkan gangguan pada
spina servikal. Hal ini akibat trauma hiperekstensi dengan cedera yang dapat
mengalami pergeseran lebih jauh dan terjadi cedera spina tidak stabil dimana
terjadi perubahan struktur dari oseoligametosa posterior (predikulus, sendi-sendi
permukaan, arkus tulang posterior, ligament interpisona, dan supraspinosa),
komponen pertengahan (sepertiga bagian posterior badan serebral, bagian
posterior dari diskus intervertebralis dan ligament longitudinal posterior), dan
kolumna anterior (dua-tiga bagian anterior corpus vertebra, bagian anterior diskus
intervertebralis dan ligamen longitudinal anterior) (Salter, 1999). Pada cedera
spina tidak stabil memberikan risiko tinggi injuri pada korda sehingga
menimbulkan masalah actual atau risiko pola napas tidak efektif dan penurunan
curah jantung akibat hilangnya control organ visera. Pada kondisi ini intervensi
kedaruratan akan dilakukan untuk mencegah kegagalan kardiorespirasi akibat
cedera kompresi korda servikal.
Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah,
sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi
perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan
hematom pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah periostium dengan
jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamasi akibat
sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan
leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses
penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal
penyembuhan tulang. Hematom yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan
tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak
dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai
organ-organ yang lain. Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga
9
meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang
iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal
ini menyebabkan terjadinya edema, sehingga mengakibatkan pembuluh darah
menyempit dan terjadi penurunan perfusi jaringan
10
11
Fraktur mandibula
Kematian`
Kedaruratan kardiorespirasi
Cedera spina tidak stabil
Risiko injuri komprensi korda servikalis
Kecelakaan bermotor, pukulan, kecelakaan kerja, terjatuh, olahraga.
Manipulasi servikal yg tidak optimal
Ketidakmampuan tulang mandibula dlm menahan
traumaCedera ekstensi
Kerusakan jaringan lunak
Perubahan mukosa oral
Terputusnya hubungan tulang
Ketidakmampuan melakukan pergerakan rahang
Ketidakseimbangan nutrisi
Kerusakan saraf spame otot
Port de entree
Terapi bedah fiksasi internal
Nyeri
Risiko Infeksi
Respon psikologis
kecemasan
Pemenuhan informasi
pascabedah
Port de entree
2.4 Manifestasi Klinis
1. Nyeri hebat di tempat fraktur
2. Tak mampu menggerakkan dagu bawah
3. Tak mampu menggerakkan dagu bawah Diikuti tanda gejala fraktur secara
umum, seperti : fungsi berubah, bengkak, krepitasi, sepsis pada fraktur
terbuka, deformitas
Jenis-jenis fraktur :
1. Fraktur tertutup, merupakan fraktur tidak menyebabkan robek pada kulit
2. Fraktur terbuka, merupakan dengan luka pada kulit atau robek dan ujung
tulang menonjol sampai menembus kulit
3. Fraktur komplet adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran
4. Fraktur tidak komplit, patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah
tulang.
2.5 Klasifikasi
Klasifikasi fraktur mandibula diantaranya adalah:
2.5.1 Menunjukkan regio-regio pada mandibula atau lokasinya
(Menurut R.Dingman dan P.Natvig 1969). Klasifikasi yang paling
berguna untuk kepen tingan praktis adalah atas dasar letak injuri secara
anatomis. Hal ini dikarenakan gejala yang timbul akan berbeda
berdasarkan letak fraktur, demikian juga pada cara perawatan. Fraktur mandibula
terjadi pada daerah-daerah sebagai berikut :
1. Prosesus alveolaris
2. Midline
3. Simphisis
4. Parasimphisis
5. Body
6. Angle
7. Ramus
12
8. Prosesus Kondilaris
9. Prosesus Koronoid
2.5.2 Menunjukkan frekuensi fraktur di masing-msing regio tersebut Frekuensi
terjadinya fraktur pada mandibula adalah :
1. Prosesus alveolaris = 3,1%
2. Simphisis dan Parasimphisis = 22%
3. Body = 16%
4. Angle = 24,5%
5. Ramus = 1,7%
6. Prosesus Kondilaris = 29,1%
7. Prosesus Koronoid = 1,3%
2.5.3 Berdasarkan ada tidaknya gigi (Menurut Kazanjian dan Converse)
Klasifikasi berdasarkan gigi pasien penting diketahui karena
akan menentukan jenis terapi yang akan kita ambil. Dengan adanya
gigi, penyatuan fraktur dapat dilakukandengan jalan pengikatan gigi
dengan menggunakan kawat. Penjelasan tentang klasifikasi fraktur :
1. Fraktur kelas 1 : gigi terdapat di 2 sisi fraktur, penanganan pada
fraktur kelas 1 inidapat melalui interdental wiring (memasang kawat
pada gigi)
2. Fraktur kelas 2 : gigi hanya terdapat di salah satu fraktur
3. Fraktur kelas 3 : tidak terdapat gigi di kedua sisi fraktur, pada
keadaan ini dilakukanmelalui open reduction, kemudian dipasangkan
plate and screw, atau bisa jugadengan cara intermaxillary fixation.
2.5.1 Berdasarkan tipe fraktur mandibula:
Fraktur Tertutup/Simple :
1. Tidak ada hubungan denga lingkungan luar
2. Tidak terbuka / terelsponasi
3. Kulit tidak terkoyak
4. Tidak menonjol kekulit
13
5. Tidak terdapat pergeseran fragmen
2.5.2 Fraktur Tunggal/Terbuka
Hanya 1 garis fraktur : ramus, body, kondilus saja, dll
1. Patah tidak utuh
2. Biasanya terjadi pada anak-anak
3. Komponen tulangnya berbeda masih banyak terdapat fibroblast
dan kondroblasnya dibanding osteoblast
4. Tulangnya masih elastic
5. Pergeseran tulang besar
6. Fragmen tulang tembus keluar
7. Kulit sobek dan terkoyak
8. Trauma berat
Pathologi : akibat kelainan. Seperti osteomylitis rahang
Kompleks : fraktur yang terdiri dari beberapa jenis fraktur
Multipl :Fraktur yang tepat mengenai titik tengah dagu, yang
mengakibatkan fraktur pada simpisis dan kedua kondilus.
