makala h

38
MAKALAH PERENCANAAN TRANSPORTASI DAN LINGKUNGAN Polusi Udara Akibat Transportasi dan Solusi Permasalahannya Oleh : Sudirman Hi Umar ( 145102157 ) MAGISTER TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA 2014/2015

Upload: ag-adiriyadi-guruh

Post on 04-Dec-2015

212 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

makalah pencemaran udara

TRANSCRIPT

MAKALAH

PERENCANAAN TRANSPORTASI DAN LINGKUNGAN

Polusi Udara Akibat Transportasi dan Solusi Permasalahannya

Oleh :

Sudirman Hi Umar ( 145102157 )

MAGISTER TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

2014/2015

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hampir tidak ada kota di dunia ini yang dapat menghindar dari bencana modern

pencemaran udara. Bahkan kota-kota yang dulu terkenal dengan udaranya yang murni,

tak tercemar misalnya Buenos Aires, Denver, dan Madrid sekarang selalu dikepung oleh

udara yang begitu tercemarnya sehingga dapat membunuh dan membuat orang baik

yang sehat maupun sakit masuk rumah sakit. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

memperkirakan bahwa 70 persen penduduk kota di dunia pernah sesekali menghirup

udara yang tidak sehat, sedangkan 10 persen lain menghirup udara yang bersifat

"marjinal". Tetapi bahkan di AS, yang tingkat pencemaran udaranya cenderung jauh

lebih rendah daripada di kota-kota di negara berkembang, studi oleh para peneliti di

Universitas Harvard menunjukkan bahwa kematian akibat pencemaran udara berjumlah

antara 50.000 dan 100.000 per tahun.

Pencemaran lebih mempengaruhi anak-anak daripada orang dewasa, dan anak-

anak miskin yang terpajan pada lebih banyak jenis polutan dan tingkat pencemaran

yang lebih tinggi adalah yang paling terpengaruh. Studi telah membuktikan bahwa anak-

anak yang tinggal di kota dengan tingkat pencemaran udara lebih tinggi mempunyai

paru-paru lebih kecil, lebih sering tidak bersekolah karena sakit, dan lebih sering dirawat

di rumah sakit. Rendahnya berat badan anak-anak dan kecilnya organ-organ

pertumbuhan mereka memberi risiko yang lebih tinggi pula bagi mereka. Demikian pula

kebiasaan mereka; bayi menghisap sembarang benda yang tercemar, anak-anak yang

lebih besar bermain main di jalanan yang dipenuhi asap kendaraan dan buangan hasil

pembakaran bermuatan timah.

Pada 1980, misalnya, kota industri Cubatao, Brasilia, melaporkan bahwa sebagai

akibat pencemaran udara, 40 dari setiap 1000 bayi yang lahir di kota itu meninggal saat

dilahirkan, 40 yang lain kebanyakan cacat, meninggal pada minggu pertama hidupnya.

Pada tahun yang sama, dengan 80.000 penduduk,Cubatao mengalami sekitar 10.000

kasus medis darurat yang meliputi TBC, pneumonia, bronkitis, emphysema, asma, dan

penyakit-penyakit pernapasan lain.

Di kota metropolitan Athena, Yunani, tingkat kematian melonjak 500 persen di

hari-hari yang paling tercemari. Bahkan di daerah-daerah yang jauh dari fasilitas

industri, pencemaran udara juga dapat menyebabkan kerusakan. Di daerah-daerah

hutan tropis di Afrika, misalnya, para ilmuwan melaporkan adanya tingkat hujan asam

dan kabut asap yang sama tingginya dengan di Eropa Tengah, kemungkinan karena

pembakaran rutin padang rumput untuk melapangkan tanah.

Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama

pencemaran udara di daerah perkotaan. Menurut Soedomo,dkk, 1990, transportasi

darat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap setengah dari total emisi SPM10,

untuk sebagian besar timbal, CO, HC, dan NOx di daerah perkotaan, dengan

konsentrasi utama terdapat di daerah lalu lintas yang padat, dimana tingkat pencemaran

udara sudah dan/atau hampir melampaui standar kualitas udara ambient. Sejalan

dengan itu pertumbuhan pada sector transportasi, yang diproyeksikan sekitar 6%

sampai 8% per tahun, pada kenyataannya tahun 1999 pertumbuhan jumlah kendaraan

di kota besar hampir mencapai 15% per tahun. Dengan menggunakan proyeksi 6-8%

maka penggunaan bahan bakar di Indonesia diperkirakan sebesar 2,1 kali konsumsi

tahun 1990 pada tahun 1998, sebesar 4,6 kali pada tahun 2008 dan 9,0 kali pada tahun

2018 (World Bank, 1993 cit KLH, 1997). Pada tahun 2020 setengah dari jumlah

penduduk Indonesia akan menghadapi permasalahan pencemaran udara perkotaan,

yang didominasi oleh emisi dari kendaraan bermotor.

