lukman - repository.uinjkt.ac.id

52
Dr. Erastus Sabdono

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

Dr. Erastus SabdonoLUKMANHAKIMSAIFUDDIN

Gagasan-Kinerja:

Moderasi Beragama dan

Transformasi Kelembagaan

Pendidikan

P R O L O G : L U K M A N H A K I M S A I F U D D I N

Direktorat JenderalBimbingan Masyarakat

Page 2: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

- i -

Ditjen Bimas KristenKEMENAG RI

LUKMAN HAKIM SAIFUDDINGagasan - Kinerja:

Moderasi Beragama dan Transformasi Kelembagaan Pendidikan

Page 3: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

Hak Cipta dilindungi Undang-UndangDilarang memperbanyak buku ini, baik sebagian atau seluruhnya dalam bentuk dan tujuan apa pun tanpa izin tertulis dari penulis atau penerbit. Tindakan memperbanyak isi buku ini merupakan

pelanggaran Undang-Undang Hak Cipta RI Nomor 28 Tahun 2014.

Katalog Dalam Terbitan (KDT)

LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN. Gagasan - Kinerja: Moderasi Beragama dan Transformasi Kelembagaan Pendidikan

Cetakan ke-1, -Jakarta: Rehobot Literature, 2019, 305 halaman; 15x20,5 cm

Hak Cipta © 2019 Rehobot LiteratureCetakan Pertama, Oktober 2019

Desain Sampul: Amanda Indrawan Tata Letak: H&friends Project (www.hfmediapro.net)

Penerbit: Rehobot Literature

(Bersama dengan Ditjen Bimas Kristen RI)Gading Kirana Blok A10 No. 1-2

Jl. Boulevard Artha Gading, Kelapa Gading, Jakarta 14420, Indonesia

Telp. 0878 7870 7000

Dicetak oleh:Surya Djaya Printing

Jl. Bungur Besar No. 139A, Jakarta Pusat 10620Telp. (021) 420 6091

Isi di luar tanggung jawab Percetakan

Page 4: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN Gagasan - Kinerja:

Moderasi Beragama dan Transformasi Kelembagaan Pendidikan

Penanggung Jawab:Prof. Dr. Thomas Pentury, M.Si

Editor:Prof. Dr. Lince Sihombing, M.PdDr. Pontus Sitorus, M.Si Dr. Suwarsono, M.MDr. Harianto GP, D.Th

Tim Penulis:1. Prof. Dr. Thomas Pentury, M.Si2. Dr. Erastus Sabdono, M.Th3. Prof. Dr. Lince Sihombing, M.Pd4. Dr. Pontus Sitorus, M.Si5. Dr. Stevri Indra Lumintang, Th.M6. Dr. Jeane Marie Tulung, S.Th., M.Pd7. Dr. Harun Y. Natonis, M.Si8. Dr. Suwarsono, M.M9. Dr. Harianto GP, D.Th10. Dr. Agustina Pasang11. Dr. Purim Marbun, M.Th12. Orias Lazarus Selan, S.Pd13. Dr. Nasokhili Giawa, M.Th14. Mianto Nugroho Agung, S.Pd., S.Si. Theol., M.Th15. Dr. Achmad Syahid16. Dr. Akdel Parhusip, M.Th, M.PdK17. Dr. Telhalia G. Ambung

Page 5: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

DAFTAR ISI

Pengantar Editor ................................................................................ ix

Prolog Moderasi Beragama xvOleh Lukman Hakim Saifuddin

Lukman Hakim Saifuddin: Pembawaan Normatif, Kebijakan Inklusif dan Legasi Prestasi xxviiOleh Dr. Achmad Syahid Moderasi Beragama

1. Lukman Hakim Saifuddin dan Moderasi Beragama 1 Oleh Prof. Dr. Thomas Pentury, M.Si

2. Pendidikan Moderasi Keagamaan di Tengah Keberagaman Agama dalam Bingkai Pendidikan Nasional di Indonesia: Pancasila sebagai Perekat Agama dan Bangsa 13 Oleh Dr. Stevri Indra Lumintang, Th.M

3. Pendidikan Keagamaan sebagai Wadah Moderasi Beragama Bangsa Indonesia di Era Industri 4.0: Kajian Pemikiran Lukman Hakim Saifuddin 59 Oleh Dr. Harianto GP, D.Th

4. Kepemimpinan dan Spiritualitas 83 Oleh Dr. Purim Marbun, M.Th

5. Legasi Kencana Lukman Hakim Saifuddin: Artikulasi Akan Pengarusutamaan Moderasi Beragama di Indonesia 103 Oleh Mianto Nugroho Agung, S.Pd., S.Si. Theol., M.Th

Page 6: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

- vi -

Pendidikan, PT dan Transformasi Kelembagaan1. Empati Lukman Hakim Saifuddin pada Perluasan

Wewenang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi Keagamaan Kristen: Keteladanan Prima Seorang Menteri Agama 113 Oleh Prof. Dr. Lince Sihombing, M.Pd

2. Lima Tahun Bersama Lukman Hakim Saifuddin 121 Oleh Dr. Harun Y. Natonis, S.Pd, M.Si

3. Hubungan Menteri Agama Drs. Lukman Hakim Saifudin dengan Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia 137 Oleh Dr. Erastus Sabdono, M.Th

Kerukunan Beragama dan Relasi Interpersonal1. Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin:

Membangun Kebersamaan dan Semangat Kerja Melalui Humor 165 Oleh Dr. Pontus Sitorus, M.Si

2. Secangkir Kopi, Sebaris Anekdot: Sebuah Cerita Kekaguman Anak kepada Sang Bapak 173 Oleh Dr. Jeane Marie Tulung, S.Th., M.Pd

3. Kerukunan Umat Bangsa Indonesia: Kajian Pemikiran Lukman Hakim Saifuddin tentang Islam Radikal 187 Oleh Dr. Agustina Pasang

4. Relasi Interpersonal Pintu Kerukunan Umat Beragama 215 Oleh Orias Lazarus Selan, S.Pd

5. Peran Umat Kristen dalam Merawat Persatuan dan Kesatuan Bangsa 225 Oleh Dr. Nasokhili Giawa, M.Th

Page 7: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

- vii -

6. Sekilas Percikan Tatapan mengenai Menteri Agama Republik Indonesia Drs. H. Lukman Hakim Saifuddin 245 Oleh Dr. Erastus Sabdono

7. Memperteguh Moderasi Beragama untuk Penguatan Toleransi, Kerukunan, dan Kebersamaan Umat 263 Oleh Dr. Akdel Parhusip, M.Th, M.PdK

8. Moderasi Beragama Menuju Indonesia Damai: Perspektif Lukas 10:25-27 273 Oleh Dr. Telhalia G. Ambung

EpilogLukman Hakim Saifuddin dan Thomas Pentury: Program Doktor Luar Negeri dan Transformasi Pendidikan Tinggi DBK 283Oleh Dr. Suwarsono

Page 8: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

Buku adalah sebuah pencapaian. Puji dan syukur patut senantiasa kami persembahkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas semua usaha baik dan tak kenal lelah tokoh-tokoh yang disebut di dalamnya. Puji dan syukur juga kami panjatkan kepada Tuhan karena buku yang ada di tangan pembaca ini dapat diwujudkan meski dengan persiapan waktu yang tidak terlalu lama. Terbitnya buku ini semoga merupakan tanda mengalirnya berkat, rahmat dan hikmat Tuhan kepada kita semua, terutama para kontributor tulisan pada buku ini. Doa yang sama juga semoga terlimpah pada para pembaca semua. Dengan berkat, rahmat dan hikmat itu kita semua mendapatkan kesempatan belajar kepada para pendahulu yang telah memberi contoh bagaimana semangat mengabdi yang dilandasi dengan penuh keikhlasan, dedikasi dan loyalitas terhadap ilmu pengetahuan, umat dan bangsa. Contoh-contoh dari mereka dapat kita jadikan bahan perenungan dan pelajaran demi untuk mengalirkan semangat inovasi di dalam kerja dan pengabdian. Para pendahulu juga telah memberi contoh tentang bagaimana memampukan diri kita semua untuk selalu bekerja dengan penuh ikhlas dalam memberikan layanan kepada rakyat, umat, bangsa dan negara. Dalam konteks buku ini, baik Menteri Agama maupun Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen telah memungkinkan kita semua bekerja untuk pengembangan ilmu dan pengabdian kepada masyarakat, umat dan bangsa dapat berjalan seiring secara bersama-sama.

Pengantar Editor

Page 9: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

- x -

Tidak ada kerja bermutu jika tidak dilandasi ilmu; tidak ada kerja yang melahirkan berkat, rahmat dan nikmat jika tidak ditujukan demi untuk memberi maslahat dan menjamin kesejahteraan masyarakat banyak. Berbagai usaha yang dilakukan selama ini di Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen, baik di satuan kerja pusat maupun di satuan kerja daerah, termasuk pendidikan dasar, menengah, dan tinggi seperti PTKKN dan pembinaan masyarakat, dirancang dan untuk kepentingan ilmu sekaligus sebagai bentuk kepedulian kepada masyarakat dan umat itu. Tujuannya adalah agar bangsa ini terus tumbuh, tidak saja berlandaskan ilmu pengetahuan, tetapi yang lebih utama adalah bersumber dari nilai-nilai agama.

Tidak mudah memimpin sebuah kementerian yang membidangi agama. Jika terjadi kasus-kasus buruk pada negeri ini, agama dengan mudah menjadi kambing hitam yang pertama. Salah sedikit, akan direspon publik dengan keras. Mudah disalahpahami, dikiranya kementerian ini mengurusi agama sebagai organized religion. Beruntung kita memiliki para pemimpin yang memiliki kualitas personality traits yang sangat baik. Tandanya apa? Hal itu tampak pada karakter, kharisma, sikap elegan, passion, riwayat pengabdian yang mengesankan, memiliki semangat yang terjaga, dan yang paling penting adalah sense of humor. Sejak 2014, Kementerian Agama dipimpin oleh seorang menteri dengan kualitas personality traits yang mumpuni itu. Dia adalah Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Agama kita. Figur ini memiliki berbagai ciri kualitas di atas, terutama reputasinya sebagai menteri yang sangat humoris. Joke-joke segar dan pantun-pantun kerap mewarnai semua sambutan-sambutan resminya di hadapan publik, juga dalam relasi interpersonal, dengan para tokoh pendidik dan agama. Melalui pembawaan Lukman Hakim Saifuddin, agama menjadi memiliki nuansa yang ramah. Tokoh ini sanggup membuat semua

Page 10: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

- xi -

pihak merasa akrab dengan warna agama yang menyatukan dan menyegarkan. Warta tentang agama menjadi mudah dipahami, merangkul dan dengan demikian tugas kementerian agama menjadi lebih tertolong karenanya.

Bapak Menteri Agama Republik Indonesia, Lukman Hakim Saifuddin, tokoh kita di dalam buku ini, segera akan mengakhiri masa baktinya pada 27 Oktober 2019. Tentu banyak prestasi selama kepemimpinannya. Umum disebut bahwa pencapaian hal monumental yang dapat diraih itu dengan sebuah legasi. Lalu, legasi apa di Kementerian Agama di bawah kepemimpinan Lukman Hakim Saifuddin? Legasi Lukman Hakim Saifuddin pada bidang tugas agama di Kementerian Agama sangat banyak. Legasi itu tentu mempengaruhi dan merupakan bagian dari rekognisi dan reputasi yang bersangkutan. Juga mempengaruhi wajah Kementerian Agama. Pembaca dapat menemukan legasi tersebut di dalam berbagai artikel pada buku ini.

