majalah care juni 2010

11
8/9/2019 Majalah Care JUNI 2010 http://slidepdf.com/reader/full/majalah-care-juni-2010 1/11 Komplek Masjid Agung Al Azhar Jl. Sisingamangaraja, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Telp. 021 7221504, Fax. 021 7265241 Edisi 09/IV RAJAB 1 4 3 0 H / Juni-Juli 200 9

Upload: al-azhar-peduli-ummat

Post on 30-May-2018

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Majalah Care JUNI 2010

8/9/2019 Majalah Care JUNI 2010

http://slidepdf.com/reader/full/majalah-care-juni-2010 1/11

Komplek Masjid Agung Al Azhar Jl. Sisingamangaraja, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan

Telp. 021 7221504, Fax. 021 7265241E d i s i 09/IVRAJAB 1 4 3 0 H / Juni-Juli 200 9

Page 2: Majalah Care JUNI 2010

8/9/2019 Majalah Care JUNI 2010

http://slidepdf.com/reader/full/majalah-care-juni-2010 2/11

Page 3: Majalah Care JUNI 2010

8/9/2019 Majalah Care JUNI 2010

http://slidepdf.com/reader/full/majalah-care-juni-2010 3/11

M. Anwar Sani

Joko WindoroMuhammad Taufik

Pane FahriMustolih

Penanggungjawab/Pemimpin RedaksiRedaktur PelaksanaRedaksiKontributor Kontributor

Komplek Masjid Agung Al Azhar Jl. Sisingamangaraja

Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Telp. 021 7221504, 021 7204733

Fax. 021 7265241Iklan: Sudayat Kosasih (0812 9083219)

Warsito (0818 708587)

Dewan Pertimbangan Syariah: H. Ir. Adiwarman A Karim, SE,AK, MAEP; DR. H. Shobahussurur, MA; Drs. H. Amliwazir Saidi;Drs. H. Sobirin Komisi Pengawas: H. Syamsir Kamaluddin;Drs. H. Tulus Badan Pelaksana: M. Anwar Sani (Direktur);Abdul Rahman Gayo (Wakil Direktur) General Affair:Suryaningsih (GM); Saripudin; Subakti Marketing & PublicRelations: Dwi Kartikaningsih, SEI (GM); Siti Syarifah; Harvina

A.; Tia Indrawan; M Taufik Program/Pendayagunaan: AgusBudiono (GM); Agus Nafi’; Iwan Rachmat; Nurli Keuangan: M.Farid (GM); UciMedia Assistance: Az Zahra Desain GraphicsPercetakan: Az-Zahra (Isi di luar tanggungjawab percetakan)

Edisi Ra jab 1430H free magazine

f o t o : I s t . G r a f i s : d e n

b e i

Jejaring Al Azhar Peduli Ummat:

C A

RE C A

RE

M . A N W A R S A N I

Sayangnya, pening-katan pesat pemasukanpajak itu tidak berbanding lurus dengan peningkatanpenerimaan zakat. Salahsatu faktornya, reward zakatmenurut UU No 38/1999tentang PengelolaanZakat, masih kurang “seksi’’ bagi wajib pajak untuk berzakat. Zakathanya berfungsi sebagaipengurang penghasilankena pajak, yang nilainyatidak signifikan bagi wajibpajak.

Karenaitu bahkan bisa

jadi, pajak menjadikendala bagiorang untuk menunaikanzakat. Sebab,reward mem-bayar pajak jauhlebih menarik ketimbang membayarzakat.

Bisa sajapara praktisizakat“menggem-bosi’’ pajak

dengan menggunakandalih yang dikemukakanMilton Friedman. Suhu kaum neo-liberal inimengatakan, pajak jikamungkin sebaiknyadihindari. Ia bilang,keruntuhan industri Baratdan inflasi tinggi lebihdisebabkan oleh buruknya

sistem perpajakan.Instrumen pajak,

menurut Friedman,terbukti tak cukup efektif mengatasi ketidakadilan.

Kenyataan membuktikan,pajak selalu menguntung-kan pengusaha dan parapenjabat pajak bersama

kelompoknya (Friedman:Capitalisme and Freedom ,

The University of ChicagoPress, 1962).

Namun, bukanjalan itu yang kita tempuh.Bagaimanapun, pajak mutlak diperlukan untuk membangun negara,meskipun masih banyak kelemahan dalampraktiknya.

Kita memilihmendukung amandemenUU No 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat yang menjadikan zakat sebagaicompulsary system . Adasanksi buat pengingkarzakat, tapi juga ada reward buat pembayar zakatberupa tax deductable .

