makala h

26
EXIT STRATEGI DAN KEMANDIRIAN FIEKAL DI INDONESIA Tugas paper ini dibuat untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Kebijakan Finansial dan Fiskal Disusun Oleh : M. Nasir Tongkonoo 115030101111064 Rahmawan S.N. 115010300111050 Lutfian Bangkit K. 115030101111059 Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Administrasi

Upload: rio-nugroho

Post on 20-Oct-2015

25 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

keb finansial fiskal

TRANSCRIPT

EXIT STRATEGI DAN KEMANDIRIAN FIEKAL DI INDONESIATugas paper ini dibuat untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Kebijakan Finansial dan Fiskal

Disusun Oleh :M. Nasir Tongkonoo115030101111064Rahmawan S.N. 115010300111050Lutfian Bangkit K.115030101111059

Ilmu Administrasi PublikFakultas Ilmu AdministrasiUniversitas BrawijayaFebruari2014BAB IPENDAHULUANA. LATAR BELAKANGReformasi yang digulirkan di negeri ini memberikan arah perubahan yang cukup besar terhadap tatanan pemerintahan di Indonesia. Salah satu perubahan tersebut adalah lahirnya kebijakan otonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan tersebut memberikan angin segar terhadap kejumudan sistem sentralistik yang dinilai tidak adil dalam pelaksanaan pembangunan. Otonomi daerah memberikan pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur urusan pelayanan dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Kebijakan ini memberikan ruang bagi pemerintah daerah dalam membangun dan mengembangkan daerahnya secara mandiri.Lahirnya Undang- undang Nomor 22 Tahun 1999 dan kemudian diganti dengan Undang- undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan kebijakan yang mengatur tentang otonomi daerah. Otonomi daerah merupakan salah satu instrumen yang dinilai efektif dalam pelaksanaan pemerataan pembangunan di tiap daerah, yang harapanya terjadi efisiensi dan keefektifan dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah serta mampu menjadi solusi atas ketimpangan antar daerah yang dianggap sebagai dampak dari sistem sentralistik yang kurang adil. Kebijakan tersebut memberikan kesempatan kepada daerah dalam menjalankan fungsi pelayanan dan pelaksanaan pembangunan dalam mengejar ketertinggalannya dari daerah lain sesuai dengan kewenangan yang diaturnya. Implikasinya terhadap daerah adalalah menjadikan daerah memiliki peran yang penting dalam mengatasi masalah pemerataan pembangunan dan pengelolaan kepemerintahan secara mandiri. Sebagai pelaksana utama pembangunan didaerahnya daerah memiliki kewajiban dalam melaksanakan program- program pembangunan yang memiliki dampak terhadap kesejahteraan masyarakatnya. Hal ini sesuai dengan amanat dalam Undang- undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang mengamanatkan bahwa Daerah memiliki kewenangan dalam mengelola daerahnya sendiri secara mandiri dan bertanggung jawab terhadap kepentingan masyarakatnya. Daerah diberikan kewenangan dalam mengelola daerahnya sendiri secara mandiri dan mampu memenuhi kepentingan masyarakat setempat sesuai peraturan perundangan. Pada prinsipnya kebijakan otonomi daerah ini adalah untuk mendukung pembangunan nasional di negeri ini demi tercapainya pemerataan kapasitas daerah dari berbagai aspek. Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya dalam menjalankan otonomi seluas- luasnya berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Hubungan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten kota saling terkait, tergantung dan sinergis sebagai suatu sistem pemerintahan.Salah satu wujud pelaksanaan otonomi daerah ini adalah dengan adanya otonomi dalam aspek pengelolaan keuangan daerah yang disebut otonomi fiskal atau desentralisasi fiskal. Pemerintah daerah diberikan sumber- sumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah. Desentralisasi fiskal memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola keuangan daerahnya. Daerah diberikan kewenangan dalam menggali sumber- sumber penerimaan sesuai dengan potensi yang dimiliki. Undang- undang Nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yang kemudian diganti dengan UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah mengatur hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dari desentralisasi fiskal tersebut adalah money folow functions, dimana pemerintah daerah mendapat kewenangan dalam melaksanakan fungsi pelayanan dan pembangunan di daerahnya. Pemerintah pusat memberikan dukungan dengan menyerahkan sumber- sumber penerimaan kepada daerah untuk dikelola secara optimal agar mampu membiayai daerahnya dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Disamping pemerintah pusat juga memberikan dana transfer yang dapat dikelola daerah dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Tujuannya adalah untuk mengatasi ketimpangan fiskal dengan pemerintah pusat dan antar pemerintah daerah lainnya. Untuk meminimilaisir ketergantungan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat melalui dana transfer tersebut, daerah dituntut dapat mengoptimalkan kemampuannya dalam menggali potensi pendapatannya. Sumber- sumber pendapatan asli daerah tersebut berupa: pajak daerah, retribusi daerah, laba usaha milik daerah dan pendapatan lain yang sah. Undang- undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dengan Daerah mengamanatkan bahwa daerah boleh meningkatkan pendapatan asli daerahnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Kemudian dengan ditetapkannya Undang- undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah menyempurnakan pelaksanaan desentralisasi fiskal dengan adanya tambahan terhadap sumber- sumber penerimaan daerah dalam bentuk pajak dan retribusi daerah. Kebijakan tersebut pada dasarnya semakin memperluas daerah untuk menggali sumber- sumber pendapat asli daerahnya dari komponen- komponen pajak dan retribusi daerah.Pada prinsipnya kebijakan desentralisasi fiskal mengharapkan ketergantungan daerah terhadap pusat berkurang, sehingga mampu mencapai kemandirian daerah sebagaimana tercapainya tujuan otonomi itu sendiri. Menurut Halim (2007), ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Sejalan dengan Waluyo, (2007) yang mengatakan bahwa idealnya semua pengeluaran daerah dapat dipenuhi dengan menggunakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga daerah dapat benar- benar otonom, tidak lagi tergantung ke pemerintah pusat.Dengan demikian Pendapatan Asli Daerah (PAD) memiliki peran yang sangat sentral dalam membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah. Dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat Daerah disebutkan bahwa PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi.Santosa dan Rahayu (2005) menyebutkan bahwa PAD sebagai salah satu peneriamaan daerah mencerminkan tingkat kemandirian daerah. Semakin besar PAD maka menunjukan bahwa daerah mampu melaksanakan desentralisasi fiskal dan ketergantungan terhadap Pemerintah Pusat berkurang. Namun demikian kebijakan- kebijakan desentralisasi fiskal yang ada tidak sertamerta dapat membangun kemandirian daerah dengan cepat. Landiyanto (2005) dalam penelitiannya tentang Kinerja Keuangan Dan Strategi Pembangunan Kota Di Era Otonomi Daerah Di Kota Surabaya menemukan bahwa ketergantungan daerah terhadap pusat masih tinggi karena belum optimalnya penerimaan dari PAD dan belum optimalnya pendapatan/laba BUMD. Sampai saat ini potensi pendapatan asli daerah masih menitik beratkan pada perolehan pajak dan retibusi daerah. Butuh waktu yang lama untuk membangun kemandirian daerah dalam membiayai anggaran pengeluaran belanja daerah minimal belanja pegawainya. Sampai saat ini ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat melalui dana perimbangan masih cukup besar. Kawung (2008) meneliti kemampuan keuangan Daerah Provinsi Sulawesi Utara masih rendah yakni sebesar 30,66% terhadap penerimaan daerah, yang artinya peranan PAD masih kurang dan perlu ditingkatkan. Dari uraian diatas menunjukan bahwa kemampuan keuangan daerah yang direpresentasikan dari pendapatan asli daerah (PAD) masih menitik beratkan pada komponen pajak dan retribusi. Kemampuan PAD dalam mengurangi ketergantungan masih perlu di teliti dalam perannya mengakomodasi pembiayaan belanja daerah minimal belanja rutinnya. Kapasitas PAD sebagai salah satu indikator pembentuk kemandirian sebuah daerah perlu di teliti dan dievaluasi selama perjalanan desentralisasi fiskal di negeri ini

