macam macam nafsu
TRANSCRIPT
1
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Sesungguhnya Allah swt menetapkan manusia dengan kelebihan akal,
ilmu, dan bentuk fisik. Dan menjadikan manusia sebagai makhluk yang mulia
di sisi Allah swt. Akan tetapi dalam hal ini manusia memiliki beberapa
pennghalang, yang diantaranya merupakan nafsu. Nafsu yang dimaksud di sini
adalah nafsu yang mengajak akan sifat-sifat yang tercela.
Nafsu merupakan sesuatu yang bersifat halus atau lembut yang terdapat
pada hakikat diri manusia. Hal ini lah yang akan memberikan manusia sikap
untuk merasakan nikmat Allah swt secara kasat akan dengan adanya nafsu pula
kita serin terhalang dengan nikmat kasaf Allah swt.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian nafsu?
2. Bagaimana macam-macam nafsu?
3. Bagaimana menghindari sifat-sifat tercela dari nafsu?
2
BAB II
Pembahasan
A. Pengertian Nafsu
Nafsu atau jiwa adalah substansi halus yang mengandung daya hidup dan
aktifitas kemauan serta berfungsi menjadi perantara antara hati dan tubuh.
Nafsu dalam khasanah Islam memiliki banyak pengertian.1 Nafsu dapat berarti
jiwa (Soul, Psyche), nyawa dan lain-lain. Semua potensi yang terdapat pada
nafs bersifat potensial, tetapi dapat aktual jika manusia mengupayakan. Setiap
komponen yang ada memiliki daya-daya laten yang dapat menggerakkan
tingkah laku manusia. Aktualisasi nafs membentuk kepribadian, yang
perkembangannya dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.2
Pengertian nafsu yang pertama adalah yang menggabungkan kekuatan
marah dan nafsu syahwat pada manusia.3 Istilah nafsu ini yang menurut ahli
tasawuf adalah nafsu, yang merupakan pokok yang menghimpun sifat-sifat
tercela dari manusia, sehingga mereka mengatakan bahwa kita harus melawan
nafsu (hawa nafsu) dan memecahkannya.4
Sementara itu nafsu dalam kajian yang lain memliki arti yang lebih halus,
yaitu sebagai hakikat manusia. Sehingga dalam pengertian ini nafsu memiliki
sifat yang bermacam-macam, sesuai dengan keadaanya.5 Jadi akan ada saatnya
waktu bagi nasfu itu tenang pada suatu hal dan jauh dari goncangan disebabkan
oleh syahwat dan begitu pula sebaliknya.
Letak nafsu berada pada satu sisi hati sebagai barang titipan, yaitu pada
bidang yang memang khusus untuk akhlak-akhlak berpenyakit. Bertolak
1 Totok Jumantoro, samsul munir amin, kamus ilmu tasawuf, amzah, tk, 2005, hlm. 1592 Abdul Mujib, Yusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm.463 Imam Al-Ghazali, ihya ulumuddin, III, Dar Al-Kutub Al-Islamiy, Bairut, t.t., hlm. 44 Imam Al-Ghazali, ihya ulumuddin, jilid 4 (terj. Drs. H.M.Zuhri,et.al)., judul asli: Ihya Ulum Al-Din, CV. Assy-syifa, Semarang, 1992, hlm.584.5 Imam al-ghozali, rahasia hati (terj. amien noersyam, bab:a’jaib al-qalbi, kitab: ihya ulum al-din), cv. Bintang agung, tk, tt, hlm. 10
3
belakang dengan roh yang menempati sisi hati yang lain tempat berkumpulnya
akhlak terpuji.6 Meskipun memiki tempat yang sama, keduanya memiliki sifat
yang berbeda. Hal itu karena nafsu dapat mati sementara ruh bersifat kekal.
Adapun matinya nafsu adalah ketika nafsu keluar dari bagian-bagian
kepentingannya, dan digantikan dengan kewajiban-kewajiban yang harus
dipenuhi. Sedangkan matinya ruh adalah kembalinya ruh pada alamnya yang
bersifat nur-cahaya di sisi perkumpulan yang sangat luhur yang terbebaskan
dari bisikan nafsu.7
B. Macam-macam nafsu
Pembahasan mengenai macam-macam atau jenis-jenis nafsu itu sendiri
banyak yang memberikan pendapat serta tanggapan akaan hal ini. Akan tetapi
imam al-ghazali memberikan tiga pembagian akan nafsu itu sendiri
berdasarkan perngertian kedua pada sub-bab yang pertama, yaitu nafsu
merupakan sesuatu yang lembut atau halus sebagai hakikat dari diri manusia.