Hasil uji emisi gas buang kendaraan bermotor tahun 2001 yang dilakukan di kota

Bandung oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) dari jumlah

kendaraan sebanyak 1468 buah yang berbahan bakar bensin dan solar, adalah sebagai

berikut :

Yang berbahan bakar bensin sekitar 56% melampaui Baku Mutu yang ditetapkan

Yang berbahan bakar solar sekitar 90% tidak memenuhi Baku Mutu yang ditetapkan

Perkiraan hasil studi Bank Dunia tahun 1994 (Indonesia Environment and

Development) menunjukkan bahwa kendaraan di Jakarta (diperkirakan kondisi yang

sama terjadi pada kota-kota besar lainnya) memberikan kontribusi timbal 100%, SPM10

42%, hidrokarbon 89%, nitrogen oksida 64% dan hampir seluruh karbon monoksida.

Hasil kajian yang dilakukan oleh Bank Dunia tahun 1996, tentang kerugian akibat

pencemaran udara di kota Jakarta, mencapai sekitar $ 200 juta US/tahun untuk seluruh

jumlah penduduk Jakarta, sementara hasil kajian yang dilakukan oleh Puslitbang Jalan

dan Jembatan (Gunawan, dkk 1997), dengan metoda wawancara dilakukan di kota

Bandung dan Surabaya, menyimpulkan bahwa setiap orang mengeluarkan biaya

kesehatan rata-rata Rp. 30.000/orang/tahun akibat pencemaran udara.

1.2. Rumusan Masalah

Dalam penulisan makalah ini masalah yang ditinjau adalah Polusi

Udara Akibat Transportasi dan Solusi Permasalahannya.

BAB II

STUDI PUSTAKA

2.1. Teori Polusi Udara Akibat Transportasi

Perkembangan volume lalu lintas di perkotaan Indonesia mencapai 15% pertahun.

Transportasi di kota-kota besar merupakan sumber pencemaran udara yang terbesar,

dimana 70% pencemaran udara diperkotaan disebabkan oleh aktivitas kendaraan

bermotor. Parameter polusi udara dari kendaraan bermotor seperti karbonmonoksida (CO),

Nitrogen oksida (NOx), Methane (CH4), nonmethane (NonCH4), Sulful dioksida (SOx) dan

Partikel (SPM10) dapat menimbulkan efek terhadap pemanasan global.

Hasil monitoring tingkat pencemaran udara di ruas-ruas jalan kota besar seperti :

Surakarta, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Denpasar (Bali), dan Serang (Banten), serta

kota-kota yang dilalui Jalur Pantura tingkat pencemaran udara sudah dan/atau hampir

melampaui standar kualitas udara ambient khususnya untuk parameter oksida nitrogen

(NOx), partikel (SPM10) dan hidrokarbon (HC). Rentang tingkat pencemaran udara ambient

untuk CH4: 1,0 – 1,97 ppm; NonCH4: 1,5 -3,78 ppm, NOx: 0,06 – 0,490 ppm; Sox: 0,001 –

0,276 ppm; CO: 0,01 -11,53 ppm dan partikel (SPM10): 6,0-260 ug/m3. Bila dilakukan

evaluasi dengan Indek Standar Pencemaran Udara (ISPU) sesuai Kepmen Lingkungan

Hidup No. 45 tahun 1997, kondisinya sudah termasuk kategori ”sedang” dengan penjelasan

bahwa tingkat kualitas udara tersebut tidak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun

hewan tetapi berpengaruh pada tumbuhan sensitif dan nilai estetika. Beberapa strategi

pengelolaan kualitas udara di lingkungan jalan yang mungkin diterapkan dalam upaya-

upaya pengelolaan lingkungan jalan adalah :

Pertimbangan dan penerapan kebijakan serta aturan dibidang lingkungan menjadi

satu hal yang penting untuk dilaksanakan dalam seluruh siklus tahap

pembangunan/peningkatan jalan.

Penyertaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan, baik pemilik kendaraan, dan

pengguna jalan serta masyarakat sekitar lingkungan jalan.

Penggunaan bahan bakar dan kendaraan yang ramah lingkungan.

Penataan dan penerapan teknologi pereduksi polusi udara diantaranya: penataan

land-scape diruas-ruas jalan dengan tanaman pereduksi polusi udara.

Memperhatikan kondisi di atas maka perlu dilakukan program pengelolaan dan

pengendalian pencemaran udara di daerah perkotaan. Sebagai langkah awal dapat

dilakukan kegiatan monitoring untuk mengetahui sejauh mana tingkat pencemaran

udara diperkotaan sehingga dapat menentukan prioritas pengelolaan dan pengendalian

yang harus dilakukan. Oleh karena itu sejak tahun 1997 sampai dengan 2005 Pusat

Litbang Jalan dan Jembatan telah bekerjasama dengan BPLHDKota Bandung dalam

kegiatan monitoring dan pengendalian pencemaran udara di kota-kota besar Indonesia.