Inpacted :ujung fraktur tertekan ke dalam atau keluar
2.6 Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang :
1. Pemeriksaan rontgen : Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur
2. Scan tulang, tomogram, CT-scan/ MRI : Memperlihatkan frakur dan
mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak
3. Pemeriksaan darah lengkap : Hb menurun terutama fraktur terbuka,
peningkatan leukosit adalah respon stres normal setelah trauma.
2.7 Penatalaksanaan Medik
Konservatif : immobilisasi, mengistirahatkan daerah fraktur.
Operatif : dengan pemasangan traksi, pen, screw, plate, wire ( tindakan asbarg)
Prinsip dan tujuan penanganan fr mandibula ;
1. Koreksi maloklusi
2. Fiksasi tulang
14
3. Rehabilitasi mulut
Metode : Closed reduction dan Open reduction
Indikasi closed reduction
1. Fraktur komunitif dg periosteum yg intak
2. Fraktur dengan soft tissue loss yg berat
3. Edentulous mandibula
4. Fr pada anak-anak
5. Fr condylus (non displaced)
Indikasi open reduction
1. Displaced unfavourable fraktur melalui angulus
2. Displaced unfavourable fraktur corpus atau parasymphysis
3. Fraktur multiple wajah
4. Fr midface disertai diplaced fr condylus bilateral
5. malunions
Prinsip langkah-langkah penanganan fraktur mandibula
1. Debridement
2. reposisi
3. Evaluasi nilai fungsi (oklusi) :
fiksasi : - internal fixation (wiring or plating)
external fixation
4. immobilisasi : - intermaxillary fixation (arch bar) interdental wiring
5. Tehnik closed reduction : Fiksasi intermaksiler
6. Dipertahankan selama 3-4 minggu pada fraktur daerah condylus
7. 4-6 minggu pada daerah lain mandibula
8. Tehnik ; eyelet, arch bar
15
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI FRAKTUR MANDIBULA
3.1 Asuhan Keperaeatan Fraktur Mandibula
3.1.1 Pengkajian
Pengkajian pada fraktur mandibula terdiri atas pengkajian primer
kegawatdaruratan trauma mandibula dan pengkajian sekunder pada fraktur
mandibula. Pengkajian primer dilakukan bersama-sama pada saat melakukan
intervensi kedarutan. Pengkajian primer dilakukan secara umum yaitu ABC
(airway, breathing, circulation) dan dilakukan bersama dengan intervensi CPR
(cardiopulmonary resuscitation). Hal ini dilakukan apabila didapatkan adanya
riwayat trauma pada mandibula khususnya pada cedera ekstensi yang bias
menyebabkan komprensi korda. Focus pengkajian primer adalah kegagalan
kardiorespirasi, penurunan tingkat kesadaran, dan adanya deficit neurologis.
Pada anamnesis sekunder didapatkan adanya riwayat trauma langsung ke
mandibula oleh berbagai kondisi seperti kecelakaan bermotor, pukulan pada
mandibula sebagai korban serangan orang lain, kecelakaan kerja, terjatuh, dan
kecelakaan olahraga. Perawat jiga mengkaji factor prediposisi peningkatan risiko
osteoporosis, seperti DM, hipertensi, dan merokok.
Pengkajian lain seperti pada gangguan penggunaan obat-obatan, riwayat
alergi, serta penggunaan alcohol dan zat adiktif berguna sebagai bahan intervensi
yang sesuai untuk menghindari interaksi obat.
Pengkajian kapan terakhir makan menjadi pengkajian prioritas pada
pengkajian gastrointestinal. Keluhan lainnya adalah ketidakmampuan dalam
mengunyah material makanan. Kondisi nyeri dan kecemasan memberikan
manifestasi peningkatan produksi asam lambung serta kondisi anoreksia (ketidak
mampuan untuk makan).
16
Pengkajian psikososioekonokultural didapatkan kecemasan akibat
prognosis penyakit atau rencana pembedahan. Pembedahan rekontruksi mandibula
dengan menggunakan alat fiksasi interna menghabiskan biaya yang mahal
sehingga kondisi ini memengaruhi kemampuan financial setiap individu.
Pada fraktur mandibula yang disertai kerusakan gigi, penting bagi perawat
waspadailah adanya risiko infeksi pada rongga mulut. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tanda deformitas yang jelas.
Pedoman Pemeriksaan Fokus Fraktur Mandibula
Teknik Hasil
Look Inspeksi adanya ketidaksimetrisan rahang, terutama pada saat pasien
merebahkan kepala pada bantal.
Lihat adanya luka terbuka pada area trauma yang langsung
berhubungan dengan tulang mandibula.
Periksa adanya leserasi atau hematom pada area mandibula
Periksa kestabilam dan kesejajaran gigi, dan palatum. Cari adanya
fraktur yang menembus tulang alveolar. Nilai dan hitung adanya lepas
gigi akibat trauma mandibula.
Periksa pipi adanya kemerahan dan edema. Leserasi dapat terjadi pada
daerah gusi, mukosa mulut, dan daerah sekitar fraktur.
Periksa adanya dislokasi, berupa perubahan posisi rahang yang
menyebabkan maloksusi atau tidak berkontaknya rahang bawah dan
rahang atas
Periksa adanya hipersalivasi dan halitosis akibat berkurangnya
pergerakan normal mandibula sehingga dapat terjadi stagnasi makanan.
Feel Palpasi struktur tulang mandibula, apakah didapatkan adanya tandernes
17
(nyeri palpasi) dan adanya pembengkakan.
Periksa adanya anastesia pada distribusi saraf inferior dan pipi yang
menandakan adanya injuri pada saraf trigeminus dan dokumentasi
kondisi ini sebagai data penting prabedah.
Periksa adanya spasme pada otot-otot pengunyah dengan tanda adanya
timus.
Move Periksa kemampuan pergerakan mandibula dan apakah didapatkan
adanya maloklusi (pergerakan yang terhambat)
Periksa adanya rasa sakit pada saat rahang digerkan.
Periksa adanya numbness dan kelumpuhan dari bibir bawah yang
biasanya terjadi apabila fraktur terjadi di bawah nervus alveolaris.
Pengkajian diagnostic utama pada fraktur mendibula adalah pemeriksaan
radiologis x-ray dan CT scan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menila derajat
kerusakan dan letak dari fraktur mandibular, serta untuk evaluasi setelah
pembedahan.
1. Penatalaksanaan medic awal pada fraktur mandibula adalah manajemen
kedaruratan dengan intervensi ABC meluputi :
a. Menjaga kepatenan jalan napas dan status kardiovaskular sampai kondisi
stabil.
b. Meminimalisasi manipulasi pada leher dengan menggunakan ban servikal.
c. Tindakan darurat tracheotomy atau cricothyrotomy apabila CPR
(cardiopulmonary resuscitation) tidak maksimal didapatkan.