Macam-macam nafsu dalam hal ini d antaranya:
1. Al-nafs al-ammarah bis suu’
Apabila nafsu ini meninggalkan tantangan dan tunduk serta taat
kepada tuntutan nafsu syahwat dan dorongan-dorongan syaitan. Nafsu ini
mendorong kepada kejahatan.8
Dengan kata lain bahwa nafsu ini cenderung kepada karakter-karakter
biologis, cenderung pada kenikmatan-kenikmatan hawa nafsu yang
sebenarnya dilarang agama karena menarik hati kepada derajat yang hina.9
Dalam Al-Qur’an Allah swt berfirman :6 Abu al-qasim abdul karim hawazin al-qusyairi an-naisaburi, risalatul qisyairiyah (terj. Umar faruq), pustaka amani, jakarta, 2007, hlm. 1117 As-syaikh achmad asrori al-ishaqi, untaian mutiara, jilid 4 (terj.muhammad musyafa’ ,dkk, judul asli: al-muntakhobat), al-wava, surabaya, 2012, hlm. 1968 Imam Al-Ghazali, Ihya..., ibid, hlm 49 Syekh M.Aamin al-Kurdi, menyucikan hati dengan Cahaya Ilahi, (terj. Muzammal Noer, judul asli : Tanwir Al-Qulub Li Mu’amalati ‘allam Al-Ghuyub), Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2003, Cet.I., hlm.144
4
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena
sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan (Ammarahh
Bissu’), kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya
Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang.”10
2. Al-nafs al-lawwamah
Apabila ketenangan tidak sempurna, akan tetapi menjadi pendorong
kepada nafsu syahwat dan menentangya. Nafsu ini juga mencaci pemiliknya
ketika ia teledor dalam beribadah kepada Allah swt.11Nafsu ini pula sumber
penyesatan karena ia patuh terhadap akal, kadang tidak.12
Allah swt berfirman :
“Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali
(Lawwamah) dirinya sendiri.”13
Berbeda dengan nafs ammarah yang cenderung agresif mendorong
untuk memuaskan keinginan-keinginan rendah, dan menggerakan
pemiliknya untuk melakukan hal-hal yang negatif, maka nafs lawwamah
telah memiliki sikap rasional dan mendorong untuk berbuat baik. Namun
daya tarik kejahatan lebih kuat kepadanya dibandingkan dengan daya tarik
kebaikan.
3. Al-nafs al-Muthmainah
Apabila dia tenang, di bawah perintah dan jauh dari goncangan
disebabkan menentang nafsu syahwat.14
“Hai jiwa yang tenang-tentram ! Kembalilah kepada Tuhanmu
dengan hati puas lagi diridhoi.”15
10 QS. Yusuf : 5311 Imam Al-Ghazali, ibid.12 Syekh M. Amin Al-kurdi, menyucikan hati..., hlm.14513QS. Al-Qiyamah: 214 Imam Al-Ghazali, ihya ulumuddin, ibid15 Q.S. Al-Fajr : 27-28
5
Al-nafs al-muthmainah merupakan tingkatan tertinggi dari rentetan
strata jiwa, karena pada tingkatan ini manusia sudah terbebas dari sifat-sifat
kebinatangan dan penuh dengan cahaya ilahiyyah.
Jadi al-nafs al-ammarah bi-al-su itu adalah al-nafs dalam pengertian
pertama. Al-nafs dalam pengertian ini dangat tercela, sedangkan al-nafs dalam
pengertian kedua adalah al-nafs yang terpuji, karena itu adalah jiwa manusia
atau hakekat dirinya yang mengetahui akan Tuhannya (Allah swt) dan semua
pengetahuan.
Selain mendefinisikan jiwa dengan kata al-nafs, al-Ghazali juga memakai
istilah-istilah lain yang merujuk pada arti yang sama yaitu Lathifah Ruhaniyah
Rabbaniyah.
C. Menghindari Sifat-Sifat Tercela Nafsu
Nafsu manusia adalah yang menimbulkan kekuatan marah dan syahwat
pada manusia. Adapun roh adalah gumpalan yang lemah (lembut) yang
sumbernya berada di dalam hati manusia, kemudian ia dihubungkan dengan
urat-urat kepada seluruh anggota tubuh manusia.16sehingga akan timbul
keterkaitan di antara keduanya secara erat.
Di antara usaha dan riyadhoh yang kita lakukan agar terhindar dari
godaan-godaan nafsu tersebut adalah berpuasa. Perlu diketahui bahwa seorang
boleh mengosongkan perutnya dari makanan selam ia dapat melakukannya
dengan perttengahan, tidak terlalu lapar. Oleh karenanya puasa merupakan slah
satu cara ynag paling mendasar bagi kita dalam perihal mengedalikan nafsu.
Imam at-tirmidzi menyatakan dari miqdad ibnul aswad ra, bahwasanya
rasulullah saw bersabda:17 “tidak ada sebuah tempat yang dipenuhi oleh anak
adam yang leebih buruk dari pada rongga perutnya. Kiranya ia sudah cukup
16 Habib umar bin muhammad bin salim bin hafidz, keajaiban hati, (terj. Yunus bin ali al-muhdhor, judul asli: al qabas an-nur al mubiin min ihya’ ulumuddiin), cahaya ilmu, surabaya, 2012, hlm. 317 Habib umar bin muhammad bin salim bin hafidz, kiat menaklukkan nafsu, (terj. Yunus bin ali al-muhdhor, judul asli: al qabas an-nur al mubiin min ihya’ ulumuddiin), cahaya ilmu, surabaya, 2012, hlm. 2
6
baginya beberapa suap makanan yang dapat menyebabkan ia bisa berdiri.