Kegiatan ini lebih diutamakan kepada pencemaran udara akibat kendaraan bermotor,

terhadap parameter-parameter : nitrogen oksida (Sox), ozon (O3), partikulat (SPM10)

dengan ukuran 10 mikron, dan total hidrokarbon (HC) serta kondisi lalu lintas.

2.2. Metode Pengukuran Polusi Udara

Dalam pengukuran polusi udara, Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, melakukan

pengukuran langsung dibeberapa ruas jalan kota-kota besar dengan harapan tingkat

polusi udara yang terjadi benar-benar berasal dari kendaraan. Adapun frekuensi

pengamatan adalah sebagai berikut : Pengamatan dilakukan secara kontinyu selama 24

jam, dengan menggunakan mobil unit Laboratorium Polusi Udara dan untuk beberapa

lokasi dilakukan semi kontinyu dengan menggunakan larutan kimia (Absorbant).

Gambar 1: mobil unit laboratorium polusi udara

Metoda pengukuran yang dilakukan diperlihatkan secara jelas pada Tabel 1.

Sebagai berikut :

No Pengukuran Metoda1 SO2 Ultraviolet Fluorescene2 NOx Chemiluminescent3 O3 Ultraviolet absorption4 Dust < 10 μm β-absorption5 CO Non-dispersive infrared6 HC Gas chromatography7 Partikulat HVS

Table 1: Metoda Pengukuran Polusi Udara

Sedangkan untuk standar kualitas udara, mengacu pada peraturan

Pemerintah Republik Indonesia No. 41 tahun 1999 tentang standar kualitas

udara ambient adalah seperti ditunjukkan pada Tabel berikut:

Table 2 : standar baku mutu udara

2.3. Transportasi Dan Lingkungan

Pembangunan berwawasan lingkungan :

Upaya sadar dan berencana menggunakan dan mengelola sumber daya secara

bijaksana dalam pembangunan yang terencana dan berkesinambungan untuk

meningkatkan mutu hidup.

Tujuan Utama pengelolaan lingkungan :

Terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan dan terkendalinya pemanfaatan

sumber daya alam secara bijaksana.

Kebutuhan sarana prasarana untuk mendukung kehidupan manusia tidak hanya

memikirkan kehidupan sesaat dan terbatas tetapi harus ditujukan untuk kehidupan yang

akan datang.

TIGA aspek utama yang menentukan intensitas dampak terhadap lingkungan,

khususnya pencemaran udara, kebisingan dan penggunaan energi, yaitu :

a. Aspek perencanaan transportasi (barang dan manusia)

b. Aspek rekayasa transportasi (pola aliran moda, sarana jalan, sistem lalu lintas dan

lainnya)

c. Aspek teknik mesin dan sumber energi alat transportasi.

Parameter Baku mutu yang diperkenangkan

NOx 0,05 ppm/24 jamCO 20 ppm/8 jamSOx 0,10 ppm/24 jamO3 0,10 ppm/24 jam

SPM10 100 ppm/24 jamHC 0,24 ppm/3 jam

Grafik 1: Konsumsi bahan bakar di sektor industri dan transportasi

Pada dasarnya permasalahan transportasi dibagi menjadi permasalahan inti sebagai

berikut:

1. Peningkatan arus lalu lintas telah mengakibatkan peningkatan pencemaran udara

2. Kebutuhan akan transportasi yang menghasilkan kemacetan, tundaan, kecelakaan dan

masalah lingkungan; Waktu dan jarak tempuh yang lebih panjang akibat kemacetan

menimbulkan kerugian ekonomi sebesar Rp. 2.5 triliun per tahun di wilayah

Jabodetabek, sementara biaya operasional kendaraan dan waktu tempuh akibat

kemacetan Rp. 5.5 triliun per tahun di wilayah Jabodetabek (SITRAMP 2004).

Berdasarkan studi Jabodetabek Pubic Transportation Policy Implimentation

Strategy (JAPTrapis) pada tahun 2011, sebanyak 3,6 juta orang dari Bodetabek

melakukan perjalanan  ke Ibu kota setiap harinya dimana sebanyak 1.158.486 orang

dari Tangerang, 1.330.544 orang dari Bekasi, dan 1.185.403 orang dari Bogor dan

Depok. Dimana jumlah penduduk DKI sekitar 9.607.000 orang sehingga jumlah orang

yang beraktivitas di DKI ketika hari kerja sekitar 13.281.433 orang.

Beberapa unsur yang mempengaruhi tingginya tingkat kemacetan lalu lintas

kendaraan bermotor di jalur jalan-jalan di perkotaan di Indonesia antara lain:

Kondisi jalan dan pedestrian

Sikap dan kebiasaan pengguna jalan dan angkutan umum.