2. Intervensi untuk mengembalikan fungsi mandibula dengan bedah perbaikan
dilakukan pada hari ke 5-7.
3. Intervensi pemasangan fiksasi interna dengan reduksi terbuka. Perawat dapat
dilakukan dengan reduksi terbuka berupa tindakan operasi dengan
18
pemasangan plat dan screw untuk menyambung tulang yang patah. Pada
fraktur yang simple dapat dilakukan reduksi tertutup dengan peningkatan
rahang atas dan rahang bawah, diikuti tindakan imobilisasi.
3.1.2 Diagnosis Keperawatan
1. Risiko tinggi gagal kardiorespirasi b.d komprensi pada control spina servikal,
kerusakan control otonom pada jalur kardiorespirasi.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidakadekuatan
intake nutrisi sekunder dari nyeri, ketidakmampuan dalam mengunyah dan
menelan makanan oral.
3. Risiko infeksi b.d adanya port de entrée luka pascabedah.
4. Perubahan mukosa oral b.d tidak efektif higienis oral.
5. Nyeri b.d kompresi saraf local sekunder pergerakan fragmen tulang, luka
pascabedah.
6. Kecemasan b.d krisis situasional akan menjalani operasi, status ekonomi, dan
perubahan fungsi peran.
7. Kurang pengetahuan dan informasi b.d salah persepsi, kurang terpajan
informasi.
Risiko tinggi gagal kardiorespirasi b.d. kompresi pada kontrol spina servikal,
kerusakan kontrol otonom jalur kardiorespirasi
Pemberian oksigen kantung (Ventilation bag) dapat dilakukan sebelum atau
sesudah pemasangan ban leher. Hal ini diperlukan untuk pemenuhan oksigen
selama periode transportasi pasien ke rumah sakit.
19
Lakukan pengisapan jalan napas.
Letakkan pasien pada backboard
apabila kemungkinan ada injuri
pada spiuna servikal.
Pengisapan (Suctioning) dilakukan
untuk membersihkan debris dan secret
pada jalan napas.
Pengaturan posisi pasien pada
backboard bertujuan untuk menjaga
posisi netral pada kepalan dan leher
untuk mencegah injuri spina servikal.
Pengaturan posisi pasien pada backboard dilakukan selama periode transportasi
untuk mencegah injuri spina servikal pada pasien fraktur mandibula khususnnya
pasien ekstensi.
Kontrol kondisi luka apabila
fraktur mandibula disertai
dengan luka terbuka dan balut
dengan fiksasi untuk
menurunkan perdarahan.
Pada beberapa kasus fraktur mandibula
dengan luka terbuka seperti pada
kecelakaan lalu lintas atau trauma dari
penganiayaan orang lain dapat
dilakukan dengan memasang balutan
untuk menekan perdarahan.
Lakukan intervensi di unit gawat
darurat:
Kaji kepatenan jalan napas.
Pertahankan fiksasi dengan pada
kondisi fraktur mandiibula tanpa
ada riwayat gangguan pada spina
servikal.
Monitoring kepatenan jalan
napas dan kondisi intubasi.
Pada perawatan di unit gawat darurat,
pasien dengan fraktur mandibula tanpa
komplikasi pada injuri spina servikal
dilakukan monitoring kepatenan jalan
napas dan fiksasi tetap dilanjutkan
untuk kemudian pasien dirawat di
ruang rawat inap untuk dipersiapkan
pada pembedahan rekonstruksi rahang.
Pelaksanaan monitoring menjadi
prioritas utama pada fraktur
mandiibula dengan komplikasi risiko
injuri spina servikal sampai kondisi
20
Lakukan kolaborasi dengan ahli
bedah spina untuk
penatalaksanaan pasien yang
terdapat indikasi cedera servikal.
pasien stabil dan risiko tidak terjadi.
Penatalaksanaan lanjutan pada pasien
fraktur mandibula disertai dengan
cedera spina dapat diambil alih oleh
ahli bedah spina sesuai dengan
kompetensi pada penatalasanaan
kegawatan cedera spina.
Lakukan intervensi survey sekunder:
Lakukan evaluasi diagnostik
radiologis untuk menentukan
fraktur mandibula tanpa
komplikasi.
Evaluasi lanjutan untuk menyesuaikan
kompetensi asuhan. Pasien dengan
fraktur mandibula dilakukan asuhan
sesuai prosedur pada penatalaksanaan
fraktur mandibula.
Lepas ban servikal apabila tidak
ada indikasi adanya injuri cedera
spina.
Adanya ban servikal yang terlalu ketat
untuk menjaga kondisi leher
memberikan pengaruh keterbatasan
mobilitas leher pasien. Pelepasan ban
servikal manjadi indikasi untuk
mengevaluasi kemempuan pergerakan
dan adanya maloklusi dari cedera
fraktur mandibula.
Risiko tinggi gagal kardio respirasi b.d. kompresi pada kontrol spina
servikal, kerusakan kontrol otonom jalur kardiorespirasi
Intervensi Rasional
Kolaborasi pemberian antibiotik Pemberian antibiotik adalah
21
dan antitetanus serum. profilaksis untuk mencegah infeksi
silang. Perawat mengkaji adanya
riwayat alergi pada beberapa jenis
antibiotik.
Pemberian antitetanus dilakukan
terutama pada fraktur mandibula
terbuka untuk mencegah kontaminasi
Clostridium tetanii masuk melalui
luka.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. ketidakadekuatan
intake nutrisi sekunder dari nyeri, ketidakmampuan dalam mengunyah dan
menelan makanan oral
Tujuan: selama periode prabedah dan setelah 5 x 24 jam pascabedah pasien dapat
mempertahankan status nutrisi yang adekuat.
Kriteria evaluasi:
Pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan.
Pasien termotivasi untuk melaksanakan anjuran yang telah diberikan.
Intervensi Rasional
Kaji tingkat toleransi pasien dalam
intake nutrisi pada periode prabedah.
Pasien dengan fraktur mandibula
biasanya tidak secara langsung
dilakukan bedah perbaikan. Pada
periode ini perawat mangkaji tingkat
kemampuan dalam intake nutrisi sesuai
dengan toleransi dan individu.
22
Evaluasi adanya makanan dan
kotraindikasi makanan.