BAB IIKAJIAN PUSTAKAA. TEORI EXIT STRATEGIDalam setiap perjalanannya, tidak ada usaha yang pasti berjalan dengan lancar Sesuai dengan rencana awal. Untuk situasi terburuk, dimana sebuah perusahaan harus menarik diri dari usaha yang dijalankannya, exit strategy menjadi suatu konsep yang mau tidak mau harus direncanakan sejak awal. Ada beberapa hal yang menjadi alasan sebuah perusahaan untuk keluar dari sebuah negara tempat mereka melebarkan sayapnya seperti:Sustained LossesKondisi dimana sebuah perusahaan tidak balik modal dalam kurun waktu yang lama atau investasi yang dilakukan dianggap tidak realistis.VolatilityPerubahan yang cepat dan tidak menentu pada kondisi politik dan perekonomian sebuah negara terkadang menjadi penentu apakah sebuah perusahaan mampu bertahan atau tidak dinegara yang didatanginya.Premature EntryTerburu-buru memasuki pasar tanpa perencanaan yang tepat terkadang menjadi suatu permasalahan sendiri. Infrastruktur pemasaran yang lemah, tingkat dan kekuatan beli masyrakat, dan tidak adanya partner yang mampu mendukung menjadi alasan kenapa sebuah perusahaan gagal di pasar yang jauh dari home base mereka.Ethical ReasonsPerbedaan antar satu negara dengan negara lain terkadang juga membawa perbedaan pada hal yang etis dan tidak etis dilakukan. Tanpa penelitian dan informasi yang jelas tentang masalah tersebut, kesalahan yang dilakukan pada cara promosiakan menimbulkan kesan jelek pada suatu perusahaan dan produk-produknya.Intense CompetitionPersaingan yang ketat dari pemain lama dan market leader juga menjadi sebuah alasan utama untuk menjalankan exit strategyResource ReallocationAlokasi sumberdaya merupakan salah satu faktor terpenting dalam strategi pemasaran. Namun sering kali usaha untuk memperbaiki image di pasar asing dengan melakukan alokasi sumberdaya menjadi senjata makan tuan. Keluar dari sebuah pasar yang berada jauh dari kampong halaman adalah sebuah langkah yang berat. Belum lagi jika meninjau dari resiko-resiko yang siap menghadang seperti :Fixed Cost of ExitMeninggalkan pasar luar negri berarti harus memberhentikan karyawan dan pekerja yang berasal dari negara tersebut. Di beberapa negara dimana upah minimum regional menjadi sebuah kewajiban untuk dibayarkan, sebuah perusahaan harus memiliki dana cadangan untuk membayar gaji dan pesaongon pada karyawan dan pekerjanya.Disposition of AssetsAsset perusahaan di negara lain terkadang menjadi bantuan ketika sebuah perusahaan hendak pergi dari pasar asing. Walaupun harga aset yang dimiliki akan berkurang jauh,namun aset tersebut dapat dijual untuk sedikit menutupi kerugian.Signal to Other MarketsSalah satu ketakutan bagi perusahaan multinasional yang memiliki cabang diberbagai negara ialah apabila salah satu cabangnya gagal, maka akan memberikan image yang jelek tentang kondisi mereka menghadapi pasar internasional.Long-Term OpportunitiesWalaupun pergi dari pasar luar negri terkadang menjadi satu-satunya pilihan, namun perlu diperhatikan bahwa hal tersebut dapat juga menjadi strategi untuk jangka waktu yang pendek. Bagi beberapa pasar tertentu yang tidak memiliki kestabilan ekonomi dan politik, terkadang menjadi sebuah nilai tambah bagi perusahaan untuk memilih pasar tersebut atau menjauhinya. Terkadang perusahaan harus dapat melihat kesempatan pada pasar dengan situasi seperti itu untuk jangkawaktu yang lama, lebih baik rugi sementara untuk mendapatkan keuntungan di masa mendatang. Tetapi hal tersebut juga harus dibarengi dengan perencanaan yang matang, karena salah perhitungan dapat berakibat pada kerugian dan kebangkrutan.