Nah, salah satu PR buat FOZ (Forum Zakat)adalah merumuskan reward apalagi buat pembayarzakat selain pemotonganpajak. Mungkin bisaberupa anugerah Tokoh

Taat Zakat, diskon belanjadi merchandise LAZ, dansebagainya. [C]

JJJJJ ANGANANGANANGANANGANANGAN KKKKK ALAHALAHALAHALAHALAH SSSSS AMAAMAAMAAMAAMA PPPPP AJAKAJAKAJAKAJAKAJAK

tokoh “Pribadi Produktif 2008’’ versi Harian Republika adalah Dirjen Pajak DarminNasution. Alasannya, hanya ada dua jabatan dirjenyang ditunjuk langsung Presiden SBY, salah satunyaadalah dirjen pajak. Ini menunjukkan betapa vital pospajak. Dan, Darmin Nasution membuktikan bahwapenunjukan atas dirinya tidak salah. Buktinya, iapernah mendapat penghargaan sebagai pelopor inovasipelayanan prima yang dikeluarkan Kantor MenteriNegara Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) tahun2007. Penyerahan penghargaan disampaikan Meneg PAN Taufik Effendi di hadapan Presiden SBY.

Hingga 31 Desember 2008, realisasi penerimaanpajak plus PPh Migas mencapai Rp 566,2 triliun.Melebihi target penerimaan pajak berdasarkan APBNPerubahan 2008 yang dipatok 534,5 T.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 16 Agustus

2008 menyampaikan NotaKeuangan 2009 di Sidang Paripurna DPR. Jumlah belanjanegara tahun 2009 direncanakanRp 1.203,3 triliun. Sebanyak Rp748,9 triliun (67%) darinyaberasal dari pemasukan pajak.

Darmin pun on fire . Iamenerapkan sunset policy .Menurut kebijakan ini, pribadiyang sukarela mendaftarkan diriuntuk mendapatkan NPWPselambatnya 31 Desember 2008,mendapat fasilitas penghapusansanksi administrasi dan tidak akan dilakukan pemeriksaan.Demikian juga buat yang menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2007dan tahun-tahun sebelumnya sebelum 1 April 2009.

Lalu, Wajib Pajak pribadi atau badan yang membetulkan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2006dan tahun-tahun sebelumnya, mendapat penghapus-an sanksi administrasi. Syaratnya, pembetulandilakukan paling telat akhir Desember 2008.

Insentif pajak pun mulai diberlakukan tahun2009. Calon penumpang pesawat ke luar negeri yang sudah memiliki NPWP, bebas biaya fiskal. Sebaliknya,

yang belum punya NPWP, membayar fiskal sekitar Rp2,5 juta dari sebelumnya hanya satu jutaan.

Bahkan untuk “ngejar setoran’’, kini pajak diburu secara door to door . Pelayanan jemput bola,istilahnya.

S ALAH SATU

JJJJJ ANGANANGANANGANANGANANGAN KKKKK ALAHALAHALAHALAHALAH SSSSS AMAAMAAMAAMAAMA PPPPP AJAKAJAKAJAKAJAKAJAK

T ERAS

Page 4: Majalah Care JUNI 2010

8/9/2019 Majalah Care JUNI 2010

http://slidepdf.com/reader/full/majalah-care-juni-2010 4/11

INSIDEN pembagian zakat KeluargaHaji Syaikhon yang menewaskan 21

warga di Pasuruan, Jatim, medioSeptember 2008, memantapkanDepag untuk melakukan sentralisasipengelolaan zakat. Hal ini dike-mukakan Menteri Agama MaftuhBasyuni dalam rapat Panitia Ad HocDewan Perwakilan Daerah diSenayan, Jakarta, 24 Pebruari 2009lalu.

Sentralisasi zakat dimulaidengan upaya mengamandemenUU No 38/1999 tentang Pengelo-laan Zakat. Dalam sosialisasinyasejak dua tahun lalu, Depag mengemukakan bahwa UU hasilamandemen ini akan menjadikanzakat sebagai compulsary system . Adasanksi buat pengingkar zakat, tapijuga adareward buat pembayar zakat

berupa tax deductable .“Kedua poin ini sangatselaras dengan agenda yang selamaini diusung masyarakat zakat,”tandas Ahmad Juwaini, DirekturEksekutif Dompet Dhuafa yang baru-baru ini terpilih sebagai Ketua

Menimbang Sentralisasi LAZ 4

Umum Forum Organisasi Zakat(FOZ). Ia menegaskan, dua hal itutentu harus di-support penuh untuk segera diwujudkan.

Tapi ternyata, bukan dukun-gan LAZ yang diperlukan Depag untuk mengamarkan dua ketentuantersebut. Melainkan kekuasaanpenuh dan tunggal lembagapemerintah untuk mengelola zakat.