Artikel di dalam buku ini ditulis dengan dipengaruhi oleh berbagai pikiran yang menjadi latar belakangnya. Lukman Hakim Saifuddin sebagai Menteri Agama RI memiliki mandat untuk memimpin kementerian yang membidangi keagamaan yang di dalamnya memayungi pendidikan dan urusan agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Dalam memimpin, tentu ia memiliki visi dalam melihat mandat jabatannya, artikulasi dan orientasi kebijakan. Semua itu sangat berharga dijadikan data untuk didokumentasi sebagai bentuk apresiasi dan testimoni. Di dalam sebuah kepemimpinan selalu dapat dimaknai sebagai jawaban terhadap raison d’etre dan pembuktian terhadap janji dan kata-kata pemimpinnya. Demikian halnya dengan kepemimpinan Lukman Hakim Saifuddin, sebagai Menteri Agama. Menjadi logis jika kemudian Prof. Dr. Thomas Pentury, M.Si., Direktur Jenderal Bimas Kristen menginisiasi penyusunan buku yang kemudian diberi judul

Page 11: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

- xii -

Lukman Hakim Saifuddin, Gagasan - Kinerja: Moderasi Beragama dan Transformasi Kelembagaan Pendidikan. Buku ini dihadirkan dengan maksud sebagai testimoni, apresiasi, dan dokumentasi terhadap kiprah Bapak Lukman Hakim Saifuddin selama menjabat Menteri Agama. Tidak hanya itu, Prof. Dr. Thomas Pentury, M.Si juga mengundang berbagai pihak di lingkungan Ditjen Bimas Kristen sebagai kontributor untuk menulis artikel yang kemudian dikompilasi di dalam buku yang kini ada di tangan pembaca.

Buku ini merangkum berbagai pokok-pokok pikiran yang terekam di dalam persepsi yang tersimpan di dalam benak dan pikiran kita terhadap kepemimpinan Lukman Hakim Saifuddin selama menjadi Menteri Agama di Kementerian Agama RI. Dengan demikian, di dalam buku ini termaktub dokumentasi terhadap gaya kepemimpinan, orientasi dan artikulasi kebijakan Lukman Hakim Saifuddin selama menjabat sebagai Menteri Agama, yang di dalamnya menyangkut pikiran-pikiran inklusif di dalam artikulasinya tentang moderasi agama. Buku ini juga sebagai apresiasi terhadap sumbangsih dan keberpihakan Lukman Hakim Saifuddin terhadap berbagai upaya yang dilakukan terhadap transformasi kelembagaan PTKKN dan penguatan kehidupan beragama yang lebih harmonis. Dan terakhir, buku ini secara tidak langsung juga merupakan, testimoni sekaligus pembacaan terhadap kiprah terhadap Lukman Hakim Saifuddin termasuk di dalam relasi interpersonal yang mengesankan dengan pejabat dan pimpinan lembaga di lingkungan Kementerian Agama.

Terima kasih kepada Prof. Dr. Thomas Pentury, M.Si yang telah menginisiasi ide pentingnya menyusun buku ini, terima kasih pada semua pihak yang telah menjadi kontributor di dalam buku ini. Terima kasih kepada Menteri Agama RI, Bapak Lukman Hakim Saifuddin, yang sebentar lagi akan purna tugas. Banyak hal mengesankan telah dilakukan selama menjabat sebagai menteri

Page 12: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

- xiii -

agama. Di atas segala-galanya, Bapak Lukman Hakim Saifuddin akan kami kenang terutama sekali karena telah memudahkan dan memperlancar tugas-tugas kami di dalam bidang pendidikan dan urusan agama Kristen di bawah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen.

Selamat membaca.

Editor:Prof. Dr. Lince Sihombing, M.Pd

Dr. Pontus Sitorus, M.SiDr. Suwarsono, M.M

Dr. Harianto GP, D.Th

Page 13: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

Buku ini hadir untuk menjelaskan tentang moderasi ber-agama, serta berusaha menjawab pertanyaan, apa yang dimaksud dengan moderasi beragama? Mengapa moderasi beragama penting dalam konteks kehidupan keagamaan di Indonesia khususnya? Dan bagaimana cara atau strategi im plementasi moderasi beragama tersebut, agar umat beragama menjadi moderat?

Secara singkat dapat dijelaskan di sini bahwa “mode rat” adalah sebuah kata sifat, turunan dari kata moderation, yang berarti tidak berlebih-lebihan atau berarti sedang. Da lam bahasa Indonesia, kata ini kemudian diserap menjadi “mo derasi,” yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) didefinisikan sebagai pengurangan kekerasan, atau peng hindaran keekstreman.

Dalam KBBI, juga dijelaskan bahwa kata moderasi berasal dari bahasa Latin moderâtio, yang berarti ke-sedang-an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Maka, ketika kata “moderasi” disandingkan dengan kata “beragama,” menjadi “moderasi beragama,” istilah tersebut berarti merujuk pada sikap mengurangi kekerasan, atau menghindari keekstreman dalam praktik beragama.

Nah, keseluruhan buku ini akan mengandung penjelasan tentang makna moderat dan moderasi dalam konteks beragama tersebut, agar dapat dipahami dengan baik oleh se mua umat beragama. Penjelasan ini penting karena moderasi beragama sesungguhnya

Prolog

Moderasi Beragama

Lukman Hakim SaifuddinMenteri Agama Republik Indonesia

Page 14: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

merupakan esensi agama, dan pengimplementasiannya menjadi keniscayaan dalam konteks masyarakat yang plural dan multikultural seperti Indonesia, demi terciptanya kerukunan intra dan antarumat beragama.

Keragaman dan Keberagamaan Indonesia Bagi bangsa Indonesia, keragaman diyakini sebagai takdir.

Ia tidak diminta, melainkan pemberian Tuhan Yang Mencipta, bukan untuk ditawar melainkan untuk diterima (taken for granted). Indonesia adalah negara dengan keragaman etnis, suku, budaya, bahasa, dan agama yang nyaris tiada tandingannya di dunia. Selain enam agama yang paling banyak dipeluk oleh masyarakat, ada ratusan bahkan ribuan suku, bahasa dan aksara daerah, serta kepercayaan lokal di Indonesia. Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, secara keseluruhan jumlah suku dan sub suku di Indonesia adalah sebanyak 1331, meskipun pada tahun 2013 jumlah ini berhasil diklasifikasi oleh BPS sendiri, bekerja sama dengan Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS), menjadi 633 kelompok-kelompok suku besar.

Terkait jumlah bahasa, Badan Bahasa pada tahun 2017 juga telah berhasil memeta kan dan memverifikasi 652 bahasa daerah di Indone sia, tidak termasuk dialek dan sub-dialeknya. Sebagian bahasa daerah tersebut ten tu juga memiliki jenis aksa ranya sendiri, seperti Jawa, Sunda, Jawa Kuno, Sunda Kuno, Pegon, Arab-Melayu atau Jawi, Bugis-Makassar, Lampung, dan lainnya. Sebagian aksara tersebut digunakan oleh lebih dari satu bahasa yang berbeda, seperti aksara Jawi yang juga digunakan untuk me nuliskan bahasa Aceh, Melayu, Minangkabau, dan Wolio.

Meski agama yang paling banyak dipeluk dan dijadikan sebagai pedoman hidup oleh masyarakat Indonesia berjum lah enam agama, yakni: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Bud dha,

Lukman Hakim Saifuddin | Gagasan - Kinerja: Moderasi Beragama

- xvi -

Page 15: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

dan Khonghucu, namun keyakinan dan kepercayaan keagamaan sebagian masyarakat Indonesia tersebut juga diekspresikan dalam ratusan agama leluhur dan pengha yat kepercayaan. Jumlah kelompok penghayat kepercayaan, atau agama lokal di Indonesia bisa mencapai angka ratusan bahkan ribuan.

Dengan kenyataan beragamnya masyarakat Indonesia itu, dapat dibayangkan betapa beragamnya pendapat, pan dangan, keyakinan, dan kepentingan masing-masing warga bangsa, termasuk dalam beragama. Beruntung kita memiliki satu bahasa persatuan, bahasa Indonesia, sehingga berbagai keragaman keyakinan tersebut masih dapat dikomunikasi kan, dan karenanya antarwarga bisa saling memahami satu sama lain. Meski begitu, gesekan akibat keliru mengelola keragaman itu tak urung kadang terjadi.

Dari sudut pandang agama, keragaman adalah anugerah dan kehendak Tuhan; jika Tuhan menghendaki, tentu tidak sulit membuat hamba-hamba-Nya menjadi seragam dan satu jenis saja. Tapi Dia memang Maha Menghendaki agar umat manusia beragam, bersuku-suku, berbangsa-bangsa, dengan tujuan agar kehidupan menjadi dinamis, saling belajar, dan saling mengenal satu sama lain. Dengan begitu, bukankah keragaman itu sangat indah? Betapa kita harus bersyukur atas keragaman bangsa Indonesia ini.

Selain agama dan kepercayaan yang beragam, dalam tiap-tiap agama pun terdapat juga keragaman penafsir an atas ajaran agama, khususnya ketika berkaitan dengan praktik dan ritual agama. Umumnya, masing-masing penaf siran ajaran agama itu memiliki penganutnya yang mendaku dan meyakini kebenaran atas tafsir yang dipraktikkannya.

Dalam Islam misalnya, terdapat beragam madzhab fikih yang secara berbeda-beda memberikan fatwa atas hukum dan tertib pelaksanaan suatu ritual ibadah, meski ritual itu termasuk ajaran

Prolog | Moderasi Beragama

- xvii -

Page 16: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

pokok sekalipun, seperti ritual salat, pua sa, zakat, haji, dan lainnya. Keragaman itu memang muncul seiring dengan berkembangnya ajaran Islam dalam waktu, zaman, dan konteks yang berbeda-beda. Itulah mengapa kemudian dalam tradisi Islam dikenal ada ajaran yang ber sifat pasti (qath’i), tidak berubah-ubah (tsawabit), dan ada ajaran yang bersifat fleksibel, berubah-ubah (dzanni) sesu ai konteks waktu dan zamannya. Agama selain Islam pun niscaya memiliki keragaman tafsir ajaran dan tradisi yang berbeda-beda.

Pengetahuan tentang hal yang tidak dapat berubah dan hal yang mungkin saja berubah dalam ajaran setiap agama itu sungguh amat penting bagi pemeluk agama masing-masing, karena pengetahuan atas keragaman itulah yang memungkinkan seorang pemeluk agama akan bisa meng ambil jalan tengah (moderat) jika satu pilihan kebenaran tafsir yang tersedia tidak memungkinkan dijalankan. Sikap ekstrem biasanya akan muncul manakala seorang peme luk agama tidak mengetahui adanya alternatif kebenaran tafsir lain yang bisa ia tempuh. Dalam konteks inilah mo derasi beragama menjadi sangat penting untuk dijadikan sebagai sebuah cara pandang (perspektif) dalam beragama.

Di Indonesia, dalam era demokrasi yang serba terbuka, perbedaaan pandangan dan kepentingan di antara warga negara yang sangat beragam itu dikelola sedemikian rupa, sehingga semua aspirasi dapat tersalurkan sebagaimana mestinya. Demikian halnya dalam beragama, konstitusi kita menjamin kemerdekaan umat beragama dalam memeluk dan menjalankan ajaran agama sesuai dengan kepercayaan dan keyakinannya masing-masing.

Ideologi negara kita, Pancasila, sangat menekankan ter-ciptanya kerukunan antarumat beragama. Indonesia bah kan menjadi contoh bagi bangsa-bangsa di dunia dalam hal keberhasilan mengelola keragaman budaya dan agamanya, serta dianggap berhasil dalam hal menyandingkan secara harmoni bagaimana cara

Lukman Hakim Saifuddin | Gagasan - Kinerja: Moderasi Beragama

- xviii -

Page 17: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

beragama sekaligus bernegara. Konflik dan gesekan sosial dalam skala kecil memang ma sih kerap terjadi, namun kita selalu berhasil keluar dari konflik, dan kembali pada kesadaran atas pentingnya per satuan dan kesatuan sebagai sebuah bangsa besar, bangsa yang dianugerahi keragaman oleh Sang Pencipta.

Namun demikian, kita harus tetap waspada. Salah satu ancaman terbesar yang dapat memecah belah kita sebagai sebuah bangsa adalah konflik berlatar belakang agama, ter utama yang disertai dengan aksi-aksi kekerasan. Mengapa? Karena agama, apa pun dan di mana pun, memiliki sifat dasar keberpihakan yang sarat dengan muatan emosi, dan subjek tivitas tinggi, sehingga hampir selalu melahirkan ikatan emo sional pada pemeluknya. Bahkan bagi pemeluk fanatiknya, agama merupakan “benda” suci yang sakral, angker, dan ke ramat. Alih-alih menuntun pada kehidupan yang tenteram dan menenteramkan, fanatisme ekstrem terhadap kebe naran tafsir agama tak jarang menyebabkan permusuhan dan pertengkaran di antara mereka.