Pergerakan transportasi yang melebihi kapasitas sistem prasarana transportasi

yang ada dan melebihi daya tampung wilayah perkotaan.

Pengemudi angkutan umum

Perilaku pengemudi yang kurang benar dalam mengemudikan kendaraannya

sangat mempengaruhi besarnya pemakaian bahan bakar pada kendaraan bermotor,

antara lain sebagai berikut :

Kebiasaan mengemudi dengan kecepatan melibihi kecepatan optimal;

Penggunaan gigi persneling tidak sesuai dengan kecepatan;

Mengemudikan kendaraan dengan kejutan dan menyentak pedal gas.

Kebiasaan mengisi tangki bahan bakar terlalu penuh dan sampai tumpah.

Perilaku tersebut di atas apabila tidak diikuti dengan perawatan kendaraan

secara baik, akan mengakibatkan kualitas polusi udara akibat emisi gas buang semakin

tinggi.

Infrastruktur perkotaan yang belum optimal dalam pemanfaatan sarana jalan

(Terlalu besarnya kebutuhan akan pergerakan lalu lintas transportasi dibanding

dengan sistem prasarana transportasi yang tersedia) atau pergerakan transportasi

yang melebihi kapasitas sistem prasarana transportasi yang ada.

Penggunaan kenderaan pribadi lebih tinggi dibandingkan penggunaan kendaraan

umum (volume kenderaan pribadi menurunkan efektivitas penggunaan ruang

jalan).

3. Sistem transportasi yang ada belum terintegrasi dalam pengembangan tataruang;

4. Sistem transportasi umum masih belum tertata dengan baik, yaitu dalam hal:

Sistem transportasi berorientasi “jalan”;

Transportasi berbasis rel belum berkembang;

Jaringan transportasi bus belum memiliki interkoneksi yang memadai;

Rute bus yang masih tumpang tindih (dapat mencapai 60%);

Manajemen terminal masih lemah;

Sistem transportasi cepat dan massal belum mencukupi.

Infrastruktur transportasi tidak bermotor belum tersedia;

Pengelolaan kebutuhan transportasi belum efektif; kebutuhan perjalanan dari dan ke sentra bisnis masih tinggi pada jam-jam padat;

5. Sistem pelayanan angkutan umum perkotaan. Belum adanya standar pelayanan

minimal yang harus dipenuhi oleh pengelola angkutan umum, misalnya terkait dengan

aspek keamanan, kenyamanan, menyebabkan lemahnya tingkat pelayanan angkutan

umum, sehingga mengakibatkan keengganan masyarakat untuk beralih menggunakan

angkutan umum. Selain itu lemahnya interkoneksi antar moda menyebabkan efisiensi

waktu yang rendah dan menambah keengganan masyarakat untuk menggunakan

angkutan umum. Kelemahan tingkat pelayanan, dalam hal:

sarana dan prasarana yang kurang memadai

Kapasitas angkut kendaraan umum masih terbatas; pengaturan waktu dan

wilayah layanan bus masih belum memadai;

waktu tempuh yang cukup lama

Pemantauan kualitas layanan bus belum dilaksanakan dengan baik;

jumlah penumpang yang melebihi kapasitas angkut

tingkat kenyamanan yang rendah

Tingkat keamanan yang rendah

Tidak ada perhatian yang memadai bagi orang tua dan penyandang cacat

aksesibilitas yang sulit untuk beberapa daerah tertentu.

6. Emisi kenderaan bermotor

Lebih dari 50% kendaraan yang beroperasi di jalan tidak memenuhi ambang

batas emisi;

Ambang batas emisi gas buang kendaraan yang berlaku saat ini masih longgar;

Tidak ada sistem kontrol emisi terhadap sebagian besar kendaraan yang

beroperasi di jalan;

Sistem Pengujian Kendaraan Bermotor (kelaikan jalan dan persyaratan teknis

kendaraan umum) tidak efektif karena mekanisme pengawasan, pemantauan,

dan evaluasi kinerja PKB belum diterapkan secara konsisten;

Pemeriksaan emisi di jalan sebagai bagian dari penegakan hukum belum

dilaksanakan;

Pengujian kendaraan tipe baru sesuai standar EURO-2 belum dilaksanakan

secara konsisten karena keterbatasan fasilitas;

Perawatan kendaraan untuk mengurangi emisi dan meningkatkan kinerja

kendaraan belum dilaksanakan secara rutin;

Pengembangan dan penggunaan kendaraan dengan teknologi yang dapat

mereduksi emisi dan menghemat bahan bakar masih terhambat;

Belum ada sistem disinsentif untuk membatasi jumlah kendaraan penghasil

polusi tinggi dan sistem insentif untuk kendaraan hemat BBM dan menggunakan

bahan bakar alternatif ramah lingkungan;

Kapasitas institusi pelaksana sistem transportasi dan pengujian kendaraan

bermotor di daerah masih rendah;