Jika ia masih kurang cukup, maka hendaknya ia membagi perutnya menjadi
tiga bagian, sepertiga untuk makanya, sepertiga bagian yang lain untuk
minumnya, dan sepertiga bagian untuk penapasan.”(HR. Tirmidzi: 2380)
Seseungguhnya manusia tidak terlalu merasa lapar dan tidak terlalu
kenyang, maka ia dapat mengerjakan ibadah dengan baik. Ia dapat berpikir
dengan baik dan ia dapat melkukan segala perbuatan kebaikan denganbaik,
yaitu setelah ia dan mengendalikan nafsunya.
Kemudian imam bukhori dan muslim meriwayatkan bahwa baginda nabi
saw bersabda:18”seorang mukmin hanya mkan sebanyak satu perut, sedangkan
orang kafir biasa mkan sebanyak tujuh perut.”(HR. Bukhori: 5394 dan
muslim: 2060)
Akan tetapi untuk seorang yang awam dalam hal ini sering terjadi salah
persepsi, ketika sebagai orang yang awam melihat seorang yang suka
mengosongkan perutnya, maka ia ikut-ikut mengosongkan perutnya, sehingga
ia merasa dirinya sebagai seorang ahli zuhud. Ia akan bagai seorang yang sakit
yang melihat orang lain yang telah sehat, maka ia diperbolehkan makan apa
saja, sehingga ia terpaksa mengkonsumsi makanan sebebas-bebasnya seperti
orang yang sehat, padahal sebenarnya ia sakit dan ia kan binasa, karena makan
banyak.
Sesungguhnya rasulullah senantiasa mengajarkan kepada kita agar
menyantap makanan sebgaimana keadaan seorang itu. Dalam artian lain jangan
sampai kita melebihkan atau mengharap lebih atas rizki yang kita terima
dengan mensyukuri atas apa yang telah Allah swt ridlokan kepada kita terlebih
dahulu.
18 Habib umar bin muhammad bin salim bin hafidz, kiat menaklukkan nafsu...., Ibid, hlm. 4
7
BAB III
Penutup
Kesimpulan
8
Pengertian nafs yang pertama adalah yang menggabungkan kekuatan marah
dan nafsu syahwat pada manusia. Istilah nafsu ini yang menurut ahli tasawuf
adalah nafsu, yang merupakan pokok yang menghimpun sifat-sifat tercela dari
manusia, sehingga mereka mengatakan bahwa kita harus melawan nafsu (hawa
nafsu) dan memecahkannya.
Sementara itu nafsu dalam kajian yang lain memliki arti yang lebih halus,
yaitu sebagai hakikat manusia. Sehingga dalam pengertian ini nafsu memiliki sifat
yang bermacam-macam, sesuai dengan keadaanya. Jadi akan ada saatnya waktu
bagi nasfu itu tenang pada suatu hal dan jauh dari goncangan disebabkan oleh
syahwat dan begitu pula sebaliknya.
Macam-macam nafsu sendiri ada 3 yaitu:
a. Nafsu ammarah bis suu’
b. Nafsu lawwamah
c. Nafsu muthmainnah
Sementara cara yang biasa dipakai oleh para ulama’ sufi untuk mengedalikan
nafsu adalah dengan berpuasa.
DAFTAR PUSTAKA
Totok Jumantoro, Samsul Munir Amin, kamus ilmu tasawuf, AMZAH, tk, 2005
9
Abdul Mujib, Yusuf Mudzakir, nuansa-nuansa psikologi islam, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2003
Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, III, Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, Bairut, tt
Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, jilid 4 (terj. Drs. H.M.Zuhri,et.al)., judul asli:
Ihya Ulumuddin, CV. Assy-syifa, Semarang, 1992.
Imam Al-Ghazali, rahasia hati (terj. amien noersyam, bab:a’jaib al-qalbi, kitab:
ihya ulum al-din), cv. Bintang agung, tk, tt
Abu al-qasim abdul karim hawazin al-qusyairi an-naisaburi, risalatul qusyairiyah
(terj. Umar faruq), pustaka amani, jakarta, 2007
As-syaikh achmad asrori al-ishaqi, untaian mutiara, jilid 4 (terj.muhammad
musyafa’ ,dkk, judul asli: al-muntakhobat), al-wava, surabaya, 2012
Syekh M.Aamin al-Kurdi, menyucikan hati dengan Cahaya Ilahi, (terj.
Muzammal Noer, judul asli : Tanwir Al-Qulub Li Mu’amalati ‘allam Al-
Ghuyub), Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2003
Habib umar bin muhammad bin salim bin hafidz, keajaiban hati, (terj. Yunus bin
ali al-muhdhor, judul asli: al qabas an-nur al mubiin min ihya’ ulumuddiin),
cahaya ilmu, surabaya, 2012
Habib umar bin muhammad bin salim bin hafidz, kiat menaklukkan nafsu, (terj.
Yunus bin ali al-muhdhor, judul asli: al qabas an-nur al mubiin min ihya’
ulumuddiin), cahaya ilmu, surabaya, 2012