Konflik berlatar agama ini dapat menimpa berbagai ke-lompok atau mazhab dalam satu agama yang sama (sekta rian atau intra-agama), atau terjadi pada beragam kelompok dalam agama-agama yang berbeda (komunal atau antaragama). Biasanya, awal terjadinya konflik berlatar agama ini disulut oleh sikap saling menyalahkan tafsir dan paham keagamaan, merasa benar sendiri, serta tidak membuka diri pada tafsir dan pandangan keagamaan orang lain.

Kita harus belajar dari pengalaman pahit sebagian negara yang kehidupan masyarakatnya karut-marut, dan bah kan negaranya terancam bubar, akibat konflik sosial-politik berlatar belakang perbedaan tafsir agama. Keragaman, di bidang apa pun, memang meniscayakan adanya perbedaan, dan perbedaan di mana pun selalu memunculkan potensi konflik. Jika tidak dikelola dengan

Prolog | Moderasi Beragama

- xix -

Page 18: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

baik dan disikapi dengan arif, potensi konflik ini dapat mengarah pada sikap ekstrem dalam membela tafsir kebenaran versi masing-masing ke lompok yang berbeda.

Daya rusak konflik yang berlatar belakang perbedaan klaim kebenaran tafsir agama tentu akan lebih dahsyat lagi, mengingat watak agama yang menyentuh relung emosi terjauh di dalam setiap jiwa manusia. Padahal, tak jarang perbedaan yang diperebutkan itu sesungguhnya sebatas kebenaran tafsir agama yang dihasilkan oleh manusia yang terbatas, bukan kebenaran hakiki yang merupakan tafsir tunggal yang paling benar dan hanya dimiliki oleh Tuhan Yang Maha Benar.

Untuk mengelola situasi keagamaan di Indonesia yang sangat beragam seperti digambarkan di atas, kita membu tuhkan visi dan solusi yang dapat menciptakan kerukunan dan kedamaian dalam menjalankan kehidupan keagamaan, yakni dengan mengedepankan moderasi beragama, meng hargai keragaman tafsir, serta tidak terjebak pada ekstre misme, intoleransi, dan tindak kekerasan.

Semangat moderasi beragama adalah untuk mencari titik temu dua kutub ekstrem dalam beragama. Di satu sisi, ada pemeluk agama yang ekstrem meyakini mutlak kebenaran satu tafsir teks agama, seraya menganggap sesat penafsir se lainnya. Kelompok ini biasa disebut ultra-konservatif. Di sisi lain, ada juga umat beragama yang ekstrem mendewakan akal hingga mengabaikan kesucian agama, atau mengorban kan kepercayaan dasar ajaran agamanya demi toleransi yang tidak pada tempatnya kepada pemeluk agama lain. Mereka biasa disebut ekstrem liberal. Keduanya perlu dimoderasi.

Karenanya, untuk menjadikan moderasi beragama sebagai solusi, kita perlu memiliki pemahaman yang benar tentang makna kata tersebut. Dan, untuk keperluan itulah buku moderasi beragama ini hadir.

Lukman Hakim Saifuddin | Gagasan - Kinerja: Moderasi Beragama

- xx -

Page 19: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

Lebih dari itu, kehadiran buku ini juga untuk menegaskan bahwa negara hadir dalam upaya internalisasi nilai-nilai agama di satu sisi, serta upaya menghargai keragaman agama dan tafsir kebenaran agama di sisi lain. Internalisasi nilai-nilai agama dimaksudkan agar agama senantiasa menjadi landasan spiritual, moral dan etika dalam kehidupan indi vidu, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sedangkan penghargaan terhadap keragaman paham dan amalan beragama dimaksudkan untuk mendorong kehidupan keagamaan yang moderat, demi terciptanya penguatan komitmen ke bangsaan kita.

Mengapa Penting Moderasi Beragama? Ini adalah sebuah pertanyaan yang sering diajukan: mengapa

kita, bangsa Indonesia khususnya, membutuhkan perspektif moderasi dalam beragama?

Secara umum, jawabannya adalah karena keragaman dalam beragama itu niscaya, tidak mungkin dihilangkan. Ide dasar moderasi adalah untuk mencari persamaan dan bukan mempertajam perbedaan. Jika dielaborasi lebih lan jut, ada setidaknya tiga alasan utama mengapa kita perlu moderasi beragama:

Pertama, salah satu esensi kehadiran agama adalah untuk menjaga martabat manusia sebagai makhluk mulia ciptaan Tuhan, termasuk menjaga untuk tidak menghilang kan nyawanya. Itu mengapa setiap agama selalu membawa misi damai dan keselamatan. Untuk mencapai itu, agama selalu menghadirkan ajaran tentang keseimbangan da lam berbagai aspek kehidupan; agama juga mengajarkan bahwa menjaga nyawa manusia harus menjadi prioritas; menghilangkan satu nyawa sama artinya dengan menghi langkan nyawa keseluruhan umat manusia. Moderasi beragama menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.

Prolog | Moderasi Beragama

- xxi -

Page 20: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

Orang yang ekstrem tidak jarang terjebak dalam prak tik beragama atas nama Tuhan hanya untuk membela keagungan-Nya saja seraya mengenyampingkan aspek kema nusiaan. Orang beragama dengan cara ini rela merendah kan sesama manusia “atas nama Tuhan,” padahal menjaga kemanusiaan itu sendiri adalah bagian dari inti ajaran agama.

Sebagian manusia sering mengeksploitasi ajaran agama untuk memenuhi kepentingan hawa nafsunya, kepentingan hewaninya, dan tidak jarang juga untuk melegitimasi hasrat politiknya. Aksi-aksi eksploitatif atas nama agama ini yang menyebabkan kehidupan beragama menjadi tidak seimbang, cenderung ekstrem dan berlebih-lebihan. Jadi, dalam hal ini, pentingnya moderasi beragama adalah karena ia menjadi cara mengembalikan praktik beragama agar sesuai dengan esensinya, dan agar agama benar-benar berfungsi menjaga harkat dan martabat manusia, tidak sebaliknya.

Kedua, ribuan tahun setelah agama-agama lahir, manu sia semakin bertambah dan beragam, bersuku-suku, ber bangsa-bangsa, beraneka warna kulit, tersebar di berbagai negeri dan wilayah. Seiring dengan perkembangan dan per sebaran umat manusia, agama juga turut berkembang dan tersebar. Karya-karya ulama terdahulu yang ditulis dalam bahasa Arab tidak lagi memadai untuk mewadahi seluruh kompleksitas persoalan kemanusiaan.

Teks-teks agama pun mengalami multitafsir, kebenaran menjadi beranak pinak; sebagian pemeluk agama tidak lagi berpegang teguh pada esensi dan hakikat ajaran agamanya, melainkan bersikap fanatik pada tafsir kebenaran versi yang disukainya, dan terkadang tafsir yang sesuai dengan kepentingan politiknya. Maka, konflik pun tak terelakkan. Kompleksitas kehidupan manusia dan agama seperti itu terjadi di berbagai belahan dunia, tidak saja di Indonesia dan Asia, melainkan juga

Lukman Hakim Saifuddin | Gagasan - Kinerja: Moderasi Beragama

- xxii -

Page 21: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

di berbagai belahan dunia lainnya. Konteks ini yang menyebabkan pentingnya moderasi beragama, agar peradaban manusia tidak musnah akibat konflik berlatar agama.

Ketiga, khusus dalam konteks Indonesia, moderasi beragama diperlukan sebagai strategi kebudayaan kita dalam merawat keindonesiaan. Sebagai bangsa yang sangat heterogen, sejak awal para pendiri bangsa sudah berhasil mewariskan satu bentuk kesepakatan dalam berbangsa dan bernegara, yakni Pancasila dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang telah nyata berhasil menyatukan semua kelompok agama, etnis, bahasa, dan budaya. Indonesia disepakati bukan negara agama, tapi juga tidak memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari warganya. Nilai-nilai agama dijaga, dipadukan dengan nilai-nilai kearifan dan adat-istiadat lokal, beberapa hukum agama dilembagakan oleh negara, ritual agama dan budaya berjalin berkelindan dengan rukun dan damai.

Itulah sesungguhnya jati diri Indonesia, negeri yang sangat agamis, dengan karakternya yang santun, toleran, dan mampu berdialog dengan keragaman. Ekstremisme dan radikalisme niscaya akan merusak sendi-sendi keindonesiaan kita, jika dibiarkan tumbuh berkembang. Karenanya, moderasi beragama amat penting dijadikan cara pandang.

Selain dari tiga poin besar di atas, dapat juga dijelaskan bahwa moderasi beragama sesungguhnya merupakan kebaikan moral bersama yang relevan tidak saja dengan perilaku individu, melainkan juga dengan komunitas atau lembaga.

Moderasi telah lama menjadi aspek yang menonjol da lam sejarah peradaban dan tradisi semua agama di dunia. Masing-masing agama niscaya memiliki kecenderungan ajaran yang mengacu pada satu titik makna yang sama, yakni bahwa memilih jalan tengah di antara dua kutub ekstrem, dan tidak berlebih-lebihan, merupakan sikap beragama yang paling ideal.

Prolog | Moderasi Beragama

- xxiii -

Page 22: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

Kesamaan nilai moderasi ini pula yang kiranya menjadi energi yang mendorong terjadinya pertemuan bersejarah dua tokoh agama besar dunia, Paus Fransiskus dengan Imam Besar Al Azhar, Syekh Ahmad el-Tayyeb, pada 4 Februari 2019 lalu. Pertemuan tersebut telah menghasilkan doku men persaudaraan kemanusiaan (human fraternity docu ment), yang di antara pesan utamanya menegaskan bahwa musuh bersama kita saat ini sesungguhnya adalah ekstremisme akut (fanatic extremism), hasrat saling memusnahkan (destruction), perang (war), intoleransi (intolerance), serta rasa benci (hateful attitudes) di antara sesama umat manusia, yang semuanya mengatasnamakan agama.

Sejumlah peristiwa kekerasan di berbagai negara menegaskan betapa ekstremisme dan terorisme bukan monopoli satu agama dan tidak mendapatkan tempat dalam agama mana pun. Ancaman teror dan kekerasan sering lahir akibat adanya pandangan, sikap, dan tindakan esktrem seseorang yang mengatasnamakan agama. Pada saat yang sama, sikap moderat yang menekankan pada keadilan dan keseimbangan, dapat muncul dari siapa saja, tanpa melihat afiliasi agamanya.

Sebagai negara yang plural dan multikultural, konflik berlatar agama sangat potensial terjadi di Indonesia. Itu mengapa kita perlu moderasi beragama sebagai solusi, agar dapat menjadi kunci penting untuk menciptakan kehidupan keagamaan yang rukun, harmoni, damai, serta menekankan pada keseimbangan, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, maupun dalam kehidupan sesama manusia secara keseluruhan.

Lebih dari itu, cara pandang dan praktik moderasi dalam beragama bukan hanya kebutuhan masyarakat Indonesia, melainkan kebutuhan global masyarakat dunia. Moderasi beragama mengajak ekstrem kanan dan ekstrem kiri, ke lompok beragama yang ultra-konservatif dan liberal, untuk sama-sama mencari persamaan dan titik temu di tengah, menjadi umat yang moderat.

Lukman Hakim Saifuddin | Gagasan - Kinerja: Moderasi Beragama

- xxiv -

Page 23: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

Salah Paham Moderasi Beragama Moderat adalah sebuah kata yang sering disalahpahami

dalam konteks beragama di Indonesia. Tidak sedikit masya rakat yang beranggapan bahwa seseorang yang bersikap moderat dalam beragama berarti tidak teguh pendirian nya, tidak serius, atau tidak sungguh-sungguh dalam mengamalkan ajaran agamanya. Moderat disalahpahami sebagai kompromi keyakinan teologis beragama dengan pemeluk agama lain.