BAB IIIPEMBAHASANA. Exit Strategi dan pokok-pokok kebijakan FiskalFiskal "sustainable"Di samping ketersediaan cadangan devisa yang memadai, ketahanan fiskal merupakan kunci dalam program exit strategy pemerintah. Pada dasarnya, kebijakan fiskal mempunyai keterkaitan yang erat dengan sektor moneter, neraca pembayaran, dan sektor riil.Dalam kaitannya dengan sektor moneter, anggaran negara merupakan salah satu komponen dari uang primer yang perubahannya akan berdampak pada jumlah uang beredar.Keterkaitannya dengan neraca pembayaran antara lain tercermin dari sebagian komponen penerimaan negara yang berasal dari penerimaan ekspor migas, defisit domestik APBN, dan transaksi berjalan, ditutup oleh utang luar negeri (pinjaman program dan proyek).Sebagai konsekuensi utang luar negeri tersebut, sebagian komponen pengeluaran dan pembiayaan APBN mencakup pembayaran kembali utang (cicilan) dan bunga utangnya yang juga tercermin dalam neraca pembayaran.Sementara itu, dalam kaitannya dengan sektor riil, belanja rutin, dan pembangunan, pemerintah merefleksikan fungsi alokasi yang mempengaruhi langsung pertumbuhan ekonomi, baik dari sisi permintaan maupun penawaran agregat. Kebijakan perpajakan dan Bea-Cukai, baik dari sisi tarif, cakupan, jenis, maupun administrasi berkaitan langsung dengan daya saing dunia usaha.Dalam kasus Indonesia, kebijakan fiskal mempunyai limitasi (constraint), yang terutama berasal dari terdapatnya stok utang yang sangat besar. Kebijakan fiskal yang terlalu ekspansif (dengan memperbesar defisit anggaran) perlu dihindarkan karena akan meningkatkan beban pembayaran bunga dan pokok utang di masa mendatang.

Kebijakan fiskal yang terlalu ekspansif dikhawatirkan akan menyebabkan crowding-out effect sehingga mempersempit perkembangan sektor swasta.Sehubungan dengan itu, kebijakan fiskal yang tercermin dalam perlu disehatkan dengan mengurangi defisit anggaran melalui peningkatan disiplin anggaran, pengurangan subsidi dan pinjaman luar negeri secara bertahap, peningkatan penerimaan pajak, serta penghematan pengeluaran.Pada tahun 2004 yang akan datang, pemerintah menargetkan defisit anggaran sekitar 1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) serta rasio utang terhadap PDB kurang lebih 60 persen. Angka tersebut merupakan bagian dari konsolidasi fiskal jangka menengah yang mengupayakan anggaran berimbang pada tahun 2005.Strategi penurunan defisit anggaran ditempuh melalui dua langkah pokok, yaitu: (a) peningkatan penerimaan negara, terutama penerimaan pajak dan (b) pengendalian dan penajaman prioritas alokasi belanja negara.Sementara itu, penurunan rasio utang publik terhadap PDB akan dilakukan dengan cara optimalisasi pengelolaan utang dan pemilihan pembiayaan alternatif yang tepat. Dengan pertumbuhan PDB nominal antara 12-13 persen per tahun dan stok utang pemerintah yang relatif tidak bertambah, maka rasio antara utang dengan PDB akan menurun.Selama ini, dengan langkah-langkah peningkatan pendapatan negara dan pengendalian pengeluaran negara, defisit anggaran berhasil diturunkan secara berarti dalam beberapa tahun terakhir. Dalam tahun 2000 yang semula diperkirakan sekitar 4,8 persen dari PDB, dalam realisasinya hanya mencapai 1,6 persen dari PDB.Dalam tahun-tahun berikutnya, rasio defisit anggaran terhadap PDB dimaksud dapat ditekan menjadi 2,8 persen pada tahun 2001, dan bahkan dapat diturunkan lagi hingga sekitar 1,7 persen dari PDB dalam tahun 2002. Dalam tahun 2003, defisit anggaran ditargetkan sekitar 1,8 persen dari PDB.Berdasarkan arah perkembangan tersebut, ke depan, khususnya memasuki 2004, tantangan yang dihadapi diperkirakan akan bertambah dari pengendalian defisit anggaran dan penentuan strategi pembiayaan yang tepat.Oleh karena itu, dalam tahun anggaran 2004, permasalahan dalam bidang fiskal tidak hanya mencakup kompleksitas dalam memformulasikan besaran penerimaan dan mengatur kombinasi alokasi pengeluaran negara yang optimal.Akan tetapi, akan lebih menonjol ke arah bagaimana menutup kekurangan pembiayaan (financing gap) berkaitan dengan membengkaknya jumlah pinjaman yang jatuh tempo, baik utang dalam negeri yang diperkirakan akan mencapai sekitar 1,2 persen dari PDB maupun utang luar negeri yang diperkirakan sekitar 2,2 persen dari PDB.