Dalam seminar Mungkinkah Hanya Ada Satu Lembaga Zakat ? yang digelar Baznas-Dompet Dhuafapada 2007, Iskandar Zulkarnain,anggota Dewan Pengawas Baznas,menyatakan bahwa kemungkinanitu bahkan suatu keharusan.Dasarnya, Surah At-Taubah ayat 103.Ini pula yang menjadi landasanpengelolaan zakat oleh pemerintahMalaysia, Brunei, Singapura, Kuwait,

Mesir, Sudan, Saudi, dan Jordania,yang telah dikunjungi LAZ (Lemba-ga Amil Zakat) dan BAZ (Badan

Amil Zakat) Nasional.Iskandar menuturkan, dengan

dikelola negara, zakat menjadikewajiban yang mengandung sanksi

Lembaga Amil Zakatakan diubah menjadi

UPZ yang wajibmenyetor dana zakat

ke satu lembaga zakatPemerintah.

Bagaimana LAZmenyikapinya?

Seruan SentralisasiLapangan Bantengdari

F OKUS

Page 5: Majalah Care JUNI 2010

8/9/2019 Majalah Care JUNI 2010

http://slidepdf.com/reader/full/majalah-care-juni-2010 5/11

bagi pelanggarnya. Sebaliknya, kalausekarang zakat baru berupa ‘’pen-gurang penghasilan kena pajak’’,maka dengan amandemen UUZakat bisa ditingkatkan menjadi‘’pengurang pajak’’ atautax deductable sebagaimana di Malaysia.

‘’Selain memaksimalkanmobilisasinya, pengelolaan zakatoleh negara juga akan lebih efektif dan menasional, melalui fasilitas,sarana, prasarana, dan sumber dayayang menjangkau seluruh negeri dari

Sabang sampai Merauke,’’ paparnya.Komisaris Bank Muamalat ini

menambahkan, agar Baitul Maalprofesional dan kredibel, mutlak dikelola oleh SDM profesional,termasuk dari LAZ-LAZ Nasionalyang sudah berpengalaman.

Terus, bagaimana nasib LAZNasional sendiri?Itu dia yang bikin gonjang-

ganjing. Menurut Depag, LAZternyata dianggap sebagai ‘’lembagaharam’’ sehingga harus dikonversi

menjadi sekadar unit plat merah agar‘’halal’’.

Prof. Dr. Nasrun Haroen MA,Direktur Pemberdayaan ZakatDepag RI, mengungkapkan, ratusanLembaga Amil Zakat (LAZ) yang banyak bermunculan di berbagai

tempat, selama ini tidak memilikikesadaran untuk melapor kepadaDepartemen Agama sesuai UU No38 Tahun 1999 Tentang PengelolaanZakat.

‘’Depag sebagai pembina

ANTRIAN: Kaum papa Ibukota yang senantiasa berduyunmendatangi Masjid Agung Al Azhar di jelang pembagianZakat Fitrah. Jika penyaluran ZIS dikonsentrasikan per wilayah kerja LAZ saja, maka betapa merananya kaumdhuafa di daerah. Sebab potensi ZIS terbesar masih ter-kumpul di Jakarta dan kota-kota besar saja.

5Menimbang Sentralisasi LAZ

F OKUS

Page 6: Majalah Care JUNI 2010

8/9/2019 Majalah Care JUNI 2010

http://slidepdf.com/reader/full/majalah-care-juni-2010 6/11

LAZ selama ini mencoba kooperatif,tapi tiap kali mereka dimintailaporan tak satupun LAZ memberi-kan sinyal kerjasama,’’ sesal Haroen.

Apalagi, ia menambahkan,LAZ yang ada tenyata tidak sesuaidengan Keputusan Menteri Agama(KMA) No 581 Tahun 1999 danKMA 373, serta SK Dirjen No D291. Haroen mengingatkan, LAZyang dibolehkan dalam UU No 38

Tahun 1999 adalah yang didirikanoleh ormas Islam yang bergerak dibidang pendidikan, dakwah, sosialdan kemaslahatan ummat. Jadi,

“LAZ yang tidak memiliki basistersebut (UU No 38 Th. 1999),semestinya ijin operasi mereka bisadicabut,’’ tandas Haroen.

Ia juga mengkritik, sekarang ini LAZ mengumpulkan zakat di

Jakarta tapi penyalurannya kepelosok daerah. ‘’Padahal di Jakartatak semua dhu’afa seratus persensudah terjangkau,’’ katanya. Sebagairujukan, dulu para sahabat Nabimengumpulkan zakat di Yaman

lantas hendak disalurkan keMadinah, namun Rasulullahmelarangnya dan tetap menyalurkan

ke Yaman.Draft Rancangan Perubahan

UU No. 38/1999 versi Depag punsudah memvonis: ‘’Organisasipengelolaan zakat sebagaimanadiatur dengan UU No. 38/1999tidak sesuai dengan ketentuanagama’’. Seharusnya, pengelolaan

zakat di Indonesia hanya wewenang BAZ di semua tingkatan (dari pusatsampai kelurahan/desa) yang dibentuk oleh pemerintah (Pasal 6).