Seorang yang moderat seringkali dicap tidak paripurna dalam beragama, karena dianggap tidak menjadikan kese luruhan ajaran agama sebagai jalan hidup, serta tidak men jadikan laku pemimpin agamanya sebagai teladan dalam se luruh aspek kehidupan. Umat beragama yang moderat juga sering dianggap tidak sensitif, tidak memiliki kepedulian, atau tidak memberikan pembelaan ketika, misalnya, sim bol-simbol agamanya direndahkan.

Anggapan keliru lain yang lazim berkembang di kalangan masyarakat adalah bahwa berpihak pada nilai-nilai mode rasi dan toleransi dalam beragama sama artinya dengan bersikap liberal dan mengabaikan norma-norma dasar yang sudah jelas tertulis dalam teks-teks keagamaan, sehingga dalam kehidupan keagamaan di Indonesia, mereka yang beragama secara moderat sering dihadap-hadapkan secara diametral dengan umat yang dianggap konservatif dan ber pegang teguh pada ajaran agamanya.

Kesalahpahaman terkait makna moderat dalam beragama ini berimplikasi pada munculnya sikap antipati ma syarakat yang cenderung enggan disebut sebagai seorang moderat, atau lebih jauh malah menyalahkan sikap moderat.

Namun, benarkah pemahaman moderat seperti itu? Dan benarkah bahwa bersikap moderat dalam beragama berarti menggadaikan keyakinan ajaran agama kita demi untuk menghargai keyakinan pemeluk agama lain?

Prolog | Moderasi Beragama

- xxv -

Page 24: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

Jawabannya tentu saja tidak! Moderat dalam beragama sama sekali bukan berarti mengompromikan prinsip-prinsip dasar atau ritual pokok agama demi untuk menyenangkan orang lain yang berbeda paham keagamaannya, atau berbeda agamanya. Moderasi beragama juga bukan alasan bagi seseorang untuk tidak menjalankan ajaran agamanya secara serius. Sebaliknya, moderat dalam beragama berarti percaya diri dengan esensi ajaran agama yang dipeluknya, yang mengajarkan prinsip adil dan berimbang, tetapi berbagi kebenaran sejauh menyangkut tafsir agama.

Karakter moderasi beragama meniscayakan adanya keterbukaan, penerimaan, dan kerjasama dari masing-masing kelompok yang ber beda. Karenanya, setiap in dividu pemeluk agama, apa pun suku, etnis, budaya, aga ma, dan pilihan politiknya harus mau saling mendengarkan satu sama lain, serta saling belajar melatih kemampuan mengelola dan mengatasi per bedaan pemahaman keagamaan di antara mereka.

Demikianlah, buku ini, selain ditulis untuk maksud-maksud yang telah dijelaskan di atas, juga bertujuan untuk mengklarifikasi andai masih ada salah paham tentang makna moderat dalam beragama.

Lukman Hakim Saifuddin | Gagasan - Kinerja: Moderasi Beragama

- xxvi -

Page 25: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

Pada 24 Juni 2014, Lukman Hakim Saifuddin—selanjutnya disebut LHS—, diangkat Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2009, 2009-2014) sebagai Menteri Agama Republik Indonesia pada Kabinet Indonesia Bersatu II. Ia menggantikan Menteri Agama sebelumnya, Suryadharma Ali (1999-2014). Ini merupakan karir puncak LHS setelah merintis karir panjang sebagai aktivis dan politisi. Sebagai politisi ia sebelumnya menjabat sebagai Anggota DPR RI dua periode (1999-2004, 2004-2009) dan menjabat Wakil Ketua MPR mulai 1 Oktober 2009 hingga 9 Juni 2014 dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Ia kembali menjabat sebagai Menteri Agama RI pada Kabinet Kerja I di bawah kepemimpinan Presiden RI, Ir. Joko Widodo (2014-2019, 2019-petahana) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mulai 27 Oktober 2014-27 Oktober 2019.

Yang ditemukan pembaca di dalam buku ini adalah rangkuman pokok-pokok pikiran yang terekam di dalam benak dan pikiran saya dan masing-masing penulis terhadap kepemimpinan LHS di Kementerian Agama RI selama menjabat sebagai Menteri Agama RI. Sebagaimana dikemukakan oleh editor, buku ini dimaksudkan sebagai dokumentasi terhadap visi, orientasi dan artikulasi kebijakan LHS selama menjabat sebagai Menteri Agama, yang di dalamnya menyangkut artikulasi moderasi beragama. Tulisan di dalam buku ini juga sebagai apresiasi terhadap

Lukman Hakim Saifuddin:Pembawaan Normatif, Kebijakan Inklusif dan Legasi Prestasi

Dr. Achmad SyahidDosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 26: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

sumbangsih dan keberpihakan LHS terhadap berbagai upaya yang dilakukan untuk peningkatan mutu pendidikan keagamaan yang di dalamnya termasuk transformasi kelembagaan PT Keagamaan dan penguatan kehidupan antar umat beragama yang lebih harmonis. Pembaca juga akan menemukan testimoni sekaligus pembacaan para penulis artikel terhadap kiprah terhadap LHS yang di dalamnya tidak terhindarkan termasuk terjalinnya relasi interpersonal dengan para pihak yang mengesankan.

Selama lima setengah tahun memimpin Kementerian Agama RI, lalu apa yang menjadi sumbangan LHS terhadap umat, bangsa, dan negara yang kemudian dapat dicatat sebagai legasi? Di samping dari segi pembawaan, gaya kepemimpinan, zona integrasi, pojok anti korupsi, transparansi, termasuk pengenalan 5 budaya kerja, dan hal-hal intangible lainnya, penting untuk dicatat berbagai bukti tangible untuk dibukukan sebagai prestasi LHS. Tabulasi prestasi seperti ini memiliki nilai strategis tidak semata-mata sebagai bentuk testimoni dan apresiasi tetapi juga penting sebagai dokumentasi sejarah kepemimpinannya di Kementerian Agama.

Hal yang harus ditekankan di awal sebelum mengulas lebih lanjut, penting dicatat bahwa LHS sebagai Menteri Agama memiliki mandat untuk memimpin kementerian yang membidangi keagamaan yang di dalamnya memayungi pendidikan dan berbagai urusan keagamaan bukan hanya agama Islam tetapi juga agama Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Melihat bidang agama di Kementerian Agama, banyak pihak yang keliru paham dikiranya yang diurus oleh kementerian ini adalah agama sebagai organized religion. Salah paham lagi setelah melihat bahwa alokasi dana bagi kementerian agama yang dianggap besar, terutama dibandingkan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (152 T) dan Ristekdikti (164 T). Melihat total anggaran kementerian agama 2017-2020 berada di urutan nomor 4 setelah kementerian

Lukman Hakim Saifuddin | Gagasan - Kinerja: Moderasi Beragama

- xxviii -

Page 27: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

pertahanan (448 T), pekerjaan umum (444 T), Polri (344 T), dan kementerian agama (250 T), orang kemudian gampang menuduh bahwa negara tengah membiayai diri untuk tidak menjadi Indonesia tetapi menjadi Indokistan. Sebuah sinisme yang lagi-lagi menyebut bahwa Indonesia akan menjadi “negara agama” atau “terlebih sebagai negara Islam” yang mengkhawatirkan seperti Pakistan, Suriah, dan tudingan ini lahir dari pihak-pihak yang menandakan bahwa yang bersangkutan tidak paham betapa luas dan besarnya cakupan dan bidang yang menjadi urusan di Kementerian Agama.

Di dalam sebuah kepemimpinan, selalu dapat dimaknai sebagai jawaban terhadap raison d’etre sekaligus pembuktian atas janji, kata-kata dan perilakunya. Demikian halnya dengan kepemimpinan LHS, sebagai Menteri Agama di Kementerian Agama. Oleh karena itu, tulisan ini, saya juga akan mengulas berbagai isu dan kebijakan strategis LHS yang kemudian direplika menjadi kebijakan para direktur jenderal di lingkungan Kementerian Agama. Konteks tulisan saya di dalam buku ini, penting didudukan sebagaimana mestinya. Spirit dan semangat buku ini merupakan sebuah hadiah dan penghargaan terhadap LHS sebagai Menteri Agama dari dan atas nama Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen di bawah kepemimpinan Prof. Dr. Thomas Pentury, M.Si.,—selanjutnya disebut TP—. Terutama sekali karena sejak Rabu, 2 Agustus 2017 Dirjen Bimas Kristen dipimpin oleh akademisi aktif mantan Rektor Universitas Pattimura bergelar guru besar, maka terasa sekali terjadinya apa yang saya sebut dengan intelektualisasi dan internasionalisasi mutu pendidikan pada satuan pendidikan dasar hingga tinggi di lingkungan Dirjen Bimas Kristen. Kesaksian itu merupakan kesimpulan saya, yang sejak 2012, aktif membantu dan terlibat diberbagai isu dan kebijakan strategis tiga dirjen pada Direktorat Jenderal Bimas Kristen. Senafas dengan spirit dan semangat itu, tulisan saya ini yang dimaksudkan sebagai

Prolog | LHS: Pembawaan Normatif, Kebijakan Inklusif

- xxix -

Page 28: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

pengantar buku ini, pada tempatnya kiranya, menempatkan kiprah dan kebijakan TP sebagai Direktur Jenderal dalam banyak hal diulas bersamaan dan untuk menguatkan prestasi LHS sebagai Menteri Agama. Paparan tentang apa yang telah dilakukan oleh TP sebagai Direktur Jenderal Bimas Kristen disajikan secara tematik-sekuensial, mengikuti kebijakan dan prestasi besar yang lahir dari rahim Kementerian Agama.

Legasi PretasiTepat 3 hari setelah LHS menjabat sebagai Menteri Agama,

pada 27 Juni 2014 Presiden RI Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono (20 Oktober 2004-20 Oktober 2014) menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2004 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku pada Departemen Agama. LHS kemudian menerbitkan PMA Nomor 24 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak atas Biaya Nikah dan Rujuk di luar Kantor Urusan Agama Kecamatan. Dengan terbitnya PP dan PMA ini, LHS seperti sedang dituntun untuk melakukan reformasi birokrasi di Kementerian Agama sebagai kuncinya. Pada PPT ini diatur bahwa semua pihak yang melaksanakan pernikahan, talak dan rujuk di Kantor Urusan Agama (KUA) yang tersebar di kecamatan di seluruh Indonesia tidak dikenakan biaya. Mereka yang melaksanakan nikah atau rujuk diselenggarakan di luar KUA Kecamatan dikenakan biaya transportasi dan jasa profesi namun hal dana itu dicatat sebagai penerimaan dari Kantor Urusan Agama Kecamatan tersebut. Terhadap warga negara yang dipandang tidak mampu secara ekonomi dan/atau korban bencana yang melaksanakan nikah atau rujuk di luar KUA Kecamatan, dapat dikenakan tarif Rp 0 (nol) rupiah.

Lukman Hakim Saifuddin | Gagasan - Kinerja: Moderasi Beragama

- xxx -

Page 29: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

Apa maknanya ini? Hal ini merupakan wujud nyata reformasi birokrasi dengan paradigma baru untuk melayani dan mendekatkan layanan negara terhadap rakyat. KUA sebagai ujung tombak terbawah yang bersentuhan langsung dengan berbagai masyarakat masyarakat. Ia rentan pungutan liar dan gratifikasi. Dalam konteks reformasi birokrasi, posisi KUA ini mendapat perhatian serius oleh para penegak hukum terkait dengan besarnya arus dana untuk mendapatkan layanan nikah, talak dam rujuk, juga sekaligus ketidakjelasan bagaimana tata kelola keuangan dan sistem pencatatan dan pelaporannya. Dengan reformasi ini, berarti tidak terhindarkan melakukan pembenahan profesionalisme penghulu, disiplin pegawai dan layanan KUA, pemenuhan sarana dan prasarana KUA dan infrastruktur lain yang mendukung. Layanan nikah, talak dan rujuk umat Islam di luar negeri juga dilayani dengan baik. Bagaimana dengan layanan menikah pada agama lain? Pada saat saya mendamping TP melakukan kunjungan resmi ke Korea Selatan pada pertengahan Agustus 2019, muncul keluhan dari KBRI Seoul, bahwa layanan nikah antar sesama warga negara Indonesia atau antar warga negara dengan warga negara asing yang dilangsungkan di Korea Selatan masih menghadapi persoalan pelik dan berbelit.