Beberapa pasien mungkin mengalami
alergi terhadap beberapa komponen
makanan tertentu dan beberapa
penyakit lain, seperti diabetes melitus,
hipertensi, gout, dan lainnya yang
memberikan manifestasi terhadap
persiapan komposisi makanan yang
akan diberikan.
Bila pada pasien terjadi fraktur
mandibula secara total, maka tidak
dapat memasukkan makanan per oral
sehingga diipertimbangkan untuk
melakukan pemasangan NGT.
Pemasangan selang NGT bertujuan
membuat akses dan jalan makanan
langsung ke lambung tanpa melewati
rongga oral yang sedang bermasalah
akibat dari fraktur mandibula.
Pertahankan selang makan, periksa
letak posisi selang dengan melakukan
fiksasi yang optimal.
Pemasangan fiksasi pada selang
nasogastrik dapat mempertahankan
kepatenan jalan makanan.
Lakukan pembersihan selang
nasogastrik dengan air sebelum dan
sesudah pemberian makanan.
Dorongan air untuk mempertahankan
kepatenan selang.
Auskultasi bunyi usus pascabedah. Pemberian makan dimulai hanya
setelah bunyi usus membaik setelah
operasi.
Ajarkan pasien atau orang terdekat
mengenai teknik makan sendiri, contoh
ujung spuit, kantong, dan metode
corong, mennghancurkan makanan bila
pasien akan pulang dengan selang
makanan. Yakinkan pasien dan orang
terdekat mampu melakukan prosedur
Membantu meningkatkan keberhasilan
nutrisi dan mempertahankan martabat
orang dewasa yang saat ini terpaksa
tergantung pada orang lain untuk
kebutuhan sangat mendasar pada
penyediaan makanan.
23
ini.
Nyeri b.d. kompresi saraf lokal sekunder pergerakan fragmen tulang, luka
pascabedah
Intervensi Rasional
Kaji dampak nyeri dengan
respon psikologis
Dorongan pasien untuk
mengeluarkan saliva atau
pengisap mulut dengan hati-hati
bila tidak mampu menelan.
Seliki perubahan karakteristik
nyeri, periksa mulut jahitan
tenggorok untuk trauma baru.
Kecemasan dan rasa nyeri merupakan
dua hal yang sangat berpengaruh
terhadap perilaku pasien. Pengalaman
rasa nyeri masa lalu dan bagaimana
pasien berupaya untuk menurunkan
respon nyeri menjadi catatan perawat
yang penting untuk intervensi
selanjutnya.
Menelan menyebabkan aktivitas otot
yang dapat menimmbulkan nyeri
karena edema atau renggangan jahitan.
Dapat menunjukkan terjadinya
komplikasi yang memerlukan evaluasi
lanjut atau intervensi, jaringan
terimflamasi dan kongesti dapat
dengan mudah mengalami trauma
demam pengisapan kateter dan selang
makanan.
24
Catat indikator nonverbal dan
respon aromatik terhadap nyeri.
Evaluasi efek analgesik.
Berikan teknik distraksi pada
saat nyeri.
Manajemen lingkungan,
lingkungan tenang, batas
pengunjung, dan istirahatkan
pasien.
Temukan manajemen sentuhan.
Lakukan teknik stimulasi
percutanneus.
Menjadi variable menunjukkan adanya
nyeri keefektifan obat.
Distraksi (penglihatan perhatian) dapat
menurunkan stimulus internal.
Lingkungan tenang akan menurunkan
stimulus nyeri eksternal dan
pembatasan pengunjung akan
membantu meningkatkan kondisi
oksigen ruangan yang akan berkurang
apabila banyak penunjung yang
beradap di ruangan. Istirahat akan
menurunkan kebutuhan oksigen
jaringan perifer.
Manajemen sentuhan pada saat nyeri
berupa sentuhan dukungan psikologis
dapat membantu menurunkan nyeri
masase ringan dapat meningkatkan
aliran darah dan membantu suplai
darah dan oksigen ke area nyeri.
Salah satu metode distraksi untuk
menstimulasi pengeluaran endorfin-
enkefalin yang berguna sebagai
25
Kemampuan kontrol nyeri
pasien.
Tingkatkan pengetahuan tentang:
penyebab nyeri dan
menghubungkan berapa lama
nyeri akan berlangsung.
analgetik internal untuk memblok rasa
nyeri.
Banyak faktor fisiologi (motivasi,
afektif, kognitif, dan emosional)
memengaruhi respon persepsi nyeri.
Pengetahuan yang akan dirasakan
membantu mengurangi nyerinya dan
dapat membantu mengembangkan
kepatuhan pasien terhadap rencana.
Kolaborasi dengan dokter
pemberian analgetik.
Analgetik memblok lintasan nyeri
sehingga nyari akan berkurang.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya port de entrée dan luka
pembedahan
Tujuan: dalam waktu 12 x 24 jam tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada
integritas jaringan lunak.
Kriteria hasil:
-jahitan dilepas pada hari ke-12 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan peradangan
pada area luka pembedahan, leukosit dalam batas normal, TTV dalam batas
26
normal.
Intervensi Rasional
Kaji jenis pembedahan, hari
pembedahan dan apakah ada order
khusus dari tim dokter bedah dalam
melakukan perawatan luka.
Mengidentifikasi kemajuan atau
penyimpangan dari tujuan yang
diharapkan.
Lakukan perawatan luka:
Lakukan perawatan luka steril
pada hari ke-3 operasi dan
diulang setiap 2 hari sekali.
Bersihkan luka dan drainase
dengan cairan antiseptic jenis
iodine providum dengan cara
swabbing dari arah dalam ke
luar.
Bersihkan bekas sisa iodine
providum dengan alkhohol 70%
atau normal salin dengan cara
swabbing dari dalam ke luar.
Perawatan luka sebaiknya tidak setiap
hari dengan tujuan menurunkan kontak
tindakan dengan luka yang dalam
kondisi steril sehingga mencegah
kontaminasi kuman ke luka bedah.
Pembersihan debris (sisa fagositosis,
jaringan mati) dan kuman sekitar luka
dengan mengoptimalkan kelebihan dari
iodine providum sebagai antiseptik.
Arah dari dalam ke luar dapat dicegah
kontaminasi kuman ke jaringan luka.
Antiseptik iodine providum
mempunyai kelemahan dalam
menurunkan proses epitel lisasi
jaringan sehingga memperlambat
pertumbuhan luka, maka harus
dibersihkan dengan alkhohol atau
normal salin.