Tentu saja, klausul itumenimbulkan “gempa’’. Terutamabagi para praktisi LAZ Nasional.“Lho, 18 LAZ Nasional yang adasekarang inikan dikukuhkan denganSK Depag sendiri. Kalau dianggapkeliru, kenapa bisa 18 kali terulang,’’gugat Ahmad Juwaini.

Menurut draft tadi, LAZnantinya harus diubah menjadi UPZ(Unit Pengumpul Zakat) atau

diintegrasikan ke BAZ (Pasal 7 ayat 2& 3).

Transformasi itu mesti ditaatiselambatnya 2 bulan setelahdiundangkannya RUU ZakatPerubahan (Pasal 24 ayat 2). Bilakemudian ada yang ’’bandel’’, bisadijerat penjara 3 tahun dan atau

denda maksimal Rp 500 juta (Pasal22 ayat 3).

Muncul lah gelombang penentangan. Rapat Luar Biasa FOZpada 18 April 2008 di Jakartamenerbitkan 5 rekomendasi yang intinya mendesak pemerintah agarjangan sak udele dhewe di duniazakat nasional. Desakan disepakati54 peserta rapat yang mewakili 28LAZ dan juga Dewan Pleno FOZ.

Berikutnya, melalui Seminar

Nasional Zakat bertajuk Menim-bang Sentralisasi Pengelolaan Zakatoleh Negara pada Era Partisipasi

Menimbang Sentralisasi LAZ 6

N ASRUN H AROEN: “LAZ yang tidak memiliki basis tersebut (UU No 38 Th.1999), semestinya ijin operasi mereka bisa dicabut.’’

MADANI: Sebuah pondok pesantren di Kab. Agam, Sumatera Barat yang berhasil dimandirikan dengan program Pemberdayaan Pesantren.Program pemberdayaan masyarakat seperti ini bisa berhasil karena tidak harus melalui barikade birokrasi. Faktor terpenting adalahkedekatan antara lembaga pendamping dengan masyarakat sasaran program, mungkin karena relasi antarmasyarakat lebih mesradaripada relasi masyarakat - Pemerintah. Mimpi tentang Masyarakat Madani bisa diwujudkan mulai dari sini.

Page 7: Majalah Care JUNI 2010

8/9/2019 Majalah Care JUNI 2010

http://slidepdf.com/reader/full/majalah-care-juni-2010 7/11

Prof. Dr. Uswatun HasanahProf. Dr. Uswatun HasanahProf. Dr. Uswatun HasanahProf. Dr. Uswatun HasanahProf. Dr. Uswatun HasanahGuru Besar Hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Pemerintah Jangan

Memaksakan DiriAMIL SEBAGAI PENGHIMPUN , pengelola, dan penyalur dana zakat, bukanmonopoli Pemerintah. Hal itu bisa dilacak di zaman khalifah Utsmanbin Affan. Jadi, monopoli Negara dalam pengelolaan zakat, bukanpemahaman tunggal dalam ajaran Islam. Malah jika menggunakanperspektif fikih, banyak alternatif kaidah-kaidah fikih yang bisa diterapkan.Walaupun memang, pengelolaan zakat idealnya diserahkan kepadaNegara, karena lebih tahu dan memiliki akses terhadap datakemiskinan. Apalagi kewajiban memerangi kemiskinan melekat padaNegara.

Dalam konteks Indonesia yang bukan berasaskan Islam dan

melihat semangat tinggi yang kini tengah dimiliki LAZ, mestinyaPemerintah tidak memaksakan diri untuk membentuk lembaga tunggalpengelola zakat. Ini bisa mengakibatkan iklim yang kontra-produktif.

Jika pun lembaga tersebut (BAZ –red) akan tetap dibentuk,harus ada tahapan-tahapan, sosialisasi, dan pra-kondisi dalam waktutertentu sehingga suasana di tengah masyarakat tetap kondusif. Selainitu prasyarat yang tak bisa ditawar adalah: lembaga pemerintah sudah‘bersih’ dan memahami seluk beluk zakat. [MUST ]

Masyarakat yang diprakarsai Circleof Information and Develop-ment (CID) pada 27 Agustus2008 di FH UI, Depok.

Dalam seminar itu,Direktur CID Nana Mintarti,mengatakan, eksistensi LAZswasta sudah menyejarah jauhsebelum UU Zakat lahir. Kalaupemerintah ingin menyatukanpengelolaan zakat, berartimengabaikan peran dan prestasiLAZ.

Ketua Umum FOZ waktuitu, Hamy Wahjunianto, dalamdiskusi yang sama mengatakan,meningkatkan kepercayaan publik terhadap LAZ jauh lebih kuatdibandingkan kepada lembaga

zakat plat merah atau BAZ. Inibisa dilihat dari jumlah penghim-punannya.