Prestasi LHS selanjutnya dapat dicatat pada peningkatan dan akselerasi mutu pendidikan. Pada pendidikan dasar dan menengah, didirikan berbagai MAN Insan Cendekia. Jenis MAN ini yang semula di Serpong dan kemudian Gorontalo, kemudian diperbanyak jumlahnya menjadi 20 buah, di mana beberapa di antaranya dibangun dengan menggandeng pemerintah daerah. Seperti Jambi, Aceh Timur, Ogan Komering Ilir, Siak-Pekanbaru, Paser-Kalimantan Timur, Pekalongan, Bangka Tengah, Padang Pariaman, Bengkulu Tengah, Batam, Tanah Laut-Kalimantan Selatan, Sambas, Kendari, Palu, Sorong, Tapanuli Selatan, Lombok

Prolog | LHS: Pembawaan Normatif, Kebijakan Inklusif

- xxxi -

Page 30: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

Timur dan Maluku Utara. MAN IC ini merupakan terobosan baru agar terdapat akselerasi generasi muslim Indonesia tidak saja menguasai ilmu agama (yang disediakan oleh pesantren, MAN Keagamaan, dll.), tetapi memiliki keahlian di dalam ilmu-ilmu non keagamaan. Pembentukan MAN IC ini lebih massif dan berhasil dibandingkan dengan upaya mendirikan MAN Program Keterampilan atau MAN Keterampilan yang direncakanan dibentuk di enam wilayah di Indonesia.

Pada jenjang pendidikan tinggi, transformasi institusi Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) dari Sekolah Tinggi menjadi institut dan institut menjadi universitas, tercatat sangat baik. Terlepas hasil studi ACDP 2016 yang menemukan bahwa transformasi itu tidak selalu didukung dan dibarengi dengan mutu, namun transformasi itu merupakan prestasi tersendiri dari segi jumlah. Memang transformasi bukan ide orisinal LHS, namun meneruskan ide dan kebijakan strategis para pendahulunya. Sejak Prof. Dr. Said Agil Al-Munawar (9 Agustus 2001-20 Oktober 2004) sebagai Menteri Agama meresmikan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2002. Kemudian diikuti M. Maftuh Basyuni (21 Oktober 2004-20 Oktober 2009) yang meresmikan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2004), UIN Sunan Gunung Jati di Bandung (2005), UIN Alaudin Makassar (2005), dan UIN Syarif Kasim Pekanbaru (2005). Juga melanjutkan kebijakan Suryadharma Ali (22 Oktober 2009-28 Mei 2014) yang meresmikan transformasi UIN Ar Raniry Banda Aceh dan UIN Sunan Ampel Surabaya pada 2013. Sebagai Menteri Agama, LHS menambah delapan jumlah UIN selama memimpin: UIN Raden Patah Palembang (2014), UIN Sumatera Utara (2014), UIN Walisongo Semarang (2014), UIN Antasari Banjarmasin (2017), UIN Raden Intan Bandar Lampung (2017), UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten (2017), UIN Sultan Thaha Saifuddin, Jambi

Lukman Hakim Saifuddin | Gagasan - Kinerja: Moderasi Beragama

- xxxii -

Page 31: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

(2017) dan UIN Mataram (2017). Di samping UIN, alih status menandai transformasi kelembagaan juga berlangsung di IAIN Samarinda, IAIN Palangkaraya, IAIN Kendari, IAIN Manado, IAIN Jember, IAIN Salatiga, IAIN Purwokerto, IAIN Palopo dan IAIN Langsa Aceh sejak 2015. LHS merupakan putera K. H. Saifuddin Zuhri, Menteri Agama ke-9 yang memimpin Kementerian Agama pada lima kabinet kerja, antara 6 Maret 1962 – 14 Oktober 1967, menteri terakhir Orde Lama. Di bawah kepemimpinan ayahanda LHS, Saifuddin Zuhri, IAIN berkembang pesat dengan cabang-cabangnya dibuka di hampir berbagai propinsi di Indonesia (Syahid, 2005; Shiddiq, 2019). Kementerian Agama di bawah LHS, IAIN alih status menjadi UIN, cabang-cabang IAIN di berbagai propinsi yang bernama STAIN secara kolosal alih status menjadi IAIN dan bahkan UIN. Banyak pihak menyebut, LHS istiqamah dengan garis perjuangan ayahandanya, sekaligus menyempurnakan upaya rintisannya.

Lalu, apa yang terjadi di Ditjen Bimas Kristen? Upaya yang dirintis sejak 2015 terwujud saat Ditjen Bimas Kristen di bawah TP. Pada 2018 lembaga PT di bawah Ditjen Bimas Kristen ini telah berhasil melakukan transformasi kelembagaan pada 3 sekolah tingginya menjadi institut: IAKN Tarutung, IAKN Manado dan IAKN Ambon. Pada 2019 ini telah disetujui transformasi kelembagaan 4 sekolah tinggi menjadi institut, yakni, Palangkaraya, Kupang, Toraja dan Sentani. Di lingkungan Ditjen Bimas Hindu, tranformasi kelembagaan sekolah tinggi menjadi institut berlangsung di Palangkaraya dan IHDN Denpasar Bali berubah menjadi Universitas Hindu Dharma Negeri (UHDN) Denpasar Bali (2019).

Upaya LHS lain adalah lahirnya International Islamic University of Indonesia atau Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII). Berbeda dengan jenis UIN, UIII merupakan

Prolog | LHS: Pembawaan Normatif, Kebijakan Inklusif

- xxxiii -

Page 32: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

perguruan tinggi Islam Negeri berbentuk Pendidikan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH). Ia dibangun di atas basis universalisme Islam. Dalam konteks mutu dan reputasi Islam Indonesia, UIII lahir dari cita-cita untuk meningkatkan pengakuan masyarakat akademik internasional terhadap peran umat Islam di Indonesia. Jumlah umat Islam Indonesia yang berkisar pada angka 200 juta ada keinginan kuat untuk menjadikan Indonesia menjadi salah satu pusat peradaban Islam di dunia yang dirancang melalui jalur formal pada jenjang pendidikan tinggi negeri yang memenuhi standar mutu internasional. Website resmi UIII menjelaskan bahwa ada beberapa hal utama yang penting dijelaskan sehubungan dengan pendirian UIII ini.  Pertama, UIII diletakkan di dalam konteks dan karakteristik Islam di Indonesia yang dimaksudkan secara sengaja dan sistematis sebagai model peradaban Islam bagi dunia melalui pendidikan tinggi.  Kedua, pendirian UIII dirancang sebagai pusat produksi peradaban Islam bermutu dan berreputasi tinggi melalui pendidikan level internasional. Ketiga, UIII merupakan bagian dari upaya melakukan integrasi ilmu pengetahuan. Integrasi keilmuan itu terutama cara pandang UIII berkaitan dengan epistemologi keilmuan yang dikembangkan terus menerus melalui penelitian untuk pengembangan ilmu yang kemudian dipublikasikan secara luas, proses belajar mengajar dan pengabdian kepada masyarakat. Bagaimana model kajian yang berkaitan dengan Islam sebagai agama dan bahan dasar ilmu pengetahuan. Dan model pengembangan kelembagaan ilmu pengetahuan dan peradaban yang dirancang melalui fakultas-fakultas yang ada di dalamnya. Sedangkan keempat, UIII dirancang dengan sengaja dan sistematis menjadi pusat kajian dan riset level internasional demi dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang integratif. Mempertimbangkan isu dan kebijakan dibalik lahirnya UIII, tidak terhindarkan bahwa lembaga ini merupakan

Lukman Hakim Saifuddin | Gagasan - Kinerja: Moderasi Beragama

- xxxiv -

Page 33: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

kelanjutan dan bukan lembaga dengan jenis yang sangat berbeda dengan mandat didirikannya UIN (Kusmana, 2005). Dibandingkan dengan UIN, UIII merupakan versi yang lebih elit dari segi mutu dan lebih berbobot dari segi substansi isi dan konten riset dan pendidikannya (Jabali dan Jamhari, 2002).

Sejalan dengan transformasi kelembagaan itu, sejak 2015 juga diluncurkan program 5000 doktor di Kementerian Agama. Program monumental ini diresmikan oleh Presiden RI, Ir. H. Joko Widodo di Istana Negara pada 19 Desember 2015. Program sejenis juga diluncurkan oleh Ditjen Bimas Budha sejak 2017. Sementara pada Direktorat Jenderal Bimas Kristen, TP merintis program doktor luar negeri ini sejak 2018. Bagi TP, education is the channel of hope. Telah banyak data, analisis dan catatan tentang mutu dan praktek Pendidikan Kristen di Indonesia (Siagian, 1978). Sebagai akademisi TP dapat dengan cepat memahami anatomi masalah di dalamnya. Bagi TP, program doktor luar negeri merupakan salah satu dan bagian penting dari kebijakan mainstreaming Christian Higher Education merupakan terbosan yang bersifat tidak biasa di lingkungan Ditjen Bimas Kristen. Terdapat 5 PT luar negeri di Philipina, Korea Selatan, dan Belanda yang menjadi partnernya. Pada 2018 dan 2019 juga mulai dirintis kerjasama dengan PT di Moskow, Papua Nugini, Belgia dan Amerika Serikat. Telah dikirimkan 23 peserta pada 2018, dan sekitar 30 orang direncanakan akan diberangkatkan pada 2019. Seiring dengan program doktor luar negeri, TP juga merintis international conference, program sandwich, publikasi di jurnal internasional, dll. Berbagai program ini dirintis bersamaan dengan kebijakan TP pada 2019 dengan menggelar seleksi nasional ujian masuk bersama pada tujuh PTKKN. Semua usaha rintisan itu diselenggarakan TP sebagai bagian dari modernisasi pengkajian ilmu-ilmu agama di PTKK. Upaya-upaya ini telah dirintis di UIN Jakarta sejak 1970-an oleh Prof. Dr. Harun Nasution.

Prolog | LHS: Pembawaan Normatif, Kebijakan Inklusif

- xxxv -

Page 34: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

Senafas dengan mandat bagi lahirnya UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, pada 2019 lahir Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2019 tentang Pendidikan Tinggi Keagamaan. PP ini telah disusun dengan pembahasan yang panjang dan alot dengan para pihak. Ketentuan Pasal 30 ayat (3) dapat diselenggarakan dengan lahirnya PP ini. Kementerian Agama dapat mengelola Pendidikan Tinggi Keagamaannya secara lebih mandiri, demikian juga para Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian Agama yang mengelola bidang pendidikan tinggi keagamaan seperti Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Dalam berbagai kesempatan, TP dengan berseri-seri menyebut lahirnya PP ini sebagai hadiah sekaligus kabar gembira bagi insan perguruan tinggi, yang selama ini tidak cukup independen dalam mengelola PT mereka. Seiring dengan terbitnya PP Nomor 46 tahun 2019, LHS menerbitkan KMA Nomor 474 Tahun 2019 tentang Pemberian Mandat kepada Direktur Jenderal yang Menyelenggarakan Pendidikan Untuk dan Atas Nama Menteri Agama Menandatangani Izin Penyelenggaraan Program Studi pada Perguruan Tinggi Keagamaan.