Pemantauan dan evaluasi kinerja pengujian kendaraan bermotor belum efektif;

BAB III

SOLUSI PERMASALAHAN POLUSI AKIBAT TRANSPORTASI

3.1. Langkah-Langkah Yang Perlu Dilakukan.

Bagi banyak daerah perkotaan, usaha melengkapi kendaraan, seperti angkutan

kota, skuter, dan mobil dengan perangkat kendali yang canggih, walaupun efektif, tidak

mengurangi pencemaran udara dengan cukup cepat dan menyeluruh. Kota-kota ini telah

menjalankan berbagai program, mulai dari pemberlakuan hari tanpa berkendaraan,

sampai pelarangan parkir di kota, yang kesemuanya dikenal dengan istilah "upaya

mengendalikan transportasi" ("transportation control measures/TCM"). Banyak TCM

dipusatkan pada pengurangan kepadatan lalu lintas, dengan menggunakan sistem yang

berkisar dari metode fisik, seperti lampu lalu lintas yang terkoordinasi, jalan satu arah,

dan bermobil patungan atau jalur bus yang terpisah, sampai metode penggunaan

insentif ekonomi, misalnya "tarif jalur padat" yang mengharuskan pengemudi membayar

jika melalui jalan raya di saat lalu lintas padat.

Langkah kongkrit Negara-negara maju dan berkembang

o Larangan Masuk. Pada tahun 1977 Buenos Aires melarang kendaraan pribadi

memasuki jalan-jalan pusat keramaian kota dari pukul 10 pagi sampai 7 malam pada

hari-hari kerja. Bus dan taksi diperbolehkan hanya pada beberapa jalan tertentu.

Larangan ini mengatasi kepadatan lalu lintas dan pencemaran udara yang

disebabkan oleh satu juta orang yang memadati pusat kota Buenos Aires setiap hari

kerja. Pada awalnya barikade polisi digunakan untuk melaksanakan larangan ini, saat

ini rambu-rambu kecil yang menjelaskan kebijaksanaan ini sudah memadai.

Larangan bagi mobil secara sebagian atau total sudah pula diberlakukan di sebagian

besar kota besar Italia, termasuk Roma, Florensia, Napoli, Bologna, dan Genoa dan

di kota-kota kecil. Dari pukul 7.30 pagi sampai 7.30 malam, hanya bus, taksi,

kendaraan pengirim barang, dan mobil-mobil pemilik rumah di daerah itu yang boleh

memasuki daerah pusat Roma dan Florensia. Larangan serupa juga diberlakukan di

Athena, Amsterdam, Barcelona, Budapest, Kota Mekiko, dan Munich. Dalam waktu

sepuluh tahun mendatang Bordeaux, Prancis, berniat menghapus kendaraan

bermotor dari separo jalan-jalan di kota ini, dan memberikan jalan-jalan itu pada para

pejalan kaki dan pengendara sepeda.

o Larangan Parkir. Larangan parkir membatasi jumlah mobil yang boleh parkir di suatu

daerah, tapi tidak berpengaruh apapun pada jumlah mobil yang boleh lewat. Salah

satu cara untuk mengatasi masalah yang diakibatkan oleh berlimpahnya kendaraan

adalah sama sekali melarang semua kendaraan memasuki pusat-pusat kota. "Zona

bebas mobil", sebagai suatu cara untuk mengurangi pencemaran udara,

menggalakkan pariwisata, dan meningkatkan kualitas kehidupan, akhir-akhir ini

semakin populer di Eropa. Pengalaman yang terjadi di AS lebih terbatas; zona

pembatasan mobil biasanya hanya berlaku pada daerah pariwisata atau pertokoan

kecil, dan hanya berdampak kecil pada pola transportasi kota secara keseluruhan.

o "Sel" Lalu Lintas. Gothenburg, Swedia, membagi pusat kotanya menjadi lima sektor

berbentuk "pastel" pada 1970 sebagai suatu cara untuk membatasi lalu lintas yang

lewat dan menggalakkan transportasi umum. Kendaraan darurat, angkutan lokal

masal, sepeda dan moped dapat melintas dari satu zona ke zona lain, tapi mobil tidak

dapat. Berkurangnya kepadatan di pusat kota Gothenburg telah menimbulkan

layanan transit yang lebih baik dan tingkat kecelakaan yang lebih rendah.

Pendekatan yang disebut "sel lalu lintas" ini, yang berasal dari Bremen, Jerman, juga

digunakan di Groningen, Belanda, dan Besancon, Prancis.

o Hari Tanpa Mengemudi. Pada akhir 1991, Roma, Milano, Napoli, Turino, dan tujuh

kota lain di Italia mencanangkan "perang" terhadap pencemaran dengan cara

membatasi jumlah mobil di jalan. Dalam peraturan ini, mobil berplat nomor ganjil

dilarang berjalan di satu hari, sedang mobil berplat nomor genap dilarang berjalan

hari berikutnya. Banyak pengemudi yang merasa jengkel dengan adanya kekangan

dan larangan atas hak mereka untuk mengemudi, lalu mengabaikan aturan genap-

ganjil ini. Dalam satu hari saja di bulan Desember, para polisi lalu lintas mencatat 12.