Karenanya, lanjut Hamy,ada agenda yang lebih strategisdibandingkan nafsu meng-gabungkan LAZ ke BAZ. Yaknimendorong terbentuknyalembaga regulator dan pengawas.Kemudian membuat standarisasimutu lembaga zakat. Lalumembuat standarisasi keuanganzakat.

Menurut Rohani Budi,legal drafter Komisi VIII DPR-RI, ada tiga problem jika zakat di-take over negara. Pertama,problem ketatanegaraan. Kedua,problem keuangan negara.‘’Dalam UU No.12/2003disebutkan bahwa tidak ada non-bujeter. Sistem keuanganIndonesia, bersifat global. Semuadana yang masuk APBNdidistribusikan tanpa memilahperuntukannya. Apa kita setuju,uang zakat dipakai membayarutang ke IMF misalnya,’’ ujarBudi.

Ketiga, problem kelem-bagaan, yakni lembaga mana yang tepat untuk mengelola perzakatansecara nasional.

Menurut UswatunHasanah, Direktur LembagaKajian Islam dan Hukum IslamFakultas Hukum UI, revisi UU

38/99 hendaknya membiarkaneksistensi LAZ. Selain itu perludibentuk BAZ Nasional inde-penden yang berwenang dalam

7Menimbang Sentralisasi LAZ

F OKUS

foto: istimewa

Page 8: Majalah Care JUNI 2010

8/9/2019 Majalah Care JUNI 2010

http://slidepdf.com/reader/full/majalah-care-juni-2010 8/11

But the show must go on . Dalamrapat Panitia Ad Hoc DewanPerwakilan Daerah di Senayan,

Jakarta, 24 Pebruari 2009 lalu,Menteri Agama Maftuh Basyunibersikukuh bahwa BAZ harusmenjadi satu-satunya lembagapengelola zakat di Indonesia dari

ibukota Jakarta sampai pelosok Desa Jeketro.

Secara normatif, alasan Depag benar. Dalil-dalil Qur‘an danSunnah menunjukkan, pengelolazakat adalah pemerintah, yakniseorang Khalifah atau yang

mewakilinya (Zallum, 1983:148; Jalaluddin, 1991:73; Suharto,2004:197; Azmi, 2002: 68). Misaln-ya: QS At-Taubah 103: “ Ambillah zakat dari sebagian harta, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka…”

Menafsirkan ayat ini, Imam Al Kasani dalam Bada‘iush Shana‘i’ II/883 menyatakan bahwa seorang Khalifah berhak menuntut danmemungut zakat.

Imam Al Jashash dalam kitab

tafsirnya Ahkamul Qur‘an III/155menegaskan, pewajib zakat(muzakki) dilarang membagizakatnya sendiri.

Dalil-dalil tadi diperkuathadits Nabi, antara lain wasiat RasulSAW kepada Muaz bin Jabal ra (HR Bukhari dalam Nailul Authar :792).

Namun, menurut KetuaUmum BAZNAS KH Prof DidinHafidudin, kondisi ideal penerapansyariat zakat itu harus ditempuhsecara bertahap ( tajarrud ), agar kelak tak menyisakan persoalan yang lebihserius. “Dalam melakukan social engineering tidak bisa tergesa-gesa.Harus bertahap,” tandas UstadzDidin.

Ahmad Juwaini men-gungkapkan, dalam blue print zakatyang disusun FOZ, integrasipengelolaan zakat memang menjadisuatu keniscayaan. Masalahnyatinggal soal waktu dan kondisi yang available .

“Sekarang ini hingga tahun2015, barulah periode penyiapankerangka landasan menuju integrasizakat nasional,’’ ujar Ahmad.

pengaturan, pengawasan danperizinan.“Mestinya pemerintah tidak

memaksakan diri untuk memben-tuk lembaga tunggal pengelolazakat. Ini bisa mengakibatkan iklimyang kontra-produktif,’’ ia meng-ingatkan.

Jika pun lembaga tersebut(BAZ –red) akan tetap dibentuk,imbuh Hasanah, harus ada tahapan-tahapan, sosialisasi, dan pra-kondisidalam waktu tertentu sehinggasuasana di tengah masyarakat tetapkondusif.

H AMY W AHJUNIANTO: “Meningkatkan kepercayaan publik terhadap LAZ jauh

lebih kuat dibandingkan kepada lembaga zakat “platmerah”.”

Menimbang Sentralisasi LAZ 8

F OKUS

AMANAH: Amil melayani donatur (muzakki)menunaikan kewajiban membayar zakat.Ribut-ribut soal legalitas hanya menyen-tuh permukaan, sebab yang lebih pentingditegakkan adalah azas alias ideologi LAZyang tunggal: AMANAH.