Reformasi perpajakanKunci dari pencapaian target defisit 1 persen tahun 2004 adalah reformasi perpajakan dan kepabeanan. Dengan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi, mobilisasi penerimaan negara, khususnya di sektor perpajakan perlu diupayakan secara maksimal.Untuk itu, kebijakan perpajakan tahun anggaran 2004 akan difokuskan pada pembaruan administrasi perpajakan (tax administration reform) yang sudah dimulai sejak 2003. Tujuannya untuk meningkatkan efektivitas pemungutan pajak serta memperluas basis pajak tanpa harus menunggu perubahan undang-undang perpajakan yang ada.Tahun depan pemerintah juga memiliki komitmen agar kebijakan perpajakan dan Bea-Cukai dilakukan dengan tidak memberikan beban tambahan kepada pelaku ekonomi. Intinya, pemerintah akan terus menjaring wajib pajak yang belum melakukan kewajiban perpajakan dan menggiring mereka menjadi wajib pajak patuh.Untuk itu dilakukan upaya-upaya, antara lain:(i) menyempurnakan peraturan perpajakan untuk mengakomodasikan perkembangan dunia usaha dan menciptakan iklim yang kondusif bagi masuknya investasi dan perdagangan;(ii) melanjutkan program ekstensifikasi wajib pajak (WP) orang pribadi atau badan yang telah memenuhi syarat dan ekstensifikasi yang sempat tertunda pada tahun 2003.(iii) Meningkatkan law enforcement dan intensifikasi WP;(iv) meningkatkan pelayanan terhadap WP antara lain dengan memperluas penerapan sistem e-filing dan e-payment, serta(v) menegakkan kode etik di jajaran Ditjen Pajak.Hal serupa juga dilakukan di bidang kepabeanan, yakni melanjutkan reformasi kepabeanan yang antara lain meliputi:(i) pengembangan sistem informasi kepabeanan;(ii) pemberantasan penyelundupan dan under valuation melalui peningkatan kualitas penerapan manajemen risiko dan pengembangan program penagihan tunggakan bea masuk dan berbagai pungutan lainnya dalam rangka impor.(iii) Peningkatan integritas pegawai melalui evaluasi atas pelaksanaan pengawasan Komite Kode Etik (KKE), Unit Investigasi Khusus (UIK), dan saluran pengaduan dan kerja sama dengan Komite Ombudsman Nasional;(iv) peningkatan sistem pengawasan dalam rangka penegakan hukum kepabeanan dan cukai; serta(v) peningkatan efektivitas verifikasi dan audit melalui penetapan kriteria dokumen ekspor impor antarinstansi terkait.Hasil dari berbagai kebijakan tersebut tampak dari penerimaan APBN dari sektor perpajakan yang meningkat dari waktu ke waktu. Dalam waktu tiga tahun saja (2001-2003), total penerimaan negara lebih besar dari 10 tahun periode 1990-2000.Sejak itu pula rasio perpajakan melonjak dari 10 persen ke 13 persen pada tahun 2003. Ditambah dengan penerimaan pajak daerah, sebetulnya rasio perpajakan Indonesia sudah setara dengan pencapaian negara-negara tetangga.Efisiensi belanja negaraAspek yang tak kalah penting dalam kebijakan fiskal adalah efisiensi belanja. Dalam tahun 2004 kebijakan di bidang anggaran belanja negara akan difokuskan pada:(a) peningkatan efisiensi dan efektivitas pengelolaan belanja negara,(b) alokasi belanja pembangunan yang cukup untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional, serta(c) konsolidasi pelaksanaan desentralisasi fiskal.Anggaran belanja rutin akan lebih ditujukan antara lain untuk(i) menjaga kelancaran penyelenggaraan pemerintahan negara dan meningkatkan kualitas pelayanan publik;(ii) memenuhi kewajiban pembayaran bunga utang;(iii) melaksanakan program subsidi dalam rangka mengurangi beban masyarakat miskin, membantu usaha kelompok kecil dan menengah; serta (iv) mendukung kelancaran pelaksanaan Pemilu 2004.Prioritas alokasi pengeluaran rutin akan lebih diarahkan terutama untuk(i) pembelian kembali (buy back) obligasi negara yang belum jatuh tempo guna mengurangi stok utang,(ii) pengembangan pasar sekunder obligasi yang likuid dan efisien.