27
Tutup luka dengan kasa steril
dan tutup dengan plester
adhesive yang menyeluruh
menutupi kasa.
Penutupan secara menyeluruh dapat
menghindari kontaminasi dari benda
atau udara yang bersentuhan dengan
luka bedah.
Penutup luka dengan dengan balutan dan gunakan plester elastik yang
menyeluruh menutupi kasa membantu menurunkan kontaminasi langsung pada
luka operasi dan menurunkan resiko infeksi pascabedah.
Angkat dranase pascabedah pada hari
ketiga atau setelah tidak ada lagi
drainase yang keluar dari luka pasca
bedah.
Selang drain yang masuk ke dalam
luka merupakn komponen yang
memudahkan kuman untuk masuk.
Pelepasan sesuai indikasi bertujuan
untuk menunjukkan resiko infeksi.
Kolaborasi penggunaan antibiotik. Antibiotic injeksi diberikan selama 3
hari pascabedah yang kemudiann
dilanjutkan antibiotic oral sampai
jahitan dilepas. Peran perawat
mengkaji adanya reaksi dan riwayat
alergi antibiotic serta memberikan
antibiotic sesuai pesanan dokter.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakadekuatan intake nutrisi sekunder dari nyeri,
ketidakmampuan dalam mangunyah dan menelan makanan oral.
Intervensi Rasional
Mulai dengan makanan kecil dan Kandungan makanan dapat
28
tingkatkan sesuai dengan toleransi. Catat
tanda kepenuhan gaster, regurgitasi, dan
diare.
mengakibatkan ketidaktoleransian GI
sehingga memerlukan perubahan pada
kecepatan atau tipe formula.
Berikan diet nutrisi seimbang (misalnya
semi kental atau makanan halus) atau
makanan selang (contoh makanan
dihancurka atau massa yang dijual)
sesuai indikasi.
Macam-macam jenis makanan dapat
dibuat untuk tambahan atau batasan
faktor tertentu, seperti lemak dan gula
atau memberikan makanan yang
disediakan pasien.
Berikan diet secara rutin. Pemberian rutin 3 kali sehari dengan
ditunjang pemberian reseptor
penghambat H2 memiliki arti
peningkatan efisiensi dan efektifitas
dalam persiapan material makanan dan
makanan masih dalam keadaan hangat
serta memudahkan perawat dan ahli
gizi dalam memantau kemampuan
makan dari pasien. Hal lain dengan
pemberian diet makanan secara rutin
akan memberikan kondisi normal
terhadap fungsi gastrointestinal dalam
melakukan aktivitas ruti selama
dirawat dan setelah pasien pulang ke
rumah sakit.
Kolaborasi dengan tim medis untuk
pemberian.
Pemakaian penghambat H2
(seperti cimetidine/ranitidine).
Cimetidine penghambat histamine H2
menurunkan produksi asam gaster,
meningkatkan pH gaster dan
menurunkan iritasi pada mukosa
gaster, penting untuk penyembuhan
dan pencegahan lesi.
29
Saraf kranial atau antacid.
Antasida untuk mempertahankan pH
gaster pada tingkat 4,5.
Perubahan mukosa oral berhubungan dengan tidak efektifnya higienis oral
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam terjadi peningkatan membran mukosa mulut.
Kriteria evaluasi: mulut lembab atau tidak kering, mulut terasa segar, lidah
normal, bersih dan tidak pecah, tidak ada tanda inflamasi pada bibir.
Intevensi Rasional
Meningkat pengetahuan pasien tentang
cara teknik peningkatan kondisi
membrane mukosa.
Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh
kondisi social ekonomi ekonomi pasien.
Perawat menggunakan pendekatan yang
sesuai kondisi individu pasien. Dengan
mengetahui tingkat pengetahuan
tersebut perawat dapat lebih terarah
dalam memberikan pendidikan yang
sesuai dengan pengetahuan pasien
secara efisien dan efektif.
Infeksi rongga oral dan perhatikan
perubahan pada saliva.
Kerusakan pada mandibula akan
memengaruhi penumpukan dan
pengaliran saliva dapat terjadi karena
penurunan kemampuan menelan atau
nyeri tenggorok dan muluut.
Perhatikan perubahan pada lidah, bibir,
geligi, gusi, serta membrane mukosa.
Pembedahan rekontruksi mandibula
atau mengalami penurunan sensasi dan
gerakkan lidah, dengan kesulitan
30
menelan dan peningkatan risiko aspirasi
sekresi, serta resiko hemoragi. Geligi
mungkin tidak utuh. Gusi juga dapat
terimflamasi karena hygiene yang
buruk, riwayat lama dari merokok atau
mengunyah tembakau.
Perubahan mukosa oral b.d. tidaknya higienis oral
Intervensi Rasional
Isapan rongga oral secara perlahan atau
sering. Biarkan pasien melakukan
pengisapan sendiri bila mungkin atau
menggunakan kasa untuk mengalirkan
sekresi.
Saliva mengandung enzim pencernaan
yang mungkin bersifat eropsif pada
jaringan yang terpajan oleh karena
pengalirannya konstan, pasien dapat
meningkatkan kenyaman sendiri dan
meningkatkan hygiene oral.
Berikan pelumas pada bibir berikan
irigasi oral sesuai indikasi
Mengatasi efek kekeringan dan
tindakan terapeutik menghilangkan sifat
erosive dan sekresi
Pemberian antibiotic Antibiotic biasanya diberikan untuk
menghentikan infeksi pada gusi dan
jaringan dibawahnya
Nyeri b.d. kompresi saraf lokal sekunder pergerakan pragmen tulang, luka
pascabedah
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam terjadi penurunan tingkat nyeri atau nyeri
teradaptasi
31
Kriteria evaluasi:
Pasien menyatakan nyeri berkurang atau teradaptasi.
Secara umum pasien terlihat rileks
Skala nyeri 0-1 (0-4)
Intervensi Rasional
Kaji nyeri dengan pendekatan PQQRST P: nyeri fraktur mandibula sebelum
pembedahan disebabkan oleh adanya
pergerakan fragmen tulang memberikan
manifestasi kompresi pada saraf lokal.
Nyeri pascapembedahan disebabkan
oleh kerusakan jaringan lunak
pascabedah. Nyeri akan bertambah
apabila pasien menggerakkaan rahang
atau membuka mulut.
Q: kualitas nyeri biasanya tajam pada
area fraktur mandibula.
R: nyeri terlokalisasi pada area rahang
bawah dan biasanya menjalar sampai
ke leher.