P ENYEDERHANAAN : Amil LAZ mengirimsembako dari dana fidyah untuk masakinyang tinggal di Pulau Tunda, Serang,Banten. Melokalisir persoalan pada le-galitas dan manajemen LAZ saja terasamenyederhanakan persoalan. Sejarahpanjang yang dilalui LAZ sehingga ber-hasil membangun trust masyarakat baikmuzakki maupun mustahik tidak akangampang begitu saja diakuisisi.

Page 9: Majalah Care JUNI 2010

8/9/2019 Majalah Care JUNI 2010

http://slidepdf.com/reader/full/majalah-care-juni-2010 9/11

Ia memaparkan, persoalanperzakatan di Indonesia yang aktualpada periode ini bukanlah integrasikelembagaan, melainkan: penge-tahuan dan kesadaran muzakki,serta kepercayaan muzakki padaorganisasi pengelola zakat. Juga soal

regulasi teknis pengelolaan zakat.Ujung-ujungnya, zakat belumsignifikan dalam membantumasyarakat miskin, sehinggamemberi dampak dalam pengen-tasan kemiskinan.

Betul, seperti dikemukakan Yusuf Qaradhawi dalam bukunyaKiat Islam Mengentaskan Kemiskinan ,zakat merupakan salah satu kiatmenghapus kemiskinan. Asalkan,pengelolaan zakat menjadi bagiandari penerapan ajaran Islam secarakafah di segenap aspek kehidupan.

Zakat, tegas Al Qaradhawi,“hanya mungkin berhasil jikadipraktikkan dalam masyarakatIslam yang berpegang teguh padasistem Islam, baik dalam kehidupanekonomi, sosial, maupun politik.”

Dalam bahasa UswatunHasanah, prasyarat yang tak bisaditawar untuk menjadi pengeloalzakat adalah: lembaga pemerintahsudah “bersih’’ dan memahamiseluk beluk zakat.

Menurut Kepala BadanKebijakan Fiskal Depkeu, Anggito

Abimanyu, untuk mengentaskankemiskinan tahun 2008, perlu dana3600 Trilyun. Sedang tahun 2008yang dianggarkan pemerintah lewatberbagai program pengentasankemiskinan dan bantuan pangan,“hanya’’ Rp 100 Trilyun ( Kompas ,21/7/2008).

Sementara, menurut hasil

survei paling optimis yang disajikanUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, potensi zakatIndonesia ‘’hanya’’ Rp 19,3 trilyunper tahun. Masih terlalu jauh untuk menambal kebutuhan pengentasankemiskinan.

Karenanya, ada 2 pekerjaanbesar yang mesti dilakukan untuk menuju pengelolaan zakat yang ideal. Pertama, memenuhi kualifika-si pemerintah yang layak mengelola

zakat seperti dikemukakan Yusuf Qaradhawi. Dengan demikian, zakattidak dipaksa untuk menanggulangikemiskinan struktural akibat policy

Ahmad Juwaini, Ketua Umum Forum Zakat (FOZ)

LAZ Harus DorongG o o d G o v e r n e n c e

9Menimbang Sentralisasi LAZ

F OKUS

TAK BISA dielakkan lagi, LAZ secara kolektif harus kembali merevitali-sasi mewujudkan visi mengawal penataan zakat. Blue print penataanzakat harus disusun bukan sebatas lima atau sepuluh tahun, melain-kan bisa menjangkau 25 tahun kedepan .

Blue print mesti mengedepankan platform yang jelas yang disu-sun oleh semua stakeholders tentang arah zakat di Indonesia. Sebab

jika semua LAZ dibiarkan menyusun blue print sendiri-sendiri, akansaling bertabrakan. Pasalnya, masing-masing akan memiliki cara pan-dang yang berbeda karena berangkat dari landasan yang tidak sama.Sebagai ilustrasi, potensi dana zakat yang besar belum diposisikandengan cara pandang yang sama; Apakah dianggap sebagai salah satudana untuk menjalankan agenda-agenda pembangunan, atau hanyadianggap dana biasa saja seperti pada umumnya.

Dalam upaya penataan zakat secara makro, LAZ secara kolektif semestinya mampu mendorong model good governance sehingga adapembagian kewenangan antara lembaga yang berfungsi sebagai regu-lator, pengawas, dan operator. Masing-masing memiliki garis tugas yangsaling melengkapi.

Sekarang ini misalnya, BAZNAS masih menjalankan fungsi yangsama dengan LAZ sebagai amil. Kalau BAZNAS akan mengatur LAZ,rancu jadinya. Jika terjadi conflict of interest, lantas siapa yang akanmenjadi wasit (mediator).

Kekhawatiran semacam ini memang belum pernah terjadi, tapipatut diantisipasi. Dalam konteks seperti ini sepatutnya pemerintahmemposisikan diri sebagai regulator yang berwenang membuat kebijakan-kebijakan yang bersifat umum. Sedang hal-hal yang sifatnya teknis di-serahkan kepada lembaga seperti BAZ atau LAZ.