(iii) Mengalihkan subsidi dari subsidi harga ke subsidi langsung kepada masyarakat yang betul-betul membutuhkan; serta(iv) menyediakan dana cadangan umum (kontijensi) untuk mengantisipasi tidak tercapainya sasaran ekonomi makro dalam tahun 2004 serta untuk menghadapi berbagai keadaan darurat, seperti bencana alam dan lain-lain.Anggaran belanja pembangunan akan diarahkan untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi dan mendukung kegiatan-kegiatan pembangunan yang tidak sepenuhnya dapat dilakukan oleh sektor swasta.Karena itu, prioritas alokasi pengeluaran pembangunan akan dipertajam dengan mengarahkannya kepada:(i) kegiatan-kegiatan yang penting dan bersifat mendesak untuk segera dilaksanakan;(ii) proyek-proyek yang cepat berfungsi dan menghasilkan manfaat bagi masyarakat;(iii) proyek-proyek yang sedang berjalan;(iv) penyediaan biaya operasional dan pemeliharaan bagi prasarana dan sarana umum.Sementara itu, dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal, kebijakan pengalokasian anggaran belanja bagi daerah, baik dalam bentuk dana perimbangan maupun dana otonomi khusus dan penyeimbang diupayakan tetap konsisten dengan kebijakan fiskal nasional.Kebijakan dimaksud akan lebih diarahkan untuk memperkecil ketimpangan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah (ketimpangan vertikal) dengan tetap menjaga netralitas fiskal, memperkecil ketimpangan keuangan antardaerah (ketimpangan horizontal), serta meningkatkan akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas kinerja pemerintah daerah.Di samping itu, pemerintah akan memberikan perhatian tinggi terhadap upaya-upaya untuk mengurangi biaya tinggi di daerah serta memberantas pungutan-pungutan yang mengganggu dunia usaha.Pengelolaan utangKrisis ekonomi telah menjadikan pemerintah mempunyai utang yang sangat besar. Setelah menyelesaikan program rekapitalisasi perbankan, utang pemerintah meningkat pesat menjadi sekitar 97 persen terhadap PDB dalam tahun 2000, dari hanya 24 persen terhadap PDB sebelum krisis ekonomi.Sehingga Indonesia saat itu merupakan salah satu negara yang mempunyai utang pemerintah terbesar di dunia. Tingkat utang yang tinggi tersebut akan menurunkan peringkat penilaian risiko Indonesia di mata dunia internasional dan dalam persepsi investor.Utang yang tinggi juga menyulitkan upaya konsolidasi fiskal. Sekalipun demikian, melalui kebijakan konsolidasi fiskal yang disiplin, utang pemerintah telah dapat diturunkan menjadi sekitar 74 persen terhadap PDB dalam tahun 2002.Dalam pengelolaan utang luar negeri, pemerintah menempuh restrukturisasi utang luar negeri melalui penjadwalan kembali pokok utang terhadap negara-negara kreditor untuk membiayai keperluan pembiayaan anggaran. Penjadwalan kembali utang luar negeri lebih diprioritaskan dibandingkan menambah pinjaman komersial yang mahal.Sampai saat ini, Indonesia telah memanfaatkan fasilitas penjadwalan kembali utang luar negeri melalui Paris Club dan London Club. Selain itu, hal lain yang dilakukan adalah memanfaatkan kemungkinan fasilitas Debt Swaps (Debt for Nature, Debt for Poverty, Debt for Trade, Debt for Investment).Sementara itu, dalam kaitan dengan pengelolaan utang dalam negeri, pemerintah telah melakukan reprofiling utang dalam negeri. Reprofiling adalah suatu program penawaran pertukaran (exchange offer) antara obligasi yang jatuh tempo 2004-2009 dengan obligasi seri baru yang jatuh temponya lebih panjang (2010-2020).Reprofiling antara lain dimaksudkan untuk mengurangi jumlah pokok obligasi yang jatuh tempo dalam periode 2004-2009; dengan kata lain mengurangi risiko tidak mampu bayar pokok utang (refinancing risk). Saat ini pemerintah telah melakukan reprofiling obligasi pemerintah di empat bank BUMN.Gambaran obligasi yang di- reprofiling dapat dilihat dalam grafik. Di samping reprofiling, pemerintah juga berupaya menukar obligasi dengan aset BPPN (Asset-Bond Swap), membeli kembali obligasi dari hasil penjualan aset BPPN dan privatisasi BUMN, memperkecil kewajiban kontijensi, merestruktur utang kepada Bank Indonesia (BI), dan meningkatkan kapasitas pengelolaan utang (debt management).