983 pelanggaran, menilang para pelanggar aturan yang mengemudi di hari yang

salah, atau yang mengubah plat nomor kendaraan mereka. Namun demikian, dengan

penggalakan peraturan secara keras, menteri lingkungan hidup Italia yakin larangan

mengemudi berseling hari itu dapat mengurangi polusi sebesar 20 sampai 30 persen.

o Bersepeda. Sebagai bentuk transportasi yang paling lazim di dunia, bersepeda kini

mulai "naik daun", sejalan dengan usaha pemerintah beberapa negara untuk

menggalakkan bersepeda melalui program khusus. Jumlah sepeda di planet ini lebih

dari 800 juta, hampir dua kali jumlah kendaraan umum, tetapi untuk lebih

menggalakkan kegiatan bersepeda, negara-negara seperti Belanda, Denmark,

Belgia, dan Jerman mengembangkan jaringan jalan untuk sepeda, masing-masing

dengan hak guna jalan yang terpisah dari jalan mobil. Tempat parkir yang terpisah,

persewaan sepeda dengan uang jaminan yang akan dikembalikan, bahkan garasi

khusus sepeda, semuanya diusahakan untuk lebih menggalakkan kegiatan

bersepeda. Program semacam itu mempunyai dampak amat besar terhadap cara

orang melihat pilihan yang mereka miliki untuk sarana transportasi. Misalnya,

kegiatan bersepeda di Erlangen, Jerman, meningkat dua kali lipat setelah jalan

sepeda sepanjang 160 km selesai dibangun. Banyak kota di Cina memiliki jalan

sepeda selebar lima atau enam jalur. Sesungguhnyalah, sepeda amat penting di

Cina, dan pemantauan lalu lintas di kota Tianjin telah mendata lebih dari 50.000

sepeda melintas di satu persimpangan jalan dalam waktu satu jam.

o Jam Kerja Lentur. Selama Olimpiade Musim Panas tahun 1984, Los Angeles

menggilir jam kerja, dan dengan demikian menurunkan pencemaran udara ke titik

terendah selama beberapa waktu terakhir ini. Sekarang banyak kota mencari jalan

untuk menghambat pencemaran udara dengan cara memulai jam kerja atau sekolah

satu atau dua jam lebih awal, atau dengan mengakhirinya lebih awal, dan dengan

demikian mengurangi kepadatan lalu lintas. Kota-kota lain mengusulkan empat hari

kerja seminggu sebagai cara lain mengurangi kemacetan lalu lintas. Misalnya di

kantor PU Los Angeles para karyawan bekerja 10 jam sehari dari Senin sampai

Kamis. Pada hari Jumat seluruh gedung ditutup, dan hal ini tidak saja mengurangi

asap kabut dan kemacetan, tapi juga menghemat biaya operasi 1,7 juta dollar AS

setahun.

o Kerja Jarak Jauh (Telecommuting). Suatu strategi lain, yaitu cara "kerja jarak jauh",

atau mengizinkan karyawan bekerja di rumah dengan menggunakan telepon dan

komputer, akan mengurangi biaya tambahan kantor dan sekaligus menghemat waktu

dan uang para karyawan. Para pegawai di Los Angeles berharap akan mengurangi 3

juta perjalanan ke tempat kerja dengan adanya program kerja di rumah dan kerja

jarak jauh. Pusat Penelitian Masa Depan meramalkan bahwa lima juta orang Amerika

memiliki pekerjaan yang berhubungan dengan komputer dan dapat dikerjakan di

rumah menjelang tahun 1993. Dan dari suatu studi yang dilakukan oleh Asosiasi

Pemerintahan California Selatan ditemukan bahwa jika satu dari delapan karyawan

memilih untuk bekerja di rumah, atau di stasiun kerja "satelit" yang dihubungkan

secara elektronis dengan kantor pusat, maka kemacetan lalu lintas di jalan-jalan raya

daerah tersebut dapat dikurangi hampir sepertiganya.

o Pemeriksaan dan Pemeliharaan. Program pemeriksaan dan pemeliharaan

kendaraan yang dilaksanakan secara keras untuk memastikan kepatuhan

masyarakat merupakan suatu pelengkap yang penting dalam penetapan standar

emisi. Pengotak-atikan dan pemeliharaan yang buruk dapat dengan cepat membuat

pengendalian emisi menjadi tidak efektif. Usia juga cenderung menurunkan kinerja

perangkat polusi. Karena itu program untuk menghapus kendaraan tua dari jalan

dengan menawarkan suatu imbalan mungkin dapat sangat mengurangi emisi

kendaraan.