Terkait dengan poin bahwa LAZ akan diubah menjadi UPZ, itu

yang jadi persoalan. Sebab yang paling mendasar dari hal ini bukansoal konten perubahan, tapi pemerintah sebagai pengusung gagasansentralisasi zakat tidak bisa menjelaskan secara tuntas apa itu UPZ.

Dengan kata lain selama ini tidak ada penolakan secara mutlakterhadap usulan pemerintah, tapi wujud kritisisme dari konsep yangmasih kurang optimal. [must]

foto: istimewa

Page 10: Majalah Care JUNI 2010

8/9/2019 Majalah Care JUNI 2010

http://slidepdf.com/reader/full/majalah-care-juni-2010 10/11

F OKUS

pemerintah yang tidak tepat.Kemampuan zakat lebih padamengatasi kemiskinan kultural dannatural, yang jumlahnya jauh lebihsedikit.

Kedua, menanggulangiproblem zakat aktual sebagaimanadikemukakan Ahmad Juwaini tadi.

Monopoli pemerintah ataspengelolaan zakat, ternyata tak berlaku untuk semua jenis objek zakat. Menurut para fuqaha, hartazakat yang wajib dikelola pemerintahadalah yang nampak ( al-amwal azh- zhahirah ). Yakni zakat binatang ternak ( zakat al-mawasyi ) danpertanian serta buah-buahan ( zakat

al-zuru’ wa ats-tsimar ).Sedangkan harta zakat maal

dan fitrah berupa uang ( al-nuquud )boleh didistribusikan sendiri oleh

S UDAH beberapa tahun belakang-an ini, Lembaga Amil Zakat (LAZ)banyak bermunculan di berbagaitempat. Jumlahnya mencapai ra-tusan. Tapi, mereka tidak memili-ki kesadaran untuk melapor kepa-da Departemen Agama sesuai UUNo 38 Tahun 1999 Tentang Pe-ngelolaan Zakat. Depag sebagaipembina LAZ selama ini menco-ba kooperatif, tapi tiap kali mere-ka dimintai laporan tak satupunLAZ memberikan sinyal kerjasama.

Apalagi LAZ yang ada, sete-lah dikaji, tenyata tidak sesuaidengan Keputusan Menteri Agama(KMA) No 581 Tahun 1999 danKMA 373, SK Dirjen No D 291. LAZyang dibolehkan dalam UU No 38Tahun 1999 adalah yang didirikanoleh ormas Islam yang bergerakdi bidang pendidikan, dakwah,sosial dan kemaslahatan ummat.Jadi, LAZ yang tidak memiliki ba-sis tersebut, semestinya ijin ope-rasi mereka bisa dicabut.

Sekarang ini LAZ mengum-pulkan zakat di Jakarta tapi pe-nyalurannya ke pelosok daerah.Padahal di Jakarta tak semua

dhu’afa seratus persen sudah ter- jangkau. Dulu para sahabat Nabimengumpulkan zakat di Yamanlantas hendak disalurkan ke Ma-dinah, namun Rasulullahmelarangnya dantetap menyalurkanke Yaman.

Maka dari itu-lah, Pemerintahberinisiatif meng-ajukan perubahanUU tersebut. Salah

satu item penting-nya adalah pe-ngelolaan zakat di-lakukan oleh satubadan sehinggacontrolling mudahdilakukan. ApalagiQur’an sendiridalam Surat al-Tubah 103 danbeberapa hadis sangat tegasamanat zakat diemban negara.

Meski demikian, nantinyaBadan Amil Zakat (BAZ) sebagaipengelola zakat tidak semuapersonelnya dari pemerintah. Na-mun juga melibatkan unsur masyarakat.

Patut dicatat bahwa sela-ma ini Depag tidak pernah melaku-kan pungutan zakat. Yang berjalansekarang zakat dikumpulkan dandisalurkan melalui BAZ yang ber-

ada dari tingkat pu-sat hingga kecamat-an. Selama ini Dep-ag hanya bermain diwilayah regulasi.Terkait dengan auditLAZ dilakukan diin-ternal lembaga me-

reka dengan pe-rangkat bernamadewan pengawas.

Ke depan, LAZstatusnya akan di-ubah menjadi UnitPengumpul Zakat(UPZ). Semua dana

yang dikumpulkan lalu diserahkanke BAZ. Demikian pula dalam pe-nyaluran dan seluruh programpemberdayaan mustahik, operator utamanya adalah BAZ. Hal ini agar dana zakat yang diperoleh darisuatu kawasan tertentu penyalur-annya lebih diprioritaskan padatempat tersebut. [MUST ]

Banyak yang Tak Sesuai Aturan

Prof. Dr. Nasrun Haroen, MADirektur Pemberdayaan Zakat Departemen Agama

F OKUS

muzakki. Ini merujuk pada Kaysanyang menghadap Khalifah Umar binKhaththab ra bermaksud menyerah-kan zakat sebanyak 200 dirham.Kata Kaysan, “Wahai AmirulMukminin, ini zakat hartaku…”

Jawab Umar, “Bawalah olehmuuang itu dan bagikanlah sendiri”(Zallum, 1983:188).