Pembiayaan defisitDengan adanya berbagai tantangan tersebut, langkah-langkah untuk mengendalikan defisit di masa datang perlu dilakukan secara komprehensif, dalam arti pengendalian defisit tidak hanya dilakukan dalam aspek penerimaan dan pengeluaran anggaran saja, namun juga melalui aspek pembiayaan anggaran, bahkan melalui manajemen makroekonomi secara keseluruhan.Dari sisi pembenahan fiskal, khususnya dalam jangka pendek adalah memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN yang cukup besar karena dua hal. Pertama, pembiayaan dari penjualan aset dan privatisasi BUMN tidak diharapkan terlalu besar. Kedua, pembayaran pokok utang dalam negeri dan luar negeri yang jatuh tempo pada 2004 mencapai lebih dari 65 triliun rupiah (atau sekitar 3,4 persen dari PDB).Upaya pembiayaan defisit dan menutup kesenjangan pembiayaan yang cukup besar dalam tahun 2004 akan dilakukan dengan upaya maksimal untuk memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia di dalam negeri dan di luar negeri, antara lain dengan:(i) menggunakan sebagian dana dari rekening pemerintah yang ada di BI;(ii) menargetkan penerimaan dari privatisasi dan penjualan aset yang masih ada secara optimal.(iii) Menerbitkan surat utang negara di dalam negeri, menjajaki kemungkinan penerbitan obligasi negara di luar negeri, dan mengelola utang dalam negeri melalui buy back obligasi negara dengan dana yang tersedia, serta melakukan debt switching, yaitu menerbitkan obligasi negara jangka panjang untuk membeli obligasi negara yang akan jatuh waktu dalam tahun 2004.Selanjutnya,(iv) mengusahakan secara maksimal pinjaman program yang lunak dari Consultative Group on Indonesia (CGI) dan melakukan debt swaps utang luar negeri.