3.2. Strategi Pengendalian

Dari hasil evaluasi tingkat pencemaran udara dari kota-kota

besar, selain bahan bakar dan jenis kendaraan dan volume kendaraan

yang mempengaruhi tingkat pencemaran udara, factor lain adalah

keadaan topografi daerah, faktor meteorologi dan reaktifitas kimia

setiap parameter. Sehingga didalam melakukan pengelolaan dan

pengendalian pencemaran udara, faktor tersebut diatas harus

dipertimbangkan.

o Penerapan Kebijakan

Dalam melakukan pengendalian pencemaran udara di kota-kota besar pemerintah

melakukan pengelolaan terhadap dua sumber yaitu sumber tidak bergerak (industri dan

rumah tangga) dan sumber bergerak (kendaraan bermotor). Salah satu strategi yang

diterapkan untuk pengendalian pencemaran udara dari sumber bergerak adalah penetapan

kebijakan dan aturan serta program pengendalian lingkungan yang meliputi :

Standar emisi kendaraan serta persyaratan pemeriksaan dan pemeliharaan

kendaraan

Menghentikan pemakaian atau retrofitting kendaraan yang boros bahan bakar dan

menimbulkan pencemaran tinggi;

Teknologi dan kualitas bahan bakar

Manajemen efisiensi lalu lintas

Investasi transportasi missal yang lebih baik, seperti bus dan kereta api;

Program penghijauan dengan memanfaatkan lahan sekitar lingkungan jalan dan

sekitar lingkungan rumah;

Program pemeriksaan dan perawatan kendaraan bermotor dengan melibatkan peran

serta masyarakat.

o Pengendalian Lingkungan pada Siklus Proyek Jalan (Biaya Lingkungan)

Selain penerapan kebijakan, peraturan dan program pengendalian kualitas udara

yang dilakukan oleh pemerintah, pengalaman dilapangan menunjukkan bahwa kegiatan

pengendalian kualitas udara masih mengalami beberapa kendala diantaranya pada

pendanaan proyek, dimana umumnya proyek tidak menyediakan dana yang memadai

untuk pengendalian kualitas udara tersebut dan juga proses kegiatan pengendalian

kualitas udara pada proyek pembangunan/peningkatan jalan belum terintegrasi dengan

baik. Untuk itu perlu dipertimbangkan adanya strategi manajemen kualitas udara (biaya

lingkungan) pada proyek pembangunan/ peningkatan jalan, yaitu dengan mengintegrasikan

kegiatan pengendalian kualitas udara ini ke dalam siklus proyek jalan pada tahapan-

tahapan sebagai berikut : pra studi kelayakan, studi kelayakan, perencanaan teknis, pra

konstruksi, konstruksi, dan pasca konstruksi yang dalam pelaksanaannya dapat melibatkan

peran masyarakat.

o Penyertaan Masyarakat

Dalam kondisi negara yang masih berkembang maka strategi penyertaan

masyarakat dalam melakukan pengelolaan dan pengendalian kualitas udara merupakan

alternatif yang sangat penting. Bagian yang sangat kritis dalam pengembangan konsep

kota berkelanjutan dan pengelolaan lingkungan adalah mengubah atau mempengaruhi

kebiasaan pola konsumsi atau pola pikir masyarakat. Untuk itu perlu dikembangkan

program atau strategi penyuluhan dan pendidikan yang melibatkan peran serta

masyarakat, melakukan kampanye melalui mass-media mengenai keuntungan-

keuntungan dalam penerapan program pengelolaan lingkungan berkelanjutan di masa

yang akan datang. Beberapa kegiatan yang dapat melibatkan peran serta masyarakat

dalam pengelolaan dan pengendalian kualitas udara diantaranya adalah :

Penghijauan sekitar lingkungan tempat tinggal dan jalan

Pemeliharaan dan pengujian emisi kendaraan secara teratur

Penggunaan dan cara mengendarai kendaraan yang efektif dan efisien

Pemeliharaan lingkungan sekitar jalan dengan menjaga kebersihan

Kesadaran masyarakat pengguna jalan untuk menjaga kelancaran lalu lintas dan

kebersihan lingkungan.