S; skala nyeri pada fase akut bervariasi
antara 2-4 (0-4).
T: waktu nyeri yang hebat terjadi pada
fase akut setelah mengalami trauma dan
setelah dilakukan pembedahan.
Lakukan manajemen nyeri Istirahat secara fisiologis akan
menurunkan kebutuhan oksigen yang
32
keperawatan:
Istirahat pasien
Ajarkan teknik relaksasi
pernapasan dalam pada saat
nyeri muncul.
Pada periode preoperative dan
pasca bedah saat pasien
berbaring sokong kepala dan
leher dengan bantal. Tunjukkan
pada pasien bagaimana
menyokong leher selama
aktivitas.
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme basal.
Meningkatkan asupan oksigen sehingga
akan menurunkan nyeri sekunder dari
iskemia pada area mulut.
Kelemahan otot diakibatkan oleh
reseksi otot dan saraf pada struktur
leher dan atau bahu. Kurang sokongan
meningkatkan ketidaknyamanan dan
mengakibatkan cedera pada area
jahitan.
Kecemasan berhubungan dengan situasional akan menjalani, status ekonomi
perubahan fungsi peran.
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam tingkat kecemasan pasien berkurang atau hilang.
Kriteria evaluasi:
Pasien mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang
mempengaruhinya, dan menyatakan anisietas berkurang atau hilang.
Intervensi Rasional
33
Kaji tanda verbal dan nonverbal
kecemasan, damping pasien dan
lakukan tindakan bila menunjukkan
perilaku merusak.
Reaksi verbal atau nonverbal dapat
menunjukkan rasa agitasi marah dan
gelisah.
Hindari konfrontasi. Konfrontasi dapat meningkatkan rasa
marah, menurunkan kerja sama, dan
mungkin memperlambatkan
penyembuhan.
Mulai melakukan tindakan untuk
mengurangi kecemasan. Beri
lingkungan yang tenang dan suasana
penuh istirahat.
Mengurangi rangsangan eksternal yang
tidak perlu.
Tingkatkan kontrol sensasi pasien. Kontrol sensasi pasien (dan dalam
menurunkan katakutan) dengan cara
memberikan informasi tentang keadaan
pasien, menekankan pada penghargaan
terhadap sumber-sumber koping
(pertahankan diri) yang positif
membantu latihan relaksasi yang positif.
Orientasi pasien terhadap tahap-tahap
prosedur operasi dan aktivitas yang
diharapkan.
Orientasi tahap-tahap prosedur operasi
dapat menurunkan kecemasan.
Beri kesempatan kepada pasien untuk
mengukapkan ansietasnya.
Dapat menghilangkian ketegangan
terhadap kekhawatiran yang tidak di
ekspresikan.
Berikan privasi untuk pasien dan orang
terdekat.
Memberikan waktu untuk
mengekspresikan perasaan
menghilangkan cemas dan perilaku
34
adaptasi
Adanya keluarga dan teman-teman yang
dipilih pasien melayani aktivitas dan
pengalihan (membaca) akan
menurunkan perasaan terisolasi.
Pemenuhan informasi berhubungan dengan misinterprestasi perawat dan
penatalaksanaan pengobatan.
Tujuan :
Dalam waktu 1x24jam informasi kesehatan terpenuhi.
Kriteria evaluasi :
Pasien mampu menjelaskan kembali kpendidikan kesehatan yang diberikan.
Pasien mampu termotivasi untuk melaksanakan penjelasan yang telah diberikan.
Intervensi Rasional
Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang
penatalaksanaan fraktur mandibula
Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh
kondisi social ekonomi pasien. Perawat
mengunakan pendekatan yang sesuai
dengan kondisi individu pasien.
Dengan mengetahui tingkat
pengetahuan tersebut perawat dapat
lebih terarah dalam memberikan
pendidikan yang sesuai dengan
pengetahuan pasien dengan evisien dan
efektif.
Cari sumber yang meningkatkan
penerimaan informasi
Keluarga terdekat dengan pasien perlu
dilibatkan dalam pemenuhan informasi
35
untuk menurunkan resiko
misinterprestasi terhadap informasi
yang diberika.
Pemenuhan informasi b.d misinterpretasi dan penatalaksanaan pengobatan
Intervensi Rasional
Jelaskan apa yang terjadi selama
periode praoperasi dan pascaoperasi
termasuk tes laboratorium praoperasi,
persiapan kulit alas an status puas,
obat-obatan praoperasi obat-obatan
postoperasi tinggal diruang pemulihan,
dan program pascaoperasi.
Informasi pada pasien obat nyeri
tersedia bila diperlukan untuk
mengontrol diri.
Pengetahuan tetantang apa yang
diperkirakan membantu mengurangi
kecemasan dan meningkatkan
kerjasama
Ijinkan pasien untuk mengetahui
keadaan pascaoperasi : mungkin saja
akan dipasang NGT. Pemberian makan
personde diperlukan sampai insisi luka
sembuh dan mampu untuk menelan.
Pengetahuan apa yang diharapkan dari
intervensi bedah membantu
menurunkan kecemasan dan
memungkinkan pasien untuk
memikirkan tujuan yang realistic.
Beri informasi tentang manajemen
nyeri keperawatan.
Menejemen nyeri dilakukan untuk
meningkatkan kontrol nyeri pada pasien
3.1.3 Evaluasi :
36
Evaluasi yang diharapkan setelah dilakukan intervensi keperawatan adalah
sebagai berikut :
1. Tidak terjadi gagal kardiorespirasi
2. Asupan nutrisi optimal
3. Tidak terjadi infeksi sampai jahitan insisi bedah dilepaskan
4. Tidak terjadi perubahan mukosa oral
5. Nyeri berkurang atau teradaptasi
6. Kecemasan berkurang
7. Informasi pengetahuan dapat terpengaruhi sesuai kebutuhan.
3.2 Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Kasus Fraktur Mandibula
3.2.1. Pengkajian
Identitas Klien
Nama : Ny. D
Umur : 54 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Tgl. Masuk : 7 Nopember 2012
Tgl. Pengkajian : 7 Novemeber 2012
Diagnosa Medis : Fraktur Fibula Dektra Transversal
Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. A
Umur : 31 Tahun
37
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Wiraswasta
Hubungan dg Klien : Anak
3.2.3 Riwayat Penyakit
Keluhan Utama :
Klien mengatakan bahwa dirinya merasakan nyeri pada kaki kanan.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien datang ke Ruang 3A RSUD Kota Tasikmalaya diantarkan oleh
keluarga dan perawat. Klien terlihat datang dalam kondisi pingsan. Klien
mengatakan bahwa nyeri ditimbulkan akibat kecelakaan lalu lintas. Klien
tertabrak kendaraan roda 2. Klien mengatakan nyeri timbul saat bergerak maupun
tidak. Nyeri timbul di bagian kaki kanan dengan sensasi terbakar atau seperti
ditusuk-tusuk dan tertimpa beban berat. Nyeri yang terasa berkisar 7-9 (sangat
nyeri).