Pembenahan fiskal 2004Bagi pemerintah, persoalan program exit strategy terkait dengan kebijakan fiskal adalah melanjutkan program konsolidasi fiskal untuk mendukung pemulihan ekonomi yang terbukti telah memberikan hasil selama ini.Program pemulihan ekonomi tahun 2004 yang sedang disusun pemerintah dalam Repeta 2004 mempunyai sasaran dan target-target yang terukur dan rasional dengan jadwal pelaksanaan jelas. Yang terpenting, program tersebut benar-benar dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan tepat waktu.Ini semua menuntut koordinasi antarunit pemerintahan yang mantap, koordinasi antara pemerintah dengan DPR yang lebih erat, dan sosialisasi kebijakan yang lebih baik kepada para pelaku ekonomi dan masyarakat umumnya.Adanya program yang rasional dan kredibel dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh serta mendapat dukungan dari semua pihak akan dapat membawa ekonomi kita melewati masa transisi tahun 2004 nanti dengan selamat.

BAB IIIPENUTUPA. KESIMPULANAda beberapa yang dilakukan dalam melakukan exit strategi kebijakan fiskal oleh pemerintah yaitu:Fiskal "sustainable", Reformasi perpajakan, Efisiensi belanja negara, Pengelolaan utang, Pembiayaan defisit, Pembenahan fiskal.