Zakat, disebutkan DR Yusuf Qaradhawi, adalah suatu kewajibanyang dilaksanakan di bawahpengawasan pemerintah. Artinya,muzakki secara langsung maupunlewat perantara seperti LAZ, bolehmenunaikan zakat maal. Dengandemikian, eksistensi LAZ selama ini

sudah on the right track, tinggal perludiregulasi dan dikontrol agarmembudayakan good governance .

[MUST / AYA HASNA ]

MASAKIN: Potret masakin di dataran tinggiDieng, Banjarnegara, Jawa Tengah: “Stt...t,mboten sah ribut-ribut, nek gut gopernensampun maujud, kawula mesti manut.” foto-foto dan captions : JOKO WINDORO

Membagi kupon zakat. foto: istimewa

Menimbang Sentralisasi LAZ 10

Page 11: Majalah Care JUNI 2010

8/9/2019 Majalah Care JUNI 2010

http://slidepdf.com/reader/full/majalah-care-juni-2010 11/11

F OKUS

D IALEKTIKA kelembagaan pengelolaan zakatyang masih berlangsung hangat dan kadang panas saat ini, bisa dijadikan momentumuntuk melakukan revitalisasi penataan zakat.Kontroversi memang tidak akan berujung,karena masing-masing memiliki dalih dandalil baik secara fiqih maupun sosiologis.

Begitupun, perdebatan tetap diperlu-kan dan banyak hikmahnya. Mujadalah bil- lati hiya ahsan , begitu kata Al Qur’an. Dalamhal ini yang terpenting adalah mewujudkantata kelola zakat yang lebih baik lagi.

Ada beberapa agenda yang harus segeramenjadi perjuangan bersama masyarakatzakat dan pemerintah jika benar-benar inginmelakukan mewujudkan tata kelola zakatyang lebih baik.

Pertama , harus menjadi kesadaran ber-sama bahwa zakat merupakan agenda keum-matan yang menyangkut hajat masyarakatsecara luas. Artinya, ibadah ini memerlukanpartisipasi yang luas baik dalam penghim-punan maupun distribusinya.

Kedua , perlu diperjelas dalam kriteriapendirian LAZ, apa fungsi utama lembagatersebut. Apakah sekadar lembaga edukasidan penghimpun; Sejauh mana boleh mem-buat program penyaluran; Apa bedanya de-ngan LSM atau lembaga CSR perusahaan.

Ketiga , menciptakan standar sistemakuntansi keuangan dan pencatatan. Sehing-ga mesti ada metode yang baku yang men-

jadi panduan bagi LAZ dalam mengerjakandata-data pencatatan donasi yang keluar ma-suk. Standarisasi ini sangat penting meng-

Adiwarman A KarimKetua Dewan Pertimbangan Syariah Al Azhar Peduli Ummat

ingat objek donasi yang berhubungan de-ngan aktivitas ZISWAF bukan hanya ber-bentuk uang tunai, melainkan bisa berbagaimacam bentuk jenis barang serta harta.

Keempat mendorong lahirnya fatwamengenai batasan-batasan sebagai pandu-an umum persoalan yang terkait dengan danazakat, infak, dan shadaqah serta wakaf. Fat-

wa tersebut bisa dijadikan sebagai acuan sertarujukan dalam pengambilan opini-opinisyariah. Sehingga tidak ada lagi dasar-dasarpemikiran yang hanya mendasarkan pada

kepentingan masing-masing. Jika perdebat-an berangkat dari egoisme eksistensi masing-masing, maka akan menjurus pada fatalis-me: to be or not to be . Padahal, yang perludirumuskan mungkin bentuk partisipasilembaga zakat “plat merah’’ maupun “platkuning’’. Bukan untuk saling meniadakan.

Kelima , meski sistem kelembagaansudah ditata sedemikian rupa, namun jikaditangani oleh orang-orang yang tidak me-miliki kompetensi memadai tetap akanmembuat LAZ tidak bisa berbuat banyak.

Oleh karena itu harus ada standarkompetensi bagi orang-orang yang bekerjadi LAZ. Prinsip umumnya: the right man on the right place . Langkah seperti ini bisa diwu-judkan dengan menerbitkan semacam ser-tifikasi. Guanya untuk merekomendasi sese-orang benar-benar memiliki kapasitas danpengetahuan yang memadai tentang per-

soalan zakat. Hal ini pun sudah berlaku didunia perbankan, sehingga tidak sembarang orang dapat menjadi bankir. [C]

5 Agenda di Balik Dialektika

11Menimbang Sentralisasi LAZ