Riwayat Penyakit Dahulu :
Klien mengatakan bahwa baru pertama kali klien mengalami kecelakaan
yang mengakibatkan fraktur. Sebelumnya klien pernah jatuh dari Motor, namun
tidak sampai mengakibatkan gangguan kesehatan.
Riwayat Penyakit Keluaraga :
38
Keluarga Klien mengatakan bahwa keluarganya baru mengalami musibah
seperti sekarang ini, dan sebelumnya tidak pernah ada anggota keluarga yang
mengalami penyakit serupa.
Riwayat Activity Daily Living
No Kebutuhan Sebelum Sakit Setelah Sakit
1. Nutrisi1. BB/TB2. Diet3. Kemampuan Mengunyah4. Kemampuan Menelan5. Frekuensi6. Porsi
7. Makanan Alergik
69 Kg/150 cm
Tidak dibatasi
Baik
Baik
2-3 kali/hari
Banyak
Tidak ada
69Kg/150 cm
Tidak dibatasi
baik
baik
2-3 kali/hari
Sedikit
Tidak ada
2. Cairan
Intake
1. ORAL
Jenis jumlah
1. Intravena
Jenis
Jumlah
Kopi, teh, suplemen
Sedang
-
-
Air putih
Sedang
NaCl
4 plebot/hari
3. Eliminasi1. BAB1) Frekuensi2) Konsistensi3) Warna4) Keluhan5) Bantuan
1. BAK1) Frekuensi
2-3 kali/hari
Lembek
Khas
Tidak ada
Tidak
1-2 kali/hari
Lembek
Khas
Tidak ada
Total
39
2) Konsistensi
3) Warna
4) Keluhan
5) Bantuan
5-6 kali/hari
Cair
Khas
Tidak ada
Tidak
3-4 kali/hari
Cair
KHas
Tidak ada
Tidak
4. Istirahat Tidur1. Lama2. Kesulitan awal3. Gangguan
4. Kebiasaan Sebelum Tidur
8-9 Jam/hari
Tidak ada
Tidak ada
Nonton
4-5 Jam/hari
Tidak Ada
Tidak ada
Melamun
5. Personal Hygiene1. Mandi2. Gosok Gigi3. Cuci Rambut4. Gunting Kuku
5. Ganti Pakaian
1-2 kali/hari
1-2 kali/hari
1-2 kali/hari
1-2 kali/bulan
1-2 kali/hari
0 kali/hari
0 kali/hari
0 kali/hari
0 kali/bulan
1-2 kali/hari
Catatan : di Lap
6. Aktivitas1. Mobilitas Fisik2. Olah Raga
3. Rekreasi
Tidak terbatas
Jarang
Kadang-kadang
Terbatas
Tidak
Tidak Pernah
3.2.4 Data Psikologis
Klien terlihat pasrah dengan kondisi kesehatannya yang mengalami
perubahan. Klien mengatakan hanya bisa bersabar mendapatkan musibah yang
terjadi.
3.2.5 Data Sosial
40
Dukungan orang-orang di sekitar klien cukup kuat. Tetangga, Teman
sejawat dan rekan kerjanya menjenguk klien dan mendoakan agar klien cepat
sembuh.
3.2.6 Data Spiritual
Keluarga klien mengatakan bahwa Klien dapat beribadah secara mandiri,
namun sejak masuk Rumah Sakit, aktivitas Ibadah klien terlupakan.
3.2.7 Data Penunjang Laboratorium
Indicator Hasil Nilai Normal
Haemoglobin 9,8 g/dl LK ; 14 – 16PR ; 12 – 16
Hemotokrit 30 % 35 – 45 %
Leukosit 10.500 5.000 – 10.000
Natrium 145 137 – 147
Kalium 4,0 3,6 – 5,4
Kalsium 1,18 1,15 – 1,29
Ureum 26 15 – 45
Kreatinin 0,77 0,5 – 0,9
GDS 98 76 – 110
3.2.7 Pemeriksaan Fisik
Kepala
1. Bentuk kepala ; Bulat2. Distribusi rambut dan warna, sebaran normal, kurang bersih, warna hitam,
sebagian beruban.
3. Ukuran lingkar kepala 35 cm
Muka
1. simetris kiri kanan
2. hasil Tes nervus 7 ( facialis), tidak ada
kelainan/gangguan. Sensoris : klien dapat membedakan suhu panas dan
dinginpada mandibula. Motorik : kelopak mata kuat
41
3. Hasil Tes nervus 5 ( trigeminus ), Sensorik :
klien dapat merasakan sentuhan kapas, Motorik : otot maseter baik.
Mata
1. simetris kanan kiri
2. Kelopak mata : Oedema tidak ada,
Ptosis tidak ada.
1. Hasil Pemeriksaan nervus II ( optikus), klien dapat melihat objek (jari)
dengan jelas.
2. Hasil Pemeriksaan nervus III ( Oculomotoris refleks cahaya), pupil kiri
atau kanan tidak isokor
3. Hasil Pemeriksaan Nervus IV ( Troclearis ) pergerakan bola mata baik
4. Hasil Pemeriksaan nervus VI ( Abdusen ) Pergerakan Bola mata ke kiri
dan kanan baik
5. Hasil Pemeriksaan nervus V( Trigeminus) Refleks kornea baik ditandai
dengan Glaberal reflex positif : mengetuk dahi diantara kedua mata
Hidung
1. Posisi hidung simetris kiri kanan
2. Jembatan hidung ada
3. Cuping hidung tidak ada
4. Hasil Pemeriksaan nervus I ( Olfaktoris) tidak ada kelainan.
Mulut
1. Mukosa Bibir kering
2. Gigi dan gusi tidak ada perdarahan atau pembengkakan
3. Hasil Pemeriksaan nervus X ( VAGUS ) Ovula terangkat saat mengatakan
“Ah”.
Telinga
1. Simetris kiri dan kanan
42
2. Serumen tidak terlihat
3. Hasil Pemeriksaan tes nervus VIII (Acustikus), klien dapat mendengar
bisikan.