Penyelenggaraan haji dan umroh juga harus dicatat sebagai prestasi LHS yang harus diapresiasi. Dari segi norma, lahir UU Nomor Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. UU ini merupakan revisi dari UU Nomor 8 Tahun 2008. Oleh karena itu, hingga musim haji 2019, masih digunakan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Peraturan Menteri Agama Nomor 23 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus. Peraturan Menteri Agama Nomor 18 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Haji Reguler, dll. Yang hendak ditonjolkan di dalam isu penyelenggaraan haji dan umrah dalam konteks prestasi LHS bukan level normatif

Lukman Hakim Saifuddin | Gagasan - Kinerja: Moderasi Beragama

- xxxvi -

Page 35: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

tersebut di atas, namun pada standar, prosedur dan kriteria apa yang lahir dari kebijakan LHS. Pada tampak bahwa LHS sebagai amir al-haj menekankan sekali pada tata cara penyelenggaraan ibadah haji (kayfiyat ada’i wa al-manasik al-haj). LHS meminta informasi dan sosialisasi istithaah kesehatan jemaah haji dilakukan secara gencar. Layanan operasional, selama di dalam negeri, embarkasi dan di tanah suci ditingkatkan. Penyediaan layanan akomodasi dan katering, transportasi, kesehatan, dan layanan bimbingan ibadah dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Pada musim haji 2019 ini juga dilaksanakan 12 inovasi penyelenggaraan ibadah haji. Antara lain, fast track untuk semua embarkasi, penomoran tenda bagi jamaah saat di Arafah dan Mina, sinkronisasi kloter, regu dan rombongan dengan transportasi udara, penggunaan AC pada tenda jamaah di Arafah, kloter berbasis embarkasi, zonasi akomodasi jemaah selaras dengan kloter, rombongan dan regu, katering menyediakan menu makakanan dengan citarasa daerah asal jamaah, manajemen manasik petugas badal dan safari wukuf, termasuk cadangan badal, optimalisasi penugasan saat Armina, penyesuaian beban kerja, penempatan pos stasioner di jalur jamarat, pelaporan dan monitoring jemaah berbasis TIK (rekam jejak ibadah, informasi jemaah, check in-check out, tanazzul, pelaporan katering dan lokasi penempatan), dan terakhir adalah manajemen krisis.

Di berbagai kesempatan, LHS menekankan dua belas inovasi penyelenggaraan ibadah haji di atas dilaksanakan guna memastikan bahwa layanan negara demi dan untuk kepuasan jemaah. Di samping itu juga sebagai salah satu jaminan negara atas kemerdekaan beribadah berupa pemberian pembinaan, pelayanan, dan pelindungan bagi warga negara yang menunaikan ibadah haji dan umrah. Tujuannya agar ibadah dapat berlangsung secara aman, nyaman, tertib, dan sesuai dengan ketentuan syariat. Inovasi juga

Prolog | LHS: Pembawaan Normatif, Kebijakan Inklusif

- xxxvii -

Page 36: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

guna memastikan adanya peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji dan umrah secara aman, nyaman, tertib, dan sesuai dengan ketentuan syariat seiring dengan meningkatnya jumlah warga negara untuk menunaikan ibadah haji dan umrah.

Lalu, apa hubungannya dengan TP dan konteks tulisan ini? Hubunganya adalah TP sebagai Direktur Jenderal Bimas Kristen diangkat sebagai Plt. Inspektur Jenderal Kementerian Agama sejak 20 Mei 2019. Saya berkesempatan membantu menyusun petunjuk teknis pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan ibadah haji 2019 bersama-sama kawan-kawan di inspektorat jenderal. Interaksi yang bersifat profesional dan personal terjalin dalam konteks itu. Jika Badan Pusat Statistik (BPS) sejak 2014 merilis hasil survey kepuasan jemaah terhadap penyelenggaraan ibadah haji, juga pemantauan DPR RI, BPK RI, BPKP RI, DPD RI, Kemenko PMK, maka TP melalui Inspektorat Jenderal meminta saya mendampingi penyusunan metodologi dan instrumen yang sama dengan BPS namun dengan titik tekan pada kayfiyat ada’i wa al-manasik al-haj di atas. Di bawah kepemimpinan LHS, survey BPS selalu meningkat setiap tahun angka kepuasan jamaah haji terhadap penyelenggaraan ibadah haji. Yakni 81,52% (memuaskan) pada 2014; 82,67% (memuaskan) pada 2015; 83,83% (memuskan) pada 2016; 84,85% (memuaskan) pada 2017 dan 85,23% (sangat memuaskan) pada 2018. Rilis hasil survey BPS pada 2019 belum dikeluarkan, namun komisioner KPHI, Imam Addaruqutni menyebut penyelenggaraan ibadah haji pada 1440/2019 ini merupakan yang terbaik dibanding tahun-tahun sebelumnya. Mantan Ketua KPK yang juga Ketua PP Muhammadiyah, Dr. Busyro Muqoddas juga memuji layanan dan penyelenggaraan ibadah haji pada 2019 ini.

Reformasi birokrasi adalah wujud integritas dan akuntabilitas. Dengan stándar normatif itu, birokrasi dan administrasi Kementerian Agama sebagai backbound struktur organisasi dan

Lukman Hakim Saifuddin | Gagasan - Kinerja: Moderasi Beragama

- xxxviii -

Page 37: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

tata kelola mendapat perhatian serius LHS. Selain mencanangkan lima budaya kerja Kementerian Agama, yang meliputi integritas, profesionalitas, inovasi, tanggung jawab dan keteladanan, LHS concern terhadap reformasi birokrasi itu. Bagi LHS, evaluator adalah penyuluh sekaligus konsultan gratis. Sikap terbuka dan positif itu yang ditnjukkan LHS begitu Kemenpan RB membentuk Tim Evaluator RB berusaha menelisik pada tiga ranah: akuntabilitas kinerja, reformasi birokrasi dan zona integritas. Reformasi Birokrasi di Kementerian Agama, ditujukan bukan saja terkait meningkatkan kinerja, tetapi bagaimana upaya kita di Kementerian Agama memberikan yang terbaik kepada bangsa dan negara kita tercinta, melalui Kementerian Agama. Indeks Reformasi Birokrasi menurut hasil evaluasi pelaksanaan reformasi birokrasi pada 2018 adalah 74,02 atau kategori BB, sementara pada 2017 adalah 73,27 atau kategori BB. Indeks tersebut meningkat terus menerus sejak LHS memimpin Kementerian Agama. Ia berada pada posisi 54,83 atau masuk kategori “CC” pada 2014. Kemudian naik menjadi 62,28 atau “B” pada 2015 dan menjadi 69,14 atau “B” pada 2016. Perilaku birokrasi dan organisasi tata kerja Kementerian Agama selain lebih akuntabel dan transparan, orientasi kerjanya juga semakin melayani. Salah satu upaya guna peningkatan indeks reformasi birokrasi di Kementerian Agama adalah pembuatan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang telah tersebar di 34 Kantor Wilayah Kementerian Agama seluruh Indonesia. Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, Nur Kholis Setiawan, karena indeks reformasi ditargetkan menjadi A pada 2019, maka ia juga menargetkan PTSP hadir di seluruh Kantor Kementerian Agama tingkat Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

Di tangan LHS, indikator peningkatan kinerja aparatur Kementerian Agama juga terlihat pada akuntabilitas kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN) di kementerian ini. Peningkatan

Prolog | LHS: Pembawaan Normatif, Kebijakan Inklusif

- xxxix -

Page 38: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

itu dapat dilihat dari trend naiknya grafik penilaian dari Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang juga dilakukan Kemen PAN-RB. Pada saat LHS memimpin Kementerian Agama, pada 2014, SAKIP Kemenag masih dalam kategori “CC” dengan nilai 60,53. Kategori dan nilai tersebut naik pada 2015, SAKIP Kementerian Agama naik menjadi kategori “B” dengan nilai 62,01. Pada 2016 capaian SAKIP naik menjadi 68,17 dengan kategori B. Sedangkan pada 2017 menjadi 70,02 atau kategori BB. Pada 2018, nilai SAKIP Kementerian Agama kembali naik menjadi 70,12 atau kategori BB. Kenaikan kategori dan nilai peringkat SAKIP ini menjadi signifikan bagi Kementerian Agama yang memiliki satuan kerja berjumlah 4.590 dan ASN sebanyak 225.730 orang lebih.

LHS juga bersikap terbuka dan bahkan menjadikan data sebagai dasar pengambilan kebijakan. Saat Kementerian Agama mendapatkan berbagai opini setelah BPK meneliti Laporan Keuangan Kementerian Agama (LKKA). Opini BPK itu kemudian dijadikan dasar pertimbangan untuk peningkatan laporan keuangan setiap tahun, wajar dan logis jika Kementerian Agama memperoleh opini yang senantiasa meningkat setiap tahun, sejak LHS memimpin. Data Kementerian Agama menyebut bahwa opini BPK pada LKKA pada 2014 adalah Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Pengecualian (WTP-DPP). Sedangkan opini BPK pada LKKA pada 2015 adalah Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Opini BPK terus meningkat menjadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada tiga tahun berturut-turut: LKKA 2016, 2017, dan 2018. Peningkatan status opini ini menunjukkan kesungguhan niat, motivasi dan komitmen Kementerian Agama di bawah kepemimpinan LHS untuk menjadikan hasil pemeriksaan, rekomendasi dan review BPK pada LKKA sebagai bahan pengabilan kebijakan dan perbaikan berkelanjutan tata kelola keuangan di tahun-tahun berjalan.

Lukman Hakim Saifuddin | Gagasan - Kinerja: Moderasi Beragama

- xl -

Page 39: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

Isu lain yang diusung oleh LHS dan kemudian menjadikannya menjadi distingtif adalah gagasan tentang moderasi beragama. Pada lefel pemikiran, ini merupakan ide otentik LHS. Konsep ini berbeda dengan diksi Islam Nusantara yang cenderung dipersepsikan oleh yang menentangnya sebagai ciri dan karakter Islam Jawa (Syahid, 2019). Terobosan ide LHS tentang moderasi beragama ini membuat Kementerian Agama keluar dari image dan bayang-bayang ide Dr. Tarmizi Taher, Menteri Agama RI ke-15 (17 Maret 1993-14 Maret 1998) yang mana pemikiran telah melekat dengan lembaga ini: trilogi hubungan umat beragama (Azra, 1998). Dengan moderasi beragama, LHS mengajak umat beragama yang plural itu menjadi inklusif. Untuk ide ini, LHS tidak sepi salah paham dan fitnah, bahwa LHS mengajak umat pada nihilisme terhadap klaim kebenaran oleh internal pemeluk agama. Sama sekali bukan itu yang dimaksud LHS. Yang hendak diketengahkan adalah pandangan Islam yang moderat (wasathiyah). Moderasi beragama sama sekali bukan memoderasi agama itu sendiri, tetapi pada cara beragama yang menghindarkan diri dari pemahaman dan praktik beragama yang berlebihan. Bukan mengutak-utik ajaran agama tetapi memoderasi pada ranah socio-politico-religious. Bukan pula agama yang dijadikan sebagai bagian dari bahan untuk tindakan radikal dan sumbu ideologis yang melampaui batas. Misalnya, taat beragama dengan mengunakan agama dan jargon agama untuk membenarkan kekerasan verbal, seperti fitnah, caci maki, sasaran kemarahan, menyebarkan berita palsu (fake news), hoax, dll. Yang harus dihindari adalah upaya sungguh-sungguh, baik sadar atau tidak sadar, baik sengaja maupun tidak, namun dampaknya adalah menghilangkan hak dan eksistensi pihak dan/atau kelompok-kelompok yang dianggap berbeda. Kunci yang menjadi titik temunya adalah “untuk memanusiakan manusia” dan itu pula tujuan esensial agama. Gerakan moderasi agama yang

Prolog | LHS: Pembawaan Normatif, Kebijakan Inklusif

- xli -

Page 40: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

digencarkan LHS berbanding lurus dengan berbagai kebijakan yang dilakukannya. Bersamaan dengan gencarnya kampanye gagasan moderasi beragama, seiring dengan menjelang berakhirnya periode jabatan LHS, ia seakan menjadi dirinya sendiri. Ia tampil tanpa beban lepas dari berbagai determinan partai politik, beban psikologis dan sejarah. Warna Kementerian Agama tidak lagi monolitik, LHS kemudian seakan memimpin otentik dan orisinil. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Dr. Abdul Mu’thi, diberi “panggung” dengan diundang untuk memberikan ceramah di Kementerian Agama. Ini bukan saja karena Abdul Mu’thi dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, orang dalam Kementerian Agama, tetapi dia lebih dipandang publik sebagai mewakili Muhamadiyah. Beberapa kader Muhammadiyah diangkat menjadi Rektor di beberapa IAIN. Bahkan mengangkat TP—yang beragama Kristen—menjabat sebagai Plt. Inspektorat Jenderal Kementerian Agama. Sebuah kebijakan yang saya lihat tidak mungkin terjadi jika LHS tidak kembali menjadi jati dirinya sebagai aktivis, politisi, kader NU dan putera pesantren yang luhur dan inklusif.