o Aplikasi Teknologi Pereduksi Pencemaran Udara

Dampak-dampak pencemaran udara kendaraan bermotor dapat dicegah dengan

cara pemilihan rute lalu lintas yang cukup jauh dari areal berpenduduk dan mengurangi

kemacetan lalu lintas, misalnya pembuatan jalan bypass tidak memasuki areal

permukiman, mempertahankan integritas komersial dan sosial jalan, tapi masih

membolehkan akses ke jalan raya. Selain itu dapat dilakukan mitigasi perbaikan desain

untuk meminimalkan pencemaran udara akibat kendaraan bermotor meliputi:

pemilihan alinyemen jalan tidak melalui daerah dekat permukiman, sekolah dan

perkantoran;

menyediakan kapasitas jalan yang memadai untuk menghindari kemacetan lalu

lintas, dengan proyeksi peningkatan arus lalu lintas di masa yang akan datang;

menghindari penempatan perpotongan jalan yang sibuk;

memperhitungkan pengaruh arah angin dalam penentuan lokasi jalan dan bangunan

pelengkapnya, seperti pompa bensin di dekat permukiman;

sedapat mungkin menghindari lereng curam dan belokan tajam yang akan

mendorong penurunan atau peningkatan kecepatan serta shifting;

Laburi jalan-jalan yang berdebu, terutama di daerahdaerah padat penduduk

penanaman vegetasi yang tinggi, berdaun lebat dan rapat diantara jalan dan

pemukiman untuk menyaring pencemaran. Hasil studi dari Puslitbang Jalan dan

Jembatan (Nanny K, dkk, 1998),pengendalian polusi udara untuk polutan NOx dan

SO2 dengan pemanfaatan tanaman jenis pohon dapat mereduksi 16,70 – 67,39%,

jenis perdu 6,56 – 80,0% dan jenis semak 18,13 – 67,33%. Besarnya reduksi

tersebut, antara lain tergantung dari : macam tanaman, kerapatan daun, konsentrasi

polutan eksisting pada lokasi yang bersangkutan.

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Dua puluh lima tahun yang lalu orang akan tertawa jika mendengar usulan

untuk mengurangi pencemaran udara dengan cara mengatur mesin cuci atau bola

lampu. Tetapi ledakan pertumbuhan penduduk dan pencemaran tidak memberikan

banyak pilihan pada pemerintah, terutama pemerintah kota. Akibat yang terjadi

adalah ledakan teknologi baru: mobil, pabrik pembangkit tenaga, cat dengan

pencemaran udara nol atau hampir nol, dan bola lampu, mesin cuci, serta alat

pemotong rumput yang juga hampir tidak menimbulkan pencemaran udara.

Sejumlah teknologi lingkungan mutakhir kini menjadi semakin lazim sehingga kita

hampir tidak menganggapnya sebagai teknologi baru lagi. Kapan semua itu akan

berakhir tidak dapat diramalkan. Sesungguhnyalah, revolusi industri baru ini

mungkin, seperti pencemaran udara dan hal-hal yang menimbulkannya, akan

berhenti hanya bila industri itu sendiri berhenti. Dan itu mungkin tidak akan pernah

terjadi.

Berdasarkan tulisan yang saya susun diatas, maka empat pendekatan

strategi yang mungkin diterapkan dalam upaya-upaya pengendalian pencemaran

udara akibat transportasi di adalah:

a. Penurunan laju emisi pencemaran udara dari setiap kendaraan untuk kilometer

jalan yang ditempuh, diantaranya : penerapan baku mutu emisi kendaraan

bermotor, dan pemeliharaan, konversi bahan bakar gas, perbaikan aliran arus

lalu lintas, jalan searah dan waktu kerja.

b. Penurunan jumlah dan kerapatan total kendaraan di dalam suatu daerah

tertentu, diantaranya : pembatasan dan pengaturan lalu lintas, pengaturan

parkir dengan tariff tinggi dan perbaikan angkutan umum.

c. Penyertaan Mayarakat dalam program-program pengelolaan lingkungan jalan

d. Penataan dan penerapan teknologi pereduksi polusi udara diantaranya :

penataan land-scape diruas-ruas jalan dengan tanaman pereduksi polusi udara.

4.2. Saran

a. Tugas-tugas yang berkaitan penyusunan makalah dan artikel-artikel ilmiah

lainnya harap lebih intens diberikan sehingga menjadi bahan latihan bagi

mahasiswa dalam pengembangan metode penulisan ilmiah kedepan.

b. Dalam penyusunan makalah ini penyusun menyadari masih banyak terdapat

kekurangan-kekurangan untuk itu saran dan masukan kearah perbaikan dari

semua pihak sangatlah diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Makalah hijau, Mutu Udara Kota oleh Curtis Moore

Jurnal ilmiah, POLUSI UDARA AKIBAT AKTIVITAS KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN PERKOTAAN PULAU JAWA DAN BALI, oleh Nanny Kusminingrum dan G. Gunawan, Pusat Litbang Jalan dan Jembatan

Bahan ajar, Perencanaan Transportasi dan Lingkungan, Imam Basuki

FOTO-FOTO PENCEMARAN UDARA DARI TRANSPORTASI

AKAN LEBIH BAIK JIKA TRANSPORTASI KITA SEPERTI INI

ENRIQUE PANALOSA

AFTERBEFORE

Kota yang sehat adalah kota dimana warganya dapat berjalan dan bermain di luar, bukan didalam mobil dan mall..