4. Dapat Mendengarkan garpu tala (Tes Rinne,Weber)
Leher.
1. Arteri karotis teraba
2. Vena Jugularis teraba, tidak mengalami pembesaran
3. Tampak Luka Insisi Pada Leher Kanan
Dada
1. Bentuk dada simetris kiri dan kanan
2. Wheezing terdengar pada saat inspirasi
3. Hasil Perkusi pada daerah paru suara yang
ditimbulkan adalah sonor
4. Hasil Perkusi pada daerah jantung adalah
pekak.
Abdomen
1. distensi abdomen tidak ada
2. Pembengkakan atau Perdarahan tidak
ada
3. Terdengar suara peristaltic usus.
4. Hasil Perkusi pada daerah hati suara
yang ditimbulkan adakah pekak Perkusi pada daerah lambung suara yang
ditimbulkan adalah timpani
Tangan
1. Jumlah jari – jari 5
2. Kuku pendek dan bersih
3. Kekuatan tangan 5.
Lutut
43
Reflek patella, Positif
Kaki
1. Jumlah Jari –
jari 5.
2. Refleks
babinsky positif kiri
3. Refleks
Chaddok positif kiri
4. Kekuatan kaki
5 kiri , 0 kanan
5. Terdapat luka
akibat fraktur terbuka
4. Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah
1. DS : Klien Mengeluh nyeriDO : Tampak Luka robekan akibat fraktur tebuka
Tekanan
Pergeseran tulang
Robekan Kulit
Reaksi SSP
Nyeri
Nyeri
2. DS : Klien mengeluh nyeri jika bergerakDO : Klien tampak Lemah, dan meringis saat bergerak. semua Aktivitas memerlukan bantuan keluarga
Tekanan
Pergeseran Tulang
Deformitas
Ekstremitas tidak dapat bergerak dengan baik
Gangguan Mobilitas
Gangguan Mobilitas Fisik
3. DS :-DO : Aktivitas Perawatan Kebersihan diri menurun, Mandi, Cuci Rambut, Potong kuku (kuku Panjang), Gosok Gigi belum dilakukan di
Tekanan
Pergeseran Tulang
Deformitas
Defisit Perawatan Diri
44
Rumah SakitEkstremitas tidak dapat bergerak
dengan baik
Gangguan Mobilitas
Kelemahan
Defisit Perawatan Diri
4. DS : -DO : Nampak Adanya Luka Robekan akibat fraktur terbuka, Hacting
Tekanan
Pergeseran tulang
Robekan Kulit
Tindakan Operatif (Hacting)
Resiko Tinggi Infeksi
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan luka insisi akibat tindakan Operatif
2. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kelemahan
3. Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik
4. Resiko Tinggi Infeksi berhubungan dengan luka insisi post operatif
Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Nyeri berhubungan dengan luka insisi akibat tindakan Operatif
Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami
Kriteria Hasil :
Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang
Skala nyeri 0-1 ( dari 0 – 10 )
Dapat melakukan
Pertahankan tirah baring.
Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya.
Ajarkan teknik distraksi.
Meminimalkan stimulasi atau meningkatkan relaksasi.
Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance mengatasi nyeri.
Pengurangan persepsi nyeri.
45
tindakan untuk mengurangi nyeri
Kooperatif dengan tindakan yang dilakukan
TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit
Kolaborasi pemberian analgetika.
Kaji intensitas, karakteristik, dan derajat nyeri.
Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan pemberian analgetika oral maupun sistemik dalam spectrum luas/spesifik.
Pengkajian yang spesifik membantu memilih intervensi yang tepat
2. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kelemahan
pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.Kriteria hasil :- penampilan yang seimbang..- melakukan pergerakkan dan perpindahan.- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi
Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu
Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi
mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien
46
3. Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik
setelah dilakukan askep selama 2 x 24 jam diharapkan klien dan keluarga mampu merawat diri sendiri
Ganti pakaian yang kotor dengan yang bersih.
Berikan HE pada klien dan keluarganya tentang pentingnya kebersihan diri.
Berikan pujian pada klien tentang kebersihannya.
Bimbing keluarga klien memandikan / menyeka pasien
Bersihkan dan atur posisi serta tempat tidur klien.
Untuk melindungi klien dari kuman dan meningkatkan rasa nyaman
Agar klien dan keluarga dapat termotivasi untuk menjaga personal hygiene.
Agar klien merasa tersanjung dan lebih kooperatif dalam kebersihan
Agar keterampilan dapat diterapkan
Klien merasa nyaman dengan tenun yang bersih serta mencegah terjadinya infeksi.
4. Resiko Tinggi Infeksi berhubungan dengan luka insisi post operatif
infeksi tidak terjadi
Kriteria Hasil :
Tidak ada tanda-tanda infeksi
Ukur tanda-tanda vital
Observasi tanda-tanda infeksi
Lakukan perawatan luka dengan menggunakan teknik septik dan aseptik
Observasi luka
Untuk mendeteksi secara dini gejala awal terjadinya infeksi
Deteksi dini terhadap infeksi akan mudah
Menurunkan terjadinya resiko infeksi dan penyebaran bakteri.
Memberikan deteksi dini terhadap infeksi dan perkembangan luka.
47
BAB 4
PENUTUP
1.1 Simpulan
iFraktur os.Mandibula adalah Rusaknya kontinuitas tulang mandibular
yang dapat disebabkan oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung.
Fraktur ini disebabkan oleh trauma (benturan pada tulang), ini sering terjadi pada
kasus kecelakaan. Tanda dan gejala fraktur yaitu, Nyeri hebat di tempat fraktur
dan tak mampu menggerakkan dagu bawah. Fraktur os.mandibula menimbulkan
rasa ketidak nyamanan apalagi jika sampai terjadi komplikasi. Fraktur
os.mandibula jga dapat menimbulkan cemas pada penderitanya akibat
ketidaktahuan tentang penyakit dan pengobatannya.
1.2 Saran
Perlu dilakukannya penyuluhan, pembelajaran dan pemberian informasi
kepada masyarakat yang lainnya mengenai Fraktur Mandibula. Agar masyarakat
tahu tentang penyakit Fraktur Mandibula, penyebab, serta pengobatan dan
penatalaksanaanya. Sehingga masyarakat dapat terhindar dari penyakit tersebut
dan terciptanya kebersamaan serta saling melindungi terlebih dalam kesehatan.
48
49