Era LHS memang berbeda dengan era Tarmizi Taher. LHS memimpin di zaman disruption era, moderasi agama merupakan tawaran konseptual yang baik dan kokoh. Ia berusaha menyapa generasi millenial yang jumlahnya puluhan juta. Melengkapi pertemuan-pertemuan langsung yang diinisiasi oleh Kementerian Agama atau melalui partner strategis Kementrian Agama, LHS juga aktif menyapa nitizens dengan akun twitternya. Melalui akun twitter, LHS berusaha tampil tidak sebagai pejabat tinggi negara, tetapi sebagai seorang orang tua atau kakak yang berusaha sabar tidak terpancing menanggapi sindiran pedas dan cacian terutama saat menghadapi nitizen yang cerewet dan berisik. Ia berhasil tetap tampil egaliter, ramah dan tidak soliter. Di platform media sosial

Lukman Hakim Saifuddin | Gagasan - Kinerja: Moderasi Beragama

- xlii -

Page 41: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

twitter dan instagram ini, LHS tampak seiring dan harmonis untuk tampil normatif dan edukatif bersama istri tercintanya, Trisna Willy. Mengapa berbicara untuk mengajak dan menemani generasi milenial tentang moderasi beragama? Karena ini menyangkut bagaimana cara terbaik menghadirkan agama yang moderat kepada anak muda dengan literasi teknologi tinggi. Tipe anak muda ini tidak bisa didoktrin, tidak bisa didekte. Mereka bisa diedukasi dengan persuasif dengan konsep moderasi beragama. Praktik dan kampanye LHS sebagai Menteri Agama tentang moderasi beragama di Indonesia melalui Kementerian Agama dipuji dan diapresiasi oleh Paus Fransiskus sebagai bagian untuk membangun peradaban bersama. Hal diungkapkan Paus Fransiskus pada LHS saat pihak pertama menggelar audiensi umum di lapangan Santo Petrus Vatikan, Italia pada Rabu, 2 Oktober 2019.

Hal terakhir yang menjadi prestasi monumental LHS adalah disahkannya UU Pesantren. Atas usaha gigih kepemimpinan LHS, pada Rapat Paripurna DPR RI, 24 September 2019, LHS dapat memberi hadiah pada belasan ribu pesantren, dan ini dianggap sebagai kado pemerintahan Joko Wododo pada hari Santri Nasional pada 2019. Peran pesantren diakui dan semakin mendapat tempat di dalam UU Pesantren ini. Terhadap lahirnya UU tentang Pesantren ini, LHS sendiri menyebut tiga hal penting yang harus dicatat. Pertama, rekognisi. Bahwa negara mengakui pesantren sebagai lembaga pendidikan, lembaga dakwah, dan lembaga pemberdayaan masyarakat. Rekognisi terhadap alumni pesantren, baik pada jalur formal maupun non-formal. Disahkannya UU Pesantren lebih mempertegas posisi pemerintah dalam mewujudkan kemaslahatan sebagaimana kaidah tashorruf al-imam ‘ala al-ra’iyyah manutun bi al-maslahah. Pemerintah harus adil kepada semua lapisan masyarakat, termasuk di pesantren. Sedangkan yang kedua, adalah afirmasi. Bahwa terdapat sejumlah pasal yang merupakan kebijakan

Prolog | LHS: Pembawaan Normatif, Kebijakan Inklusif

- xliii -

Page 42: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

dari negara dalam rangka mempermudah pesantren di dalam menjalankan tiga fungsinya, yakni, sebagai lembaga pendidikan, lembaga dakwah, dan lembaga pemberdayaan masyarakat. Ketiga, fasilitasi. Bahwa dengan UU Pesantren sebagai payung hukum, keberadaan pesantren tentu akan semakin terfasilitasi dengan baik.

Pembawaan NormatifJika LHS dalam berbagai kesempatan cenderung edukatif-

analitis, terampil menggunakan flip chart dan berbagai media untuk training lain, hal itu lantaran telah panjang pengalamannya menjadi trainer saat memegang amanah sebagai project manager di Hellen Keller Internasional (1995-1997) dan di NU. Jika artikulasinya cenderung normatif, hal itu tidak lepas dari pembawaannya sebagai putera ulama, wartawan sekaligus aktivis yang lahir di dalam rahim NU. LHS cenderung mengambil posisi sebagai intelek, hal itu dipengaruhi oleh pengalaman kaderisasi dalam organisasi di NU. Sebagai Ketua Badan Pengurus Lakpesdam NU pada 1992-1995 setelah sebelumnya menjabat Wakil Sekretaris PP-LKKNU pada 1985-1988. Karirnya sebagai trainer, aktivis, dan politisinya yang panjang membuat LHS matang sebagai pribadi. Sebagai alumni Pondok Pesantren Gontor, maka ia merupakan sintesis, di mana rasionalitas dan kemandirian untuk menjadi dirinya sendiri dan berdiri di atas semua pihak selalu terus tetap diupayakan terjaga. Ini pandangan saya, sangat mungkin orang lain tentu boleh memiliki pandangan yang berbeda dalam hal mengapresiasi sosok LHS.

Meski menjadi orang nomor satu di Kementerian Agama, LHS tidak memandang diri “ketinggian” dari anggapan orang lain terhadapnya. Sikap dan sifat rendah hati, jenaka dan penuh dengan sense of humor tokoh ini membuat Kementerian Agama menjadi akrab bagi siapa saja, termasuk pada aktivis muda. Senafas dengan itu, LHS tidak menjadi figur yang bersumbu pendek,

Lukman Hakim Saifuddin | Gagasan - Kinerja: Moderasi Beragama

- xliv -

Page 43: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

tidak gampang tersinggung, tidak tipis telinga, namun juga tidak bebal terutama saat dikritik publik secara terbuka. Ia tetap pada pembawaannya yang elegan, kalem, dan uangkapan kata-katanya di ruang publik cenderung normatif. Terhadap generasi milenial, LHS selalu mengajak untuk “menebarkan kedamaian dengan rasa cinta. Karena kita mengajak, bukan (dengan) paksaan dan itu hanya bisa dilakukan dengan cinta. Jika ajakan tanpa cinta, maka kebencian yang akan muncul.” Difitnah dan disalahpahami atau dipahami salah secara sengaja oleh publik melalui akun media sosial platform twitter, sebagai menteri agama yang pro-LGBT, misalnya, LHS tidak sekalipun merespon dengan jawaban yang galak, tegas dan pedas, tetap selalu pada posisi normatif yang presisi dengan mengajak dan menghimbau agar tidak menuduh sembarangan (Bradshaw, 2019). Apalagi menuduh dengan persepsi yang salah kaprah. Terhadap kritik pedas dan caci maki yang mengarah padanya, tidak sekalipun juga LHS melaporkan hal itu pada aparat kepolisian. Kritik yang paling keras yang kemudian memicu perdebatan terbuka adalah dilontarkan oleh Maman Immanulhaq, politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), bahwa “Kementerian Agama di bawah LHS adalah yang paling amburadul dan jelek.” Terhadap kritik ini, Staf Ahli Menteri Agama, Oman Fathurrahman, menjawabnya dengan data yang tersedia di dalam link website resmi Kementerian Agama.

Pada Pemilu 2019, kesalahpahaman muncul dari siapa saja, di mana saja, dan kapan saja, baik disengaja karena merupakan bagian dari kontestasi politik secara terbuka atau tidak disengaja. Kesalahpahaman itu tidak terkecuali juga terjadi di kalangan kaum terdidik. Sebagai selingan, saya hadirkan salah persepsi sebagai selingan saja. Pada abad ke-18, kaum perempuan di Luxemburg, Norwegia, menuntut hak-hak dasar mereka. Meliputi hak pilih, hak untuk studi lanjut hingga jenjang perguruan tinggi dan hak memiliki pekerjaan sendiri yang layak bagi mereka. Mereka

Prolog | LHS: Pembawaan Normatif, Kebijakan Inklusif

- xlv -

Page 44: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

menolak hanya berperan di ruang domestik: hanya di sumur, dapur dan kasur. Kaum perempuan itu mengekspresikan tuntutannya dengan kalimat yang lugas, artikulasi kuat-kuat, ekspresi cenderung meledak-ledak dan artikulasi yang ekstensif. Pendapat harusnya dijawab dengan pendapat. Gagasan harusnya juga dilawan dengan gagasan. Tapi yang terjadi bukan demikian. Alih-alih aspirasi perempuan itu diserap secara presisi, para laki-laki intelektual yang kebanyakan berprofesi sebagai dokter di kedua kota itu malah sibuk membahas perilaku para perempuan itu dihinggapi oleh penyakit serius yang disebut sebagai histeria. Para professional gejala histeria sendiri disebut sebagai akibat dari anxiety, distress, melankolia, high-intensity, insomnia atau gangguan tidur, bahkan karena akibat dari ketakutan terus menerus sebagai reaksi yang berlebihan terhadap kondisi rahim mereka. Separuh wanita London, Inggris, disebut-sebut mengalami gejala histeria tersebut. Dari segi psikhoanalisis fenomena itu menandakan begitu banyak kaum wanita di kota-kota itu tidak memiliki banyak kegiatan menyenangkan dan waktu bebas untuk mereka sendiri.

Dari reaksi kaum laki-laki tersebut dengan jelas bahwa telah terjadi salah paham pada mereka. Salah paham tentu tidak saja pada era itu, tetapi juga telah terjadi berabad-abad jauh sebelum itu. Sejarah mencatat, salah paham telah terjadi di kalangan terdidik dipusat pemikiran filsafat sekalipun, Yunani. Di dalam glosari tradisi Yunani, fenomena salah paham pemikiran atau sengaja dipahami secara salah ini disebut argumentum ad hominem. Para pihak yang terlibat sengketa dan silang pemikiran, tidak membantah ide subtansi yang dilontarkan lawan, malah cenderung membahas tingkah lakunya dan motif dibalik perilaku lawan sebagai bahan omongan dalam posisi pejoratif. Dengan sengaja individu dan perilaku orangnya disebut dan dikuak ke publik secara terus menerus bukan dengan maksud agar terjadi mutual

Lukman Hakim Saifuddin | Gagasan - Kinerja: Moderasi Beragama

- xlvi -

Page 45: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

understanding, namun justru untuk menyalahkannya. Yang penting dari argumentum ad hominem adalah mengalahkan lawan debat, apapun caranya. Membahas substansi dan mematahkan argumen lawan tentu harus memiliki modal wawasan dan literasi ilmu pengetahuan yang memadai dan itu tidak mudah. Argumentum ad hominem kemudian tidak terhindarkan terjadi, di mana metode ini dijadikan sebagai salah satu cara untuk memenangkan perdebatan. Tidak elegan memang, tapi itu faktanya. Yang penting menang, sekalipun dengan tipu muslihat dan kata-kata kasar. Era disrupsi 4.0 yang paling berdampak adalah runtuh dan matinya kepakaran (Nicholas, 2017). Mudaratnya adalah semua orang merasa ahli dan membantah siapapun, meski mereka yang telah diakui secara mapan sebagai pakar. Disrupsi itu terutama dimotori oleh para penulis anonim atau oleh para buzzer di berbagai platform media sosial dengan menggunakan akun anonim.

Terutama sekali oleh akun-akun anonim di berbagai media sosial itu pula LHS dituduh pro-LGBT secara terbuka, hanya karena ia membela LGBT agar jangan sampai dilanggar hak-hak mendasarnya. Para penuduh ini mencaci maki melalui media sosial, twitter, jelas terjebak pada cacat logika yang disebut argumentum ad ignoratium. Mereka membenarkan sesuatu informasi yang belum terbukti— meski dalam kasus ini mereka salah—keberadaannya. Mereka tersesat di dalam mesin pencari, karena mereka mendapatkan informasi berlimpah di dalam internet, namun tak memiliki piranti kognitif yang disebut rekaman informasi awal (previous image) yang dibutuhkan. Rekaman informasi terbaik yang menjadi prasyarat itu adalah ilmu yang—dalam bahasa agama—matannya benar dan sanad bersambung dan kredibel. Tanpa ilmu, mereka tersesat dan terperangkap di dalam kungkungan perasaan benar sendiri itu.

Prolog | LHS: Pembawaan Normatif, Kebijakan Inklusif

- xlvii -

Page 46: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

Lebih jauh lagi, para penuduh juga telah terperosok pada apa yang disebut argumentum ad logicam, karena mereka menganggap bahwa LHS sebagai Menteri Agama telah melakukan kesalahan dengan membela LGBT, maka ia dianggap pro-LGBT, maka dengan sendirinya otomatis ia menjadi tidak lagi legitimate menjadi menteri yang membidangi agama. Lebih parahnya lagi, pada saat Pemilu, di mana suhu politik sangat tinggi. PPP—partai LHS—kebetulan mendukung Joko Widodo mencalonkan diri kembali menjadi presiden untuk periode kedua dengan berpasangan dengan Ma’ruf Amin. Upaya mendelegitimasi mereka yang menjadi lawan politiknya adalah melakukan tuduhan bahwa bahwa tokoh ini tidak pro-Islam, atau sekurang-kurangnya tidak taat. Mereka berulang-ulang menyebut bahwa LHS pro-LGBT, pro-liberalisme, dll., karena itu tidak kuat Islamnya, di mana kesan yang hendak ditimbulkan adalah jangan sampai umat Islam taat sampai memilih pasangan itu karena jelas-jelas tidak pro Islam. Jangan sampai umat Islam taat mencoblos tanda gambar atau calon anggota DPR dan DPD dari koalisi petahana. Isu ini disebarkan secara terus menerus sehingga diharapkan akan dibenarkan secara otomatis. Penyebaran berita dan serangan yang terus menerus tentang hal ini juga dapat dijadikan contoh sebagai argumentum ad nouseam, salah satu bentuk logical fallacy selanjutnya. Salah satu bentuk dari kekeliruan logika jenis ini adalah framing, menggoreng isu dengan berita terus menerus secara sengaja. Dapat juga berbentuk berita yang sebenarnya sudah benar namun diulang-ulang dan diperdebatkan begitu rupa sehingga keluar dari inti masalahnya. Yang tersisa adalah sampah informasi yang mencemari logika dan pikiran waras manusia di ruang publik.

Guna menjatuhkan mental dan moral lawan debat, umbar saja kejelekanya di ruang publik. Guna menjebol ketahanan mental lawan, ungkap aibnya. Fitnah sejadi-jadinya melalui media sosial.

Lukman Hakim Saifuddin | Gagasan - Kinerja: Moderasi Beragama

- xlviii -

Page 47: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

Caci maki dengan berbagai umpatan yang sadis. Bagi mereka yang gagal mematahkan argumen lawan, argumentum ad hominem kerap menjadi pilihan. Alih-alih menyerang argumen lawan, yang diserang justru adalah karakter, motif, dan berbagai atribut elementer yang melekat pada diri seseorang tersebut. Si penyerang ini tidak segan-segan memutarbalikkan masalah yang sesungguhnya, menebarkan hoax, fitnah, guna mendelegitimasi lawan pemikiran. Disepanjang sejarah, mereka yang kerap menjadi korban serangan adalah kaum oposisi, pemikir independen dan kaum muda. Kaum perempuan juga kerap menjadi sasaran. Glosari filsafat Yunai merekam fenomena serangan terhadap kaum perempuan itu dengan istilah yang terkenal dengan ad mulierem and ad feminam.

Seakan hendak memberi gambaran secara gamblang lagical fallacy, mereka justru cenderung tertarik melihat pada ekspresi kaum perempuan yang dinilai meledak-ledak itu, bukan substansinya. Di dalam kultur masyarakat yang misoginis, penghargaan hanya diberikan kepada laki-laki, bukan kepada para perempuan. Perempuan kerap dipandang minor, dan kedudukan reputasi perempuan kerap direndahkan. Di dalam tradisi yang dipengaruhi oleh pikiran misoginis, para perempuan yang mengungkapkan pikiran terbuka memang kerap dianggap terlalu berani menabrak tatakrama dan kepatutan publik gampang dijadikan bahan pembicaraan. Arah dan ujung pembicaraan selalu saja mengarah pada bagaimana laki-laki “mengajari” para perempuan bagaimana seharusnya berperilaku dan berekspresi yang proper di ruang publik.

Tulisan ini tidak sedang berbicara tentang perempuan, tidak juga tentang oposisi. Tetapi hendak menjadikan isu salam paham dan sengaja memahami salah itu sebagai pengantar tulisan yang mengapresiasi kiprah LHS, selama menjabat sebagai Menteri Agama RI. Bahwa kebijakan LHS yang inklusif dan termasuk

Prolog | LHS: Pembawaan Normatif, Kebijakan Inklusif

- xlix -

Page 48: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

tentang moderasi beragama tidak sepi dari salah paham, yang tidak dikritik pada konsepnya, namun kritik itu kemudian menyasar pada pribadinya. Ini tidak saja sudah masuk pada logical fallacy tetapi juga sudah menggunakan media sosial—terutama platform twitter —merusak the free public sphere kita yang mestinya mencerahkan.

LHS segera akan mengakhiri masa baktinya sebagai Menteri Agama Republik Indonesia pada Oktober 2019. Dalam hal bidang pendidikan dan urusan agama Kristen di bawah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen, banyak hal mengesankan telah dilakukan LHS selama menjabat sebagai Menteri Agama RI. Tidak saja bagi TP sebagai Dirjen Bimas Kristen, namun juga pimpinan PTKKN dan para pejabat teras lainnya. Dengan narasi di atas, saya dapat memahami alasan logis mengapa TP sebagai Dirjen Bimas Kristen mengumpulkan pimpinan PTKKN pada 20 September 2019 dalam sebuah rapat koordinasi. Saya termasuk yang diundang, oleh karena itu, saya menyaksikan jika pada forum itu TP kemudian mengajak pimpinan PTKKN menulis pandangan pribadi masing-masing terhadap LHS. Sebagai “orang luar yang sudah dianggap seperti orang dalam,” saya mendapat kehormatan TP untuk menulis prolog pada buku ini. Kumpulan tulisan itu dapat disimak di dalam buku yang berjudul Lukman Hakim Saifuddin Gagasan - Kinerja: Moderasi Beragama dan Transformasi Kelembagaan Pendidikan yang kini ada di tangan pembaca. Sebagaimana alam semesta penuh dengan sisi terang yang menawan, buku ini memilih menyampaikan hal-hal yang terang itu. Tujuannya agar mudah ditelaah, kekurangan di dalamnya dapat pembaca lengkapi dengan membaca sumber-sumber lain. Menuangkan sisi bukan yang terang dari apa saja justru akan membuat kita semua terseret dalam sak wasangka, curiga dan fitnah yang memecah belah. Tak banyak yang dapat diambil sebagai pelajaran dari hal-hal yang tidak terang itu, baik dari manusia maupun juga dari semesta.

Lukman Hakim Saifuddin | Gagasan - Kinerja: Moderasi Beragama

- l -

Page 49: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

Inti dari agama adalah akhlaq dan adab. Esensi agama mengajarkan cinta pada sesama. Karena itu saya menulis prolog ini dengan menekankan pada sesuatu yang positif, agar menjadi inspirasi. Adalah kodrat manusia yang selalu ingin menyatu dengan sesamanya di dalam bumi dan alam semesta ini dapat senantiasa berada di dalam balutan cinta dan harmoni, bekerja untuk mencari berkat, rahmat dan hikmat di dalam suasana penuh persahabatan dan kekeluargaan.

Ciputat, 30 September 2019

Prolog | LHS: Pembawaan Normatif, Kebijakan Inklusif

- li -

Page 50: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

Azra, Azyumardi, dan Umam, Saiful, (ed.), Menteri-Menteri Agama RI: Biografi Sosial Politik. Jakarta: INIS-Balitbang Diklat-PPIM- IAIN Jakarta, 1998

Bradshaw, Samantha dan Howard, Philip N., The Global Disinformation Order 2019 Global Inventory of Organised Social Media Manipulation. Oxford: Oxford Internet Institute, University of Oxford, 2019

Tim Penyusun Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama. Jakarta: Balitbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2019

Jabali, Fuad dan Jamhari, IAIN: Modernisasi Islam di Indonesia. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002

Kusmana, Integrasi Keilmuan: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Menuju Universitas Riset. UIN Jakarta Press, 2006

Nichols, Tom, Matinya Kepakaran – The Death of Expertise: Perlawanan terhadap Pengetahuan yang telah Mapan dan Mudaratnya. Jakarta: KPG, 2017

Shiddiq, Rohmani, K. H. Saifuddin Zuhri: Mutiara dari Pesantren. Jakarta: Pustaka Qompas, 2019

Siagian, Toenggoel P., “Some Notes on Christian Education in Indonesia”, Prisma: The Indonesian Indicator – Education: The Channel of Hope, No 38, 1978, h. 33-43

Syahid, Achmad, “Saifuddin Zuhri”, Achmad Syahid dan Idris Thaha (Red. Pel), Ensiklopedi Islam. Jilid 6. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005, h. 111-112

……………, Islam Nusantara: Relasi Agama-Budaya dan Tendensi Kuasa Ulama. Jakarta: PT RajaGrafindo, 2019

Website resmi Kementerian Agama RI

Website resmi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen.

DAFTAR PUSTAKA

Lukman Hakim Saifuddin | Gagasan - Kinerja: Moderasi Beragama

- lii -

Page 51: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

Website resmi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Budha.

Website resmi UIII

Prolog | LHS: Pembawaan Normatif, Kebijakan Inklusif

- liii -

Page 52: LUKMAN - repository.uinjkt.ac.id

LUKMANHAKIMSAIFUDDIN

Gagasan-Kinerja:

Moderasi Beragama dan

Transformasi Kelembagaan

Pendidikan

Moderat adalah sebuah kata sifat, turunan dari kata moderation, yang berarti tidak berlebih-lebihan atau berarti sedang. Kata ini kemudian diserap menjadi moderasi, yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai pengurangan kekerasan, atau penghindaran keekstreman. Moderasi (moderâtio) berarti ke-sedang-an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Maka, ketika kata moderasi disandingkan dengan kata beragama, menjadi moderasi beragama, istilah tersebut berarti merujuk pada sikap mengurangi kekerasan, atau menghindari keekstreman dalam praktik beragama.

Tiga alasan utama mengapa kita perlu moderasi beragama: Pertama, salah satu esensi Tiga alasan utama mengapa kita perlu moderasi beragama: Pertama, salah satu esensi kehadiran agama adalah untuk menjaga martabat manusia sebagai makhluk mulia ciptaan Tuhan, termasuk menjaga untuk tidak menghilangkan nyawanya. Kedua, ribuan tahun setelah agama-agama lahir, manusia semakin bertambah dan beragam, bersuku-suku, berbangsa-bangsa, beraneka warna kulit, tersebar di berbagai negeri dan wilayah. Ketiga, khusus dalam konteks Indonesia, moderasi beragama diperlukan sebagai strategi kebudayaan kita dalam merawat keindonesiaan.

Moderasi beragama sesungguhnya merupakan kebaikan moral bersama yang relevan tidak Moderasi beragama sesungguhnya merupakan kebaikan moral bersama yang relevan tidak saja dengan perilaku individu, melainkan juga dengan komunitas atau lembaga. Moderasi telah lama menjadi aspek yang menonjol dalam sejarah peradaban dan tradisi semua agama di dunia. Masing-masing agama niscaya memiliki kecenderungan ajaran yang mengacu pada satu titik makna yang sama, yakni bahwa memilih jalan tengah di antara dua kutub ekstrem, dan tidak berlebih-lebihan, merupakan sikap beragama yang paling ideal.

Lukman Hakim Saifuddin

Function Hall MAGMal Artha Gading Lt. 5Jl. Artha Gading Selatan No. 1Kelapa Gading - Jakarta UtaraHp. 0878 7870 7000 (Whatsapp & SMS)www.truth.id

Direktorat JenderalBimbingan Masyarakat